peran farmasis dan apoteker.docx
June 26, 2019 | Author: Naresalka Nabekasyatwinsist | Category: N/A
Short Description
Download peran farmasis dan apoteker.docx...
Description
http://www.academia.edu/7401348/BAB_II_PERANAN_FUNGSI_DAN_TUGAS_APOTEKER_DI_INDUS TRI_FARMASI http://www.academia.edu/9515707/peran_tenaga_farmasi_di_apotek_dan_rumah_sakit
PERAN FARMASIS DAN APOTEKER Peran, Fungsi dan Tugas Apoteker di Industri Farmasi Peran apoteker di industri farmasi seperti seperti yang disarankan oleh World Health Organization (WHO), yaitu Eight Star of Pharmacist yang meliputi : 1. Care Giver apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk informasi obat, efek samping obat dan lain-lain kepada profesi kesehatan. Perlu ada interaksi dengan individu/kelompok di dalam industri (regulatory, QA/QC, produksi dll) dan individu/kelompok individu/kelompok di luar industri. 2. Decision maker apoteker sebagai pengambil keputusan yang tepat untuk mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya yang ada di industri. 3. Communicator apoteker harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik secara li san maupun tulisan. 4. Leader apoteker sebagai pemimpin yang berani mengambil keputusan dalam mengatasi berbagai permasalahan di industri dan memberikan bimbingan ke bawahannya bawahannya dalam mencapai mencapai sasaran industri. 5. Manager apoteker sebagai pengelola seluruh sumber daya yang ada di industri farmasi dan mampu mengakumulasikannya untuk meningkatkan kinerja industri dari waktu ke waktu. 6. Long-life learner apoteker belajar terus menerus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan. kemampuan. 7. Teacher bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dunia industri kepada sejawat apoteker atau lainnya.
8. Researcher apoteker sebagai peneliti yang harus selalu melakukan riset dan mengetahui perkembangan obat baru yang lebih baik dan bermanfaat untuk kesehatan masyarakat. Peran tersebut diterapkan di dalam fungsi-fungsi industrial yang diperlukan, yaitu manajemen produksi, pemastian/manajemen mutu (Quality Assurance), registrasi produk, pemasaran produk (Product Manager), dan pengembangan produk (Research and Development).
Apoteker sebagai Penanggung Jawab Produksi Penanggungjawab produksi (kepala bagian produksi/ manajer produksi) hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis paling sedikit 5 tahun bekerja di bagian produksi pabrik farmasi, memiliki pengalaman dan pengetahuan di bagian pembuatan obat dan perencanaan produksi, pengetahuan mengenai peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat, CPOB, penguasaan bahasa asing yang baik, serta keterampilan dalam kepemimpinan yanag dibuktikan dengan sertifikasi lembaga yang ditunjuk. Manajer produksi bertanggungjawab atas terselenggaranya pembuatan obat agar obat tersebut memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan dan dibuat dengan memperhatikan pelaksanaan CPOB, dalam batas waktu dan biaya produksi yang ditetapkan. Secara rinci, ruang lingkup tugas dan tanggung jawab seorang penanggungjawab produksi adalah sebagai berikut: 1.
Bertanggungjawab dalam memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur sehingga memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
2.
Bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan obat dari perolehan bahan, pengolahan, pengemasan, sampai pengiriman obat ke gudang jadi.
3.
Memberikan pengarahan teknis dan administratif untuk semua pelaksanaan operasi di gudang, penimbangan, pengolahan, dan pengemasan.
4.
Bersama-sama dengan manajer perencanaan dan pengadaan
bahan menyusun rencana
produksi. 5.
Bertanggung jawab memeriksa catatan pengolahan bets dan catatan pengemasan bets serta menjamin bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan prosedur pengolahan bets dan prosedur pengemasan bets.
6.
Berdiskusi dengan manajer pengawasan mutu jika ada kegagalan
7.
Bertanggung jawab atas peralatan yang digunakan dalam proses produksi, peralatan yang digunakan harus selalu dikualifikasi dan divalidasi dengan benar.
8.
Ikut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga pelaksanaan serta pematuhan terhadap peraturan CPOB.
9.
Bertanggung jawab atas kebersihan di daerah produksi.
10. Bertanggung jawab untuk menjaga moral kerja yang tinggi, kemampuan pengembangan, dan pelatihan serta melakukan evaluasi tahunan atas semua karyawan yang dibawahinya. 11. Membuat laporan bulanan. 12. Membuat anggaran tahunan untuk bagian produksi. 13. Mengusahakan perbaikan biaya produksi. 14. Menjaga hubungan kerja yang baik dengan Penanggungjawab Pengawasan Mutu, Teknik dan Perencanaan dan Pengadaan Bahan serta Pemasaran.
15. Berhubungan dengan pemerintah, dalam hal ini Pengawas Obat dan Makanan berkaitan dengan kualitas obat. Kepala Bagian Produksi hendaknya selalu menjaga hubungan kerja yang baik dengan Manajer Pengawasan Mutu, Manajer Pemastian Mutu, Manajer Teknik, Manajer Perencanaan dan Pengadaan Bahan serta Manajer Pemasaran. Berhubungan baik dengan pemerintah, dalam hal ini Pengawas Obat dan Makanan sehubungan dengan kualitas obat. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pengawasan Mutu (Quality Control) Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiaannya. Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa : 1. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanannya;
2. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi, dokumentasi, produksi terlebih dahulu;
3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu batch obat telah dilaksanakan dan batch tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusikan;
Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu
peredaran yang ditetapkan.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan penyelidikan bila
diperlukan Seorang penanggung jawab pengawasan mutu (Kepala Bagian Pengawasan Mutu / Manajer Pengawasan Mutu) adalah seorang apoteker yang terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Penanggung jawab pengawasan mutu harus seorang apoteker dengan pengalaman praktis minimal 2 tahun bekerja di bagian pengawasan mutu pabrik farmasi, memiliki pengalaman dan pengetahuan di bidang analisis kimia dan mikrobiologi, pemeriksaan bahan pengemas, CPOB dan keterampilan dalam kepemimpinan Seorang penanggung jawab pengawasan mutu memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk:
1. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk 2. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan. 3. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala. 4. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu. 5. Memprakarsai dan mengawasi audit eksternal (audit terhadap pemasok). 6. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam progr am validasi. 7. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi. 8. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets. 9. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait. 10. Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta menilai efektifitasnya. Penekanan difokuskan pada pencegahan kerugian/cacat dan realisasi peluang perbaikan yang berkesinambungan. 11. Menyiapkan prosedur dalam penerapan CPOB dalam
pembuatan obat, pengemasan,
penyimpanan dan pengawasan mutu. 12. Memastikan pemenuhan peraturan pemerintah dan standar perusahaan. 13. Melaksanakan inspeksi diri dan menyelenggarakan pelatihan CPOB. 14. Menyusun prosedur tetap (Protap) dan mengelola sistem protap. 15. Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi dan mengambil keputusan serta tindakan atas hasil penilaian, bila perlu bekerja sama dengan bagian lain. 16. Memastikan penyelanggaraan validasi proses pembuatan dan sistem pelayanan. 17. Memantau penyimpangan bets. 18. Mengawasi sistem pengendalian perubahan dan menyetujui perubahan. 19. Menyetujui prosedur pengolahan induk dan pr osedur pengemasan induk. 20. Menyetujui atau menolak pasokan bahan baku. 21. Bertanggung jawab dalam pelulusan atau penolakan obat jadi sesuai Protap terkait.
2.2.3.
Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pemastian Mutu (Quality Assurance) Seorang penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen Mutu (Quality Assurance) adalah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen Mutu harus seorang apoteker atau Magister Sains atau Do ktor Sains dan memiliki pengalaman paling sedikit 5 tahun sebagai apoteker dalam suatu perusahaan farmasi, pengalaman praktek dalam analisis fisika dan kimia, pengalaman dalam menggunakan metode dan peralatan laboratorium modern, kemampuan untuk menguraikan metode analisis serta fasih berbahasa inggris, kesanggupan dalam manajemen dan motivasi personalia serta memiliki pengetahuan yang baik dalam proses
pembuatan obat dan CPOB baik nasional maupun
internasional. Penanggung jawab Pemastian Mutu memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam sistem mutu, termasuk: 1. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu. 2. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu
perusahaan. 3.
Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala. 4. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu. 5. Memprakarsai dan mengawasi audit eksternal (audit terhadap pemasok). 6. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi. 7. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi. 8. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets. 9. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait. 10. Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta menilai efektifitasnya. Penekanan difokuskan pada pencegahan kerugian/cacat dan realisasi peluang perbaikan yang
berkesinambungan. 11.
