Perbedaan Bronkiolitis,Bronkopneumoni Dan Asma

March 20, 2017 | Author: Herman Wijayantoro | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Perbedaan Bronkiolitis,Bronkopneumoni Dan Asma...

Description

PERBEDAAN BRONKIOLITIS, BRONKOPNEUMONI DAN ASMA Perbedaan Definisi

Bronkiolitis Bronkhiolitis adalah penyakit IRA – bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. Yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun

Etiologi

RSV, parainfluenza, virus influenza, adenovirus, rhinovirus, M.pneumoniae

Epidemiologi

Faktor Resiko

Bronkopneumoni Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution)

RSV, campak, varisela zooster, parainfluenza, influenza, adenovirus, Streptococcus pneumoniae, S.aureus, M.tuberculosis Bronkiolitis merupakan infeksi Insiden penyakit ini pada negara saluran respiratory tersering pada berkembang hampir 30% pada anakbayi. Paling sering terjadi pada anak di bawah umur 5 tahun dengan usia 2 – 24 bulan, puncaknya pada resiko kematian yang tinggi usia 2 – 8 bulan  Laki-laki  Bayi dan anak kecil (imunitas masih belum berkembang baik)  Status sosial ekonomi rendah  Orang tua dan penderita penyakit  Jumlah anggota keluarga yang kronik besar  Pasca bedah.  Perokok pasif

1

ASMA Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelahaktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/ataukeluarganya Disebabkan oleh berbagai faktor pencetus (alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu,dll) dan faktor pemacu (rhinovirus, ozon, pemakaian β2 agonist). Asma dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama sekali pada anak mulai usia 5 tahun  Hiperreaktivitas  Atopi/alergi bronkus  Faktor yang memodifikasi penyakit genetik  Jenis kelamin

 Rendahnya antibodi maternal terhadap RSV  Bayi yang tidak mendapat ASI Masa Inkubasi Patogenesis

2-5 hari Bronkiolitis akut ditandai dengan obstruksi bronkiolus yang disebabkan oleh edema dan kumpulan mukus dan oleh invasi bagian-bagian bronkus yang lebih kecil oleh virus. Karena tahanan/ resistensi terhadap aliran udara didalam saluran besarnya berbanding terbalik dengan radius/ jari-jari pangkat empat, maka penebalan yang sedikit sekali pun pada dinding bronkiolus bayi dapat sangat mempengaruhi aliran udara. Tahanan pada saluran udara kecil bertambah selama fase inspirasi dan ekspirasi namun karena selama ekspirasi jalan nafas menjadi lebih kecil, maka hasilnya adalah obstruksi pernafasan katup yang menimbulkan udara

 Ras/Etnik

9-21 hari (rata-rata 12 hari) Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru-paru paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan: a. Kongesti (24 jam pertama) Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah. b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag.

2

 Fase cepat Sel-sel mast mengeluarkan mediator-mediator (histamine, leukotrien,prostaglandin dan trombiksan) yang menimbulkan bronkokonstriksi  Fase lambat Sitokin-sitokin dikeluarkan sehingga memperlama inflamasi dan mengaktivasi eosinofil, basofil, limfosit dan sel-sel mast. Hiperplasia otot polos dan hiperresponsif bronkial akibat proses inflamasi kronis menyebabkan menyempitnya saluran udara, hal ini menimbulkan mengi, batuk, sesak dada dan napas pendek.

terperangkap dan overinflasi. Atelektasis dapat terjadi ketika obstruksi menjadi total dan udara yang terperangkap diabsorbsi. Proses patologis menggangu pertukaran gas normal di dalam paru. Perfusi ventilasi yang tidak seimbang mengakibatkan hipoksemia, yang terjadi pada awal perjalanannya. Retensi CO2 (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada pasien yang terkena berat. Makin tinggi frekuensi pernapasan melebihi 60/menit; selanjutnya Hiperkapnia berkembang menjadi takipnea.

Diagnosis

 Anamnesis - Gejala awal ISPA akibat

Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paruparu tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar). c. Hepatisasi kelabu (3- 8 hari) Pada stadium ketiga menunjukkanakumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paruparu tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang. d. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.  Anamnesis - didahului ISPA selama beberapa

3

 Anamnesis - Adanya batuk dan atau mengi

virus Kemudian timbul batuk yang disertai dengan sesak nafas. - wheezing, merintih, nafas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel dan penurunan nafsu makan. - Adanya riwayat kontak dengan penderita ISPA  Pemeriksaan Fisik - Takipneu, dispneu,. - Paru :  Inspeksi : retraksi  Palasi : stem fremitus menurun  Perkusi : sonorhipersonor  Auskultasi : wheezing, ronchi basah halus minimal -

 Pemeriksaan Penunjang

hari. Demam 39-40oc sering kejang dispnu, pernafasan cepat dan dangkal ,pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. - Batuk awalnya kering kemudian menjadi produktif.  Pemeriksaan Fisik - Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. - Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit. - Perkusi : Sonor memendek sampai beda - Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.  Pemeriksaan Penunjang - leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 - Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. - Peningkatan LED. - Kultur dahak (+) -

4

yang progresif - Sesak napas ringan – sedang - Nocturnal - Episodik - Riwayat atupi dalam keluarga  Pemeriksan fisik  Serangan ringan - Anak masih aktif - Dapat berbicara lancar - takipnue - Retraksi (-) - Wheezing (+) sedang - Sianosis (-)  Serangan sedang - Anak terlihat kurang aktif - Berbica tidak lancar (hanya penggalan kalimat) - takipnue - Retraksi (+) - Wheezing (+) nyaring sepanjang ekspirasi - Sianosis (-)  Serangan berat - Sulit berbicara (hanya katakata) - Takipnue - Retraksi (+) - Wheezing (+) sangat nyaring,

-

-

Leukost N/sedikit meningkat (limfositik) BGA : hiperkapnia Rontgen: hiperinflasi,air trapping, dapat terjadi atelektasis Kultur darah: (-) Isolasi viral: mungkin (+)

Komplikasi

Gagal nafas, serangan apneu, pneumonia bacterial sekunder

Pengobatan

-

Oksigen Nutrisi oral Bronkodilator (nebulizer)

-

Analisa gas darah( AGDA hipoksemia dan hiperkarbia.

Abses, kavitas, pneumokel, efusi pleura, empiema, bakteremia, meningitis - Oksigen - Antibiotik empirik:

dapat terdengar meski tanpa stetoskop - Sianosis (+)  Pemeriksaan Penunjang - Analisa gas darah (AGD) - Foto rontgen thorax AP - Uji fungsi paru - Pemeriksaan IgE dan eusinofil total -

-

-

5

 Serangan ringan β2 agonist inhalasi  Serangan sedang Oksigen Β2 agonist / antikolinergik (ipratropium bromida) tiap 2 jam respon baik kurangi tiap 4 jam  Serangan berat Oksigenasi sejak awal n pada saat nebulisasi Pasang jalur parenteral lakukan foto thoraks Nebulisasi cukup 1x dengan β2 agonist atau antikolinergik (ipratropium bromida)

6

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF