Petikan Kitab Al-Muntahi
April 1, 2017 | Author: daswindra | Category: N/A
Short Description
Download Petikan Kitab Al-Muntahi...
Description
Petikan Kitab Al-Muntahi Karangan Sufi terkenal HAMZAH FANSURI.
1. Ketahui olehmu hai Talib (pelajar) bahwa sabda Rasullulah saw : Barang siapa menilik kepada sesuatu, jika tidak dilihatnya Allah dalamnya, maka ia itu sia-sia. Kata Saidina Ali : ‘Tiada ku lihat suatu melainkan kulihat Allah dalamnya’. Sabda Nabi; ‘Barangsiapa mengenal dirinya, maka akan mengenal Tuhannya.’
2. Arti mengenal Tuhan dan mengenal dirinya yakni: diri KUNTU KANZAN MAKHFIYYAN itu dirinya, dan semesta sekalian alam Ilmu Allah. Seperti sebiji benih dan pohon, pohonya dalam sebiji itu, walaupun tidak kelihatan, tetapi hukumnya ada dalam sebiji itu. Kata Syeikh Junaid: Ada Allah dan tiada ada sertaNya sesuatu pun. Ia sekarang ini seperti AdaNya dahulu itu jua. Karena itu Ali berkata; ‘Tiada ku lihat sesuatu melainkan ku lihat Allah’ .
3. Tetapi jangan melihat seperti kain basah, karena kain lain, airnya lain. Allah swt Maha Suci demikian itulah tamsilnya, tetapi jika ditamsilkan seperti laut dan ombak, harus seperti bunyi syair : Yang laut itu laut jua pada sedia pertamanya, Maka yang baru itu ombaknya dan sungainya, Jangan mendindingi di kau segala rupa yang menyerupai dirinya, Karena dengan segala rupa itu dinding daripadanya.
Ombak beserta dengan laut Qadim, seperti kata; Laut itu Qadim, apabila bergelombang, baru ombak namanya tetapi pada hakekatnya laut jua, karena laut dan ombak esa tiada dua. Seperti Firman Allah : “Allah meliputi segala sesuatu” Sabda Rasullulah saw : “Aku daripada Allah, sekalian alam daripada ku.”
Seperti matahari dengan cahayanya dan panasnya, namanya tiga hakekatnya satu jua. Seperti isyarat Rasullulah saw : ‘Barangsiapa mengenal dirinya niscaya akan mengenal Tuhannya’.
4. Walaupun memiliki nama dan rupa namun hakekatnya rupanya dan namanya tiada. Seperti bayang-bayang dalam cermin, rupanya dan namanya ada hakekatnya tiada.
Seperti sabda Rasullulah saw : ‘Mukmin itu cermin samanya dengan mukmin’. Artinya, Nama Allah Mukmin, maka hambanya yang khas pun namanya mukmin. Jika demikian sama dengan Tuhannya, karena hamba tidak berpisah dari Tuhannya, dan Tuhan pun tidak berpisah dengan hambaNya.
5. Seperti firman Allah swt : IA beserta kamu dimana saja kamu berada. Firman Allah swt : Jika ada tiga orang, melainkan IA jua keempatnya dengan mereka itu; dan jika ada lima orang, melainkan IA keenamnya dengan mereka itu; dan tiada lebih dan tiada kurang daripada demikian itu malainkan IA jua serta mereka itu.
Seperti firman Allah swt : “Kami lebih dekat daripada urat leher mereka”.
6. Dengarkan hai Talib (pelajar) WA HUA MA AKUM (dan DIA beserta kamu), tiada di luar dan tiada di dalam, dan tiada di atas dan tiada di bawah, dan tiada di kiri dan tiada di kanan, Seperti firman Allah swt : IA jua yang Dahulu (Awal) dan IA jua yang Kemudian (Akhir) dan IA jua yang Nyata (Dzahir) dan IA jua yang Tersembunyi (Batin).
Ibarat tamsil seperti sebuah Pohon : Namanya (pohon) limau atau yang lain dari (pohon) limau. Daunnya lain, dahannya lain, bunganya lain, buahnya lain, akarnya lain. Pada hakekatnya sekalian itu (pohon) limau jua. walaupun namanya dan rupanya dan warnanya berbeda-beda hakekatnya esa jua..
Kalau demikian hendaklah semua orang harus mengenal Allah swt seperti isyarat Rasullulah saw : “Barang siapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya”.
7. Bermula sabda Rasullulah saw dengan diisyaratkan jua. walaupun pada Syariat rupanya macam-macam namun pada Hakekat Esa jua, seperti kata syair :
Kekasihku, tubuh dan nyawa rupanya jua, Siapa tubuh? Siapa nyawa?…. sekalian alam ini rupanya jua Segala rupa yang baik dan arti yang suci itu pun rupanya jua, Segala barang yang datang kepada penglihatanku itu pun rupanya jua. Seperti firman Allah swt : ‘Kemana mukamu kau hadapkan, maka di sana ada Dzat Allah;. Tamsil, seperti susu dan minyak sapi, namanya dua, hakekatnya satu jua. Kesudahannya susu lenyap apabila ia diputar… minyak jua kekal sendirinya.
8. Sekali-kali tidak tertukar seperti sabda Rasullulah saw: Barangsiapa mengenal dirinya dengan fananya, bahwasanya mengenal ia Tuhannya dan Baqalah ia beserta Tuhannya.
Seperti mengetahui ruh dengan badan; Ruh muhit (hidup) pada badan pun tiada, dalam badan pun tiada, di luar badan pun tiada. Demikian juga Tuhan; pada sekalian alam pun tiada, dalam alam pun tiada, di luar alam pun tiada. Seperti permata cincin dengan cahayanya, dalam permata pun tiada cahayanya, di luar permata pun tiada cahayanya.
9. Karena itu kata Saidina Ali : ‘Tiada ku lihat melainkan ku lihat Allah di dalamnya’ Mansur Al-Hallaj pun berkata dengan sangat berahinya: Ana Al-Hak (Akulah yang Sebenarnya. Kata sufi Yazid : Maha suci aku, siapa besar seperti aku. Kata Syeikh Junaid : Tiada di dalam jubahku ini melainkan Allah. Kata Sayyid Nasimi : Bahwa Akulah Allah. Kata Maksudi : Dzat Allah yang Qadim, itulah dzat ku sekarang. Kata Maulana Rumi : Alam ini belum, aku ada, Adam pun belum, aku ada, sesuatupun belum, aku ada, berahikan Qadim ku jua. Kata Sultan Asyikin Syeikh Ali Abul Wafa : Segala wujud itu WujudNya jangan kau sekutukan dengan yang lain; Apabila kau lihatNya bagiNya dengan dia, maka sujudlah engkau sana tiada berdosa. Maka kata kitab Gulshan : “Hai semua Islam, jika kau ketahui berhala itu apa..? maka ketahui olehmu bahwa yang jalan itu pada menyembah berhala,.. beragama tanpa pengetahuan yamg benar jadi sesat (Peringatan: Kandungan kitab ini amat berat bagi pemikiran yang tidak paham, jangan membuat kesimpulan sendiri.., )
10. Sebab demikian maka Syeikh Aynul Qudat menyembah anjing mengatakan : “Hadha Rabbi (Inilah Tuhanku)”, karena anjing itu tidak dilihatnya, hanya dilihatnya Tuhannya jua. Seperti orang melihat kepada cermin, mukanya jua yang dilihatnya, cermin ghaib dari penglihatannya, karena alam ini pada penglihatannya seperti bayang-bayang jua,…. rupanya ada Hakekatnya tiada. Nisbat kepada Hak Allah swt tiada nisbat kepada kita, adalah karena kita memandang dengan hijab. Seperti Sabda Rasullulah saw: Siapa mengenal dirinya sesungguhnya ia mengenal Tuhannya; dengan isyaratkan jua, … pada Hakekatnya dikenal pun Ia, mengenal pun Ia juga.
11. Seperti Sabda Rasullulah saw: Barangsiapa mengenal Allah lanjuti lidahnya, takkala pertama mengetahui… siapa mengenal dirinya…, setelah sampai kepada… sesungguhnya mengenal Tuhannya,… maka Ia Sendiri NYA. Maka Sabda Rasullulah saw: Barangsiapa mengenal Allah maka kelulah lidahnya; … artinya tempat berkata tiada lagi.
12. Seperti kata Syeikh Muhyil Din Arabi: Sesungguhnya Allah adalah Rahasiam, …. itupun isyarat kepada: ‘Barangsiapa mengenal dirinya sesungguhnya ia mengenal Tuhannya jua’.
Syair Muhyil Din Arabi :
Jika engkau orang bermata, bermula hamba itu kenyataan Tuhan, jika engkau orang berbudi maka segala sesuatu yang engkau lihat ini keadaan NYA, dan jika engkau orang bermata dan berbudi, maka apakah yang engkau lihat? hanya segala sesuatu itu di dalam NYA melainkan dengan segala rupa.
Seperti Firman Allah swt: “Ia itu beserta kamu di mana kamu berada”.
Kata Syeikh Muhyil Din Arabi dalam bentuk syair: Kamilah huruf yang Maha Tinggi tiada berpindah, Dan yang tergantung dengan istananya di atas puncak gunung. Aku engkau di dalamnya, dan kami engkau dan engkau,.. Ia, …maka sekalian dalam Itu Ia, ….. maka bertanyalah engkau kepada barangsiapa yang telah wasal (sampai kepada Allah).
13. Hai Pelajar, mengetahui “Siapa mengenal diri mengenal Tuhannya.” bukan mengenal jantung atau paru-paru, bukan mengenal kaki dan tangan. Makna “Siapa mengenal diri…” adanya dengan ada Tuhannya Esa jua. Seperti kata Syeikh Junaid: “Warna air itu warna bejananya” .
Seperti kata syair:
Sesungguhnya telah tersembunyilah engkau maka tiada dapat dilihat oleh segala mata; Maka betapa dilihat oleh segala mata Karena Ia terdinding oleh adaNya.
Kata Syeikh Muhyildin Arabi: Jika pergilah aku menuntut Dia, tiadalah berkesudahan tuntutku, jika datang aku ke hadiratNya, Ia liar daripadaku; Tidak aku melihat Dia, Ia tidak jauh daripada penglihatanku, Bermula: Ia ada dalamku dan tiada aku bertemu pada seumurku.
Maka ini lagi kata Syeikh Junaid: Adamu ini dosa, tiada dosa seperti ini.
14. Barangkali engkau pun satu wujud, Hak Allah pun satu wujud, “Sharika lahu” (engkau mensyirikanNya) datang karena Hak Allah : “Wahdahu la shararika lahu” : (tiada sekutu bagiNya), tiada wujud lain hanya wujud Hak Allah. Seperti laut dan ombak.
Firman Allah :” Kemana mukamu kau hadapkan, maka di sana ada Dzat Allah”.
Kata Maulana Abdul Rahman Jami :
Sekampung sekedudukan, sekalian itu Ia jua, Pada telekung segala minta makan dan pada atlas segala raja-raja itu pun Ia jua. Pada segala perhimpunan dan perceraian dan rumah yang tersembunyi dan yang berhimpun itu pun Ia jua, Demi Allah sekaliannya Ia jua.
15. Seperti sebiji benih pohon, di dalamnya terdapat sepohon utuh pohon kayu yang lengkap. Asalnya biji benih itu jua, setelah menjadi pohon kayu yang tumbuh besar, biji benih itu pun ghaib (tidak kelihatan) pohon kayu itu juga yang kelihatan. Warnanya pohon pun bermacammacam, rasa buahnya pun bermacam-macam, tetapi asalnya adalah dari sebiji benih itu jua,
Seperti firman Allah: ami tuangkan dengan suatu air dan Kami lebihkan setengah atas sesetengahnya pada rasa makanan.
Perhatikan juga, seperti air hujan dalam tanam-tanaman. Air hujan itu jua yang meresapi pada sekalian tanaman dan bermacam-macam juga rasanya. Pada buah limau masam rasanya, pada pohon tebu manis rasanya, pada mambau pahit rasanya, masing-masing membawa rasanya. Tetapi pada hakekatnya air hujan itu jua pada sekalian tanaman itu.
Satu lagi, seperti Matahari dengan panasnya, menyinari bunga atau pohon-pohon, namun ia tidak peroleh bau daripada bunga (maksudnya bau bunga itu tidak memberi bau kepada panas). Jikalau najis pun demikian juga. Jangan syak di sini karena syak itu adalah hijab.
16. Karena atas bekas Jalal dan atas bekas Mazhar Jamal tidak ia berpisah, maka Kamal namanya. Nama Al Muiz tiada bercerai, nama Al Latif dan Al Qahar tiada berpisah. Dan syirik pun bekasNYA jua:
Seperti kata Shah Nikmatullah:
Kulihat Allah pada keadaanku dengan PenglihatanNYA, Bermula: keadaanku itu KeadaanNYA, Maka tilik kepadaNYA dengan tilik daripadaNYA. Kekasihku, pada segala lain daripadaku,
Ber-awal: padaku AdaNya itu dengan keadaanku satu jua.
Inilah Sifat: ‘Siapa yang mengenal diri maka mengenal Tuhannya, itupun permulaan jua’.
17. Firman Allah swt: QS As Syafaat (37: 96) “Bahwa Allah menjadikan kamu dan perbuatan kamu”.
Dan lagi Firman Allah swt: QS Hud (11:56) Tiada sesuatu yang melata di muka bumi, melainkan Dialah yang menguasainya. Sesungguhnya Tuhanku di jalan yang lurus.
Dan lagi sabda Rasullulah saw: “Tiada daya dan upaya kecuali dengan seizin Allah”.
Sabda Rasullulah lagi: “Tidak bergerak suatu zarah kecuali dengan izin Allah”.
Sabda Rasullulah lagi: :Baik dan buruk itu datang daripada Allah swt.”
Firman Allah swt, QS Al-Mursalat (77:30) “Dan tidak berkehendak mereka itu seorang jua pun melainkan dengan kehendak Allah jua”.
18. Sekalian dalil dan hadist ini isyarat kepada : Siapa yang mengenal diri maka mengenal Tuhannya, lain dari padanya tiada.
Dan kata Syeikh Muhyildin Arabi:
Telah haramlah atas segala yang berahi bahwa memandang lain daripada NYA, Apabila ada keadaan Allah dengan cahayaNYA gilang gemilang. Segala sesuatu yang ku katakan bahwa Engkau jua Esa, tiada lain Suatupun daripadaMu maka barang lain daripada Mu itu seperti hamba adanya.
Seperti Firman Allah saw: QS Ar-Rahman (55: 29) “Segala apapun melainkan dalam kelakuanNYA”
19. Pada dzahirNya bermacam-macam, tetapi pada DzatNya tidak bermacam-macam dan tiada berubah Seperti Firman Allah QS Al Hadid 57: 3.”Dia Yang Awal, Yang Akhir, Yang Dzahir dan Yang Batin” AwalNya tidak ketahuan akhirNya tidak berkesudahan dzahirNya amat tersembunyi dengan batinNya tidak kedapatan. Memandang diriNya dengan diriNya, melihat diriNya dengan DzatNya dengan SifatNya dengan AfaalNya dengan AtharNya (bekasnya). Sungguhpun namaNya empat tetapi hakekatNya esa.
Seperti kata Syeikh Muhyildin Arabi : “Menunjukkan AdaNya dengan AdaNya”.
Sementara itu, Imam Muhammad Ghazzali berkata: “Alam ini daripadaNya dengan Dialah sekalianya Dia”.
Kata Kimiyai Saadat: “ Wujud kami daripadaNya dan kuasa kami dengan Dia”, “Tiada bedanya antaraku dan Tuhanku melainkan dengan dua martabat. Martabat Tuhan dan Martabat hamba”. Inilah ibaratnya kalimat : “Siapa yang mengenal dirinya mengenal ia Tuhannya”.
20. Allah swt tidak bertempat dan tidak bermisal. Mana ada tempat jika lain daripadaNya tiada? Mana tempat?, mana missal?, mana warna?
Hamba pun demikian hendaknya jangan bertempat, jangan bermisal, karena sifat hamba adalah sifat Tuhannya, seperti kata-kata berikut:
“Apabila sempurna Fakir, maka Ia itu Allah dan hidupNya dengan hidup Allah”.
Maulana Abdul Rahman Jami berkata:
Kepada kekasih yang tidak berwarna itu (Allah) kau kehendak, Hai hati, jangan kau padamkan kepada warna.. Hai hati, bahwa segala warna daripada tidak berwarna datangnya, Hai hati, barangsiapa mengambil warna daripada Allah itulah terlebih baik, Hai hati !
21. Yakni yang asalnya tidak berwarna dan tidak berupa. Segala rupa yang dapat dilihat dan dapat dibicarakan, sekalian makhluk jua pada ibaratnya. Barangsiapa menyembah makhluk, ia itu musyrik (menyekutukan Allah), seperti menyembah orang mati, jantung dan paru-paru, sekalian itu berhala jua hukumnya. Barangsiapa menyembah berhala, ia itu kafi., kami berlindung dengan Allah daripadanya, Allah yang lebih mengetahui.
22. Jika demikian mengapa memandang seperti ombak dan laut? padahal kedua-duanya Esa jua…
23. Seperti kata syair:
Asalnya satu jua warnanya bermacam-macam Rahasia ini bagi orang yang tahu saja dapat memakainya.
