persalinan preterm

March 5, 2019 | Author: Husna Lathiifa | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

persalinan preterm...

Description

REFERAT PERSALINAN PRETERM

OLEH : HUSNA LATHIIFA

RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK KOTA BANDUNG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN

Persalinan adalah suatu pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalauii vagina kedunia luar. Persalinan preterm adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Usia kehamilan antara 20 sampai 37 minggu. Pada umumnya kehamilan berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari  pertama haid terakhir yang disebut juga sebagai persalinan cukup bulan, sedangkan yang disebut 1

dengan kehamilan aterm adalah kehamilan antara 38 sampai dengan 42 minggu.

Partus prematurus dapat meningkatkan morbidits dan mortalitas. Meskipun angka kejadian 10 –   15% kehamilan namun kontribusinya terhadap morbiditas dan mortalitas neonatal adalah sekitar 50  –   70% . 75% kematian neonatus pada persalinan preterm disebabkan oleh karena kelainan kongenital. Partus prematurus terjadi pada 7 –   10 % kehamilan sebelum minggu ke-37, 3 –   4 % kehamilan sebelum minggu ke-34 dan 1 –   2 % kehamilan sebelum minggu ke2,3,4

32.

  Di Amerika Serikat setiap tahun terjadi lebih dari 1 juta partus prematurus (10% dari

kelahiran normal) dengan perkiraan biaya lebih dari 5 milyar dolar. Di RS Fatmawati tahun 2009 5

terdapat 288 persalinan preterm, sedangkan pada tahun 2008 terdapat 314 persalinan preterm.

Di Amerika kurang lebih 5000 bayi per tahun meninggal karena komplikasi prematuritas dan 6

 berat badan lahir rendah. Berat lahir rendah dapat disebabkan oleh bayi preterm dan  pertumbuhan janin yang terhambat. Selain itu adanya penyulit yang akan muncul pada bayi yang  preterm seperti sindroma gawat nafas, perdarahan intrakranial, paten duktus arteriosus, trauma  persalinan, sepsis dan gangguan neurologi juga akan lebih tinggi dibandingkan dengan bayi 6

 preterm.

Saat ini adalah sulit untuk mendiagnosis persalinan preterm sedini mungkin dan kapan seharusnya

tindakan aktif untuk mempertahankan kehamilan dimulai. Banyaknya faktor

 predisposisi yang memegang peranan terhadap tingginya angka kejadian persalinan preterm.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Persalinan preterm adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 2500 gram atau kurang tua kehamilan antara 20 sampai 1

37 minggu.

EPIDEMIOLOGI Partus prematurus terjadi pada 7  –   10 % kehamilan sebelum minggu ke-37, 3  –  4 % 2,3,4

kehamilan sebelum minggu ke-34 dan 1  –   2 % kehamilan sebelum minggu ke-32.

Di RS

Fatmawati tahun 2009 terdapat 288 persalinan preterm, sedangkan pada tahun 2008 terdapat 314 5

 persalinan preterm.

ETIOLOGI

Beberapa faktor yang dianggap sebagai predisposisi untuk terjadinya persalinan preterm adalah : 1. Komplikasi medis dan obstetrik 28% persalinan preterm kehamilan tunggal disebabkan oleh beberapa hal :50% akibat pre eklampsia, 25% akibat gawat janin, 25% akibat IUGR, solusio plasenta atau kematian  janin, 72% persalinan preterm kehamilan tunggal sisanya adalah persalinan spontan 7

 preterm dengan atau tanpa disertai KPD. 2. Abortus Imminens

Perdarahan pervaginam pada awal kehamilan seringkali berkait dengan meningkatnya  perubahan pada outcome kehamilan. Weiss dkk (2002) : melaporkan adanya kaitan antara  perdarahan pervaginam pada kehamilan 6 –   13 minggu dengan kejadian meningkatnya 7

 persalinan sebelum kehamilan 24 minggu, persalinan preterm dan solusio plasenta. 3. Gaya Hidup

Merokok, kenaikan BB selama kehamilan yang tidak memadai serta penggunaan obatobatan tertentu memiliki peranan penting dalam angka kejadian dan outcome BBLR. 20% gaya hidup dapat membuat BBLR, 8% persalinan preterm, dan 5% kematian janin.

Casaenuva 2005 : menyimpulkan bahwa faktor maternal lain yang berkaitan dengan  persalinan preterm adalah : -

Kehamilan remaja atau kehamilan pada usia “tua”

-

Tubuh dengan posture pendek

-

Sosial ekonomi kurang

-

Defisiensi vit C

-

Faktor pekerjaan (berjalan jauh, berdiri lama, pekerjaan berat, jam kerja yang terlalu 7

lama)

4. Faktor genetik Perkiraan bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik dengan persalinan preterm adalah berdasarkan pada sifat persalinan preterm yang seringkali berulang, menurun dalam keluarga dan banyak dijumpai pada ras tertentu. Gen untuk relaksasi desidua di duga sebagai penyebab terjadinya kelahiran preterm. Kelainan protein pada fungsi mitokondria fetal atau polimorfisme pada komplek gen interleukin-1, reseptor β27

adrenergik, atau TNF yang dapat menyebabkan KPD. 5. Korioamnionitis

Korioamnionitis terjadi pada 20% persalinan preterm. Infeksi selaput ketuban dan cairan amnion yang disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme dapat menjelaskan  peristiwa KPD dan atau persalinan preterm. Jalan masuk mikroorganisme kedalam cairan amnion pada kondisi selaput ketuban yang masih utuh tidak jelas. Endotoksin sebagai  produk dari bakteri dapat merangsang monosit desidua untuk menghasilkan cytokine yang selanjutnya dapat merangsang asam arachidonat dan produksi prostaglandine. Prostaglandine E2 dan F2α bekerja dengan modus parakrin untuk merangsang terjadinya 7

kontraksi miometrium.Infeksi dapat menyebabkan 60% persalinan preterm.

Disamping keadaan yang telah dijelaskan diatas sebagai faktor yang mungkin 7

menimbulkan persalinan preterm, maka ada pula faktor resiko lainnya, yaitu :

1. Vaginosis Bakterial

Vaginosis bakterial adalah bukan keadaan infeksi namun adalah satu keadaan dimana flora vagina normal ( laktobasiluspenghasil hidrogen peroksida) diganti dengan kumankuman anerobik (Gardnerella vaginalis, spesies Mobiluncus dan  Mycoplasmahominis). Vaginosis bakterial sering dikaitkan dengan abortus spontan, persalinan preterm, KPD, chorioamnionitis dan infeksi cairan amnion.Vaginosis bakterial menyebabkan terjadinya  persalinan preterm melalui mekanisme yang sama dengan yang terjadi akibat infeksi dalam cairan amnion. Dari penelitian yang ada, tak ada keraguan bahwa perubahan flora vagina yang normal seperti vaginosis bakterial memiliki kaitan erat dengan persalinan  preterm spontan. Namun demikian, sampai saat ini skrining maupun terapi dari kondisi 7

tersebut terbukti tidak dapat mencegah terjadinya persalinan preterm. 2. Infeksi Traktus Genitalis Bagian Bawah

Infeksi chlamydia trachomatis nampaknya tidak berperan dalam proses persalinan  preterm.Goepfert dkk (2002) angka kejadian pada pasien dengan atau tampa infeksi chlaydia atau trichomonas adalah sama. Ramsey dkk ( 2003) hapusan vagina dengan  pengecatan

gram

pada

trimester kedua

yang menghasilkan

peningkatan

rasio

 polimorfonuclear dengan sel epitel adalah prediktif untuk terjadinya persalinan preterm sebelum minggu ke 35. Knudtson dkk (2003) wanita tidak hamil yang menderita endometritis kronis diluar kehamilan yang ditandai dengan sel plasma, resiko terjadinya 7

 persalinan preterm meningkat 2.5 kali lipat. 3. Penyakit Periodontal

Pasien hamil yang menderita periodontitis memiliki resiko mengalami persalinan preterm 7.5 kali lipat. Goepfert dkk (2003) Persalinan preterm sebelum usia kehamilan 32 minggu 7

seringkali disertai dengan periodontitis berat.

Identifikasi pasien yang memiliki resiko tinggi terjadinya persalinan preterm. American College of Obstetricians and Gynecologists (2001) telah menseleksi faktor resiko untuk memprediksikan terjadinya persalinan preterm. 1. Sistem Skoring Berdasarkan penelitian, sistem skoring tidak memberikan manfaat dalam identifikasi 7

 pasien resiko tinggi mengalami persalinan preterm. 2. Riwayat Persalinan Preterm

Tabel berikut ini memperlihatkan adanya hubungan yang kuat antara riwayat persalinan  preterm dengan kejadian persalinan preterm berikutnya.

Meskipun pasien hamil dengan riwayat persalinan preterm jelas memiliki resiko tinggi mengalami persalinan preterm ulangan, namun peristiwa ini hanya 10% dari keseluruhan  persalinan preterm. Dengan kata lain, 90% kejadian persalinan preterm tak dapat 7

diramalkan berdasarkan riwayat persalinan preterm saja. 3. Inkompetensia Servik

Berdasarkan American College of Obstetrician and Gynecologist ( 2001) disebutkan  bahwa Inkompetensia servik adalah peristiwa klinis berulang yang ditandai dengan dilatasi servik yang berulang, persalinan spontan pada trimester II yang tidak didahului 7

dengan KPD, perdarahan atau infeksi. 4. Dilatasi Servik

Dilatasi servik asimptomatik pada kehamilan setelah trimester II adalah faktor resiko terjadinya persalinan preterm, ahli lain berpendapat bahwa hal tersebut adalah variasi 7

normal terutama pada pasien multipara. Pemeriksaan servik pada kunjungan prenatal untuk memperkirakan adanya persalinan preterm adalah hal yang tak perlu dan  berbahaya. 5. Panjang Servik Pemeriksaan ultrasonografi transvaginal (TVS) dapat dilakukan untuk mengukur panjang servik. Panjang servik pada kehamilan 24 minggu = 3.5 cm Owen dkk (2001) : Terdapat hubungan antara panjang servik pada kehamilan 16 –  24 minggu dengan kejadian persalinan preterm pada kehamilan < 35 minggu Owen dkk ( 2003) : Nilai panjang servik untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm sebelum kehamilan 35 minggu hanya sesuai untuk kehamilan dengan resiko tinggi  persalinan preterm. Iams (2003) pemeriksaan ultrasonografi secara rutin pada kasus kehamilan resiko rendah 7

tidak perlu dikerjakan. 6. Fibronektin

 Fibronectin (FN) adalah suatu glikoprotein dimerik yang banyak ditemukan di  permukaan sel, matriks peri dan inter seluler, bermacam-macam cairan tubuh, jaringan ikat dan membrana basalis. FN disintesis oleh bermacam-macam sel dan hubungannya erat dengan fibroblas, sel endotel, kondrosit, sel glial, sel amnion, miosit, trombosit, dan

monosit. Peran utamanya adalah sebagai pelekat sel dengan matriks ekstra selular melalui reseptor integrin. Oleh karena ituperanannya sangat penting dalam pergerakan sel embryo, pertumbuhan fibroblas, pertahanan polaritas membrana basalis, adesi substrat sel, inflamasi, dan penyembuhan luka, serta dapat berperan dalam opsonisasi. Strukturnyatergantung

pada

sel

asalnya.

Tetra

peptidanya

(Arg-Gly-Asp-Ser)

menyebabkan FN memiliki kemampuan berinteraksi dengan bahan ekstra selular seperti kolagen, fibrin, heparin, dan I-,II-,III-,V-,VI sulfat  proteoglycans, serta reseptor membran sel yang responsif. Dua isotipe yang penting FN yang penting yaitu isotipe yang ditemukan dalam plasma dan isotipe yang lain terdapat pada matriks periselular atau disekresi dalam media kultur fibroblas. Bentuk FN plasma (pFN) mempunyai berat molekul yang lebih rendah dan rantai peptida yang lebih pendek pada regio C terminal daripada FN matriks periselular dan media kultur sel (cFN).12 Bermacam-macam bentuk FN spesifik pada jaringan yang berbeda. Fibronektin janin diukur dengan menggunakan enzym link immunosorbent assay dan nilai di atas 50 ng/mL dianggap sebagai hasil  positif.

2,6

PATOGENESIS

Partus prematurus lebih menunjukkan sindrom daripada diagnosis yang spesifik karena  penyebabnya sangat beragam, sehingga ada ban yak teori yang menjelaskan 4

 patogenesis partus prematurus.   Koriodesidua oleh karena suatu hal dapat secara selektif diperkaya dengan 15- hydroxyprostaglandine dehydrogenase yang menyebabkan 4

 prostaglandin E2 sampai di myometrium dan memulai kontraksi.  Teori lain mengatakan bahwa  partus prematurus terjadi karena adanya jalur pendek pada kaskade proses kelahiran normal. Pada keadaan ini unit fetoplasental dapat memicu terjadinya partus prematurus jika lingkungan intrauterin menjadi “tidak nyaman” dan mengancam keberadaan fetus. 30 % partus prematurus diduga diakibatkan adanya infeksi intra amnion. Pada ibu hamil yang mengalami infeksi, kadar produk jalur lipooksigenase dan siklooksigenase meningkat. Hal ini juga akan meningkatkan kadar sitokin, termasuk IL-1β, IL-6 dan TNF-α dalam cairan amnion. Sitokin ini merangsang sintesis prostaglandin pada membrana fetalis dan desidua serta menghambat perusakan prostaglandin. Selain itu IL-1β dan  TNF-α meningkatkan ekspresi matriks metallo-proteinase dan IL-8 pada korion, desidua dan servik. Hal

ini akan meningkatkan rusaknya matriks ekstraselular membrana fetalis dan servik. TNF-α dan 4,6

matriks metalloproteinase juga meningkatkan program kematian sel-sel amnion.

Keadaan

 psikososial ibu atau stres fisiologik fetus, misalnya kurangnya aliran darah uteroplasental, dapat menyebabkan aktivasi prematur dari poros fetal –  hipotalamik –  pituitari – adrenal corticotropin releasing hormone di hipotalamus dan selsel plasenta, korion, amnion, dan desidua uterus terinduksi sehingga memicu produksi prostaglandin. Prostaglandin selanjutnya merangsang kontraksi uterus dan pematangan servik. Prostaglandin juga merangsang pelepasan corticotropin releasing hormone di plasenta, membrana fetalis dan desidua kembali sehingga akhirnya 6

merangsang partus prematurus.

Terlepasnya plasenta ( perdarahan ke dalam desidua uterus ) juga dapat menyebabkan  partus prematurus. Desidua kaya akan faktor jaringan, yang merupakan inisiator  primer hemostasis. Setelah terjadi perdarahan, membrana mengikat faktor jaringan sel desidua membentuk kompleks yang diaktivasi oleh faktor VII untuk mengaktivasi faktor X yang menghasilkan trombin. Ikatan trombin dengan reseptornya meningkatkan produksi ensim yang merusak desidua dan membrana fetalis. Trombin juga terikat pada reseptor myometrium, merangsang kontraksi uterus. Partus prematurus dapat dipresipitasi oleh tarikan mekanis myometrium yang disebabkan oleh peningkatan ukuran uterus melebihi kemampuan uterus. Contohnya pada kehamilan ganda dan kasus-kasus polihidramnion. Tarikan mekanis ini menyebabkan partus prematurus dengan jalan aktivasi reseptor oksitonin, sintesis prostaglandin dalam amnion, myometrium, dan sel-sel servik. Mekanisme terjadinya partus prematurus ini mendorong ditemukannya penanda biologik yang berguna sebagai prediktor terjadinya partus 6

 prematurus.

Mekanisme Persalinan Preterm yang di induksi oleh infeksi

TANDA DAN GEJALA

Partus prematurus ditandai dengan :

7

- Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit - Rasa berat dipanggul - Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea - Keluarnya cairan pervaginam - Nyeri punggung

PEMERIKSAAN KLINIS

Beberapa peneliti melaporkan manfaat pemeriksaan servik pada kunjungan antenatal, yaitu untuk meramalkan kemungkinan persalinan preterm. Servik yang pendek pada kehamilan trimester I dan II meningkatkan persalinan preterm.

10

Pemeriksaan servik pada kunjungan antenatal dilakukan pada usia kehamilan 24-28 minggu, karena pada usia kehamilan ini paling sensitif untuk prediksi persalinan preterm bagi wanita resiko tinggi dan resiko rendah. Pada wanita usia kehamilan 28 minggu dan ukuran servik ≤ 25 mm mempunyai kemungkinan 49% untuk lahir preterm spontan se belum usia kandungan 10

35 minggu.

Pemeriksaan servikal secara digital adalah pengukuran yang semisubjektif, untuk mengukur secara objektif dapat digunakan USG Transvaginal, penelitian baru tentang  pengukuran servico-portio objektif menggunakan cerivlenz, yaitu alat pengukur intravaginal. Alat ini secara manual mengukur ketebalan servik secara akurat, dapat memprediksi ketipisan 10

servik dengan harga murah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Ultrasonografi Abdomen : pengukuran diameter biparietal, lingkaran tubuh janin dan  panjang femur memberikan suatu penilaian usia gestasi. Diameter biparietal lebih  besar dari 9,2 cm pada seorang pasien nondiabetik biasanya berkaitan dengan maturitas paru janin. Apabila usia gestasi diragukan, retardasi pertumbuhan 4

intrauterin perlu dipertimbangkan pada diagnosa banding persalinan preterm. 4

2. Ultrasonografi Transvaginal : untuk mengukur ketebalan servik.

3. Fetal fibronectin (fFN), Tes ini biasanya diperuntukkan bagi wanita yang mengalami kontraksi atau tanda lain dari persalinan preterm. Fetal fibronectin (fFN) adalah glikoprotein yang diproduksi oleh membrane fetal. Glikoprotein ini terdapat dalam kosentrasi tinggi di cairan amnion, serta dianggap penting dalam mempertahankan adhesi plasenta ke desidua (leeson dkk., 1996). Fibronektin janin dapat dideteksi dalam sekret servikovagina sebelum selaput ketuban pecah. Fibronektin janin diukur dengan menggunakan enzym link immunosorbent assay dan nilai di atas 50 ng/mL dianggap sebagai hasil positif. Jika tes ini positif terdapat pada sekret servikal dan vaginal antara 24-34 minggu, maka termasuk resiko tinggi untuk persalinan preterm.

Bagaimanapun, tes ini biasanya lebih akurat dalam menyatakan kapan akan terjadinya  persalinan. Jika hasilnya negatif maka kemungkinan besar tidak terjadi persalinan dalam 2 minggu. Nilai ramal negatif dari tes fFN bervariasi tergantung metode yang digunakan, yaitu berkisar > 99 % untuk memprediksi kelahiran dalam 7  –   14 hari  pada wanita dengan gejala dan nilai ramal positif bervariasi antara 9,1% sampai 38,9% untuk memprediksi kelahiran dalam 7 hari dan berkisar antara 16,7 % - 40 % untuk memprediksi kelahiran dalam 14 hari. Penderita dengan hasil pemeriksaan fFN negatif, hanya 1 dari 10,5 persalinan terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu. Sedangkan pada penderita dengan hasil pemeriksaan fFN positif, setengah dari  persalinan terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. 15,17 Sensitivitas tes fFN ini berkisar antara 73 –  75 % dan spesifisitasnya berkisar antara 50 –  60 % untuk memprediksi kelahiran dalam 7  –   14 hari.7 Pemeriksaan fFN paling sensitif memperkirakan terjadinya partus prematurus pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu ( sensitivitas 63%). Hal terpenting dari pemeriksaan ini adalah nilai ramal negatif (99 % penderita dengan hasil pemeriksaan fFN negatif, tidak akan melahirkan 4

dalam waktu 7 hari mendatang). Goldenberg dkk (2000) : pemeriksaan fibronectin bahkan  pada kehamilan 8  –   22 minggu merupakan prediktor kuat untuk terjadinya persalinan  preterm. Lowe dkk (2004) pemeriksaan fibronectin pada kasus partus prematurus iminen dapat menurunkan lama waktu tinggal di RS.

9

4. Amniosentesis : analisa cairan amnion memberikan suatu penilaian kematangan paru4

 paru janin maupun kemungkinan infeksi intrauterin atau isoimunisasi RH.

DIAGNOSIS

American College of Obstetricans and Gynecologist 1997 menyampaikan kriteria diagnosa persalinan preterm : 1. Terdapat 4 kontraksi uterus dalam waktu 20 menit atau 6 dalam 60 menit disertai dengan  perubahan progresif pada servik 2. Dilatasi servik > 1 cm 3. Pendataran servik > 80%

DIAGNOSIS BANDING

Diferensiasi dini antara persalinan sejati dan palsu sering sulit dilakukan sebelum terdapat penipisan dan dilatasi serviks yang jelas. Dilatasi progresif

tentu saja merupakan

indikator persalinan. Kontraksi uterus saja dapat menyesatkan, karena adanya kontraksi BraxtonHicks. Kontraksi ini yang dijelaskan sebagai kontraksi yang tidak teratur, tidak berirama dan kurang terasa nyeri dengan intensitas kurang lebih 10-15 mmHg, dapat menyebabkan kekeliruan 7

dalam menegakkan diagnosis persalinan preterm.

PENATALAKSANAAN Prinsip : Bila mungkin, hindari persalinan sebelum kehamilan 34 minggu

Kontraindikasi penghentian persalinan preterm Faktor Maternal : •

Hipertensi Berat ( ekaserbasi akut hiperensi kronis, preeklampsia berat , eklampsia)



Penyakit Jantung / paru (edema paru, ARDS, penyakit katub jantung, takiaritmia)



Dilatasi servik > 4 cm



Perdarahan antepartum (solusio plasenta, plasenta previa, DIC)

Faktor Janin •

Janin mati atau kelainan kongenital berat



Gawat janin



Infeksi intrauterin (chorioamnionitis)





Terapi yang mempunyai efek terhadap fetus (contohnya. fetal distress)  Estimated fetal weight  (EFW) ≥ 2500 g



Eritroblastosis fetalis



PJT berat

Metode yang digunakan untuk menghentikan persalinan preterm adalah: Tirah baring Tirah baring dianggap efektif untuk mencegah terjadinya persalinan preterm (Goldenberg 1994), karena tirah baring dianggap dapat membuat ibu merasa tentram bahwa ia tengah 7

mendapatkan pengobatan. Hidrasi dan sedasi

Helfgott (1994) mengatakan bahwa ibu yang diberikan krisataloid sebanyak 500 ml selama 30 menit dan 8 sampai 12 mg morfin sulfat IM mempunyai efek yang sama dengan tirah 7

 baring. Tokolisis

Tokolisis paling berguna sebelum usia kehamilan 32 minggu dan bekerja dengan baik bila tidak ada infeksi. Efektifitasnya tergantung dari kematangan dan dilatasi serviks. Bila serviks belum matang, tokolisis lebih mungkin untuk berhasil. Tokolisis dapat menunda  persalinan samapi 48 jam. Untuk memperkirakan keberhasilan dari tokolisis, dapat dipergunakan skor tokolisis Baumgarten seperti pada tabel berikut:

Jumlah angka

Tanda 0

1

Kontraksi uterus

Tdk ada

Selaput Ketuban

Utuh

Irreguler

2

3

Reguler Pecah diatas

Perdarahan

Tdk ada

Dilatasi serviks

Tdk ada

Bercak

4

Pecah dibawah

Perdarahan Satu angka untuk setiap 1 cm

Skor tokolisis didapat dengan menjumlah semua tanda yang ada dengan Skor 1 : keberhasilan 97 % Skor 2 : keberhasilan 90 % Skor 3 : keberhasilan 84 % Skor 4 : keberhasilan 38 % Skor 5 : keberhasilan 11 % Skor 6 : keberhasilan 7 % Skor 7 atau lebih : gagal a. Beta mimetik atau

-Adrenergik

Ada dua kelompok reseptor -Adrenergik. Reseptor 1 dominan dalam jantung dan intestinum sementara reseptor 2 dominam dalam miometrium , pembuluh darah dan  bronkeolus. Sejumlah senyawa yang mempunyai struktur serupa dengan struktur epinefrin,

telah dievaluasi dalam mencari preparat yang ideal dapat memberikan stimulasi optimal terhadap reseptor 2 adrenergik pada sel-sel miometrium dan dapat menghambat kontraksi uterus sekaligus tidak menimbulkan efek yang merugikan akibat stimulasi reseptor adrenergik di tempat lain. Senyawa yang digunakan untuk menghentikan persalinan  preterm mencakup senyawa berikut ini: - Isopruksin (duvadilan) Pemberiannya adalah 5 mg dalam 5-15 menit iv, dengan dosis pemeliharaan 0,250,5 mg/menit selama 20-22 jam. Pada penelitian dengan subyek manusia normal, isoxsuprine meningkatkan aliran darah ke otot tetapi aliran darah kulit tidak terpengaruh oleh beta-reseptor. Isopruksin mempunyai aksi langsung pada vaskularisasi otot polos. Isopruksin pada kosentrasi serum yang tinggi menghambat 7

 prostaglandin sintase, pada kosentrasi rendah ada peningkatan sintesis P-G. - Ritodrin

Pemberiannya adalah 0,05-0,35 mg /menit iv. Protokol lain adalah menggunakan dosis awal 50 ug/menit, ditingkatkan 50 ug/menit setiap 20 menit sampai tokolisis tercapai atau dosis maksimum 350 ug/menit dicapai, kemudian mempertahankan dosis tersebut selama 1 jam sebelum menurunkan dosis 50 ug/menit setiap 30 menit sampai dicapai dosis minimal yang efektif. Pemberian ini kemudian dipertahankan 7

12 jam.

- Terbutalin Pemberiannya adalah 0,25 – 0,5 mg sub kutan setiap 3-4 jam, juga dapat diberikan secara intravena dengan dosis awal 10 ug/menit dan ditingkatkan setiap 15-20 menit sampai kontraksi hilang atau efek samping timbul atau dosis 7

maksimum 25 ug/menit telah dicapai. b. Magnesium sulfat

Bekerja dengan mengkompetisi pada saat ambilan intraseluler ke dalam sel otot  polos. Dosis 6 gr selama 15-20 menit sebagai dosis awal, dosis maintenance 2 gr/jam. Dosis dititrasi sehingga mencapai kadar 6 –   8 mEq/l, perhatikan diuresis, frekuensi  pernapasan dan reflek tendon. Setelah kontraksi terkontrol lanjutkan infus selama 812 jam dan mulai pemberian agen tokolitik oral sebelum penghentian. Harus tersedia 7

antidotum calcium gluconat 10 ml dalam larutan 10%.

Efek samping mencakup edema paru, flushing dan hipermagnesemia. Kontra indikasi relatif pada pasien dengan kelainan renal, dan absolut pada pasien dengan myasthenia gravis atau hipokalemia berat. c. Indomethacine (Prostaglandine syntetase inhibitors)

Pemberian dapat peroral atau per rektal. Dosis 50 –  100 mg diikuti dengan pemberian selama 24 jam yang tak melebihi 200 mg. Peck dan Lutheran (2003) pemberian Indomethacine selama 7 hari atau lebih pada kehamilan < 33 minggu tidak 7

meningkatkan resiko medis pada neonatus. d.

“Calcium Channel Blocker”

Aktivitas miometrium berkaitan langsung dengan kalsium bebas dalam sitoplasma dan penurunan kadar kalsium menyebabkan terhambatnya kontraksi uterus. King dkk (2003), menyatakan bahwa Nifedipine adalah tokolitik yang lebih aman dan lebih efektif dibandingkan beta-mimetik. Untuk maksud tokolitik, Nifedipine jangan digunakan bersama dengan Magnesium Sulfat oleh karena pemberian Nifedipine akan memperkuat efek blokade neuromuskuler yang dapat mengganggu fungsi  jantung dan paru. Dosis Nifedipine : 20 mg peroral dilanjutkan dengan pemberian 10 1

 –  20 mg p.o setiap 6 jam sampai kontraksi uterus hilang. e. Atosiban

Kompetitif antagonis dari kontraksi uterus akibat oksitosin.US FDA menolak  penggunaan Atosiban dalam pencegahan persalinan prematur oleh karena efektivitas 7

dan keamanan bagi janin atau neonatus meragukan. Pemicu pematangan paru janin

Bayi yang dilahirkan jauh sebelum aterm, merupakan calon untuk terjadinya sindrom gawat  pernafasan idiopatik yang berat. Lebih lanjut, sebagian bayi yang berhasil diselamatkan dari gawat pernafasan yang berat,dapat menderita gangguan jasmani atau fungsional seumur hidupnya.Pencegahan sindrom gawat nafas dilakukan dengan memberikan: - Betamethasone 12 mgIM diulang tiap 24 jam selama 3 hari - Dexamethasone 6 mgIM setiap 12 jam selama 2 hari - Tyrotropin releasing hormone, yang akan meningkatkan sintesa surfaktan , tetapi  penggunaannya kurang memuaskan karena dapat berakibat hipertensi pada ibu dan 7

meningkatnya resiko respiratorik pada janin. Antibiotik

Terapi antibiotika pada kasus persalinan preterm diperkirakan oleh sebagian besar ahli tidak memberikan manfaat dalam menghambat persalinan preterm. Pemberian antibiotika  bermanfaat untuk mencegah infeksi GBS pada neonatus. Terapi pilihan adalah pemberian Penicilline atau Ampicilline. Clindamycin diberikan pada pasien yang alergi terhadap 7

 penicilline.

