Perbedaan Alterasi Hidrotermal Dan Pelapukan
April 18, 2019 | Author: aisyah abrianti | Category: N/A
Short Description
proses...
Description
Perbedaan Alterasi Hidrotermal dan Pelapukan !
Alterasi Hidrotermal
White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineral dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan hidrotermal. Larutal hidrotermal adalah suatu cairan panas yang berasal dari kulit bumi yang bergerak ke atas dengan membawa komponen – komponen – komponen komponen pembentuk mineral bijih ( Bateman dan Jansen, 1981). Larutan Larutan hidrotermal pada suatu suatu system system dapat berasal berasal dari air magmatic, air meteoric, connate atau air yang berisi mineal yang dihasilkan selama proses metamorfisme yang menjadi panas didalam bumi dan menjadi larutan hidrotermal . Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang disebabkan oleh interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya, di bawah kondisi evolusi fisio-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk metasomatisme, yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan batuan dinding ( Pirajno, 1992 ). Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya ( batuan dinding ), akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan ( mineral alterasi ), maupun fluida itu sendiri ( Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004 ). Alterasi hidrotermal akan bergantung pada : 1. Karakter batuan dinding. 2. Karakter fluida ( Eh, pH ). 3. Kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung ( Guilbert dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2004 ). 4. Konsentrasi. 5. Lama aktivitas hidrotermal ( Browne, 1991, dalam Sutarto, 2004 ). Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal ( Corbett dan Leach, 1996, dalam Sutarto, 2004 ). Henley dan Ellis ( 1983,
dalam Sutarto, 2004 ), mempercayai bahwa alterasi hidrotermal pada sistem epitermal tidak banyak bergantung pada komposisi batuan dinding, akan tetapi lebih dikontrol oleh kelulusan batuan, tempertatur, dan komposisi fluida. Klasifikasi tipe alterasi hidrotermal pada endapan telah banyak dilakukan oleh para ahli, antara lain Creassey (1956,1966). Lowell dan Guilbert (1970), Rose (1970), Meyer dan Hemley (1967) serta Thomson dan Thomson (1996). Lowell dan Guilbert membagi tipe alterasi kedalam potasik (K-feldspar, biotit, serisit,klorit, kuarsa),filik (kuarsa,serisit,pirit
hidromika,klorit),
argilik
(kaolinit,monmorilonit,klorit)
dan
propilitik (klorit,epidot). Tabel Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral (Guilbert dan Park, 1986)
Secara Umum Zona Alterasi Hidrotermal berdasarkan kumpulan mineral ubahannya dibagi menjadi 5 zona yaitu: 1. Zona Potasik
Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bagian dalam suatu sistem hidrotermal dengan kedalaman bervariasi yang umumnya lebih dari
beberapa ratus meter. Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetite. Mineral logam sulfida berupa pirit dan kalkopirit dengan perbandingan 1:1 hingga 3:1, bentuk endapan dapat juga dijumpai
dalam
bentuk
mikroveinlet
serta
dalam
bentuk
menyebar
(“disseminated”). Pembentukkan biotiti sekunder ini dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit, feldspar maupun pyroksin. Bentuk endapan berupa hamburan dan veinlet yang dijumpai pada zona potasik ini disebabkan oleh pengaruh matasomatik atau rekristalisasi yang terjadi pada batuan induk ataupun adanya intervensi daripada larutan magma sisa (larutan hidrotermal) melalui pori-pori batuan dan seterusnya berdifusi dan mengkristal pada rekahan batuan.
2. Zona Alterasi Serisit
Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pyrite yang melimpah serta sejumlah anhidrit. Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+, menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa. Dominasi endapan dalam bentuk veinlet dibandingkan dengan endapan yang berbentuk hamburan kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya pengaruh metasomatik yang lebih mengarah ke proses hidrotermal. Hal ini disebabkan karena zona ini semakin menjauh dari pusat intrusi serta berkurangnya kedalaman sehingga interaksi membesar dan juga diakibatkan oleh banyaknya rekahan pada batuan sehingga larutan dengan mudah mengisinya dan mengkristal pada rekahan tersebut, mineralisasi yang intensif dijumpai pada vein kuarsa adalah logam sulfida berupa pirit, kalkopirit dan galena
3. Zona Alterasi Propilitik
Zona ini berkembang pada bagian luar dari zona alterasi yang dicirikan oleh kumpulan meneral epidot maupun karbonat dan juga mineral klorit. Alterasi ini dipengaruhi oleh penambahan unsur H+ dan CO2. Mineral logam sulfida berupa pyrite mendominasi zona ini dimana keterdapatannya dijumpai mengganti fenokris piroksin maupun hornblende, sedangkan kalkopirit jarang dijumpai. Karakteristik dari zona ubahan ini yaitu dijumpai kumpulan mineral ubahan yang umumnya berupa klorit dan epidot serta dijumpainya mineral ubahan serisit dan kuarsa, lempung dan karbonat dalam jumlah yang sedikit. Mineral karbonat dijumpai sebagai mineral ubahan yang berasal dari ubahan mineral mafik maupun ubahan mineral plagoklas yang kaya akan unsur Ca, bentuk endapan umumnya dijumpai dalam bentuk veinlet disebabkan pengisian rekahan oleh larutan sisa magma yang melewati batuan tersebut, dimana rekahannya merupakan zona yang lemah yang merupakan media tempat larutan tersebut mengalir yang kemudian mengalami pembekuan dan pengkristalan.
4. Zona Argilik
Zona ini terbentuk karena rusaknya unsur potasium, kalsium dan magnesium menjadi mineral lempung. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral lempung, kuarsa, dan karbonat. Unsur potasium, kalsium dan magnesium dalam batuan terubah menjadi monmorilonit, illit, hidromika dan klorit. Diatas zona argillic kadang terbentuk advanced argillit yang tersusun atas mineral diaspore, kuarsa atau silika amorf korondum dan alunit yang terbentuk pada kondisi asam yang tinggi. Logam sulfida yang biasanya terbentuk pada zona ini berupa pirit namun kehadirannya tidak seintensif pada zona serisit dimana bentuk veinlet ini hadir pada bagian luar dalam suatu sistem alterasi hidrotermal.
5. Zona Alterasi Skarn
Alterasi ini terbentukl akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan karbonat, zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan kandungan mineral karbonat. Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan oleh pembentukan mineral garnet, klinopiroksin dan wollastonit serta mineral magnetit dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan pada kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan oleh mineral klorit.,tremolit – aktinolit dan kalsit dan larutan hidrotermal. Proses pembentukkan skarn akibat urutan kejadian Isokimia – metasomatisme – retrogradasi.
Model Zona Alterasi Hidrotermal
Gambar Kenampakan Tipe Tipe Alterasi Hidrotermal Pada Batuan
Pelapukan
Pelapukan adalah proses berubahnya batuan menjadi tanah ( soil ) baik oleh proses fisik atau mekanik (disintegrasi) maupun oleh proses kimia (decomposition). Proses decomposition dapat menyebabkan terjadinnya mineral-mineral baru. (Sawkins dkk, 1978: 346) Pelapukan Mekanik Pelapukan secara fisik umumnya disebut pelapukan fisika ( physical weathering ) atau dikatakn pula pelapukan mekanik (mechanical weathering ). Pada proses pelapukan ini hanya terjadi perubahan fisik saja secara mekanik, tidak disertai perubahan kimia. Sehingga komposisi kimianya tetap yang berubah hanya sifat fisiknya saja.
Dari yang semula mempunyai bentuk tubuh batuan besar serta masif, hancur menjadi bentuk-bentuk lebih kecil, yang terjadi hanya disintegrasi saja, perubahan fisik batuan ini dapat diakibatkan oleh beberapa cara. Rekahan-rekahan ( sheeting joint )
Perubahan secara fisik atau terurainnya batuan yang semula masif dapat terjadi akibat hilangnya tekanan dari beban lapisan diatasnya yang semula menimbunnya. Akibat lapisan penimbunan tererosi, maka beban yang menekan batuan akan hilang. Dengan hilangnya beban, maka batuan seolah-olah mendapat tekanan dari dalam, yang menjadikan rekahan-rekahan yang sejajar dengan permukaan. Kenampakannya seperti perlapisan, dan dinamakan kekar berlembar atau sheeting joint . Pengaruh hilangnya beban ini tidak terlalu tebal, pada umumnya tidak melebihi dari 50 meter, karena beban ini cukup berat sehingga kekar tidak berkembang lebih lanjut. Tekanan Es ( frost wedging )
Pada suhu yang sangat rendah, melebihi titik beku, air akan membeku menjadi es. Air yang membeku mempunyai volume yang lebih besar sekitar 9 persen. Tekan an dari membesarnya volume ini dapat menghancurkan batuan. Pembekuan air yang terdapat didalam pori-pori dan rekahan batuan menekan dinding disekitarnya, dan dapat menghancurkan batuan. Pelapukan mekanik ini umumya terjadi didaerah pegunungan tinggi, atau daerah bermusim dingin. Penekanan dari pertambahan volume ini paling efektif pada suhu antara -5o C sampai -15o C. Pertumbuhan Kristal
Air tanah yang mengalir perlahan melalui rekahan-rekahan batuan dibawah permukaan mengandung ion-ion yang dapat mengendap sebagai garam dan terpisah dari larutannya. Pertumbuhan kristal-kristal garam ini menekan celah-celah atau rongga antara butir pada batuan, sehingga batuan tersebut dapat terdisintegrasi atau hancur. Gejala semacam ini sering terlihat didaerah gurun, dimana air tanah naik dan menguap dengan cepat
Pengaruh Suhu (thermal )
Berawal dari hukum fisika bahwa bila suatu bahan yang dipanaskan akan memuai dan mengkerut kembali apabila dingin, orang berpendapat demikian pula yang terjadi dalam pelapukan mekanik. Perbedaan suhu antara siang hari dan malam hari dapat menghancurkan batuan. Pada siang hari batuan mengalami panas, maka mineralmineralnya akan memuai, dengan daya muaianya masing-masing yang tidak sama. Pada malam hari suhu turun dan mineral mengkerut kembali, sehingga ikatan antara butir atau mineral melemah dan lama-kelamaan terlepas. Bila tidak ada lagi ikatan antara mineral dalam batuan, maka hancurlah batuannya. Akan tetapi pada percobaan di laboratorium terhadap batuan di permukaan, perbedaan suhu antara siang dan malam tidak berpengaruh terhadap batuan. Sehingga faktor waktu dan perubahan suhu yang ekstrim secara periodiklah yang berperan. Pengaruh tumbuhan
Benih tumbuhan yang hisup pada celah batuan makin lama makin besar menjadi pohon. Akarnya akan membesar, menekan dan menerobos batuan disekitarnya secara perlahan dan menghancurkan batuannya. Penghancuran batuan oleh akar tumbuhan ini tidak semata-mata oleh tekanan akar saja, tetapi ada unsur kimianya. Contoh Pelapukan Mekanik
PELAPUKAN KIMIA
Pelapukan kimia atau dekomposisi kimia adalah ‘penghancuran’ batuan oleh pengubahan kimia terhadap mineral-mineral pembentuknya yang melibatkan beberapa reaksi penting antara unsur-unsur di atmosfir dan mineral-mineral pada kerak bumi. Dalam proses-proses ini, struktur dalam mineral semula terurai dan terbentuk mineralmineral baru, dengan struktur kristal baru yangt stabil diatas permukaan bumi. Reaksireaksi yang demikian menyebabkan terjadinya perubahan besar terhadap komposisi kimia, sifat fisik batuan, sehingga dapat dikatakan proses dekomposisi. Misalnya mineral-mineral yang terdapat dalam batuan beku dan metamorf terbentuk pada kondisi suhu dan tekanan tinggi. Bila sampai di permukaan bumi, baik suhu maupun tekanannya jauh lebih rendah dari kondisi saat pembentukan. Untuk mencapai keseimbangan mineral tersebut terurai dan komponen komponennya membentuk mineral baru yang lebih stabil pada lingkungan atmosfir. Mineral-mineral yang terbentuk pada awal pendinginan magma, pada suhu dan tekanan tinggi, olivin dan kelompok feldspar misalnya, akan lebih mudah mengalami pelapukan dipermukaan, karena kondisinya jauh dibawah saat pembentukannya. Sedangkan mineral yang terbentuk paling akhir yaitu kuarsa, akan lebih tahan terhadap
pelapukan karena kondisi pembentukannya hampir mirip dengan permukaan. Bila kita ingat Seri Reaksi Bowen, daya tahan mineral terhadap pelapukan adalah kebalikannya. Air mempunya peran utama dalam pelapukan kimiawi, sedangkan peran utama dalam reaksi-reaksi kimia, sebagai medium yang mentrasport unsur-unsur yang ada di atmosfir langsung ke mineral-mineral pada batuan dimana reaksi dapat berlangsung. Air juga memindahkan hasil pelapukan sehingga teringkap sebagai batuan segar. Kecepan dan derajat pelapukan kimia sangat dipengaruhi oleh banyaknya hujan. Proses-proses dekomposisi diantaranya adalah: Hidrolisa (hydrolysis)
Dekomposisi mineral yang disebabkan oleh ion hidrogen diperlihatkan pada contoh mineral Kalium feldspar. Ion H+ masuk kedalam Kalium feldspar KAlSi3O8 dan mengganti ion kalium yang keluar dari kristal dan terlarut. Air yang bercampur dengan sisa molekul alumunium silikat membentuk mineral lempung Kaolinit Kaolinit adalah mineral lempung yang tidak terdapat pada b atuan asal (original rock ) dan terbentuk oleh reaksi kimia, dan termasuk regolith. Reaksi kimia dimana ion dalam mineral digantikan oleh ion-ion H+ dan OH- dalam air, dinamakan proses hidrolisa, yang umum terjadi pada pelapukan kimia batuan. Oksidasi
Unsur besi (fe), umum dijumpai dalam mineral pembentuk batuan, termasuk biotit, augit dan hornblende. Apabila mineral ini mengalami pelapukan kimia, besi terlepas dan segera teroksidasi dari Fe2+ menjadi Fe3+ jika ada oksigen. Berlangsungnya oksidasi bersamaan dengan hidrasi menghasilkan goethit, mineral berwarna k ekuningkuningan. Intensitas warna-warna ini pada batuan yang lapuk dan tanah, dapat dipergunakan untuk mengetahui sudah berapa lama pelapukan berlangsung. Pencucian (leaching )
Proses lain yang umum dijumpai pada pelapukan kimiawi adalah leaching , merupakan kelanjutan “pengambilan” material yang dapat larut dalam batuan atau regolith oleh air. Oleh karena itu sering juga proses ini disebut sebagai proses pelarutan atau dissolution. Contohnya silika yang terlepas dari batuan oleh pelapukan kimia,
sebagian tertinggal dalam regolith yang kaya akan lempung dan sebagian perlahanlahan terlarut didalam air yang mengalir didalam tanah. Ion kalium yang terpisah dari batuan, juga terlepas sebagai larutan dalam air. Air dikenal sebagai pelarut yang efektif dan universal, susunan molekulnya polar. Oleh sebab itu mampu melepaskan ikatan ion dalam mineral pada permukaan kontaknya. Beberapa jenis bataun ada yang dapat larut seutuhnya dan terbawa hanyut. Contohnya batu garam yang dapat larut seutuhnya. Gypsum dan batugamping yang mineral utamanya CaCo3 juga dapat larut, terutama bila airnya kaya akan asam karbondioksida. Contoh Pelapukan Kimia
Pelapukan Biologi atau Organik
Jenis pelapukan yang selanjutnya adalah pelapukan biologi atau pelapukan organik. Pelapukan biologi merupakan jenis pelapukan batuan yang dilakukan oleh organisme melalui aktivitasnya di sekitar lingkungan batuan tersebut berada. Dengan kata lain pelapukan biologi ini terjadi karena disebabkan oleh makhluk hidup. Pelapukan ini terjadi karena adanya peranan organisme- organisme tertentu. adapun organisme- organisme yang berperan dalam pelapukan ini antara lain berupa binatang, tumbuhan, jamur, bakteri, atau bahkan manusia. Proses pelapukan biologi atau organik ini melibatkan 2 cara, yaitu cara biokimia dan cara mekanis. Adapun contoh pelapukan secara biologi atau organik ini antara lain adalah:
Penetrasi akar tumbuhan ke dalam sela- sela batuan akan menekan batuan tersebut, sehingga akan mengalami perpecahan.
Adanya lumut di atas batuan. Tumbuhnya lumut di permukaan batuan memungkinkan batuan mengalami degradasi. Kelembapan di permukaan batuan akibat adanya proses penyerapan akar disertai dengan tingginya pH di sekitar permukaan batuan akan membuat permukaan batuan tersebut mengalami korosi.
Pelapukan organik karena tumbuhan yang tumbuh pada batuan
Sumber Dosen dan Staf Asisten GSDM. 2013. Panduan Praktikum Geologi Sumber Daya Mineral. Yogyakarta: Teknik Geologi UGM
View more...
Comments