perencanaan Kota
September 16, 2017 | Author: qoritaayna | Category: N/A
Short Description
tanjung pinang...
Description
Gambaran Umum Wilayah Gambaran Umum Wilayah Kota Tanjungpinang Kota Tanjungpinang adalah ibukota Kabupaten Kepualauan Riau, terletak di Pulau Bintan. Secara geografis wilayah Kota Tanjungpinang terletak antara 0º 51’ 30” - 0º 59’ 8” Lintang Utara dan 104º 24’ - 104º 34’ Bujur Timur dengan luas wilayah 239,5 km2 dengan batasbatas sebagai berikut : � Batas Utara : Kabupaten Kepulauan Riau � Batas Selatan : Kabupaten Kepulauan Riau, dan Batam � Batas Timur : Kabupaten Kepulauan Riau � Batas Barat : Kabupaten Kepulauan Riau, dan Batam
Gambar 1 Peta Administratif Kota Tanjungpinang
Sumber : Bapeda Kota Tanjungpinang Kota Tanjungpinang terdiri dari 4 kecamatan yaitu Kecamatan Bukit Bestari, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang Kota, dan Tanjungpinang Barat. Status Kota Tanjungpinang adalah kota administratif dari Kabupaten Kepulauan Riau. Kota ini memiliki kawasan yang strategis dan terletak di segitiga SIJORI (Singapura, Johor, dan Riau). Kota ini memiliki cukup banyak daerah parawisata seperti Pulau Penyengat yang hanya berjarak kurang lebih 2 mil dari pelabuhan laut Tanjungpinang - Pelabuhan Sri Bintan 1
Pura, Pantai Trikora dengan pasir putihnya terletak kurang lebih 65 km dari kota, dan pantai buatan yang terletak di garis pantai pusat kota sebagai pemanis atau wajah kota (waterfront city). Pelabuhan Laut Tanjungpinang - Pelabuhan Sri Bintan Pura memiliki kapal-kapal jenis feri dan feri cepat (speedboat) untuk akses domestik ke pulau Batam dan pulau-pulau lain seperti; kepulauan Karimun dan Kundur, serta kota-kota lain di Riau daratan, juga merupakan akses internasional ke negara Malaysia dan Singapura. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Pontianak Kabupaten Pontianak adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Kalimantan Barat. Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Mempawah. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.276,90 km² dan berpenduduk sebesar kurang lebih 234.021 jiwa. Secara geografis Kabupaten Pontianak terletak pada posisi 0°44’ Lintang Utara dan 0°0,4’ Lintang Selatan serta 108°24’ - 109°21,5’ Bujur Timur. Karakter fisik wilayah terdiri dari daerah daratan dan pulau-pulau pesisir yang memiliki lautan. Secara administratif perbatasan Kabupaten Pontianak adalah sebagai berikut:
Utara : Kabupaten Bengkayang
Selatan : Kabupaten Kuburaya dan Kota Pontianak
Barat : Laut Natuna
Timur : Kabupaten Landak
2
Gambar 2 Peta Administratif Kabupaten Pontianak
Sumber : Dalam Staatblad tahun 1926 No. 59 jo Tahun 1948 No. 1986, Kalimantan Barat terbagi dalam 12 Swapraja dan Neo Swapraja. Dari 12 Swapraja itu terdapat Swapraja Mempawah, Landak dan Kubu. Berdasarkan SK Menteri Pemerintahan RI Nomor : PEM 20/6/10 Tanggal 8 September 1951 yang dulunya membagi wilayah administratif Kalimantan Barat, mengadakan pembagian wilayah administratif yang baru, terdiri dari 6 kabupaten administratif dan 1 kota administratif. Kabupaten Daerah Tingkat II Pontianak ditetapkan ibukotanya berkedudukan di Pontianak. Dengan SK Menteri Pemerintahan Umum Otonomi Daerah no. 52/1/9 – 11 tanggal 5 Februari 1963, diadakan peninjauan kembali tentang letak ibukota Kabupaten yang dulunya berkedudukan di Pontianak kemudian dipindahkan ke Mempawah. Kabupaten Pontianak awalnya terdiri dari 16 kecamatan, tetapi pada tahun 2007 kabupaten Pontianak dimekarkan dengan membentuk kabupaten Kubu Raya. Akibat pemekaran wilayah ini, jumlah kecamatan di kabupaten Pontianak tinggal 9 kecamatan, 7 kelurahan dan 60 desa. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Sadaniang dengan luas 213,90 km2 atau 16,75 persen, sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Anjongan dengan luas wilayah 80,58 km2 atau 6,31 persen dari luas wilayah Kabupaten Pontianak.
3
Identifikasi kawasan perkotaan 1. Pengertian Kota Kota (city) adalah tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya karena terjadi pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan kegiatan atau aktifitas penduduknya. Dengan ungkapan yang berbeda definisi kota lain adalah permukiman yang berpenduduk relatif besar, luas areal terbatas, pada umumnya bersifat non agraris, kepadatan penduduk relatif tinggi, tempat sekelompok orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis, dan individualistis (Ditjen Cipta Karya:1997). Dalam konteks ruang, kota merupakan satu sistem yang tidak berdiri sendiri. Secara internal kota merupakan satu kesatuan sistem kegiatan fungsional didalamnya, sementara secara eksternal, kota dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Apabila ditinjau secara lebih spesifik, kota mempunyai pengertian dan batasan yang bermacam – macam sesuai dengan sudut tinjauan tiap pakar/disiplin ilmu. Pengertian atau definisi kota secara klasik yang dapat ditelusuri dari kepustakaan yang terkait antara lain :
Dwight Sanderson (1942:664): Kota adalah tempat yang berpenduduk 10.000 orang atau lebih (dalam Kahirudin,1992:4-5)
Wirth (P.J.M.Nas,1997:29): Kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen, dihuni oleh orang – orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Karena jumlah penduduk dan kepadatannya, keadaan daerahnya yang merupakan tempat tinggal permanen dan sifat yang heterogen di kota, maka hubungan sosial menjadi longgar, acuh, dan tidak pribadi (impersonal relations)
Hoekveld Geograf dari Belanda memberikan definisi tentang istilah kota, berasarkan komponen dasarnya, yang meliputi : aspek morfologi, jumlah penduduk, sosial, ekonomi, dan hukum (Reksomarnoto 2006). a. Morfologi Di kota pada umumnya terdapat gedung – gedung besar dan tinggi, serta lokasinya berdekatan. Sedangkan di desa terdpat rumah – rumah yang tersebar dalam lingkungan alam. Pengertian atas dasar morfologi ini, dalam perkembangannya, menyulitkan, karena ternyata seiring dengan perkembangan zaman, adanya perbedaan bentuk fisik kota bagian pinggiran sudah mirip dengan fisik di desa. Sementara itu keberadaan
4
rumah – rumah dan bangunan di desa, dalam perkembangannya meniru gaya di kota. b. Jumlah Penduduk Pengertian kota dapat diukur berdasarkan jumlah pendudunya. Istilah kota kemudian dikelompokkan berdasarkan jumlah penduduknya. Istilah ini juga dipakai di Indonesia, sehingga kota ada tingkatannya menjadi :
Kota Kecil, bila jumlah penduduk antara 20.000 – 50.000 jiwa;
Kota Sedang, bila jumlah penduduknya antara 50.000 – 100.000 jiwa:
Kota Besar, bila jumlah penduduknya antara 100.000 – 1000.000 jiwa;
Kota Metropolitan, bila penduduknya antara 1000.000 – 10 juta jiwa;
Kota Megalopolis (megapolitan), bila penduduknya lebih dari 10.000.000 jiwa.
c. Hukum Pengertian kota disini dikaitkan dengan adanya hak – hak masyarakat yang memiliki hukum dan dilindungi oleh hukum bagi seluruh penghuni kota. Berlakunya hukum positif yang tertulis merupakan karakteristik kota. d. Ekonomi Karakteristik kehidupan masyarakat yang berada di wilayah kota adalah hidup secara non agraris. Fungsi kota yang lebih dominan dan menjadi kekhasannya adalah di bidang kultural, industri, jasa dan perdagangan. Interaksi dan interelasi masyarakat kota yang paling menonjol ditandai dengan aktivitas yang bersifat ekonomis dan perniagaan sehingga transaksi perdagangan terjadi di pasar – pasar, pertokoan, mal, dan supermarket. e. Sosial Kehidupan masyarakat kota, ditandai oleh hubungan – hubungan antar penduduk secara impersonal. Setiap warga negara yang tinggal di kota memiliki kebebasan pergaulan dengan berbagai kalangan dan dasar hubungan sosialnya bersifat lugas. Tradisi kehidupan di kota, tampak seperti terkotak – kotak oleh kepentingan yang berbeda – beda dan setiap
5
orang bebas memilih hubungannya dengan siapa saja dan melakukan apa saja yang diinginkannya. Karakteristik Perkotaan Definisi kawasan perkotaan di indonesia secara formal adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (UU No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang). Pengertian kawasan perkotaan secara fungsional di atas yang mendasari perhitungan jumlah penduduk perkotaan dengan basis data desa sebagai unit terkecil untuk ditetapkan terlebih dahulu apakah bersifat desa urban atau desa rural. Dalam hal ini sejak tahun 1980, BPS telah mempergunakan kriteria desa urban sebagai berikut.
Kepadatan Penduduk: Suatu desa dengan kepadatan penduduk 5000 orang per-km2 didefinisikan sebagai kota.
Persentase rumah tangga pertanian: Suatu desa yang kurang dari 25% rumah tangganya berusaha dalam bidang pertanian, didefinisikan sebagai kota.
Jumlah fasilitas kota: Suatu desa yang memiliki 8 atau lebih jenis fasilitas (dari maksimum 14 : kendaraan umum bermotor, bioskop, SD, SMP, SMA, klinik, klinik bersalin, puskesmas, kantor pos, bank, pasar tertutup, daerah pertokoan, asrama atau hotel, dan tempat penyewaan alat pesta) didefiinisikan sebagai kota.
Dari data BPS Kabupaten Pontianak tahun 2012 didapatlah data seperti tabel dibawah ini : Tabel 1 Kriteria daerah perkotaan di Kabupaten Pontianak
Kecamatan
Kepadatan (km2)
Mata Pencaharian Guna Lahan
Non Agraris
Agraris
(%)
(%)
Jumlah
Fasilitas
penduduk
Non Siantan
259,59 Terbangun
43,6
56,4
8
41613
47,5
52,5
7
20871
37,7
62,3
8
48770
Non Segedong
127,26 Terbangun
Sungai
Non
Pinyuh
402,65 Terbangun 6
Mata Pencaharian Kecamatan
Kepadatan (km2)
Guna Lahan
Non Agraris
Agraris
(%)
(%)
Jumlah
Fasilitas
penduduk
Non Anjongan
212,77 Terbangun
31,8
68,2
9
17145
265,118 Terbangun
78,2
22,8
9
35388
214,98 Terbangun
77,4
23,6
7
25995
Mempawah Hilir Mempawah Timur Sungai
Non
Kunyit
145,27 Terbangun
46,4
53,6
7
22749
Toho
145,02 Terbangun
53,7
46,3
7
18273
48,82 Terbangun
63,3
36,7
7
10444
Sadaniang
Sumber : Kabupaten Pontianak dalam angka tahun 2013,BPS Melihat karakteristik perkotaan yang digunakan oleh BPS pada tahun 1980 maka dapat dikatakan bahwa dari 9 kecamatan yang ada di Kabupaten Pontianak hanya 2 kecamatan yaitu kecamatan Mempawah Hilir dan Kecamatan Mempawah Timur yang memenuhi 3 dari 5 kriteria tersebut . Maka dapat dikatakan bahwa kecamatan Mempawah Hilir dan Kecamatan Mempawah Timur merupakan kota .
7
Gambar 3 Peta Kawasan Perkotaan di Kabupaten Pontianak Kawasan Perkotaan
Sumber : Hasil Pengamatan 2014 Hoekveld Geograf dari Belanda mengatakan bahwa pengertian kota dapat diukur berdasarkan jumlah pendudunya. Istilah kota kemudian dikelompokkan berdasarkan jumlah penduduknya. Istilah ini juga dipakai di Indonesia, sehingga kota ada tingkatannya menjadi :
Kota Kecil, bila jumlah penduduk antara 20.000 – 50.000 jiwa;
Kota Sedang, bila jumlah penduduknya antara 50.000 – 100.000 jiwa:
Kota Besar, bila jumlah penduduknya antara 100.000 – 1000.000 jiwa;
Kota Metropolitan, bila penduduknya antara 1000.000 – 10 juta jiwa;
Kota Megalopolis (megapolitan), bila penduduknya lebih dari 10.000.000 jiwa.
Melihat data BPS tahun 2013 didapat lah bahwa penduduk Kecamatan Mempawah Hilir sebanyak 35.338 jiwa dan Kecamatan Mempawah Timur sebanyak 25.995 jiwa yang jika dijumlahkan maka jumlah penduduk Kecamatan Mempawah Hilir dan Mempawah Timur sebanyak 61.333 jiwa, maka jika dikaitkan dengan teori yang dikemukakan oleh Hoekveld Geograf dari Belanda Kecamatan Mempawah Hilir dapat dimasukkan Kota Sedang, karena jumlah penduduknya antara 50.000 – 100.000 jiwa
8
2. Bentuk Struktur Kota dan Aspek Pembentuk Kota Jelaskan komponen kegiatan pembentuk kota dan apa saja yang mempengaruhinya
Secara konsepsional, unsur-unsur pembentuk struktur tata ruang kota telah dikemukakan oleh banyak pakar. Menurut Doxiadis, perkotaan atau permukiman kota merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur, yakni alam (nature), individu manusia (antropos), masyarakat (society), ruang kehidupan (shells), dan jaringan (network). Dalam perspektif yang berbeda, menurut Patrick Geddes, karakteristik permukiman sebagai suatu kawasan memiliki unsur yaitu place (tempat tinggal); work (tempat kerja); folk (tempat bermasyarakat).
Kus Hadinoto (1970-an) mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok, yaitu wisma, tempat tinggal (perumahan); karya: tempat bekerja (kegiatan usaha); marga, jaringan pergerakan, jalan; suka, tempat rekreasi/hiburan; penyempurna, prasarana dan sarana. Unsur pembentuk struktur tata ruang kota dapat pula dipahami secara persepsional seperti dikemukakan oleh Kevin Lynch yang menyatakan sifat suatu objek fisik menyebabkan kemungkinan besar membuat citra (image) yang kuat pada setiap orang. Menurutnya ada lima unsur dalam gambaran mengenai kota yaitu path, edge, district, node, dan landmark. Sebagai wujud struktural pemanfaatan ruang, kota terdiri dari susunan unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan struktural yang berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang kota. Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005:97) yaitu: 1. Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan. 2. Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat. 3. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau. 4. Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.
Terbentuknya suatu kota dipengaruhi oleh berbagai komponen. Komponen pembentuk kota adalah elemen-elemen yang menjadi bagian dari wilayah perkotaan dan menjadi yang membentuk struktur kota. Komponen tersebut biasanya mewakili atau diwujudkan oleh jenis 9
kegiatan yang ada diatas permukaan bumi atau lahan atau disebut juga sebaga penggunaan lahan. Adapun jenis pembentuk komponen kota antara lain adalah:
Perumahan, Kawasan perumahan pada dasarnya adalah tempat untuk istirahat setelah melakukan segala kegiatan yang dilakukan sehari-hari. a. Kriteria Lokasi:
Dekat dengan fasilitas umum dar fasilitas social
b. Karakteristik Kegiatan
Membutuhkan ketenangan (untuk istirahat)
Pendidikan, Fasilitas pendidikan adalah tempat untuk menjalankan proses kegiatan pembelajaran yang membutuhkan proses komunikasi. a. Kriteria Lokasi:
Membutuhkan ketenangan (untuk proses belajar mengajar)
Dekat dengan konsumen (perumahan)
Untuk pendidikan dasar sebaiknya dekat dengan perumahan
Untuk pendidikan menengah dan tinggi bisa lebih jauh
Mempunyai akses lokal yang baik
b. Karakteristik Kegiatan
Menimbulkan keramaian dan kemacetan (pada saat selesai belajar)
Kesehatan, Fasilitas kesehatan adalah tempat untuk menjalankan proses penyembuhan (recovery) dari keadaan sakit. a. Kriteria Lokasi:
Membutuhkan ketenangan (untuk istirahat dan penyembuhan)
Dekat dengan konsumen (perumahan)
Mempunyai akses lokal yang baik
b. Karakteristik Kegiatan
Menimbulkan keramaian (pada saat kunjungan pasien di rumah sakit)
Menimbulkan polusi (limbah rumah sakit) 10
Olah Raga, Fasilitas olah raga yang menjadi komponen pembentuk kota adalah pusat kegiatan olahraga atau lapangan olah raga yang cukup besar, seperti lapangan sepak bola atau lapangan pacuan kuda. Hal ini disebabkan oleh pengaruh terhadap lingkungan cukup besar. a. Kriteria Lokasi:
Dekat dengan konsumen (perumahan)
Mempunyai akses lokal yang baik
b. Karakteristik Kegiatan
Menimbulkan keramaian
Mengakibatkan kemacetan
Mengakibatkan polusi suara
Perdagangan, Kegiatan perdagangan adalah tempat terkonsentrasinya kegiatan transaksi atau jual beli barang dagangan. a. Kriteria Lokasi
Mempunyai akses yang baik ke daerah perumahan untuk perdagangan eceran dan transportasi regional (jalan arteri, terminal, stasion) untuk perdagangan grosir
Mudah dicapai oleh produsen barang dagangan
Membutuhkan kenyamanan (untuk berbelanja)
Berdekatan dengan pusat kegiatan lain seperti pusat kegiatan masyarakat rekreasi, kesenian, dan hiburan lainnya
Ketersediaan tempat parkir
b. Karakteristik Kegiatan
Menimbulkan keramaian
Mengakibatkan kemacetan
Mengakibatkan polusi suara
Perkantoran, Kegiatan perkantoran adalah kegiatan bekerja yang relatif tidak ada kegiatan transaksi tetapi berupa pelayanan pada masyarakat, baik profit maupun non
11
profit.Hal ini mengakibatkan terjadinya konsentrasi manusia pada saat kegiatan tersebut berlangsung.Kegiatan tersebut berupa perkantoran pemerintah dan atau swasta. a. Kriteria Lokasi:
Mudah dijangkau oleh pegawai dan pengguna
Dekat dengan perumahan (untuk tenaga kerja)
b. Karakteristik Kegiatan
Menimbulkan keramaian
Industri, Kegiatan industri pada dasarnya merupakan kegiatan produksi barang atau merubah barang menjadi lebih bermanfaat/mempunyai nilai tambah. Dalam Proses merubah barang dari barang mentah (bahan baku) menjadi barang jadi (produk) atau barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang setengah jadi menjadi barang jasa. a. Kriteria Lokasi:
Mudah dicapai oleh konsumen (Kawasan perdagangan, yang mendeliveri produk ke pengguna produk industri)
Harus dekat dengan perumahan (untuk memenuhi tenaga kerja)
Harus dekat dengan bahan baku (sebagai barang yang dirubah menjadi barang yang lebih bermanfaat)
Memiliki akses yang tinggi (ke konsumen maupun ke bahan baku)
Dekat dengan infrastruktur (sumber energi dan air)
b. Karakteristik Kegiatan:
menimbulkan polusi pandangan, udara, air, suara dan sebagainya
Mengakibatkan kemacetan (saat pergantian pekerja)
Kawasan Militer, Kawasan kompleks militar pada dasarnya merupakan suastu kawasan dalam ukuran yang luas (bisa menjadi pembentuk kota). Adapun kegiatan yang ada di dalamnya bisa berupa kawasan perkantoran, diklat, perumahan dan sebagainya.Terkadang merupakan suatu tempat Rahasia dan butuh keamana. a. Kriteria Lokasi: 12
Jauh dari permukiman
Jauh dari pusat kegiatan
b. Karakteristik Kegiatan:
Berbahaya bagi penduduk
Pariwisata,
Kegiatan
pariwisata.pada
dasarnya
merupakan
kegiatan
untuk
menghilangkan/mengurangi kejenuhan atau rutinitas keseharian. Sifat kegiatan ini menikmati sesuatu yang berbeda dengan hal yang dilakukan atau dijumpai dalam keseharian. a. Kriteria Lokasi:
Memiliki daya tarik (baik alam maupun buatan) yang cukup kuat
Dekat dengan aksesibilitas (agar mudah dicapai konsumen)
Ditunjang oleh lingkungan yang nyaman dan asri
b. Karakteristik Kegiatan:
Menimbulkan keramaian
Berbahaya bagi penduduk
Transportasi, Kegiatan transportasi adalah sistem transportasi yang dapat menunjang seluruh proses kegiatan baik kegiatan sektor potensial maupun sektor-sektor pendukung lainnya. kegiatan transportasi ini berupa terminal, stasiun, pelabuhan maupun bandara. Pada dasarnya kegiatan trasportasi tersebut merupakan tempat pergantian moda transportasi, baik berbeda maupun sejenis. a.
Kriteria Lokasi:
Mudah dicapai oleh penduduk
Memiliki simpul-simpul strategis yang dapat mendukung pergerakan antar wilayah maupun kawasan.
Menunjang aksesibilitas ke kegiatan sektor potential yang ada
b. Karakteristik Kegiatan:
dapat menimbulkan bangkitan lalu lintas
13
Jelaskan apa yang dimaksud dengan bentuk kota dan struktur kota dan apa saja hal yang mempengaruhi
Struktur kota
Pengertian struktur ruang kota Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta system prasarana maupun sarana.Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional.Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak.Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang. Dalam suatu kota terdapat hierarki pusat pelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan yang ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal.Ilmu Struktur Ruang Kota merupakan ilmu yang membahas tentang bagaimana pola-pola penggunaan lahan di kawasan kota. Menurut Hadi Sabari Yunus dalam buku Struktur Ruang Kota (2000) berpendapat bahwa ada 5 (lima) kategorisasi pendekatan-pendekatan tentang penggunaan lahan kota, yaitu: 1. Pendekatan Ekologikal (Ecological Approach). 2. Pendekatan Ekonomi (Economic Approach). 3. Pendekatan Morfologikal (Urban Morphological Approach). 4. Pendekatan Sistem Kegiatan (Activity Systems Approach). 5. Pendekatan Ekologi Faktoral (Factoral Ecology Approach). Pendekatan Ekologikal oleh McKenzie (1925) diartikannya sebagai suatu studi hubungan spatial dan temporal dari manusia yang dipengaruhi oleh kekuatan, selektif, distributif, dan akomodatif dari pada lingkungan. Pendekatan Ekonomi oleh Cooley (1894) dan Weber (1895) mengemukakan bahwa jalur transportasi dan titik simpul (pertemuan beberapa jalur transportasi) dalam suatu sistem transportasi mempunyai peran yang cukup besar terhadap perkembangan kota. Pendekatan Morfologi Kota oleh (Hebert, 1973) mengemukakan bahwa tinjauan terhadap morfologi kota ditekankan pada bentukbentuk fisikal dari lingkungan kekotaan dan hal ini dapat diamati dari kenampakan kota secara fisikal yang antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik daerah hunian maupun bukan (perdagangan/industri) dan juga bangunan14
bangunan individual. Pendekatan Sistem Kegiatan (Chapin, 1965) diartikan secara komprehensif sebagai suatu upaya untuk memahami pola-pola perilaku dari perorangan, lembaga-lembaga dan firma-firma yang mengakibatkan terciptanya pola-pola keruangan di dalam kota. Pendekatan Ekologi Faktoral, hal ini digunakan untuk menganalisis struktur keruangan kota (urban spatial structure) dengan menggunakan analisis faktor sebagai tekniknya. Struktur Kota dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: 1. Pola jaringan jalan 2. Daya dukung lahan 3. Sebaran sumberdaya alam 4. Hubungan fungsional antar kegiatan 5. Kebijaksanaan pemerintah 6. Bentuk dan model struktur ruang Bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005:103-105): 1. Monocentric City Monocentric City adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai Central Bussines District (CBD). 2. Polycentric City Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota. Sementara itu secara berangsur- angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi komplek perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan hanya wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh kota. CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota (regional centre) akan membentuk kota menjadi polycentric city atau cenderung seperti multiple nuclei city yang terdiri dari: 15
a. CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran. b. Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang tadinya dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan setelah berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi dilayani oleh sub pusat kota. c. Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai perkembangan kota. d. Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan perluasan wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub pusat kota. e. Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang secara berangsur-angsur tidak menunjukkan kota lagi, melainkan mengarah ke bentuk pedesaan (rural area). 3. Kota Metropolitan Kota Metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut, tetapi semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah metropolitan. Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat-pusat pelayanan diantaranya adalah: 1. Mono Centered Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain. 2. Multi Nodal Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub-sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub-sub pusat selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat. 3. Multi Centered Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. 4. Non Centered Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat. Semua node memiliki hirarki sama dan saling terhubung antara satu dengan yang lain.
16
Gambar 4 Model Struktur Ruang
Sumber: Sinulingga (2005) Selain itu beberapa penulis juga menggolongkan tipologi struktur ruang sebagaimana pada gambar dibawah ini : Gambar 5 Struktur Ruang
Sumber: Wiegen (2005) Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa 17ertical1717e model bentuk kota. 17
Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang disarankan, yaitu: 1. Bentuk Satelit dan Pusat-pusat Baru (18ertical18 and 18ertical plans), kota utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien. 2. Bentuk Stellar atau Radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan yang menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paruparu kota, tempat rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota. 3. Bentuk Cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang disepanjang jalan utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka. 4. Bentuk Linier Bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil tumbuh di bagian kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, di pinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial dan di belakangnya ditempati permukiman penduduk. 5. Bentuk Inti/Kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil. 6. Bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar dan kompak terdapat beberapa urban center, dimana masing-masing pusat mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain; dan 7. Bentuk Kota Bawah Tanah (underground city plans), struktur perkotaannya dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau. Bentuk-bentuk kota tersebut seperti terlihat pada Gambar 6
18
Gambar 6 Beberapa Alternatif Bentuk Kota
Sumber: Hudson, 1999
19
Bentuk dan struktur dari kota yang dipilih dan jelaskan hal-hal yang mempengaruhinya Gambar 7 Peta RTRW Kota Tanjungpinang 2005-2015
Sumber : Bapeda Kota Tanjungpinang
Lokasi pengamatan adalah Kota Tanjungpinang, Kota Tanjungpinang merupakan ibukota dari Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah Kota Tanjungpinang terdiri dari 4 (empat) kecamatan, batas-batas wilayah sebagai berikut: Batas Wilayah : - Sebelah utara
: Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan.
- Sebelah Selatan : Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan. - Sebelah Barat
: Kecamatan Galang Kota Batam.
- Sebelah Timur : Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan
Kota Tanjungpinang merupakan kota yang syarat akan sejarah, budaya dan adat istiadat melayu sekaligus ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Pulau Penyengat sebagai salah satu pulau yang masuk dalam wilayah Kota Tanjungpinang adalah pusat 20
Kerajaan Melayu Riau – Lingga sekitar abad XVI. Selain Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang juga terdiri dari beberapa pulau kecil lainnya yang terdiri dari Pulau Dompak, Pulau Terkulai, Pulau Los, Pulau Basing, Pulau Setakap dan Pulau Bayan. Kegiatan usaha yang memberikan kontribusi bagi Kota Tanjungpinang diperoleh dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang mencapai 28,08%. Kegiatan usaha yang memberikan sumbangan terbesar lainnya diperoleh dari sektor industri pengolahan serta dari sektor pengangkutan dan komunikasi. Kota Tanjungpinang berada di Pulau Bintan dengan letak geografis berada pada 00 51′ s/d 00 59′ LU dan 104 23′ s/d 104 34′ BT. Wilayah Kota Tanjungpinang mencapai 239,50 KM2 dengan keadaan geologis sebagian berbukit-bukit dan lembah yang landai sampai tepi laut.
1. Bentuk Kota Tanjungpinang Berdasarkan literatur yang telah dijabarkan pada sebelumnya dan ditinjau dari peta RTRW (rencana tata ruang wilayah) Kota Tanjungpinang, kota ini memiliki bentuk memencar (dispersed city plans) karena kota ini dalam kesatuan morfologi yang besar dan kompak terdapat beberapa urban center, dimana masing-masing pusat mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain. Gambar 8 Ilustrasi bentuk Kota Tanjungpinang
Sumber : Hasil pengamatan 2014
21
2. Struktur Kota Tanjungpinang Menurut literature yang telah dijabarkan sebelumnya, Kota Tanjungpinang memiliki struktur kota ditinjau dari segi pelayanan (retail) adalah Polycentric City karena perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota. Sementara itu secara berangsur- angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi komplek perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan hanya wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh kota. CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota (regional centre) akan membentuk kota menjadi polycentric city atau cenderung seperti multiple nuclei city yang terdiri dari:
CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran.
Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang tadinya dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan setelah berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi dilayani oleh sub pusat kota.
Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai perkembangan kota.
Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan perluasan wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub pusat kota.
Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang secara berangsur-angsur tidak menunjukkan kota lagi, melainkan mengarah ke bentuk pedesaan (rural area).
Jika dilihat dari jumlah penduduk yang ada di kota Tanjungpinang adalah 199.619 jiwa dan jika melihat literature dari buku karangan Iwan Bustami dengan judul Pengantar Perencanaan Kota, Kota Tanjungpinang terasuk kota besar jika melihat jumlah penduduknya.
22
Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan pada gambar 9 Gambar 9 Kota Tanjungpinag dari satelit
Sumber :https://maps.google.com/ Evaluasi kawasan berikut yang ada, berdasarkan hubungan fungsional antar kegiatannya
Setelah mengetahui bentuk dan struktur Kota Tanjungpinang adapun hubungan fungsional antar kegiatan yang ada di dalamnya dengan melihat RTRW (rencana tata ruang wilayah) Kota Tanjungpinang, beberapa hubangan fungsional akan dijabarkan sebagai berikut : 1. Fasilitas transportasi – Permukiman Fasilitas transportasi adalah hal yg paling menunjang untuk membentuknya suatu kota, salah satunya penempatan terminal. Jika melihat terminal yang ada di Kota Tanjungpinang pada RTRW (rencana tata ruang wilayah) hanya memiliki 2 terminal saja yg lokasinya relatif dekat dan dalam jalan arteri yang sama, sebaiknya terminal menyebar dan dekat dengan permukiman agar masyarakat dapat mudah mengakses transportasi kemana saja di Kota Tanjungpinang dan dalam hubungan fungsionalnya Harus dekat, yaitu bentuk hubungan antar kegiatan yang mempunya intensitas hubungan yang tinggi, saling membutuhkan dan tidak saling menganggu.
23
2. Fasilitas transportai – Pendidikan Dengan melihat peta RTRW (rencana tata ruang wilayah) Kota Tanjungpinang fasilitas transportasi yaitu terminal berada jauh dari tempat pendidikan tinggi, sehubungan dengan fasilitas transpotasi memeliki hubungan yang erat dengan pendidikan. Karena terminal merupakan penunjang kegiatan pendidikan tinggi ini agar mahasiswa/mahasiswi dan para staf pengajar mendapatkan akses yang lebih mudah, maka oleh sebab itu hubungan fungsionalnya Harus dekat, yaitu bentuk hubungan antar kegiatan yang mempunya intensitas hubungan yang tinggi, saling membutuhkan dan tidak saling menganggu. 3. Fasilitas transportasi – Pariwisata Melihat RTRW (rencana tata ruang wilayah) Kota Tanjungpinang fasilitas transportasi yaitu terminal berada jauh dengan terminal, dimana seharusnya terminal menjadi penunjang kegiatan pariwisata. Jika tidak ada akses untuk menuju obyek wisata makan pengunjung akan kesulitan untuk berkunjung, oleh sebeb itu hubungan fungsionalnya Harus dekat, yaitu bentuk hubungan antar kegiatan yang mempunya intensitas hubungan yang tinggi, saling membutuhkan dan tidak saling menganggu.
24
Untuk lebih jelas bias di lihat pada gambar hubungan fungional dibawah ini. Gambar 10 Hubungan fungsional antar kegiatan kota.
Sumber : Modul Perencanaan Kota,2014 3. Pelayanan Kota Menurut Zakiah Daradjat, fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya dan memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Suryo Subroto, fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat memudahkan dan memperlancar pelaksanaan suatu usaha, dapat berupa benda maupun uang. Fasilitas menurut jenisnya dibagi menjadi 2, yaitu fasilitas umum dan fasilitas sosial. Fasilitas umum adalah fasilitas yang diadakan untuk kepentingan umum. Fasilitas sosial adalah fasilitas yang diadakan oleh pemerintah atau pihak swasta yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum dalam lingkungan pemukiman.
Identifikasi Kebutuhan Fasilitas Kota Tanjungpinang tahun 2034 Untuk mengetahui kebutuhan fasilitas Kota Tanjungpinang maka harus diketahui dulu jumlah penduduk Kota Tanjungpinang tahun 2034 dengan perhitungan proyeksi menggunakan rumus eksponen seperti dibawah ini :
25
Po = Tahun dasar = 2,71828282 t = Tahun r = Laju Pertumbuhan Penduduk
Dengan menggunakan rumus diatas dan mengacu pada jumlah penduduk tahun 2010 – 2012, maka didapatlah jumlah penduduk Kota Tanjungpinang tahun 2034 seperti tabel dibawah ini : Tabel 2 Jumlah Penduduk Kota Tanjungpinang tahun 2012 dan 2034 Tahun Kecamatan 2012
2034
Bukit Bestari
57641
62514
Tanjungpinang Timur
77633
78817
Tanjungpinang Kota
17650
17160
Tanjungpinang Barat
46695
45678
Sumber : Kota Tanjungpinang dalam angka,2012 dan Hasil Perhitungan 2014 a. Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan adalah semua keperluan yang diperlukan dalam proses belajarmengajar, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien. Pada zaman global sekarang, pendidikan merupakan sesuatu yang penting. Karena pendidikan merupakan akar dari peradaban sebuah bangsa. Pendidikan sekarang telah menjadi kebutuhan pokok yang harus dimiliki setiap orang agar bisa menjawab tantangan kehidupan. Pada tahun 2034 penduduk Kota Tanjungpinang mengalami peningkatan seperti yang sudah tertera pada tabel diatas , maka dengan meningkatnya jumlah penduduk Kota Tanjungpinang disertai juga dengan peningkatan kebutuhan fasilitas pendidikan seperti yang tertera pada tabel dibawah ini :
26
Tabel 3 Tabel Kebutuhan Fasilitas Pendidikan Kota Tanjungpinang Tahun Kecamatan
Kebutuhan
2012
2034
SMP
SMA
TK
SD
SMP
SMA
TK
SD
SMP
SMA
TK
SD
Bukit Bestari
13
19
11
8
50
39
13
13
(-)37
(-)20
(-)2
(-)5
Tanjungpinang Timur
17
19
9
1
63
49
16
16
(-)46
(-)30
(-)7
(-)15
Tanjungpinang Kota
8
15
3
1
11
9
3
3
(-)3
6
0
(-)2
Tanjungpinang Barat
13
17
5
3
34
27
9
9
(-)21
(-)10
(-)4
(-)6
Sumber : Kota Tanjungpinang dalam angka,2012 dan Hasil Perhitungan 2014
Pada tahun 2034 di proyeksikan ke empat kecamatan yang ada di Kota Tanjungpinang ini mengalami peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk ini juga diikuti oleh peningkatan jumlah fasilitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Tanjungpinang. Mengacu pada SNI 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan ada beberapa fasilitas pendidikan yang ada di empat kecamatan di Kota Tanjungpinang sudah memenuhi standar, namun ada beberapa juga yang masih perlu di tambah. Pada Kecamatan Bukit Bestari di proyeksikan jumlah penduduk kecamatan ini pada tahun 2034 menjadi 62.514 jiwa, bertambahnya jumlah penduduk ini menyebabkan juga bertambahnya kebutuhan fasilitas pendidikan yang ada di kecamatan ini. Kecamatan Bukit Bestari membutuhkan tambahan 37 unit gedung TK, 20 unit bangunan Sekolah Dasar, 2 unit bangunan Sekolah Menengah Pertama dan 5 unit bangunan Sekolah Menengah Atas. Kecamatan Tanjungpinang Timur di proyeksikan jumlah penduduk pada tahun 2034 sebanyak 78.817 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk ini juga menyebabkan peningkatan jumlah fasilitas pendidikan. Pada tahun 2034 penduduk Kecamatan Tanjungpinang Timur memerlukan tambahan 40 unit bangunan TK, 30 unit bangunan SD, 7 unit bangunan SMP dan 15 unit bangunan SMA. Kecamatan Tanjungpinang Kota di proyeksikan memiliki jumlah penduduk sebanyak 17160 jiwa pada tahun 2034, untuk melayani kebutuhan masyarakat pada tahun 2034 kecamatan ini hanya perlu menambah 3 unit bangunan TK dan 2 unit bangunan SMA. Pada tahun 2034 Kecamatan Tanjungpinang Barat di proyeksikan akan memiliki jumlah penduduk sebanyak 45678 jiwa, kecamatan ini membutuhkan tambahan 21 unit bangunan TK, 10 unit bangunan SD, 4 unit bangunan SMP dan 6 unit bangunan SMA .
27
b. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan adalah semua keperluan yang diperlukan dalam proses pelayanan kesehatan masyarakat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2034 penduduk Kota Tanjungpinang mengalami peningkatan seperti yang sudah tertera pada tabel diatas , maka dengan meningkatnya jumlah penduduk Kota Tanjungpinang disertai juga dengan peningkatan kebutuhan fasilitas kesehatan seperti yang tertera pada tabel dibawah ini : Tabel 4 Tabel Kebutuhan Fasilitas Kesehatan di Kota Tanjungpinang Tahun Kebutuhan 2012
2034
Kecamatan Rumah Sakit Bukit Bestari Tanjungpinang Timur Tanjungpinang Kota Tanjungpinang Barat
Balai Pengobatan
1
5
21
(-) 16
3
9
26
(-) 17
6
(-) 6
15
(-) 8
1
1
1
1
7
Rumah Sakit
Puskesmas
Balai Pengobatan
Rumah Sakit
Puskesmas
Sumber : Kota Tanjungpinang dalam angka,2012 dan Hasil Perhitungan 2014
Mengacu pada SNI 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan kebutuhan fasilitas kesehatan rumah sakit dan puskesmas di Kota Tanjungpinang sudah memenuhi kebutuhan penduduk kota ini pada tahun 2034, karena berdasarkan standar SNI 2004 tentang Tatat Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan 1 rumah sakit dibangun 240.000 jiwa penduduk dan puskesmas 120.000 jiwa penduduk sedangkan di keempat kecamatan yang ada di Kota Tanjungpinang pada tahun 2034 tidak ada yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 120.000 jiwa penduduk. Namun di Kecamatan Bukit Bestari yang di proyeksikan pada tahun 2034 akan memiliki 62.514 jiwa penduduk membutuhkan 16 unit bangunan balai pengobatan untuk melayani kebutuhan masyarakatnya, Kecamatan Tanjungpinang Timur membutuhkan 17 unit balai pengobatan, Kecamatan Tanjungpinang Kota 6 unit dan Kecamatan Tanjungpinang Barat 8 unit balai pengobatan. c. Fasilitas Peribadatan
28
Balai Pengobat an
Puskesmas
Fasilitas peribadatan adalah semua keperluan yang diperlukan dalam proses pelayanan kesehatan masyarakat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian
tujuan
kesejahteraan
masyarakat.
Pada
tahun
2034
penduduk
Kota
Tanjungpinang mengalami peningkatan seperti yang sudah tertera pada tabel diatas , maka dengan meningkatnya jumlah penduduk Kota Tanjungpinang disertai juga dengan peningkatan kebutuhan fasilitas kesehatan seperti yang tertera pada tabel dibawah ini : Tabel 5 Tabel Kebutuhan Fasilitas Peribadatan di Kota Tanjungpinang Tahun Kecamatan Bukit Bestari Tanjungpinang Timur Tanjungpinang Kota Tanjungpinang Barat
Masjid 31
2012 Musholla Gereja 40 6
Puri
Vihara 7
Masjid 25
2034 Musholla Gereja 252
49
34
10
3
31
315
15
9
6
11
6
57
19
6
21
17
170
18
Kebutuhan Puri
Vihara
Menyesuaikan kebutuhan masyarakat
Masjid 6
Musholla (-)212
18
(-)281
9
(-)48
1
(-)151
Gereja
Mengacu pada SNI 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan kebutuhan fasilitas peribadatan masjid di empat kecamatan yang ada di Kota Tanjungpinang pada tahun 2034 sudah memenuhi kebutuhan penduduknya. Namun Kecamatan Bukit Bestari yang pada tahun 2034 di proyesikan akan memiliki penduduk sebanyak 62.514 jiwa membutuhkan tambahan musholla sebanyak 212 unit, Kecamatan Tanjungpinang Timur yang di proyeksi akan memiliki 78817 jiwa penduduk pada tahun 2034 memerlukan tambahan 281 unit musholla untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya, Kecamatan Tanjungpinang Kota yang pada tahun 2034 akan memiliki jumlah penduduk sebanyak 17.160 jiwa memerlukan tambahan 48 unit musholla dan Kecamatan Barat
dengan
jumlah
penduduk
pada
tahun
2034
sebanyak
45.678memerlukan tambahan 151 unit musholla untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada tahun 2034 di masing masing kecamatan ini. Sedangkan untuk kebutuhan fasilitas peribadatan gereja,vihara dan pura pada tahun 2034 disesuaikan dengan kondisi masyarakat pada tahun tersebut.
Pengertian Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan,
drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dab ekonomi (Grigg dan Kodoatie, 29
Vihar
Menyesuaikan kebutuhan masyaraka
Sumber : Kota Tanjungpinang dalam angka,2012 dan Hasil Perhitungan 2013
Tanjungpinang
Puri
2003:8). Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat. Menurut stone dalam kodoatie (2003,101), infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintah dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial. Menurut Grigg dalam Kodoatie (2003:101), infrastuktur dapat dibagi kedalam 13 kategori, yaitu: 1.
Sistem penyediaan air: waduk, penampungan air, transmisi dan distribusi, fasilitas pengelolaan air (treatment plant)
2.
Sistem pengelolaan air limbah: pengumpulan, pengolahan, pembuangan, daur ulang
3.
Fasilitas pengelolaan limbah padat
4.
Fasilitas pengendali banjir, berupa drainase dan irigasi
5.
Fasilitas lintas air dan navigasi
6.
Fasilitas transportasi: jalan, rel, bandar udara. Termasuk didalamnya adalah tanda-tanda lalu lintas, fasilitas pengontrol
7.
Sistem transit publik
8.
Sistem kelistrikan: produksi dan distribusi
9.
Fasilitas gas alam
10. Gedung publik: sekolah, rumah sakit 11. Fasilitas perumahan publik 12. Taman kota sebagai daerah resapan, tempat bermain termasuk stadion 13. Komunikasi
Identifikasi Kebutuhan Infrastruktur Kota Tanjungpinang tahun 2034
Pada tahun 2034 jumlah penduduk Kota Tanjungpinang mengalami peningkatan yang cukup signifikan sehingga mempengaruhi jumlah infrastruktur yang tersedia. Mengacu pada SNI 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang 30
Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum, maka jumlah kebutuhan infrastruktur masyarakat Kota Tanjungpinang pada tahun 2034 seperti tabel – tabel dibawah ini : Tabel 6 Kebutuhan Air Bersih Kota Tanjungpinang tahun 2034 Air Bersih Kecamatan
Domestik (lt/jiwa/hari)
Total
Non Domestik (lt/jiwa/hari)
Limbah
Bukit Bestari
1886400
377280
2263680
1810944
Tanjungpinang Timur
2359770
471954
2831724
2265379
Tanjungpinang Kota
424020
84804
508824
407059
Tanjungpinang Barat
1272600
254520
1527120
1221696
Sumber : Hasil Perhitungan 2014 Tabel 7 Kebutuhan Listrik Kota Tanjungpinang tahun 2034 Listrik Kecamatan
Rumah Tangga (Va)
Fasilitas Umum & Sosial (Va)
Penerangan Jalan (Va)
Bukit Bestari
7074000
1768500
1061100
Tanjungpinang Timur
8849250
2212312
1327387
Tanjungpinang Kota
1589850
397462
238477
Tanjungpinang Barat
4772250
1193062
715837
Sumber : Hasil Perhitungan 2014 Tabel 8 Kebutuhan Telepon Kota Tanjungpinang tahun 2034 Telepon Kecamatan
Rumah Tangga
Fasilitas Umum dan Sosial
Telepon Umum
Bukit Bestari
2043
251
613
Tanjungpinang Timur
2556
312
767
Tanjungpinang Kota
459
57
138
Tanjungpinang Barat
1379
170
414
Sumber : Hasil Perhitungan 2014 Tabel 9 Kebutuhan TPA & TPS Kota Tanjungpinang tahun 2034 Sampah Kecamatan
Total Domestik
Bukit Bestari
TPA
TPS
Non Domestik
157200
31440
188640
25
195147,5
39029,5
234177
32
Tanjungpinang Kota
35335
7067
42402
7
Tanjungpinang Barat
106050
21210
127260
18
Tanjungpinang Timur
Sumber : Hasil Perhitungan 2014
31
Kecamatan Bukit Bestari yang di proyeksikan pada tahun 2034 memiliki 62.514 jiwa penduduk. Pada tahun 2034 masyarakat Kecamatan Bukit Bestari memerlukan 2.263.680 liter air bersih per penduduk per hari. Masyarakat kecamatan ini juga membutuhkan 7.074.000 Va listrik untuk rumah tangga, 1.768.500 Va listrik untuk fasilitas umum dan sosial dan 1.061.100 Va untuk penerangan jalan, sedangkan untuk jaringan telepon penduduk Kecamatan Bukit Bestari membutuhkan 2043 jaringan telepon untuk rumah tangga,251 telepon umum dan 613 jaringan telepon untuk fasilitas umum dan sosial. Penduduk kecamatan ini menghasilkan 1.810.944 liter per jiwa perhari dan 188.640 sampah perliter per jiwa per hari.Kecamatan ini membutuhkan 25 TPS untuk menampung sampah yang dihasilkan oleh masyarakatnya. Kecamatan Tanjungpinang Timur di proyeksikan akan memilii 78.817 jiwa penduduk pada tahun 2034. Pada tahun 2034 penduduk kecamatan ini memerlukan 2.831.724 liter air bersih per jiwa per hari, penduduk ini juga memerlukan 8.849.250 Va listrik rumah tangga, 2.212.312 Va untuk fasilitas umum dan sosial serta 1.327.387 Va untuk penerangan jalan. Selain itu kecamatan ini juga memerlukan 2556 jarinan telepon untuk rumah tangga, 251 telepon umum dan 613 jaringan telepon untuk fasilitas umum dan sosial. Dengan jumlah penduduk sebanyak 78.817 jiwa, kecamatan ini menghasilkan limbah sebanyak 2.265.379 liter perhari perjiwa dan 234.177 liter sampah per jiwa per hari. Untuk menampung sampah yang dihasilkan masyarakat tersebut, Kecamatan Tanjungpinang timur memerlukan 32 TPS. Kecamatan Tanjungpinang kota di proyeksikan akan memiliki penduduk sebanyak 17.160 jiwa pada tahun 2034. Pada tahun 2034 penduduk kecamatan ini memerlukan 508.824 liter air bersih per jiwa perhari, penduduk ini juga memerlukan 1.589.850 Va listrik untuk rumah tangga, 397.462 Va listrik untuk fasilitas umum dan sosial serta 238.477 Va listrik untuk penerangan jalan. Selain itu kecamatan ini juga memerlukan 459 jaringan telepon untuk rumah tangga, 57 telepon umum dan 138 jaringan telepon untuk fasilitas umum dan sosial. Dengan jumlah penduduk sebanyak 17.160 jiwa kecamatan ini menghasilkan 407.059 liter limbah per hari per jiwa dan 42.402 liter sampah per jiwa per hari. Untuk menampung sampah yang dihasilkan masyarakat tersebut, Kecamatan Tanjungpinang Kota memerlukan 7 TPS. Kecamatan Tanjungpinang Barat diproyeksikan akan memiliki 45.678 jiwa penduduk pada tahun 2034. Pada tahun 2034 penduduk kecamatan ini memerlukan 1.527.120 liter air bersih per jiwa per hari, penduduk ini juga memerlukan 4.772.250 Va listrik untuk rumah 32
tangga, 1.193.062 Va listrik untuk fasilitas umum dan sosial serta 715.837 Va listrik untuk penerangan jalan. Selain itu kecamatan ini juga memerlukan 1.379 jaringan telepon untuk rumah tangga, 170 telepon umum dan 414 jaringan telepon untuk fasilitas umum dan sosial. Dengan jumlah penduduk sebanyak 45.678 jiwa pada tahun 2034 penduduk kecamatan ini menghasilkan 1.221.696 liter limbah per hari per jiwa dan 127.260 liter sampah per jiwa per hari. Untuk menampung sampah yang dihasilkan tersebut, Kecamatan Tanjungpinang Barat memerlukan 18 buah TPS.
33
Kesimpulan
34
Daftar Pustaka http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/kep_riau/tanjung_pinang.pdf Kota Tanjungpinang dalam angka tahun 2012, Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang Kota Tanjungpinang dalam angka tahun 2011, Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang Kota Tanjungpinang dalam angka tahun 2010, Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang SNI 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum.
35
View more...
Comments