perbedaan asuransi syariah dan konvem.pdf

March 9, 2019 | Author: MaulianaFauziyah | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download perbedaan asuransi syariah dan konvem.pdf...

Description

BAB II LANDASAN TEORI

II.1 Asuransi Syariah II.1.1. Pengertian Asuransi

Sesuai dengan ketetapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, definisi asuransi adalah: Perjanjian antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti; atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

II.1.2. Pengertian Asuransi Syariah

Saat ini eksistensi asuransi syariah di Indonesia masih didasarkan pada Surat

Keputusan

Direktorat

Kep.

4499/LK/2000

tentang

Jenderal jenis,

Lembaga

penilaian,

dan

Keuangan

Nomor:

pembatasan

investasi

perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah. Sedangkan pedoman umum mengenai asuransi syariah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 21/DSN-MUI/X/2001. Tujuan adanya fatwa ini adalah sebagai panduan awal operasional asuransi syariah di Indonesia. Berdasarkan ketetapan pertama

10

mengenai ketentuan umum poin pertama yang terdapat di dalam pedoman umum ini, disebutkan bahwa definisi asuransi syariah adalah: Usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’  yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Menurut PSAK 108, paragraf 7, definisi asuransi syariah adalah: Sistem menyeluruh yang pesertanya mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas kerugian akibat musibah pada jiwa, badan, atau benda yang dialami oleh sebagian peserta yang lain. Donasi tersebut merupakan donasi bersyarat yang harus dipertanggungjawabkan oleh entitas asuransi syariah. Peranan entitas asuransi syariah dibatasi hanya mengelola operasi asuransi dan menginvestasikan dana peserta.

II.1.3. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional Konvensional

Menurut Syakir Sula (2004:293), terdapat beberapa perbedaan antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional yang dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:

11

Tabel 2.1 Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional No.

Hal yang Membedakan

1.

Konsep

2.

Unsur Gharar ,  Maisir , dan Riba Dewan Pengawas Syariah

3.

Asuransi Konvensional Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atas klaim yang diajukan. Masih terdapat adanya unsur gharar , maisir , dan riba. Tidak ada, hanya diawasi oleh Undang-Undang dan PeraturanPeraturan Pemerintah.

4.

Akad

Akad jual beli (akad mu’awadhah, akad idz’aan, akad gharar , dan akad mulzim) Transfer of  Transfer of  Risk   Risk , di mana terjadi perpindahan risiko dari tertanggung kepada penanggung. Tidak ada pemisahan dana, antara dana peserta dengan dana perusahaan yang berakibat terjadinya dana hangus. Bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan, dan tidak dibatasi pada halal dan haramnya objek atau sistem investasi yang digunakan.

5.

Penanganan Risiko

6.

Pengelolaan Dana

7.

Investasi

8.

Kepemilikan Dana

Dana yang terkumpul dari premi tertanggung seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan ke mana saja.

9.

Sumber Pembayaran Klaim

Berasal dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung.

10.

Keuntungan

Diperoleh dari surplus

Asuransi Syariah Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’.

Harus bersih dari segala praktik gharar , maisir , dan riba. Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Akad tabarru’ dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah, dan sebagainya). Sharing of  Risk  of  Risk , di mana terjadi proses saling menanggung risiko antara satu peserta dengan peserta lainnya. Terdapat pemisahan antara dana tabarru’ dengan dana perusahaan, sehingga tidak mengenal istilah dana hangus. Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundangundangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsipprinsip syariah Islam. bebas dari riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang. Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi, tetap merupakan milik peserta, entitas asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut. Sumbernya diperoleh dari rekening tabarru’, di mana peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama risiko tersebut. Diperoleh dari surplus

12

(Profit)

underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.

underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil dengan peserta.

Sumber: Muhammad Syakir Sula,  Asuransi Syariah (Life and General) , 2004.

1. Konsep

Dalam asuransi konvensional, konsepnya adalah untuk mengurangi risiko individu atau institusi (tertanggung) dan mengalihkannya kepada perusahaan

asuransi

(penanggung)

melalui

suatu

perjanjian

(kontrak).

Tertanggung membayar sejumlah uang sebagai tanda perikatan, dan penanggung berjanji membayar ganti rugi sekiranya terjadi suatu peristiwa sebagaimana yang diperjanjikan dalam kontrak asuransi (polis). Sedangkan konsep asuransi syariah adalah terjadinya saling memikul risiko di antara sesama peserta. Sehingga, antara satu peserta dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang muncul. Saling pikul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masingmasing peserta mengeluarkan dana tabarru’ atau dana kebajikan yang ditujukan untuk menanggung risiko. Definisi ini sesuai dengan Firman Allah yang tertuang dalam QS. Al-Maidah ayat 2, yang artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada  Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

 2. Unsur Gharar, Maisir, dan Riba

Semua asuransi konvensional yang ada saat ini masih mengandung unsur gharar , maisir , dan riba. Gharar terjadi apabila, antara tertanggung dan

13

penanggung saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa, dan sebagainya. Inilah yang disebut gharar   atau ketidakjelasan atau ketidakpastian yang dilarang dalam Islam, karena asuransi konvensional telah ‘menjual’ ketidakpastian dengan kepastian. Secara harfiah, maisir   memiliki makna memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Maisir disebut juga berjudi. Dalam industri asuransi konvensional, maisir dapat terjadi dalam tiga hal, yaitu: a.

Ketika seorang pemegang polis mendadak terkena musibah sehingga memperoleh hasil klaim, padahal baru sebentar menjadi klien asuransi dan baru sedikit membayar premi. Jika ini terjadi, nasabah diuntungkan.

b.

Sebaliknya, jika hingga akhir masa perjanjian tidak terjadi sesuatu, sementara ia sudah membayar premi secara penuh/lunas, maka perusahaanlah yang diuntungkan.

c.

Apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing  period , maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan atau uangnya dianggap hangus.

Riba secara teknis artinya adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Menurut Syeikh Yusuf Al-Qardhawi yang dikemukakan oleh Muhammad Syakir Sula (2004:299), asuransi konvensional itu sama dengan judi, karena tertanggung mengharapkan harta jaminan atau tanggungan melebihi jumlah pembayaran preminya. Oleh sebab itu, dalam 14

asuransi tersebut juga ada unsur ribanya. Kemudian terdapat unsur gharar   dalam perhitungan uang yang akan dikembalikan, karena sangat bergantung pada perkembangan saat tanggungan itu harus dibayarkan penanggung.

Asuransi syariah, harus terbebas dari tiga unsur tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam sistem operasional yang dilakukan, di mana dalam mekanisme pengelolaan dananya ada pemisahan antara dana perusahaan dengan dana tabarru’ peserta secara kolektif. Tujuan dari pemisahan ini untuk menghindarkan

adanya pencampuran dana. Sehingga, asuransi syariah dapat terhindar dari maisir  dan gharar . Adapun masalah riba dapat dieliminasi dengan menggunakan instrumen syariah sebagai pengganti sistem riba, misalnya mudharabah, wadiah, wakalah, dan sebagainya.

Larangan terhadap berjudi terdapat dalam QS. Al-Maidah:90 sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Sedangkan larangan terhadap riba terdapat dalam banyak ayat, salah satunya adalah seperti yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah:278-279 seperti beikut: “Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orangorang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan  Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari  pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

15

3. Dewan Pengawas Syariah

Asuransi konvensional tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk mengawasi hal-hal yang terkait dengan prinsip-prinsip muammalah serta akad-akad dalam transaksi asuransi. Namun demikian, bukan berarti asuransi konvensional tersebut tanpa aturan, karena ia diatur oleh negara di dalam Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Pemerintah. Dewan Pengawas Syariah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Peran utamanya adalah untuk mengawasi jalannya operasional sehari-hari Lembaga Keuangan Syariah (LKS) agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Fungsi DPS adalah: (1) melakukan pengawasan secara periodik pada LKS yang berada di bawah pengawasannya, (2) berkewajiban mengajukan usulusul pengembangan LKS kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN, (3) melaporkan perkembangan produk dan operasional LKS yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran, (4) merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN.

4. Akad atau Perjanjian

Akad pada asuransi konvensional adalah akad mu’awadhah, yaitu suatu kontrak atau perjanjian di mana pihak yang memberikan sesuatu kepada pihak lain, berhak menerima penggantian dari pihak yang diberinya. Penanggung memperoleh premi-premi asuransi sebagai pengganti dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayarannya. Sedangkan tertanggung memperoleh uang 16

pertangungan jika terjadi peristiwa atau bencana sebagai pengganti dari premipremi yang telah dibayarkannya. Dalam asuransi syariah, akad yang digunakan adalah akad tijarah dan/atau akad tabarru’. Akad tijarah yang dimaksud adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersil, misalnya mudharabah, musyarakah, kafalah, wakalah, dan  jua’lah. Sedangkan akad tabarru’  adalah semua bentuk

yang dilakukan untuk tujuan kebaikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersil. Dalam akad tabarru’, peserta memberikan derma dengan tujuan untuk membantu seseorang yang sedang dalam kesusahan yang sangat dianjurkan dalam syariat Islam. 5. Penanganan Risiko

Menurut Abdullah Amrin (2011:43), dalam asuransi konvensional, terjadi perpindahan risiko ( transfer  of  risk ) dari nasabah kepada perusahaan. Sebagai gantinya, perusahaan akan menerima uang premi dari nasabah, dan nasabah akan memperoleh perlindungan dari suatu kejadian. Premi asuransi tersebut merupakan prasyarat adanya perjanjian asuransi, karena tanpa adanya premi tidak akan ada asuransi ( No Premium, No Insurance). Menurut Syakir Sula (2004:303), proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah saling menanggung risiko ( sharing of risk ). Apabila terjadi musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menanggung risiko tersebut. Dengan demikian, tidak terjadi perpindahan risiko dari peserta ke perusahaan karena dalam praktiknya, kontribusi (premi) yang dibayar oleh peserta tidak terjadi apa yang

17

disebut transfer of fund , karena status kepemilikan dana tersebut tetap melekat pada peserta sebagai pemilik dana. Gambar 2.1 Konsep Perpindahan Risiko dalam Asuransi Konvensional

TERTANGGUNG

Klaim dibayar oleh Penanggung ke Tertanggung

Risiko 1 Risiko 2

PENANGGUNG

Risiko 3

Risiko dipindahkan ke Penanggung dengan imbalan premi

Sumber: Muhaimin Iqbal,  Asuransi Umum Syariah, 2006

Gambar 2.2 Konsep Berbagi Risiko Dalam Asuransi Syariah

Pembayaran Klaim Dana Risiko 1

Takaful (kontribusi

PESERTA

Risiko 2

dikumpulkan di sini, Klaim juga

Risiko 3

dibayar

Entitas pengelola Asuransi S ariah*

dari dana ini)

*sebagai wakil untuk mengelola Dana Takaful dan mengelola Risiko

Pengumpulan Kontribusi Sumber: Muhaimin Iqbal,  Asuransi Umum Syariah, 2006

18

6. Pengelolaan Dana

Dalam asuransi konvensional, tidak ada pemisahan antara dana peserta dengan dana tabarru’. Semua bercampur menjadi satu dan status dana tersebut menjadi dana perusahaan. Sebagai akibatnya, peserta tidak dapat dengan leluasa mengambil kembali dananya pada saat-saat mendesak untuk produk asuransi  jiwa yang mengandung saving, kecuali dalam status meminjam (pinjaman polis). Pada asuransi syariah, untuk produk-produk yang mengandung unsur saving  (tabungan), dana yang dibayarkan peserta langsung dibagi ke dalam dua

rekening, yaitu rekening peserta dan rekening tabarru’. Kemudian total dana diinvestasikan, dan hasil investasi dibagi secara proporsional antara peserta dengan entitas pengelola berdasarkan skema bagi hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan untuk produk yang tidak mengandung unsur tabungan, total kontribusi dana dari peserta diinvestasikan, kemudian hasil investasi dibagi antara peserta dengan entitas pengelola sesuai skema bagi hasil yang telah ditetapkan.

7. Investasi Dana

Menurut peraturan pemerintah, investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan asuransi syariah hanya boleh menginvestasikan dananya kepada Bank-Bank Syariah, Obligasi Syariah, Pasar Modal Syariah, Leasing Syariah, Pegadaian Syariah, serta instrumen bisnis lainnya dengan tetap menggunakan akad-akad yang dibenarkan oleh syariat Islam. 19

Gambar 2.3 Mekanisme Pengelolaan Dana Pada Produk yang Mengandung Unsur Tabungan KEUNTUNGAN PERUSAHAAN

����������

BIAYA OPERASIONAL

30% (CONTOH) HASIL INVESTASI INVESTASI

�������

70% (CONTOH)

REKENING TABUNGAN

REKENING TABUNGAN

REKENING TABUNGAN

DIBAYARKAN PADA PESERTA

REKENING TABARRU’

MANFAAT TAKAFUL

DIBAYARKAN PADA PESERTA

TOTAL DANA

PREMI TAKAFUL REKENING TABARRU’

Sumber: Muhammad Syakir Sula,  Asuransi Syariah (Life and General) , 2004.

20

Gambar 2.4 Mekanisme Pengelolaan Dana/Premi pada Produk Non Saving

KEUNTUNGAN PERUSAHAAN

����������

BIAYA OPERASIONAL

HASIL INVESTASI ��������

INVESTASI

�������������

�������

PREMI TAKAFUL

BAGIAN PERUSAHAAN

TOTAL DANA

TOTAL DANA

BEBAN ASURANSI

SURPLUS OPERASI

BAGIAN PESERTA

CADANGAN DANA TABARRU’

Sumber: Muhammad Syakir Sula,  Asuransi Syariah (Life and General) , 2004.

8. Kepemilikan Dana

Dalam asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan dana tersebut kemana saja. Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk kontribusi merupakan milik peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola. Dana tersebut, kecuali dana tabarru’, dapat diambil kapan saja oleh peserta dan tidak dikenakan biaya apapun.

21

9. Sumber Pembayaran Klaim

Pada asuransi konvensional, sumber pembayaran klaim adalah dari rekening perusahaan dan murni bisnis. Klaim yang dibayarkan perusahaan adalah bagian dari kewajiban imbal balik yang diatur dalam akad atau perjanjian asuransi. Pada asuransi syariah, sumber pembayaran klaimnya diperoleh dari rekening tabarru’. Yaitu, rekening dana tolong-menolong dari seluruh peserta, yang sejak awal sudah diniatkan dengan ikhlas oleh peserta untuk keperluan saudara-saudaranya.

10. Keuntungan (Profit)

Pada

asuransi

konvensional,

keuntungan

diperoleh

dari

surplus

underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi dalam satu tahun, yang kelak

dalam RUPS akhir tahun dibagikan kepada pemegang saham atau dikembalikan lagi kepada perusahaan sebagai penyertaan modal. Profit pada asuransi syariah, diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi. Namun profit ini bukan seluruhnya milik perusahaan. Nantinya akan dilakukan bagi hasil antara perusahaan dengan peserta sebagaimana yang telah diperjanjikan.

II.1.4. Tujuan Asuransi Syariah

Menurut Muhammad Syakir Sula (2004:321), tujuan asuransi syariah ada empat, yaitu:

22

1.

Misi Aqidah Ekonomi Islam adalah ekonomi Ilahiah karena titik berangkatnya dari Allah dan tujuannya adalah untuk mencari ridha Allah.

2.

Misi Ibadah ( Ta’awun) Asuransi syariah adalah asuransi yang bertumpu pada konsep tolongmenolong

dalam

kebaikan

dan

ketakwaan,

dan

perlindungan.

Juga

menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung. 3.

Misi Iqhtishodi (Ekonomi) Berdirinya asuransi syariah akan meningkatkan kesadaran berasuransi. Sehingga, di samping ikut memperkuat sumber daya keuangan dalam negeri,  juga akan memberikan dampak kontraksi moneter untuk menahan laju inflasi. Dengan optimalnya investasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah, maka akan dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara maksimal.

4.

Misi Pemberdayaan Umat (Sosial) Sebagaimana misi yang diemban asuransi pada umumnya, pada asuransi syariah misi mengemban sosial terasa lebih melekat pada dirinya, melalui produk-produk yang dirancang khusus untuk lebih mengarah kepada kepentingan sosial dan pemberdayaan umat daripada kepentingan komersial. Karena jika diamati, nasabah dari asuransi konvesional didominasi oleh kalangan menengah ke atas. Berbeda dengan asuransi syariah yang pesertanya dari berbagai lapisan masyarakat bisa mendapatkan kesempatan untuk memperoleh perlindungan sesuai kemampuan masing-masing secara berkelompok mengambil produk tersebut.

23

II.1.5. Prinsip Asuransi Syariah

Menurut

Abdullah

Amrin

(2011:71),

prinsip-prinsip

pengelolaan

asuransi syariah beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Prinsip Tauhid  Dilihat dari sisi perusahaan, asas yang digunakan bukanlah semata-mata meraih keuntungan dan peluang pasar. Namun, niatan awalnya adalah untuk mengimplementasikan nilai syariah dalam dunia asuransi. Sedangkan dari sisi peserta, tujuan berasuransi syariah adalah untuk bertransaksi dalam bentuk tolong-menolong, bukan semata-mata mencari “perlindungan” apabila terjadi musibah. 2. Prinsip Keadilan Asuransi syariah harus benar-benar bersikap adil dalam membuat pola hubungan antara peserta dengan entitas pengelola, terkait dengan hak dan kewajiban masing-masing. Asuransi syariah tidak boleh mendzalimi peserta dengan hal-hal yang menyulitkan dan merugikan, seperti adanya unsur dana hangus. 3. Prinsip Tolong-Menolong Hakikat asuransi syariah adalah tiap peserta ikut bersumbangsih dalam menolong peserta lainnya yang mengalami musibah. Karena pembayaran klaim berasal dari dana tabarru’  dari peserta. Oleh karena itu, entitas pengelola tidak berhak mengklaim atau mengambil dana tabarru’ nasabah. Perusahaan hanya mendapatkan ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru’

24

tersebut, yang dibayarkan oleh peserta bersamaan dengan pembayaran kontribusi (premi). 4. Prinsip Amanah Entitas pengelola dituntut untuk amanah dalam segala hal seperti mengelola dana premi dan proses klaim. Perusahaan tidak boleh semena-mena dalam mengambil keuntungan, yang berdampak pada ruginya peserta. Demikian  juga pesertanya, tidak boleh mengada-ada sesuatu kejadian atau musibah demi mendapatkan pembayaran klaim. 5. Prinsip Saling Rida Peserta rela dananya dikelola oleh entitas pengelola yang amanah dan profesional, dan rela dananya dialokasikan untuk peserta lainnya yang mengalami musibah. Sedangkan entitas pengelola, rela terhadap amanah yang diembankan peserta dalam mengelola kontribusi (premi) mereka. 6. Prinsip Menghindari Gharar , Maisir , dan Riba Untuk menghindari gharar , maisir , dan riba, entitas pengelola harus menerapkan konsep sharing of risk  yang bertumpu pada akad tabarru’.

II.2

Pendapatan

II.2.1. Pengertian Pendapatan

Menurut PSAK No. 23 paragraf 6, pendapatan adalah sebagai berikut. Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.

25

II.2.2. Jenis-Jenis Pendapatan dalam Asuransi Syariah

Menurut PSAK 108, pendapatan asuransi syariah dibagi menjadi dua, yaitu: 1.

Pendapatan Dana Tabarru’

Pendapatan atas kontribusi yang diterima dari peserta dimasukkan ke dalam rekening khusus dana tabarru’  milik peserta asuransi syariah secara kolektif yang terpisah dari rekening pendapatan perusahaan. Bila ada surplus atas underwriting dana tabarru’, maka akan masuk ke rekening dana tabarru’  ini. Selain itu, tambahan atas dana tabarru’  juga berasal dari hasil

investasi dengan menggunakan dana tabarru’  yang dilakukan oleh entitas pengelola. Pendapatan dana tabarru’ ini tidak dapat diakui sebagai pendapatan perusahaan. Pendapatan dana

tabarru’  digunakan

untuk

membayar klaim yang diajukan oleh peserta.

2.

Pendapatan Perusahaan

Menurut Muhaimin Iqbal (2006:119), pendapatan perusahaan asuransi syariah dapat berasal dari: a) Transaksi  Mudharabah Merupakan transaksi antara pemilik modal dengan pengelola, di mana keuntungan dibagi menurut rasio atau persentase yang disepakati kedua belah pihak. Dalam hal antara dana tabarru’ peserta dan perusahaan, perusahaan adalah sebagai pengelola dana, sedangkan peserta sebagai pemilik dananya. Namun, perusahaan adalah sebagai pemilik dari dana

26

perusahaan, yang bisa menginvestasikan dananya ke tempat lain untuk dikelola sesuai ketentuan syariah. b) Transaksi Wakalah Dalam transaksi ini, satu pihak mengangkat dan memberi kewenangan kepada pihak lain (Wakil) untuk bertindak atas namanya. Wakil dapat membebankan biaya kepada pihak yang diwakilinya. Dalam hal asuransi syariah, peserta asuransi adalah pemilik dana tabarru’  dan perusahaan asuransi adalah sebagai pengelola dana tabarru’. Atas usaha perusahaan asuransi syariah dalam mengelola dana peserta, maka perusahaan berhak mendapatkan  fee. Gambar 2.5 Model Finansial Asuransi Syariah dengan Prinsip Mudharabah Mudharabah ..... % Kontribusi Peserta

Dana takaful: Biaya Underwriting & Cadangan (Cad. Kontribusi, Klaim, Reasuransi)

Surplus (Bila Ada)

Biaya-Biaya Pengelolaan

Qardh/Donasi

Dana Pemegang Saham

Investasi

Mudharabah....% Sumber: Muhaimin Iqbal,  Asuransi Umum Syariah dalam Praktik , 2006

27

Gambar 2.6 Model Finansial Asuransi Syariah dengan Prinsip Wakalah Bagian Peserta ...%

Kontribusi Peserta

Dana Takaful: Upah Wakalah

Surplus (Bila Ada)

Biaya-Biaya: Underwriting, Klaim, Cadangan, Reasuransi,dsb

Qardh Hasan

Dana Pemegang Saham

Investasi

Investasi Prestasi ..... % Sumber: Muhaimin Iqbal,  Asuransi Umum Syariah dalam Praktik , 2006

Asumsi Kontrak Mudharabah Peserta A

Periode Kesertaan

01/01/2004-31/12/2004

Nilai Kendaraan

Rp 100,000,000

Rate Kontribusi

2,57%

Biaya yang Disepakati: -

Perantara Biaya Manajemen

12,50% 12,50%

Biaya XOL

5,00%

Rata-Rata Hasil Investasi Tahunan

7,00%

Bila tidak ada klaim dalam 9 bulan pertama kontrak, maka perhitungan pendapatannya adalah sebagai berikut.

28

Perhitungan Pendapatan untuk Periode yang Berakhir 30/9/2004: Peserta A

Pendapatan Kontribusi Kotor

Rp 2.570.000

Dikurangi: Unearned Contribution Reserve (UCR)

(Rp 647.781)

 Earned Contribution

Rp 1.922.219

Dikurangi: Biaya yang disepakati Perantara (sekali)

321.250,00

Biaya Manajemen ( daily earned )

240.277,40

Biaya XOL

Rp

561.527

(Rp

96.111)

Underwriting Surplus (Defisit)

Rp 1.264.581

Hasil Investasi Bersih

Rp

Surplus

Rp 1.399.136

Dikurangi:  Mudharabah 50% Kembali ke Peserta

(Rp Rp

134.555

699.568) 699.568

Asumsi Kontrak Wakalah Peserta A

Periode Kesertaan

01/01/2004-31/12/2004

Nilai Kendaraan

Rp. 100.000.000

Rate Kontribusi

2,21%

Biaya Wakalah: -

Perantara Biaya Manajemen

12,50% 12,50%

Biaya XOL

5,00%

Rata-Rata Hasil Investasi Tahunan

7,00%

Performance Fee (Wakalah)

25,00%

29

Berikut adalah posisi finansial pada kontrak tersebut bila setelah 9 bulan tidak ada klaim. Perhitungan Pendapatan untuk Periode Sampai pada 30/9/2004: Peserta A

Pendapatan Kontribusi Kotor

Rp 2.210.000

Dikurangi: Unearned Contribution Reserve (UCR)

(557.000) Rp 1.652.000

 Earned Contribution

Dikurangi: Biaya Wakalah -

Perantara (sekali) Biaya Management (daily earned)

276.250,00 206.619,00

Rp 482.870

Biaya XOL

(82.648)

Underwriting Surplus (Defisit)

Rp 1.087.441

Hasil Investasi Bersih

Rp

Surplus Sebelum Performance Fee

Rp 1.203.148

Dikurangi: Performance Fee

(Rp 300.787)

Kembali ke Peserta

Rp

115.707

902.361

II.2.3. Asumsi Dasar Atas Pendapatan Asuransi Syariah

Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (2007:15), berikut adalah penjelasan mengenai implementasi akuntansi pada asuransi syariah. 1.

Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan syariah disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan periode yang bersangkutan. 30

2.

Penghitungan

pendapatan

untuk

tujuan

pembagian

hasil

usaha

menggunakan dasar kas. Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto ( gross profit ). 3.

Pos yang memenuhi definisi suatu unsur diakui kalau: (a) Ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam entitas syariah; dan (b) Pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.

4.

Biaya atau nilai harus diestimasi; estimasi yag layak merupakan bagian esensial dalam penyusunan laporan keuangan tanpa mengurangi tingkat keandalan.

5.

Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yag berbeda dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut: (a) Biaya historis. Ases dicatat sebesar pengeluaran kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. (b) Biaya kini (current cost ). Aset dinilai dalam jumlah kas yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau setara aset diperoleh sekarang. (c) Nilsi realisasi/penyelesaian. Aset dinyatakan dalam jumlah kas yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan normal.

31

II.2.4. Perbedaan Antara Akuntansi Asuransi Konvensional dan Akuntansi Asuransi Syariah

Berdasarkan International Course on: “Islamic Insurance and Takaful” yang diselenggarakan pada tahun 2005 oleh Islamic Development Bank, Islamic Insurance Society, Lembaga Pengembangan Kepemimpinan Global, dan PT Tugu Pratama Indonesia General Insurance, perbedaan antara akuntansi asuransi konvensional dan akuntansi asuransi syariah adalah seperti yang terdapat dalam tabel berikut. Tabel 2.2 Perbedaan Antara Akuntansi Asuransi Konvensional dan Akuntansi Asuransi Syariah No.

Hal yang Membedakan

Asuransi Konvensional

Asuransi Syariah Menggunakan  Accrual  Basis dan Cash Basis. Dua Akun: 1. Akun Peserta 2. Akun Perusahaan Hanya pendapatan wakalah yang diakui sebagai pendapatan perusahaan, sisanya adalah milik peserta secara kolektif. 100% menjadi milik peserta secara kolektif yang dapat didistribusikan atau ditahan untuk kewajiban di masa depan. 100% ditanggung menggunakan dana Takaful.

1.

Pengakuan Pendapatan

Menggunakan Accrual Basis. 

2.

Akun

Satu Akun: Akun Perusahaan

3.

Premi/Kontribusi

Diakui 100% sebagai pendapatan perusahaan.

4.

Surplus atas Underwriting

100% menjadi pendapatan perusahaan.

5.

Defisit atas Underwriting

100% ditanggung oleh perusahaan.

Sumber: International Course on: ’Islamic Insurance and Takaful”, 2005.

32

II.3

Pengakuan,

Pengukuran,

Penyajian,

dan

Pengungkapan

Pendapatan

Berdasarkan PSAK 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah II.3.1 Pengakuan dan Pengukuran Pengakuan

1. 2.

3.

4.

5.

6.

7.

Kontribusi dari peserta diakui sebagai bagian dari dana tabarru’ dalam dana peserta. (Paragraf 14) Dana tabarru’  yang diterima tidak diakui sebagai pendapatan, karena entitas asuransi syariah tidak berhak untuk menggunakan dana tersebut untuk keperluannya, tetapi hanya mengelola dana sebagai wakil para peserta. (Paragraf 15) Selain dari kontribusi peserta, tambahan dana tabarru’  juga berasal dari hasil investasi dan akumulasi cadangan surplus   underwriting dana  tabarru’. Investasi oleh entitas pengelola dilakukan (dalam kedudukan sebagai entitas pengelola) antara lain, sebagai wakil peserta ( wakalah) atau pengelola dana (mudharabah atau mudharabah musytarakah). (Paragraf 16) Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai: a. Dana syirkah  temporer jika menggunakan akad mudharabah  atau mudharabah musyarakah; dan atau b. Kewajiban jika menggunakan akad wakalah. (Paragraf 17) Pada saat entitas pengelola menyalurkan dana investasi yang menggunakan akad wakalah bil ujrah, entitas mengurangi kewajiban dan melaporkan penyaluran tersebut dalam laporan perubahan dana investasi terikat. (Paragraf 18) Perlakuan akuntansi untuk investasi dengan menggunakan akad mudharabah, atau mudharabah musytarakah mengacu pada PSAK yang relevan. (Paragraf 19) Bagian kontribusi untuk ujrah/fee  diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi dan menjadi beban dalam laporan surplus defisit underwrtiting dana tabarru’. (Paragraf 20)

Pengukuran setelah Pengakuan Awal

1.

