Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)
October 11, 2017 | Author: Reza Heldyan II | Category: N/A
Short Description
Download Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)...
Description
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang Keperluan pencahayaan ruangan menempati urutan terbesar kedua setelah
sistem tata udara. Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya alam untuk membangkitkan listrik adalah terbatas dan suatu saat akan habis. Hal ini menyebabkan harga listrik akan semakin mahal. Oleh karena itu sistem tata cahaya suatu bangunan harus direncanakan dengan baik. Melihat begitu pentingnya cahaya bagi manusia untuk beraktivitas, maka tidaklah mengherankan jika perencanaan cahaya pada bangunan juga memegang peranan penting bagi keberhasilan fungsi dari bangunan tersebut. Seorang Perencana
dalam
merencanakan
bangunan,
selalu
mempertimbangkan
pencahayaan bagi bangunan yang dirancangnya baik itu pencahayaan alamiah siang hari (sun lighting) maupun perencanaan pencahayaan buatan (artificial lighting). Pada pencahayaan alamiah siang hari (PASH), sumber cahaya didapat dari sinar matahari sehingga keberadaannya sangat tergantung dari keadaan alam serta posisi suatu daerah di bumi. Sehingga pengendalian pencahayaan alamiah tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Sementara itu pencahayaan buatan tidak terpengaruh oleh perbedaan waktu, tempat, maupun musim. Hal mana tidak didapat pada pencahayaan alamiah. Pada umumnya pencahayaan buatan ini dipergunakan pada saat penerangan alamiah siang hari berada pada kekuatan minimum atau kurang memenuhi syarat. 1.2
Perumusan masalah 1. Bagaimana rancangan pencahayaan buatan pada ruangan yang sesuai memenuhi persyaratan. 2. Bagaimana merencanakan fasad tampilan luar pada bangunan.
1.3
Tujuan Merencanakan bentuk bangunan gedung dan pencahayaan buatan dalam ruangan pada bangunan gedung.
1.4
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari tugas akhir ini adalah : 1
a.
Dapat dijadikan sebagai referensi tugas akhir untuk mahasiswa/i yang akan mengambil tugas akhir 3D desain interior untuk pencahayaan.
b.
Memperkenalkan bentuk bangunan gedung dan desain interior tersebut.
c.
Bisa menjadi salah satu bahan untuk memperlengkap dari tampilan sistem informasi grafis bagian pendidikan seperti yang telah dilakukan oleh Negara-Negara maju pada masa sekarang ini.
1.5
Batasan masalah Dalam penulisan tugas akhir ini agar tidak terjadi penyimpangan, maka
penulis membatasi masalah yang akan direncanakan sebagai berikut : a.
Penulis hanya mendesain bentuk gedung dan pencahayaan buatan ruangan dalam gedung.
b.
Perencanaan pencahayaan buatan hanya ditentukan didalam ruangan tertentu.
c.
Penulis tidak melakukan perencanaan anggaran biaya (RAB) pada banguan tersebut.
1.6
Keaslian Penelitian Terdapat penelitian yang membahas disain interior ruang batik secara
umum, seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Desi (2007) dari Universitas Petra Surabaya dengan judul Konsep Perancangan Interior Batik Gajah Oleng. Dalam penelitian ini, terdapat penjelasan tentang pencahayaan pada galeri batik Gajah Oleng. Pencahayaan yang digunakan pada batik Gajah Oleng menggunakan kombinasi pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan alami masuk melalui jendela dan bukaan pintu dengan prosentase cahaya 20%. Jendela menggunakan lembaran UV Filtering Polyester Film agar cahaya dengan lembut ke dalam galeri. Pada ruang demo membatik menggunakan pencahayaan buatan lokal (intensitas besar untuk area kecil). Namun penelitian ini belum menggali lebih dalam mengenai pencahayaan buatan ruang membatik. Penulis di sini akan mencoba melakukan perencanaan pencahayaan buatan pada bangunan gedung dengan Berbagai kondisi. Dimana nantinya akan didapatkan hasil perencanaan tersebut 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pencahayaan buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang berasal dari sumber cahaya
buatan manusia yang dikenal dengan lampu atau luminer. Pada cuaca yang kurang baik dan malam hari, pencahayaan buatan sangat dibutuhkan. Perkembangan teknologi sumber cahaya buatan memberikan kualitas pencahayaan buatan yang memenuhi kebutuhan manusia. (Sumber : SNI 03-6575-2001 ‘’tata cara pencahayaan buatan pada bangunan gedung’’) 2.2
Istilah dan definisi 1.
Armature Rumah
lampu
yang
digunakan
untuk
mengendalikan
dan
mendistribusikan cahaya yang dipancarkan oleh lampu yang dipasang didalamnya, dilengkapi dengan peralatan untuk melindungi lampu dan peralatan pengendali listrik. 2.
Ballast Alat yang dipasang pada lampu TL dan lampu pelepasan gas untuk membatasi arus listrik dalam pengoperasian lampu-lampu tersebut.
3.
Koefisien depresiasi Perbandingan antara tingkat pencahayaan setelah jangka waktu tertentu dari instalasi pencahayaan digunakan terhadap tingkat pencahayaan pada waktu instalasi baru.
4.
Koefisien penggunaan Perbandingan antara fluks luminous yang sampai dibidang kerja terhadap fluks luminusyang dipancarkan oleh semua lampu
5.
Renderasi warna Efek psikofisik suatu sumber cahaya atau lampu terhadap warna obyek-obyek yang diterangi, dinyatakan dalam suatu angka indeks yang diperoleh berdasarkan perbandingan dengan efek warna sumber cahaya referensi pada kondisi yang sama.
3
6.
Rentang efikasi Rentang angka perbandingan antarafluks luminus dengan daya listrik masukan (lumen/watt)
7.
Rugi-rugi ballast Rendemen atau kehilangan daya listrik (dalam watt) akibat pemasangan ballast.
8.
Tingkat pencahayaan Tingkat pencahayaan pada bidang kerja
9.
Umur individual teknik Sejumlah jam menyala setelah satu lampu mengalami kegagalan.
10. Umur minimum Umur lampu yang digariskan oleh pabrik, sebagai contoh lampu projector bioskop. 11. Umur pelayanan Umur lampu setelah fluks luminus turun pada suatu tingkat dimana lampu masih mengkomsumsi daya listrik secara penuh. 12. Umur rata-rata Umur teknis rata-rata dari suatu kelompok lampu. 13. Umur rata-rata pengenal Umur lampu setelah 50% dari suatu kelompok lampu mengalami kegagalan yang diuji pada laboratorium yang dikontrol kondisi kerja nya. 2.3
Kriteria perencangan
2.3.1
Tingkat Pencahayaan 1.
Tingkat
pencahayaan
pada
suatu
ruangan
pada
umumnya
didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. 2. Koefisien Penggunaan (kp). Sebagian dari cahaya yang dipancarkan oleh lampu diserap oleh armature, sebagian dipancarkan ke kearah atas dan sebagian lagi dipancarkan ke arah bawah. Faktor penggunaan didefinisikan sebagai perbandingan antara fluks luminus yang sampai di bidang kerja terhadap keluaran cahaya yang dipancarkan oleh semua lampu. 4
Besarnya koefisien penggunaan dipengaruhi oleh faktor : 1).
Distribusi intensitas cahaya dari armatur.
2).
Perbandingan antara keluaran cahaya dari armatur dengan keluaran cahaya dari lampu di dalam armatur.
3).
Reflektansi cahaya dari langit-langit, dinding dan lantai.
4).
Pemasangan armatur apakah menempel atau digantung pada langit-langit,
5).
Dimensi ruangan.
Besarnya koefisien penggunaan untuk sebuah armature diberikan 0,95. 3. Koefisien Depresiasi (penyusutan) (kd). Koefisien depresiasi atau sering disebut juga koefisien rugi-rugi cahaya
atau
koefisien
pemeliharaan,
didefinisikan
sebagai
perbandingan antara tingakat pencahayaan setelah jangka waktu tertentu dari instalasi pencahayaan digunakan terhadap tingkat pencahayaan pada waktu instalasi baru. Besarnya koefisien depresiasi dipengaruhi oleh : 1).
Kebersihan dari lampu dan armatur.
2).
Kebersihan dari permukaan-permukaan ruangan.
3).
Penurunan keluaran cahaya lampu selama waktu penggunaan.
4).
Penurunan keluaran cahaya lampu penurunan tegangan listrik.
Besarnya koefisien depresiasi biasanya ditentukan berdasarkan estimasi. Untuk ruangan dan armatur dengan pemeliharaan yang baik pada umumnya koefisien depresiasi diambil sebesar 0,8. 4. Jumlah armatur yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat pencahayaan tertentu. Untuk menghitung jumlah armatur, terlebih dahulu dihitung fluks luminus total yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat pencahayaan yang direncanakan, dengan menggunakan persamaan :
5
Ftotal
E A (lumen) kp kd
.................................................... 2.1
Kemudian jumlah armatur dihitung dengan persamaan :
N total
Ftotal F1 n
.................................................................. 2.2
dimana : Eratarata = tingkat pencahayaan rata-rata (lux) Ftotal
= Fluks luminous total dari semua lampu yang menerangi (lumen)
A
= luas m2
Kp
= koefisien penggunaan
Kd
= koefisien depresiasi (penyusutan)
Ntotal
= jumlah armature (titik lampu)
F1
= fluks luminous satubuah lampu (pada kotak lampu)
N
= jumlah lampu dalam satu armatur
5. Tingkat pencahayaan minimum yang direkomendasikan Tingkat
pencahayaan
minimum
dan
renderasi
warna
yang
direkomendasikan untuk berbagai fungsi ruangan ditunjukan pada tabel 2.1 Tabel 2.1 : Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang direkomendasikan (E) Fungsi ruangan Rumah Tinggal : Teras Ruang tamu Ruang makan Ruang kerja Kamar tidur Kamar mandi Dapur
Tingkat Kelompok Pencahayaan renderasi (lux) warna 60 120 ~ 250 120 ~ 250 120 ~ 250 120 ~ 250 250 250
1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2
6
Tabel lanjutan 2.1 Garasi Perkantoran Ruang Direktur Ruang kerja Ruang komputer Ruang rapat Ruang gambar Gudang arsip Ruang arsip aktif Lembaga Pendidikan Ruang kelas Perpustakaan Laboratorium Ruang gambar Kantin Hotel dan Restauran Lobby, koridor Ballroom/ruang sidang. Ruang makan Cafetaria Kamar tidur Dapur Rumah Sakit/Balai pengobatan Ruang rawat inap
60
3 atau 4
350 350 350 300 750 150 300
1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 3 atau 4 1 atau 2
250 300 500 750 200
1 atau 2 1 atau 2 1 1 1
100
1
200
1
250 250 150 300
1 1 1 atau 2
250
1
Sumber : SNI 03-6575-2001 2.4
Penurunan kinerja armature Kinerja armature berangsur-angsur menurun dengan bertambahnya waktu.
Hal ini disebabkan oleh : 1.
Akumulasi debu atau kotoran lain pada permukaan refraktor maupun reflector
2.
Perubahan warna kedua permukaan tersebut akibat bertambahnya umur, karena radiasi cahaya lampu atau korosi.
Tidak ada aturan yang pasti untuk menentukan jadwal pemeliharaa/pembersihan armature. Pada umumnya untuk menentukan jadwal ini, faktor biaya, kesesuaian waktu pelaksanaan dan efesiensi system pencahayaan menjadi faktor-faktor yang 7
harus di perhitungkan. Sebagai petunjuk, pada umumnya pembersihan dilakukan minimal setahun sekali (meskipun untuk tempat-tempat tertentu hal ini tidak cukup). Akan lebih baik apabila pembersihan ini dilakukan bersamaan waktunya dengan waktu penggantian lampu. 2.5
Pemeliharaan permukaan-permukaan ruangan.
Lapisan debu dan kotoran yang menempel pada seluruh permukaan ruangan (dan kaca) akan mengurangi faktor refleksi (dan transmisi) cahaya yang berarti akan menurunkan tingkat pencahyaan di dalam ruangan tersebut. Kecepatan penurunan faktor refleksi ( dan faktor transmisi) bervariasi bergantung pada : 1. Tekstur permukaan 2. Kemiringan permukaan 3. Lokasi bangunan dan kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan 4. Pengaruh kondisi lingkungan (misalnya hujan) 5. Jadwal pembersihan dan renovasi. Pencahayaan pada bidang kerja di peroleh dari pencahayaan langsung armature dan pencahayaan difus pantulan pada langit-langit dan dinding. Oleh karena itu, pengaruh akumulasi debu pada permukaan terhadap tingkat pencahayaan pada bidang kerja akan lebih besar pada ruangan yang tidak menggunakan armature dengan distribusi cahaya langsung. 2.6
Penurunan fluks luminus. Ada dua faktor yang harus diperhitungkan dalam menentukan waktu
penggantian lampu yaitu : penurunan fluks luminus lampu dan probabilitas “putus”nya lampu. Penilaian terhadap dua faktor ini sangat tergantung pada jenis lampu yang dipakai. Untuk lampu yang menggunakan filamen tungsten (lampu pijar, lampu halogen dan lampu pelepasan tekanan tinggi jenis merkuri tungsten) umumnya akan putus sebelum fluks luminusnya turun secara drastis. Oleh karena itu waktu penggantian lampu-lampu jenis ini lebih ditentukan oleh probabilitas “putus”nya lampu itu sendiri. Sedangkan untuk jenis lampu pelepasan lainnya pada umumnya sebelum “putus“ akan mengalami penurunan fluks luminus secara drastis. Dengan demikian waktu penggantian ditentukan oleh penurunan fluks
8
luminus dan probabilitas “putus” nya lampu. Namun, meskipun lampu masih dapat menyala, sebaiknya diganti apabila penurunan fluks luminus secara ekonomis sudah tidak menguntungkan (± 60%). 2.7
Lampu 1.
Spektrum cahaya Dalam pemilihan lampu, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu
tampak warna yang dinyatakan dalam temperatur warna dan efek warna yang dinyatakan dalam indeks renderasi warna. Temperatur warna yang lebih besar dari 5300 Kelvin tampak warnanya dingin, 3300 ~ 5300 Kelvin tampak warnanya sedang dan lebih kecil dari 3300 Kelvin tampak warnanya hangat. Untuk perkantoran di Indonesia disarankan memakai temperatur warna lebih besar dari 5300 Kelvin atau antara 3300 ~ 5300 Kelvin. 2.
Umur lampu dan depresiasi Ada beberapa cara untuk menentukan umur lampu, antara lain : a. Umur individual teknik b. Umur rata-rata c. Umur minimum d. Umur rata-rata pengenal
Juga perlu dipertimbangkan keekonomisan lampu berdasarkan fluks luminus dan umur teknik, yaitu banyaknya jam menyala pada kombinasi antara depresiasi/pengurangan fluks luminus lampu dan kegagalan lampu. 2.8
Jenis lampu 1. Lampu pijar Lampu pijar menghasilkan cahaya dengan pemanasan listrik dari kawat filamennya pada tempratur yang tinggi. Temperatur ini memberi radiasi dalam daerah tampak dari spektrum radiasi yang dihasilkan. Komponen utama lampu pijar terdiri dari fileman, bola lampu, gas pengisi dan kaki lampu (fitting).
9
Gambar 2.1 : Lampu pijar dan Diagram Alir Energi Lampu Pijar (Sumber : SNI 03-6575-2001) 2.
Lampu Tungsten—Halogen Lampu halogen adalah sejenis lampu pijar. Lampu ini memiliki kawat pijar tungsten seperti lampu pijar biasa yang digunakan di rumah, tetapi bola lampunya diisi dengan gas halogen. Atom tungsten menguap dari kawat pijar panas dan bergerak naik ke dinding pendingin bola lampu. Atom tungsten, oksigen dan halogen bergabung pada dinding bola lampu membentuk molekul oksihalida tungsten. Suhu dinding bola lampu menjaga molekul oksihalida tungsten dalam keadaan uap. Molekul bergerak kearah kawat pijar panas dimana suhu tinggi memecahnya menjadi terpisah-pisah. Atom tungsten disimpan kembali pada daerah pendinginan dari kawat pijar – bukan ditempat yang sama dimana atom diuapkan. Pemecahan biasanya terjadi dekat sambungan antara kawat pijar tungsten dan kawat timah molibdenum dimana suhu turun secara tajam.
Gambar 2.2 : lampu hologen tungsten (Sumber : SNI 03-6575-2001) 3.
Lampu Neon 10
Lampu neon, 3 hingga 5 kali lebih efisien daripada lampu pijar standar dan dapat bertahan 10 hingga 20 kali lebih awet. Dengan melewatkan listrik melalui uap gas atau logam akan menyebabkan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan komposisi kimia dan tekanan gasnya. Tabung neon memiliki uap merkuri bertekanan rendah, dan akan memancarkan sejumlah kecil radiasi biru/ hijau, namun kebanyakan akan berupa UV pada 253,7nm dan 185nm. Bagian dalam dinding kaca memiliki pelapis tipis fospor, hal ini dipilih untuk menyerap radiasi UV dan meneruskannya ke daerah nampak. Proses ini memiliki efisiensi sekitar 50%. Tabung neon merupakan lampu ‘katode panas’, sebab katode dipanaskan sebagai bagian dari proses awal. Katodenya berupa kawat pijar tungsten dengan sebuah lapisan barium karbonat. Jika dipanaskan, lapisan ini akan mengeluarkan elektron tambahan untuk membantu pelepasan. Lapisan ini tidak boleh diberi pemanasan berlebih sebab umur lampu akan berkurang. Lampu menggunakan kaca soda kapur yang merupakan pemancar UV yang buruk. Jumlah merkurinya sangat kecil, biasanya 12 mg. Lampu yang terbaru menggunakan amalgam merkuri, yang kandungannya sekitar 5 mg. Hal ini memungkinkan tekanan merkuri optimum berada pada kisaran suhu yang lebih luas. Lampu ini sangat berguna bagi pencahayaan luar ruangan karena memiliki fitting yang kompak.
Gambar 2.3 : Lampu Neon (Sumber : SNI 03-6575-2001) 11
4.
Lampu Neon Kompak Lampu neon kompak yang tersedia saat ini membuka seluruh pasar bagi lampu neon. Lampu - lampu ini dirancang dengan bentuk yang lebih kecil yang dapat bersaing dengan lampu pijar dan uap merkuri di pasaran lampu dan memiliki bentuk bulat atau segi empat. Produk di pasaran tersedia dengan gir pengontrol yang sudah terpasang (GFG) atau terpisah (CFN).
Gambar 2.4 : lampu neon kompak (Sumber : SNI 03-6575-2001) 5.
Lampu LED Lampu LED merupakan lampu terbaru yang merupakan sumber cahaya yang efisien energinya. Ketika lampu LED memancarkan cahaya nampak pada gelombang spektrum yang sangat sempit, mereka dapat memproduksi “cahaya putih”. Hal ini sesuai dengan kesatuan susunan merah-biru - hijau atau lampu LED biru berlapis fospor. Lampu LED bertahan dari 40.000 hingga 100.000 jam tergantung pada warna. Lampu LED digunakan untuk banyak penerapan pencahayaan seperti tanda keluar, sinyal lalu lintas, cahaya dibawah lemari, dan berbagai penerapan dekoratif. Walaupun masih dalam masa perkembangan, teknologi lampu LED sangat cepat mengalami kemajuan dan menjanjikan untuk masa depan. Pada cahaya sinyal lalu lintas, pasar yang kuat untuk LED, sinyal lalu lintas warna merah menggunakan lampu 10W yang setara dengan 196 LEDs, menggantikan lampu pijar yang menggunakan 150W. Berbagai perkiraan potensi penghematan energi berkisar dari 82% hingga 93%. Produk pengganti LED, diproduksi dalam berbagai bentuk termasuk
12
batang ringan, panel dan sekrup dalam lampu LED, biasanya memiliki kekuatan 2-5W masing-masing, memberikan penghematan yang cukup berarti dibanding lampu pijar dengan bonus keuntungan masa pakai yang lebih lama, yang pada gilirannya mengurangi perawatan.
13
BAB 3 METODELOGI ERENCANAAN 3.1
Flowchart perencanaan
Mulai
Pengumpulan data
Metode desain 1. Pembuatan desain pada bangunan 2. Pembuatan desain interior pada bangunan
Perencanaan 1. Perhitungan titik lampu setiap ruangan 2. Rendring berupa format JPG
Hasil Dan Pembahasan
Kesimpulan dan saran
Selesai
Gambar 3.1 : flowchart perencanaan
14
3.2
Studi pengumpulan data Adapun studi pengumpulan data yang akan direncanakan yaitu : 1. Menggambarkan bentuk bangunan dan ruangan pada bangunan gedung tersebut 2. Merencanakan letak beberapa komponen pada setiap ruangan
3.3
Metode desain Adapun metode desain yang akan direncanakan adalah : Pembuatan desain interior menggunakan aplikasi google sketchup
3.4
Perencanaan Adapun rencana yang akan dikerjakan dalam penyelesaian tugas akhir ini
adalah memperhitungkan jumlah titik lampu yang akan digunakan pada setiap ruangan pada ruangan.
15
BAB 4 DATA DAN HASIL 4.1
Data
Data yang di peroleh didapatkan dari hasil perhitungan tiap-tiap ruangan pada bangunan berdasar kan SNI 03-6575-2001 tata cara pencahayaan buatan pada bangunan gedung. Badan standart nasional BSN.jakarta.
4.2
1.
Luas gedung
: 243 M2
2.
Jumlah lantai
: 4 lantai
3.
Jumlah ruangan tidur
: 122
4.
Jumlah ruangan makan bersama : 4
Hasil.
Gambar 4.1 : Permodelan Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis
Gambar 4.2 : Denah 2D Permodelan Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis 16
Gambar 4.3 : Denah 3D Permodelan Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis
Gambar 4.4 : denah 2D kamar tidur
17
Gambar 4.5 : denah 3D kamar tidur 4.3
perhitungan pencahayaan kamar tidur Jenis lampu yang di gunakan Lampu Neon Kontak 20W 220-240V 1180 lumen
Dimana : Erata rata
= 250
A
= 9 M2
Kp
= 0,95
Kd
= 0,8
F1
= 1180
N
=3
Fluks luminous total : Ftotal = 250 x 9 0,95 x 0,8 = 2250 0,76 = 2960,5263 Lumen. 18
Jumlah armature dengan persamaan : Ntotal
= 2960,53 1180 x 3 = 2961 3540 = 0,83
Jadi untuk kamar tidur dengan luas 9M2 menggunakan lampu 20W dan 1 armatur.
Gambar 4.6 : pencahayaan Buatan kamar tidur Keterangan : untuk pencahayaan pada meja belajar digunakan lampu LED meja belajar sebesar 5 Watt. 4.4
perhitungan pencahayaan kamar mandi Jenis lampu yang di gunakan Lampu Neon Kontak 5W 150-250V 250 lumen.
19
Gambar 4.7 : pencahayaan buatan kamar mandi Dimana : Erata rata
= 250
A
= 3 m2
Kp
= 0,95
Kd
= 0,8
F1
= 250
N
=2
Fluks luminous total : Ftotal = 250 x 3 0,95 x 0,8 = 750 0,76 = 986.84211 Lumen. Jumlah armature dengan persamaan : Ntotal
= 986.84211 250 x 2 = 986.84211 500 = 1,974 2
Jadi untuk kamar mandi dengan luas 3 M menggunakan lampu 5W dengan jumlah 1 armatur.
20
4.5
perhitungan pencahayaan ruang makan bersama luas 50 M2 Jenis lampu yang di gunakan Lampu Neon Kontak 20W 220-240V 1180 lumen
Dimana : Eratarata
= 250
A
= 50
Kp
= 0,95
Kd
= 0,8
F1
= 1180
N
=3
Fluks luminous total : Ftotal = 250 x 50 0,95 x 0,8 = 12500 0,76 = 16447,368 Lumen. Jumlah armature dengan persamaan : Ntotal
= 16447,368 1180 x 3 = 16447 3540 = 4,646
Jadi untuk ruang makan bersama dengan luas 50 M2 menggunakan lampu 20W dan 4 armatur.
Gambar 4.8 : pencahayaan Buatan ruang makan bersama 21
BAB 5 PENUTUP 5.1
Kesimpulan Setelah melaksanakan tugas akhir ini dengan judul “ Perencanaan
Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis). Didapat kesimpulan sebagai berikut : 1.
kamar tidur
: lampu neon kontak 20W dengan jumlah 1armature
2.
kamar mandi
: lampu neon kontak 5W dengan jumlah 1 armature
3.
ruang makan
: lampu neon kontak 20W dengan jumlah 4
armature 5.2
Saran 1.
Dimensi ruangan yang sering diperhaikan sudut pandang tata letak ruangan satu dengan ruangan lainnya sesuai jarak penglihatan mata manusia.
2.
Dalam perencanaan pencahayaan tugas akhir ini selanjutnya bisa memperhitungkan pencahyaan alami, perhitungan pencahayaan exterior.
22
View more...
Comments