Menyiapkan prosedur dalam penerapan CPOB dalam pembuatan obat, pengemasan, penyimpanan dan
pengawasan
mutu.
12.
Memastikan
pemenuhan
peraturan
pemerintah
dan
standar perusahaan. 13. Melaksanakan inspeksi diri dan menyelenggarakan pelatihan CPOB. 14. Menyusun prosedur tetap (Protap) dan mengelola sistem protap. 15. Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi dan mengambil keputusan serta tindakan atas hasil penilaian, bila perlu
bekerja sama dengan bagian lain. 16. Memastikan penyelanggaraan validasi proses
pembuatan dan sistem pelayanan. 17. Memantau penyimpangan bets. 18. Mengawasi sistem pengendalian perubahan dan menyetujui perubahan. Ruang Lingkup Rumah Sakit Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. 1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakaisesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan
penarikan sediaan farmasi alkes dan bahan medis habis pakai, pengendalian administrasi.
2. Pelayanan Farmasi Klinik Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi : a. Pengkaijian dan pelayanan resep Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat Penelusuran riwayat
penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan. Riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/ pencatatn penggunaan obat pasien. c. Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan kegiatan pemberian dan penyediaan informasi, rekomendasi obat yang independet, akurat tidak
bias, terkini dan komprehensif yang
dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit. d. Konseling Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasehat atau saran terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/ atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisiatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya pemberian konseling yang efektif dan garis miring atau keluarga terhadap apoteker. e. Pemantauan terapi obat (PTO) Pemantauan terapi obat (PTO merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. f. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantaun setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki yang terjadi pada dosis lazim yang digunkan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi. Tujuan : 1) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit. 2) Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin kemanjuran, keamanan dan efisiensi penggunaan obat. 3) Meningkatkan kerjasama dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang terkait dalam pelayanan farmasi. 4) Membantu penyelenggaraan kebijaksanaan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Peran Farmasis di Rumah Sakit 1. Panitia Farmasi dan Terapi Adalah organisasi yang mewakli komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialis yang ada di rumah sakit dan apoteker yang mewakili Instalasi Farmasi RS, serta tenaga kesehatan lainnya. Tujuan : a. Menerbitkan kebijakan mengenai pemilihan obat penggunaan obat serta evaluasinya.
b.
Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan 2. Panitia Pengendali Infeksi Rumah Sakit Adalah organisasi yang terdiri dari staf medis, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan : a. Menunjang pembuatan pedoman pencegahan infeksi b. Memberikan informasi untuk menetapkan disinfektan yang akan digunakan di rumah sakit. c.
Melaksanakan pendidikan tentang pencegahan infeksi nasokomial di rumah sakit d. Melaksanakan penelitian surveilans infeksi nasokomial di rumah sakit. 3. Panitia lain yang terkait dengan tugas Farmasi Rumah Sakit Apoteker juga berperan dalam tim/panitia yang menyangkut dengan pengobatan antara lain : a. Panitia Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit b. Tim perawatanpaliatif dan bebas nyeri c. Tim penanggulangan HIV/AIDS d. Tim transplantasi e. Tim PKMRS, dll.
Peran seorang farmasis/apoteker Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di bidang kefarmasian baik di apotek, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang lain yang masih berkaitan dengan bidang kefarmasian. Profesi apoteker ini merupakan salah satu profesi di bidang kesehatan khususnya di bidang farmasi yang ditujukan untuk kepentingan kemanusiaan. Kepentingan kemanusiaan yang dimaksud adalah mampu memberikan jaminan bahwa mereka memberikan pelayanan, arahan atau bimbingan terhadap masyarakat agar mereka dapat menggunakan sediaan farmasi secara benar.
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009 pasal 1 ayat 13). Dalam hal ini praktek kefarmasian adalah meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan
obat,
bahan
obat,
dan
obat
tradisional.
Tugas, peran, dan tanggung jawab Apoteker menurut PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
adalah
sebagai
berikut
:
1.
Tugas
a. Melakukan pekerjaan kefarmasian (pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat
dan
obat
tradisional).
b. Membuat dan memperbaharui SOP (Standard Operational Procedure) baik di industri farmasi. c. Harus memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan oleh menteri saat melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi, termasuk pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran sediaan farmasi. d. Apoteker wajib menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep
dari
dokter
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
2.
Peran
a. Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagan pemastian mutu (Quality Assurance), produksi,
dan
pengawasan
mutu
(Quality
Control).
b. Sebagai penanggungjawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian yaitu di apotek, diInstalasi Farmasi Rumah
Sakit
(IFRS),
puskesmas,
klinik,
toko
obat,
atau
praktek
bersama.
c. Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya
atau
obat
merek
dagang
lain
atas
persetujuan
dokter
dan/atau
pasien.
d. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat mengangkat
seorang
Apoteker
pendamping
yang
memiliki
SIPA.
3.
Tanggung
jawab
a. Melakukan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) di apotek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sediaan farmasi dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, juga untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan sediaan farmasi yang tidak tepat dan tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Pelayanan kefarmasian juga ditujukan pada perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan terkait dengan penggunaan farmasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. b. Menjaga rahasia kefarmasian di industri farmasi dan di apotek yang menyangkut proses produksi, distribusi
dan
pelayanan
dari
sediaan
farmasi
termasuk
rahasia
pasien.
c. Harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan oleh Menteri dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi, termasuk di dalamnya melakukan pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu
sediaan
farmasi
pada
fasilitas
produksi
sediaan
farmasi.
d. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi sediaan farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan
mutu.
e. Menerapkan standar pelayanan kefarmasian dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas
pelayanan
kefarmasian.
f. Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya, yang dilakukan melalui audit kefarmasian. g. Menegakkan disiplin dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan sesuai dengan
ketentuan
aturan
perundang-undangan.
Secara umum, peran apoteker dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut : 1.
Profesional
Peran profesi seorang apoteker di apotek tidak lain adalah melaksanakan kegiatan Pharmaceutical Care atau asuhan kefarmasian. Salah satu tujuan utama asuhan kefarmasian adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Maksudnya pasien yang sakit bisa menjadi sehat, dan pasien yang sehat bisa menjaga kesehatannya tersebut. Penerapan asuhan kefarmasian yang baik atau GPP (Good Pharmaceutical Practice) di apotek telah diatur dalam Permenkes 1027 tahun 2004. Dalam PP no. 51 Pasal 21 ayat 2 juga sudah dipaparkan, bahwa yang boleh melayani pemberian obat berdasarkan resep adalah apoteker. Secara tidak langsung tersirat bahwa apoteker harus selalu ada di apotek untuk melakukan asuhan kefarmasian.Bila seorang apoteker ingin melaksanakan asuhan kefarmasian, ia harus memiliki Competency, Commitment, dan Care. Apoteker sejatinya harus memiliki kompetensi, maksudnya memiliki ilmu (knowledge) dan keterampilan (skill) dalam melakukan asuhan kefarmasian. Ilmu tersebut misalnya untuk obat-obatan diabetes, jantung, kolesterol harus diminum secara teratur, jangan berhenti kecuali konsultasi dengan dokter. Contoh lain untuk salep kortikosteroid penggunaannya tidak boleh ditekan di tempat yang luka dan jangan terlalu tebal mengoleskannya. Informasi-informasi seperti itu yang harus diberikan kepada pelanggan. 2.
Manager
Apoteker harus dapat menjadi manajer yang baik, dalam hal ini apoteker harus mampu mengatur barang, uang dan pasien. Namun secara umum seorang manager itu harus mengelola resources yang
ia miliki. Tidak hanya barang, uang dan orang, tapi juga waktu, tempat, dan lain-lain. Salah satu kunci sukses pengelolaan persediaan barang di sebuah apotek adalah service level 100%, artinya apotek mampu memenuhi semua permintaan akan obat (baik resep maupun non resep), sehingga rasio penolakannya 0%. Untuk dapat menjamin service level tersebut diperlukan perencanaan (planning) yang sangat matang, jangan sampai ada penumpukan barang (over stock) atau persediaan habis (out of stock). Itulah tugas seorang apoteker sebagai manager. Tujuannya adalah supaya perputaran persediaan atau Inventory Turn Over maksimal, risiko over stock dan out of stock diminimalisir. Bila sudah demikian akan menambah kepuasan pelanggan karena permintaan akan obat selalu terpenuhi. Kepuasan pelanggan akan berimbas kepada loyalitas pelanggan dan juga menambah pelanggan-pelanggan baru. Tidak hanya barang, uang juga harus dikelola karena uang merupakan hal yang krusial dalam bisnis. Sebaiknya uang hasil penjualan satu hari tidak digabung dengan uang untuk keperluan operasional apotek dan uang hasil penjualan satu hari harus sama dengan jumlah barang yang keluar. Jadi jangan sampai ada barang yang tak menghasilkan uang. Apoteker di sebuah apotek harus menjadi pemimpin yang baik bagi pegawai yang lain. Memelihara rasa kekeluargaan antar pegawai, memberikan contoh yang baik dan mampu membina pegawaipegawainya supaya lebih baik. Apoteker juga harus bersikap profesional dalam hal ini, lebih bagus lagi menerapkan reward and punishment sehingga apotek dapat maju dengan pegawai-pegawainya yang
berkualitas
(bukan
hanya
3.
kuantitas). Retailer
Ritel merupakan tahapan akhir dari kanal distribusi, yaitu usaha penjualan barang atau jasa kepada konsumen untuk keperluannya masing-masing. Kunci sukses seorang apoteker sebagai retailer adalah
Identifying,
stimulating,
dan
satisfying
a.
demands. Identifying
Identifying adalah menganalisis dan mengumpulkan informasi-informasi mengenai konsumen. Informasi tersebut tidak lain adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut: Siapa yang membeli ? Apa yang mereka beli ? Mengapa mereka membeli ? Bagaimana mereka memutuskan untuk membeli ? Kapan mereka membeli? Dimana mereka membeli ? Seberapa sering mereka membeli ? Seyogyanya apoteker harus mengetahui perilaku-perilaku membeli dari konsumen dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. Misalnya saat musim haji, yang banyak dicari adalah multivitamin dan penambah stamina. Perilaku membeli tersebut juga dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah profil demografis. Faktor-faktor profil demografis tersebut antara lain usia, gender, pekerjaan, pendidikan, etnis, lokasi dan lain-lain. Bila profil demografis diketahui, maka kita akan segera mengetahui peluang-peluang yang menjanjikan. Misalnya bila apotek terletak didaerah lokalisasi, yang banyak dicari pasti kondom, lubrikan, obat kuat dan lain-lain. b.
Stimulating
–
Satisfying
demands
Setelah menganalis perilaku membeli konsumen, maka selanjutnya harus dilakukan stimulating, yaitu memberi isyarat atau dorongan sosial, komersial dan lain-lain dengan diikuti pemberian informasi-informasi yang dibutuhkan konsumen mengenai produk yang akan dibeli. Hal ini perlu dilakukan karena sepandai-pandainya kita menganalisis perilaku membeli, tetap keputusan akhir terletak c.
pada
konsumen.
Satisfying
demands
Tugas selanjutnya setelah konsumen ingin membeli yaitu memenuhi permintaan tersebut. Berikan pelayan yang terbaik, jujur dan penuh kesabaran. Dan yang terpenting adalah produk yang dijual harus tepat kualitas, tepat jumlah, tepat waktu. Inilah yang dimaksud satisfying demands.
Saat ini jumlah apoteker yang ada di Indonesia adalah tiga puluh ribu orang, demikian yang telah disebutkan oleh ketua Ikatan Apoteker Indonesia dalam situs resminya. Perbandingan jumlah tersebut terhadap jumlah masyarakat Indonesia adalah 1 : 8000. Jumlah ini tentu dirasakan masih kurang, dari jumlah tersebut kira-kira sepertiganya bekerja sebagai penanggung jawab apotek yang menurut data dari departemen kesehatan berjumlah 10.737 apotek, sedangkan data dari situs organisasi profesi apoteker per April 2008 sejumlah 10.365 apotek, bisa dikatakan bahwa apotek merupakan tempat yang paling banyak menampung profesi apoteker. Apoteker juga banyak yang bekerja di instalasi farmasi rumah sakit, pedagang besar farmasi, puskesmas, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen kesehatan baik pusat maupun daerah, sebagai tenaga pendidik ( dosen) di perguruan tinggi, sebagai guru di sekolah menengah farmasi, industri obat, industri obat tradisional, industri kosmetik, lainnya.
lembaga penelitian, tenaga pemasaran dan di beberapa tempat
View more...
Comments