Penetapan besaran pembagian surplus underwriting dana tabarru’ tergantung kepada peserta secara kolektif, regulator atau kebijakan manajemen. a. seluruh surplus sebagai cadangan dana tabarru’; b. sebagian sebagai cadangan dana tabarru’ dan sebagian lainnya didistribusikan kepada peserta; atau c. sebagian sebagai cadangan dana tabarru’, sebagian didistribusikan kepada peserta, dan sebagian lainnya didistribusikan kepada entitas pengelola. (Paragraf 21)

33

2.

Bagian surplus underwriting  dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta dan bagian surplus underwriting  dana tabarru’ yang didistribusikan kepada entitas pengelola diakui sebagai pengurang surplus dalam laporan perubahan dana tabarru’. (Paragraf 22) 3. Surplus underwriting  dana tabarru’  yang diterima entitas pengelola diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi, dan surplus underwriting dana tabarru’  yang didistribusikan kepada peserta diakui sebagai kewajiban dalam neraca. (Paragraf 23) 4. Jika terjadi defisit underwriting dana tabarru’, maka entitas pengelola wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman ( qardh). Pengembalian qardh tersebut kepada entitas pengelola berasal dari surplus dana tabarru’ yang akan datang. (Paragraf 24) II.3.2. Penyajian

1.

Bagian surplus underwriting  dana tabarru’  yang didistribusikan kepada peserta disajiakan secara terpisah pada pos “bagian surplus underwriting dana tabarru’  yang didistribusikan kepada peserta” dan bagian surplus yang didistribusikan kepada entitas pengelola disajikan secara terpisah pada pos “bagian surplus underwriting   dana tabarru’  yang didistribusikan kepada pengelola” dalam laporan perubahan dana tabarru’. (Paragraf 32) 2. Penyisihan teknis disajikan secara terpisah pada kewajiban dalam neraca. (Paragraf 33) 3. Dana tabarru’  disajikan sebagai dana peserta yang terpisah dari kewajiban dan ekuitas dalam neraca (laporan posisi keuangan). (Paragraf 34) 4. Cadangan dana tabarru’ disajikan secar terpisah pada laporan perubahan dana tabarru’. (Paragraf 35) II.3.3. Pengungkapan

1. Entitas pengelola mengungkapkan terkait kontribusi, mencakup tetapi tidak terbatas pada: a. Kebijakan akuntansi untuk: (i) Kontribusi yang diterima dan perubahannya; (ii) Pembatalan polis asuransi dan konsekuensinya b. Piutang kontribusi dari peserta, entitas asuransi, dan reasuransi; c. Rincian kontribusi berdasarkan jenis asuransi; d. Jumlah dan persentase komponen kontribusi untuk bagian risiko dan ujrah dari total kontribusi per jenis asuransi; e. Kebijakan perlakuan surplus atau defisit underwriting dana tabarru’. f. Jumlah pinjaman ( qardh) untuk menutup defisit underwriting  (jika ada). (Paragraf 36) 2.

Entitas pengelola mengungkapkan terkait dengan dana investasi, mencakup tetapi tidak terbatas pada: a. Kebijakan akuntasi untuk pengelolaan dana investasi yang berasal dari peserta; dan 34

b. Rincian jumlah dana investasi berdasarkan akad yang digunakan dalam pengumpulan dan pengelolaan dana investasi. (Paragraf 37) 3. Entitas pengelola mengungkapkan terkait penyisihan teknis, tetapi tidak terbatas pada: a. Jenis penyisihan teknis (saldo awal, jumlah yang ditambahkan dan digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir); b. Dasar yang digunakan dalam penentuan jumlah untuk setiap penyisihan teknis dan perubahan basis yang digunakan. (Paragraf 38) 4. Entitas pengelola mengungkapkan terkait cadangan dana tabarru’, mencakup tetapi tidak terbatas pada: a. Dasar yang digunakan dalam penentuan dan pengukuran cadangan dana tabarru’; b. Perubahan cadangan dana tabarru’  per jenis tujuan pencadangannya (saldo awal, jumlah yang ditambahkandan digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir); c. Pihak yang menerima pengalihan saldo cadangan dana tabarru’  jika terjadi likuidasi atas produk atau entitas; d. Jumlah yang dijadikan sebagai dasar penentuan distribusi surplus underwriting. (Paragraf 39) 5. Entitas pengelola mengungkapkan aset dan kewajiban yang menjadi milik dana tabarru’. (Paragraf 40) II.4

Akuntansi Dana Peserta

Dana peserta adalah kumpulan dana kontribusi premi dari para peserta asuransi syariah yang diperuntukkan untuk dana tolong-menolong sesama peserta, baik itu berupa klaim, reasuransi dan cadangan-cadangan, serta diinvestasikan untuk pengembangan kumpulan dana peserta. Dari bagian dana peserta tersebut juga digunakan untuk membayar biaya pengelolaan kepada operator. 1.

Jurnal untuk mencatat kontribusi pada saat tanggal terbit polis pada Asuransi Umum Syariah. a) Langsung Asuransi Dr. Piutang Kontribusi Langsung Asuransi

xxx 35

Cr. Pendapatan Kontribusi Langsung

xxx

b) Reasuransi Dr. Piutang Kontribusi Langsung Reasuransi Masuk Cr. Pendapatan Kontribusi Langsung Reasuransi Masuk Dr. Pendapatan Kontribusi Langsung Reasuransi Keluar Cr. Utang Reasuransi Kontribusi Koasuransi 2.

xxx xxx xxx xxx

Jurnal pada saat penerimaan kontribusi pada Asuransi Umum Syariah. a) Langsung Asuransi Dr. Kas/Bank Dana Peserta Cr. Piutang Kontribusi Langsung Asuransi b) Reasuransi

3.

xxx

Dr. Utang Kontribusi Reasuransi Cr. Kas/Bank Dana Peserta

xxx xxx

xxx xxx

Jurnal pada saat pembayaran ujrah. xxx xxx

Jurnal untuk Surplus Operasi Reasuransi pada saat diterima nota. Dr. Piutang Surplus Operasi Cr. Surplus Operasi Reasuransi

6.

xxx

Jurnal untuk Ujrah Dibayar pada saat tanggal terbit polis.

Dr. Utang Ujrah Dibayar Cr. Kas/Bank Dana Peserta 5.

xxx

Dr. Kas/Bank Dana Peserta Cr. Piutang Kontribusi Langsung Reasuransi Masuk

Dr. Beban Ujrah Dibayar Cr. Utang Ujrah Dibayar 4.

xxx

xxx xxx

Jurnal pada saat penerimaan pembayaran surplus operasi reasuransi. Dr. Kas/Bank Dana Peserta Cr. Piutang Surplus Operasi Reasuransi

xxx xxx 36

II.5

Akuntansi Dana Pengelola

Dana Pengelola adalah dana yang dimiliki oleh perusahaan asuransi syariah yang berasal dari modal disetor atau modal kerja serta pendapatan ujrah dari Dana Peserta, hasil investasi dan bagian share bagi hasil atau surplus operasi dana peserta. Dana ini diperuntukkan untuk biaya operasional perusahaan asuransi syariah termasuk membayar biaya intermediary. 1.

Jurnal untuk Ujrah Diterima pada saat tanggal terbit polis. Dr. Piutang Ujrah Cr. Ujrah Diterima

2.

xxx

Jurnal pada saat penerimaan ujrah. Dr. Kas/Bank Dana Pengelola Cr. Piutang Ujrah

3.

xxx

xxx xxx

Jurnal untuk Surplus Operasi Dana Peserta pada saat penetapan alokasi surplus. Dr. Piutang Alokasi Surplus Cr. Alokasi Surplus Dana Peserta

4.

xxx

Jurnal pada saat penerimaan alokasi surplus. Dr. Kas/Bank Dana Pengelola Cr. Piutang Alokasi Surplus

II.6

xxx

xxx xxx

Penelitian Terdahulu oleh Bey Sapta Utama dan Ardhyarini Hapsari.

Bey Sapta Utama melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan Analisis Investasi di Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah dan Konvensional pada tahun 2003. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis alokasi investasi optimal di perusahaan asuransi jiwa syariah dan membandingkannya dengan 37

perusahaan asuransi konvensional, terutama dalam hal tingkat bagi hasil portofolio dan variabilitas atau standar deviasinya. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa instrumen investasi yang terpenting dalam asuransi syariah adalah deposito mudharabah. Alokasi optimal deposito mudharabah  dapat dicapai dengan mengintrodusir satu instrumen baru yakni Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan melakukan relokasi deposito antar bank. Perbandingan penelitian penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh Bey yaitu (1)

penulis melakukan penelitian di perusahaan asuransi umum

syariah, (2) tujuan penelitian penulis adalah untuk menganalisis tentang perlakuan akuntansi pendapatan asuransi umum syariah atas pendapatan dana tabarru’ dan pendapatan perusahaan, (3) penulis tidak melakukan perbandingan antara asuransi umum syariah dengan asuransi umum konvensional. Penelitian selanjutnya adalah yang dilakukan oleh Ardhyarini Hapsari pada tahun 2004 dengan judul “Pengakuan Pendapatan Transaksi Gadai Syariah (Studi Kasus pada Perum Pegadaian Unit Layanan Gadai Syariah). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis mengenai pengakuan, penilaian, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atas pendapatan bagi hasil dalam gadai syariah. Pada saat itu Ardhyarini masih mengacu pada PSAK 59 mengenai Akuntansi  Mudharabah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bagi hasil diakui pada saat terjadinya atas dasar akrual. Perhitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil kepada pihak lain menggunakan dasar kas. Bagi hasil yang diterima diakui sebagai pendapatan lain-lain.

38

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF