Peran Pendidikan Tni Al Dalam Membentuk Kepemimpinan Tni Al Guna Melahirkan Pemimpin Tni Al Yang Berkarakter
February 23, 2019 | Author: Joni Hari Purnomo | Category: N/A
Short Description
Download Peran Pendidikan Tni Al Dalam Membentuk Kepemimpinan Tni Al Guna Melahirkan Pemimpin Tni Al Yang Berkarakter...
Description
PERAN PENDIDIKAN TNI AL DALAM MEMBENTUK KEPEMIMPINAN TNI AL GUNA MELAHIRKAN PEMIMPIN TNI AL DAN PEMIMPIN BANGSA YANG Y ANG BERKARAKTER
BAB I PENDAHULUAN 1.
Umum.
a.
Arus
globalisasi
kehidupan ideologi,
sangat
mempengaruhi
politik, ekonomi,
secara
langsung
kepada
sosial budaya maupun pertahanan
keamanan negara. Seiring dengan itu perkembangan lingkungan
strategis
senantiasa diwarnai oleh persaingan untuk mewujudkan kepentingan nasional masing-masing negara. Banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi, baik yang murni muncul dari dalam maupun yang datang dari luar negeri. Persoalan menonjol yang datang dari luar negeri antara lain, konflik regional di sekitar wilayah perbatasan, tentang sumber daya alam, kriminalitas dan pengaruh globalisasi.
Ekonomi global adalah salah satu aspek penting yang
memiliki implikasi demikian luas.
Isu tentang HAM dan demokratisasi lebih
bernuansa politis, acapkali ditunggangi dengan aspek ekonomi. Negara-negara maju tidak segan-segan memberikan tekanan politik melalui isu tersebut, justru demi kepentingan ekonomi mereka. Disamping fenomena tersebut, bangsa kita juga
menghadapi menghadapi
keanekaragaman
tantangan tantangan sosial
lain
budaya,
yang
tidak
berhadapan
kalah
beratnya. beratnya.
langsung
dengan
Realitas proses
penganekaragaman ganda karena globalisasi. b.
Kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting, karena kepemim-
pinanlah yang akan membawa bangsa dan negara kita ke arah pencapaian tujuan perjuangan. Kapan dan bagaimana tujuan perjuangan itu dapat dicapai, akan banyak tergantung pada sifat, bentuk dan kualitas kepemimpinan yang ada. Di masa mendatang, masalah yang dihadapi seorang pemimpin semakin rumit dengan eskalasi perubahan yang sangat tinggi. Kehormatan dan kepercayaan
yang diemban oleh seorang pemimpin haruslah dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab disertai moralitas yang tinggi. Artinya, kepemimpinannya itu mesti dibaktikan kepada suatu tujuan yang luhur. Semakin luhur tujuan yang hendak dicapai, semakin besar potensi kepemimpian yang diharapkan. Disinilah dituntut kualitas kepemim-pinan nasional yang berkarakter dan bermutu dengan etos kepemimpinan yang tangguh, tidak hanya dari aspek intelektual melainkan juga aspek moralitas. Dalam proses modernisasi modernisasi yang terlalu memberat pada aspek intelektual, justru berdampak pada munculnya dehumanisasi,demoralisasi dan dekadensi moral serta tata nilai kehidupan yang semakin menjauhkan diri dari nilai-nilai luhur bangsa. c.
Kepemimpinan TNI AL sangat diperlukan untuk memberikan perubahan
ke arah yang lebih baik, karena posisinya yang berada pada kedudukan yang sangat menentukan untuk menjadi panutan bagi anggota serta unsur pemimpin di bawahnya. Namun berdasarkan fakta yang ada, telah terjadi suatu fenomena negatif dimana terdapat sumbatan-sumbatan berkaitan kualitas kepemimpinan TNI AL yang mengarah pada timbulnya degradasi sehingga menjadi faktor penghambat dalam upaya meningkatkan profesionalisme prajurit TNI AL. Adapun persoalan-per persoalan-persoalan soalan kepemimpinan kepemimpinan TNI AL yang masih masih ditemukan pada pada beberapa perwira TNI AL antara lain : kurang kuatnya karakter pemimpin, kurang memiliki kompetensi untuk menghadirkan perubahan, kurang memiliki integritas dan kurang berinteraksi serta berkomunikasi. Untuk dapat menjawab tantangan tugas yang semakin kompleks, maka diperlukan kepemimpinan TNI AL masa depan yang berkarakter dan bermutu melalui peran pendidikan TNI AL. Dengan demikian perlu disusun suatu naskah makalah yang dapat memberikan jawaban dan solusi alternatif terhadap kondisi tersebut, yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak terkait dalam menyelesaikan permasalahan tentang kepemim-pinan TNI AL melalui peran pendidikan TNI AL.
2.
Maksud dan Tujuan. a.
Maksud.
Penyusunan tulisan ini adalah untuk ikut berpartisipasi
dalam Lomba karya tulis ilmiah dalam rangka peringatan Hari Pendidikan TNI AL (Hardikal) yang ke-68 serta untuk memberikan gambaran tentang upaya membentuk kepemimpinan TNI AL melalui peran pendidikan TNI AL AL guna melahirkan pemimpin TNI AL dan pemimpin bangsa yang berkarakter. b.
Tujuan.
Sebagai bahan masukan kepada penentu kebijakan yang
berkaitan dengan upaya membentuk kepemimpinan TNI AL
melalui peran
pendidikan TNI AL , sehingga dapat merumuskan strategi dan upaya yang tepat guna melahirkan pemimpin TNI AL dan pemimpin bangsa yang berkarakter. 3.
Ruang Lingkup dan Sistematika.
Ruang lingkup penulisan ini dibatasi
pada pembahasan tentang upaya membentuk kepemimpinan TNI AL melalui peran pendidikan TNI AL yang diharapkan mampu melahirkan pemimpin TNI AL dan pemimpin bangsa yang berkarakter, dengan tata urut/sistematika penulisan sebagai berikut : a.
Bab I
Pendahuluan.
b.
Bab II
Landasan Pemikiran.
c.
Bab III
Kondisi Kepemimpinan TNI AL saat ini.
d.
Bab IV
Pengaruh Perkembangan Lingkungan Strategis.
e.
Bab V
Kondisi Kepemimpinan TNI AL yang Diharapkan.
f.
Bab VI
Upaya Membentuk Kepemimpinan TNI AL melalui Peran
Pendidikan g.
TNI AL
Bab VII
Penutup.
4.
Metoda dan Pendekatan. a.
Metode.
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
metode deskriptif analisis, dengan mengumpulkan, mendeskripsikan/men jelaskan, mengolah dan menganalisis menganalisis data sehingga didapatkan didapatkan solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan. b.
Pendekatan. Pendekatan
yang
digunakan
adalah
menggunakan
pendekatan empiris dan studi kepustakaan dengan mempelajari berbagai literatur yang ada. 5.
Pengertian.
a.
Kepemimpinan TNI AL. Adalah seni dan kecakapan dalam mem-
pengaruhi dan membimbing orang atau bawahan sehingga dari pihak yang dipimpin timbul kemauan, kepercayaan, dan ketaatan yang diperlukan dalam penuaian tugas-tugas yang dipikulkan padanya, dengan menggunakan alat dan waktu, tetapi mengandung keserasian antara tujuan kelompok atau kesatuan dengan kebutuhan-kebutuhan atau tujuan-tujuan perorangan. b.
Pendidikan. Adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. c.
Karakter. Merupakan nilai-nilai nilai-nila i yang terpatri dalam diri manusia melalui
pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan, dipadukan dengan nilai-nilai dalam diri manusia menjadi nilai intrinsik yang terwujud dalam sistem daya juang yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku manusia. d.
Integritas ( Integrity ). ). Adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai nilai-nil ai
dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit. Dengan kata lain “satunya kata dengan perbuatan”. Mengkomunikasikan
maksud, ide, dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi yang sulit dengan pihak lain. e.
Kompetensi. Kompetensi terdiri atas keterampilan, pengetahuan, sikap,
dan tingkah laku inti yang dibutuhkan bagi terwujudnya kinerja yang efektif dalam melaksanakan tugas, dalam kehidupan sehari-hari, terefleksi dalam cara berpikir dan bertindak seseorang.
BAB II LANDASAN PEMIKIRAN 6.
Umum.
Dalam menghadapi
ancaman
serta
persoalan yang dihadapi
bangsa dan negara, TNI AL dituntut untuk mengembangkan kepemimpinan yang berkarakter, bermoral dan responsif terhadap tantangan tugas yang semakin berat. Permasalahannya adalah kepemimpinan TNI AL saat ini masih perlu ditingkatkan kualitasnya sehingga mampu menjawab tantangan tersebut. Untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut, upaya-upaya yang dilakukan harus selalu mengacu dan tidak akan pernah lepas dari paradigma nasional, perundang-undangan, dan landasan teori yang terkait. 7.
Paradigma Nasional.
a.
Pancasila sebagai Landasan Idiil. Pancasila merupakan falsafah dan
pandangan hidup Bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai moral, etika, dan cita-cita luhur serta tujuan yang hendak dicapai Bangsa Indonesia. Pengejawantahan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berupa nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir Pancasila, Sila ke-1 yaitu manusia Indonesia khususnya bagi seorang pemimpin wajib percaya dan taqwa kepada Tuhan YME. Sila ke-2 bahwa manusia Indonesia mendasari hidupnya dengan kemanusiaan yang adil dan beradab mengembangkan sikap saling tenggang rasa, tepa selira, dan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain serta berani membela kebenaran dan keadilan. Sila ke-3 menempatkan persatuan dan kesatuan atas dasar Bhineka Tunggal Ika. Sila ke-4 menyatakan bahwa dalam pengambilan keputusan mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat yang harus dapat dipertanggung-jawabkan secara moral kepada Tuhan YME sesuai harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Sila ke-5 mengandung nilai-nilai kebenaran, keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. Internalisasi nilai-nilai Pancasila akan menjadi lebih strategis apabila diterapkan pada setiap pribadi pemimpin dalam
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk diterapkan dalam kepe-mimpinan TNI AL pada khususnya. b.
UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional. Pada Pembukaan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tertuang pokok-pokok pikiran tentang penyelenggaraan pertahanan negara yang dijiwai oleh Pancasila, antara lain bahwa Bangsa Indonesia pada hakikatnya cinta damai namun lebih cinta kemerdekaan dan kedaulatan, negara melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas persatuan. Pokok-pokok pikiran tersebut terurai dalam batang tubuh UUD 1945 berikut perubahannya. Pokok-pokok pikiran inilah yang menjadi landasan konstitusional bagi TNI AL dalam melaksanakan tugas, peran, dan fungsinya dalam rangka menegakkan kedaulatan dan menjaga keutuhan NKRI. Hal tersebut juga harus menjadi landasan bagi para pimpinan TNI AL dalam upaya meningkatkan profesionalisme prajurit TNI AL. c.
Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional. Wawasan nusan-tara
bertujuan
untuk
menumbuhkembangkan
nasionalisme,
rasa
senasib
sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, mengutamakan kepentingan nasional tanpa mengorbankan kepentingan perorangan, kelompok, golongan suku bangsa atau daerah serta komitmen yang kuat untuk terwujudnya cita-cita dan tujuan nasional.
Hal tersebut menjadikan pedoman bagi TNI AL dalam
melaksanakan tugas untuk senantiasa berjuang demi tegaknya kedaulatan dan keutuhan NKRI. Pemimpin TNI AL dituntut untuk berperan dalam membina dan mengembangkan wawasan nusantara bagi setiap prajurit yang dipimpinnya, yang direfleksikan dari rasa nasionalisme dan militansi yang tinggi terhadap tugas-tugas yang diemban. d.
Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional. Sifat inte-gratif
dalam ketahanan nasional dapat diartikan kesatuan dan keterpaduan yang seimbang, serasi, dan selaras dari seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Tahan adalah kemampuan dan kekuatan menanggung beban, kuat menderita, ulet dalam usaha yang terus-menerus. Ulet adalah kemauan yang
keras, tidak kenal menyerah, yakin dan percaya pada diri sendiri.
Sifat-sifat
tersebut selaras dengan nilai-nilai kejuangan TNI AL dan harus selalu dikembangkan dalam kepemimpinan TNI AL. 8.
Perundang-Undangan sebagai Landasan Operasional.
a.
UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dalam
Undang-Undang tersebut mencakup segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa. Komponen utama penyelenggara pertahanan negara adalah TNI,
yang siap digunakan untuk
melaksanakan tugas pertahanan. Pada Pasal 6 disebutkan bahwa Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman. Hal tersebut menjadi dasar bagi TNI,khususnya TNI AL, dalam melakukan pembinaan kekuatan melalui peningkatan profesionalisme prajurit yang salah satunya bertumpu kepada peran kepemimpinan TNI AL. b.
UU RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Pada Pasal 2 disebutkan
bahwa salah satu Jati Diri TNI adalah Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Pada Pasal 7
ayat (1) disebutkan bahwa Tugas pokok TNI AL adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Hal tersebut menjadi dasar hukum serta pedoman bagi pimpinan TNI AL dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta melandasi kebijakan yang terkait dengan peningkatan profesionalisme prajurit TNI AL.
9.
Landasan Teori.
Kepemimpinan adalah ilmu dan seni untuk mempengaruhi
orang lain ataupun bawahan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi. Kepemimpinan bisa dipelajari dan sekaligus menuntut menerus karena proses mempengaruhi selalu
berbeda
praktek
terus
dalam setiap situasi yang
berkembang. Dengan pemahaman ini, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki bakat memimpin dan mendapatkan pelatihan kepemimpinan yang memadai, baik secara formal maupun secara informal. Kepemimpinan selalu menarik untuk dibahas karena peran pemimpin sangat menentukan baik dan tidaknya suatu organisasi yang dipimpinnya. Mengingat pentingnya peran pemimpin dalam organisasi, Fiedler mengklasifikasikan pemimpin berdasarkan pada perannya sebagai pemimpin yaitu pemimpin yang berorientasi pada tugas dan pemimpin yang berorientasi pada hubungan.Fiedler tidak memberikan penilaian gaya kepemimpinan mana yang terbaik karena semua itu tergantung dari situasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan. Gaya kepemimpinan ini bersifat tetap melekat dalam diri pemimpin sehingga pemimpin bisa menjadi tidak efektif dalam menjalankan kepemimpinannya di suatu organisasi. Selanjutnya Fiedler mengembangkan teorinya yang disebut dengan teori Sumber Daya Kognitif.Teori sumber daya kognitif adalah suatu teori kepemim-pinan yang menyatakan bahwa seorang pemimpin memperoleh kinerja kelompok yang efektif dengan pertama-tama membuat rencana, keputusan dan strategi yang efektif dan kemudian mengkomunikasikannya lewat perilaku pengarah (direktif). Pemimpin yang seperti ini adalah pemimpin yang memiliki kecerdasan dan kompetensi yang tinggi. Namun demikian, kecerdasan dan kompetensi yang tinggi saja tidak cukup. Kecerdasan dan kompetensi yang tinggi harus dilengkapi dengan kualitas-kualitas lain agar pemimpin menjadi efektif dalam memainkan perannya dalam mengarahkan bawahannya menuju tujuan yang telah ditetapkan. Pentingnya kecerdasan dan kompetensi seorang pemimpin juga ditegaskan oleh Riant Nugroho.Menurutnya, kecerdasan dan kompetensi merupakan salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang merupakan sosok individu yang unggul. Lebih lanjut Riant mengemukakan bahwa seorang pemimpin juga harus
memiliki
kredibilitas.
Kredibilitas
yang
dikemukakan
Riant
adalah
kredibilitas
sebagaimana diungkapkan oleh Stephen M. Bonstein dan Antony F. Sands yaitu pemimpin yang memiliki komitmen, integritas pribadi termasuk di dalamnya kejujuran dan dapat dipercaya, keberanian untuk bertanggung jawab atas keyakinannya itu serta memiliki ketenangan batin untuk mengendalikan dirinya tidak cepat panik dalam menghadapi situasi yang sulit. Dengan demikian, bagi Riant Nugroho kompetensi merupakan persyaratan penting agar seseorang menjadi pemimpin yang unggul. Dengan kompetensi itu, seorang pemimpin yang unggul mampu membuat visi masa depan yang benar dan akurat. Disamping itu, Riant Nugroho juga menekankan pentingnya seorang pemim-pin yang unggul memiliki kemampuan untuk dapat diteladani oleh bawahannya dan siapa saja yang bergaul dengan dirinya. Keteladanan itu tidak hanya menyangkut kompetensi dirinya tetapi juga sifat-sifat lain yang patut diacungi jempol oleh siapa saja yang mengenalnya, termasuk bawahannya. Keteladanan merupakan simbol kedewasaan karena keteladanan memerlukan toleransi, kerendahan hati, dan kesabaran. Dengan demikian, jelaslah bahwa Riant Nugroho memberi porsi yang seimbang untuk menjadi pemimpin yang unggul. Seorang pemimpin yang unggul harus memiliki keahlian atau kompetensi dan sifat-sifat baik yang pantas diteladani dan yang sangat berguna dalam menjalankan kepemimpinan. Dengan kombinasi antara kompetensi dan sifat-sifat baik itu, pemimpin yang unggul mampu menga-yomi anggota yang dipimpinnya. 10.
Tinjauan Pustaka.
a.
JS. Prabowo dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Militer,
Karakter dan Integritas” mengatakan bahwa kepemimpinan militer tidak cukup
hanya pandai dan pintar saja. Seorang pemimpin militer harus memiliki integritas diri yaitu satunya kata dan perbuatan serta memiliki karakter.Prabowo selanjutnya menguraikan bahwa yang dimaksud dengan karakter adalah kemampuan memegang teguh prinsip-prinsip moral. Pemimpin militer yang hanya pandai atau pintar saja tidak akan mampu menyelesaikan tugas pokoknya tetapi pemimpin yang memiliki karakter dan integritas diri akan membuat bawahan
mencintai
pemimpinnya.
Makalah
ini
selain
menggarisbawahi
kepandaian yang diwadahi dalam kompetensi juga perlu dimilikinya karakter dan integritas. Tanpa kepandaian yang memadai tidak akan sanggup untuk menganalisa tantangan masa depan sehingga bisa dipastikan ia tidak akan sanggup untuk membentuk visi masa depan. b.
John Maxwell dalam bukunya yang berjudul “Developing the Leaders
Around You”
mengatakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin sangat
tergantung dari kemampuannya untuk dapat membangun potensi yang dimiliki dari orang-orang yang dipimpinnya.Organisasi akan berkembang dan menjadi kuat manakala pemimpin berhasil membangun orang-orang yang dipimpinnya memiliki kualitas sebagai seorang pemimpin.Pemimpin berbuat seperti itu ketika pemimpin mengorientasikan dirinya sebagai pemimpin yang melayani, memiliki kasih dan perhatian kepada yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Dari pemimpin yang berkualifikasi seperti itu, akan lahir, tumbuh dan berkembang penerimaan bawahan terhadap kepemimpinannya. Dalam pemahaman Sally Helgesen, Ann M. Marrison, Judy B. Rosener dan Virginia Schein yang dikutip oleh Philip J. Cooper dkk bahwa “ people accept their leadership because of demonstrated interpersonal and professional competence and because they possess credibility and legitimacy”.
Seorang pemimpin yang melayani adalah seorang pemimpin yang akuntabel (accountable). Akuntabilitas berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan,
seluruh
perkataan,
pikiran
dan
tindakannya
dapat
dipertanggungjawabkan kepada setiap anggota dalam organisasinya. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar terhadap setiap kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpin. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dari kepentingan pribadi yang melebihi kepentingan mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti ia akan selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak mudah emosi ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi berat.
Dalam bukunya yang lain yang berjudul “The 21 Indispensable Qualities of A Leader” , Maxwell menguraikan 21 sifat atau kualitas yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin.Kualitas itu adalah karakter, kharisma, komitmen, komunikasi, kompetensi, keberanian, kemampuan untuk memilah-milah ( discernment ), sadar akan kekuatan dan kelemahannya, baik hati, memiliki inisiatif, mampu mendengarkan, memiliki rasa belas kasih (passion), memiliki perilaku positif, mampu memecahkan masalah, mampu menjalin relasi, tanggung jawab, memberi rasa aman, kedisiplinan diri, kemauan untuk melayani, kemampuan untuk mengajar, memiliki visi ke depan. Dalam konteks membangun dan mengembangkan potensi staf atau bawahannya dikatakan oleh Philip J. Cooper dkk bahwa pemimpin sebagai “Developers of People and Work Teams” akan mampu membangkitkan potensi bawahan.
Dikatakan lebih lanjut “ employees
are more than willing to learn, expand their capabilities, and take on new responsibility.”
Teori Maxwell ini tidak mencantumkan persoalan integritas kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap munculnya kualitas seperti yang diharapkan. Integritas kepribadian ini menjadi penting agar kualitas yang ditampilkan merupakan kualitas yang memancar dari pribadi yang sebenarnya. Dalam keadaan pribadi mengalami keterbelahan (split personality), kualitas yang ditampilkan
hanyalah
sebuah
kepura-puraan
belaka.
Tulisan
ini
akan
memasukkan variabel integritas sebagai sumber dari segala kualitas seperti yang diharapkan muncul dari pemimpin TNI AL di masa depan yang penuh dengan tantangan yang sangat kompleks. c. Militer”
Hendardji Soepandji dalam bukunya “Membangun Karakter Pemimpin mengatakan
bahwa
kepemimpinan
yang
efektif
membutuhkan
kecerdasan, talenta, dan karakter, tapi yang paling utama adalah karakter yang kuat, karena kecerdasan dan talenta tinggi dapat menimbulkan arogansi dan kesombongan yang dapat berbuah kejatuhan.Yang dimaksud dengan karakter disini adalah pemimpin yang memiliki visi masa depan, komitmen moral, menjadi motivator yang handal, fokus dalam menghadapi masalah dan konsisten.
Sependapat dengan Hendardji Soepandji, makalah ini juga menyoroti arti pentingnya kecerdasan dalam kepemimpinan militer di masa depan sebab tanpa kecerdasan yang tinggi, tidak mungkin seorang pemimpin yang tidak cerdas dapat melakukan analisa yang tepat mengenai masa depan sehingga ia akan memiliki visi masa depan. Kecerdasan atau kepandaian tidak dengan sendirinya menjadikan seorang pemimpin menjadi arogan. Oleh karena itu, makalah ini juga mengolah aspek integritas kepribadian dan kemampuan menjalin komunikasi dan persahabatan dengan semua orang. Dengan aspek itu, kecerdasan akan menghasilkan seorang pemimpin yang tidak hanya visioner tetapi juga rendah hati dan dicintai oleh orang-orang yang dipimpinnya.
BAB III KONDISI KEPEMIMPINAN TNI AL SAAT INI 11.
Umum.
Globalisasi, perkembangan informasi dan teknologi dan tuntutan
reformasi telah menghadapkan TNI AL pada berbagai tantangan yang amat kompleks. Menghadapi perkembangan situasi yang sangat dinamis dan sarat dengan perubahan, TNI AL terutama golongan perwira, perlu menyadari untuk meningkatkan kualitas kepemimpinannya. Namun demikian dalam kenyataannya masih terdapat kekurangan dan kelemahan dari
kepemimpinan
beberapa
perwira
TNI AL yang ditunjukkan
dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut tentunya akan menghambat proses peningkatan profesionalisme prajurit secara keseluruhan. 12.
Kondisi Kepemimpinan TNI AL saat ini.
a.
Lemahnya Karakter Kepemimpinan.
Akibat derasnya arus globalisasi
yang telah memasuki berbagai sektor kehidupan, karakter beberapa perwira TNI AL mengalami degradasi atau penurunan. Hal tersebut terlihat dari beberapa fakta berikut ini : 1)
Masih adanya oknum Perwira TNI AL yang mudah menyerah
terhadap keadaan yang tidak sesuai dengan keinginannya atau tidak tahan terhadap tekanan yang diterima di tempat kerja sehingga Perwira tersebut melakukan tindakan desersi. 2)
Masih adanya indikasi korupsi, gratifikasi, dan penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan oleh pimpinan atau perwira di lingkungan TNI AL.Contohnya adalah penyalahgunaan dana operasional Komandan Kobangdikal oleh Pejabat Sementarat (Pjs) Pemegang Kas (Pekas) Kobangdikal 3)
Masih adanya pelanggaran disiplin maupun tindak pidana yang
dilakukan oleh beberapa orang perwira.
Hal ini dapat dilihat dari data
yang ada yaitu terjadinya kasus perampokan mobil yang dilakukan oleh oknum Perwira Koarmatim (Komando Armada Wilayah Timur).
4)
Masih
adanya perwira
yang kurang
loyal
atau
melakukan
insubordinasi . Hal ini tersebut dapat dicontohkan dengan adanya oknum
Perwira yang melakukan insubordinasi di lingkungan TNI AL. 5)
Masih
adanya
pemimpin
yang
kurang
berani
mengambil
keputusan/resiko. Kecenderungannya adalah menjadi pemain aman (safety player ) apabila berdampak negatif terhadap dirinya agar terbebas dari tanggung jawab. b.
Kompetensi yang Rendah.
Seorang pemimpin
TNI AL dituntut
untuk memiliki kompetensi yang memadai baik dalam hal teknis/taktis, operasional maupun strategis sesuai pangkat dan jabatannya. Kenyataannya masih dijumpai beberapa perwira TNI AL yang tidak mempunyai kompetensi sesuai dengan tuntutan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa fakta berikut ini : 1)
Masih adanya Perwira TNI AL yang kurang dalam pengetahuan
dan kemampuan kemiliteran, kecakapan teknis dan taktis maupun dalam menjabarkan serta membuat kebijakan yang strategis. Contohnya adalah terjadinya penembakan terhadap prajurit TNI AL di Papua beberapa waktu yang lalu. 2)
Masih adanya perwira TNI AL yang kurang memahami tugas pokok
dibanding hal-hal lain di luar tugas pokok, lebih mengutamakan pelaksanaan tugas di luar tugas pokok dan melakukan penilaian terhadap bawahan atas kemampuan pelaksanaan di luar tugas pokok secara berlebihan dibandingkan dengan pelaksanaan tugas pokoknya. 3)
Masih adanya perwira TNI AL yang belum memenuhi standar
minimum
kesemaptaan
jasmani
kompetensi kemampuan fisik.
atau
belum
memenuhi
standar
Hal ini terlihat dalam berbagai uji
kompetensi untuk persyaratan penempatan jabatan di lingkungan TNI AL
4)
Masih sedikitnya perwira TNI AL yang memiliki kemampuan
akademis yang dapat menunjang tugas pokoknya. Misalnya gelar Sarjana Elektronika untuk perwira TNI AL kecabangan Elektronika, Sarjana Teknik Mesin untuk perwira kecabangan Teknik,dan lain-lain,yang sesuai lingkungan kerja dan tugas pokok yang dihadapi. 5)
Masih terdapat beberapa perwira TNI AL kurang menguasai
teknologi, serta kurang menguasai bahasa asing terutama bahasa Inggris. Hal ini dapat dilihat dari penguasaan perwira terhadap teknologi komputer dan tidak terpenuhinya persyaratan dalam penguasaan bahasa asing untuk dapat mengikuti tugas belajar di luar negeri. c.
Integritas Kepemimpinan yang Rendah. Integritas merupakan hal yang
sangat sulit ditemukan dalam diri manusia karena setiap orang memiliki kelebihan tertentu namun juga memiliki kekurangan dalam beberapa aspek. Hal ini berlaku juga dikalangan TNI AL termasuk bagi pimpinan TNI AL, yang dapat dibuktikan dengan beberapa fakta berikut ini : 1)
Masih adanya perwira
TNI AL yang mempunyai wawasan
kebangsaan yang lemah sehingga mudah terpengaruh dan terprovokasi oleh isu SARA. Contoh kasusnya adalah yang terjadi pada saat konflik horisontal di Ambon, dimana ada oknum Perwira TNI AL yang berpihak kepada salah satu golongan tertentu yang terlibat konflik. 2)
Masih adanya oknum Perwira TNI AL yang kurang konsisten
terhadap ucapan dan perbuatan. 3)
Masih adanya perwira yang selalu ingin dilayani, baik di dalam
maupun di luar jam dinas. Perintah-perintah yang diberikan lebih banyak pada perintah di luar kedinasan. Perwira tersebut menganggap bawahan sebagai “karyawan pribadinya” yang tenaganya dapat dimanfaatkan untuk
melayani keperluan pribadi dan keluarganya.
4)
Masih adanya oknum perwira yang senantiasa mencari popularitas
murahan atau hanya sekedar cari muka di depan atasan namun mengabaikan
kepentingan
anggotanya.
Pelaksanaan
tugas
lebih
dititikberatkan untuk mendapatkan popularitas pribadi. d.
Rendahnya Kemampuan Berinteraksi dan Berkomunikasi.
Kemampuan
berinteraksi dan berkomunikasi merupakan kemampuan interpersonal yang akan menentukan kualitas hubungan para perwira dengan orang-orang disekitarnya, baik dengan bawahan maupun dengan masyarakat sekitarnya.Saat ini masih terdapat beberapa perwira yang belum memiliki kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa indikasi yang menunjukkan hal tersebut antara lain : 1)
Masih ditemukan adanya perwira TNI AL yang menjadikan dirinya
eksklusif dan terlalu menjaga jarak dengan anggotanya.
Contohnya
adalah pakaian dan perlengkapan yang dikenakan beberapa perwira TNI AL yang tidak mengikuti aturan sesuai ketentuan yang berlaku. Kondisi ini menimbulkan kesan adanya kesenjangan yang lebar antara perwira sebagai pemimpin dengan para prajuritnya. 2)
Masih
terdapat
oknum
perwira
TNI
AL
yang
tidak
bisa
menggunakan media/sarana yang berlaku, ketika menyampaikan saran dan masukan kepada atasannya. Contohnya adalah adanya oknum perwira yang memberikan saran/kritik kepada atasan dalam bentuk tulisan opini di media massa, yang justru berkembang menjadi opini publik. 3)
Kemampuan beberapa perwira TNI AL dalam menerima saran dan
masukan dari bawahan masih kurang, sehingga keputusan yang diambil sering tidak didukung dan dilaksanakan bawahan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa kasus insubordinasi massal yang dilakukan prajurit di beberapa satuan, yang menentang kebijakan atasannya. 4)
Masih lemahnya kemampuan komunikasi sosial khususnya para
perwira TNI AL yang menjabat sebagai Dansat, sehingga belum terwujud
hubungan yang harmonis dan sinergis dengan komponen masyarakat lainnya di daerah tersebut. Hal ini bisa dilihat dari masih adanya beberapa kasus bentrokan antara prajurit TNI AL dengan prajurit TNI AD, prajurit TNI AL dengan anggota Polri dan prajurit TNI AL dengan masyarakat setempat, seperti bentrok antara oknum prajurit Marinir Batalyon 9 Lampung dengan masyarakat sekitar. 5)
Masih lemahnya kemampuan beberapa perwira TNI AL khususnya
dalam menjalin networking dengan berbagai pihak di luar institusi TNI AL maupun dengan angkatan bersenjata negara lain guna mendukung profesionalisme prajurit TNI AL. Sebagai contoh adalah masih rendahnya kemampuan untuk menggandeng media massa dalam rangka membentuk opini maupun kontra opini terhadap kejadian-kejadian yang merugikan institusi TNI AL. 13.
Permasalahan yang dihadapi.
a.
Belum optimalnya proses pembentukan, pembinaan dan pengembangan
karakter bagi perwira TNI AL.
Dalam kehidupan TNI AL diperlukan adanya
karakter posistif yang diakui dan dapat diteladani para pengikutnya. Karakter pemimpin dibentuk dari nilai-nilai etika dan moral yang dianut seorang pemimpin. Karakter merupakan “tenaga dalam” untuk menilai sesuatu yang benar dan
salah, yang terkait dengan pengetahuan untuk menentukan sikap dan tindakan. Karakter memberikan kekuatan dan keberanian untuk melakukan yang terbaik dan benar dalam lingkungan ketidakpastian. Pembentukan karakter merupakan unsur dominan untuk bisa membangun jati diri seorang perwira TNI AL. Pada kenyataannya proses pembentukan, pembinaan dan pengembangan karakter bagi perwira TNI AL masih belum optimal. Upaya keras perlu dilakukan dalam pembentukan karakter perwira, karena proses membangun karakter ( character building ) diibaratkan mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga berbentuk unik/menarik dan dapat dibedakan dengan orang lain, namun sesuai dengan kepentingan
organisasi. Pembentukan karakter merupakan proses kompleks yang dapat dilakukan melalui pendidikan, latihan dan penugasan yang terus menerus dalam jangka waktu yang panjang.Hal lain yang masih terkendala dalam mewujudkan karakter perwira TNI AL adalah kesalahan dalam proses rekrutmen calon perwira yang mengakibatkan diterimanya calon perwira yang tidak memiliki karakter sesuai dengan standar. Hal tersebut tentunya akan memberatkan proses pembentukan, pembinaan dan pengembangan karakter perwira itu sendiri selanjutnya. Begitu pula dengan upaya pembinaan dan pengembangan karakter yang belum terintegrasi dan menyeluruh akan melemahkan karakter yang dimiliki. b.
Belum optimalnya peningkatan kompetensi kepemimpinan. Sistem
pendidikan militer merupakan pilar dalam membentuk sumber daya manusia yang mempunyai peran dan fungsi sangat menentukan dalam membentuk dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia prajurit agar memiliki kriteria profesional. Kemampuan personel yang mengawaki organisasi TNI AL sangat ditentukan oleh kualitas keluaran hasil didik dari setiap lembaga pendidikan militer yang ada di jajaran TNI AL. Kurikulum pendidikan pada strata pendidikan TNI AL belum saling terintegrasi dengan baik mengingat masih adanya mata pelajaran tertentu dengan muatan dan bobot yang sama pada level pendidikan yang berbeda. Pada kurikulum pendidikan militer sampai saat ini masih digunakan parameter evaluasi keberhasilan pendidikan yang sama untuk seluruh strata pendidikan TNI AL. Sedangkan parameter evaluasi keberhasilan pendidikan di lingkungan pendidikan nasional menggunakan angka mutu dan huruf mutu. Penyusunan kurikulum pendidikan belum melibatkan pihak luar baik dari Diknas maupun pihak konsultan dan masyarakat. Proses evaluasi juga belum didasarkan
pada
kebutuhan
internal
( need
assesment )
dan
tuntutan
perkembangan zaman. Seleksi pendidikan yang dilakukan oleh TNI AL masih belum dilaksanakan secara terbuka / transparan dengan melibatkan pihak-pihak luar TNI AL. Di samping itu, sistem penerimaan calon prajurit belum
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Ditambah lagi dengan realitas tenaga pendidik yang ada di dalam lembaga pendidikan, kualifikasi Gumil/Pelatih atau Dosen bagi tenaga pendidik masih diragukan, dengan menyoroti kualitas performansnya. Pada strata pendidikan tertinggi di masingmasing
angkatan,
prasyarat
Dosen
sebagai
tenaga
pendidik
belum
mensyaratkan pendidikan formal setingkat S1. Peningkatan kompetensi bisa dicapai dengan upaya pendidikan dan latihan. Namun demikian belum terpenuhinya dan belum bersinerginya 10 (sepuluh) komponen pendidikan secara optimal akan menghasilkan kualitas hasil didik yang tidak sesuai dengan harapan.
Belum munculnya keinginan yang kuat dalam diri sebagian perwira
untuk mengisi diri dengan kemampuan akademik dan fisik, serta masih adanya pengangkatan dalam jabatan atau penempatan perwira yang sebenarnya belum memenuhi syarat kompetensi yang ditetapkan. c.
Belum jelasnya pembentukan integritas bagi para perwira TNI AL. Pemimpin harus memiliki integritas pribadi yang kuat, artinya harus
memiliki keteguhan hati, pikiran, dan sikap sekalipun menghadapi situasi kritis dan sulit serta tetap konsisten pada jati dirinya. “Seorang yang memiliki integritas
adalah
yang
mampu
kehidupannya”.Integritas
dan
berani
merupakan
menetapkan
sistem
salah
faktor
satu
norma
dalam
penting
dalam
pembentukan kepercayaan ( trust ). Trust merupakan syarat utama dalam kerjasama tim. Kondisi yang ada saat ini adalah terjadinya penurunan integritas pribadi perwira TNI AL dan konsep pembentukan serta pembinaan integritas para perwira masih kabur. Faktor integritas merupakan komoditi yang mulai menurun karena norma kehidupan sudah berubah, sehingga ada pemimpin yang memegang status kepemimpinan hanya sekedar mengejar status atau kepuasan pribadi. Hal itu menyebabkan reputasi dan citranya menurun yang pada akhirnya tidak mendapatkan kepercayaan dari bawahan. Integritas pemimpin diperoleh melalui sifat jujur, keteguhan watak yang diimbangi moral, memegang teguh kebenaran serta memiliki etika keadilan, keberanian bertindak tegas atas prinsip kebenaran dan aturan, agar tidak mudah untuk dipengaruhi atau dibelokkan
haluannya, dapat dipercaya, konsistensi antara ucapan dan perbuatan sehingga memberikan kepastian kepada anggota dalam pelaksanaan tugas. d.
Belum
optimalnya
pembinaan
komunikasi bagi para perwira TNI AL.
kemampuan Kemampuan
berinteraksi
dan
berinteraksi
berkomunikasi merupakan kemampuan interpersonal perwira.
berdan
Hal ini akan
menentukan derajat hubungan perwira TNI AL dengan orang-orang di sekelilingnya. Semakin tinggi kemampuannya maka akan semakin baik hubungannya dan sebaliknya. Namun sayang kemampuan tersebut belum dibina dan diarahkan secara optimal. Pembekalan berupa ilmu komunikasi hanya dilakukan secara teoritis belum dapat dipraktekkan secara nyata dilapangan. Ilmu dan materi yang diberikan dalam ilmu komunikasi adalah pengetahuan yang bersumber pada pelajaran militer sehingga masih cenderung kaku. Faktor lain yang menjadi penyebab adalah masih adanya persepsi dari kepemimpinan itu sendiri yang menjadikan pimpinan selalu dominan dalam berinteraksi dan berkomunikasi sehingga timbul kecenderungan tidak memberikan kesempatan yang sama kepada pihak lain untuk melakukan interaksi dan komunikasi.
BAB IV PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS 14.
Umum.
Perkembangan
Lingkungan
Strategis
merupakan
situasi
lingkungan yang setiap saat berubah yang berkaitan dengan kondisi perkembangan lingkungan global, regional dan nasional.
Pengaruh dari fenomena lingkungan
strategis, disatu sisi dapat digunakan untuk mencari peluang yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pembentukan kepemimpinan TNI AL yang berkarakter. Di sisi lain, perlu dicermati pula kendala-kendala yang dapat menghambat kepemimpinan TNI AL dimasa depan, untuk selanjutnya kendala-kendala tersebut harus dapat dieliminir agar tidak mengganggu upaya-upaya yang akan dilakukan. 15.
Pengaruh Perkembangan Global.
Perkembangan
isu
global
masih
diwarnai oleh penguatan nilai-nilai demokrasi, penegakan HAM dan lingkungan hidup yang menjadi indikator dan mempengaruhi pola hubungan internasional, terutama hubungan antar negara baik dalam skala bilateral maupun yang lebih luas. Implikasi perkembangan lingkungan global menghadirkan keberagaman permasalahan kompleks dan berakumulasi pada kondisi ketidakpastian dengan derajat cukup tinggi. Di bidang pertahanan dan keamanan kecenderungan perkembangan global mempengaruhi karakteristik ancaman dengan munculnya isu-isu keamanan baru yang memerlukan penanganan dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan integratif. Isu-isu keamanan dan pertahanan tersebut antara lain : terorisme, ancaman keamanan lintas negara dan peningkatan kebutuhan energi dunia. Terorisme menjadi ancaman yang mengemuka sehingga konsep keamanan mengalami perubahan dari yang lebih mengedepankan pendekatan konvensional kepada yang lebih komprehensif.
Ketidakpastian kapan dan dimana aksi terorisme
akan terjadi, menuntut kesiapsiagaan seluruh komponen nasional untuk menghadapinya. Hal ini sering menjadi problematika dalam penyusunan kebijakan pertahanan karena adanya sensitivitas politik dan hukum dibalik penanganan terorisme, terutama dalam penggunaan instrumen militer. Karenanya, dibutuhkan kepemimpinan TNI AL yang handal yang mampu membangun profesionalisme prajurit dalam upaya
penanggulangan terorisme sesuai tugas TNI AL dalam OMSP (Operasi Militer Selain Perang). Isu keamanan energi dalam dekade terakhir ini semakin mengemuka dan diperkirakan akan berdampak terhadap keamanan global dalam tahun-tahun yang akan datang. Kebutuhan masyarakat dunia akan energi minyak dan gas bumi yang terus meningkat,
sementara
ketersediaannya
semakin
terbatas,
berimplikasi
kepada
kebijakan politik, ekonomi, dan keamanan. Bayang-bayang krisis energi dimasa datang akan semakin serius dan sangat mungkin menjadi sumber konflik antar negara. Oleh karenanya dibutuhkan kepemimpinan TNI AL yang mampu mengantisipasi potensi konflik antar negara akibat krisis energi dunia. Aksi perompakan, penyelundupan senjata dan bahan peledak, penyelundupan wanita dan anak-anak, imigran gelap, pembalakan liar, pembuangan limbah bahan berbahaya
dan
beracun
(B3),
narkotika
dan
obat-obat
terlarang
(narkoba),
perdagangan manusia serta pencurian ikan merupakan bentuk ancaman keamanan lintas negara yang paling menonjol pada dekade terakhir. Bagi Indonesia ancaman keamanan lintas negara sangat merugikan kepentingan nasional sehingga merupakan suatu prioritas untuk ditangani, termasuk bekerja sama dengan sejumlah negara tetangga. Dalam menangani ancaman keamanan lintas negara tersebut tentunya dibutuhkan peran serta TNI AL sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu peran kepemimpinan TNI AL akan sangat vital dalam upaya penyiapan prajurit yang profesional dalam menghadapi ancaman-ancaman tersebut. 16.
Pengaruh Perkembangan Regional.
Perkembangan
lingkungan
strategis
dalam kawasan yang terjadi perlu dicermati dan diantisipasi pengaruhnya terhadap Indonesia.
Konflik vertikal yang terjadi di negara-negara kawasan Timur Tengah
banyak dipicu oleh isu demokratisasi. Kejadian konflik vertikal yang terjadi di Libya, Suriah, Yaman dan Mesir dimana keinginan sebagian masyarakatnya menuntut Presiden untuk mundur dari jabatannya mengakibatkan reaksi perlawanan bersenjata dari pihak pemerintah. Isu Senjata nuklir yang dimiliki oleh Korea Utara, konflik yang masih berlanjut antar keduanya memerlukan perhatian khusus dari Negara Indonesia
karena kawasan Asia Timur ke depan masih merupakan tempat yang strategis bagi Amerika Serikat dan Cina yang merupakan kekuatan baru di kawasan Asia Timur. Hubungan antar negara ASEAN masih menyisakan masalah bilateral baik karena faktor sejarah, teritorial, sumber alam, maupun karena isu-isu baru. Masalahmasalah ini tidak akan menjadi konflik bersenjata, tetapi akan tetap melahirkan beban politik dan kesalahpahaman yang menghambat kerjasama ASEAN. Dalam banyak hal, isu-isu transnasional, terutama terorisme, money laundering dan penyelundupan senjata yang berkembang di Asia Tenggara adalah akibat ketidak-mampuan ASEAN untuk bergerak dalam aksi yang nyata karena perbedaan kepentingan akibat perubahan regional dan domestik masing-masing negara anggota. Hal ini menjadi ancaman yang potensial bagi kedaulatan dan keutuhan NKRI yang harus selalu diikuti perkembangannya guna menghadapi hakekat ancaman yang mungkin terjadi dimasa. 17.Pengaruh Perkembangan Nasional.
a.
Aspek Tri Gatra. 1)
Aspek geografis.
Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari
ribuan pulau, isu tentang pulau-pulau kecil terluar cukup beragam dan kompleks,
diantaranya
menyangkut
eksistensi,
status
kepemilikan,
konversi lingkungan, pengamanan dan pengawasannya. Eksistensi pulaupulau kecil berfungsi sebagai titik pangkal penarikan batas wilayah NKRI dan menjadi isu pertahanan yang serius dalam konteks kedaulatan dan keutuhan wilayah. 2)
Aspek demografis. Keanekaragaman, suku bangsa dan agama
menyebabkan masyarakat sangat rentan terhadap konflik yang bernuansa SARA. Hal tersebut harus dicermati secara seksama terkait dengan potensi ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI.
Dengan
potensi ancaman yang ada maka menjadi penting untuk menganalisa tugas terkandung dalam menyiapkan prajurit TNI AL melaksanakan tugas dalam pelaksanaan OMSP.
3) tropis
Aspek Kekayaan Alam. yang
memiliki
Indonesia merupakan salah satu negara
kekayaan
alam
yang
berlimpah.
Masuknya
kepentingan asing melalui pintu pengelolaan sumber kekayaan alam, adanya pembagian hasil antara pemerintah pusat dan daerah yang seringkali menimbulkan perselisihan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi suatu ancaman yang berpotensi menimbulkan konflik bahkan disintegrasi bangsa. b.
Aspek Panca Gatra. 1)
Aspek Ideologi.
Pancasila merupakan ideologi, dasar negara,
dan falsafah hidup bangsa. Namun belakangan ini Pancasila mulai digugat oleh kelompok tertentu yang mengedepankan paham liberal atau kebebasan tanpa batas. Demikian pula oleh paham keagamaan yang bersifat ekstrim dan radikal. Potensi ancaman ini menjadi perhatian yang serius karena Pancasila mulai dipersandingkan dengan faham neoliberalisme dan neo-komunisme. 2)
Aspek Politik.
Kecenderungan isu-isu politik yang semakin
memanas menjelang pemilihan umum Presiden tahun 2014 membuat dinamika kehidupan politik di Indonesia semakin dinamis. Elit partai masih cenderung mengutamakan dan berorientasi pada kepentingan partai serta mempertahankan kedudukan dan kekuasaan daripada kepentingan bangsa dan negara. Proses pilkada diberbagai daerah yang secara normatif berlangsung demokratis tetapi dalam prakteknya masih kental diwarnai nuansa money politic. 3)
Aspek Ekonomi.
Meski
laju
pertumbuhan
ekonomi
makro
meningkat cukup signifikan, namun belum dirasakan sepenuhnya oleh kalangan masyarakat miskin. Rendahnya tingkat kesejahteraan ini berdampak terhadap berbagai kerawanan yang ditimbulkan seperti tindakan kriminal, tindakan korupsi maupun manipulasi serta penipuan. Pengaruh ini pun dirasakan dalam kehidupan prajurit TNI AL dengan pola
hidup masyarakat yang konsumtif dan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan uang. 4)
Aspek Sosial Budaya.
budaya
sering
dipandang
Globalisasi, sebagai
dari
perspektif
ancaman,
karena
sosial
potensial
menimbulkan benturan antara nilai-nilai global dengan norma sosial yang berlaku
dalam
masyarakat.
Kemajuan
teknologi
informasi
melalui
berbagai instrumen media, khususnya internet dan jaringan televisi global, penetrasi budaya berlangsung amat cepat dan potensial merusak tatanan norma,
nilai
dan
budaya
yang
tumbuh
dan
berkembang
dalam
masyarakat. 5)
Aspek Pertahanan Keamanan.
Ancaman militer berupa invasi
atau agresi militer diperkirakan relatif kecil, namun pembangunan komponen utama, cadangan dan pendukung tetap perlu dipersiapkan demi kewibawaan dan martabat bangsa, terutama dalam mengatasi konflik perbatasan. Stabilitas nasional akhir-akhir ini masih diwarnai berbagai gangguan keamanan oleh gerakan separatis, kerusuhan yang bernuansa SARA, gerakan ekstrim kiri dan kanan, serta sikap fanatisme sempit. 18.
Peluang dan Kendala.
Dihadapkan
dengan
perkembangan
lingkungan
strategis saat ini yang meliputi perkembangan global, regional dan nasional, baik langsung maupun tidak langsung akan dapat mempengaruhi kepemimpinan TNI AL dimasa depan.Pengaruhnya disatu sisi dapat menjadi suatu peluang dan disisi lain dapat menjadi kendala. a.
Peluang. 1)
Pesatnya
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
khususnya teknologi informasi saat ini menjadi peluang yang cukup besar untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan personel prajurit TNI AL khususnya perwira sebagai unsur pimpinan TNI AL. Ke depan, diharapkan para perwira TNI AL tidak hanya mahir di bidang teknis
kemiliteran, melainkan juga memiliki pengetahuan umum yang memadai termasuk
untuk
menguasai
pemanfaatan
teknologi
informasi
dan
komunikasi. 2)
Adanya kerjasama militer khususnya dibidang pendidikan dan
latihan di kawasan regional. Hal ini dapat mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta kemampuan prajurit TNI AL khususnya perwira sebagai unsur pimpinan TNI AL. 3)
Perkembangan ekonomi makro yang cenderung meningkat, yang
memberikan dampak terhadap kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat termasuk bagi prajurit TNI AL melalui pemberian tunjangan kinerja yang dapat mengurangi beban moril pimpinan TNI AL terkait peningkatan kesejahteraan prajuritnya. b.
Kendala. 1)
Pelaksanaan dan sistem rekrutmen bagi calon perwira TNI AL serta
pelaksanaan seleksi dalam penentuan suatu jabatan di lingkungan TNI AL yang masih relatif belum transparan, obyektif dan kompetitif. 2) dapat
Masih terbatasnya alokasi dana dan anggaran bagi TNI AL yang berpengaruh
tehadap
pencapaian
sasaran
dalam
upaya
mewujudkan profesionalisme prajurit TNI AL. 3)
Belum terlembaganya saluran kerjasama komunikasi lintas sektoral
dengan komponen di luar TNI AL dalam rangka membangun pemahaman, kepercayaan dan hubungan emosional secara dini dimana komunikasi antara perwira TNI AL dengan komponen di luar TNI AL hanya terjadi pada level-level strategis dan hanya bersifat temporer.
BAB V KONDISI KEPEMIMPINAN TNI AL YANG DIHARAPKAN 19.
Umum.
Kepemimpinan
merupakan salah satu prasyarat bagi suatu
organisasi yang ingin berubah dari baik menjadi besar dan mampu mempertahankan prestasinya.Salah satu kunci utama dalam peningkatan profesionalisme prajurit TNI AL adalah kualitas kepemimpinan yang tinggi, yang mampu menjadi panutan atau role model bagi prajuritnya.
Hal ini merupakan tuntutan bagi pimpinan TNI AL untuk
senantiasa mengembangkan diri dalam aspek moralitas dan intelektual disamping militansi pengabdiannya sebagai prajurit. 20.
Kondisi Kepemimpinan TNI AL yang Diharapkan.
a.
Kuatnya Karakter Kepemimpinan.
Pemimpin
yang
baik
adalah
pemimpin yang memiliki karakter yang kuat.Karakter seorang pemimpin dapat didefinisikan sebagai resultante dari personalitinya yang ada hubungannya antara nilai pribadi dengan perilakunya.Dalam diri perwira TNI AL diharapkan karakter yang terbentuk merupakan karakter yang dilandasi oleh Pancasila dan Sapta Marga.Beberapa Indikasi terkait dengan karakter pemimpin yang kuat antara lain : 1)
Sikap pantang menyerah dan militansi yang tinggi sehingga
senantiasa siap sedia ditempatkan di mana saja dalam kondisi dan medan penugasan seberat apapun. Hal ini ditunjukkan dengan kegigihan dan kesabaran dalam pelaksanaan tugas.
Ia juga pantang berkeluh kesah
apalagi di depan bawahan. 2)
Sikap anti korupsi dimana ia tidak melakukan tindakan korupsi dan
berupaya untuk mencegah kemungkinan tindakan korupsi yang dilakukan oleh orang lain. Sikap anti terhadap gratifikasi yang berujung kepada kompensasi dari pihak yang memberikan untuk mendapatkan kemudahan atau previlage lebih. Tidak menyalahgunakan wewenang jabatan yang
ada padanya sehingga tidak terjadi kebijakan yang merugikan organisasi dan penyelewengan lainnya. 3)
Sikap taat pada aturan dan tidak berupaya untuk melakukan
pelanggaran terhadap hukum yang berlaku. Ia senantiasa menjunjung tinggi hukum dan peraturan yang berlaku baik di lingkungan kedinasan maupun dalam kehidupan bermasyarakat. 4)
Mempunyai loyalitas yang tinggi baik terhadap atasan, rekan
maupun bawahan. Loyalitas yang diharapkan bukan berarti pem-benaran, seperti membenarkan tindakan atasan yang tidak tepat, melindungi teman dan membela anak buah yang salah. Sebaliknya dilakukan untuk mencegah atasan melakukan kesalahan, mengingat-kan kawan dan bawahan yang melakukan pelanggaran hukum. 5)
Mampu menilai data dan fakta selanjutnya mempertimbangkan
untuk mengambil keputusan yang tepat walaupun kadang sulit diterima (tidak populis). Tidak berupaya melemparkan kesalahan dan tanggung jawab kepada orang lain, senantiasa memegang teguh prinsip berani karena benar. b.
Kompetensi yang Tinggi. Pengikut mau mengikuti pemimpin salah satu
faktornya karena pemimpin tersebut mempunyai kemampuan/kecakapan lebih. Karenanya pemimpin dituntut untuk memiliki standar kompetensi tertentu. Kondisi yang diharapkan dari kompetensi para perwira adalah : 1)
Memiliki keterampilan dan pengetahuan militer. Perwira TNI AL juga
mengerti tentang kemampuan diri dan memahami mekanisme kerja. Ia juga memahami peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam kedinasan sehingga mampu untuk membina diri dan bawahannya. 2)
Memahami dan mampu melaksanakan tugas pokoknya secara
baik.Tidak mendahulukan pelaksanaan tugas di luar tugas pokok. Tidak
menilai baik buruknya bawahan yang didasarkan pada kemampuan melaksanakan tugas di luar tugas pokok. 3)
Memiliki kesamaptaan jasmani yang baik sesuai standar yang telah
ditetapkan.
Kesamaptaan
yang
baik
akan
mampu
menunjang
pelaksanaan tugas pembinaan terhadap bawahan. Tingkat kompetensi jasmani yang tinggi tentunya akan menjadi motivator dan contoh yang baik bagi bawahan dalam peningkatan profesionalisme prajurit. 4)
Memiliki kemampuan akademis yang dapat menunjang tugas
pokoknya. Kemampuan tersebut menambah kemampuan perwira dalam membina dan melatih prajuritnya serta mampu menciptakan inovasi baru demi kemajuan organisasi. 5)
Menguasai dan dapat mengikuti perkembangan teknologi, serta
menguasai bahasa asing terutama bahasa Inggris. Penguasaan perwira TNI AL terhadap teknologi komputer dan mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa asing secara aktif. c. dan
Integritas Kepemimpinan yang Tinggi. Integritas tinggi tercermin dari sikap perilaku
yang
sejalan,
dilandasi
jiwa
nasionalisme
dan
wawasan
kebangsaan tinggi. Seseorang yang memiliki integritas adalah yang mampu dan berani
menetapkan
sistem
norma
dalam
kehidupannya.Kondisi
yang
diharapkan dari tingginya integrits para perwira adalah : 1)
Mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi yang tercermin dalam
pola pikir dan pola tindak yang senantiasa mengutamakan kepen-tingan bangsa dan negara. Selain itu juga menjadi garda bangsa dan memperjuangkan NKRI sebagai harga mati. 2)
Mempunyai wawasan kebangsaan dan memahami kemajemukan
bangsa ( Pluralistic Society ) yang ada. Mampu menjadi nara sumber bagi bawahannya dalam memahami multikulturalisme bangsa sehingga dapat meningkatkan wawasan kebangsaan prajuritnya.
3)
Memiliki konsistensi yang tinggi, senantiasa melakukan apa yang
diucapkan. Mampu menjadi contoh teladan dalam mentaati perturan yang berlaku atau diterapkan di lingkungan kerjanya. 4)
Senantiasa
pencapaian
menganggap
tugas
sehingga
anggotanya
tidak
menuntut
sebagai
mitra
dalam
penghormatan
yang
berlebihan dari bawahannya. Penghormatan hakiki dari bawahan akan tertanam dengan melihat integritas pemimpin, bukan dari peng-hormatan semu yang hanya formalitas belaka. 5)
Perwira TNI AL yang jauh dari kepura-puraan, tidak mencari
popularitas murahan dan bekerja secara ikhlas demi kepentingan dinas. d.
Kemampuan Berinteraksi dan Berkomunikasi yang Tinggi.
Sejalan
dengan apa yang dikemukakan Sondang P. Siagian bahwa salah satu peran manajerial (managerial role) adalah peranan informasional yaitu selaku unsur pimpinan dalam organisasi, menjadi pemantau arus informasi dalam organisasi disamping peranan selaku penerima dan pembagi informasi serta juru bicara organisasi.Terkait dengan kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, maka diharapkan perwira TNI AL : 1)
Tidak bersikap eksklusif dan menjaga jarak dengan anggota-nya,
mengutamakan
kebersamaan
dan
kesetiakawanan
untuk
dapat
terpeliharanya soliditas prajurit yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas. Memiliki empati terhadap setiap permasalahan yang dialami oleh orangorang di sekitarnya. 2)
Mampu menyampaikan saran kepada atasan pada waktu dan
dengan media yang tepat. Mampu untuk memberikan kritik/koreksi kepada anggotanya dengan baik. Teguran yang diberikan tidak berangkat dari suatu sentiment pribadi namun murni untuk perbaikan sikap dan perilaku bawahan.
3)
Mau menerima saran/kritik dari orang lain, mampu menggali nilai
positif dari saran atau kritik yang diterima sepedas apapun. Selain itu juga tidak bereaksi negatif, spontan dan berlebihan terhadap kritik yang dilontarkan kepada dirinya dan menanggapi kritik secara bijak. 4)
Mampu melakukan kerjasama yang efektif dan efisien dengan
orang-orang disekitarnya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat dipisahkan dari komunitasnya dan setiap orang di dunia ini tidak ada yang dapat berdiri sendiri melakukan segala aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain. 5)
Mampu membangun “net working ” yang baik dengan pihak di
dalam maupun di luar institusi TNI AL, di dalam dan di luar negeri serta mampu menggandeng stake holders terkait dalam pelaksanaan tugas pokoknya. 21.
Indikator Keberhasilan. Kepemimpinan memegang peranan sentral dalam
membawa organisasi menuju tujuan yang ditetapkan.[28] Untuk mengetahui kepemimpinan TNI AL yang diharapkan, perlu dirinci indikator keberhasilan dari kepemimpinan tersebut, yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dihadapi. Adapun indikator keberhasilan dalam kepemimpinan TNI AL antara lain sebagai berikut : a.
Indikator keberhasilan dari terbentuknya karakter yang kuat
adalah
diterapkannya proses pembinaan personel dan materiil yang transparan, bebas kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dan tertanamannya nilai-nilai sejarah perjuangan TNI AL/Bangsa dalam diri setiap perwira TNI AL. b.
Indikator keberhasilan dari meningkatnya kompetensi adalah program
pendidikan dan latihan mampu menciptakan perwira TNI AL yang unggul dan diterapkannya kompetisi berbasis kompetensi. c.
Indikator keberhasilan dari terwujudnya integritas yang tinggi adalah
dipahaminya identitas dan jati diri TNI AL dan terbentuknya kepercayaan kepada pimpinan.
d.
Indikator keberhasilan dari meningkatnya kemampuan berinteraksi dan
berkomunikasi adalah terciptanya hubungan yang harmonis di lingkungan TNI AL dan keluarga besarnya serta meningkatnya citra TNI AL di mata masyarakat.
BAB VI UPAYA MEMBENTUK KEPEMIMPINAN TNI AL MELALUI PERAN PENDIDIKAN TNI AL 22.
Umum.
Dengan dilandasi
pemikiran
bahwa TNI AL harus mampu
menghadapi tuntutan dan tantangan tugas di masa depan, maka perlu dirumuskan suatu upaya peningkatan kepemimpinan TNI AL, sehingga dapat melahirkan pemimpin bangsa yang berkarakter melalui peran pendidikan TNI AL. Upaya tersebut dituangkan dalam suatu kebijakan dan strategi yang jelas dan terarah meliputi tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, sarana dan prasarana yang diperlukan, subyek dan obyek, metode yang digunakan, serta upaya-upaya baik ke dalam maupun ke luar organisasi TNI AL. 23.
Kebijakan.
Mencermati kondisi kepemimpinan TNI AL saat ini dihadapkan
pada tuntutan tugas masa depan menunjukkan kepemimpinan TNI AL masih perlu ditingkatkan. Dihadapkan pada berbagai masalah kepemimpinan TNI AL yang ada dan pengaruh lingkungan strategis serta paradigma nasional, diperlukan kebijakan sebagai berikut : “Terwujudnya kepemimpinan TNI AL masa depan melalui pembentukan karakter
yang kuat, peningkatan kompetensi, perwujudan integritas yang tinggi, peningkatan kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi guna melahirkan pemimpin bangsa yang berkarakter.” 24.
Strategi.
Untuk mendukung arah kebijakan yang telah ditentukan, maka
disusun strategi-strategi sebagai berikut : a.
Strategi I.
Mewujudkan pemimpin TNI AL yang memiliki karakter kuat,
yang diwujudkan dengan komitmen tinggi, mampu membuat keputusan berdasarkan prinsip, berjiwa pantang menyerah dan rela berkorban (militansi) sehingga dapat membawa prajurit pada peningkatan profesionalitasnya. b.
Strategi II.
Mewujudkan pemimpin TNI AL yang memiliki kompetensi
tinggi, yang diwujudkan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
penguasaan secara teknis, taktis dan strategi militer sehingga dapat membawa prajurit pada peningkatan profesionalitasnya. c.
Strategi III.
Mewujudkan pemimpin TNI AL yang memiliki integritas
tinggi, yang diwujudkan dengan wawasan kebangsaan yang tinggi, kualitas moral yang baik, sifat jujur, dan berdisiplin sehingga dapat membawa prajurit pada peningkatan profesionalitasnya. d.
Strategi IV.
Mewujudkan pemimpin TNI AL yang memiliki kemampuan
berinteraksi dan berkomunikasi tinggi, yang diwujudkan dengan sifat yang tidak individualis, memiliki rasa empati dan mampu untuk bekerja sama sehingga dapat membawa prajurit pada peningkatan profesionalitasnya. 25.
Upaya.
Dari rumusan kebijakan dan strategi diatas, maka selanjutnya
dijabarkan dalam upaya-upaya konkrit dalam rangka mendapatkan kriteria yang diharapkan. Upaya-upaya yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: a.
Strategi I. 1)
Membentuk Karakter yang Kuat.
Melakukan kajian terhadap pendidikan di lingkungan TNI AL yang
berlangsung selama ini untuk mengetahui sejauh mana pendidikan pembentukan karakter yang selama ini dijalankan meliputi kurikulum pendidikan dan bahan pelajaran yang terkait. Hasil kajian itu diguna-kan untuk merumuskan pendidikan di lingkungan TNI AL terutama pen-didikan yang mampu membentuk karakter yang baik bagi seorang perwira TNI AL yang
dilaksanakan
melalui
pendidikan
pertama,
pen-didikan
pembentukan, pendidikan pengembangan umum maupun pendidikan pengembangan spesialisasi. 2)
Melakukan kajian atas konsep kepemimpinan yang digunakan oleh
TNI AL selama ini untuk melihat sejauh mana konsep itu mengedepankan aspek karakter yang dibutuhkan untuk seorang perwira yang nota bene merupakan unsur pimpinan di lingkungan TNI AL. Dengan konsep
kepemimpinan
tersebut
maka
dapat
ditetapkan
model
kepemimpinan yang memiliki karakter yang kuat bagi pimpinan TNI AL sesuai dengan tingkatannya. 3)
Mengkoordinir pendidikan di lingkungan TNI AL dalam suatu forum
untuk dapat menyamakan persepsi mengenai karakter yang dibutuh-kan bagi seorang perwira TNI AL yang selanjutnya dapat disosialisasikan melalui pendidikan yang ada pada masing-masing angkatan maupun yang diselenggarakan secara terpadu oleh Mabes TNI AL. 4)
Memerintahkan Lembaga Pendidikan di lingkungan TNI AL dan
Angkatan untuk melaksanakan kegiatan sebagai berikut : (a)
Merumuskan loyalitas dalam arti positif yaitu melaksana-kan
perintah dan memberi saran kepada atasan dalam rangka kebaikan organisasi dan bukan untuk memenuhi kepentingan pribadi atasan yang bersangkutan. Rumusan itu dipraktekkan dalam studi kasus yang didiskusikan dalam materi kepemimpinan di dalam kurikulum maupun di luar kurikulum pada jam bimbingan dan pengasuhan. (b)
Memberikan porsi yang cukup untuk studi kasus atas
terjadinya KKN di lingkungan TNI AL, pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perwira TNI AL serta berkembangnya sikap yang mudah menyerah pada keadaan/situasi yang ada. (c)
Memberikan konseling yang cukup kepada perwira siswa
TNI AL yang mengikuti pendidikan dalam rangka pembentukan karakter yang dibutuhkan bagi perwira tersebut dalam pelaksanaan tugas di satuan. (d)
Memberi
pantang
simulasi
menyerah,
yang bersifat
kemampuan
membangkitkan
mengambil
keputusan
sikap dan
menanggung segala resiko atas keputusan yang telah diambilnya serta sikap loyal terhadap kebijakan dan perintah atasan dalam arti yang positif.
5)
Melakukan peninjauan kembali materi pengajaran pembentukan
karakter yang selama ini dijalankan dalam kurikulum untuk melihat sejauh mana materi itu mampu membangkitkan semangat untuk tidak mengenal menyerah,
menghindarkan
diri
dari
perilaku
Korupsi,
Kolusi
dan
Nepotisme yang merupakan tindakan yang tidak terpuji. 6)
Membuat kebijakan untuk memperbesar porsi materi hukum dalam
rangka pembentukan karakter perwira yang taat pada peraturan perundang-undangan. b.
Strategi II : 1)
Meningkatkan Kompetensi.
Merumuskan indikator atau standar kompetensi yang harus dimiliki
oleh setiap perwira TNI AL dalam strata pangkat dan jabatannya dalam bentuk peranti lunak atau buku petunjuk teknis. Merumuskan kriteria untuk uji profesi atau jabatan dan melaksanakan uji tersebut secara berkala dan berkesinambungan.
Mengimplementasikan secara konsisten peraturan-
peraturan yang telah dibuat terkait uji kompetensi dan melakukan evaluasi terhadap aturan yang telah ditetapkan. 2)
Menjamin 10 (sepuluh) komponen pendidikan dapat berjalan
secara utuh di seluruh lembaga pendidikan jajaran TNI AL sehingga proses belajar mengajar dapat terlaksana dan mendapatkan hasil didik yang berkualitas. 3)
Melakukan
pembenahan
pendidikan
berbasis
kompetensi
di
lembaga pendidikan TNI AL yang meliputi kurikulum, pembelajaran dan penilaian pendidikan yang dioperasionalkan dengan menekankan pada pencapaian hasil belajar sesuai standar kompetensi. [29] Kurikulum yang dikembangkan berisi bahan ajaran yang diberikan kepada serdik melalui proses
pembelajaran.
menggunakan
Proses
prinsip-prinsip
pembelajaran pengembangan
dilaksanakan pembelajaran
dengan yang
mencakup pemilihan materi, strategi, media, penilaian dan sumber/bahan pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar serdik dapat dilihat pada
kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikuasai sesuai dengan standar tertentu. 4)
Menyediakan fasilitas e-library dan e-learning untuk menambah
pengetahuan dan wawasan serta menyegarkan pengetahuan dan keterampilan militer yang dimiliki para perwira. Memanfaatkan tek-nologi informatika untuk selalu memberikan penugasan-penugasan yang harus dijawab oleh para perwira di satuan melalui e-mail jabatan yang dibuat oleh Disinfolahta sesuai dengan jabatan masing-masing, tidak hanya pada saat pendidikan saja untuk selalu mengetahui perkembangan perwira bawahannya. 5)
Meningkatkan kuantitas dan kualitas latihan, baik yang terprogram
maupun non program terutama latihan yang relevan dengan hakekat ancaman faktual dan potensial yang dihadapi NKRI. 6)
Memformulasi ulang standar kemampuan jasmani bagi seluruh
perwira TNI AL sehingga diharapkan terdapat keseragaman dan standar ideal sesuai tuntutan tugas dan tanggung jawab masing-masing. 7)
Membuat
pemetaan
potensi
para
perwira
yang
mampu
menunjukkan kompetensi yang dimiliki guna memberikan kesempatan untuk maju bagi para perwira yang benar-benar mempunyai potensi yang tinggi. 8)
Menerapkan merit system dalam pembinaan karier agar terwujud
kompetensi yang sehat antar perwira TNI AL dalam satuan sehingga tidak ada kesan yang timbul like or dislike dalam menempatkan perwira TNI AL pada suatu jabatan tertentu. 9)
Merumuskan stratifikasi pendidikan sesuai dengan kompetensi
yang harus dimiliki pada strata jabatan dan kepangkatan perwira TNI AL.
c.
Strategi III : Mewujudkan Integritas yang Tinggi. 1)
Melaksanakan seleksi dan rekrutmen secara selektif terhadap
calon prajurit perwira TNI AL, baik calon prajurit perwira karier, sukarela maupun reguler sehingga perwira-perwira TNI AL tersebut memiliki kualitas pengabdian yang baik yang berwawasan kebangsaan serta nasionalisme yang tinggi. 2)
Meningkatkan pembinaan mental melalui pendidikan, penataran
dan kursus secara terprogram sepanjang tahun anggaran. Pembinaan mental yang cenderung identik dengan kegiatan yang membosankan harus dirubah menjadi kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas moral para pemimpin TNI AL. Pembinaan mental ini dititikberatkan pada kegiatan mental ideologi dan kejuangan sehingga diharapkan akan tertanam rasa kebangsaan dan nasionalisme yang tinggi dari perwira TNI AL sebagai pemimpin di lingkungan satuan yang dipimpinnya. 3)
Memberlakukan Tour of Duty (TOD) dan Tour of Area (TOA) di
seluruh wilayah Indonesia bagi pemimpin TNI AL sehingga menambah wawasan kebangsaan dan nasionalisme yang tinggi dalam diri setiap pemimpin TNI AL. Pengenalan secara langsung budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam sangat berguna bagi perkembangan wawasan kebangsaan serta nasionalisme bagi setiap pemimpin TNI AL. 4)
Memberikan contoh teladan dalam penegakkan hukum dengan
pemberian sanksi terhadap Perwira TNI AL yang melanggar disiplin melalui “Reward and Punishment ”. Perwira TNI AL yang tidak berdisiplin
harus diberikan hukuman secara proporsional, karena disiplin seorang Pemimpin sangat berperan dalam kepemimpinannya. Pemberian Reward and Punishment ini terutama dititikberatkan pada kegiatan yang bersifat
inkonsistensi terhadap pelaksanaan tugas pokok yang dilaksanakan. 5)
Dalam proses penempatan jabatan dilaksanakan secara selektif
dengan memperhatikan talent scouting dari personel perwira TNI AL
tersebut. Dimana proses seleksi ini harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel dengan memperhatikan rekam jejak calon yang memiliki integritas yang tinggi. 6)
Senantiasa
mengedepankan
transparansi
dalam
mensosiali-
sasikan fakta tentang kasus-kasus pelanggaran yang dilaksanakan oleh setiap perwira dari seluruh strata dan jabatan dengan mempertimbangkan kepentingan TNI AL secara organisasi dan selalu bersikap objektif dalam menilai setiap perkembangan situasi serta menjauhkan diri dari penilaian yang subjektif. 7)
Memberikan keteladan secara top down di lingkungan satuan-nya
mulai dari satuan tertinggi sampai dengan yang terendah dengan tidak mengedepankan popularitas murahan dalam pelaksanaan tugas, akan tetapi kegiatan apapun yang dilaksanakan harus selalu berorientasi pada pelaksanaan tugas pokok. d.
Strategi IV : Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi dan Berkomuni-
kasi. 1)
Memberikan studi kasus miskomunikasi dan misinteraksi pada
perwira TNI AL untuk didiskusikan secara formal maupun informal baik di Lembaga Pendidikan maupun di satuan untuk mencari solusi agar hal tersebut dapat dijadikan pelajaran dan bekal bagi perwira dalam mengimplementasikan kepemimpinannya. 2)
Mempersyaratkan perwira TNI AL harus memiliki kemampuan ber-
komunikasi yang efektif dan efisien. Hal ini dilaksanakan dengan mengadakan test psikologi atau fit and proper test . Komunikasi memiliki hubungan erat dengan kepemimpinan bahkan dapat dikatakan tiada kepemimpinan tanpa komun ikasi. Rogers mengatakan “Leadership is Communication” ,
kemampuan
berkomunikasi
akan
menentukan
keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya, disinilah
pentingnya kemampuan komunikasi dalam usaha mempengaruhi perilaku orang lain. 3)
Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para perwira TNI
AL untuk mengikuti berbagai even seperti, pendidikan, olah raga, seminar, kegiatan sosial budaya, expo-expo dan lain-lain, sehingga mereka memiliki net working dan wawasan luas serta kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi menjadi lebih baik. 4)
Melalui Dinas Penerangan TNI AL memberdayakan website TNI AL
yang bersifat interaktif sebagai wahana komunikasi dan saling bertukar informasi diantara perwira TNI AL dalam rangka memperluas wawasan dan kemampuan berkomunikasi. 5)
Mengintensifkan pembuatan karya tulis ilmiah (Taskap/ Karmil)
guna meningkatkan kemampuan berkomunikasi para perwira secara tertulis dan menuangkan ide-ide baru untuk pengembangan diri. 6)
Mengintensifkan Jam Komandan sebagai sarana komunikasi
antara pimpinan dengan bawahan. Melalui Jam Komandan akan terjadi interaksi
dan
menyampaikan
komunikasi
dua
pokok-pokok
arah
sehingga
keinginannya
pimpinan
sekaligus
dapat
mendapatkan
masukan dari bawahan. Disamping itu komunikasi yang intensif antara pimpinan dan bawahan melalui Jam Komandan ini dapat meningkat-kan rasa empati pimpinan terhadap permasalahan yang berkembang dan dialami oleh bawahan. 7)
Memberdayakan Dinas Psikologi TNI AL untuk melatih kerjasama
dan memberikan pencerahan kepada seluruh Perwira TNI AL untuk meningkatkan interaksi dan komunikasi sehingga sikap induvidualis yang negatif tidak muncul. 8)
Memperbaiki sistem birokrasi kerja yang terlalu lama dalam
penanganan permasalahan dan pencapaian tupok dengan pembuatan
protap, revisi protap yang tidak relevan lagi serta membuat mekanisme hubungan kerja yang baku baik dilingkungan TNI AL maupun dengan instansi lain. 9)
Melaksanakan pembekalan bagi perwira yang dipersiapkan untuk
melaksakan tour of area (TOA) tentang kondisi geografi, demografi dan kondisi sosial terutama aspek budaya dan bahasa dimana perwira TNI AL tersebut akan ditugaskan. Sehingga ketika mereka ditugaskan di tempat yang baru tidak mengalami kendala berarti dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. 10)
Memberikan penataran/pelatihan pengembangan diri sendiri dalam
bekerjasama dan berkomunikasi secara efektif dan efisien, melalui seminar dan
Round Table Discussion (RTD) dengan
melibatkan
Perguruan Tinggi, tokoh masyarakat dan instansi diluar TNI AL sehingga terjalin komunikasi yang baik antara TNI AL-Rakyat.
BAB VII PENUTUP 26.
Kesimpulan.
Berdasarkan pembahasan dan analisis masalah yang telah
dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : a.
Kepemimpinan TNI AL sangat diperlukan untuk memberikan perubahan
ke arah yang lebih baik, karena posisinya berada pada kedudukan yang sangat menentukan.
Untuk
dapat
menjawab
permasalahan
terkait
lemahnya
kepemimpinan TNI AL diperlukan kualitas kepemimpinan TNI AL masa depan yang memiliki karakter yang kuat, kompetensi yang tinggi, integritas yang tinggi, kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga dapat berperan secara optimal dalam meningkatkan profesionalisme prajurit TNI AL. b.
Karakter pemimpin TNI AL yang kuat diwujudkan dengan komitmen yang
tinggi, mampu membuat keputusan berdasarkan prinsip, berjiwa pantang menyerah dan rela berkorban (militansi). Kompetensi yang tinggi tercermin dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, penguasaan secara teknis, taktis dan strategis terhadap ilmu kemiliteran. Integritas yang tinggi diwujudkan dengan wawasan kebangsaan yang tinggi, kualitas moral yang baik, sifat jujur, dan berdisiplin. Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi yang tinggi diwujudkan dengan sifat yang tidak individualis, memiliki empati, dan mampu untuk bekerja sama. c.
Untuk mewujudkan kualitas kepemimpinan TNI AL masa depan sesuai
dengan kriteria tersebut, memerlukan langkah-langkah dan tindakan dari pihakpihak terkait. Upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan metode edukasi , sosialisasi, seminar/dialog/diskusi, revisi penak, rekrutmen, regulasi, penugasan dan keteladanan. Jika kriteria tersebut dapat diwujudkan dalam kepemimpinan TNI AL maka diharapkan akan dapat melahirkan pemimpin TNI AL dan pemimpin bangsa yang berkarakter.
View more...
Comments