Penanganan bayi premature

1

Bayi diresusitasi dan ditempatkan di neonatal intensive care unit, karena bayi premature terdapat beberapa kelainan sebagai berikut : -

Suhu tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh  penguapan yang bertambah akibat kurangnya jaringan lemak bawah kulit, permukaan tubuh relative lebih luas dibanding berat badan, otot yang tidak aktif, produksi panas yang  berkurang oleh karena lemak coklat belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum  berfungsi sebagaimana mestinya

-

Gangguan pernafasan karena kekurangan surfaktan (rasio lesitin/sfingomielin kurang dari 2),  pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung. Pusat pernapasan di medulla juga belum matur

-

Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi, distensi abdomen akibat mortilitas usus  berkurang, volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah; daya mencerna dan mengabsorbsi berkurang, kerja sfingter kardioesofagus yang belum sempurna memudahkan regurgitasi isi lambung ke esophagus dan aspirasi.

-

Imatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia dan defisiensi vitamin K

-

Ginjal yang immature baik secara anatomis maupun fungsinya mengakibatkan produksi urin sedikit. Area clearance yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat mudahnya terjadi edema dan asidosis metabolic

-

Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah mudah rapuh, kekurangan faktor  pembekuan seperti protrombin, dan faktor VII.

-

Gangguan imunologik daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi premature belum sanggup membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik

-

Peradarahan intraventrikuler. Hal ini disebabkan oleh karena bayi premature sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindroma gangguan nafas. Akibatnya bayi menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnea. Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak  bertambah. Pernambahan aliran darah ke otak akan lebih banyak lagi karena tidak adanya autoregulasi serebral pada bayi premature, sehingga mudah terjadi perdarahan dari pembuluh kapiler yang rapuh dan iskemia di lapisan germinal yang terletak di dasar ventrikel lateralis antara nucleus caudatus dan epindira.

-

Retrolental fibroplasias : dengan menggunakan oksigen konsentrasi tinggi maka akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah retina yang diikuti proliferasi kapiler-kapiler baru ke daerah yang iskemia sehingga terjadi perdarahan, fibrosis, distorsi dan parut retina sehingga bayi menjadi buta

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo,2006. p 180. 2. Honest H, Bachmann LM, Gupta JK, Kleijnen J, Khan KS. Accuracy of cervicocaginal fetal fibronectin test in predicting risk of spontaneous preterm birth: systemic review. BMJ 2002; 325: 1-10. 3.

Iams J. Prevention of Preterm Birth. N Engl JMed 1998; 338: 54 –  56.

4.  Norwitz ER, Robinson JN, Challis JRG. The Control of Labor. NEn gl J Med 1999; 341: 660  – 666. 5.

Medical Record Bagian Kandungan dan Kebidanan RSUP Fatmawati.

6.

Lockwood CJ.Predicting Premature Delivery –   No Easy Task. N Engl JMed 2002; 346: 282  –  284.

7. Cunningham FG et al : Preterm Labor in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005. 8. Shaver phelan Ling Beckman, Premature labor and Delivery. Clinical Manual of Obstetric. nd

2  edition. Mc Graw Hill, Inc. 1993; 280-292. 9.

DeCherney AH. Nathan L : Late Pregancy Complication in Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies, 2003.

10. Goldenberg RL, Klebanoff M, Carey JC, et al : Vaginal firbonectine measurements from 8 to 22 weeks gestation and subsequent spontaneous preterm birth. Am J Obstet Gynecol 183: 469, 2000. 11. King JF, Flenady V,Papatsonis D, et al: Calcium channel blocker for inhibiting preterm labor: A systematic review of the evidence and protocol for adminstration of nifedipine. Aust  NZJ Obstet Gyncol 43:192, 2003.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF