Perempuan dan Politik
April 25, 2018 | Author: Rikky Rinaldo | Category: N/A
Short Description
Download Perempuan dan Politik...
Description
Critical Review
Mata kuliah
: Perempuan dan Politik
Dosen pengampu
: Indah Adi Putri M.si
Pokok bahasan
: Gender and development
Dibuat oleh
: Rikky Rinaldo
BP
: 07993006
Judul Buku
: Politik Dan Perempuan
Pengarang
: Sarwono Kusumaatmadja
Penerbit
: Koekoesan
Tahun Terbit
: 2007
Bagian
: Bab. IV, Perempuan Di Kancah Politik, hal. 66 ± 69
Isi Buku Perempuan Di Kancah Politik
Sejak lama Indonesia mengupayakan pemberdayaan perempuan dalam peta perpolitikan. Undang ± undang dasar 1945, secara formal telah menjamin partisipasi perempuan dalam bidang politik. Pada tahun 1952 misalnya, Indonesia meratifikasi konvbensi Perserikatan bangsa ± bangsa mengenai hak perempuan melalui UU No. 68. Tahun 1958m dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno kala itu. Undang ± undang ini memberikan perempuan, hak untuuk dipilih dan memilih dalam lembaga legislative Negara.
Pemerintah melakukan suatu perbaikan kebijakan terhadap pemberdayaan perempuan, yakni melalui strategi gender. Pada masa pemerintahan megawati telah dikeluarkan UU No.31 Tahun 2002 tentang partai politik dan pada februari 2003, kembali mengadopsi kebijakan kuota ( yang bersifat sukarela ) dalam UU No. 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum, sebagai upaya memperluas partisipasi politik perempuan. UU No. 31 Tahun 2002 mengatur fungsi dan kewajiban partai politik dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender serta meningkatkan keterwakilan dan peran perempuan di bidang politik. Sedangkan UU No. 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum menggarisbawahi setiap partai politik peserta pemilu mengajukan calon anggota legislative untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang ± kurangnya 30%. Dengan kuota 30% perempuan diharapkan dapat mengambil posisi strategis di lembaga legislative dan dapat mewarnai kebijakan Negara. Dengan hadirnya wakil ± wakil perempuan dalam jumlah yang pantas ( proposional ) dalam kepengurusan partai politik maupun dilembaga legislative akan member peluang kepada perempuan untuk ikut membuat kebijakan ± kebijakan yang adil.atas dasar itu, maka hanya dengan jumlah kursi mereka yang signifikan dalam lembaga politik formal, kaum perempuan dapat menciptakan perubahan yang berarti. Beberapa langkah yang harus dilakukan partai politik dalam hubungannya dengan partisipasi perempuan dalam politik antara lain menyangkut lima hal. Pertama, melakukan perubahan dalam struktur internal patai ± partai politik. Hal ini sangat membutuhkan proses demokrasi yang transparan yang memungkinkan perempuan lebih terlibat dalam partai sebagai anggota atau fungsionaris partai. Kedua, mencantumkan kualifikasi atau syarat ± syarat menjadi kandidat atau caleg dengan prinsip kesetaraan gender yang terukur dan transparan, sehingga perempuan dapat berkiprah dan berkompetisi ketika mencalonkan diri. Ketiga, membentuk apa yang disebut Komite Kesetaraan Gender yang tugasnya mengkaji berbagai aturan dan kebijakan dalam perekrutan kandidat dan posisi kepemimpinan dalam partai politik. Keempat, menyertakan minimal 30% Caleg perempuan, dan didasarkan lewat metode silang, yakni nama ± nama caleg dituliskan bersilang antara caleg laki ± laki dan caleg perempuan.
Terakhir yang kelima, menetapkan 30% perempuan sebagai calon anggota pengurus partai politik. Sekalipun telah ditetapkan, pada kenyataannya, apda kenyataannya perempuan dalam berbagai partai politik masih sedikit sekali dan belum banyak yang menduduki jabatan ± jabatan yang menentukan dalam pngambilan keputusan. Kedudukan perempuan dalam partai lebih banyak didudukan pada posisi sebagai sekertaris, humas, bendahara atau ketua departemen kewanitaan. Posisi yang sejak lama sudah melekat dan menjadi identitas sebagai identitas sebagai posisi kaum perempuan.
Pembahasan
Perempuan sering dianggap sebagai makhluk yang lemah dan tidak mampu melaksanakan tugas sebagimana seperti tugas dan tanggung jawab sebagi laki ± laki. Akhirnya, kaum perempuan hanya mencukupkan diri untuk memikirkan dan beraktivitas dalam urusan dirinya, anak ± anaknya, dan keluarganya. Pada saat yang sama, mereka tidak mau peduli dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Sebaliknya di sisi lain sebagian berpendapat bahwa justru perempuan harus berkiprah dan berperan aktif di segala bidang, sama dengan laki ± laki tanpa pengecualian, termasuk dalam bidang politik. Hanya saja, politik yang mereka maksud terbatas pada aspek kekuasaan dan legilasi saja. Artinya, aktivitas politik mereka senantiasa diarahkan pada upaya untuk meraih peluang sebesar ± besarnya untuk duduk di jabatan kekuasaan atau legilasi. Hal ini didukung oleh asumsi, bahwa jika kekuasaan atau penentu kebijakan bukan perempuan atau minoritas perempuan, suara perempuan tidak akan didengar atau diperjuangkan. Akibatnya, menurut mereka, persoalan perempuan tidak pernah terselesaikan. Asumsi ini, seakan ± akan menjdai keyakinan bagi mereka. Seolah ± olah persoalan perempuan hanya bias diselesaikan oleh perempuan saja. Wajar jika akhirnya kelompok ini berjuan mati ± matian agar perempuan menguasai suara di legislative ataupun langsung menduduki jabatan sebagai penentu kebijakan.
Keberadaan laki ± laki dan perempuan di tengah ± tengah masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Inilah salah satu aktivitas politik yang harus dilaksanakan oleh laki ± laki dan perempuan secara bersama ± sama dan berkesinambungan. Pada kenyataannya bahwa selama ini terdapat kesalahpahaman terhadap aktivitas politik perempuan. Berdasarkan pandangan hidup terhadap fakta tersebut, para aktivis perempuan telah menjadikan isu sentral perjuangan politik mereka terfokus pada tiga hal, yakni seputar masalah kepemimpinan wanita dalam kekuasaan, masalah tuntutan kuota perempuan di dalam parlemen, serta masalah tuntutan independensi hak suara perempuan dalam pemilu. Dalam hal ini, terlihat jelas bahwa ada beberapa poin yang menjadi ciri menonjol pemikiran feministic yang dipengaruhi oleh logika pemikiran demokrasi. Pertama, politik dalam perspektif feminis, cara pandang mereka yang individualistic dan emosionaltelah menempatkan persoalan perempuan dan keberadaan perempuan terpisah dari masyarakat dan persoalan masyarakat secara keseluruhan, feminisme bertolak dari asas berpikir dan bertindak yang sama dengan demokrasi, menjadikan mereka realitas sebagai sumber pemikiran, sehingga pemecahan yang diberikan tidak pernah mengakar. Dengan demikian diharapkan pada akhirnya persoalan ± persoalan krusial yang selama ini dihadapi perempuan pun akan secara otomatis terselesaikan dan diharapkan jua tidak adanya perbedaan gender pada perpolitikan Indonesia khususnya pada perempuan. Serta dengan melakukan perubahan pada struktur partai politik, dan mengutamakan prinsip kesetaraan gender sehingga perempuan dapat berkiprah dalam mencalonkan diri sebagai caleg. Diharapkan perubahan ± perubahan ini sangat diperhatikan oleh pemerintah sehingga tidak ada lagi perbedaan gender dalam perpolitikan maupun dalam hal perempuan sebagai kodratnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad µAthiyah, dalam Jurnal Al-Ihsas, Th II/6, formasi, Bogor, 1997. Abdul Qadim Zallum, Pemikiran Politik Islam, al-Izzah, hlm.115. Hizbut Tahrir Indonesia, Kiprah Politik Perempuan, cetakan kedua, Maret;2007. Kusumaatmadja, Sarwono, Politik Dan Perempuan, Penerbit koekoesan, cetakan I, Juni 2007.
View more...
Comments