Pengukuran Dan Ralat
September 30, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Pengukuran Dan Ralat...
Description
5
BAB II
PENGUKURAN DAN RALAT (KETIDAKPASTIAN) PADA PENGUKURAN
2.1 PENGUKURAN
Pengamatan suatu gejala pada umumnya belumlah lengkap jika belum memberikan informasi yang kuantitatif. Proses memperoleh informasi yang sedemikian ini memerlukan PENGUKURAN suatu sifat fisis. Lord Kelvin mengatakan bahwa pengetahuan kita barulah memuaskan hanya jika kita dapat mengatakannya dalam bilangan. PENGUKURAN adalah suatu teknik untuk menyatakan suatu sifat fisis dalam bilangan sebagai se bagai hasil membandingkannya dengan suatu besaran besara n baku yang diterima sebagai SATUAN. Dalam melakukan pengukuran, harus diusahakan agar sekecil mungkin menimbulkan gangguan pada sistem yang sedang diamati. Misalnya bila dilakukan pengukuran terhadap batang logam, maka diusahakan tidak terjadi ter jadi gangguan dari luar yang mempengaruhi sistem logam tersebut (dengan berubahnya panjang batang logam). Kecuali perubahan sistem tersebut memang dikehendaki dalam pengukuran. Umumnya didalam pengukuran dibutuhkan instrumen sebagai suatu cara fisis untuk menentukan suatu besaran (kuantitas) atau variabel.
2.2
RALAT (KETIDAKPASTIAN) (KETIDAKPASTIAN) PADA PENGUKURAN
Konsep utama dalam pengukuran adalah setiap pengukuran harus sekaligus menentukan ralatnya (ketidakpastiannya). Tanpa menyatakan ralat, suatu hasil pengukuran tidak banyak banyak memberi informasi mengenai besaran yang diukur, mutu alat ukur dan ketelitian pengukurannya. Ralat suatu hasil pengukuran dapat memberikan informasi mengenai tingkat kepercayaan akan hasil pengukuran , mutu alat yang digunakan dan ketelitian pengukuran tersebut. Sehingga sebelum melakukan percobaan-percobaan lainnya, harus dipelajari bagaimana menentukan nilai ralat, cara-cara menyatakannya dan cara menuliskan / melaporkan hasil pengukuran yang wajar („angka („ angka berarti atau angka penting ‟ yang digunakan).
Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
6
A. Cara Penulisan Hasil Ukur Yang Benar
Apabila hasil ukur dinyatakan dengan X dan ralatnya dinyatakan dengan X, maka cara penulisan yang benar adalah :
(1a) X = ( X X ) satuan ………………………………… (1a) atau
(1b) X = X satuan X % ……………………………… (1b) dengan :
X x 100 % ……………………………….. (1c) X
X % =
B. Penggunaan Notasi Ilmiah
Hasil pengukuran yang diperoleh dengan jumlah digit lebih dari 3, sebaiknya n
ditulis dalam bentuk perkalian 10 pangkat n --> (10 ) dan jumlah angka dibelakang koma untuk hasil ukur dan ralat harus sama. Contoh :
Diperoleh hasil pengukuran ( X ) = 1205 cm dan hasil ralat ( X) = 1 cm, maka bukan dinyatakan dengan : X = (1205 1) cm
(X) salah , tetapi dengan : 2
X = (12,05 0,01 ) .10 cm
( ) benar
Sama yaitu 2 digit C. Penyebab Terjadinya Ralat
Ralat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Adanya nilai skala terkecil (nst) 2. Adanya ralat bersistem 3. Adanya ralat acak 4. Keterbatasan pada pengamat
Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
7