Syairnya lagi: Berahi dan yang berahi dan yang diberahikan itu ketiga-tiganya Esa jua
Apabila pertemuan tiada, perpisahan dimana akan ada?
24. Mengapa dikatakan bertemu dan berpisah itu dua? Hendaknya bagi yang mengetahui hakekatnya tiada dua. Seperti ombak dan laut esa jua, pada dzahirnya saja dua, tetapi bertemu pun tidak berpisah pun tidak, di dalamnya tiada di luarnya pun tiada.
Seperti kata Ghawth : Mana lagi acara ibadah yang lebih dari berjumpa kepadaMu ya Tuhanku?
Firman Allah swt : Sembahyang yang di dalamnya tiada lain selain Aku, dan yang menyembah ghaib.
Nyatalah disini bahwa yang disembah pun Ia jua, yang menyembah pun Hak. Seperti kata Mashakikh: “Tiada mengenal Allah hanya Allah” “Tiada mengetahui Allah hanya Allah” “Tiada melihat Allah hanya Allah”
Dan seperti kata Shibli:
Aku seperti katak tinggal dalam laut Jika kubukakan mulutku niscaya dipenuhi air; Jika aku diam niscaya matilah aku dalam percintaanku.
25. Isyarat daripada Syeikh Sakdul Din : Jangan lagi dicari tidak akan diperoleh, jangan lagi dipandang tiada dilihat, karena perbuatan kita itu seperti angin di laut. Jikalau berhenti angin ombak pulang kepada asalnya..
Seperti Firman Allah QS Al Fajr 89: 27,28: Hai jiwa-jiwa yang tenang (Mutmainah), kembalilah kamu kepada Tuhanmu dengan redha dan diredhai, maka masuklah ke dalam surgaKu.
Artinya datangnya daripada laut (Dzat Allah), pulang pun kepada laut (Dzat Allah) jua.
Seperti kata-kata:
Surga orang zahid (peribadah) bidadari dan mahligai, Surga orang berahi (kekasih) kepada perbendaharaan yang tersembunyi (Dzat Allah).
26. Di situlah tempat tinggal orang yang berahi kepada Allah, berahikan surga pun tidak, dengan neraka pun dia tidak takut, karena pada orang berahi yang wasal jannah (sampai surga), itulah yang dikatakan dalam firman Allah QS Al Fajr 89:29,30 : “Masuklah kamu dalam golongan hambaKu, dan masuklah kamu ke dalam surgaKu”.
Pulang ia kepada tempat perbandaharaan yang tersembunyi (Dzat Allah).
Seperti kata ahli Makrifatullah: “Barang siapa mengenal Allah maka ia itu musyrik, kenapa musyrik..? Karena ada dua…”
Dan juga kata ahli Allah: Yang fakir itu hitam (tiada) mukanya pada kedua negeri (Dzahir dan batin, yang ada hanya wajah Allah)
Dan Lagi: Aku telah karamlah pada laut yang tidak bersisi Dzat Allah, Maka lenyaplah aku di dalamnya, Daripada ada dan tiada pun aku tiadalah tahu.
Kata syair: Kembalilah aku daripada menuntut dan yang dituntut. Dan berhimpunlah aku antara yang memberi karunia dan yang dikaruniai, Dan kembalilah pada aku bagi adaMu. Tiada engkau di dalamnya dan tiada aku.
Kata Syeikh Attar pula: Kembalilah, dari melihat tamasya tepuk dan tari, Nyawa pun diberi selesailah ia daripada tuntut. Lagi kata: Kertas pun dibakar dan pinsil pun dipatahkan dan dakwa pun ditumpahkan dan nafas pun ditarik.
Lagi kata: Tuntut pun seteru dan kehendak pun sia-sia, dan wujud pun jadi dinding (hijab) tidak dapat diperoleh menghendaki damping dan cita, yang hadir segala nafs pun menjauhkan (menghijab).
27. Inilah kesudahan sekalian, inilah yang dikatakan Fana, inilah yang dikatakan alam Lahut, dapat juga dikatakan wasal (sampai), dikatakan mabuk (berahi Allah) .
Inilah kata Shah Ali Barizi: “Kepada pintu negeri yang Fana (yang tinggal hanya Allah) sujudlah aku”. Ku bukakan kepalaku, maka pertunjukanlah mukaMu kepadaku. Kata orang Pasai: Jika tidak tertutup maka tidak bertemu (Dzat Allah). yaitu, menjadi seperti dahulu kala seperti di alam Lahut, takkala dalam perbendaharaan tersembunyi, serta dengan TuhanNya.
