PERILAKU PREFERENSI 100

November 22, 2017 | Author: Risky Piscario Kusuma | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

laHSFaF;...

Description

BAB I PENDAHULUAN 1.1

LATAR BELAKANG

Dewasa ini banyak muncul aliran-aliran baru dalam dunia arsitektur khususnya di Bali, mulai dari fasilitas-fasilitas publik sampai bangunan hunian memiliki gaya arsitektur yang beraneka ragam. Banyak yang mengambil gaya arsitektur modern, ada yang masih mempertahankan gaya arsitektur bali dan banyak yang mengkolaborasikan kedua gaya tersebut. Timbulnya beraneka ragam gaya arsitektur bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti salah satunya adalah perbedaan preferensi dan kognisi. Preferensi merupakan kecenderungan seseorang untuk memilih atau mengutamakan suatu hal. Orang yang menyukai dan fanatik terhadap budaya Bali akan cenderung memilih rumah bergaya arsitektur bali, namun jika seseorang mengikuti perkembangan zaman cenderung akan memberikan kesan modern pada tempat tinggalnya. Sedangkan kognisi merupakan pemberian kategori pada setiap benda atau obyek atas dasar persamaan dan perbedaan karakternya. Kedua hal tersebut memiliki kaitan erat dengan perancangan arsitektur sehingga dalam merancang ada banyak pertimbangan yang harus dipikirkan. Masukan dari pihak pengguna juga harus dipertimbangkan seperti pola perilaku pengguna sampai hal-hal yang menjadi kecenderungan dari pengguna. Kecenderungan pengguna atau preferensi dianggap penting karena pengguna akan merasa nyaman apabila hal tersebut terpenuhi dalam suatu desain.

1.2

RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang diatas, maka dapat dirangkum rumusan masalah yakni : 1.2.1 Apa definisi preferensi dan kognisi ? 1.2.2 Apa saja faktor yang mempengaruhi preferensi ? 1.2.3

Bagaimana hubungan preferensi dengan lingkungan binaan manusia ?

1.2.4

Bagaimana hubungan preferensi dengan desain dalam arsitektur ?

1.2.5 Apa yang dimaksud dengan peta mental ?

Page 1| 15

1.3

TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan-tujuan dari penulisan tugas ini adalah :

1.4

1.3.1

Menyelesaikan tuntutan tugas mata kuliah Arsitektur Perilaku

1.3.2

Mengetahui pemahaman preferensi dan kognisi serta faktor pengaruhnya

1.3.3

Meningkatkan pemahaman tentang preferensi dan kognisi lingkungan dalam hubungannya dengan lingkungan dan desain arsitektural

SISTEMATIKA PENULISAN 1.4.1 BAB I - Pendahuluan Berisikan tentang uraian latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, sistematika dan metode penulisan. 1.4.2 BAB II – Pembahasan Menjelaskan mengenai fokus pembahasan yang aka di bawakan, yaitu preferensi & kognisi 1.4.3 BAB III – Penutup Pada bagian ini berisikan kesimpulan mengenai data yang telah dibahas serta saran mengenai preferensi & kognisi

1.5

METODE PENULISAN Metode penulisan mendeskripsikan metode yang digunakan pada penyusunan tulisan ini. Secara garis besar metode yang digunakan adalah pengumpulan data. Metode Pengumpulan Data secara garis besar pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan dengan mencari sumber data dari buku atau sumber internet.

BAB II PEMBAHASAN 2.1

DEFINISI PREFERENSI

Preference mempunyai makna pilihan atau memilih. Istilah preferensi digunakan untuk mengganti kata preference dengan arti yang sama atau minat terhadap sesuatu. Preferensi merupakan suatu sifat atau keinginan untuk memilih. Preferensi penduduk terhadap fasilitas kota merupakan kecenderungan penduduk untuk memilih fasilitas kota. Perkembangan kota adalah suatu perubahan yang dialami oleh daerah perkotaan, dan yang menjadi faktor penting dalam hal ini adalah penduduk. Hubungan antara preferensi penduduk dengan perkembangan kota dapat dikatakan mempunyai bentuk hubungan yang positif (berpengaruh langsung) ataupun hubungan negatif (tidak berpengaruh secara langsung). (Sumber: Journal Planit, Tahun I No.2 Juli-Agustus 2001, hal:33-42) Preferensi merupakan suatu hal yang harus didahulukan, dan diutamakan dari pada yang lain, prioritas, pilihan, kecenderungan dan yang lebih disukai. (Departemen Pendidikan Nasional, 2001). Preferensi adalah hak (untuk) didahulukan dan diutamakan, diprioritaskan, pilihan kecenderungan atau kesukaan dalam menggunakan atau memanfaatkan suatu barang atau jasa. Preferensi adalah suatu bentuk pernyataan yang menyatakan perasaan lebih suka dari yang lainnnya yang bersifat individual (subyektif). Preferensi lingkungan merupakan hasil dari persepsi dan sikap manusia terhadap lingkungannya. Menurut Kaplan (1989:53) ada empat kriteria preferensi terhadap lingkungan, yang lebih mengkhusus pada bidang lanskap, yaitu keserasian (coherence), kemudahan dipahami (legibility), kompleksitas (complexity) dan misteri (mystery). a. Coherence Coherence adalah hubungan yang konsisten antara elemen-elemen yang ada pada lanskap sehingga dapat membentuk suatu pola-pola yang saling berhubungan. Semakin erat atau semakin besar hubungan tersebut, maka akan semakin besar kemungkinan untuk dipilih. (Kaplan,1989:54). b. Legibility Legibility merupakan ruang terstruktur dengan elemen yang khas, sehingga mudah untuk menemukan sesuatu atau kembali pada posisi awal. Legibility juga diartikan sebagai tingkatan yang dapat membedakan pengamat untuk memahami atau mengategorikan isi pemandangan objek (Kaplan ,1989:55).

c. Complexity Kompleksitas merupakan salah satu kriteria preferensi terhadap lingkungan binaan, baik dalam skala ruang interior, bangunan, kota ataupun lanskap. Yang dimaksud kriteria adalah standar yang digunakan untuk menilai kualitas. Komplesitas juga diartikan sebagai jumlah dan variasi dari elemen-elemen yang tampak secara visual, termasuk kerumitan dan kekayaan yang ada didalamnya. yang berada di lingkungan. Semakin beragam suatu lingkungan akan lebih menarik bila dibandingkan dengan lingkungan yang tidak kompleks atau monoton (Kaplan ,1989:53). d. Mystery Misteri merupakan bagian yang mengandung unsur janji, maksudnya akan ada informasi dimasa yang akan datang apabila lebih diperdalam. Informasi yang ada pada objek tidak terlihat secara jelas melalui sudut pandang, namun tersembunyi dari penglihatan (Kaplan ,1989:55).

2.2

FAKTOR PREFERENSI

Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi ada yang bersifat internal dan eksternal, berikut merupakan penjelasan lebih detail mengenai faktor-faktor tersebut : 2.2.1 Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Beberapa hal yang dapat digolongkan ke dalam faktor internal adalah : a. Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin bisa berdampak pada perilaku atau tindakan seseorang. Misalnya perempuan dikenal lebih memiliki perasaan yang peka dibanding lakilaki yang cenderung lebih menggunakan logika. b. Usia Usia merupakan faktor yang ada pada diri masing-masing individu, semakin matang usia seseorang maka pola pikirnya akan semakin matang pula. Semakin matang pola pikir manusia maka preferensi seseorang akan suatu hal akan semakin dalam. c. Pendidikan Orang dengan pendidikan yang lebih tinggi tentunya akan memiliki preferensi yang berbeda dengan orang dengan pendidikan yang rendah. Orang dengan pendidikan yang tinggi akan cenderung memilih sesuatu berdasarkan pertimbangan dari beberapa hal dan bersifat logis. d. Ekonomi Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kecenderungan seseorang. Masyarakat kelas bawah akan cenderung memilih

barang dengan harga yang terjangkau sesuai dengan kemampuannya, namun masyarakat kelas menengah keatas mempunyai pilihan yang beragam akansuatu barang karena memiliki daya beli yang lebih tinggi dibanding masyarakat kelas bawah. e. Pengalaman

2.2.2

Pengalaman erat kaitannya dengan hal-hal yang telah terjadi pada masa lampau. Pengalaman ada yang bersifat positif dan negative, pengalaman yang positif akan suatu hal cenderung membuat seseorang untuk kembali memilih atau melakukan hal tersebut. Namun pengalaman yang negative akan suatu hal akan membuat seseorang untuk tidak mengulang atau bahkan menjauhi hal tersebut. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar. Faktor-faktor tersebut dapat berupa : a. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar atau sekitar makhluk hidup. Ada beberapa aspek lingkungan yang dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang. Contoh : perbedaan iklim dan cuaca akan mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpakaian. Didaerah kutub orang-orang cenderung memakai pakaian yang tebal, sedangkan di daerah tropis lembab orang-orang akan cenderung memakai pakaian yang tipis. b. Budaya Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi (Wikipedia,2016). Contoh budaya mempengaruhi kecenderungan seseorang: di Indonesia penggunaan tangan kanan dianggap sopan dari pada tangan kiri sehingga orang-orang akan cenderung menggunakan tangan kanan, misalnya untuk menunjuk sesuatu. Namun di barat, tangan kanan dan tangan kiri dianggap sama sehingga tidak ada kecenderungan yang mengatakan penggunaan tangan kanan lebih sopan dibanding tangan kiri atau sebaliknya.

2.3

HUBUNGAN DENGAN LINGKUNGAN

Preferensi lingkungan merupakan hasil dari persepsi dan sikap manusia terhadap lingkungannya. Merupakan respon manusia terhadap lingkungan yang bergantung padabagaimana individu tersebut mempersepsi serta mendeskripsi lingkungan. Salah satu hal yg dipersepsi manusia terhadap lingkungannya adalah ruang (space) disekitarnya. Dapat diungkapkan dengan proses membandingkan, kondisi ini menyebabkan penguna membandingkan satu stimulan dengan stimulan yang lain. Dari hasil perbandingan tersebut pengguna menetapkan mana yg lebih nyaman,indah dan lain sebagainya.

Berlyne (1960) menyebutkan empat kriteria preferensi lingkungan, yaitu kompleksitas (complexity), kebaruan (novelty), keganjilan (incongruity) dan keterkejutan (surprisingness). a. Complexity (kompleksitas) Jenis / ragam dari komponen komponen pembentuk lingkungan,semakin beragam semakin baik. Contoh : tanaman yang beragam dianggap lebih indah dari pada sekelompok tanaman yang homogen b . Novelty (kebaruan) Suatu tingkat keunikan dari sebuah objek terhadap lingkungannya.Sejauh mana lingkungan tersebut mengandung ragam unik yang tidak ada tempat lain. Contoh restoran mengapung di air lebih menarik dari pada restoran di darat. c. Incongruity (ketidaksenadaan) Ketidaksesuiaan terhadap konteks lingkungan. Contoh : sebuah monumen tinggi menjulang di tengah ruang terbuka, pemandangan yang menarik karena tidaksenadaannya dengan lingkungan d. Surprisingness (keterkejutan) Komponen yang membuat pengguna merasa tertarik karena menimbulkan keterkejutan pada suatu setting. Contoh : ketika berjalan di ruangan sempit secara tidak disadari ruang tersebut mengarah ke ruang yang bersifat sebaliknya sehingga menimbulkan keterkejutan

2.4

HUBUNGAN DENGAN ARSITEKTUR

Menurut Scott (1974) dalam Arsitektur Perilaku Manusia (2004:11), arsitektur hendaknya mempunyai tujuan yang humanis. Arsitektur humanis adalah arsitektur yang tidak hanya mementingkan estetika dalam mendesain, namun mementingkan kenyamanan pengguna baik secara fisik maupun psikis. Randy Hester seorang arsitek lanskap mengatakan perancang pada umumnya lebih menekankan pentingnya activity setting, sementara itu pemakai lebih mempertimbangkan siapa saja orang yang memakai fasilitas itu, atau dengan siapa mereka akan bersosialisasi dalam penggunaan fasilitas itu Sehingga terlihat adanya perbedaan prioritas pemenuhan kebutuhan dasar (Laurens, 2004:8). Adanya perbedaan prioritas pemenuhan kebutuhan dasar antara seorang arsitek dan kliennya bisa disebabkan karena latar belakang pendidikan yang berbeda sehingga menciptakan preferensi yang berbeda pula. Perbedaan preferensi tersebut perlu dicarikan jalan tengah agar dapat menciptakan desain yang sesuai dengan keinginan klien dan sesuai dengan kaidah-kaidah arsitektur. Untuk lebih mendalami preferensi klien dalam dilakukan dengan pengamatan behavior setting atau setting perilaku seseorang. Melalui pengamatan terhadap perilaku seseorang, dapat dilhat kecenderungan seseorang akan suatu hal.

2.5

DEFINISI KOGNISI

Kognisi lingkungan atau environmental cognition adalah suatu proses memahami (knowing, understanding) dan memberi arti (meaning) terhadap lingkungan (dalam Setiawan, 2010:31). Kognisi sendiri, menurut KBBI memiliki makna sebagai kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dsb) atau usaha untuk mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Para psikolog, terutama mengartikan kognisi lingkungan lebih sebagai proses mengetahui dan memahami (knowing and understanding) lingkungan oleh manusia, sedangkan para antropolog lebih melihatnya sebagai proses pemberian arti atau makna terhadap suatu lingkungan (dalam Setiawan, 2010:31). Sehingga dapat diartikan bahwa kognisi lingkungan ini adalah sebuah proses manusia untuk mengenali, memahami dan memaknai lingkungannya melalui pengalaman atau interaksi langsung dengan lingkungannya sendiri. Kognisi lingkungan ini merupakan suatu proses yang sangat penting bagi perilaku dengan arsitektur lingkungannya karena proses ini merupakan proses yang menjelaskan mekanisme hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Kognisi lingkungan ini akan bekerja dan menentukan produk dari lingkungan yang nantinya akan diciptakan jika manusia tersebut ingin membentuk atau mengubah lingkungannya. Kognisi lingkungan ini memiliki tiga faktor yang salng berinteraksi satu sama lainnya. Dan walaupun salah satu faktor tersebut lebih dominan dari faktor lainnya, ketiga faktor ini tidak dapat berjalan dengan baik jika salah satu dari ketiga faktor ini tidak ada. Kognisi lingkungan, sebagaimana yang dikatakan Rapoport (1977), ditentukan oleh tiga faktor yakni: organismic, environmental, dan cultural. Ketiganya saling berinteraksi mempengaruhi proses kognisi seseorang. Dimungkinkan bahwa satu faktor lebih berperandaripada faktor lainnya, tetapi setiap faktor mesti terlibat dalam proses kognisi lingkungan ini. (dalam Setiawan, 2010:32)

2.6

PETA MENTAL

Jika peta mental ini diartikan secara sederhana, peta mental dapat diartikan sebagai proyeksi kognisi lingkungan secara spasial atau pengetahuan seseorang terhadap lingkungannya. Peta mental ini merupakan gambaran spasial yang spesifik mengenai suatu lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Peta mental atau cognitive map didefinisikan oleh David Stea (1975) sebagai suatu proses yang memungkinkan kita mengumpulkan, mengorganisasikan, menyimpan dalam ingatan, memanggil, serta menguraikan kembail informasi tentang lokasi relatif dan tanda tentang lingkungan geografis. Semua informasi yang diperoleh disimpan dalam suatu sistem struktur yang selalu dibawa dalam benak seseorang, dan sampai batas tertentu struktur ini berkaitan dengan lingkungan yang diwakilinya (dalam Laurens, 2004:84)

Contoh Peta Mental Seorang Anak Aborigin di Australia Sumber: Rapoport, 1977

Peta mental merupakan suatu proyeksi dari kognisi lingkungan yang ditentukan oleh organisme (organismic), lingkungan (environmental), dan budaya (cultural). Maka dari itu, peta mental yang dimiliki setiap orang akan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan setiap seorang manusia tidak memiliki faktor organisme, lingkungan, dan budaya yang sama dengan manusia lainnya. Seperti contohnya, seseorang yang tinggal dan biasa berkeliling melihat perkembangan pada suatu kota akan memiliki peta mental berbeda dengan orang yang hanya tinggal pada kota tersebut tanpa berkeliling dan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada kota tersebut. Peta ini merupakan kumpulan pengalaman mental seseorang, bukan merpakan peta kartografi yang akurat dan lengkap sehingga tidak dalam ukuran yang benar, lengkap, dan hanya merupakan peta yang sederhana. Suatu tempat atau benda dapat menjadi landmark suatu kota apabila tempat atau benda tersebut secara menonjol mucul dalam sebagian besar peta mental masyarakat kota tersebut (dalam Setiawan, 2010:33). Hal ini berarti pandangan atau image suatu kota akan terbentuk dan dipengaruhi dari gabungan-gabungan peta mental masyarakat akan kota tersebut. Seperti misalnya masyarakat yang tinggal pada suatu desa tradisional atau kota kecil akan cenderung memiliki peta mental yang relatif sama dikarenakan interaksi dan pengalaman yang dialami oleh penduduk desa atau kota tersebut relatif sama sehingga proses kognisi yang dihasilkan oleh peta mental masyarakat kota tesebut dapat dikatakan relatif sama. 2.6.1

Fungsi Peta Mental Salah satu alasan pentingnya sebuah peta mental atau mental image adalah sebagai hal yang mempermudah manusia yang biasa beraktivitas pada suatu lingkungan agar manusia tersebut dapat merencanakan prilaku yang akan dilakukannya pada lingkungan terkait. Untuk seseorang yang tinggal pada suatu kota, sebuah visi abstrak atau mental image mengenai lingkungan yang ia tinggali merupakan hal yang sangat penting agar seseorang tersebut dapat beraktivias dengan baik pada kota tersebut.

Mental image atau visi abstrak mengenai lingkungan yang diantisipasi untuk melakukan tindakan diperlukan manusia untuk melaksanakan perilaku. (dalam Laurens, 2004:86) Selain sebagai mental setting untuk antisipasi bertindak, peta mental ini juga dapat berfungsi sebagai media presepsi. Melalui pengalaman yang dialami seseorang terhadap lingkungannya, maka peta mental ini dapat menjadi sebuah pengukur signifikansi lingkungan bagi hidup seseorang. Mental image memungkinkan orang menandai, menstrukturisasikan, dan menyimpan informasi visual dan spasial, dan mengatur responnya terhadap objek yang dilihatnya. (dalam Laurens, 2004:86) Menurut Lynch (1960) dan Holahan (1982), terdapat beberapa unsur yang ada pada cara mengukur suatu peta mental, yaitu:  Tanda-tanda yang mencolok (landmark), yaitu bangunan atau benda-benda alam yang berbeda dengan sekelilingnya dan terlihat dari jauh.  Jalur-jalur jalan atau penghubung (paths) yang menghubungkan satu tempat dengan lainnya.  Titik temu antarjalur jalan (nodes), misalnya perempatan dan pertigaan.  Batas-batas wilayah (edges) yang membedaian wilayah satu dengan wilayah lainnya.  Distrik (district), yaitu wilayah-wilayah homogen yang berbeda dari wilayah- wilayah lain. Semakin nyata unsur-unsur tersebut dalam suatu lingkungan, maka akan semakin mudah seseorang menusun peta mental tesebut. Sehingga orang akan lebih mudah mengenal lingkungan geografis yang ada. Karena itulah orang tidak akan mudah tersesat jika perencanaan kota tersebut direncanakan dengan sangat matang walaupun kota tersebut metropolis. Selain dua hal yang telah dijelaskan sebelumnya, peta mental juga dapat berfungsi untuk tujuan komunikasi, bahkan dapat digunakan untuk menunjukan identitas diri. Seperti misalnya Jakarta dengan Tugu Monas, Surabaya dengan Tugu Pahlawan, dan Paris dengan Menara Eiffel. 2.6.2

Kualitas Peta Mental Kualitas suatu peta mental dapat ditentukan oleh keadaan objek-objek tertentu yang ada pada lingkungan geografis itu sendiri. Kualitas yang dimaksudkan ini adalah seberapa mudah suatu objek dikenali yang dinilai dari seberapa jauh objek tersebut dari pusat lalu lintas penduduk dan seberapa jauh kadar perbedaan secara arsitektural atau secara sosial objek tersebut dengan objek-objek lainnya. Selain itu ada tiga alasan mengapa sebuah bangunan dapat dikenali dengan mudah dibanding bangunan lainnya. Appleyard (1969) mengidentifikasikan tiga alasan mengapa beberapa bangunan lebih mudah dikenal dibandingkan bangunan lainnya, yaitu:  formal attributes Hal yang diutamakan pada atribut formal ini adalah kontur bangunan yang jelas dan dapat membedakan bangunan tersebut dengan bangunan di sekitarnya.

 visibility attributes Yang dimaksud dengan visibility atributes ini adalah keutamaan pada tingkat kemudahan sebuah bangunan dapat dilihat. Seperti lokasi di perempatan jalan atau di tikungan besar.  use and significance attributes. Sedangan pada atribut ini, hal yang lebih diutamakan adalah penggunaan sebuah bangunan yang signifikan, seperti sebuah rumah sakit, sebuah pompa bensin, sebuah kantor polisi, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan oleh banyak orang. 2.6.3

Perbedaan Individual dalam Peta Mental Setiap orang tentu memiliki peta mental yang berbeda-beda. Seorang arsitek mendapatkan sebuah pandangan arsitektur yang baik dari pengalaman ruangnya dan pengetahuan akan bentuk dan simbolisasi yang didapatkan dari pendidikannya. Tetapi, pandangan klien mengenai arsitektur yang baik mungkin saja berbeda jika klien tidak mengalami hal yang dialami oleh arsitek. Ada beberapa faktor yang dapat membedakan peta mental seseorang, yaitu:  Gaya Hidup (Milgram, 1977) Gaya hidup seseorang menyebabkan timbulnya selektivitas dan distorsi pada peta mental. Seperti misalnya, seseorang yang terbiasa naik mobil pribada tidak akan mengenal rute bus atau angkutan umum di kota.  Keakraban dengan Lingkungan (Evan, 1980) Semakin kuat seseorang mengenal lingkungan geografisnya, semakin luas dan rinci peta mental yang ia ciptakan.  Keakraban Sosial (Lee, 1980) Semakin banyak seseorang memilik teman bergaul, maka akan semakin banyak tempat yang ia kunjungi. Dan semakin banyak seseorang tersebut mengetahui mengenai wilayahnya maka akan semakin baik juga peta mentalnya.  Kelas Sosial (Michelson, 1973) Semakin tinggi kelas sosial yang dimiliki seseorang, maka teman bergaulnya ada di seluruh kota, atau bahkan di berbagai kota, atau luar negeri. Dan semakin rendah kelassosialnya maka lingkup pergaulannya pun semakin terbatas hanya pada lingkungan tetangganya saja.  Perbedaan Seksual (Appleyard, 1970) Laki-laki memiliki peta mental yang lebih baik dan lebih rinci dibandingkan dengan wanita dikarenakan kesempatan pergaulan dan ruang gerak laki-laki yang lebih luas. Terlebih lagi pada kalangan masyarakat yang memberi peluang pada kaum pria untuk bergerak dengan berbagai aktivitas.

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Preferensi adalah hak (untuk) didahulukan dan diutamakan, diprioritaskan, pilihan kecenderungan atau kesukaan dalam menggunakan atau memanfaatkan suatu barang atau jasa. Preferensi adalah suatu bentuk pernyataan yang menyatakan perasaan lebih suka dari yang lainnnya yang bersifat individual (subyektif). Preferensi lingkungan merupakan hasil dari persepsi dan sikap manusia terhadap lingkungannya. Merupakan respon manusia terhadap lingkungan yang bergantung pada bagaimana individu tersebut mempersepsi serta mendeskripsi lingkungan. Salah satu hal yg dipersepsi manusia terhadap lingkungannya adalah ruang (space) disekitarnya. Dapat diungkapkan dengan proses membandingkan, kondisi ini menyebabkan penguna membandingkan satu stimulan dengan stimulan yang lain. Dari hasil perbandingan tersebut pengguna menetapkan mana yg lebih nyaman,indah dan lain sebagainya. Berlyne (1960) menyebutkan empat kriteria preferensi lingkungan, yaitu kompleksitas (complexity), kebaruan (novelty), keganjilan (incongruity) dan keterkejutan (surprisingness). Kognisi adalah suatu kegiatan menerima informasi yang kita dapat dari luar kemudian melakukan penafsiran atas informasi tersebut berdasarkan pengalaman yang telah kita dapat, kemudian melakukan pemikiran yang mendalam guna menyimpan informasi tersebut dalam long term memory sehingga dapat digunakan kembali suatu saat nanti. Di dalam kajian arsitektur lingkungan dan perilaku, kognisi spasial disebut sebagai peta mental. Peta mental, atau sering pula disebut sebagai cognitive maps, didefinisikan sebagai gambaran spasial yang spesifik terhadap suatu lingkungan, dan berpengaruh terhadap suatu lingkungan dan berpengaruh pula terhadap pola perilaku seseorang.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF