Perhitungan kuda-kuda baja
June 20, 2019 | Author: Aris Priadi | Category: N/A
Short Description
Contoh perhitungan kuda-kuda baja...
Description
BAB III DATA DAN PERHITUNGAN
3.1 Data Pada kesempatan ini penulis mendapat tugas merancang kuda–kuda rangka baja dengan data–data sebagai berikut : 1. Panjang bentang kuda – kuda
: 6 meter
2. Jarak antar kuda – kuda
: 3 Meter
3. Sudut
: 25°
4. Penutup atap
: Spandek
5. Tekanan angin
: 35 kg/m2
6. Tegangan ijin baja
: 1700 kg/cm2
Dengan data–data tersebut akan dilakukan analisis : 1. Bobot struktur rangka baja dengan profil yang telah dipilih. 2. Perencanaan struktur rangka baja.
v5
v4
v1
v2
v3
3. Kekuatan struktur.
25°
b1 =1 m
b2 =1 m
b3 =1 m
b4 =1 m
b5 =1 m
b6 =1 m
Gambar 3.1 Gambar kuda – kuda yang akan dianalisis 3.2 Menghitung Panjang Batang b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = b6 = L
a1 = a2 = a3 = a4 = a5 = a6
b1 = L / 6
a1 = b1 / cos 25°
3.3
Pembebanan Struktur
3.3.1 Pembebanan pada gording Beban yang dipikul pada gording adalah : 12
1.
Beban Mati a. Beban atap b. Beban sendiri gording
2.
Beban Hidup Beban hidup adalah P = 100 kg yang berada ditengah bentang gording.
3.
Beban Angin a. Angin tekan (muka angin) Didalam buku PPIUG 1983 untuk α < 65o, Koef. Angin = 0,02 α - 0,4 b. Angin isap (dibelakang angin) Koef. Angin = - 0,4
Perhitungan momen adalah : 1. Akibat beban mati
Gambar 3.1 Penguraian beban q diuraikan atas qx dan qy : Akibat qx : Mx = 1/8 qx L2
(3.1)
Akibat qy : My = 1/8 qy L2
(3.2)
2. Akibat beban hidup (P) Mx = 1/4 Px L
(3.3)
My = 1/4 Py L
(3.4)
Apabila trekstang menghubungkan tengah-tengah gording yang satu dengan gording yang lainnya, maka L’ = ½ . L (dimana L = bentang gording) 3. Akibat beban angin Angin tekan : Mx = 1/8 qx L2
(3.5)
: Mx = 1/8 qx L2
(3.6)
Angin isap
4. Periksa terhadap lendutan yang terjadi : 1. Akibat beban mati 13
δx = (5/384) ((qy L4) / (E Ix))
(3.7)
δy = (5/384) ((qx L4) / (E Iy))
(3.8)
2. Akibat beban hidup δx = (1/48) ((Py L3) / (E Ix))
(3.9)
δy = (1/48) ((Px L3) / (E Iy))
(3.10)
2 2 Jadi δ i=√ δ x + δ y
(3.11)
Periksa terhadap tegangan yang terjadi : σ = Mx / Wx + My / Wy
(3.12)
3.3.2 Penampang efektif Luas penampang efektif Ae pada komponen yang mengalami gaya tarik ditentukan pada SNI 2002 sebagai berikut : Ae = An U
(3.13)
Dengan An = Luas tampang netto U = nilai factor 3.3.3 Sambungan baut Untuk menghitung sambungan baut dengan d adalah diameter lubang baut, dengan ketentuan : 1.
d > db + 2 mm, untuk db < 24 mm.
2.
d < db + 3 mm, untuk db > 24 mm. db adalah diameter nominal baut. Luas tampang netto An = hn t, dengan nilai hn diambil yang terkecil dari
kemungkinan keretakan plat, dan t adalah tebal plat. Yang perlu diperhatikan dalam sambungan baut adalah bahwa dalam suatu potongan, jumlah luas lubang tidak boleh lebih dari 15 % dari luas penampang utuh.
14
Gambar 3.2 Jenis sambungan-sambungan baut
Gambar 3.3 Jenis-jenis baut Gaya geser n irisan n π dn 2 σ N geser = 4
(3.14)
Gaya geser pada tumpuan N tumpuan =d s σ tumpuan
(3.15)
Kontrol kekuatan terhadap sumbu . Untuk baut : τ=
Px , y ≤ 0,6 x σ izin 2 Abaut
(3.16)
Untuk pelat : σ=
Px ,y ≤ 1,5 x σ izin dt
(3.17)
15
3.3.4 Sambungan las Menurut SNI 2002, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan bila gaya tarik hanya disalurkan oleh pengelasan memanjang ke komponen struktur yang bukan plat, atau oleh pengelasan memanjang atau melintang : A = Ag = luas penampang kotor komponen struktur (mm2). Bila gaya tarik hanya disalurkan oleh pengelasan melintang. A = Jumlah luas dari penampang – penampang bersih yang dihubungkan secara langsung (mm2). U = 1,0 Bila gaya tarik disalurkan ke sebuah komponen plat olehpengelasansepanjang dua sisi pada ujung plat, dengan w dan : l ≥ 2w U = 1,0
U = 1,0
2w > l ≥ 1,5w
U = 0,87
1,5w ≥ l ≥ w
U = 0,75
Beberapa jenis sambungan yang sering ditemui dalam sambungan las adalah : 1. Sambungan sebidang (butt joint), sambungan ini umumnya dipakai untuk pelat-pelat datar dengan ketebalan sama atau hampir sama, keuntungan sambungan ini adalah tak adanya eksentrisitas. Ujung-ujung yang hendak disambung dipersiapkan terlebih dulu (diratakan atau dimiringkan) dan elemen yang disambung harus dipertemukan secara hati-hati. 2. Sambungan lewatan (lap joint), jenis sambungan ini paling banyak dijumpai karena sambungan ini mudah disesuaikan keadaan di lapangan dan juga penyambungannya relatif lebih mudah. Juga cocok untuk tebal pelat yang berlainan. 3. Sambungan tegak (tee joint), sambungan ini banyak dipakai terutama untuk membuat penampang tersusun seperti bentuk I, pelat girder, stiffener. 4. Sambungan sudut (corner joint), dipakai untuk penampang tersusun berbentuk kotak yang digunakan untuk kolom atau balok yang menerima gaya torsi yang besar. 5. Sambungan sisi (edge joint), sambungan ini bukan jenis struktural dan digunakan untuk menjaga agar dua atau lebih pelat tidak bergeser satu dengan lainnya 16
Gambar 3.4 Tipe-tipe sambungan las Jenis-jenis las yang sering dijumpai antara lain : 1. Las tumpul (groove welds), las ini dipakai untuk menyambung batangbatang sebidang, karena las ini harus menyalurkan secara penuh beban yang bekerja, maka las ini harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang yang disambungnya. Las tumpul terdapat penyatuan antara las dan bahan induk sepanjang tebal penuh sambungan dinamakan las tumpul penetrasi penuh. Sedangkan bila tebal penetrasi lebih kecil daripada tebal penuh sambungan dinamakan las tumpul penetrasi sebagian. 2. Las sudut (fillet welds), tipe las ini paling banyak dijumpai dibandingkan tipe las yang lain, 80% sambungan las menggunakan tipe las sudut. Tidak memerlukan presisi tinggi dalam pengerjaannya. 3. Las baji dan pasak (slot and plug welds), jenis las ini biasanya digunakan bersama-sama dengan las sudut. Manfaat utamanya adalah menyalurkan gaya geser pada sambungan lewatan bila ukuran panjang las terbatas oleh panjang yang tersedia untuk las sudut.
17
Gambar 3.5 Jenis-jenis sambungan las 3.3.5 Kuat tarik rencana Pada SNI 2002, komponen struktur yang memikul gaya aksial tarik terfaktor Nu, harus memenuhi persyaratan : Nu ≤ Nn Dengan Nn adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai harga terkecil diantara perhitungan dibawah ini: An=A g U A g=
Nn σ pr
(3.18)
Dengan : Ag
= luas penampang kotor ( mm2)
An
= luas netto penampang (mm2)
U
= koefisien reduksi
σpr = tegangan profil (Mpa) Untuk batang tarik yang mempunyai lubang, misalnya untuk penempatan baut, maka luas penampangnya tereduksi, dan dinamakan Luas Netto (An). Lubang pada batang menimbulkan konsentrasi tegangan akibat beban kerja. Faktor tahanan untuk kondisi fraktur diambil lebih kecil daripada untuk kondisi leleh, sebab kondisi fraktur lebih getas/berbahaya, dan sebaiknya tipe keruntuhan jenis ini dihindari.
18
Perencanaan untuk batang tarik dapat lebih mudah dipahami dengan melihat diagram dibawah ini.
Gambar 3.6 Bagan alir perencanaan batang tarik 3.4
Kelangsingan Batang
3.4.1 Pembatasan kelangsingan Menurut SNI 2002, batang -batang yang direncanakan terhadap tekan angka perbandingan kelangsingan λ dibatasi sebesar 200.
19
λ=
L Kc ≤ 200 i min
(3.19)
Dengan : L = panjang batang
Kc
= faktor panjang tekuk (bernilai 1 untuk truss)
i min
= jari – jari girasi terkecil
Untuk
batang–batang yang
direncanakan terhadap tarik, angka
perbandingan kelangsingan dibatasi sebesar 300 untuk batang sekunder dan sebesar 240 untuk batang primer. Batang atang yang ditentukan oleh gaya tarik, namun dapat berubah menjadi tekan yang tidak dominan pada kondisi pembedaan yang lain, tidak perlu memenuhi batas kelangsingan batang tekan (Sumber : SNI 2002). 3.4.2 Faktor tekuk (ω) dan kelangsingan Nilai faktor tekuk bergantung kepada nilai λ. Menurut SNI 2002, didefinisikan ln=
An σ pr ω
(3.20)
Faktor tekuk ω mempunyai nilai yang diambil dari tabel peraturan baja. 3.5 Perencanaan Batang Tekan Batang tekan merupakan batang yang lemah pada struktur baja. Batang ini lemah karena rawan akan terjadinya kegagalan struktur akibat tekuk (buckling). Kestabilan batang tekan ini kurang baik sehingga harus benar-benar diperhatikan pada saat perencanaan. Pada umumnya, luas penampang yang dibutuhkan cukup besar sehingga ukuran profil yang tersedia tidak mencukupi lagi, maka dibuat dari gabungan beberapa profil, yang diikat oleh pelat kopel.
20
Gambar 3.7 Pelat Kopel nilai λ1 ~ 50, sehingga digunakan λi maks = 50 λi=
Lk / n Lk ≤ 50 n= imin 50 imin
(3.21)
Dimana : n
= Jumlah medan Ganjil
Lk = Panjang batang Kestabilan pelat kopel : i Ip ≥ 10 min a L1
(3.22)
Diman : a
: jarak sumbu element batang tersusun
Ip : momen inersia peat kopel i min
:
inersia momen minimal batang tunggal terhadap sumbu
minimum L1
: jarak antar pelat kopel batang tersusun
3.6 Kekuatan Baut Kuat geser rencana dari satu baut tergantung dari berapa irisan yang terjadi pada baut tersebut. Untuk 1 irisan : Vd = Ab τb = Ab 0,6 σb
(3.23)
Untuk 2 irisan : 21
Vd = 2Ab τb = 2 Ab 0,6 σb
(3.24)
Dengan Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir σb adalah tegangan baut.
Gambar 3.8 Baut dengan 1 irisan
Gambar 3.9 Baut dengan 2 irisan
22
View more...
Comments