Percobaan Praktikum Mesin Listrik Software PSIM

April 1, 2018 | Author: Dfm-Crisna Raditya | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Teknik Elektro...

Description

PERCOBAAN 9 SOFTWARE PSIM 9.1 Gambar Rangkain 9.1.1 Percobaan Transformator 1 Fasa

Gambar 9.1 Rangkaian Tranformator 1 Fasa

9.1.2

Percobaan Transformator 3 Fasa

9.1.2.1 Trafo 3 fasa Hubung Y-Y

Gambar 9.2 Rangkaian Tranformator 3 Fasa Hubung Y-Y

9.1.2.2 Trafo 3 fasa Hubung Y-∆

Gambar 9.3 Rangkaian Tranformator 3 Fasa Hubung

Y-∆

9.1.2.3 Trafo 3 fasa Hubung ∆-∆

Gambar 9.4 Rangkaian Tranformator 3 Fasa Hubung ∆-∆

9.1.2.4 Trafo 3 fasa Hubung ∆-Y

Gambar 9.5 Rangkaian Tranformator 3 Fasa Hubung ∆-Y

9.1.3

Percobaan Motor DC Penguat Seri

Gambar 9.6 Rangkaian Motor DC Penguat Seri

9.1.4 Percobaan Motor DC Penguat Shunt

Gambar 9.7 Rangkaian Motor DC Penguat Shunt

9.1.5

Percobaan Motor DC Penguat Terpisah

Gambar 9.8 Rangkaian Motor DC Penguat Terpisah

9.1.5.1 Percobaan Motor DC Penguat Terpisah Tahanan Depan

Gambar 9.9 Rangkaian Motor DC Penguat Terpisah Tahanan Depan

9.1.6

Percobaan Motor DC-Generator Sinkron

Gambar 9.10 Rangkaian Motor DC Penguat Terpisah Tahanan Depan

9.1.7

Percobaan Generator DC Penguat Terpisah

Gambar 9.11 Rangkaian Generator DC Penguat Terpisah

9.1.8

Percobaan Motor Induksi 3 Fasa

Gambar 9.12 Rangkaian Motor Induksi 3 Fasa

9.1.8.1 Percobaan Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.13 Rangkaian Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Tahanan Depan

9.1.8.2 Percobaan Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Autotrafo

Gambar 9.14 Rangkaian Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Autotrafo

9.2 Data Percobaan 9.2.1

Transformator 1 Fasa Tabel 9.1 Data Percobaan Transformator 1 Fasa

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

1

197.6

198.6

5

2

141.1

142.2

7

9.2.2

Transformator 3 Fasa Tabel 9.2 Data Percobaan Transformator 3 Fasa Y-Y

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

1

9472

9475.3

15

2

5683.8

5686.5

25

3

4060

4062.7

35

Tabel 9.3 Data Percobaan Transformator 3 Fasa Y-D

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

1

3157.9

3160.6

15

2

1894.8

1897.9

25

3

1353.4

1356.9

35

Tabel 9.4 Data Percobaan Transformator 3 Fasa D-Y

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

1

28416.1

28426.7

15

2

17051

17060

25

3

12180.2

12188.4

35

Tabel 9.5 Data Percobaan Transformator 3 Fasa D-D

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

1

9473.7

9482.1

15

2

5684.4

5693.7

25

3

4060.3

4070.8

35

9.2.3

Motor DC Penguat Seri Tabel 9.6 Data Percobaan Motor DC Penguat Seri

No

Ra (Ω)

Rf (Ω)

Ia (A)

n (rpm)

1

2.5

2.5

3.93

98.5

2

4.5

4.5

6.62

74.5

3

6.5

6.5

7.63

30.2

4

8.5

8.5

9.25

69.5

5

10.5

10.5

11.9

415.6

9.2.4

Motor DC Penguat Shunt Tabel 9.7 Data Percobaan Motor DC Penguat Shunt

No

Ra (Ω)

Rf (Ω)

Ia (A)

n (rpm)

1

2.5

2.5

2.7

50.8

2

4.5

4.5

2.59

113.9

3

6.5

6.5

3.7

213.3

4

8.5

8.5

6.5

310.2

5

10.5

10.5

10.2

164

9.2.5

Motor DC Penguat Terpisah Tabel 9.8 Data Percobaan Motor DC Penguat Terpisah

No

Ra (Ω)

Rf (Ω)

Ia (A)

If (A)

n (rpm)

1

0.05

50

62.7

2.8

676.6

2

0.07

70

83.1

1.99

929.4

3

0.09

90

103.5

1.55

1162.3

4

0.11

110

124.02

1.27

1370.3

5

0.13

130

144.5

1.07

1547.1

9.2.5.1 Motor DC Penguat Terpisah Dengan Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.15 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.16 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat Penghasutan Tahanan Depan

9.2.6

Motor DC-Generator Sinkron Tabel 9.9 Data Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Motor)

No

Rf (Ω)

VOUT (V)

n (rpm)

1

25.5

87.7

276.2

2

50.5

104.6

338.7

3

75.7

95.45

311.9

4

100.5

82.07

270.1

Tabel 9.10 Data Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Generator)

No

R (Ω)

VOUT (V)

n (rpm)

1

2.5

69.5

231.2

2

6.5

92.3

286

3

10.5

99.8

305.2

4

14.5

104.1

315

9.2.7

Generator DC Penguat Terpisah Tabel 9.11 Data Percobaan Generator DC Penguat Terpisah

No

VOUT (V)

IOUT (V)

R (Ω)

1

68.6

27.4

2.5

2

83.9

12.9

6.5

3

88.6

8.4

10.5

9.2.8

Motor Induksi 3 Fasa Tabel 9.12 Data Percobaan Motor Induksi 3 Fasa

No

Torsi

n(rpm)

1

5.5

992.3

2

10.5

991.6

3

15.5

990.9

9.2.8.1 Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.17 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.18 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat Penghasutan Tahanan Depan

9.2.8.2 Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Autotrafo

Gambar 9.19 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Autotrafo

Gambar 9.20 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat Penghasutan Autotrafo

9.3 Analisa dan Pembahasan 9.3.1 Transformator 1 Fasa Tabel 9.13 Data Percobaan Transformator 1 Fasa

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

1

197.6

198.6

5

2

141.1

142.2

7

Dari data percobaan dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut: 

Variasi 1 (R = 5 Ω) Wp = 198.6 W Ws = 197.6 W 𝜂=

𝑊𝑠 × 100% 𝑊𝑝

=

197.6 × 100% 198.6

= 99.5 %

Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut: Tabel 9.14 Hasil Perhitungan Percobaan Transformator 1 Fasa

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

𝜂 (%)

1

197.6

198.6

5

99.5

2

141.1

142.2

7

99.2

Dari tabel 9.14 diatas dapat dibuat grafik beban-efisiensi (Psekunder - ƞ) seperti dibawah ini:

Grafik hubungan Ps- ɳ 99.55 99.5

Efisiensi (%)

99.45 99.4 99.35 99.3 99.25 99.2 99.15

99.1 99.05 141.1

197.6

Psekunder (W) (a)

Efisiensi (%)

Grafik Ideal Hubungan Ps-ɳ

Psekunder (W) (b) Gambar 9.21 (a) Grafik hubungan antara Ps - ɳ hasil percobaan (b) Grafik ideal hubungan Ps - ɳ

Dari gambar 9.21 grafik hubungan antara Psekunder dengan efisiensi pada transformator. Dari gambar 9.21a terlihat semakin besar nilai Psekunder yang digunakan akan menyebabkan efisiensi transformator menjadi bertambah. Hal ini

sesuai dengan grafik ideal pada gambar 9.21 b, dimana dengan makin besar nilai Psekunder yang digunakan, efisiensi trafo semakin meningkat. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan rumus: 𝜂=

𝑊𝑠 𝑥 100% 𝑊𝑝

Dimana, Ws = Daya Sekunder Wp = Daya Primer Dari rumus diatas terlihat untuk Wp yang sama dengan makin besar nilai Ws maka akan menyababkan efisiensinya semakin tinggi.

