Peraturan Dan Regulasi i - #Etika Profesi
April 17, 2017 | Author: ajar93 | Category: N/A
Short Description
Download Peraturan Dan Regulasi i - #Etika Profesi...
Description
“PERATURAN & REGULASI I”
Azhar Krisna Hartono (48112234) Teknik Komputer - 3DC02
MATA KULIAH SOFTSKILL ETIKA PROFESI UNIVERSITAS GUNADARMA 2014
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat, penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Peraturan dan Regulasi I” dengan lancar. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu Etika Profesi yang disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi dan berita. Dan untuk memenuhi tugas mata kuliah softskill yang telah diberikan oleh dosen pembimbing, semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran bagi siapa saja yang membacanya. Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca. Kepada dosen pembimbing, saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Bekasi, 13 Januari 2015
Penulis
1
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................................................... i DAFTAR ISI..................................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 I.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1 I.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 2 I.3 Tujuan................................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3 II.1 Cyberlaw.............................................................................................................. 3 II.2 CyberLock............................................................................................................. 3 II.3 Regulasi Konten...................................................................................................... 3 II.4 Perlunya Peraturan dalam Cyberlaw.............................................................................5 II.5 Perbedaan Cyber Law Di Berbagai Negara.....................................................................5 II.5.1 Cyber Law Negara Indonesia.......................................................................5 II.5.2 Cyber Law Negara Malaysia........................................................................7 II.5.3 Cyber Law Negara Singapore......................................................................7 II.5.3 Cyber Law Negara Vietnam.........................................................................9 II.5.4 Cyber Law Negara Thailand........................................................................9 II.6 Uu Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi (Uu Ite).....................10 BAB III PENUTUP........................................................................................................ 12 III.1 Kesimpulan........................................................................................................ 12 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... iii
2
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peraturan adalah sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok orang/ lembaga dalam rangka mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama. Regulasi adalah “mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan.” Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda). Dalam era globalisasi dan teknologi dewasa ini perkembangan teknologi komputer dibidang IT meningkat dengan cepat, penggunaan komputer sebagai salah satu alat teknologi informasi sangat dibutuhkan keberadaannya hampir disetiap aspek kehidupan manusia dan telah menjadi realitas sehari-hari jutaan manusia dimuka bumi ini. Penggunaan perangkat komputer sebagai perangkat pendukung manajemen dan pengolahan data sangatlah tepat penggunaannya untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas data yang baik dan benar. Sehingga untuk menghindari adanya penyalahgunaan Teknologi Informasi, maka dibuat suatu peraturan dan regulasi yang mengontrol segala sesuatu tentang IT. Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis yang revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain, berkembangnya teknologi informasi menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada perkembangan tindak pidana di bidang teknologi informasi yang berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan duniamaya.
1
Saat ini telah lahir hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum telematika. Atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Di Indonesia, sudah ada UU ITE, UU No. 11 tahun 2008 yang mengatur tentang informasi dan transaksi elektonik, Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
I.2 Rumusan Masalah Sejauh mana pelanggaran hukum yang terjadi dalam dunia maya sekarangi ni (Cybercrime)? Bagaimana peranan Undang-Undang Dunia Maya (Cyberlaw) terhadap pelanggaran yang terjadi dalam dunia maya itu sendiri?
I.3 Tujuan
Menyelesaikan tugas mata kuliah Etika Profesi Menjelaskan Pengertian Cyber Law Menambah wawasan tentang cyberlaw yang diterapkan di Indonesia pada khususnya dan
Internasional pada umumnya. Perbedaan Cyberlaw di berbagai Negara.
2
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Cyberlaw Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yangruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Pada umumnya diasosiasikan dengan internet, merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang perongan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau duni maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya.
II.2 CyberLock Cyberlock Access Control System “Videx” sebuah alat inovatif dalam system penguncian yang dapat mengubah kunci secara manual ke dalam Sistem Access Control yang mampu memberikan perlindungan dan tingkat keamanan yang tinggi terhadap aset bernilai tinggi yang dimiliki oleh perusahaan. Dengan Sistem Access Control Cyberlock, semua kegiatan petugas lapangan seperti memeriksa kondisi (pemeliharaan) terhadap komponen serta semua aset yang bernilai tinggi lainnya, bisa langsung diamati melalui penyimpanan semua data dan kegiatan yang dapat dilihat secara langsung saat diperlukan. Hal-hal yang dapat di antisipasi oleh Cyberlock adalah kendala operasional dan manual sistem keamanan (pengambilan hasil sebuah laporan pada suatu perusahaan masih kurang akurat dan masih sulit untuk di benarkan). Dengan Cyberlock hal kelemahan-kelemahan tersebut akan dapat ditingkatkan, sehingga lebih mudah untuk dapat melakukan pelacakan data seperti dalam kasus kebakaran, pencurian, atau event lainnya yang dapat berpotensi merugikan perusahaan.
3
II.3 Regulasi Konten Semakin banyaknya Munculnya beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Maka dibuatnya sebuah regulasi konten 1. Keamanan nasional
Instruksi pada pembuatan bom, produksi obat/racun tidak sah, aktivitas teroris.
2. Protection of Minors(Perlindungan pelengkap)
Abusive forms of marketing Violence Pornography
3. Protection of Human Dignity(Perlindungan martabat manusia)
Hasutan kebencian rasial Diskriminasi rasial
4. Keamanan Ekonomi
Penipuan Instructions on pirating credit cards Scam, Cybercrime
5. Keamanan indormasi
Cybercrime Phising
6. Protection of Privacy 7. Protection of Reputation 8. Intellectual Property
4
II.4 Perlunya Peraturan dalam Cyberlaw Sebagai orang yang sering memanfaatkan internet untuk keperluaan sehari-hari sebaiknya kita membaca undang-undang transaksi elektronis yang telah disyahkan pada tahun 2008. Undang undang tersebut dapat didownload dari website www.ri.go.id yang linknya di sini. Kita dapat langsung membaca bab VII yang mengatur tentang tindakan yang dilarang. Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap. Banyak kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Seperti contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat bukti oleh KUHP. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1 bahwa undang-undang ini secara definitif membatasi alat-alat bukti hanya sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet, misalnya KUH Pidana pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap kejahatan jika dilakukan di tempat umum. Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasuss carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.
II.5 Perbedaan Cyber Law Di Berbagai Negara II.5.1 Cyber Law Negara Indonesia Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai
transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah
basis yang
dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena
sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan 5
dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalah gunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, makaIndonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
6
II.5.2 Cyber Law Negara Malaysia Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video. Berikut pada adalah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia 1998 yang mengatur konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia industri. The Malaysia Komunikasi dan Undang-Undang Komisi Multimedia 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia. II.5.3 Cyber Law Negara Singapore The Electronic Transactions Act (ETA) 1998 The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura. ETA dibuat dengan tujuan : • Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya; • Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan 7
tandatangan, dan untuk pengembangan dari
mempromosikan
undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk
menerapkan menjamin
/ mengamankan perdagangan elektronik;
• Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan • Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak perdagangan
disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam elektronik, dll;
• Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan • Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik
untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang
menggunakan media
elektronik.
Didalam ETA mencakup : • Kontrak Elektronik Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan memastikan
secara
wajar
dan
cepat
serta
untuk
bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum. • Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut. • Tandatangan dan Arsip elektronik Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut
hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama 8
domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya. II.5.3 Cyber Law Negara Vietnam Cyber crime,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam suudah ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan online dispute resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya. Dinegara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya,hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber,padahal masalah seperti spam,perlindungan konsumen,privasi,muatan online,digital copyright dan ODR sangat penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan. II.5.4 Cyber Law Negara Thailand Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan. Kesimpulan Dalam hal ini Thailand masih lebih baik dari pada Negara Vietnam karena Negara Vietnam hanya mempunyai 3 cyberlaw sedangkan yang lainnya belum ada bahkan belum ada rancangannya.
9
Kesimpulan dari 5 negara yang dibandingkan adalah Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah Indonesia,tetapi yang memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena walaupun untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap perencanaan sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap perencanaan.Untuk Thailand dan Vietnam,Vietnam masih lebih unggul dalam penanganan cyberlaw karena untuk saat ini saja terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan tetapi di Thailand saat ini baru terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini sedang dirancang.
II.6 Uu Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi (Uu Ite) Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini ; Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. UndangUndang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI. UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain : 1.Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2.Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, melainkan sudah berkembang pada TI. 3.Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia. Apakah ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada 10
penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada. Sebagai contohnya saya akan berikan kasus yang di dalamnya terdapat keterbatasan UU Telekomunikasi dalam mengatur penggunaan Teknologi Informasi (UU ITE): Sekarang kita tahu maraknya carding atau pencurian kartu kredit diinternet berasal dari Indonesia, hal ini memungkinan Indonesi adipercaya oleh komunitas ´trust´ internasional menjadi sangat kecil sekali. Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya praktik carding di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu kredit di internet dari negara kita tidak akan di-black list oleh toko-toko online luar negeri. Sebab situssitus seperti www.amazon.com selama ini masih mem-back list kartu-kartu kredit yang diterbitkan Indonesia,karena mereka menilai kita belum memiliki cyber law. Nah dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di negeri ini,negara lain menjadi lebih percaya atau trust kepada kita Dalam Bab VII UU ITE disebutkan: Perbuatan yang dilarang pasal27-37, semua Pasal menggunakan kalimat, ´Setiap orang… danlain-lain.´ Padahal perbuatan yang dilarang seperti: spam,penipuan, cracking, virus, flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah program, bukan langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu kelemahan, tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah program yangmenyebarkan spam, penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan merusak lainnya tetap ada manusianya, the man behindthe machine.Jadi kita tak mungkin menghukum mesinnya, tapiorang di belakang mesinnya.
11
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap. Penggunaan perangkat komputer sebagai perangkat pendukung manajemen dan pengolahan data sangatlah tepat penggunaannya untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas data yang baik dan benar. Sehingga untuk menghindari adanya penyalahgunaan Teknologi Informasi, maka dibuat suatu peraturan dan regulasi yang mengontrol segala sesuatu tentang IT.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://galuhkurniawan.blogspot.com/2012/03/peraturan-dan-regulasi.html
https://pyia.wordpress.com/2012/05/01/peraturan-dan-regulasi-1/ http://ichigonara.blogspot.com/2011/03/perbedaan-cyber-law-antara-negara-asean.html http://www.drn.go.id/download/e-Regulasi%20Konten%20-%20Cahyana%20Ahmadjayadi.pdf
3
View more...
Comments