Perda No. 1 Tahun 2012 Jeneponto

October 10, 2017 | Author: ismailsyam99 | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Perda RTRW...

Description

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2012 – 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Jeneponto dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat, maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha. c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu dijabarkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jeneponto. Mengingat :

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua; 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahanh Lembaranh Negara Republik Indonesia Nomor 1822. 3. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 2043); 4. Undang-Undang

RI

Nomor

11

Tahun

1967

tentang

Pokokpokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967, Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2931); 5. Undang-Undang

RI

Nomor

20

Tahun

1982

tentang

Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3234), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3368); 6. Undang-Undang

RI

Nomor

5

Tahun

1984

tentang

Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 7. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Sumber DayaAlam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 8. Undang-Undang Kepariwisataan

RI

Nomor

(Lembaran

9

Tahun

Negara

1990

Republik

tentang Indonesia

Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 9. Undang-Undang

RI

Nomor

4

Tahun

1992

tentang

Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469); 10. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470); 11. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);

2

12. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 13. Undang-Undang

RI

Nomor

23

Tahun

1992,

tentang

RI

Nomor

23

Tahun

1997

tentang

Kesehatan. 14. Undang-Undang

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); 15. Undang-Undang

RI

Nomor

41

Tahun

1999

tentang

Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2004 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi UndangUndang (Lembaran 16. Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2004

Nomor

86,

tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412) 17. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tetang Pertanahan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002, Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 18. Undang-Undang

RI

Nomor

28

Tahun

2002

tentang

Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 19. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2003,tentang Panas Bumi; 20. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 21. Undang-Undang Pembentukan

RI

Nomor

Peraturan

10

Tahun

2004

tentang

Perundang-undangan(Lembaran

3

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2004

Nomor

53,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 22. Undang-Undang

RI

Nomor

18

Tahun

2004

tentang

Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 2004 nomor 25, tambahan lembaran negara nomor 4411); 23. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia RI Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia RI Nomor 4421); 24. Undang-Undang

RI

Nomor

32

Tahun

2004

tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia

Nomor

4437)

sebagaimana

telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor

32

Tahun

2004

Tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 25. Undang-Undang Perimbangan

RI

Nomor

Keuangan

33

Antara

Tahun

2004

Pemerintah

tentang

Pusat

dan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

126,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Nomor 4438); 26. Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Nomor 4444); 27. Undang-Undang

RI

Nomor

24

Tahun

2007

tentang

Penanggulangan Bencana; 28. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725 ); 29. Undang-undang

RI

Nomor

12

Tahun

2011

tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (lembaran Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2011

nomor

82,

4

Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5234); 30. Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 tahun 1982 tentang Pengaturan Tata Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225); 31. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294); 32. Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3445); 33. Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 tahun 1992, tentang Cagar Budaya; 34. Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan; 35. Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; 36. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3538); 37. Peraturan Pemerintah RI nomor 191 Tahun 1995, tentang Pemeliharaan dan pemanfaatan Benda Cagar Budaya; 38. Peraturan Pemerintah RI nomor 67 Tahun 1996, tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990, tentang Kepariwisataan; 39. Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Nomor 3660); 40. Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara

5

Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721); 41. Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Nomor 3776); 42. Peraturan

Pemerintah

RI

Nomor

18

Tahun

1999

jo

Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999, tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; 43. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran

dan/atau

Perusakan

Laut

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 44. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 45. Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Kualitas Udara; 46. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934); 47. Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 48. Peraturan Pemerintah RI Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2000

Nomor

210,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4027); 49. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan

dan

Pengawasan

atas

Penyelenggaraan

6

Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090); 50. Peraturan Pemerintah RI Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146); 51. Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 52. Peraturan Pemrintah RI Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242) 53. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385 ); 54. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489; 55. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2005, tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; 56. Peraturan Pemerintah RI Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; 57. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20); 58. Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2006, tentang Jalan; 59. Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007, tentang Pembagian

Urusan

Pemerintahan

Antara

Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Nomor

Tahun 2007

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

7

60. Peraturan Pemerintah RI Nomor 3 Tahun 2008, tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Nomor 16 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814); 61. Keputusan Presiden RI Nomor 62 Tahun 2002 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional; 62. Keputusan Presiden RI Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri; 63. Keputusan Presiden RI Nomor 57 tahun 1989, tentang Kriteria Kawasan Budidaya; 64. Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 65. Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri; 66. Keputusan Presiden RI Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; 67. Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; 68. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan Kepada Pemerintah Daerah; 69. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987, tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota; 70. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan; 71. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah; 72. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah; 73. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah; 74. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 75. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah;

8

76. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.14/Menhut-II/2006 tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan; 77. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995 Tentang Terminal Transportasi Jalan; 78. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II; 79. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 Tahun 2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang; 80. Keputusan bersama Menteri dalam Negeri dan Menteri Kesehatan

Nomor

34

Tahun

1138/Menkes/PB/VIII/2005

2005

tentang

dan

Nomor

Pengembangan

Kabupaten/Kota Sehat; 81. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; 82. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 375/M/KPTS/2004 tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan dalam Jaringan Primer menurut peranannya sebagai Jalan Arteri, Jalan Kolektor – 1, Kolektor – 2, Kolektor – 3 83. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 376/M/KPTS/2004 tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya; 84. Keputusan

Menteri

Pekerjaan

Umum

Nomor

369/KPTS/M/2005 tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional. 85. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2009

Tentang

Rencana

Tata

Ruang

Wilayah

Provinsi

Sulawesi Selatan. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JENEPONTO dan BUPATI JENEPONTO MEMUTUSKAN :

9

MENETAPKAN :

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2012 – 2031

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Jeneponto; 2. Kabupaten adalah Kabupaten Jeneponto; 3. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 5. Bupati adalah Bupati Jeneponto; 6. Rencana Umum Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RUTR adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten; 7. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRWK, adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Provinsi dan Nasional ke dalam struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten; 8. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten yang selanjutnya disingkat dengan RTR Kawasan Strategis Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang yang penataan ruang kawasannya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam lingkup Kabupaten terhadap kepentingan pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial budaya dan / atau lingkungan; 9. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya; 10. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang; 11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; 12. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang; 13. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional; 14. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional; 15. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya; 16. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya;

10

17. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang; 18. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya; 19. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan; 20. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; 21. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap; 22. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah; 23. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi ( akuifer) yang berguna sebagai sumber air; 24. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budidaya, baik di ruang darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya; 25. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan; 26. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa Pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi; 27. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa Pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi; 28. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditujukan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarkis keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis; 29. Kawasan Peruntukan Pertambangan yang selanjutnya disebut KPP adalah wilayah yang memiliki sumberdaya bahan galian yang berwujud padat, cair, dan gas yang berdasarkan peta atau data geologi dan tempat melaksanakan seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, operasi-produksi, dan pasca tambang baik di wilayah darat maupun perairan serta tidak dibatasi oleh wilayah administrasi; 30. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan; 31. Kawasan strategis Nasional yang selanjutnya disebut KSN adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara Nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia;

11

32. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara Nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan; 33. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten atau beberapa Kabupaten/Kota; 34. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL dengan persyaratan pusat kegiatan tersebut merupakan; 35. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten/Kota atau beberapa kecamatan; 36. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat ditetapkan menjadi PKL; 37. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfunsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa; 38. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa; 39. Wilayah sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km; 40. Daerah aliran sungai selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan; 41. Daerah Irigasi selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi; 42. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam; 43. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang; 44. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; 45. Sistem perwilayahan adalah pembagian wilayah dalam kesatuan sistem pelayanan, yang masing-masing memiliki kekhasan fungsi pengembangan; 46. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten; 47. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang telah disusun dan ditetapkan; 48. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap melaksanakan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang;

12

49. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, lembaga dan/atau badan hukum non pemerintahan yang mewakili kepentingan individu, sektor, profesi, kawasan atau wilayah tertentu dalam penyelenggaraan penataaan ruang; 50. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; 51. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Jeneponto .dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu Tujuan Penataan Ruang Kabupaten Pasal 2 Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Jeneponto adalah mewujudkan penataan ruang wilayah kabupaten yang aman, nyaman, dan memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya, yang berwawasan lingkungan dengan memperhatikan pengembangan wilayah pesisir, dataran rendah dan dataran tinggi, mengoptimalkan sumberdaya lahan yang ada, dan mengatasi masalah sumberdaya air pada lahan budidaya melalui penciptaan peluang alokasi investasi secara efisien, bersinergi antar wilayah, dan optimalisasi sumberdaya wilayah yang ada menuju tercapainya kesejahteraan masyarakat. Bagian Kedua Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Pasal 3 Kebijakan penataan ruang Kabupaten Jeneponto terdiri atas: a. Pengembangan sistem perkotaan; b. Pengembangan infrastruktur wilayah; c. Pengelolaan dan pemantapan Kawasan lindung; d. Pengendalian, pemulihan, pelestarian, dan rehabilitasi kawasan lindung; e. Pengendalian, pelestarian dan rehabilitasi kawasan rawan bencana alam banjir, gempa bumi dan Tsunami, dan gerakan tanah dan longsor; f. Pengembangan kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, yang meliputi kawasan budidaya kehutanan, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perkebunan, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan peruntukan permukiman, dan kawasan peruntukan lainnya; g. Pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum; h. Pengembangan potensi perekonomian daerah;

13

i. Pengembangan kawasan strategis provinsi (KSP) Sulawesi Selatan; j. Pengembangan kawasan strategis kabupaten (KSK) Jeneponto; k. Penguatan kerjasama regional antar daerah (RM-AKSESS dan skema intekoneksitas lainnya); l. Pengendalian pemanfaatan ruang; m. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Ketiga Strategi Penataan Ruang Pasal 4 (1)

Strategi pengembangan sistem perkotaan dalam sistem pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, terdiri dari: a. Pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); b. Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp); c. Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan d. Pengembangan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).

(2)

Strategi pengembangan infrastruktur wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, terdiri dari: a. Pengembangan sistem prasarana transportasi, yang terdiri dari pembangunan dan pengembangan sistem jaringan jalan dan kereta api; pengembangan pelabuhan, pengembangan sistem angkutan umum massal; dan pengembangan sarana transportasi; b. Pengelolaan sumber daya air melalui pendekatan DAS, meliputi pengelolaan air permukaan dan air bawah tanah; c. Pengembangan air bersih yaitu peningkatan kualitas air bersih dan cakupan pelayanan air bersih; d. Pengembangan sistem drainase; e. Pengembangan prasarana energi; f. Pengembangan jaringan telekomunikasi; g. Pengembangan sistem persampahan (pengembangan fasilitas pengelolaan sampah); h. Pengembangan sistem sanitasi lingkungan yang terdiri dari kebijakan peningkatan kualitas sistem sanitasi permukiman; dan kebijakan pengembangan sistem pengolahan air limbah;

(3)

Strategi pengelolaan dan pemantapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri dari: a. Pemantapan fungsi kawasan lindung melalui upaya rehabilitasi lahan; b. Peningkatan kualitas ekologi kawasan lindung melalui pelaksanaan sistem, aturan, prosedur, kriteria dan standar teknis yang berlaku.

(4)

Strategi pengendalian, pemulihan, pelestarian, dan rehabilitasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, terdiri dari: a. Pengendalian secara ketat terhadap kegiatan budidaya yang berpotensi merusak atau mengganggu kawasan lindung; b. Pembatasan atau pengalihan kegiatan-kegiatan budidaya pada kawasan lindung yang berpotensi dan rawan bencana alam.

14

(5)

Strategi pengendalian, pelestarian dan rehabilitasi kawasan rawan bencana alam banjir, gempa bumi, Tsunami, dan gerakan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, terdiri dari: a. Perencanaan lokasi untuk menghindari dataran berpotensi banjir dan rekayasa bangunan di dataran banjir; b. Perencanaan lokasi untuk menghindari daerah-daerah yang berbahaya yang digunakan untuk lokasi bangunan penting dan rekayasa bangunan untuk menahan atau mengakomodir potensi gerakan tanah; c. Perencanaan lokasi untuk menghindari daerah-daerah yang berbahaya yang digunakan untuk lokasi bangunan penting dan rekayasa bangunan untuk meminimasi dampak areal berpotensi Tsunami di sepanjang pesisir; d. Penyusunan rencana rinci termasuk pemetaan/deliniasi kawasan dan peraturan zonasi untuk kawasan perkotaan atau permukiman yang merupakan kawasan rawan bencana.

(6)

Strategi pengembangan kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, yang meliputi kawasan budidaya kehutanan, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perkebunan, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan peruntukan permukiman, dan kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, terdiri dari: a. Pengembangan kegiatan-kegiatan budidaya yang berfungsi lindung terutama pada zona atas (perbukitan/pegunungan) wilayah kabupaten melalui pengembangan tanaman-tanaman yang berfungsi konservasi; b. Pengembangan kegiatan pertanian dengan cara intensifikasi berdasarkan kesesuaian lahannya; c. Pengembangan kegiatan budidaya perikanan dengan cara intensifikasi berdasarkan kesesuaian perairannya; d. Pengembangan kegiatan pertambangan berwawasan lingkungan dan berpedoman pada good mining practices dan prinsip pertambangan yang baik dan benar; e. Pengembangan kegiatan pariwisata dengan cara intensifikasi promosi ODTW dan peningkatan sarana dan prasarana kepariwisataan; f. Mendorong pengembangan kawasan siap bangun untuk mewujudkan perumahan atau permukiman yang lebih tertata yang didukung dengan penyediaan infrastruktur yang terpadu.

(7)

Strategi pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g terdiri dari: a. Pengembangan inventarisasi asset; b. Penyebaran infrastruktur; c. Peningkatan fasilitas pendidikan dan kesehatan.

(8)

Strategi pengembangan potensi perekonomian daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h terdiri dari: a. Promosi investasi, aplikasi teknologi, dan penciptaan iklim usaha yang baik; b. Pemberdayaan usaha ekonomi mikro yang terintegrasi dengan sistem ekonomi makro.

(9)

Strategi pengembangan kawasan strategis provinsi Sulawesi Selatan yang berada dalam wilayah Kabupaten Jeneponto, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf i terdiri dari:

15

a. Pengembangan Kawasan strategis Provinsi (KSP) dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup berupa Kawasan Suaka Margasatwa Komara; b. Pengembangan Kawasan strategis Provinsi (KSP) dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi berupa Kawasan Migas Blok Karaengta. c. Pengembangan program koordinasi perlindungan kawasan dengan kabupaten sekitar. (10) Strategi pengembangan kawasan strategis Kabupaten Jeneponto, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf j terdiri dari: a. Pengembagan Kawasan Strategis Industri Malasoro dan sekitarnya; b. Pengembangan Kawasan Industri Perikanan dan Pariwisata Terpadu (KIPPT); c. Pengembangan Kawasan Agropolitan Rumbia-Kelara; d. Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) Agrominapolitan; e. Pengembangan Kawasan Strategis (Rencana) Bendungan KelaraKaraloe; f. Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) Agropolitan berbasis Pesantren. g. Pengembangan Kawasan strategi BINTARU (Binamu, Batang dan Tarowang) (11) Strategi penguatan kerjasama regional antar daerah (RM-AKSESS dan skema intekoneksitas lainnya), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf k terdiri dari: a. Pengembangan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan pembangunan dengan mensinergikan dan mengintegrasikan pelaksanaan pembangunan terutama meningkatkan efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pembangunan serta sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat; b. Pengembangan koordinasi dan kerjasama dalam pengelolaan, pemanfaatan, promosi, dan pemasaran potensi sumberdaya dan produk-produk lokal untuk menibkatkan kapasitas dan daya saing dalam pasar regional, nasional dan internasional, serta; c. Pengembangan kerjasama dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia untuk meningkatkan prokduktivitas dan kualitas produkproduk daerah. (12) Strategi pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal (3) huruf l terdiri dari: a. Pengaturan zonasi rencana pola ruang (kawasan lindung dan kawasan budidaya) dilaksanakan secara terpadu dengan rencana pemanfaatan ruang di sekitarnya; b. Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (irigasi teknis dan lahan kelas satu untuk pertanian pangan); c. Pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang secara konsisten; d. Penerapan mekanisme dan prosedur perizinan yang efisien dan efektif; e. Penerapan sistem insentif dan disinsentif untuk mendukung perwujudan tata ruang sesuai rencana; f. Penerapan sanksi yang jelas sesuai ketentuan perUndang-Undangan. (13) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan

negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal (3) huruf m terdiri atas: a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan;

16

b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun disekitar kawasan khusus pertahanan dan kemanan; c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan; dan d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan negara

BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum (1)

(2)

Pasal 5 Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Jeneponto meliputi: a. pusat-pusat kegiatan; b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya. Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.1, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Pusat-Pusat Kegiatan

(1)

(2) (3)

(4)

(5)

Pasal 6 Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); b. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan d. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu di perkotaan Bontosunggu Kecamatan Binamu PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu PKLp Pa’biringa, Kecamatan Binamu, PKLp Bungeng di Kecamatan Batang, PKLp Allu di Kecamatan Bangkala dan PKLp Tolo di Kecamatan Kelara. PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas: a. Kawasan Rumbia di Kecamatan Rumbia; b. Kawasan Tarowang di Kecamatan Tarowang; c. Kawasan Paitana di Kecamatan Turatea; dan d. Kawasan Arungkeke di Kecamatan Arungkeke; e. Perkotaan Bontotangnga di Kecamatan Tamalatea. PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas: a. Kelurahan Bontoramba di Kecamatan Bontoramba, dan b. Kelurahan Bulujaya di Kecamatan Bangkala Barat.

