Peran Vitamin d Pada Kanker
May 12, 2018 | Author: Niar Marhali | Category: N/A
Short Description
vitamin D kanker...
Description
1
BAB II PERAN VITAMIN D PADA KANKER 1. KANKER Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali (Rosai J, 2004). Transformasi sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari : (Strachan T, 1996) 1) Fase inisiasi yaitu yaitu fase dimana berubahnya berubahnya sel normal tubuh menjadi sel yang peka. Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen. 2) Fase induksi yaitu yaitu fase dimana sel tubuh yang yang sudah peka itu oleh karsinogen karsinogen akan merubah menjadi sel kanker. Fase initiasi dan fase induksi tidak bisa diketahui, diperkirakan dapat berlangsung puluhan tahun. 3) Fase insitu yaitu fase dimana sel kanker kanker itu bertumbuh terus tetapi masih pada tempatnya, belum menembus menembus intra epitelial, intra lobuler. 4) Fase Invasif yaitu dimana dimana sel kanker telah keluar keluar dari membrana basalis basalis dan menginfiltrasi jaringan sekitarnya. Fase ini lebih cepat berlangsung kira-kira kurang dari 5 tahun. 5) Fase diseminasi yaitu fase dimana dimana sel kanker itu sudah tumbuh jauh diluar organnya.
2. VITAMIN D Vitamin D merupakan vitamin larut lemak dan dikenal sebagai sunshine vitamin karena paparan sinar matahari penting untuk memproduksi vitamin D dengan bantuan sinar ultra violet dan kolesterol di kulit. Oleh karena vitamin D dapat diproduksi dalam tubuh, mempunyai target organ spesifik dan tidak perlu disuplai dari diet maka sering dianggap sebagai hormon (Mahan LK, 2008). Senyawa vitamin D yang penting pada manusia adalah vitamin D3 (kolekalsiferol) dan vitamin D2 (ergokalsiferol). Meskipun disebut vitamin namun
2
tidak esensial terdapat dalam diet karena vitamin D dapat disintesis dalam tubuh dengan paparan sinar matahari (Mahan LK, 2008). Vitamin D3 dapat dibuat di kulit oleh sinar UVB. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi vitamin D yang adekuat dari kulit tergantung pada kekuatan sinar UVB, lama paparan, dan jumlah pigmen kulit (Kulie T, 2009). Meskipun bentuk aktif vitamin D adalah 1,25(OH)2D (1,25-dihidroksivitamin D, 1,25-dihidroksikolekalsiferol), namun tidak dianggap sebagai biomarker yang baik karena mempunyai waktu paruh pendek dan kontrol homeostatis yang ketat. Kadar 25(OH)D serum adalah biomarker status vitamin D yang sangat baik, yang menunjukkan sintesis kulit dan asupan makanan. Penelitian menunjukkan bahwa kadar 25(OH)D lebih stabil daripada vitamin D yang sangat dipengaruhi oleh paparan UVB, dan 1,25(OH)2D serum tergantung pada kadar hormon paratiroid serum. Karena waktu paruhnya yang relatif panjang (12,9 hari ± 3,6 hari) maka kadar 25(OH)D serum dipertimbangkan sebagai standar terbaik untuk menilai status vitamin D (WHO, 2008). Kadar vitamin D yang adekuat tergantung pada usia sehingga definisi defisiensi vitamin D bervariasi. Ambang batas yang tepat untuk defisiensi vitamin D masih diperdebatkan. Yang paling banyak diterima adalah kadar optimal serum 25(OH)D adalah 35-55 ng / ml. Satu penelitian menunjukkan bahwa bahwa untuk semua hal yang berhubungan dengan kesehatan, kadar 25(OH)D serum yang paling optimal setidaknya 30 ng / ml, dan untuk pencegahan kanker adalah antara 36 dan 48 ng / ml. Rata-rata pria dan wanita dewasa membutuhkan asupan setidaknya 20-25 mcg (800-1.000 IU) per hari vitamin D untuk mencapai kadar 25(OH)D serum 30 ng / ml (Gupta D, 2011). Otak, prostat, payudara dan kolon, serta sel imun memiliki reseptor vitamin D (VDR) dan berespon terhadap1,25(OH)2D. Selain itu, jaringan dan sel tersebut mengekspresikan enzim 25-hidroksivitamin D-1α D-1α-hidroksilase -hidroksilase yang mengubah 25(OH)D menjadi 1,25(OH)2D. Bentuk aktif aktif vitamin D telah terbukti mempunyai efek regulasi sel yang kuat dalam sel selain keterlibatannya dalam homeostasis kalsium. Efek tersebut diperkirakan dimediasi melalui VDR. Pengikatan VDR oleh 1,25(OH)2D menyebabkan beberapa efek seluler, termasuk induksi diferensiasi dan apoptosis dan inhibisi proliferasi, angiogenesis dan potensi metastatik. Dengan demikian, vitamin D diyakini memainkan peran penting dalam etiologi dan pengobatan kanker (Gupta D, 2011).
3
American Endocrine Society telah membuat pedoman tentang vitamin D yang menetapkan defisiensi terjadi jika kadar 25(OH)D dalam darah < 50 nmol/l (setara dengan 20 ng/ml). Beberapa penelitian menyimpulkan sebagai berikut (Catie, 2011) :
Defisiensi vitamin D jika kadar 25(OH)D ≤ 49 nmol/l
Insufisiensi vitamin D jika kadar 50 – 74 nmol/l
Normal jika kadar ≥ 75 nmol/l.
Absorpsi, Transportasi dan Penyimpanan Vitamin D diabsorpsi dalam usus halus bersama lipid dengan bantuan cairan empedu. Vitamin D dari bagian atas usus halus diangkut oleh DBP ke tempat-tempat penyimpanan di hati, kulit, otak, tulang dan jaringan lain (Almatsier S, 2009).
Metabolisme Vitamin D Sintesis endogen vitamin D3 terdiri dari reaksi fotokimia yang diinduksi oleh UVB yang menyebabkan pembentukan previtamin D3 dari provitamin D3 7dehidrokolesterol (7-DHC) pada lapisan kulit basal dan suprabasal. 7-DHC dibentuk dikulit dari kolesterol oleh ∆7 reduktase yang terdapat pada keratinosit epidermal. Sekitar 65% 7-DHC per unit ditemukan di epidermis dan sisanya di dermis. Spektrum kerja UVB untuk produksi previtamin D3 antara 260 – 315 nm, dengan efektivitas maksimum pada 297 – 303 nm (WHO, 2008). Efektivitas UVB untuk pembentukan previtamin D3 di kulit dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk molekul yang mengabsorpsi UVB seperti melanin, DNA, RNA, protein, dan kandungan 7-DHC di kulit (WHO, 2008). Previtamin D3 kemudian mengalami isomerisasi non enzimatik untuk membentuk vitamin D3 dan proses ini tergantung pada temperatur, pada temperatur yang lebih tinggi akan lebih banyak previtamin D3 yang diisomerisasi menjadi vitamin D3. Vitamin D3 yang dibentuk di kulit selanjutnya ke aliran darah oleh vitamin D binding protein (DBP) dan α-globulin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap vitamin D dan metabolitnya. Ekstraksi vitamin D yang terus menerus dari kulit mencegah akumulasi lokal vitamin D3 dan memungkinkan isomerisasi previtamin D3 menjadi vitamin D3 tetap berlangsung (WHO, 2008).
4
Konversi 7-DHC yang dipicu oleh UVB menjadi previtamin D3 merupakan reaksi cepat yang hanya membutuhkan waktu beberapa detik. Sebaliknya waktu paruh isomerisasi previtamin D3 menjadi vitamin D3 di kulit sekitar 2,5 jam. Kadar maksimum vitamin D3 dalam sirkulasi terjadi dalam 12 – 24 jam setelah paparan UVB (WHO, 2008). Jumlah vitamin D yang disintesis oleh kulit sangat kecil dibandingkan dengan kadar prekursor 7-DHC. Kulit yang dikenai radiasi ultraviolet secara in vivo memproduksi sekitar 25 ng vitamin D3 per cm2 sesuai kecepatan konversi 7-DHC menjadi vitamin D3 1,3%. Jumlah vitamin D3 yang disintesis di kulit dapat berbeda jika menggunakan sumber UV buatan dibandingkan sinar matahari alami (WHO, 2008). Vitamin D3 dibentuk di dalam kulit oleh sinar ultraviolet dari 7-DHC. Faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan provitamin D3 adalah pigmentasi, penggunaan sunscreen dan lamanya waktu paparan.
Gambar 2 Metabolisme vitamin D (Vuolo L, 2012)
Vitamin D harus diaktifkan melalui dua proses hidroksilasi. Yang pertama terjadi
di
hati,
yang
disintesis
oleh
enzim
25-hidroksilase
(CYP27A1),
menghasilkan kalsidiol (25(OH)D) yang lima kali lebih aktif daripada vitamin D3.
5
Bentuk metabolit ini yang paling banyak terdapat dalam sirkulasi. Proses hidroksilasi yang kedua terjadi di ginjal dengan bantuan 1-α-hidroksilase menghasilkan kalsitriol (1,25(OH)2D) yang 10 kali lebih aktif dari vitamin D3. Aktifitas 1-α-hidroksilase meningkat dengan adanya hormon paratiroid akibat kadar kalsium plasma yang rendah, sehingga terjadi peningkatan produksi 1,25(OH)2D. Aktifitas enzim ini menurun ketika kadar 1,25(OH)2D meningkat. Sebagian besar vitamin D disimpan dalam bentuk 25(OH)D dalam hati (Mahan LK, 2008 ; Horton-Szar D, 2007 ; Almatsier S, 2009). Jika jumlah 1,25(OH)2D cukup,
enzim
CYP24A1
memetabolisme
1,25(OH)2D
menjadi
1α,24,25-
dihidroksivitamin D yang selanjutnya dikatabolisme menjadi asam kalsitroat (WHO, 2008).
Fungsi Vitamin D Fungsi vitamin D yang sudah banyak diketahui adalah mempertahankan homeostasis kalsium dan fosfor yang terjadi melalui tiga cara. Yang pertama melalui ekspresi gen, 1,25(OH)2D di usus halus mempengaruhi transpor aktif kalsium yang kemudian menstimulasi sintesis calcium binding protein pada mukosa usus. Protein ini meningkatkan absorpsi kalsium. Yang kedua, pada tulang hormon paratiroid sendiri atau bersama dengan 1,25(OH)2D atau estrogen merangsang pelepasan kalsium dan fosfor dari tulang untuk mempertahankan kadar normal dalam darah. Yang ketiga di ginjal 1,25(OH)2D meningkatkan reabsorpsi kalsium dan fosfat di tubulus ginjal (Mahan LK, 2008). Penelitian terbaru menemukan peran vitamin D terhadap sistem imun. Vitamin D dapat memodulasi respon imun bawaan maupun adaptif. (Aranow C, 2011). Efek anti kanker dan anti inflamasi vitamin D diatur melalui transkripsi gen oleh VDR dan melalui kaskade sinyal non genomik. Vitamin D memblokir siklus sel dan memperlambat pertumbuhan sel, memicu apoptosis, memodulasi angiogenesis dan mengatur metabolisme dan sinyal prostaglandin. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa vitamin D dapat bekerja sinergis dengan agen kemoterapeutik yang berbeda, namun belum pasti apakah vitamin D dapat dimasukkan ke regimen kemoterapeutik pasien kanker (Kennedy DA, 2013).
6
Mekanisme Kerja Vitamin D Efek molekuler utama 1,25(OH)2D melalui transkripsi gen oleh ikatan dengan VDR yang merupakan superfamili reseptor hormon steroid dari faktor transkripsi yang iaktivasi oleh ligan. VDR dapat ditemukan baik di sitoplasma maupun nukleus sel target vitamin D. Terikatnya 1,25(OH)2D dengan VDR memicu hubungan VDR dengan RXR (retinoid X receptor) dan interaksi ini penting untuk
aktivitas
transkripsi
VDR.
Banyak
data
menunjukkan
bahwa
heterodimerisasi diperlukan untuk migrasi kompleks RXR –VDR –ligan dari sitoplasma ke nukleus dimana kompleks 1,25(OH)2D –VDR –RXR terikat dengan VDRE (vitamin D –response elements) dalam DNA untuk mengawali transkripsi gen (Fleet JC, 2012). Kalsitriol bekerja melalui mekanisme genomik atau non genomik. Pada jalur genomik,
kalsitriol
diheterodimerisasi
terikat
dengan
dengan
reseptor
VDR nuklear
intraseluler, RXR
yang
(retinoid
selanjutnya X
receptor).
Heterodimer terikat dengan VDRE pada gen target dan menyebabkan regulasi transkripsi gen. Selain itu kalsitriol mempunyai efek cepat yang tidak tergantung pada regulasi transkripsi gen yang merupakan efek non genomik dan tidak dimediasi secara langsung melalui interaksi reseptor-ligan-DNA steroid. Di sisi lain efek non genomik secara tidak langsung mempengaruhi transkripsi gen melalui regulasi jalur sinyal intraseluler yang menargetkan faktor transkripsi. Kalsitriol menginduksi berbagai respon non genomik termasuk absorpsi kalsium intestinal, pelepasan kalsium dari simpanan intraseluler, pembukaan kanal kalsium dan klorida dan aktivasi protein kinase C, protein kinase A, PI3K dan fosfolipase C (Ma Y, 2010). Efek farmakologik 1,25(OH)2D secara nyata melalui mekanisme yang dimediasi reseptor nuklear dan diinisiasi oleh mambran plasma. 1,25(OH)2D berinteraksi dengan VDR yang berlokasi dalam nukleus sel untuk efek genominya atau dalam kaveola membran plasma untuk efek non genomiknya (respon cepat). VDR merupakan reseptor nuklear intraseluler yang aktif pada lebih dari 30 jaringan manusia dan aktivitasnya melibatkan lebih dari 60 gen pada jenis sel yang berbeda. VDR terdistribusi di berbagai organ dan jaringan sebagai berikut : sistem kardiovaskuler : kardiomiosit, sel otot polos ; sistem endokrin : sel tiroid C, glandula paratiroid, pulau Langerhans ; epidermis : folikel rambut, keratosit ; sistem gastrointestinal : lambung, esofagus, intestinal, hati ; sistem imun : timus,
7
limfosit T dan B, sumsum tulang ; sistem ginjal : daerah asenden tubulus Henle, sel jukstaglomerular ; sistem respirasi : epitel alveolar ; sistem osteomuskular : osteoblas, kondrosit, otot stria ; sistem reproduksi : testis, ovarium, dan uterus ; sistem saraf pusat : neuron (Vuolo L, 2012). Jalur non genomik mungkin bekerja sama dengan jalur genomik klasik. Sinyal non genomik bersifat cepat, tidak bergantung pada transkripsi dan mungkin secara tidak langsung mempengaruhi transkripsi melalui cross-talk dengan jalur sinyal lain. Beberapa data menunjukkan bahwa efek non genomik dimulai di membran plasma dan melibatkan reseptor membran non klasik dan reseptor baru untuk 1,25(OH)2D yang disebut 1,25D3-MARRS (membrane-associated, rapid response steroid-binding ). Efek non genomik kalsitriol menginduksi translokasi cepat kalsium melintasi membran mukosa intestinal. Ikatan 1,25(OH)2D pada membran plasma dapat menyebabkan aktivasi satu atau lebih sistem second messenger , termasuk fosfolipase C, PKC, reseptor protein-coupled G, atau PI3K (Vuolo L, 2012).
Angka Kecukupan Vitamin D Angka kecukupan gizi vitamin D yang dianjurkan untuk berbagai golongan umur dan jenis kelamin untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 Angka kecukupan vitamin D yang dianjurkan (Almatsier, S 2009) Golongan (umur)
.
AKG (μg)
0 – 9 tahun
5
10 – 49 tahun
5
50 – 64 tahun
10
≥ 65 tahun
15
Berbagai penelitian merekomendasikan variasi dosis suplemetasi vitamin
D. Sebagian besar menyarankan dosis per oral 50.000 IU 1 – 3 kali / minggu atau 2.000 – 3.000 IU / hari. Namun dosis yang direkomendasikan adalah 8.000 – 50.000 1 – 3 kali / minggu. Sebagian kecil penelitian menganjurkan dosis rumatan 400 – 2.000 IU / hari setelah kadar serum normal (Gupta D, 2011).
8
Sumber Vitamin D 1) Diet Terdapat bukti uji klinik bahwa asupan vitamin D dari diet meningkatkan kadar 25(OH)Dserum. Namun demikian, hanya sedikit makanan yang secara alami mengandung jumlah vitamin D3 yang cukup besar diantaranya hati ikan, minyak hati ikan, ikan berlemak dan kuning telur. Telah terbukti bahwa ikan berminyak seperti salmon, makarel, dan bluefish merupakan sumber vitamin D3 yang sangat baik (WHO, 2008). Beberapa negara mempraktikkan fortifikasi makanan tertentu dengan vitamin D, biasanya susu, sereal, margarin/mentega, formula bayi sampai 25 μg vitamin D per liter. Di negara lain wanita hamil atau bayi baru lahir diresepkan 10 – 25 μg vitamin D setiap hari. Penelitian yang berbeda menunjukkan asupan rata-rata vitamin D yang berbeda-beda tergantung umur, kebiasaan makan dan suplemetasi serta jenis kelamin (WHO, 2008). Tidak banyak jenis makanan yang merupakan sumber utama vitamin D. Vitamin D3 dapat ditemukan pada ikan salmon dengan kadar 600 – 1000 IU/100 gram, kuning telur (20 IU/100 gram). Vitamin D2 dapat ditemukan pada jamur shitake segar 100.000 IU/100 gram, namun jamur shitake kering hanya mengandung 1.600 IU/100 gram. Selain itu makanan fortifikasi dapat mengandung vitamin D2 maupun D3 (Catie, 2011).
Tabel 2 Kadar vitamin D berbagai bahan makanan (Almatsier S, 2009) Bahan makanan
μg/100 g
Bahan makanan
μg/100 g
Susu sapi
0,01 – 0,03
Minyak hati ikan
210
ASI
0,04
Margarin
5,8 – 8,0
Keju
0,03 – 0,5
Daging sapi
Sangat sedikit
Yogurt
≤ 0,04
Unggas
Sangat sedikit
Telur utuh
1,75
Ikan air tawar
Sangat sedikit
Mentega
0,76
Ikan berlemak
≤ 25
2) Vitamin D2 dan Vitamin D3 Vitamin D eksogen terdiri dari vitamin D3 (kolekalsiferol) dan vitamin D2 (ergokalsiferol). Vitamin D3 dibentuk dari prekursor 7-DHC yang ditemukan di
9
kulit manusia maupun hewan. Vitamin D2 dibentuk oleh radiasi ultraviolet dari prekursornya ergosterol dan ditemukan pada tumbuhan khususnya ragi dan fungi. Namun demikian, tumbuhan merupakan sumber vitamin D2 yang buruk. Vitamin D2 sintetik diproduksi oleh radiasi ultraviolet dari ergosterol yang ditambahkan ke makanan atau diberikan sebagai suplemen. Kedua vitamin ini hanya berbeda pada rantai sisi ke rangka sterol. Sejak tahun 1950 WHO merekomendasikan bahwa 1 IU vitamin D ekuivalen dengan 25 ng vitamin D3 kristal dan tidak terdapat perbedaan antara vitamin D3 dan vitamin D2. Kedua bentuk vitamin tidak aktif secara biologik dan masih membutuhkan aktivasi enzimatik (WHO, 2008). Kesetaraan fungsi biologik kedua bentuk vitamin D ini masih kontroversi. Uji klinik oleh Trang dkk pada tahun 1998 pada relawan sehat menunjukkan bahwa pemberian vitamin D3 per oral lebih efektif meningkatkan vitamin D serum (25-hidroksivitamin D3 dan 25-hidroksivitamin D2) daripada vitamin D2 jika diberikan dalam jumlah yang sama selama 14 hari. Dengan demikian asumsi bahwa vitamin D2 dan D3 memiliki nilai nutrisi yang setara masih harus dipertimbangkan. suplementasi
Selain
vitamin
itu
D2
beberapa
dapat
penelitian
menekan
menunjukkan
pembentukan
bahwa
25(OH)D3
dan
1,25(OH)2D3 endogen. Namun uji klinik lain pada orang sehat berumur 18 – 84 tahun menunjukkan bahwa pemberian 25 μg vitamin D2 sama efektifnya dengan 25 μg vitamin D3 terhadap kadar 25(OH)D dan vitamin D2 tidak berpengaruh negatif
terhadap
kadar
25(OH)D3
serum.
Secara
keseluruhan
data
ini
menunjukkan bahwa vitamin D2 sama efektifnya seperti vitamin D3 dalam mempertahankan status 25(OH)D (WHO, 2008).
Interaksi Obat Penelitian oleh Boulard dkk melaporkan terjadinya peningkatan kadar kalsium, konfusi, astenia, konstipasi dan pengaruh ke fetus pada penggunaan kalsifediol (vitamin D2) dan tiazid pada pasien lansia berumur lebih dari 75 tahun. Setelah obat dihentikan dan diberikan prednison 45 mg/hari gejala-gejala tersebut menghilang dalam 1 minggu. Salah satu mekanisme kerja prednison adalah mengurangi absorpsi kalsium (Kennedy DA, 2013). Pemberian prednison 30 mg/hari mempengaruhi metabolisme vitamin D, mengurangi waktu paruh 25(OH)D sekitar 40 – 60% serta mengurangi respon
10
metabolit vitamin D terhadap absorpsi kalsium intestinal. Penggunaan cisplatin pada pasien keganasan ginekologik mengurangi kadar 1,25(OH)2D. Hal ini mungkin terjadi akibat sifat nefrotoksik cisplatin yang mengurangi kemampuan ginjal untuk mengkonversi 25(OH)D menjadi 1,25(OH)2D. Penelitian lain pada pasien kanker kolorektal dan kanker payudara menunjukkan kadar 25(OH)D yang lebih rendah pada pasien yang mendapatkan kemoterapi (Kennedy DA, 2013). Deksametason dan prednison mengurangi insiden hiperkalsemia dan mencapai dosis toleransi maksimum yang lebih tinggi pada pasien kanker prostat. Efek ini melalui reduksi absorpsi kalsium intestinal sehingga mengurangi risiko hiperkalsemia. Prednison mengurangi waktu paruh 25(OH)D. Deksametason mempengaruhi kadar 1,25(OH)2D melalui peningkatan regulasi transkripsi CYP24A1 yang meningkatkan katabolisme 1,25(OH)2D. Terdapat bukti bahwa pada kanker tertentu diantaranya kanker payudara, paru-paru, kolon dan serviks, terjadi over ekspresi mRNA CYP24A1 sehingga meningkatkan katabolisme vitamin D (Kennedy DA, 2013). Obat lain yang mempengaruhi kadar vitamin D serum adalah obat anti fungi. Ketokonazol dan flucinazol menghambat aktivitas CYP24A1. Genistein terbukti secara in vitro menghambat transkripsi gen CYP24A1 dan CYP27B1 (Kennedy DA, 2013). Efek kalsitriol dimodulasi oleh zat yang terlibat dalam metabolismenya. Vitamin D3 menonaktifkan enzim CYP24A1, menginduksi degradasi kalsitriol dan dengan demikian menghambat aktivitas biologik kalsitriol. Inhibitor sitokrom P450 spektrum luas seperti ketokonazol atau inhibitor CYP24A1, secara sinergis menghambat efek anti proliferatif kalsitriol (Ma Y, 2010). Vitamin D merupakan vitamin larut lemak dan seperti nutrien larut lemak yang lain vitamin D dari diet dibawa oleh kilomikron melalui sistem limfatik. Vitamin A berkompetisi menduduki reseptor dengan vitamin D sehingga vitamin A dosis tinggi dapat enghambat absorpsi vitamin D. vitamin A dan retinol dapat memberi efek antagonis terhadap efek fisiologik vitamin D terutama pada tulang. Penelitian menunjukkan bahwa fraktur panggul lebih banyak ditemukan pada perempuan dengan asupan retinol lebih tinggi baik dari makanan ataupun suplemen. Selain itu, komponen diat lain juga mempengaruhi bioavailabilitas vitamin D. sebagai contoh, kadar MUFA dan PUFA yang tinggi dapat mengganggu afinitas DBP dengan vitamin D (WHO, 2008).
11
Orlistat yang digunakan untuk terapi obesitas mengurangi ambilan lemak melalui inhibisi parsial lipase pankreas yang menyebabkan malabsorpsi lemak. Malabsorpsi kronik terkait dengan risiko tinggi hipovitaminosis D (WHO, 2008).
Toksisitas vitamin D Konsumsi vitamin D dalam jumlah berlebihan akan menyebabkan keracunan. Gejalanya adalah kelebihan absorpsi vitamin D yang pada akhirnya menyebabkan kalsifikasi berlebihan pada tulang dan jaringan tubuh. Tanda khasnya adalah hiperkalsemia. Hipervitaminosis D merupakan keracunan progresif dan setiap individu memperlihatkan kerentanan yang berbeda. Batas atas konsumsi untuk bayi adalah 25 μg/hari, anak 75 μg/hari dan untuk dewasa adalah 100 μg/hari (Mahan LK, 2008 ; Almatsier S, 2009). Efek toksik vitamin D terkait dengan peran 1α,25-dihidroksivitamin D bebas dalam serum dalam regulasi kalsium plasma melalui peningkatan absorpsi intestinal
atau
peningkatan
mobilisasi
kalsium
tulang.
Kadar
1α,25-
dihidroksivitamin D yang berlebihan dapat terjadi karena produksi berlebihan (misalnya pada penyakit seperti sarkoidosis) atau pemindahan dari DBP karena asupan vitamin D berlebihan. Efek samping yang tidak terkait dengan tulang dan kalsium masih sangat terbatas dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut (WHO, 2008).
Toksisitas akut Sejak tahun 1928 diketahui bahwa asupan vitamin D harian yang berlebihan (200.000 – 300.000 IU atau 5.000 – 7.500 μg) menyebabkan efek toksik pada manusia. Intoksikasi umumnya akibat suplementasi berlebihan dan juga akibat minuman susu yang difortifikasi dan preparat kulit yang mengandung vitamin D dosis tinggi (WHO, 2008). Intoksikasi vitamin D akut dengan hiperkalsemia secara klinik dapat menyebabkan
infark
miokard.
Hiperkalsemia
juga
dapat
menyebabkan
peningkatan ekskresi kalsium melalui urine. Hiperkalsemia berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan ginjal (batu ginjal dan disfungsi renal), kalsifikasi jaringan lunak termasuk ginjal, pembuluh darah, jantung, dan paru-paru (WHO, 2008).
12
Suplemetasi dosis rendah jangka panjang Sebuah review 19 penelitian tentang suplemetasi kontinyu dosis rendah atau dosis lebih tinggi yang diberikan intermitten menyimpulkan bahwa hiperkalsemia jarang terjadi dan biasanya terkait dengan adanya predisposisi. Review Cochrane tentang efek suplemetasi vitamin D dan kalsium untuk pencegahan fraktur menyimpulkan bahwa risiko hiperkalsemia 2,4 kali lebih tinggi pada pemberian vitamin D atau analognya dibandingkan dengan plasebo atau suplementasi kalsium. Risiko hiperkalsemia lebih tinggi pada pengguaan 1α,25 dihidroksivitamin D. Review lain menyimpulkan bahwa terdapat sedikit bukti adanya bahaya
penggunaan suplementasi vitamin D jangka panjang dengan
dosis antara 10 dan 25 μg per hari (WHO, 2008).
Suplementasi dosis tinggi Penelitian tentang keamanan asupan vitamin D dosis tinggi (misalnya 100 μg – 1.250 μg/hari) biasanya dilakukan dalam periode singkat, dari beberapa minggu sampai 6 bulan, dan jarang sampai 1 tahun atau lebih. Hiperkalsemia tidak ditemukan dalam penelitian ini meskipun kadar 25(OH)D dapat mencapat 155 ng/ml setelah pemberian 6 bulan. Penelitian lain melaporkan bahwa dosis sangat tinggi (100 – 200 μg/hari) selama beberapa tahun tidak terkait dengan hiperkalsemia.
Penelitian-penelitian
ini
menggambarkan
ketatnya
regulasi
keseimbangan kalsium (WHO, 2008). Meskipun penelitian tentang vitamin D dosis tinggi tidak menunjukkan efek samping yang serius, namun kesimpulan tentang konsekwensi suplementasi vitamin D dosis tinggi selama beberapa tahun sangat terbatas karena kebanyakan penelitian : (WHO, 2008)
Tidak lebih dari beberapa minggu atau bulan
Subyeknya terdiri dari usia muda dan sehat yang tampaknya lebih toleran terhadap vitamin D dosis tinggi
Mengeksklusi subyek dengan penyakit hati dan ginjal kronik yang lebih berisiko mengalami efek samping
Tidak mengikutkan subyek yang cukup untuk mendeteksi efek samping yang jarang namun serius
13
Memonitor hanya sedikit parameter biokimia dan gejala klinis maupun biokimia selain yang berhubungan dengan tulang dan metabolisme kalsium tidak diperiksa
Tidak melaporkan abnormalitas klinis maupun biokimia yang ditemukan selama penelitian
Tidak menilai efek samping jangka panjang pada kelompok umur dan etnik yang berbeda
Berdasarkan hal diatas maka konsekwensi suplementasi jangka panjang (≥ 2 tahun) dengan dosis ˃ 25 μg/hari dan kadar 25(OH)D serum jangka panjang yang tinggi (≥ 40 ng/ml) masih belum diketahui (WHO, 2008). Vitamin D3 disimpan dalam jaringan adiposa dengan waktu paruh kira-kira 2 hari, sementara waktu paruh 25(OH)D kira-kira 3 minggu. Jika suplementasi vitamin D3 berlebihan, jaringan adiposa dapat menjadi jenuh dan vitamin D3 dikonversi menjadi 25(OH)D. Dipercaya bahwa 25(OH)D bertanggung jawab terhadap toksisitas vitamin D karena tidak terdapat mekanisme regulator dalam tubuh untuk mengkonversinya menjadi 25(OH)D. Kadar 1,25(OH)2D serum secara ketat diregulasi melalui mekanisme umpan balik terkait kadar kalsium dan fosfor serum dengan waktu paruh antara 10 – 20 jam. Saat asupan vitamin D3 berlebihan asupan kalsitriol yang tinggi dapat menutupi mekanisme umpan balik tersebut (Kennedy DA, 2013).
3. PERAN VITAMIN D PADA KANKER Keterkaitan antara vitamin D dan kanker pertama kali dipaparkan oleh Garland dan Garland pada tahun 1980 yang menemukan bahwa kejadian kanker kolon lebih tinggi di Amerika Utara dibandingkan dengan Amerika Selatan karena produksi vitamin D yang diinduksi sinar ultra violet di kulit. Penelitian ekologik memaparkan hipotesis “sunlight” untuk 18 jenis kanker yang berbeda. Meskipun penelitian ekologik tersebut mempunyai bukti ilmiah yang lemah namun bukti lain menunjukkan bahwa vitamin D dan metabolit aktifnya mempunyai efek inhibisi langsung terhadap perkembangan dan progresi berbagai jenis kanker. Banyak penelitian berbasis populasi membuktikan bahwa kadar vitamin D yang rendah terkait dengan peningkatan risiko kanker kolon, payudara dan prostat dan kanker
14
lainnya. Penelitian pada hewan juga membuktikan bahwa defisiensi vitamin D berat atau delesi gen VDR meningkatkan risiko kanker. Banyak pula penelitian yang menunjukkan reduksi kanker, baik insiden maupun ukuran tumor, pada hewan yang diinjeksi analog kimia vitamin D (Fleet JC, 2012). Secara
khusus,
baik
sel
berproliferasi
benigna
maupun
maligna
mengekspresikan VDR. Kalsitriol terikat dengan VDR membentuk heterodimer dengan RXR (retinoid X receptor ) dan ligannya dan dimers ini menempati rangkaian nukleotida spesifik (VDRE). Dengan bantuan beberapa faktor transkripsi kompleks ini menyebabkan transkripsi gen yang berespon terhadap vitamin D. Diantara banyak transkripsi gen yang diaktifkan oleh kalsitriol adalah CYP24A1, osteokalsin, dan CDKN1A, gen yang diinduksi oleh kerusakan DNA dan hambatan pertumbuhan gen GADD45, sementara gen hormon paratiroid ditekan oleh kalsitriol (Vuolo L, 2012).
Gambar Efek aktivasi VDR pada tumorigenesis (Vuolo L, 2012)
EFEK 1,25(OH)2D TERHADAP PROLIFERASI DAN APOPTOSIS Banyak yang percaya bahwa sel target untuk efek anti kanker dari vitamin D adalah sel tumor dan sel normal yang bertransformasi menjadi sel tumor. Hal ini terkait dengan efek 1,25(OH)2D sebagai inhibitor pertumbuhan sel epitel yang berproliferasi seperti yang telah dilaporkan pada kanker kolon, payudara dan
15
prostat. VDR penting untuk efek inhibisi yang dimediasi oleh 1,25(OH)2D. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa delesi VDR pada tikus meningkatkan proliferasi dan mengurangi apoptosis (Fleet JC, 2012). 1) Regulator siklus sel Banyak peneliti yang telah melihat efek langsung 1,25(OH)2D terhadap ekspresi gen yang mengontrol pertumbuhan sel. Sebagai contoh 1,25(OH)2D meregulasi gen yang mengkode CDK (cyclin – dependent kinase) inhibitor p21 pada sel mielomonositik. Selain itu penelitian juga menunjukkan bahwa histon terkait dengan aktivasi gen yang dimediasi vitamin D banyak pada sel fase G1 dan fase S (Fleet JC, 2012). Protein FoxO (forkhead box O) merupakan supressor tumor yang mengontrol proliferasi sel. Fungsi sebagian besar famili FoxO adalah menginhibisi fosforilasi yang dimediasi MAPK. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 1,25(OH)2D meregulasi ikatan Fox03a dan FoxO4 dengan DNA dengan menstimulasi secara langsung interaksi antara VDR, FoxO3a atau FoxO4 dan FoxO meregulasi Sirt1 (sirtuin 1, histon deasetilase kelas III) dan protein fosfatase 1. Sirt 1 dan protein fosfatase 1 menyebabkan retensi nuklear protein FoxO melalui efek berlawanan terhadap fosforilasi yang dimediasi oleh MAPK (Fleet JC, 2012).
2) Sinyal IGF (i n s u l i n - l i k e g r o w t h f a c t o r ) 1,25(OH)2D juga dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap pertumbuhan sel dengan mengganggu growth factor yang menstimulasi proliferasi atau dengan meningkatkan produksinya yang memicu diferensiasi sel. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan sel dihambat oleh analog vitamin D yang terkait dengan peningkatan pelepasan IGFBP3 (IGF binding protein 3) yang dapat menghambat efek anti apoptosis proproliferatif IIGF1 dan IGF2 melalui ikatannya dengan keduanya dan membatasi kemapuan keduanya untuk berinteraksi dengan reseptor permukaan sel. Analog 1,25(OH)2D dan vitamin D juga menginduksi akumulasi IGFBP3 pada beberapa jenis kanker yang kemudian akan menghambat kerja IGF2 (Fleet JC, 2012).
16
3) Jalur sinyal TGF β (transforming growth factor β) TGFβ2 sangat penting untuk mempertahankan homeostasis jaringan dan merupakan suatu faktor anti proliferatif pada sel epitel normal dan kanker stadium dini. 1,25(OH)2D dan analognya menginduksi ekspresi reseptor TGFβ1 dan TGFβ2 pada beberapa kanker melalui mekanisme yang membutuhkan SMAD3 (mothers against decapentaplegic homolog 3) sebagai ko-aktivator
(Fleet JC,
2012).
4) Sinyal Wnt / β katenin Hipotesis alternatif yang menjelaskan bagaimana vitamin D memediasi penghambatan pertumbuhan sel adalah gangguan pada fungsi β katenin yang merupakan mediator terminal sinyal Wnt. Di dalam sitoplasma β katenin terkait dengan APC (adenomatous polyposis coli). Aktivasi sinyak Wnt menyebabkan akumulasi β katenin dan pelepasannya dari APC. Β katenin yang bebas bertranslokasi ke nukleus, terikat dengan TCF (transcripsion factor) 4 pada DNA, dan mengaktifkan transkripsi gen yang mengontrol proliferasi (m isalnya cyclin D1). Mutasi gen APC umumnya ditemukan pada kanker kolon. 1,25(OH)2D dapat manghambat transkripsi gen yang dimediasi oleh β katenin dengan menginduksi ikatan VDR pada β katenin yang kemudian akan mereduksi pembentukan kompleks transkripsi TCF4 – β katenin. 1,25(OH)2D juga secara tidak langsung mempengaruhi fungsi β katenin melalui peningkatan produksi E kaderin, suatu protein membran yang dapat terikat dengan β katenin dan mencegah akumulasinya pada nukleus (Fleet JC, 2012).
5) Apoptosis Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa 1,25(OH)2D mempengaruhi apoptosis pada kanker payudara dan kolon. 1,25(OH)2D memicu apoptosis melalui
mekanisme
yang
bergantung
pada
peningkatan
regulasi
PTEN
(Phosphatase and tensin homolog) yang dimediasi oleh VDR. PTEN adalah gen supressor tumor yang menurunkan jalur sinyal anti apoptosis Akt. Pada kanker kolorektal pemberian 1,25(OH)2D meningkatkan apoptosis basan dan yang diinduksi oleh kemoterapi melalui mekanisme yang sensitif terhadap sintesis VDR yang diinduksi oleh SPARC (sedreted protein acidic and rich in cysteine). Selain
17
itu 1,25(OH)2D juga meregulasi G0S2 (G0/G1 switch gene 2) yang merupakan protein pro apoptosis yang ekspresinya sering tertekan pada kanker (Fleet JC, 2012).
EFEK
MOLEKULER
YANG
DIREGULASI
OLEH
1,25(OH)2D
YANG
BERKONTRIBUSI TERHADAP AKTIVITAS ANTI KANKER 1) Autofagia Autofagia adalah proses yang digunakan oleh sel untuk mengurangi makromolekul sitosol dan organel dalam lisosom. Meskipun autofagia umumnya dianggap sebagai taktik untuk perlindungan sel selama stres (seperti starvasi), proses ini juga dapat digunakan untuk memicu kematian sel kanker dan untuk menghamba pertumbuhan tumor. Pada leukemia 1,25(OH)2D menekan aktifitas anti autofagik mTOR (mammalian target of rapamycin) disertai peningkatan kadar protein pro autofagik beclin 1. 1,25(OH)2D juga meningkatkan interaksi antara beclin 1 dan PI3K (pro autofagik) atau protein anti apoptotik Bcl-X1 yang menyebabkan penurunan apoptosis (Fleet JC, 2012).
2) Mekanisme antioksidan dan perbaikan DNA Kerusakan DNA yang diinduksi stres oksidatif dn kehilangan mekanisme perbaikan DNA berkontribusi terhadap karsinogenesis, namun efek ini daoat dicegah dengan induksi mekanisme anti oksidan yang mengurangi efek biologik ROS. Kerusakan DNA oksidatif meningkat pada epitel kolon distal pada VDRknockout mice dan berkurang dengan suplemetasi 800 IU per hari vitamin D3. 1,25(OH)2D atau analog vitamin D menginduksi ekspresi TXNRD1 (tioredoksin reduktase 1) suatu protein yang menjaga tioredoksin tetap dalam keadaan tereduksi untuk menjalankan perannya sebagai anti oksidan. Kadar mRNA SOD diinduksi oleh 1,25(OH)2D. Aktivitas SOD yang diinduksi oleh 1,25(OH)2D juga terlihat pada tikus yang diterapi dietilnitrosamin dan terkait dengan berkurangnya kerusakan
DNA.
1,25(OH)2D
menginduksi
G6PD
(glukosa
6
fosfatase
dehidrogenase) yang merupakan enzim yang terlibat dalam mempertahankan kadar glutathion tereduksi dalam sel (Fleet JC, 2012).
18
3) Metabolisme dan kerja prostaglandin Berbagai penelitian membuktikan bahwa sinyal prostaglandin menstimulasi pertumbuhan sel dan progresi kanker. COX 1 dan COX 2 merupakan enzim untuk sintesis prostaglandin. 1,25(OH)2D merupakan regulator negatif untuk sintesis dan sinyal prostaglandin. 1,25(OH)2D menekan ekspresi COX 2, mengurangi ekspresi
reseptor
prostaglandin
dan
menginduksi
ekspresi
15
PGDH
(hidroprostaglandin dehidrogenasi 15-NAD), suatu enzim yang menonaktifkan prostaglandin. Yang paling penting, 1,25(OH)2D mengurangi kadar PGE2, menghambat mengurangi
induksi mRNA c-fos yang dimediasi oleh prostaglandin dan efek
stimulasi
pertumbuhan
prostaglandin
dan
prekursor
prostaglandin. Namun demikian efek ini masih belum konsisten (Fleet JC, 2012).
4) Inhibisi angiogenesis Angiogenesis adalah hal penting untuk ekspansi pertumbuhan dan metastasis tumor. 1,25(OH)2D dapat menginhibisi perkembangan vaskularisasi tumor, juga secara langsung menginhibisi proliferasi sel aorta dan endotel yang berasal dari tumor serta dapat menghentikan pertumbuhan dan perpanjangan vaskuler yang diinduksi oleh VEGF (vascular endothelial growth factor). Pada kanker prostat 1,25(OH)2D juga mengurangi kadar mRNA sitokin pro angiogenik IL8 dengan mereduksi translokasi subunit p65
NF kB ke nukleus sehinggan
membatasi transkripsi gen IL 8 yang dimediasi oleh NF kB. Efek ini juga belum konsisten (Fleet JC, 2012).
5) Regulasi fungsi sel imun Pertahanan lini pertama terhadap patogen dan lingkungan adalah epitel paru-paru, kulit dan intestinal. Terdapat bukti bahwa sinyal 1,25(OH)2D melalui VDR
membantu
mempertahankan
fungsi
barrier
intestinal.
1,25(OH)2D
menginduksi ekspresi tight junction dan protein adhesi (E kaderin, ZO1 (zona occludin), vinkulin) serta memicu translokasi ZO1 ke membran plasma (Fleet JC, 2012). Terdapat tiga peran sistem imun dalam pencegahan kanker. Pertama, melindungi host melawan infeksi virus dan menekan tumor yang diinduksi oleh virus. Kedua, menekan inflamasi yang memfasilitasi tumorigenesis dengan secara
19
efektif mengeliminasi patogen dan membatasi periode inflamasi yang dapat memicu karsinogenesis. Ketiga, melakukan imunosurveilans yang mengeliminasi sel tumor baru dengan mengaktifkan reseptor pada sel imun bawaan dan limfosit sistem imun adaptif. Sel sistem imun merupakan target penting untuk terapi kanker (Fleet JC, 2012). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa 1,25(OH)2D meregulasi sel imun bawaan maupun adaptif. Sistem imun bawaan berinteraksi dengan vitamin D melalui beberapa mekanisme. Pertama, peran utama makrofag untuk menelan dan membunuh bakteri. Mikroba yang berinvasi dapat memicu inflamasi ketika jaringan barrier bocor misalnya pada penyakit Crohn atau kolitis. 1,25(OH)2D meregulasi beberapa gen pada sel sistem imun bawaan yang penting untuk autofagia dan efek anti mikroba. Gen katelisidin dan β defensin diaktifkan pada terapi 1,25(OH)2D melalui VDRE. Selain itu 1,25(OH)2D juga menstimulasi ekspresi NOD 2 (nucleotide-binding oligomerizatin domain) (Fleet JC, 2012).
Gambar Rangkuman efek molekuler 1,25(OH)2D terhadap kanker (Fleet JC, 2012)
Pada
sistem
imun
adaptif,
beberapa
sub
populasi
limfosit
T
mengekspresikan VDR dan merupakan sel target vitamin D. 1,25(OH)2D
20
merupakan modulator respon imun yang dimediasi oleh sel T. Secara in vitro 1,25(OH)2D dapat menekan sinyak NF kB yang penting untuk aktivasi sel T helper, meningkatkan aktivitas sel T regulator yang penting untuk imunosupresi, dan menghambat perkembangan sel Th17 dan Th9 yang penting untuk patogenesis penyakit autoimun dan inflamasi (Fleet JC, 2012).
INTERAKSI VITAMIN D DENGAN TERAPI KANKER Umumnya tidak terdapat bukti adanya interaksi positif maupun negatif antara obat yang digunakan dalam terapi kanker dengan vitamin D pada pasien kanker. Beberapa penelitian melaporkan kram gastrointestinal dan ulserasi setelah pemberian 1,25(OH)2D3 dosis tinggi. Hiperkalsemia yang merupakan efek samping yang diduga terjadi pada terapi vitamin D dosis tinggi, juga sering dilaporkan sebagai efek samping yang ditemukan pada terapi vitamin D bersama obat lain (Kennedy DA, 2013). Penelitian in vivo menemukan kadar kalsitriol plasma puncak sekitar 10 nmol/l mempunyai aktivitas anti tumor yang signifikan. Pada beberapa penelitian sebagai strategi untuk mencapai kadar vitamin D serum puncak digunakan deksametason
digunakan
untuk
mengurangi
insiden
hiperkalsemia
pada
penggunaan vitamin D dosis tinggi. Dosis toleransi maksimum kalsitriol adalah 74 μg/minggu, dan dengan penambahan deksametason dosis toleransi maksimum meningkat menjadi 125 μg/minggu (Kennedy DA, 2013). Hipofosfatemia pernah ditemukan pada pasien kanker prostat yang mendapatkan kombinasi vitamin D dengan dosetaxel. Pada penelitian tersebut digunakan 32 μg kalsitriol per oral, 1 kali seminggu dan sebagian besar pasien mengalami hipofosfatemia. Penelitian lain dengan 60 μg kalsitriol per oral 1 kali seminggu, 16,7% kanker prostat mengalami hipofosfatemia (Kennedy DA, 2013). Oleh
karena
peran
vitamin
D
terhadap
modulasi
sistem
imun,
kemopreventatif dan metabolisme tulang maka monitor kadar vitamin D serum perlu dilakukan pada terapi kanker. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pemberian kalsitriol tidak mempengaruhi farmakokinetik dosetaksel. Penelitian lain melaporkan
pengaruhnya
obat-obatan
terhadap
metabolisme
vitamin
D.
Rosuvastatin meningkatkan kadar 25(OH)D3 dan 1,25(OH)2D3 serum namun demikian fluvastatin tidak memperlihatkan efek yang sama. Simetidin juga tidak mempengaruhi kadar 25(OH)D3 dan 1,25(OH)2D3 serum (Kennedy DA, 2013).
21
Pemberian prednison 30 mg/hari mempengaruhi metabolisme vitamin D, mengurangi waktu paruh 25(OH)D3 40 – 60% serta mengurangi respon metabolit vitamin D terhadap absorpsi kalsium intestinal. Penggunaan cisplatin pada pasien keganasan ginekologik mengurangi kadar 1,25(OH)2D3. Hal ini mungkin terjadi akibat sifat nefrotoksik cisplatin yang mengurangi kemampuan ginjal untuk mengkonversi 25(OH)D3 menjadi 1,25(OH)2D3 (Kennedy DA, 2013). Penelitian lain pada pasien kanker kolorektal dan kanker payudara menunjukkan kadar 25(OH)D3 yang lebih rendah pada pasien yang mendapatkan kemoterapi (Kennedy DA, 2013). Deksametason dan prednison mengurangi insiden hiperkalsemia dan mencapat dosis toleransi maksimum yang lebih tinggi pada pasien kanker prostat. Efek ini melalui reduksi absorpsi kalsium intestinal sehingga mengurangi hiperkalsemia. Prednison mengurangi waktu paruh 25(OH)D3. Deksametason mempengaruhi kadar 1,25(OH)2D3 melalui peningkatan regulasi transkripsi CYP24A1 yang meningkatkan katabolisme 1,25(OH)2D3. Terdapat bukti bahwa pada kanker tertentu diantaranya kanker payudara, paru-paru, kolon dan serviks, terjadi over ekspresi mRNA CYP24A1 sehingga meningkatkan katabolisme vitamin D (Kennedy DA, 2013). Kalsitriol telah diteliti dengan kombinasi obat lain dan menunjukkan aktivitas sinergik dan anti tumor tambahan. Cisplatin dan anlognya karboplatin telah digunakan secara luas sebagai agen perusak DNA, yang aktif digunakan dalam terapi kanker testis, ovarium, serviks, paru-paru, kandung kemih dan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. Kalsitriol meningkatkan efek inhibisi pertumbuhan yang dimediasi oleh cisplatin dan karboplatin, mempotensiasi efek anti tumor cisplatin, memicu ekspresi MEKK 1(mitogen-activated protein kinase kinase kinase dan pembelahan kaspase 3 ketika dikombinasikan dengan cisplatin pada karsinoma sel skuamosa. Kombinasi dengan cisplatin meningkatkan apoptosis melalui reduksi ekspresi Bcl 2 dan peningkatan ekspresi Bax (Ma Y, 2010). Aktivitas anti tumor kalsitriol juga melibatkan deasetilasi histon. Kombinasi dengan inhibitor deasetilase histon
seperti sodium butirat atau trikostatin A
secara sinergik menekan inhibisi pertumbuhan yang dimediasi oleh kalsitriol atau analognya pada kanker prostat. Efek ini melalui pengaruhnya terhadap peningkatan apoptosis daripada induksi penghambatan siklus sel (Ma Y, 2010).
22
Selain kemoterapi vitamin D juga sering dikombinasikan dengan terapi kanker lainnya. Kalsitriol bekerja sinergis dengan radiasi untuk menghambat pertumbuhan dan apoptosis kanker (Ma Y, 2010). Inhibitor COX seperti asam salisilat atau indometasin bersama kalsitriol menginduksi diferensiasi sel leukemia menjadi monosit dan penghambatan siklus sel fase G1. Diferensiasi sel tergantung pada fosforilasi Raf 1. Kombinasi kalsitriol dengan ibuprofen menghasilkan inhibisi pertumbuhan dan siklus sel yang lebih besar pada kanker dibandingkan dengan pemberian hanya salah satu obat. Kombinasi analog kalsitriol dengan vitamin K memicu diferensiasi sel leukemia dan menginduksi penghambatan siklus sel pada fase G0/G1 dan menekan apoptosis dibandingkan dengan hanya pemberian vitamin K (Ma Y, 2010). Interaksi kalsitriol dengan obat kanker lain meningkatkan aktivitas anti tumor kalsitriol. Pemberian deksametason dapat mengurangi hiperkalsemia akibat kalsitriol (Ma Y, 2010).
View more...
Comments