Seperti biji benih dalam pohon, sungguhpun dzahirnya tidak kelihatan, hakekatnya Esa jua. Sebab itulah Mansur Al Halaj menyatakan: “Ana Al Hak” (Akulah Hak), manakala sebagian sufi yang lain menyatakan: Anallah (Aku Allah), karena adanya dirinya tidaklah dilihatnya lagi telah Fana, yang tinggal hanya Allah.
28. Inilah artinya: “Yang fakir itu tiada suatu pun padanya”. Maka firman Allah dalam Hadis Qudsi: Tidur fakir itu tidurKu, Makan fakir itu makanKu, Dan minum fakir itu minumKu.
Firman Allah: “Manusia itu adalah RahasiaKu dan Aku Rahasianya dan Sifatnya”.
Berkata pula Uways Al Qarani: Yang fakir itu hidup dengan hidup Allah, dan sukanya dengan Kesukaan Allah.
Seperti kata Mashaikh: “Barangsiapa yang mengenal Allah maka ia akan menyenkutukannya, dan barangsiapa mengenal dirinya maka ia itu kafir”.
Seperti kata Syeikh Muhyil Din Ibnu Arabi:
Yang Makrifat itu dinding bagiNya,
Jikalau tiada wujud kedua (alam) niscaya nyatalah AdaNya.
29. Karena belajar dan makrifat, rindu dan merindu, sekaliannya itu, pada iktibarnya adalah sifat hamba juga, jikalau sekalian itu tiadalah padanya, maka lenyaplah ia. Karena dzatnya dan sifatnya nisbat kepada Allah swt jua, jikalau barangkali tiada ia, maka sifat hamba, seperti sifat ombak, pulang ke laut (Dzat).
Inilah makna Firman Allah QS Fajr 89:28: Pulang kepada Tuhannya dengan redha dan diredhai. Dan makna QS Al Baqarah 2:156: Daripada Allah kami datang dan kepada Allah kami kembali.
Dan Firman Allah: QS Al Qashash 28:88: Tiap-tiap sesuatu binasa kecuali wajah Allah. Dan juga Firman Allah QS Ar Rahman 55:26,27: Segala sesuatu akan fana, dan yang kekal Dzat Tuhanmu yang empunya Kebesaran dan Kemuliaan.
30. Jikalau masih ada lagi citanya, rasanya dan lezatnya itu bermakna sifatnya dua jua, seperti musyahadah pun dua lagi hukumnya. Dan jika lagi syuhud pun masih ada dua kehendaknya:
Seperti rasa, yang dirasa dan merasa pun hendaknya, seperti mencinta dan dicinta hendaknya, masih dua belum lagi Esa.
Sekalian sifat itu pada iktibarnya dua juga, seperti ombak pada ombaknya laut pada lautnya,, belum lagi (kembali ke) laut.
Apabila ombak dan laut sudah menjadi satu, muqabalah pun tidaklah, musyahadah pun tidaklah, makanya hanya fana dengan fana jua. Tetapi jika dengan fananya itupun, jika diketahuinya, maka belum bertemu dengan fana, karena ia lagi ingat akan fananya. Itu masih lagi dua sifatnya.
31. Seperti kata Syeikh Attar:
Jalan orang berahi (kepada Allah) yang wasil (sampai) kepada kekasihnya itu, maka orang itu satupun tidaklah dilihatnya, segala orang yang melihat dia itu, dan alam itu pun tiadalah dilihatnya.
Lagi kata Syeikh Attar:
Jangan ada semata-mata, inilah jalan kamil, Jangan bermuka dua, inilah sebenarnya wasil. Karena arti wasil bukan dua (tetapi Esa). Yakni syak dan yakin tidaklah ada padanya, maka wasillah.
Namanya Ilmul yakin, mengetahui dengan yakin, Ainul yakin yaitu melihat dengan yakin, dan Haqqul yakin yaitu sebenar yakin.. yakin adanya dengan ada Tuhannya Esa jua.
Maksudnya apabila sempurna fakirnya (fana) maka ia itu Allah,
WASALAM (Hati-hati !! Harus dapat memahami maksud yang sebenarnya)
Karangan Al Fakir Hamzah Fansuri. Semoga Allah memberikan Rahmat keatas ruhnya, mari kita bersedekah Al-Fatihah untuknya.
View more...
Comments