Ad. 1. Adanya Nilai Skala Skala Terkecil (ns (nst) t)
Setiap alat ukur mempunyai skala terkecil yang merupakan keterbatasannya. Karena itu hasil pengukuran dengan membaca skala pada alat ukur hanya dipastikan hingga batas (jumlah angka) tertentu saja Inilah salah satu sumber ralat yang tidak terelakkan. Misal : a. Pengukuran panjang batang dengan sebuah penggaris plastik biasanya hanya dapat memberikan hasil pasti sampai nilai skala terkecilnya (nst) yaitu 1 millimeter. b. Sedangkan pada jangka sorong yang dibantu dengan nonius yang memungkinkan kita membaca hingga 0,05 mm, maka nst-nya nst -nya = 0,05 mm. c. Pada mikrometer mempunyai alat bantu yang memungkinkan kita membaca hingga 0,01 mm, maka nst-nya 0,01 mm. Tinjau kembali point (a), jika panjang batang yang diukur dengan penggaris plastik lebih dari 10,2 cm tetapi kurang dari 10,3 cm, kita dapat menambahkan me nambahkan satu angka lagi pada 10,2 cm misalnya 10,2 6 cm. Angka 6 terakhir, diperoleh hanya dengan kira-kira (ditaksir) saja, tidak tidak pasti, jadi mengandung ketidakpastian/ralat. *
Bila pengukurannya pengukurannya langsung hanya sekali saja, maka
hasil ralat (X)
dinyatakan dengan : X = ½ x nst …………………………………………….. (2) (2)
(persamaan (2) umum dipakai pada semua alat, walaupun ada juga yang memakai X = 1/5 x nst ). Jadi pada penggaris plastik karena nst-nya 1mm, maka 1 mm x ½ = 0,5 mm = 0,05 cm. Sehingga panjang batang diatas dapat dinyatakan dengan : X = (10,26 0,05) cm * Bila pengukurannya pengukurannya sebanyak n kali, maka hasil ralat (X) dicari dengan Standart Deviasi. Berdasarkan banyaknya pengulangan yang mungkin dilakukan terhadap sebuah pengukuran besaran fisis, maka terdapat 2 klasifikasi penggunaan standart deviasi. A. Bila n 10, memakai persamaan :
Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
8
( X X ) X
2
i
n(n 1)
……………………………………. (3) (3)
Contoh : Dilakukan pengukuran panjang batang sebanyak 3 kali (n=3) X1 = 1,55 cm
X
; X2 = 1,5 cm
1,55 1,5 1,45 3
X X
; X3 = 1,45 cm, maka
= 1,5 cm
( X 3 1,5) 2 ( X 2 1,5) 2 ( X 1 1,5) 2 3(3 1)
(1,45 1,5) 2 (1,5 1,5) 2 (1,55 1,5) 2 6
= 2,88669 x 10-2 cm = 0,0288669 cm 0,03 cm Sehingga panjang batang tersebut: X = (1,50 0,03) cm. B. Bila n relatif besar ( n 30) dipakai persamaan :
X
( X
i
X ) 2
n
………………………………………… (4) (4)
Ad. 2. Adanya Ralat Bersistem
Ralat bersistem dapat disebut sebagai kesalahan bersumber pada kesalahan alat, diantaranya : - Kesalahan Kalibrasi
Yaitu pembubuhan nilai pada garis skala saat pembuatannya. Sehingga untuk memperoleh hasil yang lebih baik, jika mungkin maka dilakukan pengkalibrasian ulang dengan cara memerlukan alat standart yang penunjukkannya jauh lebih terjamin kebenarannya caranya dengan membuat catatan ( atau grafik) yang menyatakan berapa hasil bacaan alat standart untuk setiap angka yang ditunjukkan oleh alat yang digunakan.
Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
9
Misal : terbaca arus 2,5 A, A, sedangkan hasil kalibrasinya sesuai dengan 2 2,8 ,8 A pada alat standar, maka digunakan sebagai hasil pengukuran aadalah dalah 2,8 A.
- Kesalahan Titik Nol
Disebabkan tergesernya penunjukkan nol yang sebenarnya, dari garis nol pada skala. Pada alat ukur yang baik, kesalahan ini dapat dikoreksi dengan memutar tombol pengatur kedudukan (penunjukkan) jarum agar dimulai dengan menunjuk tepat nol. Jika tidak ada tombol pengaturny pengaturnya, a, maka harus dicatat penunjukkan penunjukkan awal jarum tersebut dan kemudian mengoreksi semua hasil bacaan ( pengamatan) skala dengan kesalahan titik nol tersebut. Misal : jarum penunjuk amperemeter yang seharusnya menunjukkan angka 0 Ampere pada pada
saat tidak ada arus, ternyata ternyata menunjukkan angka 0,5
Ampere. Maka harus harus ada koreksi titik nol nol sebesar (- 0,5 0,5 )Ampere. Jadi : arus sebenarnya = arus yang terbaca + koreksi koreksi titik nol
-
Kesalahan Alat Lainnya
Misalkan melemahnya pegas yang digunakan sebagai komponen alat ukur, gesekan yang terjadi pada alat-alat yang bergerak dan lainnya yang semuanya dapat dikoreksi dengan mengkalibrasi ulang alat yang akan digunakan.
- Kesalahan Pada Arah Pandang Membaca Nilai Skala
Cara membaca penunjukkan jarum yang agak jauh dari skala artinya ada jarak antara jarum dan garis-garis skala, maka hal ini akan menjadi sumber kesalahan yang disebut sebagai PARALAKS PARALAKS (arah pandang). pandang).
Ad.3. Adanya Ralat Acak
Ralat ini ditimbulkan oleh kondisi lingkungan yang tidak menentu yang menggangu kerja alat ukur. Penyebabnya antara lain gerakan molekul udara (gerak BROWN), fluktuasi tegangan listrik, bising (noise) elektronik, yang semuanya sering diluar kemampuan kita untuk mengendalikannya. Untuk mengatasi gerakan molekul udara, maka pengukuran dapat dilakukan di ruang yang tertutup (mengurangi Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
10
pengaruh angin) , sedang fluktuasi tegangan listrik dapat diatasi dengan memakai sumber tegangan yang berkualitas tinggi yang menjamin tidak terjadi fluktuasi yang tinggi, dan lain sebagainya.
Ad.4. Keterbatasan Pada Pengamat
Sumber ralat yang tidak boleh dianggap ringan adalah keterbatasan pada si pengamat. Artinya sekalipun alat tersebut bermutu tinggi maka belum menjamin hasi l pengukuran yang bermutu pula. Karena faktor pengamat sangat menentukan. Apalagi jika pengamat kurang trampil menggunakan alat lebih-lebih alat canggih yang melibatkan banyak komponen yang harus diatur atau kurang tajam mata pengamat dalam membaca skala yang halus. Dengan kata lain, pengamat merupakan sumber kesalahan atau ralat (ketidakpastian).
D. Cara Mendapatkan Ralat
Cara mendapatkan ralat, dibedakan menjadi 2 macam : 1.
Bila hasil ukur ukur dari pengukuran pengukuran langsung, terdiri dari : a. Pengukuran langung hanya sekali b. Pengukuran sebanyak sebanyak n kali (Nomer 1 telah dibahas di atas) Maka hasil yang diperoleh adalah hasil ralat ( X) baik pada point a atau b yang disebut RALAT MUTLAK. Ralat mutlak hanya memberikan informasi mengenai mutu alat ukur yang digunakan, namun belum mengungkapkan mutu pengukuran. Untuk menyatakan ketelitian pengukuran yang menggambarkan mutu pengukuran, digunakan :
X Ralat Relatif / Ralat Nisbi (I) = x 100 % X
(5)
Contoh 1: Sebuah batang A yang panjangnya sekitar 1 meter bila diukur dengan penggaris biasa dapat memberikan hasil : Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
11
LA = (1,0000 0,0005) meter Bila alat yang sama digunakan untuk mengukur batang B yang panjangnya sekitar 10 cm hasilnya hasilnya : LB = (10,00 0,05) centimeter Terlihat bahwa kedua hasil di atas mempunyai : Ralat mutlak XA = XB = X = 0,05 cm = 0,0005 m Sedangkan ketelitian pengukuran antara kedua batang tersebut digunakan Ralat Relatif :
X 0,0005 Batang A A x100% 0,05% X 1,0000 A X 0,05 Batang B B 100% 0,5% x100 X 10,00 B Terlihat bahwa mutu hasil pengukuran XA lebih baik dari XB. Jadi kesimpulannya : “Semakin kecil hasil ralat relatif, maka semakin tinggi ketelitian (mutu) pengukuran “.
Contoh 2 : HASIL PENGUKURAN PANJANG BATANG LOGAM Ulangan
Panjang (x)
x x
x x m 0,01
1
20,1
m +0,1
2
20,0
0,0
0,00
3
20,2
+0,2
0,04
4
19,8
-0,2
0,04
5
19,9
-0,1
0,01
Rata-rata ( x) = 20,0
x - x
2
2
0,10
Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
12
x x Ralat Mutlak x
2
; di mana n jumlah pengu pengukuran kuran
nn 1
0,10 55 1
Ralat Relatif / nisbi (I) :
x x
=
0,005 = 0,0707 m = 0,07 m
x100% 0,35%
Keseksamaan (K) = 100% - I = 99,65 %
2.
Bila hasil ukur diperoleh tidak langsung
Hasil ukur yang diperoleh tidak langsung disebut sebagai ralat tak langsung didapat dari beberapa percobaan yang adakalanya suatu besaran tersebut tidak dapat diukur secara langsung, melainkan diturunkan dari besaran lain yang dapat diukur secara langsung. langsung. Besaran yang tidak dapat diukur secara langsung langsung adalah suatu besaran yang tidak dapat dilakukan pengukuran kuantitas besaran yang bersangkutan secara langsung didalan didalan suatu alat ukur. Contoh : rapat massa ( ) dari suatu balok
Ralat tak langsung dibedakan menjadi : a. Ralat asal nilai skala terkecil
Dinyatakan dengan ;
bila Z = Z(X,Y)
X = ( X X )
Y = ( Y Y ) Dan X , Y dengan ½ x nst, maka :
Z Z X X
Z Y Y
(6)
Contoh :
Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
13
Suatu besaran dinyatakan dengan V = p,L,T. Bila p,L,T diperoleh dari pengukuran tidak langsung ½ kali nst, maka diperoleh hasil :
V LT p p , L,T pL V T p , L ,T
pT V L p , L,T maka :
V = LT ( p) + pT (L) + pL (T)
(7)
Apabila pada persamaan (7) masing-masing suku dibagi dengan V diperoleh :
V V
p L T p
L
(8)
T
b. Ralat asal standart deviasi
Bila X dan Y diperoleh dari standart deviasi, maka : 2
2
Z Z )2 (Y ) 2 Z ( X Y X
(9)
Contoh : Seperti pada contoh soal di atas V = pLT, p LT, maka
V V pT ; LT ; L p p , L ,T p , L ,T
V pL T p , L ,T
Jadi :
V ( LT ) 2 ( p) 2 ( pT ) 2 ( L) 2 ( pL) 2 (T ) 2 1/ 2
c. Ralat asal gabungan
Bila
X dari ½
skala terkecil dan
Y dari standart deviasi, maka untuk
mengubah ralat dari ½ skala terkecil ke ke standart standart deviasi harus dikalikan dikalikan dengan dengan 0,68 (atau 2/3). Karena tingkat kepercayaan (keyakinan) untuk standart deviasi
Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
14
hanya 68 % (sedangkan tingkat kepercayaan /keyakinan pada ½ skala terkecil sebesar 100 %). Jadi : 2
2
Z Z 2 2 Z (0,68 X ) (Y ) X Contoh :
(10)
Y
Persamaan untuk rapat massa adalah
m mV 1 V
Massa benda = m diukur dengan ½ skala terkecil, sedangkan volume benda = V diukur dengan standart deviasi, deviasi, maka
2 mV ; V
1 V m
Jadi :
1 2
2
2 2
V (0,68 m) mV (V )
2
2.3. ANGKA PENTING (ANGKA BERARTI)
Pengertian angka penting (angka berarti) adalah : banyaknya angka yang masih layak dipercaya untuk menampilkan hasil ukur (termasuk 1 angka paling belakang yang paling meragukan). Misal : Pengukuran panjang benda dengan penggaris biasa, diperoleh 12,15 cm
Skala terkecil alat / mistar diketahui adalah 1 mm, maka dari X = 12,1 cm adalah
angka pasti, sedangkan 0,05 cm adalah angka meragukan. Jadi X = 12,15 cm terdiri 4 angka penting. 2.3.1 Aturan Operasi Bilangan a. Perkalian dan Pembagian
Aturan : faktor dengan angka penting paling sedikit menentukan jumlah angka penting dalam jawaban. Misal : A
(8,2239 )( 2 ,7)(98,35) 2
7,79789 faktor yang menentukan !! !!
2764 Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
15
= dibulatkan menjadi = 7,8 ( ) benar !! b. Penjumlahan dan Pembagian Pembagia n
Aturan : Jangan menyertakan hasil di belakang kolom pertama yang merupakan angka yang meragukan Misal :
IV III II I 3
kolom kolom
5 7 ,1
angka yang diragukan !! !!
4 ,37 0 ,087 + 3 6
1 , 557
dibulatkan menjadi 361,6 ( ) benar!
Satu indikasi bagi bagi ketepatan pengukuran pengukuran diperoleh dari banyaknya banyaknya angka penting (signifikan figure). Angka-angka penting tersebut memberikan informasi yang aktual (nyata) mengenai kebesaran dan ketepatan pengukuran. Makin banyak angka-angka yang penting, ketepatan pengukuran semakin besar.
Beberapa kriteria/aturan angka a ngka penting diberikan di bawah ini : a. Semua angka bukan nol adalah angka penting. Contoh: 1234 (4 angka penting) b. Angka nol diantara angka bukan nol adalah angka a ngka penting. Contoh : 1909,304 (7 angka penting). c. Angka nol dibelakang angka bukan nol yang terakhir dan terletak didepan tanda desimal adalah angka penting. Contoh : 2210,5 (5 angka penting). d. Angka nol dibelakang angka bukan nol yang terakhir dan terletak dibelakang tanda desimal adalah angka penting . Contoh : 765,50 (5 angka penting). e. Angka nol dibelakang angka bukan nol yang terakhir tetapi tidak dengan tanda desimal adalah bukan angka penting. Contoh : 9800 (2 angka penting, yaitu 9 dan 8 )
9,8 x 103
f. Angka nol didepan angka bukan nol yang pertama dengan tanda desimal adalah angka penting. Contoh: 0,05
(3 angka penting).
Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
16
g. Angka nol didepan angka bukan nol yang pertama adalah bukan angka penting. Contoh : 00243 ( 3 angka penting yaitu 2,4 dan 4) Sedangkan untuk membulatkan hasil pengukuran berlaku aturan : a. untuk angka 5 dibulatkan keatas c. untuk 5 dibulatkan kebilangan genap terdekat, contoh : 0,085
0,08
2.3.2 Persamaan Untuk Banyaknya Angka Penting
Dalam menentukan nilai rata-rata X dan standart deviasi X mungkin saja cara penulisan seperti ini lebih memperlihatkan bahwa angka yang kedua telah mengandung ketidakpastian atau ralat. Penulisan angka ketiga dan seterusnya tentulah tidak berarti lagi. Bila diperoleh hasil pengukuran sebagai berikut :
X = (0,33 0,03) cm
= (0,033 0,003) dm = (0,0033 0,0003) m Didalam laporan ilmiah diutamakan menggunakan satu angka di depan koma sbb:
-1
X = (3,3 0,3) x 10 cm
= (3,3 0,3) x 10-2 dm -3
= (3,3 0,3) x 10 m Jumlah angka penting yang digunakan dapat pula dilihat dari ralat relatif, dinyatakan dengan :
X (11) Banyaknya angka penting (AP) = 1 - log …………………… (11) X X === > * sekitar 10 % digunakan 2 angka penting X
Untuk
* sekitar 1 % digunakan 3 angka penting * sekitar 0,1 % digunakan 4 angka penting Jadi : semakin banyak angka penting menunjukkan persentase ralat yang kecil berarti semakin tepat hasil pengukuran. Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
17
2.4. Membuat Grafik
Agar dapat digunakan sesuai dengan tujuan yaitu memberikan informasi maka sebuah grafik harus memenuhi beberapa ketentuan dibawah ini: 1. Grafik harus harus dibuat pada kertas milimeter
dan titik-titik pada pada grafik yang
menggambarkan hasil perhitungan/pengukuran perhitungan/pengukuran diberi tanda ta nda yang jelas : . , . , . , dst 2. Besarnya skala dan titik nol harus dibuat sedemikian rupa hingga grafiknya mudah dibaca dan dimengerti. Artinya besarnya skala ordinat harus sama dengan besar absisnya, sedang letak titik nol harus dipusat sumbu. (lihat gambar 1a dan 1b). 3. Pada grafik harus disertai keterangan-keterangan keterangan-keterangan secara lengkap “mengenai skala-skala dari absis dan skala-skala dari ordinat. 4. Jika kita mengharapkan garis lurus dari garik itu, maka garis yang ditarik harus sedapat mungkin melalui titik-titik tersebut (lihat Gambar 2). 5. Apabila kita tidak yakin akan bentuk grafik, maka harus ditarik garis lengkung penuh, (bukan garis garis patah) melalui hampir semua titik (lihat Gambar 3) 6. Berikanlah “interpretasi” dari grafik yang diperoleh diperole h tersebut misal : linier, parabola, eksponensial, ada maksimum dan ada minimum 7. Bila kita hendak menggambarkan lebih dari satu grafik pada suatu gambar sistem salib sumbu) maka untuk setiap titik pada masing-masing grafik kita beri tanda yang berbeda. Misal : pada Gambar 4, titik pada grafik y1 kita beri tanda
.
dan grafik y2
= f 2 (x) kita beri tanda .
Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
18
Gambar 1a (grafik salah) y 5 4
Keterangan : - Skala absis kurang tepat - Grafik sulit dibaca
3
- Puncak grafik terlalu tajam, karena 2
dipaksakan melalui sumua titik
1 x 4 5 6 7 8 9 10
Grafik 1b (Grafik Benar) y 5
Keterangan : - Skala absis sudah benar
4
- Grafik muda dibaca - Grafik tidak dipaksakan melalui semua
3
titik.
2 1
x 4
5 6
7
8
9 10
Gambar 2
Keterangan gambar 2:
y 0.5 0.4 0.3 0.2
-
gra rafi fik k lini linier er y = ax + b, deng dengan an demikian : a = tan
-
1 cm cm ska skala la absi absiss = 1 ssk kala ala x
-
skala ordinat = 0 0,,1 skala y.
0.1 x 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
19
Gambar 3 y 006 005 004 003 002
001 0
1
2
2.8 3
x 4
5
6
8
9
Gambar 4 :
Y 3
y1 = f 1(x) y2 = f 2(x)
2 1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Petunjuk Praktikum Praktikum F Fisika isika Dasar 201 2011 1
View more...
Comments