Perilaku Semut Dalam Mencari Sumber Makanan Revised
May 22, 2018 | Author: ADimas Cahyaning Furqon | Category: N/A
Short Description
etologi...
Description
PERILAKU SEMUT DALAM MENCARI SUMBER MAKANAN
Disusun oleh : Lilis Mulyani Asha Puan Paripurni A. Dimas Cahyaning Furqon Rombongan Kelompok Asisten
(B1J013069) (B1J014010) (B1A015143) :I :8 : Imelda
LAPORAN PRAKTIKUM ETOLOGI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2017
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semut merupakan kelompok hewan terestrial paling dominan di daerah tropik. Semut berperan penting dalam ekosistem terestrial sebagai predator, scavenger, herbivor, detritivor, dan granivor, serta memiliki peranan yang unik dalam interaksinya dengan organisme lain seperti tumbuhan atau serangga lain. Keberadaan semut sangat terkait dengan kondisi habitatnya. Terdapat faktor pembatas utama yang mempengaruhi keberadaan semut yaitu suhu rendah, habitat yang tidak mendukung untuk pembuatan sarang, sumber makanan yang terbatas, dan daerah jelajah yang tidak mendukung (Rizali, 2006). Beberapa spesies semut bahkan telah beradaptasi dan hidupnya berasosiasi sangat dekat dengan manusia, sehingga disebut sebagai semut tramp. Beberapa spesies semut tramp memiliki sifat invasif dan selalu membuat sarang di sekitar struktur yang dibuat oleh manusia, serta memiliki mekanisme kolonisasi khusus sebagai hasil adaptasi terhadap gangguan manusia. Spesies semut yang bersifat invasif tersebut juga dapat menjadi faktor pembatas keberadaan semut yang lain (Rizali, 2006). Koloni semut merupakan algorima yang bersifat heuristik untuk menyelesaikan masalah optimasi. Algoritma ini diinspirasikan oleh lingkungan koloni semut pada saat mencari makanan. Semut dapat mencari makanan. Semut dapat mencari lintasan terpendek dari suatu sumber makanan menuju sarangnya, tanpa harus melihatnya secara langsung. Semut-semut mempunyai penyelesaian yang unik dan sangat maju, yaitu menggunakan jejak pheromone pada suatu jalur untuk berkomunikasi dan membangun solusi, semakin banyak jejak pheromone ditinggalkan, maka jalur tersebut akan diikuti oleh semut lain (Yuwono et al., 2009).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini ialah mengetahui aktivitas semut dalam memperoleh makanan dan mendeskripsikan perilakunya.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah penggaris, stopwatch, kamera, dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan adalah semut, sumber makan berupa roti , biskuit, nasi, gula jawa, dan gula pasir.
B. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut: 1. Alat dan bahan disiapkan. 2. Makanan diletakan di atas tanah sebagai sumber makanan semut. 3. Waktu pertama kali memberi makan dicatat 4. Dilakukan pengamatan berupa jumlah dan jenis semut yang datang dan membawa makanan. 5. Dilakukan pengamatan terhadap jalur makan semut dari sumber makanan hingga ke sarang. 6. Pengamatan dilakukan selama 1 jam dengan estimasi lima menit (5) sekali. 7. Semua hasil dan rute pencarian makanan semut dicatat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Lokasi Sumber makanan Waktu awal penebaran makanan Warna dan ukuran semut yang datang
: Lobi depan Fakultas Biologi : Gula pasir : 07.00 WIB : Hitam 8 mm dan hitam 3 mm
Tabel 2.1 Hasil pengamatan aktivitas semut dengan pemberian gula pasir. Jumlah semut kesumber Jam makanan Aktivitas semut Keterangan pengamatan Datang Membawa 07.00-07.05 Membawa 2 2 07.05-07.10 Membawa 6 6 07.10-07.15 Membawa 2 2 07.15-07.20 Membawa 1 1 07.20-07.25 Membawa 7 3 07.25-07.30 Membawa 14 6 07.30-07.35 Membawa 25 7 07.35-07.40 Membawa 22 5 07.40-07.45 Membawa 30 5 07.45-07.50 Membawa 45 5 07.50-07.55 Membawa 24 4 07.55-08.00 Membawa 35 5 Pola pergerakan aktifitas semut ke sumber makanan berupa gula pasir
Lokasi Sumber makanan Waktu awal penebaran makanan Warna dan ukuran semut yang datang
Keterangan : : sumber makanan : sumber makan : semut datang : semut pergi
: Lobi depan Fakultas Biologi : Roti : 06.30 WIB : Hitam, ukuran 3 mm
Lokasi : Lobi depan Fakultas Biologi Sumber makanan : Biskuit Waktu awal penebaran makanan : 06.30 WIB Warna dan ukuran semut yang datang : Hitam, 8 mm dan coklat kemerahan,3 mm Tabel 2.2 Hasil pengamatan aktivitas semut dengan pemberian biskuit. Jumlah semut kesumber Jam makanan Aktivitas semut Keterangan pengamatan Datang Membawa 07.00-07.05 Mengerumuni 1 0 07.05-07.10 Mengerumuni 3 0 07.10-07.15 Mengerumuni 15 0 07.15-07.20 Mengerumuni 8 0 07.20-07.25 Membawa 20 4 07.25-07.30 Mengerumuni 25 0 07.30-07.35 Mengerumuni 15 0 07.35-07.40 Mengerumuni 23 0 07.40-07.45 Mengerumuni 10 0 07.45-07.50 Mengerumuni 9 0 07.50-07.55 Mengerumuni 7 0 07.55-08.00 Mengerumuni 24 0 Pola pergerakan aktifitas semut ke sumber makanan berupa roti
Keterangan : : sumber makan : semut datang : semut pergi
Lokasi : Lobi depan Fakultas Biologi Sumber makanan : Nasi Waktu awal penebaran makanan : 06.30 WIB Warna dan ukuran semut yang datang : Hitam, 8 mm dan coklat kemerahan, 3 mm Tabel 2.3 Hasil pengamatan aktivitas semut dengan pemberian nasi. Jumlah semut kesumber Jam makanan Aktivitas semut Keterangan pengamatan Datang Membawa 07.00-07.05 Mengerumuni 4 0 07.05-07.10 Mengerumuni 15 0 07.10-07.15 Mengerumuni 40 0 07.15-07.20 Mengerumuni 40 0 07.20-07.25 Mengerumuni 40 0 07.25-07.30 Mengerumuni 15 0 07.30-07.35 Mengerumuni 5 0 07.35-07.40 Mengerumuni 10 0 07.40-07.45 Mengerumuni 5 0 07.45-07.50 Mengerumuni 7 0 07.50-07.55 Membawa 2 2 07.55-08.00 Mengerumuni 10 0 Pola pergerakan aktifitas semut ke sumber makanan berupa nasi k
Keterangan : : sumber makanan : sumber makan : semut datang : semut pergi
Lokasi : Lobi depan Fakultas Biologi Sumber makanan : Gula Jawa Waktu awal penebaran makanan : 06.30 WIB Warna dan ukuran semut yang datang : Hitam, 8 mm dan coklat kemerahan,3 mm Tabel 2.4 Hasil pengamatan aktivitas semut dengan pemberian gula jawa. Jumlah semut kesumber Jam makanan Aktivitas semut Keterangan pengamatan Datang Membawa 07.00-07.05 Mengerumuni 0 0 07.05-07.10 Mengerumuni 1 0 07.10-07.15 Mengerumuni 12 0 07.15-07.20 Mengerumuni 8 0 07.20-07.25 Membawa 10 4 07.25-07.30 Membawa 38 10 07.30-07.35 Mengerumuni 16 0 07.35-07.40 Mengerumuni 15 0 07.40-07.45 Membawa 18 8 07.45-07.50 Mengerumuni 15 0 07.50-07.55 Membawa 14 5 07.55-08.00 Mengerumuni 20 0 Pola pergerakan aktifitas semut ke sumber makanan berupa gula jawa
Keterangan
: : sumber makan : semut datang : semut pergi
Lokasi : Lobi depan Fakultas Biologi Sumber makanan : Remah Roti Waktu awal penebaran makanan : 06.30 WIB Warna dan ukuran semut yang datang : Hitam, 8 mm dan coklat kemerahan,3 mm Tabel 2.5 Hasil pengamatan aktivitas semut dengan pemberian remah roti. Jumlah semut kesumber Jam makanan Aktivitas semut Keterangan pengamatan Datang Membawa 07.00-07.05 Membawa 2 2 07.05-07.10 Membawa 3 3 07.10-07.15 Membawa 10 2 07.15-07.20 Membawa 8 4 07.20-07.25 Membawa 12 4 07.25-07.30 Membawa 15 9 07.30-07.35 Membawa 11 7 07.35-07.40 Membawa 10 6 07.40-07.45 Membawa 8 5 07.45-07.50 Membawa 6 6 07.50-07.55 Membawa 3 3 07.55-08.00 Membawa 2 2 Pola pergerakan aktifitas semut ke sumber makanan berupa remah roti
Keterangan
: : sumber makan : semut datang : semut pergi
Gambar 1 Sumber Makanan Gula Pasir
Gambar 2 Sumber Makanan Biskuit
Gambar 3 Sumber Makanan Gula Jawa
Gambar 4 Sumber Makanan Nasi
Gambar 5 Sumber Makanan Remahan Roti
B. Pembahasan
Berdasarkan
hasil
praktikum yang diperoleh, semut bisa membawa
makanan yang berbentuk butiran-butiran kecil seperti gula pasir dan remahan roti. Sementara itu, semut tidak membawa, melainkan mengerumuni sumber makanan gula jawa, nasi, dan biskuit yang tak berbentuk butiran dan susah untuk dibawa. Pada ketiga sumber makanan tersebut, semut memanggil koloninya untuk mengerumuni makanan. Hal ini sesuai dengan Prabhakar et al. (2012) yang menyatakan bahwa ketika individu semut menemukan makanan, maka individu tersebut akan mengirimkan sinyal kimiawi ke pada koloninya di sarang. Semut juga menggunakan kontak singkat antenna dalam menginformasikan tempat makanan. Saat membawa makannanya ke sarang, koloni semut dapat menemukan rute terpendek antara sarang dan sumber makanan berdasarkan jejak kaki yang mengandung pheromone pada lintasan yang telah dilalui. Semakin banyak semut yang melalui suatu lintasan, maka semakin jelas bekas jejak kakinya. Hal ini menyebabkan lintasan yang dilalui semut dalam jumlah sedikit, semakin lama semakin berkurang kepadatan semut yang melewatinya, atau bahkan tidak dilewati sama sekali. Sebaliknya lintasan yang dilalui semut dalam jumlah banyak, semakin lama semakin bertambah kepadatan semut yang melewatinya, atau bahkan semua semut melalui lintasan tersebut (Lestari & Sari, 2013). Distribusi dan kesulitan dalam menemukan makanan, menyebabkan evolusi dan kegunaan dari komunikasi. Komunikasi pada semut berkembang seperti agent jika makanan sulit ditemukan. Salah satu bentuk komunikasi semut dalam pencarian makanan adalah dengan sinyal kimia yang disebut feromon (Flanagan et al., 2011). Feromon adalah komunikasi dalam bentuik sinyal kimia yang membantu koloni semut menemukan jalan terbendek antara sumber makanan dan sarang mereka. Berdasarkan level feromon, jalur yang paling pendek adalah jalur yang memiliki kadar feromon paling tinggi. Semut cenderung akan mengikuti fermonon dengan yang paling tinggi (Chu et al., 2004). Semut termasuk organisme yang sukses dalam mengkolonialisasi Bumi. Diperkiran biomassa semut setara dengan biomassa manusia. Semut cepat dalam membentuk koloni. Koloni semut adalah salah satu koloni yang terorganisasi dengan baik. Hal tersebut berasal baik dari interaksi antar individu dalam koloni
maupun individu dengan lingkungannya. Semut, seperti manusia, memiliki jiwa sosial yang tinggi. Berbeda dengan koloni manusia, koloni semut memiliki a bottom-up structure. Semut bertindak berdasarkan informasi lokal, daripada perintah yang diberikan dari atasan. Kemampuan dan struktur sosial tersebut, koloni semut selalu ada dalam ekosistem bumi lebih dari 100 juta tahun (Christensen et al., 2014). Semut adalah serangga eusosial yang berasal dari keluarga Formisidae, dan semut termasuk dalam ordo Himenoptera bersama dengan lebah dan tawon. Semut dikenal dengan koloni dan sarang-sarangnya yang teratur, yang terkadang terdiri dari ribuan semut per koloni. Jenis semut dibagi menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut. Satu koloni dapat menguasai dan memakai sebuah daerah luas untuk mendukung kegiatan mereka. Koloni semut kadangkala disebut superorganisme dikarenakan koloni-koloni mereka yang membentuk sebuah kesatuan. Semut adalah makhluk hidup dengan populasi terpadat di dunia. Perbandingannya, untuk setiap 700 juta semut yang muncul ke dunia ini, hanya terdapat 40 kelahiran manusia (Borror, 1992). Semut yang datang ke sumber makanan, secara garis besar memiliki dua jenis: semut hitam yang berukuran besar dan semut coklat kemerahan yang berukuran lebih kecil. Semut hitam yang berukuran sekitar 8 mm memiliki karakteristi antena terdiri dari 12 segmen; mandibula dengan tipe subtriangular; antennal sockets terpisah dari clypeus; tidak memiliki celah metapleural gland pada sudut belakang dari mesosoma atau di area bagian atas kaki belakang; dan segmen pertama dari gaster, ukuran lebih kecil dari setengah total panjang gaster. Berdasarkan karakteristik tersebut, semut ini masuk ke dalam genus Polyrhachis. Semut coklat kemerahan yang berukuran lebih kecil memiliki karakteristik mandibula panjang seperti pisau, melebihi dari panjang kepala; thorak dilihat dari bagian lateral, sisi dorsal dari pronotum mendatar; sisi dorsal dari mesonotum dan propodeum agak tegak; tubuh, thorak, petiole, kaki dan gaster berwarna merah kecoklatan. Berdasarkan karakteristik tersebut, semut ini masuk ke dalam genus Myrmoteras (Putri et al., 2015).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Koloni semut bisa membawa makanan yang berbentuk butiran-butiran kecil seperti gula pasir dan remahan roti, sedangkan semut tidak membawa, melainkan mengerumuni sumber makanan gula jawa, nasi, dan biskuit.
2.
Semut menginformasikan jarak terpendek antara sumber makanan dan sarang mereka menggunakan senyawa kimia, yaitu feromon.
DAFTAR REFERENSI
Borror. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga, edisi VI. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Christensen, K., Papavassiliou, D., de Figueiredo, A., Franks, N. R., & SendovaFranks, A. B. 2015. Universality in ant behaviour. Journal of The Royal Society Interface, 12(102): 1-8. Chu, S. C., Roddick, J. F., & Pan, J. S. 2004. Ant colony system with communication strategies. Information Sciences, 167(1): 63-76. Flanagan, T. P., Letendre, K., Burnside, W., Fricke, G. M., & Moses, M. 2011. How ants turn information into food. In Artificial Life (ALIFE), (pp. 178185). IEEE. Lestari, H.P. & E.R. Sari. 2013. Penerapan Algoritma Koloni Semut untuk Optimisasi Rute Distribusi Pengangkutan Sampah di Kota Yogyakarta. Jurnal Sains Dasar, 2(1):13-19. Prabhakar, B., Dektar, K. N., & Gordon, D. M. 2012. The regulation of ant colony foraging activity without spatial information. PLoS Comput Biol , 8(8): 17. Putri, P. E., Herwina, H., & Dahelmi, D. 2015. Inventarisasi Semut Subfamili Formicinae di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas, 4(1): 15-25. Rizali, A. 2006. Keanekaragaman Semut Di Kepulauan Seribu, Indonesia. Skripsi. Bogor: Insitut Pertanian Bogor. Yuwono, B., Sasmito A. A., Wardoyo, S. B. 2009. Implementasi algoritma koloni semut pada proses pencarian jalur terpendek jalan protokol di kota yogyakarta. Seminar Nasional Informatika 2009: 111-121.
View more...
Comments