17

Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 7 (1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) huruf b yang ada di Kabupaten Jeneponto terdiri atas: a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan transportasi laut; dan c. sistem jaringan perkeretaapian. (2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.1, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 1 Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 8 (1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, adalah jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, terdiri atas: a. jaringan jalan; b. jaringan prasarana lalu lintas; dan c. jaringan layanan lalu lintas. (2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. Jaringan jalan kolektor primer K1 yang merupakan sistem jaringan jalan nasional yang ada di Kabupaten Jeneponto, terdiri atas: 1. Batas Kab. Takalar – Batas Kota Jeneponto 45,786 Km; 2. Jln. Lanto Dg. Pasewang Di Kecamatan Binamu sepanjang 3,204 Km; 3. Ruas Jalan Arah ke Makassar sepanjang 1,305 Km 4. Jalan Pahlawan Di Kecamatan Binamu sepanjang 1,472 Km; 5. Batas Kota Jeneponto – Bts Kab. Bantaeng sepanjang 25,331 Km; 6. Ruas Jalan Arah ke Bantaeng sepanjang 1,232 Km. b. jaringan jalan kolektor primer K2 yang ada di Kabupaten Jeneponto, terdiri atas: 1. Ruas Batas Gowa – Boro sepanjang 0,42 km 2. Ruas Boro - Batas Bantaeng sepanjang 6,59 3. Ruas Boro – Jeneponto sepanjang 33,83 km c. Jaringan jalan kolektor primer dan jaringan lokal yang merupakan sistem jaringan jalan kabupaten yang ada di Kabupaten Jeneponto, terdiri atas ; 1. Jalan kolektor primer (K4); dan 2. Jalan lokal primer d. Jaringan jalan kolektor primer dan lokal primer, sebagaimana dimaksud pada huruf c, tercantum dalam lampiran III.1 e.

Rencana pengembangan jalan di Kabupaten Jeneponto, terdiri atas: 1. Rencana pengembangan jalan alternatif dalam Kecamatan Binamu (Kota Bontosunggu), (bagian utara jalan kolektor eksisting) dengan panjang sekitar 7,50 km;

18

2.

Rencana pengembangan jalan alternatif primer dalam Kecamatan Bontoramba menuju utara ke Kabupaten Gowa dengan panjang sekitar 14,5 km; 3. Rencanan pengembangan jalan alternatif primer mulai dari Kecamatan Bangkala Barat (perbatasan dengan Kabupaten Takalar) melewati zona tengah: Bangkala-Bontoramba-TurateaBatang, dengan panjang sekitar 43,5 km; 4. Rencana pengembagan jaringan jalan sekunder di kawasan perkotaan Bontosunggu dan sekitarnya; dan f. Rencana pengembangan jaringan jalan lokal dan jalan strategis kabupaten yang belum tercantum dalam lampiran III.1 akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. (3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. terminal penumpang tipe B terdapat di Perkotaan Bontosunggu Kecamatan Binamu; b. terminal penumpang tipe C ditetapkan di : 1. terminal penumpang tipe c di kota Allu Kecamatan Bangkala; 2. terminal penumpang tipe c di kota Tamanroya Kecamatan Tamalatea; 3. terminal penumpang tipe c di kota Tarowang Kecamatan Tarowang; 4. terminal penumpang tipe c di kota Tolo Kecamatan Kelara; c. Terminal barang ditetapkan di : 1. Terminal Pelabuhan Jeneponto di Pelabuhan Jeneponto di Kecamatan Batang, 2. Terminal Pelabuhan Ujung Petang di Kecamatan Arungkeke. (4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi trayek angkutan barang dan angkutan penumbang, terdiri atas: a. Trayek angkutan barang b. Trayek penumpang antar kota antar Provinsi (AKAP) c. Trayek angkutan penumpang kota dalam propinsi (AKDP); dan d. Trayek angkuatn pedesaan (5) trayek angkutan barang dan angkutan penumpang, sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tercantum dalam lampiran III.2, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 2 Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 9 (1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, meliputi: a. tatanan kepelabuhanan; dan b. alur pelayaran. (2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. pelabuhan pengumpul, yaitu Pelabuhan Ujung Petang di Kecamatan Arungkeke

19

b. pelabuhan pengumpan, yaitu Pelabuhan Jeneponto di Kecamatan Batang; dan (3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas alur pelayaran nasional: Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 2; dan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 3. Paragraf 3 Sistem Jaringan Perkeretaapian Pasal 10 (1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, terdiri atas: a. jalur kereta api; dan b. stasiun kereta api. (2) Jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pengembangan jaringan jalur keretaapi antarkota Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Selatan Pulau Sulawesi; (3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas rencana stasiun kereta api di Kecamatan Bangkala Barat, di Kecamatan Bangkala, Tamalatea di Kecamatan Tamalatea, di Kecamatan Binamu, di Kecamatan Batang, kecamatan Arungkeke dan di Kecamatan Tarowang.

Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 11 (1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, terdiri atas: a. sistem jaringan energi; b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan. (2) Sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.1, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 1 Sistem Jaringan Energi Pasal 12 (1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, meliputi: a. Sistem jaringan pembangkit tenaga listrik; b. Sistem jaringan transmisi tenaga listrik; dan c. Depo BBM bahan bakar minyak. (2) Sistem jaringan pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

20

a. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terdiri atas: 1. PLTU Punagaya terdapat di Kecamatan Bangkala dengan kapasitas 2 x 100 MW; dan 2. PLTU Bosowa Massaloro terdapat di Kecamatan Bangkala dengan kapasitas 2 x 125 MW. b. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kelara, terdapat di Kecamatan Kelara dengan kapasitas 2 x 125 MW; dan c. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang bersumber dari Sungai Munte dan beberapa anak sungai menjangkau sampai ke desa-desa di sekitarnya yang letaknya berada di daerah tidak terjangkau jaringan listrik dan mempunyai sungai yang debit dan kecepatan arus airnya mampu mendukung fungsi mikro hidro. (3) Sistem jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. Gardu induk (GI) yang terdiri atas: 1. GI Jeneponto 1 dengan kapasitas 20 MVA terdapat di Kecamatan Arungkeke; 2. GI Jeneponto 2 dengan kapasitas 30 MVA terdapat di Kecamatan Arungkeke; dan 3. Rencana Pembangunan GI Jeneponto 3 dengan kapasitas 20 MVA terdapat di Kecamatan Arungkeke. b. Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) kapasitas 150 KV yang terdiri atas: 1. GI Bulukumba – GI Jeneponto; 2. GI Bulukumba – GI Jeneponto; 3. GI Jeneponto TIP 58; 4. GI Jeneponto TIP 58; dan 5. GI Jeneponto – GI Tallasa. (4) Depo bahan bakar minyak (BBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas: a. Depo BBM Paccelanga di Kecamatan Bangkala; b. Depo BBM Pakkaterang di Kecamatan Binamu.; c. Depo BBM Bontosunggu di Kecamatan Binamu; dan d. Depo BBM Pammengkang Bulo-Bulo di Kecamatan Arungkeke. (5) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan energi Kabupaten Jeneponto, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, tercantum dalam Lampiran III.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 2 Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 13 (1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. sistem jaringan kabel; b. sistem jaringan nirkabel; dan c. sistem jaringan satelit. (2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa Stasiun Telepon Otomat (STO) Jeneponto dengan kapasitas 900 SST

21

(3) Untuk mendukung sistem interkoneksitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diarahkan rencana pengembangan jaringan kabel telepon mengikuti pola jalan. (4) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas berupa lokasi menara Base Transceiver Station (BTS) dikembangkan penggunaannya secara bersama dan tidak mengganggu aktifitas disekitarnya termasuk kegiatan penerbangan (5) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan menjangkau sampai pusat-pusat permukiman dan sentrasentra produksi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan, yang akan mendukung arus informasi dari dan ke wilayah hinterlandnya Paragraf 3 Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 14 (1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c, terdiri atas: a. Sumber air; dan b. Prasarana sumber daya air. (2) Sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. Wilayah sungai strategis nasional; b. Sumber air permukaan; dan c. Bendungan. (3) Wilayah sungai strategis nasional yang ada di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yaitu Wilayah Sungai Jeneberang yang meliputi DAS Jeneberang, dan DAS Jeneponto; (4) Sumber air permukaan di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi: a. air permukaan berupa sungai, yang terdiri dari Sungai Pappa, Sungai Allu, Sungai Taman Roya, S. Jenponto (Sungai Kelara), Sungai Tino dan anak sungai lainnya; b. air permukaan lainnya yang terdiri dari: 1. Embung yang terdiri dari: Embung Bira-Bira, Embung Bulu Jaya, Embung Buludoang, Embung Garasikang, Embung Gunung Silanu, Embung Kapita, dan Embung Pattiro di Kecamatan Bangkala Barat, Embung Maero dan Embung Tabuakkang di Kecamatan Bontoramba; dan 2. mata air yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Jeneponto. (5) Bendungan, sebagaimana dimaksud pada Bendungan Kelara di Kecamatan Kelara;

ayat

(2) huruf c,

yaitu

(6) Prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. daerah irigasi; b. sistem jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan c. sistem pengendalian banjir. (7) DI sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, terdiri atas: a. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah Pusat adalah DI Kelara dengan luas 7.199 Ha; dan b. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah Kabupaten terdiri dari 106 DI meliputi total luas 21.840 Ha.

22

(8) Rincian DI sebagaimana dimaksud dalam ayat (7), tercantum dalam Lampiran III.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini; (9) Sistem jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) huruf b, terdiri dari: a. IPA Kalakkara di Kecamatan Binamu, dengan kapasitas terpasang 20 L/Detik, dan kapasitas produksi 20 L/Detik.; b. IPA Kalakkara I di Kecamatan Binamu, dengan kapasitas terpasang 10 L/Detik, dan kapasitas produksi 8 L/Detik. c. IPA Munte di Kecamatan Turatea, dengan Kapasitas terpasang 20 L/Detik, dan Kapasitas Produksi 20 L/Detik (10) Sistem Pengendalian Banjir sebagaimana yang dimaksud pada ayat (7) huruf c, dilakukan melalui normalisasi Sungai Pappa, Sungai Allu, Sungai Taman Roya, Sungai Jeneponto (Sungai Kelara), Sungai Tino, serta mengendalikan pembangunan di sepanjang sempadan sungai. Paragraf 4 Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan Pasal 15 Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d, terdiri atas: (1) sistem jaringan persampahan; (2) sistem jaringan air minum; (3) sistem Jaringan air limbah; (4) sistem jaringan drainase; (5) jalur evakuasi bencana; Paragraf 5 Sistem Jaringan Persampahan Pasal 16

(1)

Rencana pengembangan sistem pengelolaan persampahan di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah yang meliputi rencana penyediaan tempat penampungan sementara (TPS), tempat pemrosesan akhir (TPA) dan pengolahan;

(2)

Rencana penyediaan TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan fasilitas pemilahan sampah terdiri atas TPS sampah organik dan TPS sampah anorganik khususnya di kawasan perkotaan PKW, PKLp, PPK dan PPL;

(3)

Rencana penyediaan TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di Kampung Bonto-Bonto, Kelurahan Panaikang, Kecamatan Panakkukang dengan luas lahan 15 Ha yang dilengkapi dengan industry daur ulang;

(4)

Rencana pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rencana pengolahan sampah organik skala kecil yang tersebar pada setiap kawasan permukiman.

(5)

Rincian rencana system pengelolaan persampahan, tercantum pada Lampiran III.9 Tabel 9, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

23

Paragraf 6 Sistem Jaringan Air Minum Pasal 17

(1)

Sistem penyediaan air minum (SPAM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dilakukan melalui system jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan;

(2)

Sistem jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Unit air baku yang bersumber dari Sungai Jeneponto dan Sungai Munte; b.

Unit produksi air minum meliputi: 1. IPA Kalakkara di Kecamatan Binamu dengan kapasitas terpasang 20 L/Detik, dan kapasitas produksi 20 L/Detik.; 2. IPA Kalakkara I di Kecamatan Binamu, dengan kapasitas terpasang 10 L/Detik, dan kapasitas produksi 8 L/Detik.;dan 3. IPA Munte di Kecamatan Turatea, dengan Kapasitas terpasang 20 L/Detik, dan Kapasitas Produksi 20 L/Detik

c.

Unit distribusi yang menyalurkan air minum melalui pipa distribusi langsung ke rumah-rumah, fasilitas umum dan fasilitas sosial;

(3)

Sistem jaringan bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(4)

Pengelolaan SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 7 Sistem Jaringan Air Limbah Pasal 18

(1)

Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c ditetapkan dalam rangka pengurangan, pemanfaatan kembali, dan pengolahan air limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(2)

Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sistem pembuangan air limbah setempat dan sistem pembuangan air limbah terpusat;

(3)

Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara individual melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat serta dikembangkan pada kawasan yang belum memiliki sistem pembuangan air limbah terpusat;

(4)

Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpulan air limbah, pengolahan, serta pembuangan air limbah secara terpusat, terutama pada kawasan industri dan kawasan permukiman padat;

(5)

Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencakup Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) beserta jaringan air limbah;

24

(6)

Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan memperhatikan aspek teknis, lingkungan, dan sosial-budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga;

(7)

Sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 8 Siatem jaringan Drainase Pasal 19

(1)

Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d meliputi sistem saluran drainase primer, system saluran drainase sekunder dan system drainase tersier yang ditetapkan dalam rangka mengurangi genangan air dan mendukung pengendalian banjir, terutama di kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan kawasan pariwisata;

(2)

Sistem saluran drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui saluran pembuangan utama meliputi Sungai Jeneponto, Sungai Poko’ Bulo, Sungai Tamanroya, Sungai Topa, Sungai Canda, dan Sungai Allu;

(3)

Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat dilaksanakan secara terpadu dengan sistem pengendalian banjir.

(1)

Paragraf 9 Jalur Evakuasi Bencana Pasal 20

Rencana Jalur Evakuasi Bencana Alam Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4), meliputi : (1). Jalur evakuasi bencana alam Tsunami terdiri dari jalan poros utama bagian timur menuju ke arah utara (Tolo-Rumbia), dan jalan poros utama bagian barat menuju ke arah utara (Bangkala Barat); (2). Ruang (lokasi) evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah di kawasan Tolo untuk wilayah timur; dan kawasan Bangkala Barat untuk wilayah barat. (3). Jalur evakuasi bencana alam Banjir untuk wilayah Kecamatan Bangkala (Allu) menuju utara atau menuju arah timur jalan utama, untuk wilayah Tamalatea (Boyong Kelurahan Tonrokassi Timur) menuju utara, untuk wilayah Bontoramba Timur menuju ke jalan eksisting arah Gowa, untuk wilayah Tarowang menuju jalan utama, untuk wilayah Binamu bagian selatan menuju jalan utama bagian utara, dan untuk wilayah Arungkeke dan Batang menuju jalan utama provinsi jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada angka (1), (2), dan (3) direncanakan mengikuti/ menggunakan jaringan jalan dengan rute terdekat ke ruang evakuasi dan merupakan jaringan jalan paling aman dari ancaman berbagai bencana.

25

BAB IV RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 21 (1) Rencana pola ruang wilayah kabupaten meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya. (2) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta rencana pola ruang dengan tingkat ketelitian skala 1 : 50.000 sebagai Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Bagian Kedua Kawasan Lindung Pasal 22 Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), terdiri atas: a. kawasan hutan lindung; b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c. kawasan perlindungan setempat; d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; e. kawasan rawan bencana alam; f. kawasan lindung geologi; dan g. kawasan lindung lainnya. Paragraf 1 Kawasan Hutan Lindung Pasal 23 Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) seluas kurang lebih 6.715 Ha, yang terdiri atas: (1). kawasan hutan lindung di Kecamatan Bangkala dengan luas kurang lebih 3.536 Ha; (2). kawasan hutan lindung di Kecamatan Bangkala Barat dengan luas kurang lebih 1.467Ha; (3). kawasan hutan lindung di Kecamatan Bontoramba dengan luas kurang lebih 848 Ha; (4). kawasan hutan lindung di Kecamatan Kelara dengan luas kurang lebih 216 Ha; dan (5). kawasan hutan lindung di Kecamatan Rumbia dengan luas kurang lebih 647 Ha.

26

Paragraf 2 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

(1)

(2)

Pasal 24 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b, merupakan kawasan resapan air yang meliputi areal yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan selain kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa dengan kemiringan lereng di atas 45%. Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di Kecamatan Rumbia, Kecamatan Kelara, Kecamatan Bontoramba, Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Bangkala, Kecamatan Turatea, dan Kecamatan Tarowang. Paragraf 3 Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 25

(1)

Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c, terdiri atas: a. kawasan sempadan pantai; b. kawasan sempadan sungai; c. kawasan sempadan pantai d. kawasan sekitar danau atau waduk; dan e. ruang terbuka hijau kawasan perkotaan.

(2)

Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditetapkan di sepanjang pesisir pantai di Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Bangkala, Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Binamu, Kecamatan Arungkeke, Kecamatan Batang, dan Kecamatan Tarowang, dengan ketentuan: a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.

(3)

Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan di Sungai Jeneponto, Sungai Tamanroya, Sungai tarowang, Sungai Allu, dan Sungai Topa dengan ketentuan: a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar; b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul diluar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima pulh) meter dari tepi sungai.

(4)

Kawasan sekitar danau atau waduk dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan kawasan persiapan rencana pembangunan Bendungan

27

Kelara-Karaloe di Kecamatan Kelara yang berjarak 100 (seratus) meter dari rencana pembangunan bendungan. (5)

Kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang ditetapkan menyebar dan seimbang dengan memperhatikan fungsi ekologis, social budaya, estetika, dan ekonomi dengan ketentuan RTH publik paling sedikit 20% (dua puluh persen) dan RTH privat paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari luas kawasan perkotaan yaitu PKW, PKLp dan PPK. Paragraf 4 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Pasal 26

(1)

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d, terdiri atas: a. Kawasan suaka margasatwa; dan b. Kawasan pantai berhutan bakau.

(2)

Kawasan suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan di Kawasan Suaka Margasatwa Ko’mara berada di Kecamatan Bangkala dengan luasan kurang lebih 2.250,87 (dua ribu dua ratus lima puluh koma delapan puluh tujuh) hektar; dan

(3)

Kawasan pantai berhutan bakau, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan di Kecamatan Bangkala, Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Tarowang, Kecamatan Batang dan Kecamatan Arungkeke dengan luasan kurang lebih 206 (dua ratus enam) hektar.

Paragraf 5 Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 27 (1)

Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e, terdiri atas: a. Kawasan rawan banjir; b. kawasan rawan tanah longsor; dan c. kawasan rawan gelombang pasang.

(2)

Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan di sebagian Kecamatan Bangkala, sebagian Kecamatan Bangkala Barat, sebagian Kecamatan Tamalatea, sebagiaan Kecamatan Bontoramba, sebagian Kecamatan Binamu, sebagian Kecamatan Arungkeke, dan sebagian Kecamatan Batang;

(3)

Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan di Kecamatan Bangkala, Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Rumbia, dan Kecamatan Kelara; dan

(4)

Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan di sepanjang pesisir Kabupaten Jeneponto di Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Bangkala, Kecamatan Tamalatea,

28

Kecamatan Binamu, Kecamatan Arungkeke, Kecamatan Batang, dan Kecamatan Tarowang.

Paragraf 6 Kawasan Lindung Geologi Pasal 28

(1)

Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf f, merupakan kawasan rawan bencana alam geologi;

(2)

Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: a. Kawasan rawan gempa bumi ditetapkan di kecamatan dengan kategori seismisitas rendah;

sleuruh

wilayah

b. Kawasan rawan gerakan tanah ditetapkan di Kecamatan Bangkala, Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Rumbia, dan Kecamatan Kelara; c. Kawasan rawan tsunami ditetapkan di sepanjang pesisir Kabupaten Jeneponto meliputi Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Bangkala, Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Binamu, Kecamatan Arungkeke, Kecamatan Batang, dan Kecamatan Tarowang; dan d. Kawasan rawan abrasi pantai ditetapkan di sepanjang pesisir Kabupaten Jeneponto meliputi Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Bangkala, Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Binamu, Kecamatan Arungkeke, Kecamatan Batang, dan Kecamatan Tarowang. Paragraf 7 Kawasan Lindung Lainnya Pasal 29

(1)

Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf g, terdiri atas: a. Taman buru; dan b. Kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

(2)

Kawasan taman buru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan di Taman Buru Bangkala Kecamatan Bangkala Barat yang menyatu dengan Suaka Margasatwa Ko’mara dengan luasan kurang lebih 2.382 (dua ribu tiga ratus delapan puluh dua) hektar; dan

(3)

Kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan di Kecamatan Bangkala dengan luasan krang lebih 214 (dua ratus empat belas) hektar. Bagian Ketiga Kawasan Budidaya

Pasal 30 Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), terdiri atas: a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan hutan rakyat; c. kawasan peruntukan pertanian; d. kawasan peruntukan perikanan;

29

e. f. g. h. i.

kawasan kawasan kawasan kawasan kawasan

peruntukan peruntukan peruntukan peruntukan peruntukan

pertambangan; industri; pariwisata; permukiman; dan lainnya.

Paragraf 1 Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Pasal 31 (1) Kawasan

peruntukan hutan produksi di Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a, terdiri atas: a. Kawasan hutan produksi terbatas; dan b. Kawasan hutan produksi tetap.

Jeneponto

(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a dengan luasan kurang lebih 375 (tiga ratus tujuh puluh lima) hektar, ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, dan sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba; (3) Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dengan luasan kurang lebih 125 (seratus dua puluh lima) hektar, ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Rumbia dan sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba. Paragraf 2 Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat Pasal 32

Kawasan peruntukan hutan rakyat di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b ditetapkan di Desa Kapita, Desa Gunung Silanu dan Desa Marayoka Kecamatan Bangkala dengan luasan kurang lebih 1.000 (seribu) hektar. Paragraf 3 Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 33 (1)

Kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c, terdiri atas: a. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan; b. Kawasan peruntukan pertanian holtikultura; c. Kawasan peruntukan perkebunan; dan d. Kawasan peruntukan peternakan.

(2)

Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. Kawasan peruntukan pertanian lahan basah ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea, sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagain wilayah Kecamatan Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, sebagian wilayah Kecamatan Batang, sebagian wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan

30

Kelara, dan sebagain wilayah Kecamatan Rumbia dengan luasan kurang lebih 27.234 (dua puluh tujuh ribu dua ratus tiga puluh empat) hektar; dan b.

Kawasan peruntukan pertanian lahan kering ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea, sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagain wilayah Kecamatan Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, sebagian wilayah Kecamatan Batang, sebagian wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan Kelara, dan sebagain wilayah Kecamatan Rumbia dengan luasan kurang lebih 19.592 (sembilan belas ribu lima ratus Sembilan puluh dua) hektar.

(3)

Kawasan peruntukan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari: a. Kawasan peruntukan pertanian hortikultura komoditas sayuran ditetapkan di Kecamatan Rumbia dengan luasan kurang lebih 2.826 (dua ribu delapan ratus dua puluh enam) hektar; dan b. Kawasan peruntukan pertanian hortikultura komoditas buahbuahan ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea, sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagain wilayah Kecamatan Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, sebagian wilayah Kecamatan Batang, sebagian wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan Kelara, dan sebagain wilayah Kecamatan Rumbia dengan luasan kurang lebih 196.530 (seratus sembilan puluh enam ribu lima ratus tiga puluh) hektar.

(4)

Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kawasan perkebunan dan kawasan wanatani terdiri dari: a. kawasan peruntukan perkebunan kakao dan kopi robusta ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala dengan luasan kurang lebih 1.223 (seribu dua ratus dua puluh tiga) hektar; b. kawasan peruntukan perkebunan kakao, kopi robusta, dan kelapa ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat dengan luasan kurang lebih 2.103 (dua ribu seratus tiga) hektar; c. kawasan peruntukan perkebunan kakao, dan kelapa ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba dengan luasan kurang lebih 1.594 (seribu lima ratus sembilan puluh empat) hektar; d. kawasan peruntukan perkebunan kakao, kopi robusta, jambu mete, dan kapuk ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Kelara dengan luasan kurang lebih 208 (dua ratus delapan) hektar; dan e. kawasan peruntukan perkebunan kakao, kopi robusta, cengkeh, jambu mete, dan kapuk ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Rumbia dengan luasan kurang lebih 115 (seratus lima belas) hektar.

(5)

Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa Kawasan peruntukan pengembangan ternak besar ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea, sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagain wilayah Kecamatan Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, sebagian wilayah Kecamatan Batang, sebagian wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan Kelara, dan

31

sebagain wilayah Kecamatan Rumbia dengan luasan kurang lebih 10.540 (sepuluh ribu lima ratus empat puluh) hektar. (6)

Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai kawasan pertanian tanaman pangan berkelanjutan, dengan luasan kurang lebih 27.234 (dua puluh tujuh ribu dua ratus tiga puluh empat) hektar.

Paragraf 4 Kawasan Peruntukan Perikanan Pasal 34

(1)

Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d, terdiri atas : a. kawasan peruntukan perikanan tangkap; b. kawasan peruntukan budidaya perikanan; dan c. kawasan pengolahan ikan

(2)

Kawasan peruntukan budidaya perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan pada wilayah perairan Laut Flores dan wilayah perairan Teluk Bone yang meliputi kawasan pesisir Kecamatan Bangkala Barat, kawasan pesisir Kecamatan Bangkala, kawasan pesisir Kecamatan Tamalatea, kawasan pesisir Kecamatan Binamu, kawasan pesisir Kecamatan Arungkeke, dan kawasan pesisir Kecamatan Tarowang;

(3)

Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari: a. Kawasan budidaya perikanan air laut komoditas rumput laut ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagain wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan Batang, dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea dengan luasan kurang lebih 8.150 (delapan ribu seratus lima puluh) hektar; dan b. Kawasan budidaya perikanan air payau komoditas udang dan ikan bandeng ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagain wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan Batang, dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea dengan luasan kurang lebih 3.178 (tiga ribu seratus tujuh puluh delapan) hektar; dan c. Kawasan budidaya perikanan air tawar ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagain wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah Kecamatan Batang, sebagian wilayah Kecamatan Rumbia, dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea dengan luasan kurang lebih 2.961 (dua ribu sembilan ratus enam puluh satu) hektar.

(4)

Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditetapkan di Kawasan Pengolahan Ikan Pabiringa Kecamatan Binamu dengan luasan kurang lebih 22 (dua puluh dua) hektar. Pasal 35

32

Kawasan pelabuhan khusus perikanan Kabupaten Jeneponto (KIPPT) ditetapkan di Pangkalan Pendataran Ikan (PPI) Tanrusampe Kelurahan Pabiringa Kecamatan Binamu. Paragraf 5 Kawasan Peruntukan Pertambangan Pasal 36 Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf e, terdiri atas : a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara; dan b. Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi. Pasal 37 (1)

Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a, terdiri atas : a. Wilayah usaha pertambangan; dan b. wilayah pertambangan rakyat.

(2)

Wilayah usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. wilayah usaha pertambangan mineral logam komoditas tambang pasir besi ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Binamu dan sebagian wilayah Kecamatan Arungkeke; b. wilayah usaha pertambangan mineral bukan logam meliputi: 1. Komoditas tambang bentonit ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala dan sebagian wilayah Kecamatan Binamu; 2. Komoditas tambang clay ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Binamu, dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea; 3. Komoditas tambang dolomit ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea; 4. Komoditas tambang oker ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Rumbia dan sebagian wilayah Kecamatan Kelara; 5. Komoditas tambang mika ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat; dan 6. Komoditas tambang zeolit ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea. c.

wilayah usaha pertambangan mineral batuan meliputi: 1. Komoditas tambang batu gamping ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan Binamu, dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea; 2. Komoditas tambang andesit ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Batang; 3. Komoditas tambang basalt ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Rumbia, sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea; 4. Komoditas tambang breksi ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan

33

5.

6.

7.

(3)

Kelara, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, dan sebagian wilayah Kecamatan Batang; Komoditas tambang tufa ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, dan sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba; Komoditas tambang kaldeson ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea; dan Komoditas tambang kerikil berpasir alami ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea.

Wilayah usaha pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa wilayah usaha pertambangan mineral batuan komoditas tambang kerikil berpasir alami ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea. Pasal 38

Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b, merupakan kawasan peruntukan pertambangan minyak Blok Karaengta yang berada di wilayah perairan laut Kabupaten Jeneponto. Paragraf 6 Kawasan Peruntukan Industri Pasal 39 (1)

Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf f, terdiri atas: a. Kawasan peruntukan industri besar; b. Kawasan peruntukan industri sedang; dan c. kawasan peruntukan industri rumah tangga.

(2)

Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a terdapat di Kawasan Industri Mallasoro, dengan luasan kurang lebih 258 (dua ratus lima puluh delapan) hektar;

(3)

Kawasan Industri Mallasoro sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilengkapi dengan infrastruktur pendukung meliputi: a. Pembangkit listrik; dan b. Pelabuhan khusus.

(4)

Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, adalah PLTU Mallasoro, dan PLTU Punagaya;

(5)

Pelabuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, terdiri dari: a. Pelabuhan khusus PLTU Punagaya yang dilengkapi dengan terminal barang di sisi Timur Teluk Laikang Kecamatan Bangkala; dan b. Pelabuhan khusus PLTU Mallasoroyang dilengkapi dengan terminal barang di sisi Timur Tanjung Mallasoro Kecamatan Bangkala.

34

(6)

Kawasan peruntukan industri sedang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terdiri dari: a. Kawasan tambak garam Nassara Kecamatan Bangkala dengan luasan kurang lebih 220 (dua ratus dua puluh) hektar; dan b. Kawasan tambak garam Arungkeke Kecamatan Arungkeke dengan luasan kurang lebih 300 (tiga ratus) hektar.

(7)

Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa kawasan aglomerasi industry rumah tangga ditetapkan di PKL, PKLp dan PPK.

Paragraf 7 Kawasan Peruntukan Pariwisata Pasal 40 (1)

Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf f, terdiri atas: a. Kawasan peruntukan pariwisata budaya; b. Kawasan peruntukan pariwisata alam; dan c. kawasan peruntukan pariwisata buatan.

(2)

Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. Rumah Adat (Balla Kambara) dan Masjid Tua Tolo di Kelurahan Tolo Kecamatan Kelara; b. Rumah Adat Kampala di Desa Kampala Kecamatan ArungKeke; c. Rumah Adat Binamu di Kelurahan Pabbiringa Kecamatan Binamu; d. Rumah Adat Kalimporo di Desa Kalimporo Kecamatan Bangkala; e. Artefak Serpih Bilah di Kelurahan Palengu, Kecamatan Bangkala; f. Situs Serpih Bilah Karama di Desa Banrimanurung, Kecamatan Bangkala Barat; g. Kompleks Makam Nong dan Bungung Lompoa di Kampung Bungung Lompoa, Kelurahan Tolo, Kecamatan Kelara; h. Benteng Karampuang berada di Lingkungan Karampuang dan Balai Pasui, Kecamatan Kelara; i. Kompleks Makam Raja-Raja Binamu di Kec. Bontoramba; j. Makam Manjang Loe di Kec. Tamalatea; k. Kompleks Makam Joko di Kec. Bontoramba; l. Kompleks Makam Kalimporo di Desa Kalimporo, Kecamatan Bangkala; m. Makam Pasiri Dg Mangasa Karaeng Labbua Talibannanna di Desa Tuju Kecamatan Bangkala Barat; n. Makam I Maddi Dg Ri Makka di Kelurahan Tonrokassi Kecamatan Tamalatea; o. Makam Pattima Dg Ti'no di Kelurahan Pabbiringa Kecamatan Binamu; p. Makam Karampuang Butung di Kelurahan Biringkasi Kecamatan Binamu; q. Makam Sapanang (Kr. Bebang) desa Sapanang di Kecamatan Binamu; r. Makam Dampang Tolo dan Makam Karaeng Sapaloe di Kelurahan Tolo , Kecamatan Kelara; s. Makam Ta'baka di Desa Arungkeke Pallantikang, Kecamatan Arungkeke; dan t. Makam Karaeng Sengge dan Makam Karaeng Bisea di Desa Balangloe Tarowang Kecamatan Tarowang.

35

(3)

Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. Pantai Birta Ria Kassi di Kelurahan Tonrokassi Kecamatan Tamalatea; b. Pantai Balangloe Tarowang di Desa Balangloe Tarowang Kecamatan Tarowang; c. Tanjung Mallasoro' di Kecamatan Bangkala; d. Pulau Libukang (Pulau Harapan) di Kelurahan Bontorannu, Kecamatan Bangkala; e. Air Terjun Je'ne Aribba di Desa Kapita, Kecamatan Bangkala; f. Air Terjun Boro di Kec. Rumbia; g. Kawasan Mangrove Kassi Desa Tarowang Kecamatan Tarowang; h. Bungung Salapang di Desa Bontorappo, Kecamatan Tarowang; i. Agrowisata dan Pesanggrahan Loka di Kecamatan Rumbia; j. Pantai Karsut di Desa Kampala Kecamatan Arungkeke; k. Pasar Kuda di Kelurahan Tolo Kecamatan Kelara; dan l. Kawasan Pelestarian Tanaman Lontara di Kecamatan Tamalatea.

(4)

Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas: a. Bintang Karaeng Resort di Kecamatan Binamu; b. Kawasan Tambak Garam Tradisional Nassara di Kecamatan Bangkala; c. Kawasan Tambak Garam tradisional Arungkeke di Kecamatan Arungkeke; d. Arena Pacuan Kuda di Kecamatan Bangkala; dan e. Anjungan Pantai Arungkeke di Kecamatan Arungkeke. Paragraf 8 Kawasan Peruntukan Permukiman Pasal 41

(1)

Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf g, terdiri atas : a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.

(2)

Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa kawasan permukiman yang didominasi oleh kegiatan non agraris dengan tatanan kawasan permukiman yang terdiri dari sumberdaya buatan seperti perumahan, fasilitas sosial, fasilitas umum, serta prasarana wilayah perkotaan lainnya;

(3)

Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan pada Kawasan Perkotaan Bontosunggu Kecamatan Binamu dan Kawasan Perkotaan Allu Kecamatan Bangkala;

(4)

Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa kawasan permukiman yang didominasi oleh kegiatan agraris dengan kondisi kepadatan bangunan, penduduk yang rendah dan kurang intensif dalam pemanfaatan daerah terbangun.

(5)

Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan pada sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea, sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, sebagian wilayah Kecamatan Batang, sebagian wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah

36

Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah sebagian wilayah Kecamatan Rumbia. (6)

Kecamatan

Kelara,

dan

Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) juga ditetapkan kawasan permukiman Perdesaan transmigrasi pada sebagian wilayah kecamatan Bangkala Barat.

Paragraf 9 Kawasan Peruntukan Lainnya Pasal 42 (1)

Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf h, merupakan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;

(2)

Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu kawasan yang merupakan aset-aset pertahanan dan keamanan/TNI Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas: a. Kantor Komando Daerah Militer 1425 Jeneponto di Kelurahan Balang Kecamatan Binamu; b. Kantor Batalyon Infanteri 726 Tamalatea di Kelurahan Bulujaya Kecamatan Bangkala Barat c. Kantor Komado Rayon Militer 1425-01 Binamu di Kelurahan Balang Toa Kecamatan Binamu; d. Kantor Komado Rayon Militer 1425-02 Bangkala di Kelurahan Allu Kecamatan Bangkala; e. Kantor Komado Rayon Militer 1425-03 Tamalatea di Kelurahan Bontotangnga Kecamatan Tamalatea; f. Kantor Komado Rayon Militer 1425-04 Kelara di Kelurahan Tolo Kecamatan Kelara; g. Kantor Komado Rayon Militer 1425-05 Batang di Kelurahan TogoTogo Kecamatan Batang; h. Kantor Kepolisian Resort Jeneponto di Kelurahan Empong Kecamatan Binamu; i. Kantor Kepolisian Sektor Batang di Kelurahan Togo-Togo Kecamatan Batang; j. Kantor Kepolisian Sektor Arungkeke di Kelurahan Arungkeke Kecamatan Arungkeke; k. Kantor Kepolisian Sektor Binamu di Kelurahan Panaikang Kecamatan Binamu; l. Kantor Kepolisian Sektor Kelara di Kelurahan Tolo Kecamatan Kelara; m. Kantor Kepolisian Sektor Tamalate di Kelurahan Bontotangnga Kecamatan Tamalatea; n. Kantor Kepolisian Sektor Bangkala di Kelurahan Pallengu Kecamatan Bangkala;

Pasal 43 (1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 - 42 dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.

37

(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya mengkoordinasikan penataan ruang di Kabupaten Jeneponto. BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Pasal 44 (1). Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Jeneponto, terdiri atas: a. Kawasan Strategis Provinsi; dan b. Kawasan Strategis Kabupaten. (2). Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 45 (1)

Kawasan Strategis Provinsi Provinsi yang ada di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. KSP dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; b. KSP dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi; c. KSP dengan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(2)

KSP dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. Kawasan pengembangan budidaya alternative komoditas perkebunan unggulan kopi robusta ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan Kelara, dan sebagian wilayah Kecamatan Rumbia; b. Kawasan pengembangan budidaya alternative komoditas perkebunan unggulan jambu mete ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Rumbia; dan c. Kawasan pengembangan budidaya rumput laut ditetapkan ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagain wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan Batang, dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea.

(3)

KSP dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. Kawasan Penambangan Minyak Blok Karaengta ditetapkan di wilayayah perairan Kabupaten Jeneponto; dan b. Pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap Punagaya di Kecamatan Bangkala.

(4)

KSP dengan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, adalah kawasan hutan lindung Kabupaten Jeneponto dengan luasan kurang lebih 6.715 (enam ribu tujuh ratus lima belas) hektar ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat,

38

sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagian wilayah Kecamatan Kelara, dan sebagian wilayah Kecamatan Rumbia. Pasal 46 (1)

KSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. kawasan strategis dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; b. kawasan strategis dengan sudut kepentingan sosial budaya; dan c. kawasan strategis dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi;

(2)

KSK dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. kawasan agropolitan Rumbia-Kelara ditetapkan di Kecamatan Rumbia, dan Kecamatan Kelara; b. Kawasan industri perikanan dan pariwisata terpadu (KIPPT)di Kecamatan Binamu; c. Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh Agro-minapolitan di Kecamatan Arungkeke dan Kecamatan Tarowang; d. Kawasan Strategis Kabupaten BINTARU di Kecamatan Binamu, Kecamatan Batang, dan Kecamatan Arungkeke.

(3)

KSK dengan sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Agropiltan Berbasis Pesantren ditetapkan di Kecamatan Turatea;

(4)

KSK dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas; a. Kawasan strategis industry Mallasoro di Kecamatan Bangkala; dan b. Kawasan strategis rencana pembangunan Bendungan Kelara-Karaloe di Kecamatan Kelara. BAB VI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

(1). Pemanfaatan

Pasal 47 Kabupaten

ruang wilayah berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang. (2). Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya. (3). Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 48 (1). Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran IV. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (2). Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan kerja sama pendanaan.

39

(3). Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 49 (1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten. (2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi; b. ketentuan perizinan; c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan d. arahan sanksi. Bagian Kedua Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pasal 50 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana nasional dan wilayah, terdiri atas: 1. kawasan sekitar prasarana transportasi; 2. kawasan sekitar prasarana energi; 3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan 4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air; (3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan Pasal 51 (1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten

Jenponto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. Izin prinsip; b. Izin lokasi; c. Izin penggunaan pemanfaatan tanah; dan d. Izin mendirikan bangunan.

40

(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf

b, huruf c, dan huruf d diatur lebuh lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat Ketentuan Insentif dan Disinsentif Pasal 52 (1)

Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf c merupakan perangkat pemerintah daerah untuk mengarahkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang.

(2)

Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

(3)

Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. Pasal 53

(1).

Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.

(2).

Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh Bupati yang teknis pelaksanaannya melalui SKPD kabupaten yang membidangi penataan ruang. Pasal 54

(1)

Pemberian insentif kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1), merupakan insentif yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pusat-pusat pelayanan kota yang ditetapkan untuk didorong atau dipercepat pertumbuhannya;

(2)

Pemberian insentif untuk kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam bentuk: a. Pemberian keringanan pajak; b. Pemberian kompensasi; c. Pengurangan retribusi; d. Penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau e. Kemudahan perizinan.

(3)

Pengenaan disinnsentif kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1), diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dibatasi pengembangannya.

(4)

Pengenaan disinsentif untuk kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan dalam bentuk: a. Pengenaan kompensasi; b. Persyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Jeneponto; c. Kewajiban mendapatkan imbalan; d. Pembatasan penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau e. Persyaratan khusus dalam perizinan.

41

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan pengenaan disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima Arahan Sanksi

(1)

(2) (3)

(4)

Pasal 55 Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf d diberikan dalam bentuk sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang; Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang dikenakan sanksi administratif; Pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang; c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau d. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau e. menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f. pembatalan izin; g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif Pasal 56

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf a meliputi: a. memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukkannya; b. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang sesuai peruntukannya; dan/atau c. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai peruntukannya.

42

Pasal 57 Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf b meliputi: a. tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan; dan/atau b. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang tercantum dalam izin pemanfaatan ruang. Pasal 58 Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf c meliputi: a. melanggar batas sempadan yang telah ditentukan; b. melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah ditentukan; c. melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien dasar hijau; d. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi bangunan; e. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan; dan/atau f. tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang. Pasal 59 Menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf d meliputi: a. menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ, dan sumber daya alam serta prasarana publik; b. menutup akses terhadap sumber air; c. menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau; d. menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki; e. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana; dan/atau f. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang berwenang. Pasal 60 (1)

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam Kelembagaan Pasal 61 (1)

Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah, dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

43

(2)

Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VIII HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG Bagian Kesatu Hak Masyarakat Pasal 62

Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak: a. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang; d. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; e. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan; dan f. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat Pasal 63 Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah terdiri atas: a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang diberikan; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Pasal 64 Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 62 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang. (1)

44

Bagian Ketiga Peran Masyarakat Pasal 65 (1). Masyarakat berperan dalam penataan ruang dalam setiap tahapan yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. (2). Peran masyarakat dalam penataan ruang pelaksanaannya dapat dilakukan melalui tradisi/nilai kearifan lokal dalam bentuk tudang sipulung; Pasal 66 Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 pada tahap perencanaan tata ruang dapat berupa : a. memberikan masukan mengenai : 1. persiapan penyusunan rencana tata ruang; 2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan; 3. pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan; 4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau 5. penetapan rencana tata ruang. b. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Pasal 67 Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dalam pemanfaatan ruang dapat berupa: a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang; b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang; c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 68 Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa: a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi; b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi

45

c. pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; d. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal

menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan e. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pasal 69 (1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis. (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada bupati. (3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait yang ditunjuk oleh Bupati. Pasal 70 Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Pasal 71 Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB IX PENYIDIKAN Pasal 72 (1)

Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegaweri negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jeneponto yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2)

Pengaturan dan lingkup tugas pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

46

BABX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 73 Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah ada dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini. Pasal 74 Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka : a. izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, berlaku ketentuan: 1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin terkait disesuaikan dengan fungsi kawasan dan pemanfaatan ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini; 2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi kawasan dalam Peraturan Daerah ini; dan 3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk menerapkan rekaya teknis sesuai dengan fungsi kawasan dalam Peraturan Daerah ini, atas izin yang telah ditebitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; d. pemanfaatan ruang di Kabupaten Jeneponto yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut: yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; 2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan. masyarakat yang menguasai tanahnya berdasarkan hak adat dan/atau hak-hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, yang karena Peraturan Daerah ini pemanfaatannya tidak sesuai lagi, maka penyelesaiannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan: 1.

e.

47

BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 75 (1)

Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto tentang RTRW Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud dilengkapi dengan lampiran berupa buku RTRW Kabupaten Jeneponto dan Album Peta skala 1: 50.000;

(2)

Buku RTRW Kabupaten Jeneponto dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 76

(1)

Untuk operasionalisasi RTRWK Jeneponto, disusun rencana rinci tata ruang berupa rencana detail tata ruang kabupaten dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten;

(2)

Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah. Pasal 77

(1)

Jangka waktu rencana tata ruang wilayah Kabupaten Jeneponto adalah 20 (duapuluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun;

(2)

Peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah Kabupaten Jeneponto dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dengan ketentuan: a. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; b. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan batas teritorial wilayah daerah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; c. Apabila terjadi perubahan rencana perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah. Pasal 78

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 79 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto

48

Ditetapkan di Bontosunggu pada tanggal 30 Januari 2012 BUPATI JENEPONTO,

RADJAMILO

Diundangkan di Jeneponto pada tanggal 30 Januari 2012 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JENEPONTO,

IKSAN ISKANDAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2012 NOMOR 210.

49

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2012 – 2031 I.

PENJELASAN UMUM Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa penataan ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi dan wilayah Kabupaten/Kota dilakukan secara terpadu dan tidak dipisahpisahkan. Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa wilayah Kabupaten yang berkedudukan sebagai wilayah administrasi, terdiri atas wilayah darat dan wilayah perairan. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) disusun untuk mengantisipasi pemanfaatan ruang yang berkembang secara dinamis, baik di dalam daerah kabupaten maupun dalam kaitannya dengan daerah lain di sekitanya.

Oleh

karena

itu,

RTRW

Kabupaten

disusun

dengan

memperhatikan dinamika pembangunan yang berkembang antara lain isu globalisasi, otonomi dan aspirasi daerah, keseimbangan perkembangan antar kabupaten/kota, kondisi fisik wilayah kabupaten, dampak lingkungan dari pembangunan, pengembangan potensi lahan dan laut, pemanfaatan ruang perkotaan, dan peranan teknologi dalam upaya pemanfaatan ruang. Untuk

mengantisipasi

dinamika

tersebut,

upaya

pembangunan

kabupaten harus dilakukan melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif agar seluruh sumber daya yang ada dapat diarahkan agar berhasil guna dan berdaya guna. Untuk mencapai hal tersebut adalah peningkatan keterpaduan dan keserasian pembangunan di segala aspek yang secara spasial dirumuskan dalam RTRW Kabupaten. Wilayah Kabupaten Jeneponto memiliki sumberdaya ruang

yang

lengkap. Dari sisi topologi ruang daratan, Jeneponto memiliki wilayah pesisir dengan panjang garis pantai 114 km, wilayah dataran rendah (zona tengah) dimana terdapatnya berbagai komoditas tanaman pangan, dan zona atas (dataran pegunungan).

Berkaitan dengan pengaturannya,

diperlukan kejelasan batas, fungsi dan sistem dalam satu ketentuan peraturan perundangan dalam hal ini PERDA. Wilayah Perencanaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jeneponto adalah

50

Kabupaten Jeneponto dalam pengertian wilayah administrasi, yang saat ini terdiri atas 11 Kecamatan. Luas wilayah Kabupaten Jeneponto adalah 749,79 km2 atau  1,20% dari luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Secara administratif Kabupaten Jeneponto terbagi atas 11 Kecamatan yang terdiri dari 31 kelurahan dan 82 desa. Kecamatan yang dimaksud meliputi Kecamatan:

Bangkala,

Bangkala

Barat,

Tamalatea,

Bontoramba,

Binamu,Turatea, Batang, Arungkeke, Tarowang, Kelara, dan Rumbia. Namun, dalam perencanaan pemanfaatan ruang dan struktur ruangnya, juga diperhatikan keterkaitan antara wilayah perencanaan dengan wilayah lain (dalam hal ini hierarkhi wilayah di atasnya dan yang setara). Secara geografis Kabupaten Jeneponto terletak pada 5° 23’12” - 5° 42’1,2” Lintang Selatan (LS) dan 119° 29’ 12” - 119° 56’ 44,9” Bujur Timur (BT), dengan batas-batas sebagai berikut: Kabupaten Gowa dan Takalar di sebelah Utara, Kabupaten Bantaeng di sebelah Timur, Kabupaten Takalar di sebelah Barat, dan dengan Laut Flores di sebelah selatan. Penataan Ruang Kabupaten Jeneponto adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah Kabupaten di wilayah yang menjadi kewenangan Kabupaten, dalam rangka optimalisasi dan mensinergikan pemanfaatan sumberdaya daerah untuk mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya,

yang

berwawasan

lingkungan,

serta

menciptakan

peluang

pembangunan melalui alokasi investasi secara efisien, bersinergi antar wilayah,

dan

pembangunan

dapat

dijadikan

wilayah

acuan

Kabupaten

dalam

penyusunan

Jeneponto

untuk

program

tercapainya

kesejahteraan masyarakat. Dengan

maksud

tersebut,

maka

pelaksanaan

pembangunan

di

Kabupaten Jeneponto harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jeneponto yang disepakati, untuk mencapai tujuan dan sasaran penataan ruang yang berkeadilan dan berkesimbangan.. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3

51

Yang dimaksud dengan “Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten” adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam pemanfaatan ruang darat, laut dan udara termasuk ruang di dalam bumi untuk mencapai tujuan penataan ruang. Pasal 4 Yang

dimaksud

Kabupaten”

dengan

adalah

“Strategi

Penataan

langkah-langkah

Ruang

pelaksanaan

Wilayah kebijakan

penataan ruang. Pasal 5 Struktur

Ruang

Wilayah

Kabupaten

adalah

rencana

yang

mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan

skala

kabupaten

yang

meliputi

sistem

jaringan

transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air, serta prasarana lainnya yang memiliki sakala layanan satu kabupaten. Pasal 6 pusat-pusat kegiatan adalah susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten yang menunjukkan keterkaitan eksisting maupun rencana yang membentuk hirarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten. Ayat 1 huruf a : Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Ayat 1 huruf b : Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari

ditetapkan

sebagai

PKL

dengan

persyaratan

pusat

kegiatan tersebut merupakan kota-kota yang telah memenuhi persyaratan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK). Ayat 1 huruf c :

52

Pusat Pelayanan Kegiatan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan beberapa kecamatan Ayat 1 huruf d : Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk mendukung PPK dengan melayani kegiatan beberapa kecamatan yang lebih kecil Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21

53

Pola

ruang

wilayah

kabupaten

adalah

rencana

distribusi

peruntukan ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kabupaten (20 tahun) yang dapat

memberikan

gambaran

pemanfaatan

ruang

wilayah

kabupaten yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya perencanaan 20 tahun. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup Jelas Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1): kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan hutan yang dibudidayakan dengan tujuan diambil hasil hutannya baik hasil hutan kayu maupun non kayu Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Ayat (2) huruf a: kawasan peruntukan pertanian lahan basah merupakan lahan yang digunakan untuk tanaman pangan sesuai dengan pola tanamnya yang perairannya dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis.

54

Ayat (2) huruf b: kawasan peruntukan pertanian lahan kering merupakan lahan yang digunakan untuk tanaman lahan kering sesuai dengan pola tanamnya yang pengairannya dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis. Ayat (3): kawasan

peruntukan

hortikultura

adalah

lahan

yang

digunakan bagi tanaman hortikultura baik tahunan maupun musiman yang menghasilkan bahan pangan dan bahan baku industri.

Ayat (4): kawasan digunakan

peruntukan bagi

perkebunan

tanaman

adalah

perkebunan

lahan

yang

tahunan

yang

menghasilkan bahan pangan dan bahan baku industri. Ayat (5): kawasan

peruntukan

peternakan

adalah

kawasan

yang

digunakan sebagai peternakan ternak besar dan sedang. Ayat (6): kawasan pertanian pangan berkelanjutan adalah wilayah budidaya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan/atau

hamparan

lahan

cadangan

pertanian

pangan

berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup Jelas Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39

55

Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup Jelas Pasal 44 Ayat (1): Kawasan strategis adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap pengembangan ekonomi, sosial

dan

budaya,

pendayagunaan

sumber

daya

alam

dan/atau teknologi tinggi, serta penyelamatan lingkungan hidup. Pasal 45 Ketentuan Insentif dan Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup Jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Ayat (1): Ketentuan

perizinan

ditetapkan

oleh

adalah

pemerintahan

ketentuan-ketentuan daerah

kabupaten

yang sesuai

56

kewenangannya

yang

harus

dipenuhi

oleh

setiap

pihak

sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan. Ayat (2): Izin Pemanfaatan ruang adalah izin yang disyaratkan dalam kegiatan

pemanfaatan

ruang

sesuai

dengan

ketentuan

peraturan perundang-undangan. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Ayat (1): Arahan Sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas.

57

Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2012 NOMOR : 210

58

LAMPIRAN I.1 : Perda 01 tahun 2012 Tanggal 30 Januari 2012 PETA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO

59

LAMPIRAN I.2 : Perda 01 tahun 2012 Tanggal 30 Januari 2012 PETA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO

60

LAMPIRAN III.3 : Perda 01 Tahun 2012 Tanggal 30 Januari 2012

PETA KAWASAN STRATEGIS WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO

61

LAMPIRAN II : PERDA 01 TAHUN 2012 TANGGAL 30 JANUARI 2012 PROGRAM INDIKATIF PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO 2012 - 2031 USULAN PROGRAM UTAMA

LOKASI

SUMBER PENDANAA N*

INSTANSI PELAKSANA

WAKTU PELAKSANAAN II

I 201 1

(2017~2021 )

III

201 2

201 3

201 4

201 5

201 6

(2022~202 6)

































Disperindag, & Din Kop UKM























































IV (2027~203 1)

I. PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG KABUPATEN A A1 1 2 3

Pengembangan dan Peningkatan Sistem Perkotaan (PKW, PKLp, PPK, dan PPL) Pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Jeneponto Peningkatan kualitas Pelabuhan Bungeng & Ujung Petang Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap/Batubara Peningkatan pelayanan terminal tipe C menjadi Tipe B

Arungkeke, Batang Bangkala (Malasoro) Kota Banto Sunggu

APBDP &/ APBDK Swasta APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN

Dishub, Dis PU PLN, Disperindag Dishub & Dis PU

4

Pengembangan perbankan

Kota Banto Sunggu

5

Pengembangan RSU menuju Tipe B

Kota Banto Sunggu

APBN/P

RSUD

6

Pembangunan Kawasan Industri Pariwisata dan Perikanan Terpadu

Ba'biringa Jeneponto

APBN &/ APBDP &/ swasta

7

Pembangunan sistem mitigasi bencana alam terutama banjir

Jeneponto

APBDP &/ APBDK

DKP, Dis Pariwisata, Disperindag Dis PU, Disdiknas, BMG

62







B

Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal (PKLp)

B1

Pengembangan PKLp Bungeng

1

Peningkatan kualitas pelayanan fungsi Pelabuhan dan Terminal Kelas C

Bungeng

APBDK

2

Peningkatan kualitas pasar local

Bungeng

APBDK

3

Pengembangan perbankan/koperasi

Bungeng

APBDK &/Swasta

4

Pengembangan Puskemas

Bungeng

APBDK

5

Pengembangan SMA/SMK

Bungeng

APBDK &/Swasta

Bungeng

APBDK &/APBDP

Arungkeke, Batang

APBDK &/APBDP

6 7

Pembangunan sistem bencana alam terutama gempa, banjir & tsunami Pengembangan jaringan jalan lokal

B2

Pengembangan PKLp Allu

1

Peningkatan kualitas pelayanan fungsi terminal kelas C

Allu

APBDK

2

Peningkatan kualitas pasar induk kabupaten

Allu

APBDK

3

Pengembangan perbankan/Koperasi

Allu

APBDK &/Swasta

4

Pengembangan Puskesmas

Allu

APBDK

5

Pengembangan SMA/SMK

Allu

APBDK &/Swasta

Din. Perhubungan /PU Dinas Perindag/PU Disperindag/ Din Kop UKM Dinas Kesehatan Dinas Diknas/ PU/ Swasta

















































Dis PU, BMG







Dis PU, Dis Perhubungan







Din. Perhubungan /PU Dinas PPKAD/Perin dag Disperindag/ Din Kop UKM Dinas Kesehatan Dinas Diknas/ PU/ Swasta

























































































63

6

Pembangunan sistem mitigasi bencana alam terutama banjir

Allu

APBDK &/APBDP

7

Pengembangan jaringan jalan lokal

Bangkala

APBDK &/APBDP

B3

Pengembangan PKLp Pabiringa

1

Peningkatan kualitas pelayanan fungsi Pelabuhan TPI

Pabiringa

APBDK

2

Peningkatan kualitas pasar TPI

Pabiringa

APBDK

3

Pengembangan perbankan/Koperasi

Pabiringa

APBDK &/Swasta

4

Pengembangan Puskesmas

Pabiringa

APBDK

5

Pengembangan SMA/SMK Kelautan

Pabiringa

APBDK &/Swasta

Pabiringa

APBDK &/APBDP

Binamu

APBDK &/APBDP

Kelara

APBDK

6 7 B4

Pembangunan sistem mitigasi bencana alam terutama Tsunami, dan abrasi pantai Pengembangan jaringan jalan lokal Pengembangan PKLp Tolo (Kelara)

1

Peningkatan kualitas pelayanan fungsi terminal kelas C

2

Peningkatan kualitas pasar lokal

3

Pengembangan perbankan/Koperasi

4

Pengembangan Puskesmas

5

Pengembangan SMA/SMK

Kelara Kelara Kelara Kelara

APBDK APBDK &/Swasta APBDK APBDK &/Swasta

Dis PU, Disdiknas, BMG Dis PU, Dis Perhubungan

Din. Perhubungan /PU/DKP Dinas DKP /PU Disperindag/ KOP UKM Dinas Kesehatan Dinas Diknas/ PU/ Swasta Dis PU, Disdiknas, BMG Dis PU, Dis Perhubungan

Din. Perhubungan /PU PPKAD, Perindag /PU Disperindag/ Kop UKM Dinas Kesehatan Dinas Diknas/ PU/ Swasta













































































































































































64

6 7 B5

Pembangunan sistem mitigasi bencana alam terutama banjir dan longsor Pengembangan jaringan jalan lokal Pengembangan PPK (Pusat Pelayanan Kawasan)

1

Peningkatan kualitas pelayanan angkutan perdesaan dan sub terminal

2

Peningkatan kualitas pasar lokal

3

Pengembangan Koperasi dan Penyedia Saprodi

4

Pengembangan Puskesmas dan PUSTU

5

Pengembangan SD dan SLTP

Kelara

Kelara, Rumbia

Turatea, Batang, Arungkeke, Tarowang, Tamalatea, Rumbia Turatea, Batang, Arungkeke, Tarowang, Tamalatea, Rumbia Turatea, Batang, Arungkeke, Tarowang, Tamalatea, Rumbia Turatea, Batang, Arungkeke, Tarowang, Tamalatea, Rumbia Turatea, Batang, Arungkeke, Tarowang, Tamalatea, Rumbia

APBDK &/APBDP APBDK &/APBDP

Dis PU, Disdiknas, BMG Dis PU, Dis Perhubungan

























APBDK

Din. Perhubungan /PU











APBDK

Dinas Pasar/PU











APBDK &/Swasta

Disperindag/ Distan, Dinas KoP UKM











APBDK

Dinas Kesehatan











APBDK &/Swasta

Dinas Diknas/ PU/ Swasta











65













6

Pembangunan sistem mitigasi bencana alam terutama banjir, longsor, dan Tsunami

7

Pengembangan jaringan jalan lokal

B 6

Pengembangan PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan)

C

Mendorong Perwujudan Sistem Transportasi Kabupaten

1

2

3

4

Peningkatan jalan dan jembatan kolektor primer Perbatasan Takalar Jeneponto-Perbatasan Jeneponto Bantaeng (kapasitas truk 10 roda) Pengembangan jalan lingkar alternative 1 bagian utara jalan eksisting sebanjang kurang lebih 7,5 km Pengembangan jalan lingkar alternative 2 mulai dari Kecamatan Bangkala Barat (perbatasan dengan Kabupaten Takalar) melewati zona tengah: Bangkala-Bontoramba-TurateaBatang, dengan panjang sekitar 43 km Pembangunan jaringan jalan kereta api (program provinsi dan nasional), dan stasion KA

Turatea, Batang, Arungkeke, Tarowang, Tamalatea, Rumbia Turatea, Batang, Arungkeke, Tarowang, Tamalatea, Rumbia Bntoramba dan Bangkala Barat

APBDK &/APBDP

Dis PU, Disdiknas, BMG













APBDK &/APBDP

Dis PU, Dis Perhubungan /Tarkim













APBDK &/APBDP

Dis PU, Dis Perhubungan













Jeneponto

APBN &/ APBP

Dis PU















Kec. Binamu

APBN &/ APBP

Dis PU









Bangkala Barat, BangkalaBontorambaTurateaBatang

APBN &/ APBP

Kem PU, Perhubungan









Arah Utara hampir berhimpit

APBN

Kem PU, Perhubungan









66



jalan nasional 5

6

7 D D1 1 2 D2

1

2

3

Peningkatan jalan dan jembatan Bontosunggu-Rumbia (kapasitas truk 8 roda) Peningkatan jalan dan jembatan Kelara menuju perbatasan Gowa (rencana Bendungan KelaraKaraloe) Peningkatan jalan dan jembatan Rumbia-Loka (segmen Rumbia)

Bontosunggu , Tolo, Rumbia

APBP

Dis PU







Kelara

APBK

Dis PU







Rumbia

APBN &/ APBP

Dis PU







Wilayah DAS Kabupaten Jeneponto

APBN &/ APBP

Dis Kehutanan













Kab Jeneponto

APBN &/ APBP

Dis PU

















Kec Kelara, Batang, Tarowang, Turatea, Bontoramba

APBN &/ APBP

Dis PU, Distan













Bangkala, Kelara, Turatea

APBN &/ APBP/& BLN

Dis PU, Distan

















Kelara

APBN &/ APBP/& BLN

Dis PU



















Pengembangan Sumber Daya Air Rencana Konservasi Sumber Daya Air Perlindungan DAS (8 DAS kecil) (lihat Peta DAS di Kabupaten Jeneponto Perlindungan Daerah Sempadan sungai, mata air, dan sumber daya air lainnya Pendayagunaan Sumber Daya Air Pengembangan sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi semi teknis dalam rangka persiapan pembangunan Bendungan Kelara Karaloe (irigasi, kontrol banjir dan pembangkit listrik) Perlindungan sawah terhadap banjir di sekitar sungai utama (Allu, Tamanroya, Pokobulo, Kelara) Pembangunan Bendungan Kelara Karaloe

67

4 D3

1

2 E

Rehabilitasi saluran irigasi yang saat ini telah banyak mengalami kerusakan Perencanaan Pengendalian Daya Rusak Air Rehabilitasi saluran drainase pada wilayah rawan banjir (lihat peta Rawan Banjir) Perencanaan Pembangunan Waduk Tunggu, Embung, Situ, dan Pond-pond penangkap air Perwujudan Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Seluruh Wilayah Jeneponto Wilayah Rawan Banjir (Binamu, Tutarea, Bangkala, Bontoramba, dan Taroang Berbagai lokasi di Zona Atas Seluruh wilayah sungai Jeneponto Seluruh Jeneponto

APBN &/ APBP/

Dis PU

APBN &/ APBP/& BLN

Dis PU

APBN &/ APBP/& BLN

Dis PU / Distan

APBN &/P &/ Swasta















































PLN, Dinas PU

















APBN &/P &/ Swasta

PLN, Dinas PU































1

Pembangunan sumber pembakit listrik tenaga air (Mikro-Hidro, dll)

2

Rehabilitasi JaringanTransmisi Listrik

3

Fasilitasi Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi terestrial

Seluruh wilayah Jeneponto

APBN &/P &/ Swasta

Telkom







4

Peningkatan TPI Pabiringa

Binamu

APBN

Dis KP







4

Pembangunan TPA Bonto-Bonto

Kel Panaikang, Binamu

APBN, APBDK

Kantor LH/Tarkim













F

Perwujudan Sistem Sarana Wilayah Kabupaten

F1

Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana pemerintahan

Kab. Jeneponto

APBDK

Setda/PU













68

F2 F3 F4 F5 F6

Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana pendidikan (Sekolah Unggulan) Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana kesehatan (Rumah Sakit dan Puskesmas) Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana peribadatan

Kab. Jeneponto

Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana perdagangan termasuk TPI Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana pariwisata dan olahraga Penyediaan Ruang terbuka hijau (RTH)

Kab. Jeneponto

Kab. Jeneponto Kab. Jeneponto

Kab. Jeneponto Kec. Binamu (Kota Bontosunggu )

APBN/APBD P/APBDK, BANLU

Dis Diknas

















APBN/APBD K)

Dis Kes, Dis PU

















APBDK

Setda/Kantor Agama/Dis PU

















APBN/APBD K

Dis PU/Dis KP

















APBDK

Dis Pariwisata, OR/PU

















APBN/APBD K

Dis Hut / Lingkungan Hidup

















APBN &/ APBDP &/ APBDK

Dishut

















APBN &/ APBDP &/ APBDK

Dishut, Dis tan

















II. PERWUJUDAN POLA RUANG KABUPATEN

A A1

Perwujudan Kawasan Lindung di Kab Jeneponto Rehabilitasi dan Pemantapan Fungsi Kawasan Lindung

1

Pemantapan Kawasan Hurtan Lindung

2

Penanganan Kawasan Hutan Lindung yang telah diokupasi (konflik fungsi)

A2

Pengembangan Pengelolaan Kawasan Konservasi

Bangkala Barat, Bangkala, Kelara, Rumbia Bangkala Barat, Bangkala, Kelara, Rumbia

69

APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK

1

Suaka Margasatwa (KLN)

Komara, Jeneponto

A3

Perlindungan sempadan sungaisungai besar

Kabupaten Jeneponto

A4

Pengembangan sempadan pantai

Sepanjang pesisir

A5

Perlindungan pantai berhutan bakau (mangrove)

Bangkala, Arungkeke

A6

Program penanganan kawasan rawan bencana alam banjir, longsor, dan Tsunami

Kecamatan Bangkala Tamalatea Bontoramba, Tarowang, Binamu Arungkeke dan Batang.

B

Perwujudan Kawasan Budidaya Kabupaten Jeneponto

B1

B2 B3 B4

Pengembagan kegiatan budidaya kehutanan Pengembagan kegiatan budidaya tahunan/perkebunan termasuk agroforestri Pengembagan kegiatan budidaya pertanian lahan kering tanaman semusim Pengembagan kegiatan budidaya pertanian lahan basah (sawah)

Kawasan Atas (Kelara, Rumbia, Bangkala, Bangkala Barat) Kab Jeneponto Kab Jeneponto Kab Jeneponto

APBN &/ APBDP &/ APBDK

APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK

Dishut















Dishut















Dis PU, Dishut















Dis PU, Dishut















Dis PU, BMG















Dis Hut















Dis Tan

















Dis Tan

















Dis Tan

















70

B5 B6 B7 B8 B9 B1 0

Pengembagan kegiatan budidaya hortikultura Pengembagan kegiatan budidaya peternakan Pengembagan kegiatan perikanan tangkap budidaya perikanan pesisir Pengembagan kegiatan budidaya pertambangan Pengembagan kegiatan budidaya pariwisata Pengembagan kawasan perumahan/ pemukiman perkotaan dan perdesaan

Kab Jeneponto Kab Jeneponto Kab Jeneponto Kab Jeneponto Kab Jeneponto Kab Jeneponto

APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK

Dis Tan

















Dis Tan

















Dis KP

















Dis Tamben

















Dis Pariwisata

















Dis Perumahan/ Tata Ruang

















APBN

Dishut

















APBN/APBD K APBN/APBD K

Bappeda/ Distan

















Dis KP

















APBN/APBD K

Bappeda

















APBN/Swas ta

Bappeda/ Dis Perindag

















III. PERWUJUDAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS A A1 B B1 B2 B3 B4

Pengembangan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) Perlindungan dan Rehabilitasi SM Komara Pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Jeneponto Kawasan Agropolitan RumbiaKelara Kawasan Industri Perikanan dan Pariwisata Terpadu (KIPPT) Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) ArungkekeTarowang Kawasan Strategis Industri Malasoro

Bangkala Barat

Rumbia, Kelara Binamu Arungkeke, Batang, Tarowang Bangkala

71

B5

B6 B7

Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) Agropolitan berbasis Pondok Pesantren (Turatea)

Turatea

Kawasan Strategis Binamu, Batang, Arungkeke (BINTARU)

Binamu, Batang, Arungkeke

Kawasan Strategis (Rencana) Bendungan Kelara-Karaloe

Kelara

APBN/APBD K APBN/APBD P/APBDK

APBN/Swas ta

Bappeda/ Dis Diknas

















Bappeda, Dis PU, Diknas, Distan, DKP, Kesehatan, BPMD

















Dis PU































IV

PROGRAM PENGENDALIAN DAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

1

Pengawasan kegiatan pada kawasan lindung

Kab Jeneponto

APBN/APBD K

Dis Hut



















2

Pemantauan dan evaluasi tata ruang wilayah

Kab Jeneponto

APBDK

Bappeda/ BKPRD



















3

Optimalisasi fungsi BKPRD dan instansi teknis dalam penataan ruang

Kab Jeneponto







Pengembangan kerjasama penataan ruang dengan pemda sekitar (Skema RM-AKSESS)

Kab Jeneponto















5

Sosialisasi PERDA RTRW Kabupaten Jeneponto

Kab Jeneponto

6

Penyusunan mekanisme perijinan kegiatan pemanfaatan ruang

Kab Jeneponto

7

Sosialisasi insentif dan disintensif sehubungan penyelenggaraan tata ruang wilayah kabupaten Jeneponto





4

APBDK

APBDK

Bappeda/ Dis Tata Ruang Bappeda/ Dis Tata Ruang





APBDK

Bappeda/ Dis Tata Ruang





APBDK

Bappeda/ Dis Tata Ruang





Bappeda





APBDK Kab Jeneponto

72

V

SISTEM INFORMASI TATA RUANG

1

Penyusunan Sistem Informasi Tata Ruang (SIMTARU)

Kab Jeneponto

APBDK

Bappeda/ Dis Tata Ruang

2Updating data sistem informasi tata ruang wilayah

Kab Jeneponto

APBDK

Bappeda/ Dis Tata Ruang





















) Catatan: APBN=Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; APBDP=Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi; dan APBDK=Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten.

BUPATI JENEPONTO

RADJAMILO

73



LAMPIRAN III.1 : Perda Nomor 01 Tahun 2012 Tanggal 30 Januari 2012 Jaringan Jalan Kolektor Primer dan Lokal Primer Kabupaten Jeneponto 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas

Buludoang - Barana - Bts. Takalar sepanjang 14.90 km; Barana - Bulujaya sepanjang 2.30 km; Patejagung - Kompleks RKBA sepanjang 1.90 km; Bontocaku - Bts. Takalar sepanjang 2.10 km; Barana - Parangmani sepanjang 3.70 km; Beroanging - Tombolo - Bontokassi sepanjang 10.10 km; Limbangan Jarang - Tombolo sepanjang 2.40 km; Pallengu - Bokopanrang sepanjang 1.10 km; Sawitto - Balobboro sepanjang 1.10 km; Campagaya - Bangkala - Baddopangka sepanjang 5.50 km; Bilaya - Bisolli sepanjang 1.00 km; Bisolli - Santigia sepanjang 7.90 km; Bulujaya - Kampung Beru sepanjang 7.90 km; Banri Manurung - Tanaeja sepanjang 6.50 km; Balla Barrisi - Limbangan Parang sepanjang 7.20 km; Santigia - Bissangka sepanjang 6.80 km; Beroanging - Bungung-bungung sepanjang 3.50 km; Benteng Allu - Beroanging sepanjang 12.80 km; Batu Bassi - Pattiro sepanjang 3.10 km; Pattiro - Pa'rasangan Beru sepanjang 2.70 km; Allu - Bissangka - Lambupeo sepanjang 4.60 km; Allu - Pallengu sepanjang 2.50 km; Bissangka - Lambupeo sepanjang 1.50 km;

74

24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52.

Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas

Tanetea - Barobbo sepanjang 13.50 km; Bulu-bulu - Parangboddong sepanjang 7.50 km; Tombo-tombolo - Taipa Tinggia sepanjang 2.90 km; Parang Luara - Taipa Tinggia sepanjang 2.20 km; Ta'bungtulu - Se'rukang sepanjang 4.55 km; Allu Marayako - Pappalluang sepanjang 23.00 km; Ruku-ruku - Tanetea sepanjang 2.10 km; Tanam Mawang - Sarroanging sepanjang 1.30 km; Bontorannu - Tanetea sepanjang 2.30 km; Kassi Kebo - Talasa - Kalimporo sepanjang 7.50 km; Bontorannu - Mallasoro sepanjang 4.60 km; Mallasoro - Batule'leng sepanjang 5.60 km; Mallasoro - Kawaka - Mallasoro sepanjang 5.30 km; Balang Toddo - Mallasoro sepanjang 5.20 km; Rappo-rappo Jawaya - Manjangloe sepanjang 3.50 km; Mallasoro - Ujunga sepanjang 3.60 km; Mallasoro - Bungung Pandang sepanjang 1.50 km; Nasara - Kampung Beru - Kassi-kassi sepanjang 4.50 km; Mallasoro - Biringkassi sepanjang 3.50 km; Mallasoro - Biringkassi sepanjang 1.00 km; Bonto Salangka - Aranaya sepanjang 5.30 km; Kapita - Se'rukang sepanjang 4.55 km; Bonto Salangka - Se'rukang sepanjang 6.60 km; Butta Guntung - Tala Joko sepanjang 6.10 km; Tambung Bt. Jawa - Parangboddong sepanjang 1.30 km; Si'rukang - Panngalawakang sepanjang 7.50 km; Ci'nong Sulurang - Bangka-bangkala sepanjang 7.20 km; Bulu Suka - Se'rukang sepanjang 3.30 km; Bulu Suka - Bulu Sibatang sepanjang 3.50 km;

75

53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81.

Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas

Kapita Pokanga - Batangloe sepanjang 3.50 km; Ci'nong - Tonrokassi sepanjang 1.00 km; Balandangang - Maero - Bulusuka sepanjang 12.50 km; Ta'bingjai - Campagaya sepanjang 1.00 km; Boyong - Kamoa sepanjang 1.50 km; Tamanroya - Alluka - Bontoramba sepanjang 3.50 km; Tanetea - Mannuruki sepanjang 2.90 km; Parang Leang - Tanam Mayang sepanjang 4.50 km; Panaikang - Gantinga - Barayya sepanjang 5.30 km; Kanawaya - Tamanroya sepanjang 0.90 km; Layu - Panaikang sepanjang 1.00 km; Kareloe - Su'rulangi sepanjang 3.50 km; Gandi Parappa - Parappa sepanjang 1.00 km; Maero - Bontoramba - Joko sepanjang 5.50 km; Sapaya - Panaikang sepanjang 2.40 km; Bungunglompoa - Palambuta sepanjang 14.50 km; Daima - Marayu sepanjang 3.10 km; Bontotangnga - Turatea - Barandasi sepanjang 2.70 km; Conre - Pattiroang sepanjang 2.10 km; Bungunglompoa - Embo sepanjang 2.80 km; Sidenre - Kunjungmange sepanjang 1.50 km; Kalumpang - Bontojai sepanjang 3.10 km; Barandasi - Mannyumbeng sepanjang 3.10 km; Pandang-pandang - Bungung-bungung sepanjang 7.70 km; Monro-monro - Pabiringa sepanjang 2.50 km; Monro-monro - Tamanroya sepanjang 11.00 km; Balangloe - La'lupang sepanjang 3.50 km; Romanga - Pa'rewakang sepanjang 1.00 km; Romanga - Panaikang sepanjang 2.30 km;

76

82. Ruas 83. Ruas 84. Ruas 85. Ruas 86. Ruas 87. Ruas 88. Ruas 89. Ruas 90. Ruas 91. Ruas 92. Ruas 93. Ruas 94. Ruas 95. Ruas 96. Ruas 97. Ruas 98. Ruas 99. Ruas 100. Ruas 101. Ruas 102. Ruas 103. Ruas 104. Ruas 105. Ruas 106. Ruas 107. Ruas 108. Ruas 109. Ruas 110. Ruas

Kalukuang - Balangloe sepanjang 1.70 km; Belokallong - Embo sepanjang 12.60 km; Mannuruki - Sarroanging sepanjang 3.80 km; Camba Borong - Ka'nea sepanjang 2.50 km; Balangloe - Mangngepong - Tanjonga sepanjang 11.00 km; Mangngepong - Bululoe sepanjang 1.70 km; Mangngepong - Kampung Beru sepanjang 1.50 km; Mangngepong - Tanjonga sepanjang 1.00 km; Mangngaungi - Aung sepanjang 1.50 km; Talapang Kaya - Sarroanging sepanjang 1.90 km; Paceko - Lembang Loe sepanjang 1.00 km; Kalukuang - Sapanang sepanjang 5.00 km; Bontosunggu - Agang Je'ne sepanjang 3.90 km; Malolo - Ganrang Batu sepanjang 5.90 km; Kayuloe - Bontoloe sepanjang 1.50 km; Bungung Barana - Je'netallasa sepanjang 7.60 km; Gantinga - Pa'rasangan Beru sepanjang 2.50 km; Jenetallasa - Sekke sepanjang 0.90 km; Bulloe - Mattoanging sepanjang 1.30 km; Mangngaungi - Munte - Mangepong sepanjang 8.70 km; Paitana - Ta'lambua sepanjang 5.20 km; Rannaya - Pakokoa sepanjang 2.20 km; Empoang - Kalukuang - Palajau sepanjang 11.50 km; Karisa - Pannara sepanjang 3.30 km; Monro-monro - Tarusang sepanjang 2.00 km; Pappengkang - Bulo-bulo - Palajau sepanjang 4.30 km; Balangloe - Bulo-bulo sepanjang 3.00 km; Palajau - Pandang-pandang sepanjang 2.00 km; Kassi-kassi - Sambone-bone sepanjang 1.30 km;

77

111. Ruas 112. Ruas 113. Ruas 114. Ruas 115. Ruas 116. Ruas 117. Ruas 118. Ruas 119. Ruas 120. Ruas 121. Ruas 122. Ruas 123. Ruas 124. Ruas 125. Ruas 126. Ruas 127. Ruas 128. Ruas 129. Ruas 130. Ruas 131. Ruas 132. Ruas 133. Ruas 134. Ruas 135. Ruas 136. Ruas 137. Ruas 138. Ruas 139. Ruas

Borongloe - Pala-palasa sepanjang 1.70 km; Bonto burungeng - Palajau sepanjang 6.00 km; Capponga - Palajau sepanjang 7.10 km; Parang Tinambung - Boronglamu sepanjang 3.50 km; Tanggakang - Pao - Bungeng sepanjang 3.50 km; Cappongan - Bungeng sepanjang 3.00 km; Kua Kuala - Bungeng - Pajalaya sepanjang 2.50 km; Tarowang - Panjaya sepanjang 2.20 km; Tarowang - Sepeka sepanjang 5.00 km; Arungkeke - Paranga sepanjang 2.50 km; Batu Maccing - Bulloe sepanjang 5.70 km; Pappengkang - Bulo-bulo - Maccini Baji sepanjang 3.90 km; Bulloe - Camba Langkasa sepanjang 3.10 km; Ganrang Batu - Pammessorang sepanjang 4.10 km; Maccini Baji - Bonto Laya sepanjang 2.20 km; Bonto Burungeng - Paitana sepanjang 8.90 km; Bulloe - Pitape sepanjang 1.60 km; Camba-camba - Bonto Jannang sepanjang 4.10 km; Togo-togo - Bata Polong sepanjang 5.70 km; Sammu-sammukeng - Bonto Jannang sepanjang 2.50 km; Gudanga - Kaluku sepanjang 2.50 km; Bontosunggu - Sarappo sepanjang 2.80 km; Bontosunggu - Mangngaungi sepanjang 1.50 km; Pallengu - Lassang-lassang sepanjang 1.00 km; Bontorappo - Tolo sepanjang 8.30 km; Togo-togo - Bontoraya sepanjang 5.00 km; Bontoraya - Kalongko sepanjang 2.00 km; Tarowang - Kalongko - Pala-Palasa sepanjang 6.30 km; Pala-Palasa - Kalongko sepanjang 2.10 km;

78

140. Ruas 141. Ruas 142. Ruas 143. Ruas 144. Ruas 145. Ruas 146. Ruas 147. Ruas 148. Ruas 149. Ruas 150. Ruas 151. Ruas 152. Ruas 153. Ruas 154. Ruas 155. Ruas 156. Ruas 157. Ruas 158. Ruas 159. Ruas 160. Ruas 161. Ruas 162. Ruas 163. Ruas 164. Ruas 165. Ruas 166. Ruas 167. Ruas 168. Ruas

Pala - Palasa - Samataring sepanjang 1.40 km; Pala - palasa - Ramba sepanjang 8.80 km; Balombonga - Karampuang sepanjang 2.20 km; Palajau - Pallengu - Petang sepanjang 1.50 km; Bontonompo - Butang-Butang sepanjang 2.00 km; Tarowang - Goyang - Bontonompo sepanjang 7.90 km; Bontomanai - Bts.Bantaeng sepanjang 2.50 km; Bontonompo - Pangi sepanjang 2.90 km; Mangngundurang - Bontosunggu sepanjang 1.70 km; Camba Lompoa - Gantarang - Bontolebang sepanjang 14.70 km; Balangloe - Kanang-Kanang sepanjang 6.50 km; Tino - Kanang-Kanang sepanjang 5.60 km; Tino - Bontotangnga sepanjang 4.20 km; Ramba - Pangi sepanjang 3.10 km; Ramba - Rompodepa sepanjang 3.00 km; Loka - Kassi - Kurisi - Ramba sepanjang 11.50 km; Ramba - Kurisi sepanjang 0.90 km; Kacici - Bualang Paliang sepanjang 3.50 km; Boro - Parangtalasa - Loka sepanjang 8.40 km; Tompo Bulu - Kapasa sepanjang 3.70 km; Kambutta Towa - Bts.Bantaeng sepanjang 1.50 km; Rannaya - Ta'buakang sepanjang 1.00 km; Maccini Baji - Borongloe sepanjang 3.10 km; Tompo Kelara - Bendungan sepanjang 2.30 km; Tolo - Pangnyawakang sepanjang 1.50 km; Mataere - Sarroanging sepanjang 1.40 km; Canda - Pabolong sepanjang 1.50 km; Alla-Alla - Ujung Petang sepanjang 2.00 km; Bontosunggu - Pa'borongang sepanjang 3.20 km;

79

169. Ruas 170. Ruas 171. Ruas 172. Ruas 173. Ruas 174. Ruas 175. Ruas 176. Ruas 177. Ruas 178. Ruas

Ramba - Paloe - Kassi sepanjang 5.00 km; Bululoe - Rambuta sepanjang 2.50 km; Bissanti - Bale Balang - Kassi sepanjang 3.80 km; Bangkala - Batunapara sepanjang 5.20 km; Maccini baji - Bulu Rinring sepanjang 3.00 km; Lumpakang - Pattiro sepanjang 2.00 km; Tombolo - Ramba sepanjang 4.20 km; Ujung Loe - Bonto-Bonto sepanjang 2.80 km; Limbang Jarang sepanjang 2.30 km; Tombolo sepanjang 4.60 km;.

BUPATI JENEPONTO

RADJAMILO

80

LAMPIRAN III.1 : Perda Nomor 01 Tahun 2012 Tanggal 30 Januari 2012 Trayek Angkutan Barang dan Angkutan Penumpang di Kabupaten Jeneponto a. b.

c.

Trayek angkutan kota dalam provinsi (AKDP), terdiri atas: 1. Karisa – Mamuju; trayek angkutan kota dalam provinsi (AKDP), terdiri atas: 1. Karisa –Pinrang; 2. Karisa – Palopo; 3. Karisa - Pare pare; 4. Karisa – Makassar; 5. Karisa – Takalar; 6. Karisa – Gowa; 7. Karisa – Bantaeng; 8. Karisa – Bulukumba; 9. Karisa – Sinjai. trayek angkutan perdesaan, terdiri atas: 1. Karisa – Embo; 2. Karisa-Ujung loe; 3. Karisa-Bangkala; 4. Karisa-Bulukumba; 5. Karisa-Bantaeng; 6. Karisa-Tino; 7. Karisa-Batang; 8. Karisa-Tolo; 9. Karisa-Pamesorang; 10. Karisa-Arungkeke;

81

11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.

Karisa-Bulobulo; Karisa-Pannara; Karisa-Mangngepong; Karisa-Sapanang; Karisa-Bungkeke; Karisa-Pokobulo; Karisa-Jombe; Karisa-Kambang; Karisa-Paitana; Karisa-Rumbia; Karisa-Boro; Karisa-Tarowang; Karisa-Tamalatea; Karisa-Barobbo; Karisa-Buluodoang; Karisa BTN/Taba.

BUPATI JENEPONTO

RADJAMILO

82

LAMPIRAN III.3 : Perda Nomor 01 Tahun 2012 Tanggal 30 Januari 2012 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan energi Kabupaten Jeneponto 1.

Sistem Jaringan Pembangkit Tenaga listrik : a. PLTU Punagaya terdapat di Kecamatan Bangkala dengan kapasitas 2 x 100 MW; b. PLTU Bosowa Massaloro terdapat di Kecamatan Bangkala dengan kapasitas 2 x 125 MW. c. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kelara, terdapat di Kecamatan Kelara dengan kapasitas 2 x 125 MW; dan d. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang bersumber dari Sungai Munte dan beberapa anak sungai lainnya.

2.

Gardu induk (GI) yang terdiri atas: a. GI Jeneponto 1 dengan kapasitas 20 MVA terdapat di Kecamatan Arungkeke; b. GI Jeneponto 2 dengan kapasitas 30 MVA terdapat di Kecamatan Arungkeke; dan c. Rencana Pembangunan GI Jeneponto 3 dengan kapasitas 20 MVA terdapat di Kecamatan Arungkeke.

3.

Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) kapasitas 150 KV yang terdiri atas: a. GI Bulukumba – GI Jeneponto; b. GI Bulukumba – GI Jeneponto; c. GI Jeneponto TIP 58; d. GI Jeneponto TIP 58; dan e. GI Jeneponto – GI Tallasa.

83

3.

Depo a. b. c. d.

BBM Bahan Bakar Minyak : Depo BBM Paccelanga di Kecamatan Bangkala; Depo BBM Pakkaterang di Kecamatan Binamu.; Depo BBM Bontosunggu di Kecamatan Binamu; dan Depo BBM Pammengkang Bulo-Bulo di Kecamatan Arungkeke.

BUPATI JENEPONTO

RADJAMILO

84

LAMPIRAN III.4 : Perda Nomor 01 Tahun 2012 Tanggal 30 Januari 2012. Daerah Irigasi di Kabupaten Jeneponto 1. 2.

Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah, terdiri atas DI Kelara, seluas 7.199 ha; dan Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah Kabupaten terdiri dari 106 DI meliputi total luas 21.840 ha, yang terdiri dari : a. Daerah Irigasi di Kecamatan Tamalatea 225 ha, b. Daerah Irigasi di Kecamatan Rumbia 6.141 ha, c. Daerah Irigasi di Kecamatan Taroang 2.080 ha, d. Daerah Irigasi di Kecamatan Turatea 1.212 ha, e. Daerah Irigasi di Kecamatan Bontoramba 2.994 ha, f. Daerah Irigasi di Kecamatan Bangkala 1.247 ha, g. Daerah Irigasi di Kecamatan Bangkala Barat 3.948 ha, h. Daerah Irigasi di Kecamatan Binamu 681 ha, i. Daerah Irigasi di Kecamatan Kelara 1.100 Ha, j. Daerah Irigasi di Kecamatan Batang 1.282 Ha, dan k. Daerah Irigasi di Kecamatan Arungkeke 921 Ha. BUPATI JENEPONTO

RADJAMILO

85

LAMPIRAN IV : Perda 01 Tahun 2012 Tanggal 30 Januari 2012 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO 2012-2031 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Deskripsi

Ketentuan Umum Kegiatan

Keterangan

A. Kawasan Lindung A1. Kawasan lindung yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya

a. Kawasan hutan lindung

Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah

a. Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam; b. Ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi; c. Pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi penduduk dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan dibawah pengawasan ketat; d. Penetapan dan penegasan batas kawasan hutan lindung untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang; e. Penetapan batas kawasan hutan dilakukan secara terkordinasi sesuai ketentuan prundangan yang berlaku; f. Sosialisasi batas kawasan hutan kepada masyarakat; g. Pengaturan kembali secara bertahap penguasaan dan penggunaan tanah sesuai dengan fungsi lindung.

Kawasan hutan lindung seluas 6.715,88 Ha, yang terdiri atas:  kawasan hutan lindung di Kecamatan Bangkala dengan luas kurang lebih 3.536,03 Ha;  kawasan hutan lindung di Kecamatan Bangkala Barat dengan luas kurang lebih 1.467,45Ha;  kawasan hutan lindung di Kecamatan Bontoramba dengan luas kurang lebih 848,33 Ha;  kawasan hutan lindung di Kecamatan Kelara dengan luas kurang lebih 216,86 Ha; dan  kawasan hutan lindung di Kecamatan Rumbia dengan luas kurang lebih 647,21 Ha.

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

b. Kawasan resapan air:

Deskripsi

Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.

Ketentuan Umum Kegiatan

a. Pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan; b. Penyediaan sumur resapan pada lahan terbangun yang sudah ada; dan c. Penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budidaya terbangun yang diajukan izinnya.

Keterangan

kawasan resapan air di Kabupaten Jeneponto meliputi areal bagian atas selain kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa dengan lereng di atas 45%.

A2. Kawasan perlindungan setempat

a. kawasan sempadan pantai;

Sempadan pantai adalah kawasan sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.

Ketentuan: daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai. a.

Kawasan sempadan pantai terdapat di pesisir kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Bangkala, Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Binamu, Kecamatan Arungkeke, Kecamatan Batang, dan 87

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

b. kawasan sempadan sungai;

Deskripsi

Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/ saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi sungai.

Ketentuan Umum Kegiatan Pemanfaatan: a. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; b. Pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi; c. Pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai; d. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c; dan e. Ketentuan pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan. d. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul diluar kawasan permukiman dengan lebar 100 (seratus) meter dari tepi sungai; e. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul diluar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai; dan f. untuk sungai dikawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter. Pemanfaatan: a. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;

Keterangan

Kecamatan Tarowang,

Kawasan sempadan sungai terdapat di sungai-sungai besar dan kecil

88

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

c. kawasan sekitar danau/waduk;

Deskripsi

Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan tertentu disekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.

Ketentuan Umum Kegiatan b. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air; c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi; d. Penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. a. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau b. Jalur hijau minimal 100 meter dari tepi waduk. c. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air; d. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi; e. Penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keterangan

Kawasan sekitar waduk merupakan areal persiapan dengan jarak 100 meter pada rencana kawasan pembangunan Bendungan Kelara-Karaloe, di Kecamatan Kelara (perbatasan Kabupaten Gowa)

A3. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya

a. kawasan suaka margasatwa

Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan

Dalam hutan suaka alam/margasatwa, tidak dibenarkan melakukan kegiatan yang dapat merubah keutuhan kawasan hutan suaka alam (UU no 5 1990), kecuali untuk kegiatan-kegiatan bagi kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya (pasal 17).

Kawasan suaka alam terdiri atas Suaka margasatwa dan taman buru Komara/Bangkala terdapat di Kecamatan Bangkala dengan luas kurang lebih 2.512 ha;

89

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Deskripsi pembangungan pada umumnya.

b. kawasan pantai berhutan bakau

Kawasan pantai berhutan bakau merupakan suatu ekosistem hutan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan suplai air tawar yang cukup. Kawasan pantai berhutan bakau berfungsi sebagai sumber bahan organik, habitat berbagai hewan aquatik bernilai ekonomis tinggi, pelindung abrasi dan penahan intrusi air laut.

Ketentuan Umum Kegiatan Yang dimaksud dengan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. a. Areal pasang surut dengan mangrove di atasnya yang masih utuh perlu dipertahankan sebagai kawasan lindung. b. Areal selain mangrove dan daerah terbangun diperlukan penetapan lebar minimal sempadan pantai. c. Wilayah budidaya tambak/kolam yang telah ada dipertahankan keberadaannya, dengan sistem pengelolaan yang bertumpu pada kaidah konservasi. Lahan-lahan pasang surut yang dulunya mangrove, tapi karena adanya pembukaan lahan dan kemudian tidak produktif lagi perlu direhabilitasi.

Keterangan

kawasan pantai berhutan bakau tersebar di wilayah Kecamatan Bangkala, Bangkala Barat, Tamalatea, Tarowang, Batang, dan Arungkeke.dengan luas kurang lebih 206 ha.

A4. kawasan rawan bencana alam

a. kawasan rawan banjir

Kawasan rawan banjir adalah kawasan yang karena kondisi topografi, geologi, dan land usenya sering dilanda banjir pada curah hujan di atas normal

Peraturan zonasi untuk kawasan rawan banjir, adalah membatasi kegiatan intensif dalam kawasan rawan banjir dan melakukan pengendalian bencana banjir dalam bentuk sebagai berikut: a. Struktural: dilakukan melalui kegiatan rekayasa teknis, terutama dalam penyediaan prasarana dan sarana serta penanggulangan banjir b. Non Struktural: dilakukan untuk meminimalkan kerugian yang terjadi akibat bencana banjir, baik korban jiwa maupun materi, yang dilakukan melalui

Kawasan rawan banjir terdapat di dataran pantai di sebelah barat Kecamatan Bangkala (Allu), Tamalatea (Topa, Kelurahan Tonrokassi Timur), Bontoramba, Tarowang, Binamu bagian selatan, dan dataran sebelah timur: Arungkeke dan Batang.

90

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Deskripsi

Ketentuan Umum Kegiatan

Keterangan

pengelolaan daerah pengaliran, pengelolaan kawasan banjir, flood proofing, penataan sistem permukiman, sistem peringatan dini, mekanisme perijinan, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan upaya pembatasan (limitasi) pemanfaatan lahan dalam rangka mempertahankan keseimbangan ekosistem. Untuk zonasi ruang kawasan rawan banjir, diperlukan penanganan banjir yang berupa pencegahan dini (preventif) dan pencegahan sebelum terjadinya bencana banjir (mitigasi), yang terdiri dari kombinasi antara upaya struktur (bangunan pengendali banjir) dan non-struktur (perbaikan atau pengendalian DAS).

a. kawasan rawan longsor

b. kawasan pasang

rawan

gelombang

A5. kawasan lindung geologi

kawasan rawan longsor adalah kawasan yang karena kondisi topografi, geologi, dan land usenya berpotensi untuk terjadinya gerakan tanah dan longsor

Menghindari pembangunan pemukiman dan kegiatan budidaya intensif lainnya pada sekitar kawasan rawan longsor.

Kawasan rawan gelombang pasang adalah kawasan yang karena tipologi pantainya rawan terhadap ancaman gelombang pasang yang dapat mempengaruhi dan mengancam aktivitas di sepanjang pesisir

Menghindari pembangunan pemukiman dan kegiatan budidaya intensif lainnya pada sekitar kawasan rawan gelombang pasang, yang dibuktikan dengan kejadian adanya gelombang pasang

Kawasan rawan bencana alam geologi terdiri atas: kawasan rawan tsunami dan kawasan

Membatasi pembangunan pemukiman dan kegiatan budidaya intensif lainnya pada sekitar

kawasan rawan tanah longsor terdapat di bagian utara Kabupaten utamanya di beberapa segmen kecamatan Bangkala, Bangkala Barat, Rumbia, dan Kelara. Kawasan rawan gelombang pasang adalah beberapa segmen wilayah sepanjang pesisir di Kecamatan Bangkala Barat, Bangkala, Tamalatea, Binamu, Arungkeke, Batang, dan Tarowang. Kawasan rawan tsunami, terdapat di sepanjang pesisir Kabupaten meliputi

91

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Deskripsi rawan abrasi

Ketentuan Umum Kegiatan kawasan rawan terjadinya tsunami Melakukan pengendalian terhadap potensi abrasi, melalui pengendalian structural dan nonstruktural

Keterangan Kecamatan Bangkala Barat, Bangkala, Tamalatea, Binamu, Arungkeke, Batang, dan Tarowang; dan kawasan rawan abrasi terdapat di sepanjang pesisir Kecamatan Bangkala Barat, Bangkala, Tamalatea, Binamu, Arungkeke, Batang, dan Tarowang.

A6. kawasan lindung lainnya

a. Taman buru

c. Terumbu karang

Taman buru (game park) adalah sebentuk kawasan konservasi yang dipersiapkan selain untuk tujuan pelestarian, juga untuk mengakomodir kebutuhan perburuan satwa. Dengan demikian, kawasan taman buru memang dibangun untuk keperluan perburuan satwa yang sudah ditentukan jenisnya, dan disertai persyaratanpersyaratannya. Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.

a. Pelestarian vegetasi yang ada dalam kawasan b. Menghindari kegiatan yang dapat mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.

Melarang kegiatan yang dapat merusak keutuhan terumbu karang

Taman buru Komara/Bangkala yang menyatu dengan Suaka Margesatwa di Kecamatan Bangkala dengan luas kurang lebih 2.512 ha

Terumbu karang di sekitar pulaupulau kecil di Kecamatan Bangkala

B. Kawasan Budi Daya

92

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Deskripsi

Kawasan hutan produksi menurut ketentuan terbaru tidak dibedakan lagi atas hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa, dan hutan produksi yang dapat dikonversi. B1. Kawasan peruntukan hutan produksi

B2. Kawasan hutan rakyat

Walaupun hutan produksi saat ini sudah tidak dibedakan antara HPT, HPB, HPK, namun dalam pemanfaatannya harus tetap mengacu pada ketentuan teknis pengelolaan kawasan budidaya kehutanan.

Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak

Ketentuan Umum Kegiatan a. Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. b. Pemanfaatan kawasan dilaksanakan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang optimal. c. Pemanfaatan jasa lingkungan dilakukan dalam bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. d. Pemanfaatan hasil hutan dilakukan dalam bentuk usaha pemanfaatan hutan alam dan usaha pemanfaatan hutan tanaman. Usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan dilaksanakan pada hutan yang tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam. e. Pemungutan hasil hutan meliputi pemanenan, penyaradan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran yang diberikan untuk jangka waktu tertentu. Pengusahaan kegiatan budidaya di dalam kawasan hutan, dengan tetap mempertahankan fungsi

Keterangan

Kawasan peruntukan hutan rakyat/ kemasyarakatan terdapat

93

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Deskripsi lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 Ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %.

Ketentuan Umum Kegiatan perlindungan kawasan

a.

B3. Kawasan peruntukan pertanian

Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan yang karena potensi kesesuaian yang dimilikinya, ditetapkan sebagai kawasan pertanian

b. c.

a.

B4. Kawasan peruntukan perkebunan

Kawasan peruntukan perkebunan adalah kawasan yang karena potensi kesesuaian lahan yang dimilikinya, ditetapkan sebagai kawasan perkebunan

Pengembangan komoditas pertanian pada lahan-lahan mempunyai nilai kesesuaian lahan dari sangat sesuai (S1) sampai marginal (S3) untuk tanaman pertanian (pangan lahan kering, pangan lahan basah, dan hortikultura) Pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan pertanian, khususnya daerah lumbung pangan, menjadi lahan budidaya non-pertanian kecuali untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama.

Pengembangan komoditas perkebunan (tanaman tahunan) pada lahan-lahan mempunyai nilai kesesuaian lahan dari sangat sesuai (S1) sampai marginal (S3) untuk tanaman perkebunan b. Pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah

Keterangan di Desa Kapita, Desa Gunung Silanu, dan Desa Marayoka Kecamatan Bangkala dengan luasan kurang lebih 1000 Ha.

Arahan lokasi untuk tanaman pertanian (pangan lahan kering, pangan lahan basah, dan hortikultura) dapat dilihat pada Peta Pola Ruang (Buku III).

Arahan lokasi untuk tanaman perkebunan unggulan dan Agroforestri dapat dilihat pada Peta Pola Ruang (Buku III). Tanaman perkebunan yang potensil adalah Jambu Mente, Kelapa, Kapas, Kapok, Kopi Robusta, dan Lontar.

94

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Deskripsi

Ketentuan Umum Kegiatan a.

B5. Kawasan peruntukan perikanan

Kawasan peruntukan perikanan adalah kawasan yang karena potensi dan stok serta kesesuaian lahan dan perairan yang dimilikinya, ditetapkan sebagai kawasan perikanan

b. c. a.

b.

B6. Kawasan peruntukan pertambangan

Kawasan peruntukan pertambangan adalah kawasan yang karena potensi yang dimilikinya, ditetapkan sebagai kawasan pertambangan

c.

d.

e.

Pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan/atau nelayan dengan kepadatan rendah; Pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan sabuk hijau; Pemanfaatan sumber daya perikanan agar tidak melebihi potensi lestari. Pengaturan pendirian bangunan agar tidak mengganggu fungsi alur pelayaran yang ditetapkan peraturan perundangundangan; Pengaturan kawasan tambang dengan memperhatikan keseimbangan antara biaya dan manfaat serta keseimbangan antara risiko dan manfaat; Pengaturan bangunan lain di sekitar instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan memperhatikan kepentingan daerah; Eksploitasi bahan tambang C harus tidak mengganggu konstruksi prasarana wilayah seperti dam, irigasi, tanggul, jembatan, jalan, maupun pondasi bangunan di sekitar area penambangan; Kegiatan pertambangan hendaknya dilakukan melalui

Keterangan

Peta sebaran kawasan perikanan di Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada Buku III (Album Peta)

Peta sebaran Tambang di Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada Buku III (Album Peta)

95

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Deskripsi

Ketentuan Umum Kegiatan

f.

a.

b.

B7. Kawasan peruntukan industri

Kawasan peruntukan industry adalah kawasan yang karena realitas pembangunan dan potensi yang dimilikinya, ditetapkan sebagai kawasan industri

c.

d. e.

f.

praktek-praktek yang ramah lingkungan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan; Melakukan upaya pemulihan kualitas lingkungan pasca tambang melalui kegiatan rehabilitasi maupun reklamasi kawasan tambang. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia di wilayah sekitarnya; Pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan industri. Pelarangan membuang zat pencemar (termasuk limbah B3) dari hasil kegiatan industri ke media lingkungan hidup Pengelolaan limbah B3 mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku Pencegahan pencemaran di dalam kawasan peruntukan industri melalui sarana pengelolaan limbah atau penerapan produksi bersih, dan aktivitas produksi ramah lingkungan. Penerapan mekanisme insentif dan disinsentif

Keterangan

Kawasan peruntukan industry besar terdapat di Kawasan Industri Mallasoro, yang saat ini baru mulai dibangun PLTU Mallasoro dan PLTU Punagaya, seluas kurang lebih 258 ha. Kawasan peruntukan industry sedang adalah Tambak Garam di Nassara, Kecamatan Bangkala, seluas kurang lebih 220 ha.dan Industrti Garam di Arungkeke seluas 330 Ha. Kawasan industry dijumpai kecamatan.

peruntukan rumahtangga di semua

96

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Deskripsi

Ketentuan Umum Kegiatan a.

B8. Kawasan peruntukan pariwisata

Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang karena realitas pembangunan dan potensi yang dimilikinya, ditetapkan sebagai kawasan pariwisata

b. c.

d. a. b. c.

B9. Kawasan peruntukan permukiman perkotaan

Kawasan yang diperuntukkan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian yang ada di kawasan perkotaan

d. e. f. g.

B10. Kawasan peruntukan permukiman pedesaan

Kawasan yang diperuntukkan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian yang ada di kawasan perdesaan

a. b.

Pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan; Perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau; Pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata; dan Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c. Penetapan areal pemukiman baru Penetapan amplop bangunan; Penetapan tema arsitektur bangunan; Penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; dan Penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan. Membatasi kegiatan komersil pada zona perumahan Membatasi pembangunan perumahan pada kawasan rawan bencana alam Penataan kawasan permukiman perdesaan Membatasi pembangunan perumahan pada kawasan rawan bencana alam

Keterangan

Peta sebaran lokasi pariwisata dapat dilihat pada Album Peta Buku III.

Kawasan Permukiman Perkotaan tersebar di Kawasan Perkotaan Bontosunggu Kecamatan Binamu dan Perkotaan Allu Kecamatan Bangkala.

Kawasan Permukiman Perdesaan tersebar di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Jeneponto

C. Kawasan Sekitar Sistem Prasarana Wilayah di Kabupaten C1. Sekitar prasarana

97

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Deskripsi

Ketentuan Umum Kegiatan

Keterangan

transportasi a.

b.

a. Sekitar jaringan jalan

Kawasan sekitar jaringan jalan adalah kawasan kiri dan kanan jalan baik jalan eksisting maupun jalan yang sedang direncanakan

c.

d. e.

a.

g. Sekitar jaringan jalan kereta api

Kawasan sekitar jaringan jalan KA adalah kawasan kiri dan kanan jalan KA yang sedang direncanakan b.

Pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan nasional maupun jalan kabupaten dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan nasional maupun jalan kabupaten; Penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan nasional maupun jalan kabupaten yang memenuhi ketentuan daerah pengawasan jalan; Ruang milik jalan ditetapkan dengan peraturan perundangan yang berlaku; Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan ditentukan dari tepi badan jalan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api dilakukan dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang pengawasan jalur kereta api yang dapat

Peta jaringan jalan dapat dilihat pada Peta Struktur Ruang (Album Peta, Buku III)

Peta jaringan jalan KA dapat dilihat pada Peta Struktur Ruang (Album Peta, Buku III)

98

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Deskripsi

Ketentuan Umum Kegiatan

c.

d. e.

a.

h. Sekitar pelabuhan

Kawasan sekitar pelabuhan adalah kawasan yang masuk dalam areal pelabuhan berdasarkan kebijakan kepelabuhanan

b.

a. C2. Sekitar prasarana sumber daya air

Kawasan sekitar sumberdaya air adalah kawasan kiri dan kanan sungai

b.

mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan transportasi perkeretaapian; Pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak lingkungan akibat lalu lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api; Pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta api dengan jalan; dan Penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan pengembangan jaringan jalur kereta api. Pemanfaatan ruang ditijukan untuk kebutuhan operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan. Pembatasan pemanfaatan ruang di dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan harus mendapatkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; Pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas Kabupaten, secara selaras

Keterangan

Peta lokasi pelabuhan dapat dilihat pada Peta Struktur Ruang (Album Peta, Buku III)

Peta lokasi prasarana sumber daya air dilihat pada narasi Buku II dan Peta Struktur Ruang (Album Peta, Buku III)

99

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Wilayah Kabupaten

C3. Sekitar prasarana energi

C4. Sekitar prasarana telekomunikasi

Deskripsi

Kawasan sekitar prasarana energi adalah kawasan sekitar pembangkit listrik dan jaringan SUTT, baik eksisting maupun yang sedang direncanakan

Kawasan sekitar prasarana telekomunikasi adalah kawasan sekitar jaringan dan pemancar telekomunikasi

Ketentuan Umum Kegiatan dengan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di Kabupaten yang berbatasan. a. Pembangkit listrik tenaga mikrohidro disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik, yang harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain. b. Peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik disusun dengan memperhatikan ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi (SUTT) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Pengalokasian kawasan industri pembangkit tenaga listrik Peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi d a n i n f o r m a s i disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk menara pemancar telekomunikasi maupun menara pemancar informasi yang memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya.

Keterangan

Peta lokasi prasarana energy dapat dilihat pada narasi Buku II dan Peta Struktur Ruang (Album Peta, Buku III)

Peta lokasi prasarana telekomunikasi dapat dilihat pada narasi Buku II dan Peta Struktur Ruang (Album Peta, Buku III)

BUPATI JENEPONTO RADJAMILO 100

101

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF