Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia
November 20, 2017 | Author: Ezka Amalia | Category: N/A
Short Description
Download Perbandingan Kebijakan Kependudukan Di China Dan Indonesia...
Description
PERBANDINGAN KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN INDIA DAN INDONESIA disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Perbandingan Kebijakan Publik
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Budi Winarno, MA. Randy Wirasta Nandyatama, SIP.
Oleh:
Ezka Amalia 09/283366/SP/23675
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, salah satu masalah yang masih dan terus dihadapi oleh negara-negara di dunia adalah masalah kependudukan atau demografi. Masalah yang berkaitan dengan penduduk ini bermacam-macam, mulai dari jumlah penduduk yang besar, tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, semakin sedikitnya usia aktif kerja, hingga masalah ketersediaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk. Masalah-masalah tersebut, terutama jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, seringkali dialami oleh negara-negara yang sedang mencoba mengejar ketinggalan mereka dari negara-negara maju. Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi tentunya mengkhawatirkan. Kemungkinan penduduk terjebak dalam lingkaran kemiskinan karena misalnya semakin ketatnya kompetisi dalam mendapatkan pekerjaan membuat pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan laju pertambahan penduduk di negaranya. Kebijakan tersebut berkaitan dengan kontrol populasi untuk mengurangi laju pertumbuhan jumlah penduduk di kedua negara dengan membatasi angka kelahiran (birth control) maupun perencanaan kelahiran (family planning). Pada tahun 2007, menurut PBB, 47% negara sedang berkembang dan 70% negara yang kurang berkembang menerapkan kebijakan untuk mengurangi laju pertambahan penduduk. Tidak terkecuali Republik India dan Republik Indonesia. Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah India dan pemerintah Indonesia mengenai demografi mempunyai kesamaan. Kedua negara yang merupakan negara berkembang sama-sama menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang besar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah kedua negara mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi permasalahan demografi mereka dengan kebijakan yang setipe namun hingga saat ini kebijakan tersebut belum menampakkan hasil yang signifikan jika dilihat dari adanya peningkatan jumlah penduduk di kedua negara. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk memperbandingkan kebijakan kedua
1
negara tersebut, apalagi kedua negara sama-sama memiliki wilayah yang besar, demokratis, dan sedang berusaha mengejar ketinggalan dari negara-negara barat. B. Rumusan Masalah Bagaimana perbandingan kebijakan demografi yaitu Family Planning di India dan Indonesia? C. Landasan Konsepual/Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik Implementasi kebijakan publik merupakan pelaksanaan keputusan kebijakan oleh berbagai aktor untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan tersebut. van Meter dan van Horn membatasi implementasi kebijakan pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Menurut van Meter dan van Horn, dalam model proses implementasi kebijakan ada enam variabel yang membentuk ikatan atau linkage antara kebijakan dan kinerja.1 Enam variabel tersebut adalah ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, sumbersumber kebijakan, komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan, karakteristik badan pelaksana, kondisi ekonomi, politik dan social, serta kecenderungan pelaksana.
2. Teori Penduduk Aliran Malthusian vs. Aliran Marxist Aliran Malthusian dipelopori oleh Thomas Robert Malthus. Malthus menyatakan bahwa penduduk, apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini.2 Apabila tidak ada pembatasan pertumbuhan penduduk, dikhawatirkan akan terjadi kekurangan bahan makanan yang memicu kemiskinan. Untuk menanggulanginya,
Malthus
menyarankan
adanya
pembatasan
melalui
preventive checks yang berupa pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran, dan positive checks yang berupa pengurangan penduduk melalui
1 2
B. Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Media Pressindo, Yogyakarta, 2007, p. 146. Prof. I.B. Mantra, Ph.D, Demografi Umum, Edisi Kedua, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hal. 50.
2
proses kematian. Aliran ini didukung oleh negara-negara yang menganut sistem kapitalis. Sedangkan aliran Marxist berasal dari pemikiran Karl Marx dan Friedrich Engels. Mereka menentang teori aliran Malthus dan mengemukakan bahwa kemiskinan bukan berasal dari ledakan penduduk, tetapi karena adanya sistem kapitalis. Oleh karena itu, sistem kapitalis harus dirombak menjadi sistem sosialis, dan pertumbuhan penduduk tidak perlu dibatasi. Aliran ini mempunyai pengikut yaitu negara-negara yang menganut sistem sosialis.
D. Argumen Utama India dan Indonesia sama-sama memiliki permasalahan dalam membludaknya jumlah penduduk. Tidak mengherankan jika kedua negara menerapkan kebijakan family planning untuk mengontrol jumlah penduduk yang terus meningkat. Perbandingan kebijakan kedua negara terletak pada proses implementasi kebijakan tersebut yang menghasilkan lebih banyak persamaan dibandingkan perbedaan.
3
BAB II PEMBAHASAN A. Kebijakan Family Planning di Republik India Republik India saat ini menempati peringkat kedua dunia dalam jumlah penduduknya. Berada di bawah China, Central Intelligence Agency memperkirakan pada bulan Juli 2011 jumlah penduduk India akan mencapai angka 1.189.172.906 jiwa. Pemerintah India sendiri pada sensus penduduk sementara tahun 2011 hingga bulan Maret memperkirakan jumlah penduduk India sebanyak 1.210.193.422 miliar jiwa3 dengan komposisi 623,7 juta dan 586,5 juta perempuan. Jumlah tersebut sekitar 17,5% dari keseluruhan populasi dunia4 dengan 914 bayi perempuan setiap 1000 bayi laki-laki5. Meski jumlah penduduknya bertambah sekitar 181 juta, pertumbuhan tersebut dinilai lebih lambat untuk pertama kalinya sejak sembilan dekade yang lalu. Antara tahun 2001 hingga tahun 2011 tingkat pertumbuhan penduduk di India mencapai 1,64%6, 0,41% diatas tingkat pertumbuhan rata-rata penduduk dunia yang dikeluarkan oleh PBB. Tujuh dekade sebelumnya, antara tahun 1941 hingga tahun 1951, tingkat pertumbuhan penduduk India sendiri mencapai 1,3% dengn jumlah penduduk di tahun 1950 sebanyak 369.880.0007 atau sekitar 14,2% dari jumlah penduduk dunia.8 Berada di peringkat kedua jumlah penduduk India, tahun 1950 pemerintah India mulai secara sederhana mensponsori upaya keluarga berencana di negara berkembang. Meski telah tersedia rumah sakit dan fasilitas perawatan kesehatan yang menyediakan informasi birth control, pada tahun 1950 tidak ada upaya dari pemerintah untuk mendorong penggunaan kontrasepsi dan pembatasan jumlah anak. Baru pada tahun 1960 pemerintah India merasa tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di India akan 3
Government of India, Census of India: Provisional Population Totals, Office of the Register Gneral & Census Commissioner, India, 2011, p. 160. 4 Times of India, India’s population rises to 1.2 billion: Census of India 2011, 31 Maret 2011, , 17 Juni 2011. 5 NDTV, Census 2011: Indian population increased by 181 million, 31 Maret 2011, , 17 Juni 2011. 6 Government of India, Census of India: Provisional Population Totals, p. 39. 7 GeoHive, Countries with highest population for 1950, 2010, and 2050, , 17 Juni 2011. 8 Government of India, Census of India: Provisional Population Totals, p. 39.
4
menghambat pembangunan ekonomi yang sedang dilakukan oleh pemerintah India. Pada pertengahan tahun 1970an pemerintah mulai menerapkan program besar-besaran untuk mengurangi tingkat kelahiran.9 Tepatnya pada tahun 1976, pemerintah India mengadopsi National Population Policy yang mengintegrasikan kebijakan keluarga berencana dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Hal ini dikarenakan jumlah anggota keluarga yang besar merupakan cerminan dan bagian dari kemiskinan sehingga harus ditangani dengan strategi pembangunan umum.10 Bahkan kebijakan National Population Policy tersebut juga masuk dalam kurikulum sekolah dengan mengharuskan adanya pendidikan tentang masalah kependudukan di bawah Fifth Five-Year Plan pada tahun 1974 hingga 1978. Demi mencapai tujuan mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk, pemerintah India sendiri memberlakukan sterilisasi. Pada tahun 1980an, pemerintah India meningkatkan jumlah program keluarga berencana yang dilakukan dengan bantuan keuangan dari pemerintah pusat. Pada tahun 1991, India memiliki 15.000 fasilitas kesehatan publik yang menawarkan program keluarga berencana. Setidaknya empat proyek khusus keluarga berencana dilakukan pada Seventh Five-Year Plan antara tahun 1985 hingga 1989. Misalnya saja reorganisasi fasilitas pelayanan kesehatan primer di daerah kumuh di perkotaan dan pembaharuan alat intraurine atau IUD di pusat-pusat kesehatan keluarga di daerah pedesaan. Meskipun demikian, hasil sensus India pada tahun 1991 menunjukkan India merupakan salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi di dunia yaitu sekitar 2% antara tahun 1981dan 1991. Penerapan kebijakan keluarga berencana di India sendiri diterapkan secara sentralisasi karena adanya ketergantungan terhadap dana dari pemerintah pusat. Sentralisasi kebijakan ini menyebabkan adanya ketidakselarasan antara tujuan dan asumsi program pengendalian populasi nasional dengan sikap lokal terhadap birth control. Misalnya saja, di Maharashtra dibutuhkan tiga hingga empat tahun pendidikan melalui kontak secara langsung dengan pasangan agar mereka menerima gagasan keluarga berencana yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, di daerah yang memiliki 175 desa
9
Country Studies, Population and Family Planning Policy, studies.com/india/population-and-family-planning-policy.html>, 19 Mei 2011. 10 Country Studies, Population and Family Planning Policy, 19 Mei 2011.
<
http://www.country-
5
tersebut, program keluarga berencana dapat berhasil dengan membentuk klub perempuan untuk terlibat dalam aktifitas atau kegiatan keluarga berencana. Program keluarga berencana di India sendiri sebenarnya diterima secara positif oleh para pasangan di India. Sayangnya, pola fertilitas perempuan di India menyimpang dari apa yang dianggap ideal oleh pemerintah. Para perempuan di Inia biasanya melakukan sterilisasi ketika mereka sudah memiliki empat orang anak dengan dua anak laki-laki di dalamnya. Ini menunjukkan betapa insentif keuangan yang diberikan oleh pemerintah bukan menjadi alasan utama mereka melakukan sterilisasi. Mereka memilih melakukan sterilisasi setelah setidaknya mendapatkan dua anak laki-laki yang nantinya dapat menyediakan keamanan di hari tua bagi mereka. Hal ini dikarenakan budaya di India yang lebih memfavoritkan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan sehingga seringkali penduduk India melakukan aborsi maupun pembunuhan anak perempuan ketika mereka tidak mendapatkan anak laki-laki. Pada tahun 2000, ketika India memiliki jumlah penduduk sebanyak 1,004,124,224 jiwa, pemerintah India menginiasi kebijakan baru berkaitan dengan pengontrolan jumlah penduduk yaitu National Population Policy 2000 untuk membendung pertumbuhan penduduk negara tersebut. Salah satu tujuan utama kebijakan tersebut adalah mengurangi tingkat fertilitas hingga angka 2,1% pada tahun 2010. Namun sayangnya tujuan tersebut tidak tercapai karena India saat ini memiliki tingkat fertilitas 2,62% pada tahun ini.11 Pada tahun 2009 sendiri, PBB menganggap kebijakan pemerintah India dalam pertumbuhan penduduk di India masih dikategorikan rendah, begitu juga dalam kebijakan yang berkaitan dengan fertilitas dan keluarga berencana.
B. Kebijakan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia Indonesia saat ini menempati peringkat keempat dunia dalam jumlah penduduk. Berada di bawah China, India, dan Amerika Serikat, tidak begitu saja membuat Indonesia dapat mengesampingkan masalah jumlah penduduk yang banyak. Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 237.556.363 orang berdasarkan sensus
11
Index Mundi, India Total Fertility , 20 Juni 2011.
Rate,
2010,
6
yang dilakukan tahun 2011 dengan tingkat pertumbuhan penduduk mencapai 1,49% per tahun. Pertumbuhan penduduk di Indonesia mencapai angka tertinggi pada rentang waktu 1930-1971 yaitu di kisaran 2,13%-2,15% per tahun.12 Sebelum tahun 1957 sendiri pembatasan kelahiran dilakukan secara tradisional, misalnya dengan ramuan dan pijet. Kemudian pada tahun 1957, pemerintah Indonesia memperkenalkan program Keluarga Berencana dengan ruang lingkup dan cara-cara yang masih sederhana, yaitu dengan memperkenalkan kontrasepsi cara India13. Saat itu, Soekarno yang menjabat sebagai presiden tidak menghalangi penyebarluasan program tersebut dengan syarat program tersebut bukan untuk mengurangi laju pertambahan penduduk. Soekarno merasa kekayaan alam Indonesia tetap akan mampu menghidupi 250 juta penduduknya. Meskipun tersendat-sendat, program keluarga berencana pertama tersebut berjalan dengan sukses. Pada Februari 1967, diadakan kongres nasional pertama oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia yang dibentuk tanggal 23 Desember 1957. Kemudian pada April 1967, didirikan Proyek Keluarga Berencana DKI dan merupakan proyek pertama yang dilaksanakan oleh pemerintah. Satu tahun kemudian, tepatnya pada bulan November, pemerintah Indonesia mendirikan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) yang di tahun 1970 diganti menjadi BKBN. Secara resmi, pada tahun 1969 program KB masuk ke dalam Pelita I dan merupakan bagian dari program pembangunan nasional. Pelaksanaan program KB akan menentukan berhasil tidaknya perwujudan citacita Nasional yaitu kesejahteraan bangsa Indonesia yang juga berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi yang sedang diusahakan. Untuk pertama kali, program KB diterapkan di Jawa dan Bali yang padat penduduk. Target pemerintah adalah mencegah 600.000 – 700.000 kelahiran. Kemudian pada Pelita II, program KB diperluas hingga ke 16 propinsi di luar pulau Jawa dan Bali dengan kode LJB I karena program KB pertama mengalami kesuksesan. Di Pelita III,
12
Republika Online, 2010, Penduduk Indonesia Capai 237,56 Juta, 18 Oktober 2010, , 3 Januari 2011. 13 Prof. Dr. M. Singarimbun, HonLLD, Penduduk dan Perubahan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hal. 11.
7
program KB kembali diperluar ke area dengan kode LJB II dan seluruh propinsi Indonesia tercakup dalam program. Dalam upaya menurunkan angka kesuburan sebanyak 50% dari tahun 1971 pada tahun 2000, BKBN mengajukan program demografis 10 tahun lebih awal yaitu pada tengah Pelita V atau sekitar tahun 1991. Untuk memenuhi target tersebut, BKBN setengah memaksa para pasangan usia subur misalnya dengan pernyataan bahwa anak ketiga bukan anak pemerintah, dan penghentian jatah 10 kg beras. 14 Kebijakan setengah memaksa pemerintah ini dianggap berlawanan dengan Tindakan Kependudukan Dunia yang telah disepakati di Bucharest tahun 1974. Program Keluarga Berencana seharusnya lebih bersifat sukarela dengan menyediakan akses terhadap alat kontrasepsi yang murah harganya dan mudah didapat serta meningkatkan pendidikan perempuan. Namun, pada kenyataannya, tuntutan BKBN berefek positif. Angka kesuburan mengalami penurunan yang cukup berarti. Selain itu, semakin banyak pasangan yang menggunakan alat kontrasepsi atau menjadi akseptor dan sebanyak 84% membiayai pengadaan kontrasepsi secara mandiri.15 Namun, seiring terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia, harga dan pengadaan kontrasepsi menjadi mahal dan kemampuan ekonomi masyarakat menurun yang kemudian menyebabkan skala prioritas bergeser dalam membelanjakan uang.16 Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan kasus untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi atau tetap menggunakan kontrasepsi tetapi dengan kualitas yang tidak efektif. Penggunaan alat kontrasepsi yang tidak efektif tentunya akan meningkatkan probabilitas seorang wanita untuk hamil. Pada saat krisis, terbukti jumlah penduduk Indonesia meningkat menjadi 204,4 juta pada tahun 1998 setelah sebelumnya berada di angka 201,4 juta pada tahun 1997.17 Ketika kehamilan tersebut tidak diinginkan, aborsilah yang kemudian menjadi jalan keluar. Hal ini juga dipicu dengan adanya norma baru yaitu keluarga kecil bahagia sejahtera yang menyarankan untuk memiliki anak sedikit yang 14
Tukiran, “Penduduk dan Pembangunan Berkelanjutan”, dalam Faturochman & A. Dwiyanto (ed.), Reorientasi Kebijakan Kependudukan, Aditya Media, Yogyakarta, 2001, hal 19. 15 Tukiran, “Penduduk dan Pembangunan Berkelanjutan”, hal 18. 16 Sukamdi, “Memahami Masalah Kependudukan di Indonesia: Telaah Kritis terhadap Kondisi Kependudukan Dewasa Ini”, dalam Faturochman & A. Dwiyanto (ed.), Reorientasi Kebijakan Kependudukan, Aditya Media, Yogyakarta, 2001, hal 45. 17 Sukamdi, “Memahami Masalah Kependudukan di Indonesia: Telaah Kritis terhadap Kondisi Kependudukan Dewasa Ini, hal 47.
8
sebenarnya bertentangan dengan norma tradisi dimana banyak anak itu akan mendatangkan keuntungan.
C. Analisis Perbandingan India dan Indonesia merupakan dua
negara yang memiliki masalah yang
sejenis dalam kependudukan. Adanya ledakan jumlah penduduk membuat pemerintah di kedua negara mengambil tindakan dengan mengeluarkan kebijakan berkaitan dengan pengontrolan kelahiran atau birth control dengan program keluarga berencana. Perbandingan kebijakan kependudukan antara India dan Indonesia menggunakan model proses implementasi kebijakan milik van Meter dan van Horn dengan membandingkan empat variabel dari enam variabel yang membentuk ikatan antara kebijakan dengan kinerja yaitu ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan, komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan, kondisi ekonomi, politik dan social serta kecenderungan pelaksana. Variabel pertama adalah ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan antara kebijakan National Population Policy India dengan Keluarga Berencana Indonesia sama satu sama lain yaitu untuk mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk dengan mengontrol tingkat kelahiran muncul karena ketakutan pemerintah pada akibat yang akan ditimbulkan oleh jumlah penduduk yang masiv. Pemerintah Indiadan Indonesia sama-sama takut ketika jumlah penduduk semakin banyak, reformasi atau pembangunan ekonomi yang sedang coba digalakkan akan gagal. Hal ini juga berkaitan dengan ketakutan pemerintah kedua negara akan kemiskinan. Baik Indiamaupun Indonesia sama-sama menganggap jumlah penduduk yang banyak akan memicu terjadinya persaingan kerja, dan ketika kuota yang dibutuhkan telah tercapai padahal masih banyak orang yang belum mendapatkan pekerjaan, maka sangat dimungkinkan banyak warga akan hidup dalam kemiskinan karena tidak mendapatkan pekerjaan atau karena pekerjaan yang hasilnya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ketakutan pemerintah India maupun Indonesia dapat dihubungkan dengan teori penduduk dari Malthus maupun Marx. India yang sejak kemerdekaannya pada tahun 1947 hingga tahun 1991 sebagai negara sosialis, menganggap bahwa penduduk yang banyak adalah sebuat aset bagi India meskipun dengan sumber daya yang terbatas. 9
Namun hal ini berubah pada tahun 1980an dimana pemerintah mulai menganggap tingginya pertumbuhan penduduk akan menghambat pembangunan ekonomi dan menyebabkan kemiskinan dan konflik sosial. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Mekipun dikatakan sebagai negara yang tidak memihak salah satu blok, ketika di bawah kepemimpinan Soekarno Indonesia cenderung bergerak ke arah sosialis. Tidak mengherankan jika pendapat Soekarno sejalan dengan apa yang dipikirkan oleh Mao yaitu pengurangan laju pertambahan penduduk tidak diperlukan karena jumlah penduduk yang besar adalah sebuah aset bagi negera dan sumber daya di Indonesia mampu memenuhi kebutuhan hidup seluruh penduduk di Indonesia. Namun, ketika Indonesia yang berada di bawah kepemimpinan Soeharto menggalakkan adanya pembangunan ekonomi yang sejalan dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia, maka pemerintah secara resmi mengeluarkan kebijakan Keluarga Berencana. Hal ini sejalan dengan teori Malthusian yang menekankan bahwa laju pertambahan penduduk harus dibatasi untuk menghindari adanya kemiskinan. Di India dan Indonesia, pembatasan laju pertambahan penduduk sama-sama menggunakan preventive checks yaitu dengan menekan angka kelahiran dan diwujudkan dalam sebuah kebijakan publik atau sebuah output
yaitu
National Population Policy dan Keluarga Berencana. Variabel kedua adalah komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan. Di India sendiri, kebijakan National Population Policy telah disosialisasikan oleh pemerintah India secara luas beserta tujuan kebijakan. Hal ini terlihat dengan banyaknya cara yang digunakan oleh para pelaksanaan kebijakan terutam instansi terkait dimana mereka melakukan sterilisasi untuk mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Sayangnya, sistem sentralisasi kebijakan di India menyebabkan tidak selarasnya pemahaman tujuan kebijakan. Sedangkan di Indonesia sendiri pemerintah memang mensosialisasikan kebijakan KB secara bertahap yaitu pada awal penerapan kebijakan dikonsentrasikan di Jawa dan Bali baru setelah itu di sosialisasikan di luar kedua pulau tersebut. Tujuantujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah disampaikan melalui BKBN dan dilaksanakan dengan setengah memaksa para pasangan usia subur. Variabel ketiga adalah kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Di India, kondisi ekonomi saat itu berada dalam tahap perkembangan ekonomi di bawah rancangan 10
reformasi ekonomi setelah kemerdekaan India tahun 1947. Hal tersebut menyebabkan kebijakan ini menjadi prioritas utama pemerintah karena ketakutan pemerintah terhadap jumlah penduduk yang masiv akan menyebabkan reformasi ekonomi yang sedang digalakkan oleh pemerintah gagal dilaksanakan. Kondisi sosial yang ada di India saat itu tidak memungkinkan untuk diterapkannya kebijakan ini. Hal ini dikarenakan budaya di India yang memfavoritkan anak laki-laki dibanding anak perempuan sehingga ketika suatu keluaga belum mendapatkan anak perempuan mereka akan berusaha mendapatkan anak laki-laki. Hal tersebut juga didukung oleh kondisi politik yang menerapkan sentralisasi dalam setiap kebijakan pemerintah sehingga tujuan kebijakan tidak dipahami secara selaras antara pusat dengan lokal. Hal tersebut juga berlaku di Indonesia yang sedang berada dalam reformasi ekonomi di bawah kepemimpinan Soeharto. Variabel terakhir adalah kecenderungan pelaksana terkait respon terhadap kebijakan dan intensitas respon tersebut. Respon awal terhadap kebijakan National Population Policy yang menganjurkan adanya family planning sangat positif. Meskipun demikian, kebijakan yang melaksanakan sterilisasi tersebut baru dipahami setelah tiga hingga empat tahun sosialisasi secara tatap muka. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia. Respon terhadap kebijakan KB cenderung positif meski dilaksanakan secara bertahap dan saat ini terhalang krisis ekonomi yang menimpa Indonesia. Secara keseluruhan, kebijakan keluarga berencana baik di India maupun di Indonesia mempunyai persamaan dalam hal tujuan dan ukuran dasar kebijakan. Perbedaannya terletak pada cara pemerintah melaksanakan kebijakan. Misalnya saja, di Indonesia kebijakan dilakukan dengan setengah memaksa, namun di India tidak ada unsure pemaksaan dalam pelaksanaannya. Pemerintah India cenderung tidak begitu peduli terhadap pelaksanaan kebijakan karena hingga saat ini memiliki anak lebih dari dua masih umum di India.
11
BAB III KESIMPULAN India dan Indonesia sama-sama memiliki permasalahan berkaitan dengan jumlah penduduk mereka yang masiv. Ketakutan pemerintah kedua negara terhadap terhambatnya pembangunan ekonomi, kemiskinan dan konflik sosial menyebabkan kedua negara menerapkan kebijakan family planning atau keluarga berencana. Sayangnya, penerapan kebijakan tersebut hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang signifikan yang ditunjukkan dengan terus meningkatnya jumlah penduduk di kedua negara. Meski terhitung lebih dahulu menerapkan kebijakan family planning, pada kenyataanya tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia lebih rendah dibandingkan tingkat pertumbuhan di India. Dari data-data yang telah didapat, kebijakan publik yang berkaitan dengan jumlah penduduk tersebut setidaknya mengurangi laju pertumbuhan penduduk. Namun, kebijakan tersebut bukan satu-satunya alat yang mampu menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Masih ada variable-variabel lain, misalnya adanya perbaikan ekonomi dan peningkatan standar hidup penduduk. Ketika terjadi perbaikan ekonomi, tentunya keluarga tidak akan melewatkan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih banyak dibandingkan berdiam di rumah dan merawat anak-anak yang banyak. Diperkuat dengan pemikiran wanita, terutama wanta karier, yang tidak menginginkan anak dengan jumlah yang banyak. Apalagi dengan peningkatan standar hidup, misalnya dalam pendidikan, penduduk akan berpikir ulang mengenai perlu tidaknya menambah jumlah anak agar sesuai dengan karier maupun usaha yang ada. Penduduk juga tentunya akan lebih mengutamakan anak-anak yang berkualitas dibandingkan jumlah anak yang banyak. Oleh karena itu, baik pemerintah India maupun Indonesia seharusnya tidak hanya menerapkan kebijakan yang membatasi kelahiran, tetapi juga meningkatkan standar kehidupan penduduk selain mengadakan pembangunan ekonomi di negaranya agar laju pertumbuhan penduduk dapat berkurang.
12
DAFTAR PUSTAKA Pustaka Literatur Almond, Gabriel A, G. Bingham Powell Jr, Russel J. Dalton, & Kaare Strøm. 2008. Comparative Politics Today: A World View. New York: Pearson Longman. Department of Economic and Social Affairs. 2010. World Population Policies 2009. New York: United Nations. Faturochman dan Agus Dwiyanto. 2001. Reorientasi Kebijakan Kependudukan. Yogyakarta:Aditya Media. Haub, Carl. 2009. India’s Population Policy. Berlin: Berlin Institut. Government of India. 2011. Census of India: Provisional Population Totals. India: Office of the Register Gneral & Census Commissioner. Mantra, Prof. Ida Bagoes, Ph.D. 2009. Demografi Umum. Edisi ke-2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Miró, Carmen A and Joseph A. Potter. 1980. Population Policy: Research Priorities in the Developing World. Londong: Frances Pinter (Publisher). Muslimin, Prof. H. Amrah, S.H. 1986. Keluarga Berencana (Pantang Berkala): Aspek Masalah Kependudukan. Jakarta: CV. Akademika Pressindo. Singarimbun, Prof. Dr. Masri, HonLLD. 1996. Penduduk dan Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
Pustaka Online Central Intelligent Agency. The World Fact Book, Country Comparison: Population. Diunduh
dari
pada 3 Januari 2011. Country
Studies.
Population
and
Family
Planning
Policy.
Diunduh
dari
pada 19 Mei 2011.
13
GeoHive. Countries with highest population for 1950, 2010, and 2050. Diunduh dari pada 17 Juni 2011.
Index
Mundi.
2010.
India
Total
Fertility
Rate.
Diunduh
dari
pada 20 Juni 2011. NDTV. 2011. Census 2011: Indian population increased by 181 million. Diunduh dari pada 17 Juni 2011. Republika
Online.
Penduduk
Indonesia
Capai
237,56
Juta.
Diunduh
dari
pada 3 Januari 2011. Statistic Indonesia. Dinamika Penduduk dan Perencanaan Pembangunan Daerah. Diunduh dari < http://worldfacts.us/Indonesia.htm> pada 3 Januari 2011 The Jakarta Post. 2011. Indonesia faces “serious” population problem. Diunduh dari < http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/16/indonesia-faces%E2%80%98serious%E2%80%99-population-problem.html> pada 3 Januari 2011. Times of India. 2011. India’s population rises to 1.2 billion: Census of India 2011. Diunduh
dari
pada
17
Juni 2011.
14
View more...
Comments