9.3.2 Trafo 3 Fasa 9.3.2.1 Trafo 3 Fasa Hubung Y-Y Tabel 9.15 Data Percobaan Transformator 3 Fasa Y-Y

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

1

9472

9475.3

15

2

5683.8

5686.5

25

3

4060

4062.7

35

No

Dari data percobaan dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut: 

Variasi 1 (R = 15 Ω) Wp = 9475.3 W Ws = 9472 W 𝜂= =

𝑊𝑠 × 100% 𝑊𝑝 9472 × 100% 9475.3

= 99.96%

Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut: Tabel 9.16 Hasil Perhitungan Percobaan Transformator 3 Fasa Y-Y

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

𝜂 (%)

1

9472

9475.3

15

99.96

2

5683.8

5686.5

25

99.95

3

4060

4062.7

35

99.93

No

Dari tabel 9.16 diatas dapat dibuat grafik beban-efisiensi (Psekunder - ƞ) seperti dibawah ini

Grafik hubungan antara Ps - efisiensi (η) 99.965 99.96

Efisiensi (%)

99.955 99.95

99.945 99.94 99.935 99.93 99.925 99.92 99.915 4060

5683.8

9472

Psekunder (W) (a)

Efisiensi (%)

Grafik ideal hubungan Ps - ɳ

Psekunder (W) (b) Gambar 9.22 (a) Grafik hubungan antara Ps - efisiensi (η) percobaan (b) Grafik ideal hubungan Ps - ɳ

Dari gambar 9.22 grafik hubungan antara Psekunder dengan efisiensi pada transformator. Dari gambar 9.22a terlihat semakin besar nilai Psekunder yang digunakan akan menyebabkan efisiensi transformator menjadi semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan grafik ideal pada gambar 9.22b, dimana dengan makin besar

Psekunder yang digunakan, efisiensi trafo semakin meningkat. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan rumus: 𝜂=

𝑊𝑠 𝑥 100% 𝑊𝑝

Dari rumus diatas terlihat untuk Wp yang sama dengan makin besar nilai Ws maka akan menyababkan efisiensinya semakin tinggi.

9.3.2.2 Trafo 3 Fasa Hubung Y-∆ Tabel 9.17 Data Percobaan Transformator 3 Fasa Y-∆

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

1

3157.9

3160.6

15

2

1894.8

1897.9

25

3

1353.4

1356.9

35

Dari data percobaan dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut: 

Variasi 1 (R = 15 Ω) Wp = 3160.6 W Ws = 3157.9 W 𝜂= =

𝑊𝑠 × 100% 𝑊𝑝 3157.9 × 100% 3160.6

= 99.91% Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut: Tabel 9.18 Hasil Perhitungan Percobaan Transformator 3 Fasa Y-∆

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

𝜂 (%)

1

3157.9

3160.6

15

99.91

2

1894.8

1897.9

25

99.83

3

1353.4

1356.9

35

99.74

Dari tabel 9.18 diatas dapat dibuat grafik beban-efisiensi (Psekunder - ƞ) seperti dibawah ini

Grafik hubungan antara Ps - ɳ 99.95

Efisiensi (%)

99.9 99.85 99.8 99.75 99.7 99.65 1353.4

1894.8

3157.9

Psekunder (W) (a)

Efisiensi (%)

Grafik ideal hubungan Ps - ɳ

Psekunder (W) (b) Gambar 9.23 (a) Grafik hubungan antara Ps - ɳ hasil percobaan (b) Grafik ideal hubungan Ps - ɳ

Dari gambar 9.23 grafik hubungan antara beban dengan efisiensi pada transformator. Dari gambar 9.23a terlihat semakin besar nilai beban yang digunakan akan menyebabkan efisiensi transformator menjadi meningkat sesuai

dengan grafik ideal pada gambar 9.23b, dimana dengan makin besar Psekunder yang digunakan, efisiensi trafo semakin meningkat. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan rumus: 𝜂=

𝑊𝑠 𝑥 100% 𝑊𝑝

Dari rumus diatas terlihat untuk Wp yang sama dengan makin besar nilai Ws maka akan menyababkan efisiensinya semakin tinggi. 9.3.2.3 Trafo 3 Fasa Hubung ∆-Y Tabel 9.19 Data Percobaan Transformator 3 Fasa D-Y

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

1

28416.1

28426.7

15

2

17051

17060

25

3

12180.2

12188.4

35

Dari data percobaan dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut: 

Variasi 1 (R = 15 Ω) Wp = 28426.7 W Ws = 28416.1 W 𝜂= =

𝑊𝑠 × 100% 𝑊𝑝 28416.1 × 100% 28426.7

= 99.96% Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut: Tabel 9.20 Hasil Perhitungan Percobaan Transformator 3 Fasa D-Y

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

𝜂 (%)

1

28416.1

28426.7

15

99.96271

2

17051

17060

25

99.94725

3

12180.2

12188.4

35

99.93272

Dari tabel 9.20 diatas dapat dibuat grafik beban-efisiensi (Psekunder - ƞ) seperti dibawah ini

Grafik hubungan antara Ps - ɳ 99.965 99.96

Efisiensi (%)

99.955 99.95

99.945 99.94 99.935 99.93 99.925 99.92 99.915 12180.2

17051

28416.1

Psekunder (W) (a)

Efisiensi (%)

Grafik ideal hubungan Ps - ɳ

Psekunder (W) (b) Gambar 9.24 (a) Grafik hubungan antara Ps - ɳ hasil percobaan (b) Grafik ideal hubungan Ps - ɳ

Dari gambar 9.24 grafik hubungan antara Psekunder dengan efisiensi pada transformator. Dari gambar 9.24a terlihat semakin besar nilai beban yang digunakan akan menyebabkan efisiensi transformator menjadi meningkat sesuai

dengan grafik ideal pada gambar 9.24b, dimana dengan makin besar Psekunder yang digunakan, efisiensi trafo semakin meningkat. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan rumus: 𝜂=

𝑊𝑠 𝑥 100% 𝑊𝑝

Dari rumus diatas terlihat untuk Wp yang sama dengan makin besar nilai Ws maka akan menyababkan efisiensinya semakin tinggi. 9.3.2.4 Trafo 3 Fasa Hubung ∆-∆ Tabel 9.21 Data Percobaan Transformator 3 Fasa D-D

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

1

9473.7

9482.1

15

2

5684.4

5693.7

25

3

4060.3

4070.8

35

Dari data percobaan dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut: 

Variasi 1 (R = 15 Ω) Wp = 9482.1 W Ws = 9473.7 W 𝜂= =

𝑊𝑠 × 100% 𝑊𝑝 9473.7 × 100% 9482.1

= 99.91%

Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut: Tabel 9.22 Hasil Perhitungan Percobaan Transformator 3 Fasa D-D

No

Ws (W)

Wp (W)

R (Ω)

𝜂 (%)

1

9473.7

9482.1

15

99.91

2

5684.4

5693.7

25

99.83

3

4060.3

4070.8

35

99.74

Dari tabel 9.22 diatas dapat dibuat grafik beban-efisiensi (Psekunder - ƞ) seperti dibawah ini

Grafik hubungan antara Ps - ɳ 99.95

Efisiensi (%)

99.9 99.85

99.8 99.75 99.7 99.65 4060.3

5684.4

9473.7

Psekunder (W) (a)

Efisiensi (%)

Grafik ideal hubungan Ps - ɳ

Psekunder (W) (b) Gambar 9.25 (a) Grafik hubungan antara Ps - ɳ hasil percobaan (b) Grafik ideal hubungan Ps - ɳ

Dari gambar 9.25 grafik hubungan antara beban dengan efisiensi pada transformator. Dari gambar 9.25a terlihat semakin besar nilai Psekunder yang digunakan akan menyebabkan efisiensi transformator menjadi meningkat sesuai dengan grafik ideal pada gambar 9.25b, dimana dengan makin besar Psekunder yang digunakan, efisiensi trafo semakin meningkat. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan rumus: 𝜂=

𝑊𝑠 𝑥 100% 𝑊𝑝

Dimana, Ws = Daya Sekunder Wp = Daya Primer Dari rumus diatas terlihat untuk Wp yang sama dengan makin besar nilai Ws maka akan menyababkan efisiensinya semakin tinggi.

9.3.3 Motor DC Penguat Seri Tabel 9.23 Data Percobaan Motor DC Penguat Seri

No

Ra (Ω)

Rf (Ω)

Ia (A)

n (rpm)

1

2.5

2.5

3.93

98.5

2

4.5

4.5

6.62

74.5

3

6.5

6.5

7.63

30.2

4

8.5

8.5

9.25

69.5

5

10.5

10.5

11.9

415.6

Dari tabel 9.23 di atas, dapat dibuat hubungan grafik hubungan antara arus dengan kecepatan sebagai berikut:

Grafik Hubungan Arus-Kecepatan Kecepatan (rpm)

500 400

300 200

100 0

0

2

4

6

8

10

12

14

Arus (A) (a)

Efisiensi (%)

Grafik ideal hubungan Ps - ɳ

Psekunder (W) (b) Gambar 9.26 (a) Grafik hubungan antara Ia - n hasil percobaan (b) Grafik ideal hubungan Ia - n

Dari Gambar 9.26 dapat dilihat bahwa arus Ia berbanding terbalik dengan kecepatan motor (n), semakin besar nilai arus Ia maka kecepatan motor akan semakin lambat. Namun hasil percobaan tidak sesuai dengan teori dan terlihat bahwa grafik hasil percobaan tidak sesuai dengan grafik ideal. Hal ini dikarenakan ketika melakukan simulasi pada PSIM variabel yang diubah pada motor DC penguat seri hanya variabel resistansi motor, sedangkan induktansi motor tidak dirubah, sehingga terjadi ketidakstabilan pada motor yg mempengaruhi kecepatan

motor yang tak teprediksi. Motor DC seri memiliki torsi awal yang besar, sehingga dapat memutar beban yang sangat berat diawal, oleh karena itu, biasanya motor DC seri sering digunakan sebagai motor starting. Dimana, arus starting motor sangat besar, sesuai rumus : 𝑛=

𝑉𝑟𝑚 − 𝐼𝑎 𝑅𝑎 𝐾∅

Dimana : n

= Kecepatan putar motor (rpm)

Vrm

= Tegangan terminal (V)

Ia

= Arus jangkar (A)

Ra

= Tahanan jangkar (Ω)

K

= Konstanta motor



= Fluks magnet

9.3.4 Motor DC Penguat Shunt Tabel 9.24 Data Percobaan Motor DC Penguat Shunt

No

Ra (Ω)

Rf (Ω)

Ia (A)

n (rpm)

1

2.5

2.5

2.7

50.8

2

4.5

4.5

2.59

113.9

3

6.5

6.5

3.7

213.3

4

8.5

8.5

6.5

310.2

5

10.5

10.5

10.2

164

Dari tabel 9.24 di atas, dapat dibuat hubungan grafik hubungan antara arus dengan kecepatan sebagai berikut:

Kecepatan (rpm)

Grafik Hubungan Arus-Kecepatan 350 300 250 200 150 100 50 0 0

2

4

6

8

10

12

Arus (A) (a)

Kecepatan (rpm)

Grafik Ideal Hubungan Arus-Kecepatan

Arus (A) (b) Gambar 9.27 (a) Grafik hubungan antara Ia - n hasil percobaan (b) Grafik ideal hubungan Ia - n

Dari gambar 9.27 di atas terlihat hubungan antara arus dengan kecepatan, yang mana pada gambar 9.27a, terlihat dengan semakin besar nilai arus pada motor DC penguat shunt menyebabkan kecepatan putar motor DC semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena penempatan penguat tahanan pada motor DC penguat Shunt terpasang secara paralel sehingga menyebabkan semakin besar arus, maka kecepatan motor akan semakin meningkat. Berikut adalah persamaan dari motor DC penguat shunt :

𝜔=

𝑉𝑎 − (𝑅𝑎 . 𝐼𝑎) 𝑉𝑎 − (𝑅𝑎 . 𝐼𝑎) = 𝑉𝑓 𝐾𝑣 . 𝐼𝑓 𝐾𝑣 . 𝑅𝑓

Dimana : 𝜔

= Kecepatan Motor (rpm)

Va

= Tegangan pada Armature (V)

Vf

= Tegangan pada Filed (V)

Ra

= Resistansi pada Armature (Ω)

Rf

= Resistansi pada Field (Ω)

Ia

= Arus pada Armature (A)

If

= Arus pada Field (A)

Kv

= Konstanta

9.3.5 Motor DC Penguat Terpisah Tabel 9.25 Data Percobaan Motor DC Penguat Terpisah

No

Ra (Ω)

Rf (Ω)

Ia (A)

n (rpm)

1

0.05

50

62.7

676.6

2

0.07

70

83.1

929.4

3

0.09

90

103.5

1162.3

4

0.11

110

124.02

1370.3

5

0.13

130

144.5

1547.1

Dari tabel 9.25 di atas, dapat dibuat hubungan grafik hubungan antara arus dengan kecepatan sebagai berikut:

Grafik Hubungan Arus-Kecepatan Kecepatan (rpm)

2000 1500 1000 500 0 0

20

40

60

80

100

120

140

Arus (A) (a)

Kecepatan (rpm)

Grafik Ideal Hubungan Arus-Kecepatan

Arus (A) (b) Gambar 9.28 (a) Grafik hubungan antara Ia - n hasil percobaan (b) Grafik ideal hubungan Ia - n

160

Dari gambar 9.28 di atas terlihat grafik hubungan antara arus dengan kecepatan motor DC penguat terpisah. Dari gambar 9.28a, terlihat semakin besar nilai arus maka kecepatan motor cenderung meningkat. Hal ini sesuai dengan grafik ideal pada gambar 9.28b. Berikut adalah persamaan dari motor DC penguat shunt :

𝜔=

𝑉𝑎 − (𝑅𝑎 . 𝐼𝑎) 𝑉𝑎 − (𝑅𝑎 . 𝐼𝑎) = 𝑉𝑓 𝐾𝑣 . 𝐼𝑓 𝐾𝑣 . 𝑅𝑓

Dimana : 𝜔

= Kecepatan Motor (rpm)

Va

= Tegangan pada Armature (V)

Vf

= Tegangan pada Filed (V)

Ra

= Resistansi pada Armature (Ω)

Rf

= Resistansi pada Field (Ω)

Ia

= Arus pada Armature (A)

If

= Arus pada Field (A)

Kv

= Konstanta

9.3.5.1 Motor DC Penguat Terpisah dengan Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.29 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.30 Gelombang Arus (Ia) tanpa penghasutan Tahanan Depan

Pada Gambar 9.29 dan 9.30 dapat dibandingkan gelombang arus Ia saat menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dan tanpa menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan. Ketika motor tanpa menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dapat dilihat terdapat lonjakan arus Ia yang sangat besar pada saat awal. Arus ini disebut arus starting pada motor yang nilainya sampai tujuh kali arus nominal motor. Ketika motor menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dapat dilihat bahwa tidak terdapat lonjakan arus pada saat motor starting. Hal ini disebabkan karena arus starting tersebut dihambat oleh resistor yang disusun secara seri.

Gambar 9.31 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.32 Gelombang Kecepatan Motor (n) tanpa penghasutan Tahanan Depan

Pada Gambar 9.31 dan 9.32 dapat dibandingkan kecepatan motor saat menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dan tanpa menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan. Ketika motor menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dapat dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar +- 4 sekon. Hal ini disebabkan karena arus yang menuju motor dihambat oleh tahanan depan sehingga suplai yang menuju motor tidak maksimal. Hal ini untuk menghindari kerusakan motor. Sedangkan ketika motor tanpa menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dapat dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan dalam waktu yang cepat yaitu

sekitar < 1 sekon. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan pada motor, karena adanya lonjakan arus yang tinggi pada awal starting motor. Jadi, penggunaan tahanan depan pada penggunaan rangkaian starting motor digunakan untuk menghindari lonjakan arus saat kondisi awal ketika motor dioperasikan. 9.3.6 Motor DC – Generator Sinkron  Motor Tabel 9.26 Data Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Motor)

No

Rf (Ω)

n (rpm)

VOUT (V)

1

25.5

276.2

87.7

2

50.5

338.7

104.6

3

75.7

311.9

95.45

4

100.5

270.1

82.07

Untuk melakukan perhitungan arus, digunakan rumus: 𝑉 𝑅 87.7 = 25.5 𝐼=

= 3.44 𝐴 Dengan cara yang sama didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 9.27 Hasil Perhitungan Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Motor)

Rf (Ω)

n (rpm)

VOUT (V)

Ia (A)

25.5

276.2

87.7

3.44

50.5

338.7

104.6

2.07

75.7

311.9

95.45

1.26

100.5

270.1

82.07

0.82

 Generator Tabel 9.28 Data Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Generator)

R (Ω)

VOUT (V)

n (rpm)

1

2.5

69.5

231.2

2

6.5

92.3

286

3

10.5

99.8

305.2

4

14.5

104.1

315

No

Untuk melakukan perhitungan arus, digunakan rumus: 𝐼= =

𝑉 𝑅 69.5 2.5

= 27.8 𝐴

Dari perhitungan arus, dapat dicari perhitungan daya keluaran dengan rumus: 𝑃𝑜𝑢𝑡 = 3 × 𝑉𝑙𝑛 × 𝐼𝑙𝑛 × 𝐶𝑜𝑠 Θ = 3 × 69.5 × 27.8 × 1 = 5796.3 W Dengan cara yang sama didapatkan data sebagai berikut: Tabel 9.29 Hasil Perhitungan Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Generator)

No

R (Ω)

VOUT (V)

n (rpm)

Pout (W)

1

2.5

69.5

231.2

5796.3

2

6.5

92.3

286

3931.98

3

10.5

99.8

305.2

2845.726

4

14.5

104.1

315

2242.099

Grafik Hubungan Kecepatan-Daya 7000 6000

Daya (W)

5000 4000 3000 2000 1000 0 0

50

100

150

200

250

300

350

Kecepatan (rpm) (a)

Daya (w)

Grafik Ideal Hubungan Kecepatan-Daya

Kecepatan (rpm) (b) Gambar 9.33 Grafik Hubungan Kecepatan dan Daya (a) Percobaan (a) Ideal

Dari gambar 9.33 di atas terlihat grafik hubungan antara kecepatan dengan daya. Dari gambar 9.33a, terlihat semakin besar kecepayan maka daya yang dihasilkan menurun. Hal ini sesuai dengan grafik ideal pada gambar 9.33b.

9.3.7 Generator DC Penguat Terpisah Tabel 9.30 Data Percobaan Generator DC Penguat Terpisah

No

VOUT (V)

IOUT (V)

R (Ω)

1

68.6

27.4

2.5

2

83.9

12.9

6.5

3

88.6

8.4

10.5

Dari tabel 9.30 di atas dapat dibuat grafik hubungan antara tegangan keluaran dengan arus keluaran sebagai berikut:

Grafik Hubungan Vout-Iout 30

Iout (A)

25 20 15 10 5 0 0

20

40

60

80

100

Vout (V) (a)

Iout (A)

Grafik Ideal Hubungan Vout-Iout

Vout (V) (b)

Gambar 9.34 Grafik Hubungan antara Vout-Iout (a) Percobaan (b) Ideal

Dari gambar 9.34a terlihat bahwa semakun besar tegangan keluaran maka arus keluaran akan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan grafik ideal pada gambar 9.34b yang menunjukkan jika Vout berbanding terbalik terhadap Iout. 𝑉𝑜𝑢𝑡 = 𝐼𝑜𝑢𝑡 × 𝑅 Dimana, Vout = Tegangan Keluaran (V) Iout = Arus Keluaran (A) R = Hambatan (Ω)

9.3.8 Motor Induksi 3 Fasa Tabel 9.31 Data Percobaan Motor Induksi 3 Fasa

No

Torsi

n(rpm)

1

5.5

992.3

2

10.5

991.6

3

15.5

990.9

Dari tabel 9.31 di atas, dapat dibuat hubungan grafik hubungan antara arus dengan kecepatan sebagai berikut:

Grafik Hubungan Torsi-Kecepatan 992.4

Kecepatan (rpm)

992.2 992 991.8

991.6 991.4 991.2 991 990.8 0

5

10

15

20

Torsi (a)

Kecepatan (rpm)

Grafik Ideal Hubungan Torsi-Kecepatan

Torsi (b) Gambar 9.35 Grafik Hubungan Torsi dan Kecepatan (a) Percobaan (b) Ideal

Gari gambar 9.35 Terlihat grafik hubungan antara torsi dan kecepatan. Dari gambar 9.35a terlihat bahwa dengan makin besar torsi yang diberikan maka kecepatan putar motor akan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan grafik idela pada gambar 9.35b dimana dengan semakin besar torsi maka kecepatan putar motor akan berkurang. 𝜔𝑟 =

𝑃 𝜏

Dimana : 𝜔𝑟 = Kecepatan putar rotor (rpm) 𝑃

= Daya (Watt)

𝜏

= Torsi (Nm)

9.3.8.1 Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.36 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.37 Gelombang Arus (Ia) tanpa penghasutan Tahanan Depan

Pada Gambar 9.36 dan 9.37 dapat dibandingkan gelombang arus Ia saat menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dan tanpa menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan. Ketika motor tanpa menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dapat dilihat terdapat lonjakan arus Ia yang sangat besar. Arus ini disebut arus starting pada motor yang nilainya sampai tujuh kali arus nominal motor. Ketika motor menggunakan rangkaian penghasutan tahanan

depan dapat dilihat bahwa tidak terdapat lonjakan arus pada saat motor starting. Hal ini disebabkan karena arus starting tersebut dihambat oleh resistor yang disusun secara seri.

Gambar 9.38 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.39 Gelombang Kecepatan Motor (n) tanpa penghasutan Tahanan Depan

Pada Gambar 9.38 dan 9.39 dapat dibandingkan kecepatan motor saat menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dan tanpa menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan. Ketika motor tanpa menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dapat dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan dalam waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan karena arus yang menuju motor dihambat oleh tahanan depan sehingga suplai yang menuju motor tidak maksimal. Sedangkan ketika motor menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dapat dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan dalam waktu yang cepat.

9.3.8.2 Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Autotrafo

Gambar 9.40 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Autotrafo

Gambar 9.41 Gelombang Arus (Ia) tanpa penghasutan Autotrafo

Pada Gambar 9.40 dan 9.41 dapat dibandingkan gelombang arus Ia saat menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo dan tanpa menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo. Ketika motor tanpa menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo dapat dilihat terdapat lonjakan arus Ia yang sangat besar pada saat awal. Arus ini disebut arus starting pada motor yang nilainya sampai tujuh kali arus nominal motor. Ketika motor menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo dapat dilihat bahwa tidak terdapat lonjakan arus pada saat motor starting. Hal ini disebabkan karena arus starting tersebut dikontrol oleh autotrafo.

Gambar 9.42 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat Penghasutan Autotrafo

Gambar 9.43 Gelombang Kecepatan Motor (n) tanpa penghasutan Autotrafo

Pada Gambar 9.42 dan 9.43 dapat dibandingkan kecepatan motor saat menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo dan tanpa menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo. Ketika motor tanpa menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo dapat dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan dalam waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan karena arus yang menuju motor dikontrol terlebih dahulu oleh autotrafo sehingga suplai yang menuju motor tidak langsung. Sedangkan ketika motor menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo dapat dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan dalam waktu yang cepat.

9.4 Kesimpulan 1. Pada percobaan transformator 1 fasa, efisiensi berbanding lurus dengan daya keluaran transformator. 2. Pada percobaan transformator 3 fasa, efisiensi berbanding lurus dengan daya keluaran transformator. 3. Pada percobaan motor DC penguat seri, arus Ia berbanding terbalik dengan kecepatan putar dari motor DC tersebut. 4. Pada percobaan motor DC penguat shunt, arus Ia berbanding lurus dengan kecepatan putar dari motor DC tersebut. 5. Pada percobaan motor DC penguat terpisah, arus Ia berbanding lurus dengan kecepatan putar dari motor DC tersebut. 6. Pada percobaan generator sinkron - motor DC, tegangan keluaran berbanding lurus dengan kecepatan putar. 7. Pada percobaan generator sinkron - motor DC, didapatkan hasil tegangan keluaran berbanding terbalik dengan daya keluaran. Seharusnya tegangan keluaran berbanding lurus dengan daya keluaran. Hal ini dikarenakan semakin kecilnya nilai arus seiring dengan pertambahan beban yang berpengaruh terhadap besar daya keluaran. 8. Pada percobaan motor induksi 3 fasa, besar torsi berbanding terbalik dengan kecepatan putar motor. 9. Penghasutan dengan menggunakan tahanan depan pada motor DC penguat terpisah bertujuan untuk mengurangi nilai arus penghasutan yang besar. 10. Penghasutan dengan menggunakan tahanan depan pada motor induksi 3 fasa bertujuan untuk mengurangi nilai arus penghasutan yang besar. 11. Penghasutan dengan menggunakan autotrafo pada motor induksi 3 fasa bertujuan untuk menurunkan nilai tegangan ketika penghasutan. Ketika nilai tegangan turun maka nilai arus juga akan turun karena tegangan berbanding lurus dengan arus. Sehingga dengan menggunakan autotrafo akan menurunkan nilai arus ketika penghasutan motor.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF