Pengaturan Kecepatan Motor DC Menggunakan Kontrol PI Sebagai Pemutar Tabung Es Puter Berbasis Mikrokontroller ARM STM32F4 Proyek Akhir

February 14, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Pengaturan Kecepatan Motor DC Menggunakan Kontrol PI Sebagai Pemutar Tabung Es Puter Berbasis Mikrokontroller A...

Description

PROYEK AKHIR

PENGATURAN KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN KONTROL PI SEBAGAI PEMUTAR TABUNG ES PUTER BERBASIS MIKROKONTROLER

Indra Wahyudi NRP. 1303.121.014

Dosen Pembimbing : Suhariningsih, S.ST, MT. NIP. 19640404.198903.2.002 Ainur Rofiq Nansur, ST, MT. NIP. 19640713.198903.1.005

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK ELEKTRO INDUSTRI DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA SURABAYA 2015

OR DC MENGGUNAKAN KONTRO

PROYEK AKHIR

PENGATURAN KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN KONTROL PI SEBAGAI PEMUTAR TABUNG ES PUTER BERBASIS MIKROKONTROLER

Indra Wahyudi NRP. 1303.121.014

Dosen Pembimbing : Suhariningsih, S.ST, MT. NIP. 19640404.198903.2.002 Ainur Rofiq Nansur, ST, MT NIP. 19640713.198903.1.005

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK ELEKTRO INDUSTRI DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA SURABAYA 2015

i

ii

ABSTRAK

Es Puter adalah salah satu hidangan pencuci mulut dari Indonesia serupa es krim berbahan dasar santan sebagai pengganti susu. Proses pembuatan es puter secara konvensional masih sering dijumpai pada industri es puter rumahan. Proses pembuatan es puter secara konvensional ini memiliki banyak kekurangan contohnya perubahan beban pemutaran. Beberapa kondisi mengakibatkan kecepatan pemutarannya menjadi pelan dan cepat. Beban putaran pada kondisi awal yang berat menyebabkan proses pemutaran tabung es puter cenderung pelan. Beban putaran yang berat terjadi karena es batu berhubungan langsung dengan tabung es puter yang masih sangat keras sehingga menimbulkan gaya gesekan yang menahan putaran tabung es puter. Dampak dari perubahan kecepatan menyebabkan waktu beku adonan es puter yang tidak tetap sehingga produksi es puter menjadi tidak stabil. Proyek akhir ini bertujuan untuk merancang dan membuat alat pemutar es puter secara otomatis berbasis mikrokontroler yang digerakkan oleh motor DC magnet permanen dengan driver DC-DC converter jenis buck converter. Metode pengaturan kecepatan yang digunakan agar kecepatan motor DC dapat dijaga konstan sesuai set point yaitu metode kontrol PI (Proportional Integral). Hasil penelitian ini adalah alat pemutar tabung es puter secara otomatis dengan set point putaran tabung 120 rpm. Metode kontrol PI memberikan perbaikan pada respon rise time dan membuat kecepatan putaran tabung konstan sesuai set point dengan error steady state rata – rata 5% sehingga mampu mempercepat waktu produksi 1,5 kali lebih cepat dari waktu normal. Kata kunci : Es puter, Pemutar, Motor DC, Buck Converter, Kontrol PI

iii

***Halaman ini sengaja dikosongkan***

iv

ABSTRACT

Es Puter is one of Indonesian dessert similar to ice cream made from coconut milk instead of dairy. The process of making conventionally es puter is still often found in home industrial of es puter. It has many shortcomings, for example turner’s loads is change. Some of the conditions inflicts the speed of turner that becomes slow and fast. Turner’s loads on the initial conditions is heavy so it causes the process of turning the tubes tend to be slow. It is occurs because the cube ices directly contact with the es puter’s tube, so it involves friction that holds a round of es puter’s tube. The impact of speed’s changes causes time of frozen dough is not fixed so that the production efficiency becomes less. This final project aims to design and make the automatically es puter’s turner based on microcontroller that driven by permanent magnet DC motor with a motor driver DC-DC converter types buck converter. Speed control method that used to keep the speed of DC motor constant to its set point is PI controller (Proportional Integral). The results of this study is automatically es puter’s turner with 120 rpm of set point. PI controller method gives improvement to rise time response and it makes turner tube’s speed to constant with average of steady state error 5%, so it can boost the production time to 1,5 times faster than normal process. Key word: Es Puter, Turner, DC Motor, Buck Converter, PI Controller

v

***Halaman ini sengaja dikosongkan***

vi

KATA PENGANTAR Puji syukur hanya kepada ALLAH SWT atas berkat rahmat, karunia, petunjuk, serta bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proyek akhir ini yang berjudul :

PENGATURAN KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN KONTROL PI SEBAGAI PEMUTAR TABUNG ES PUTER BERBASIS MIKROKONTROLER Dengan terselesaikannya buku laporan proyek akhir ini, kami berharap semoga buku ini dapat membawa manfaat bagi pembaca pada umumnya dan juga bagi kami pada khususnya, serta semua pihak yang berkepentingan. Kami juga berharap agar proyek akhir ini dapat dikembangkan sehingga dapat digunakan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis juga selalu berharap adanya kritik dan saran dari para pembaca untuk membangun proyek akhir ini ke arah yang lebih baik karena penulis menyadari bahwa proyek akhir ini masih jauh dari sempurna. Akhirnya tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada seluruh pihak yang turut membantu dalam penyelesaian proyek akhir ini. Mohon maaf apabila ada kekeliruan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Surabaya, 12 Agustus 2015

Penyusun

vii

***Halaman ini sengaja dikosongkan***

viii

UCAPAN TERIMA KASIH Puji Syukur Alhamdulillah hanya kepada ALLAH SWT dan tanpa menghilangkan rasa hormat yang mendalam penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan Proyek Akhir ini, terutama kepada : 1.

Bapak dan Ibu penulis yang selalu memberikan dukungan moril dan materil serta motivasi untuk terus maju dan pantang menyerah terhadap berbagai ujian dan rintangan yang menghadang dalam proses pengerjaan Proyek Akhir.

2.

Bapak Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.

3.

Bapak Ir Sutedjo, MT selaku Ketua Program Studi D3 Teknik Elektro Industri.

4.

Ibu Suhariningsih, S.ST, MT dan Bapak Ainur Rofiq Nansur, ST, MT selaku dosen pembimbing. Terima kasih telah membimbing saya dengan penuh kesabaran dan atas semua yang telah bapak dan ibu berikan kepada saya.

5.

Dosen Penguji yang telah memberikan pertanyaan dan sarannya yang sangat membantu dalam penyempurnaan Proyek Akhir ini.

6.

Dosen-dosen Elektro Industri yang telah memberikan bantuan dan sarannya dalam penyempurnaan Proyek Akhir ini.

7.

Saudari Rosita Anggraeni yang banyak membantu dalam proses desain animasi Corel Draw dan Photoshop LCD Touchscreen. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya dalam proses pengerjaan Proyek Akhir ini.

ix

8.

Teman-teman Jurusan Teknik Elektro Industri khususnya D3 Teknik Elektro Industri A 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu terimakasih atas semua bantuannya selama ini.

9.

Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu hingga terselesaikannya Proyek Akhir ini.

x

DAFTAR ISI

Daftar Isi

Halaman

HALAMAN JUDUL.............................................................................. LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... ABSTRAK ............................................................................................. KATA PENGANTAR ........................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................. DAFTAR ISI .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ............................................................................. DAFTAR TABEL ..................................................................................

i ii iii vii ix xi xv xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Tujuan .............................................................................................. 1.3 Rumusan Masalah ............................................................................ 1.4 Batasan Masalah .............................................................................. 1.5 Metodologi Penelitian ...................................................................... 1.5.1 Studi Literatur ......................................................................... 1.5.2 Perancangan Sistem ................................................................ 1.5.3 Desain dan Pembuatan Hardware ........................................... 1.5.4 Desain dan Pembuatan Software ............................................. 1.5.5 Integrasi dan Pengujian Sistem ............................................... 1.5.6 Pembuatan Laporan Proyek Akhir .......................................... 1.6 Sistematika Pembahasan .................................................................. 1.7 Tinjauan Pustaka ..............................................................................

1 2 3 3 3 4 4 6 7 7 7 7 8

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor DC ........................................................................................ 2.2 Buck Converter ............................................................................... 2.3 Kontrol PI........................................................................................ 2.4 Mikrokontroler STM32F407VG-Discovery ................................... 2.5 Penyearah Gelombang (Rectifier) ...................................................

11 13 16 18 21

xi

2.6 Sensor Kecepatan............................................................................. 2.7 LCD TFT Touchscreen .................................................................... BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN SISTEM 3.1 Blok Diagram Sistem ...................................................................... 3.2 Perencanaan Flowchart Sistem........................................................ 3.3 Penentuan Daya Motor ................................................................... 3.4 Pereduksi Putaran ........................................................................... 3.5 Perancangan Mekanik ..................................................................... 3.6 Buck Converter ............................................................................... 3.7 Desain Induktor Buck Converter .................................................... 3.8 Desain Rangkaian Snubber Buck Converter ................................... 3.9 Rangkaian Gate Driver MOSFET/IGBT ........................................ 3.10 Penyearah Gelombang (Rectifier) .................................................. 3.11 Sensor Kecepatan........................................................................... 3.12 Board Module Mikrokontroler STM32F4-Discovery dan TFT Touchscreen ........................................................................... 3.13 Perencanaan Program Kontrol PI................................................... 3.14 Perencanaan Program PWM dan Pewaktu..................................... BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4.1 Metode Pengujian ............................................................................. 4.2 Pengujian Parsial .............................................................................. 4.2.1 Pengujian Board Module Mikrokontroler STM32F4Discovery dan TFT Touchscreen ............................................. 4.2.2 Pengujian Menu Program LCD TFT Touchscreen .................. 4.2.3 Pengujian Program PWM ........................................................ 4.2.4 Pengujian Program Pewaktu/Timer ......................................... 4.2.5 Pengujian Sensor Kecepatan .................................................... 4.2.6 Pengujian Rangkaian Gate Driver MOSFET/IGBT ................ 4.2.7 Pengujian Rangkain Penyearah (Rectifier) .............................. 4.2.8 Pengujian Rangkaian Buck Converter ..................................... 4.3 Pengujian Integrasi ...........................................................................

xii

24 26

29 30 32 34 35 37 42 43 44 45 49 51 54 55

61 61 62 63 66 68 69 72 73 75 81

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 5.2 Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIODATA PENULIS

xiii

87 88

***Halaman ini sengaja dikosongkan***

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.1 Metodologi Pengerjaan .................................................................. 1.2 Desain Mekanik ............................................................................. 1.3 Blok Diagram Sistem..................................................................... 2.1 Mekanisme Kerja Motor DC Magnet Permanen ........................... 2.2 Topologi Buck Converter .............................................................. 2.3 Keadaan ON (ON State) ................................................................ 2.4 Arus induktor pada Buck Converter .............................................. 2.5 Keadaan OFF (OFF State) ............................................................. 2.6 Diagram blok kontrol PI ................................................................ 2.7 STM32F407VG Discovery............................................................ 2.8 32-Bit multi-AHB bus matrix ........................................................ 2.9 Triple interleaved mode ................................................................. 2.10 Blok Diagram Rectifier .................................................................. 2.11 Penyearah Gelombang Penuh (Bridge Model) .............................. 2.12 Output Penyearah Gelombang Penuh (Bridge Model) .................. 2.13 Penyearah Dilengkapi Filter Kapasitor .......................................... 2.14 Konfigurasi sensor rotary encoder ................................................ 2.15 Bentuk rotary encoder dan piringan .............................................. 2.16 TFT Touchscreen........................................................................... 3.1 Blok Diagram Sistem..................................................................... 3.2 Flowchart Sistem ........................................................................... 3.3 Pereduksi Putaran Motor ke Poros Tabung ................................... 3.4 Desain Mekanik ............................................................................. 3.5 Mekanik yang sudah jadi ............................................................... 3.6 Rangkaian dasar dari Buck Converter .......................................... 3.7 Rangkaian Simulasi Buck Converter ............................................. 3.8 Bentuk gelombang tegangan output .............................................. 3.9 Bentuk gelombang arus output ...................................................... 3.10 Rangkaian Snubber ........................................................................ 3.11 Rangkaian Gate Driver MOSFET ................................................. 3.12 Rangkaian Rectifier ....................................................................... xv

4 5 5 11 13 14 14 15 17 19 20 20 22 22 23 24 25 26 27 29 31 34 36 37 38 40 41 41 43 45 46

3.13 3.14 3.15 3.16 3.17 3.18 3.19 3.20 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20

Gelombang Input Rangkaian Rectifier ........................................... Gelombang Output Rangkaian Rectifier ........................................ Skematik Variable DC Power Suply 1 s/d 15 Volt ........................ Variable DC Power Suply 1 s/d 15 Volt ........................................ IR Speed Sensor Module FC-03 ..................................................... Rangkaian IR Speed Sensor Module type FC-03 ........................... Sensor kecepatan dan piringan berlubang ...................................... Board Module Mikrokontroler STM32F4 Discovery dan TFT Touchscreen ................................................................................... Tampilan Awal ............................................................................... Tampilan Kedua ............................................................................. Tampilan menu pilihan pengaturan kecepatan ............................... Tampilan monitoring manual ......................................................... Tampilan pilihan kapasitas adonan es puter ................................... Tampilan monitoring otomatis ....................................................... Sinyal PWM 40kHz 0.2 V/div, 5µs/div duty cycle = 50% ............ Sinyal PWM 40kHz 0.2 V/div, 5µs/div duty cycle = 20% ............ Pengujian Pewaktu/Timer dengan pembanding Stopwatch Smartphone .................................................................................... Rangkaian sensor kecepatan (rotary encoder) yang terpasang dengan piringan berlubang ............................................................. Rangkaian Debouncing .................................................................. Grafik Perbandingan Pengukuran Tachometer dan Sensor Kecepatan ....................................................................................... Output PWM dari Mikrokontroler STM32F4 Discovery ............... Output PWM dari Rangkaian Gate Driver MOSFET/IGBT .......... Pengujian Rectifier ......................................................................... Grafik Perbandingan Vo(dc) teori dan Vo(dc) praktek Rectifier .......................................................................................... Hasil Pengukuran Tegangan Ouput duty cycle 70% Vin = 140 V.................................................................................... Grafik Perbandingan Vo(dc) teori dan Vo(dc) praktek Buck Converter dengan tegangan input konstan 140 V .......................... Grafik Perbandingan Vo(dc) teori dan Vo(dc) praktek Buck Converter dengan duty cycle konstan 50% .................................... Grafik Perbandingan kecepatan tanpa beban dan berbeban xvi

47 48 48 49 49 50 51 52 63 64 64 64 65 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 78 79 80

1 liter adonan es puter (open loop)................................................. 4.21 Grafik Perbandingan kecepatan sistem close loop dengan PI Controller untuk adonan es puter 1 liter, 2,5 liter dan 5 liter ......... 4.22 Gambar adonan es puter yang sudah membeku .............................

xvii

83 84 85

***Halaman ini sengaja dikosongkan***

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 3.1 3.2 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8

Halaman

Lama Pembuatan dan Kecepatan Es Puter .................................... Daftar I/O Penggunaan Mikrokontroler ......................................... PIN Input LCD TFT Touchscreen ................................................. Konfigurasi Input/Output dan Hasil Tes Mikrokontroler .............. Pengujian Program Pewaktu atau Timer ....................................... Hasil Pengujian Sensor Kecepatan ................................................ Hasil Pengujian Uncontrolled Full Wave Rectifier dengan Beban Lampu Pijar 100 W ............................................................ Hasil Pengujian Buck Converter dengan tegangan input konstan 140 V ................................................................................ Hasil Pengujian Buck Converter dengan duty cycle konstan 50%................................................................................................ Perbandingan waktu tempuh untuk beku terhadap perubahan set point ......................................................................................... Perbandingan kecepatan tanpa beban dan berbeban 1 liter adonan es puter (open loop) ...........................................................

xix

1 52 53 62 68 70 74 76 79 81 82

***Halaman ini sengaja dikosongkan***

xx

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Es Puter adalah salah satu hidangan pencuci mulut dari Indonesia serupa es krim berbahan dasar santan sebagai pengganti susu. Es puter bertekstur kasar dan dibekukan secara tradisional dengan sebuah alat berbentuk tabung berisi adonan es puter yang diputar – putar di dalam wadah lain yang berisi es batu dan garam. 1 Proses pemutaran es puter untuk pedagang usaha kecil hingga saat ini cenderung masih menggunakan cara manual yaitu menggunakan tenaga manusia. Cara ini dinilai masih kurang efisien karena cukup menguras tenaga dan waktu mengingat lama pemutaran es puter hingga membeku berkisar antara ± 2 jam untuk kapasitas adonan es puter 7,5 liter. Tabel 1.1 Lama pembuatan dan kecepatan es puter2

Tanggal

Lama Pembuatan

Kecepatan

06-12-2014

2 jam 5 menit

10 hingga 50 rpm

27-12-2014

2 jam 15 menit

10 hingga 50 rpm

03-01-2015

1 jam 45 menit

10 hingga 50 rpm

17-01-2015

2 jam 11 menit

10 hingga 50 rpm

17-01-2015

1 jam 59 menit

10 hingga 50 rpm

Pada Tabel 1.1 tentang lama pembuatan dan kecepatan es puter dapat kita amati bahwa kecepatan putaran saat proses pembuatan es puter secara manual sangat bervariasi. Hal ini disebabkan karena beban pemutaran saat proses pembuatan es puter secara manual juga bervariasi sehingga pada beberapa kondisi kecepatan pemutaran es puter akan sangat pelan dan dapat juga sangat cepat yang berkisar antara 10 hingga 50 rpm. Sebagai contoh yaitu saat kondisi awal, pada kondisi ini beban putaran sangat berat karena es batu yang berhubungan langsung dengan tabung es puter masih sangat keras sehingga menimbulkan gaya gesekan yang menahan putaran tabung es puter. Begitu juga saat adonan es puter akan membeku beban putaran juga cukup berat, padahal tenaga atau stamina sudah cukup terkuras selama lebih dari 1,5 jam, sehingga 1 2

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Es_puter Sumber : Usaha rumahan es puter “Afdhol Alang – Alang” Jl. Rungkut Alang – Alang No.147 Surabaya, 2014

1

2

kecepatan pemutaran es puter akan sangat pelan yaitu sekitar 10 hingga 20 rpm. Selain itu, setiap satu jam diperlukan penambahan es batu dan garam karena es batu telah meleleh hampir ¼ bagian dari wadah penampungan sehingga hal tersebut dirasa kurang praktis dan efisien. Proyek tugas akhir ini adalah membuat suatu rancangan alat pemutar es puter secara otomatis yang ukurannya didesain sesuai dengan kebutuhan pedagang usaha kecil dengan kapasitas adonan es puter 5 liter. Alat pemutarnya memanfaatkan tenaga dari motor DC. Pengguna juga dapat memilih berapa liter kapasitas es puter yang akan dibuat melalui input dari LCD TFT Touchscreen. Perubahan kecepatan motor yang kurang stabil akibat beban putaran yang berubah-ubah akan diperkecil sesuai set point yang ditentukan. Set point kecepatan yang diberikan juga dibuat lebih cepat dari proses pembuatan secara manual untuk diharapkan es puter akan lebih cepat membeku, sehingga waktu pembuatan es puter dapat dibuat lebih cepat dari proses pembuatan secara manual dan lama waktu pembuatannya menjadi lebih stabil. Pengaturan tegangan input dari motor DC menggunakan DC-DC Converter jenis buck converter. Metode pengaturan kecepatan yang digunakan agar kecepatan motor DC dapat dijaga konstan sesuai set point yaitu metode kontrol PI (Proportional Integral). Buck converter yang digunakan sebagai driver motor DC akan dikontrol meggunakan metode kontrol PI melalui mikrokontroler STM32F407-Discovery. Sensor kecepatan akan memberikan umpan balik present value kecepatan ke mikrokontroler STM32F407-Discovery melalui pin external interrupt untuk digunakan sebagai penentuan besar duty cycle yang akan digunakan sebagai penyulutan switching ke buck converter. 1.2

TUJUAN Tujuan dari proyek akhir ini adalah merancang dan membuat alat pemutar es puter secara otomatis berbasis mikrokontroler yang digerakkan oleh motor DC. Perubahan kecepatan putaran motor DC yang tidak stabil akan diminimalisir meskipun beban putaran berubah – ubah. Selain itu kecepatan putaran juga dibuat lebih cepat daripada kecepatan putar dengan proses pembuatan secara manual agar adonan es puter bisa lebih cepat membeku.

3

1.3

RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang ada pada Proyek Akhir ini adalah : 1. 2.

3.

1.4

BATASAN MASALAH Batasan permasalahan pada proyek akhir ini adalah : 1. 2. 3. 4. 5.

6.

1.5

Bagaimana menentukan set point kecepatan yang tepat agar proses pembuatan es puter menjadi lebih cepat ? Bagaimana cara mengatur kecepatan motor DC menggunakan kontrol PI agar perubahan kecepatan motor akibat beban putaran yang berubah-ubah dapat diminimalisir pada set point yang diberikan ? Bagaimana mendesain alat pemutar es puter yang beroperasi secara otomatis ?

Jenis motor yang digunakan sebagai pemutar tabung es puter adalah motor DC magnet permanen. Kapasitas penampungan maksimal es puter 5 liter. Buck converter difungsikan sebagai driver motor DC, yaitu digunakan untuk mengatur tegangan input dari motor. Metode yang digunakan untuk mencari konstanta proporsional dan konstanta integral pada kontrol PI adalah trial and error. Seluruh bahan es puter berupa komposisi adonan, komposisi es batu dan garam adalah barang jadi yang didapatkan pada penjual es puter. Ketentuan kapasitas es puter yang bisa dipilih yaitu 1 liter, 2.5 liter dan 5 liter.

METODOLOGI PENELITIAN Prosedur yang dilakukan untuk menyelesaikan proyek akhir ini dapat dijelaskan pada Gambar 1.1 tentang metodologi pengerjaan. Metodologi pengerjaan tersebut terdiri dari studi literature, perencanaan hardware dan perencanaan software, integrasi dan pengujian sistem, analisa, kesimpulan dan yang terakhir yaitu pembuatan laporan proyek akhir.

4

Gambar 1.1 Metodologi Pengerjaan

1.5.1 Studi Literatur Pengambilan dan pengumpulan data - data serta dasar teori yang digunakan sebagai acuan dalam penyelesaian proyek akhir ini sebagai pendukung pembuatan modul dan software. 1.5.2 Perancangan Sistem Berikut adalah rancangan sistem yang meliputi blok diagram sistem dan desain alat yang dapat digunakan untuk memperjelas cara kerja dari proyek akhir yang akan dibuat. Gambar 1.2 merupakan Gambar desain mekanik dari sistem yang akan dibuat.

5

Gambar 1.2 Desain Mekanik

Gambar 1.3 Blok diagram sistem

Dari blok diagram sistem pada Gambar 1.3 dijelaskan bahwa sumber utama dari sistem berasal dari jala – jala 220 volt yang kemudian diturunkan menggunakan Trafo Step Down menjadi 110 volt. Kemudian dirubah tegangannya dari AC menjadi DC menggunakan Single Phase Uncontrolled Full Bridge Rectifier dengan filter C. Keluaran dari rectifier tersebut menjadi inputan dari DC-DC Converter jenis Buck Converter, dimana besar tegangan output dari Buck Converter berkisar antara 0 – 90 volt. Nilai tegangan output Buck Converter tergantung dari besar dutty

6

cycle yang diberikan. Output dari Buck Converter akan menjadi input dari motor DC, sehingga dengan supply tegangan tersebut motor dapat berputar untuk digunakan sebagai penggerak tabung es puter. Pada motor juga diberi suatu sensor kecepatan yang berfungsi untuk memberikan feedback dari kecepatan motor DC kepada mikrokontroler STM32F4-Discovery. Nilai feedback tersebut akan digunakan sebagai acuan penentuan nilai dutty cycle yang dihitung berdasarkan metode kontrol PI. Hasil dari perhitungan PI yaitu berupa dutty cycle yang dikeluarkan melalui PWM mikrokontroler STM32F4Discovery dan menjadi pengatur switching dari Buck Converter. Terdapat juga LCD TFT Touchscreen yang berfungsi sebagai input pilihan kapasitas es puter dan button Start/Stop sistem serta memonitor kecepatan motor dan sisa waktu timer. 1.5.3 Desain dan Pembuatan Hardware Pada tahap ini merupakan tahap perancangan perangkat keras (hardware) diantaranya meliputi : 





  

Rangkaian Penyearah (Rectifier) Rangkaian ini digunakan untuk menyearahkan tegangan AC menjadi DC. Rangkaian Buck Converter Rangkaian ini digunakan untuk sistem switching agar tegangan output dapat dirubah dengan mengatur duty cycle nya. Terdiri dari mosfet, dioda, kapasitor dan induktor. Modul STM32F4 dan LCD Touchscreen Modul STM32F4 dan LCD Touchscreen ini akan digunakan untuk kontrol sistem buck converter, input/output, Timer, Interrupt dan PWM. Gate driver MOSFET Rangkaian ini digunakan untuk driver dari MOSFET buck converter, terdiri dari optocoupler dan totempole. Rangkaian Relay Rangkaian ini digunakan untuk switch on/off sumber pln ke sistem dan sebaliknya. Rangkaian power supply Mikrokontroler Rangkaian ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan daya dari mikrokontroler STM32F4 Discovery dan LCD Touchscreen. Output dari rangkaian power supply ini bernilai 5 Volt.

7

1.5.4 Desain dan Pembuatan Software Pada tahap ini merupakan tahap perancangan perangkat lunak diantaranyan meliputi :  Program sistem feedback kecepatan motor meliputi program sensor kecepatan yaitu membaca nilai pulsa yang terbaca sensor melalui external interrupt pada mikrokontroler.  Program sistem kontrol meliputi program pengaturan duty cycle dari pwm secara otomatis oleh program kontrol PI.  Program pewaktu atau timer yang digunakan untuk menentukan kapan sistem akan berhenti beroperasi. 1.5.5 Integrasi dan Pengujian Sistem Setelah dilakukan perancangan dan penentuan parameter Kp dan Ki dari metode kontrol PI kemudian dilakukan beberapa pengujian pada sistem, sehingga akan diperoleh data – data hasil kinerja sistem yang dapat dilihat melalui respon dari motor seperti rise time, settling time, maximum overshoot, delay time dan peak time. Data – data tersebut akan menjadi hasil penelitian yang kemudian akan dilakukan analisa. 1.5.6 Pembuatan Laporan Proyek Akhir Setelah melakukan tahapan – tahapan yang telah dijelaskan hingga tahapan analisa dan kesimpulan serta tujuan dari Proyek akhir ini dapat diselesaikan dengan baik maka dilakukan pembuatan laporan Proyek Akhir.Diharapkan penulisan laporan tersebut dapat bermanfaat sebagai bahan acuan didalam pembuatan alat serupa pada waktu yang akan datang. 1.6

SISTEMATIKA PEMBAHASAN Sistematika pembahasan dalam penyusunan laporan proyek akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Pada Bab I berisikan latar belakang pembuatan alat pada proyek akhir, tujuan yang ingin dicapai, rumusan masalah dan batasan masalah pada proyek akhir, metodologi penelitian, serta sistematika pembahasan. BAB II : LANDASAN TEORI Pada Bab II terdiri dari teori dasar, literatur-literatur, serta referensi yang berguna sebagai acuan dan landasan dalam perencanaan dan pembuatan proyek akhir ini.

8

BAB III : PERENCANAAN DAN PEMBUATAN SISTEM Pada Bab III dilakukan suatu perencanaan dan pembuatan dari mekanik, perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). BAB IV : PENGUJIAN DAN ANALISA Pada Bab IV berisikan data - data pengujian dan analisa hasil yang diperoleh dari pengujian bagian per parsial dari sistem dan integrasi seluruh sistem. BAB V : PENUTUP Pada Bab V berisikan kesimpulan dan juga saran serta masukan setelah melihat analisa dari pengerjaan proyek akhir. 1.7

TINJAUAN PUSTAKA Berikut ini adalah beberapa penilitian yang pernah dilakukan terkait dengan proyek akhir yang akan dibuat, yang mana akan digunakan sebagai acuan. a.

Dalam Tugas akhir “Rancang Bangun Penggerak Motor DC Magnet Permanen Untuk Modul Instrumentasi dan Sistem Kendali” yang ditulis oleh Tri Ekayani, mahasiswi D3 Program Studi Teknik Listrik Politeknik Negeri Bandung, membahas tentang pengaturan kecepatan pada motor DC dengan menggunakan teknik pengaturan lebar pulsa (PWM) menggunakan IC SG3525. Sistem pengaturan kecepatan motor diatur dengan driver motor. Driver motor DC ini dapat diintegrasikan dengan rangkaian PID, sehingga dirancang pula sensor kecepatan putaran yang berfungsi sebagai enkoder, sensor ini menghasilkan keluaran frekuensi yang diubah menjadi tegangan. Tegangan keluaran dari enkoder tersebut digunakan sebagai umpan balik kemudian dibandingkan dengan tegangan set point jika terdapat error maka rangkaian PID akan mengatasinya.

b.

Dalam Skripsi “Perancangan Ulang Alat Mesin Pembuat Es Puter Berdasarkan Aspek Ergonomi” yang ditulis oleh Adhi Dwi Arta, mahasiswa S1 Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta, membahas tentang pembuatan alat es puter menggunakan motor induksi satu fasa 1400 rpm, 0,25 HP yang kemudian kecepatan motor direduksi dengan perbandingan 1:30

9

sehingga kecepatan motor menjadi 70 rpm. Sistem alat tersebut adalah open loop sehingga untuk kestabilan putaran motor tidak diperhitungkan. Selain itu sistem masih menggunakan ON/OFF manual menggunakan saklar. c.

Dalam Jurnal Ilmiah “Rancang Bangun Mesin Pembuat Es Puter dengan Pengaduk dan Penggerak Motor Listrik” yang disusun oleh Suyadi, Sunarto, dan Faqihuddin Nur Rachman, mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang, membahas tentang perancangan alat pembuat Es Puter dari bahan baku adonan hingga menjadi Es Puter (es krim) dimana mesin pembuat es puter tersebut mampu menghasilkan rata-rata 7,5 Kg/ Jam dengan pengaduk dan penggerak Motor Listrik AC 0,5 HP yang putarannya ditransmisikan ke reducer dengan pulley dan sabuk sebagai penghubung transmisinya. Sistem yang digunakan menggunakan sistem open loop tanpa kontrol.

10

***Halaman ini sengaja dikosongkan***

BAB II LANDASAN TEORI

2.1

MOTOR DC Motor DC adalah piranti elektronik yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik berupa gerak rotasi. Pada motor DC terdapat jangkar dengan satu atau lebih kumparan terpisah. Tiap kumparan berujung pada cincin belah (komutator). Dengan adanya insulator antara komutator, cincin belah dapat berperan sebagai saklar kutub ganda (double pole, double throw switch). Motor DC bekerja berdasarkan prinsip gaya Lorentz, yang menyatakan ketika sebuah konduktor beraliran arus diletakkan dalam medan magnet, maka sebuah gaya (yang dikenal dengan gaya Lorentz) akan tercipta secara ortogonal diantara arah medan magnet dan arah aliran arus. Mekanisme ini diperlihatkan pada Gambar 2.1 tentang mekanisme kerja motor DC magnet permanen.1

Gambar 2.1 Mekanisme Kerja Motor DC Magnet Permanen

Dari Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa motor DC jenis ini memiliki dua buah magnet permanen sehingga timbul medan magnet di antara kedua magnet tersebut. Di dalam medan magnet inilah jangkar/rotor berputar. Jangkar yang terletak di tengah motor memiliki jumlah kutub yang ganjil dan pada setiap kutubnya terdapat lilitan. Lilitan ini terhubung ke area kontak yang disebut komutator. Sikat (brushes) yang terhubung ke kutub positif dan negatif motor memberikan daya ke lilitan sedemikian rupa sehingga kutub yang satu 1

Fahmizal, “Teori Motor DC”, 2011

11

12

akan ditolak oleh magnet permanen yang berada di dekatnya, sedangkan lilitan lain akan ditarik ke magnet permanen yang lain sehingga menyebabkan jangkar berputar. Ketika jangkar berputar, komutator mengubah lilitan yang mendapat pengaruh polaritas medan magnet sehingga jangkar akan terus berputar selama kutub positif dan negatif motor diberi daya.2 Kecepatan putar motor DC (N) dirumuskan dengan persamaan berikut. N=

𝑉𝑡𝑚−𝐼𝑎.𝑅𝑎 𝐾

(2.1)

Keterangan : N = Kecepatan Vtm = Tegangan terminal Ra = Tahanan Jangkar Ia = Arus jangkar K = konstanta motor Ф = Fluks magnet Pengendalian kecepatan putar motor DC dapat dilakukan dengan mengatur besar tegangan terminal motor VTM. Metode lain yang biasa digunakan untuk mengendalikan kecepatan motor DC adalah dengan teknik modulasi lebar pulsa atau Pulse Width Modulation (PWM). Terdapat tiga – tipe magnet yang biasa dipergunakan sebagai bahan magnet permanen yaitu alnico magnet, ferrite magnet dan rare earth magnet. Untuk penjelasan dari tipe – tipe magnet tersebut adalah sebagai berikut :  Alnico magnet (terbuat dari paduan/alloy logam besi) yang memiliki fluks magnetik yang tinggi (high-fluks magnet) tetapi sifat magnetnya bisa hilang  Ferrite memiliki fluks magnetik yang lebih kecil tetapi memiliki daya tahan terhadap demagnetisasi  Rare-earth magnet (magnet tanah jarang) terbuat dari bahan samarium-cobalt atau neodynium-cobalt. Jenis terakhir ini menggabungkan keunggulan dari kedua jenis pertamanya yaitu memiliki fluks magnetik yang tinggi dan tahan terhadap demagnetisasi. 3

2

3

Ibid Yayan Hendrian, “Motor DC dan Aplikasinya”, 2013

13

2.2

BUCK CONVERTER Buck converter adalah salah satu topologi DC-DC konverter yang digunakan untuk menurunkan tegangan DC. Prinsip kerja rangkaian ini adalah dengan kendali pensaklaran. Komponen utama pada topologi buck adalah penyaklar, dioda freewheel, induktor, dan kapasitor. Pada Gambar 2.2 ditunjukkan topologi buck converter yang masih dasar dengan nilai komponen yang belum diketahui.

Gambar 2.2 Topologi Buck Converter

Penyaklar dapat berupa transistor, MOSFET atau IGBT. Kondisi saklar terbuka dan tertutup ditentukan oleh isyarat PWM. Pada saat saklar terhubung, maka induktor, kapasitor, dan beban akan terhubung dengan sumber tegangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Kondisi semacam ini disebut dengan keadaan ON (ON state). Pada kondisi ON state ini dioda berada pada kondisi reverse bias. Saat kondisi ON maka dioda akan reverse bias. Sedangkan saat saklar terbuka maka seluruh komponen tadi akan terisolasi dari sumber tegangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Keadaan ini disebut dengan kondisi OFF (OFF state). Saat kondisi OFF ini dioda menyediakan jalur untuk arus induktor sehingga saat saklar OFF tetap ada tegangan output yang didapat dari arus induktor. Buck converter disebut juga step down converter karena nilai tegangan keluaran selalu lebih kecil dari inputnya. Nilai tegangan output maksimal yang dapat dihasilkan yaitu setara dari tegangan inputnya Berikut ini adalah penjelasan mengenai kedua kondisi pada buck converter. 4

4

Sumber : http://dokumen.tips/documents/elda-buck-pengatur-tegangan.html (diakses pada 11 November 2014)

14

Gambar 2.3 Keadaan ON (ON State)

Pada saat kondisi ON (ON state) maka rangkaian buck converter akan nampak seperti Gambar 2.3 dan dioda akan reverse bias. Dengan demikian maka tegangan pada induktor dapat ditunjukkan pada persamaan 2.2 berikut. 𝑉𝐿 = 𝑉𝑠 − 𝑉𝑜 = 𝐿

𝑑𝑖𝐿

(2.2)

𝑑𝑡

Sehingga diperoleh persamaan 2.3 berikut. 𝑑𝑖𝐿 𝑑𝑡

=

(𝑉𝑠 −𝑉𝑜 )

(2.3)

𝐿

Selama nilai turunan dari arus adalah konstanta positif, maka arus akan bertambah secara linear seperti yang digambarkan pada Gambar 2.4 selama selang waktu 0 sampai dengan DT. Perubahan pada arus selama kondisi ON dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4 berikut. 𝑑𝑖𝐿 𝑑𝑡

=

∆𝑖𝐿 ∆𝑡

=

∆𝑖𝐿 𝐷𝑇

∆𝑖𝐿 𝑐𝑙𝑜𝑠𝑒𝑑 =

=

(𝑉𝑠 −𝑉𝑜 )

𝐿 (𝑉𝑠 −𝑉𝑜 ) 𝐿

𝐷𝑇

(2.4)

Gambar 2.4 Arus induktor pada buck converter

Pada saat kondisi OFF atau saklar terbuka, maka dioda menjadi forward bias untuk menghantarkan arus induktor, dan rangkaian buck converter akan nampak seperti pada Gambar 2.5. Tegangan pada

15

induktor saat saklar terbuka ditunjukkan pada persamaan 2.5 dibawah ini. 𝑉𝐿 = −𝑉𝑜 = 𝐿

𝑑𝑖𝐿

(2.5)

𝑑𝑡

Sehingga diperoleh persamaan 2.6. 𝑑𝑖𝐿 𝑑𝑡

=−

𝑉𝑜

(2.6)

𝐿

Turunan dari arus di induktor adalah konstanta negatif, dan arus berkurang secara linear, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 pada ruas (1-D)T. Perubahan pada arus induktor ketika saklar terbuka dapat dijabarkan melalui persamaan 2.7 berikut. 𝑑𝑖𝐿 ∆𝑖𝐿 ∆𝑖𝐿 𝑉𝑜 = = =− 𝑑𝑡 ∆𝑡 (1 − 𝐷)𝑇 𝐿 𝑉 ∆𝑖𝐿 𝑜𝑝𝑒𝑛 = − 𝑜 (1 − 𝐷)𝑇 𝐿

(2.7)

Gambar 2.5 Keadaan OFF (OFF State)

Operasi keadaan tunak (steady state) terpenuhi jika arus pada induktor pada akhir siklus penyaklaran adalah sama dengan saat awal penyaklaran, artinya perubahan pada arus induktor selama satu periode adalah nol. Hal ini berarti. (∆iL) closed + (∆iL) open = 0

(2.8)

Berdasarkan persamaan 2.8 tentang (∆iL) closed dan (∆iL) open diperoleh persamaan 2.9. 𝑉𝑠−𝑉𝑜 𝐿

𝐷𝑇 −

𝑉𝑜 𝐿

(1 − 𝐷)𝑇 = 0

(2.9)

16

Dengan menyelesaikan Vo diperoleh hubungan persamaan berikut. 𝑉𝑜 = 𝑉𝑠. 𝐷

(2.10)

Dengan cara yang sama apabila dihitung nilai dari integral keluaran selama 1 periode maka hasilnya dapat ditunjukkan pada persamaan 2.11 berikut. 1 𝑇 1 𝑇 1 𝐷𝑇 ∫ 𝑣𝑜(𝑡)𝑑𝑡 = 𝑇 ∫𝐷𝑇 𝑣𝑠(𝑡)𝑑𝑡 + 𝑇 ∫0 0 𝑇 0 1 𝑇 1 ∫ 𝑣𝑠(𝑡)𝑑𝑡 = 𝑇 𝑉𝑠(𝑇 − 𝐷𝑇) = 𝑉𝑠. 𝐷 𝑇 𝐷𝑇

𝑑𝑡 (2.11)

untuk 0 ≤ 𝐷 ≤ 1 Berdasarkan pada persamaan diatas karena nilai tegangan keluaran buck converter sebanding dengan nilai duty cycle, maka untuk memperoleh nilai keluaran tegangan yang bervariasi, caranya adalah dengan mengubah nilai duty cycle nya. 2.3

KONTROL PI Suatu pengontrol proporsional yang memberikan aksi kontrol proporsional dengan error akan mengakibatkan efek pada pengurangan rise time dan menimbulkan kesalahan keadaan tunak (offset). Suatu pengontrol integral yang memberikan aksi kontrol sebanding dengan jumlah kesalahan akan mengakibatkan efek yang baik dalam mengurangi kesalahan keadaan tunak tetapi dapat mengakibatkan respon transien yang memburuk.5 Gabungan aksi kontrol proporsional dan aksi kontrol integral membentuk aksi kontrol proporsional plus integral (PI controller). Gabungan aksi ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan masing-masing penyusunnya. Keunggulan utamanya adalah diperolehnya keuntungan dari masing-masing aksi kontrol dan kekurangan aksi kontrol yang satu dapat diatasi. Dengan kata lain elemen-elemen controller P dan I secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem dan menghilangkan offset. Dalam waktu kontinyu, sinyal keluaran pengendali PI dapat dirumuskan pada persamaan 2.12 berikut. 𝐶𝑜 = 𝐾𝑝 (𝑒(𝑡) +

1 𝑡 ∫ 𝑒(𝑡) 𝑇𝑖 0

𝑑𝑡)

(2.12)

Mustaghfiri Asror, “Pengendalian PH Dalam Bejana Defecator Pada Proses Pemurnian Nira (Gula) Dengan Kontrol Proporsional – Integral”, 2012, hal 1 5

17

Dimana, Co = sinyal keluaran kontrol PI Kp = konstanta proporsional Ti = waktu integral e(t) = sinyal kesalahan

Gambar 2.6 Diagram blok kontrol PI

Pada Gambar 2.6 ditunjukkan diagram blok kontrol PI yang masih dasar. Pengolahan parameter-parameter PI menjadi konstantakonstanta pengendalian secara diskrit sesuai dengan penjelasan perhitungan berikut. Berdasarkan persamaan sinyal keluaran pengendali PI dengan menggunakan Transformasi Laplace, didapatkan persamaan PI dalam kawasan S sebagaimana persamaan 2.13.6 𝐾𝑝 𝐸(𝑠) 𝑇𝑖 𝑠 𝐾𝑝 𝐾𝑝 𝑠𝐸(𝑠) + 𝐸(𝑠) 𝑇𝑖 𝑐𝑜(𝑠) = 𝑠 𝐾 𝑠𝑐𝑜(𝑠) = 𝐾𝑝 𝑠𝐸(𝑠) + 𝑝 𝐸(𝑠) 𝑐𝑜(𝑠) = 𝐾𝑝 𝐸(𝑠) +

𝑇𝑖

(2.13)

Pada persamaan 2.13 jika diubah kembali ke kawasan waktu, sehingga didapatkan persamaan 2.14. 𝑑𝑐𝑜(𝑡) 𝑑𝑡

= 𝐾𝑝

𝑑𝑒(𝑡) 𝑑𝑡

+

𝐾𝑝 𝑇𝑖

𝑒(𝑡)

(2.14)

Dan jika diubah ke dalam bentuk diskrit, digunakan persamaan backward difference, di mana hasilnya menjadi persamaan 2.15.

Andyka Bangun Wicaksono, “Filter Aktif Shunt 3 Phase Berbasis Artificial Neural Network (ANN) Untuk Mengkompensasi Harmonisa Pada Sistem Distribusi 220/380 Volt”, 2014, hal 4 6

18 𝑑𝑐𝑜(𝑡) 𝑐𝑜(𝑘)−𝑐𝑜(𝑘−1) = dan 𝑑𝑡 𝑇 𝑑 2 𝑐𝑜(𝑡) 𝑐𝑜(𝑘)−2𝑐𝑜(𝑘−1)+𝑐𝑜(𝑘−2) = 𝑑𝑡 2 𝑇2

(2.15)

Sehingga persamaan 2.15 diatas menjadi persamaan 2.16. 𝐾𝑝 𝑐𝑜(𝑘) − 𝑐𝑜(𝑘 − 1) 𝑒(𝑘) − 𝑒(𝑘 − 1) = 𝐾𝑝 [ ]+ 𝑒(𝑘) 𝑇 𝑇 𝑇𝑖 𝐾𝑝 𝑇 𝑐𝑜(𝑘) − 𝑐𝑜(𝑘 − 1) = 𝐾𝑝 [𝑒(𝑘) − 𝑒(𝑘 − 1)] + 𝑒(𝑘) 𝑇𝑖 𝐾𝑝 𝑇 𝑐𝑜(𝑘) = 𝑐𝑜(𝑘 − 1) + [𝐾𝑝 + ] 𝑒(𝑘) − [𝐾𝑝 ]𝑒(𝑘 − 1) 𝑇𝑖

(2.16)

Persamaan 2.16 tersebut menunjukkan persamaan pengendali PI dalam bentuk diskrit. Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa pengendali PI menggunakan konstanta-konstanta pengendalian yang ditunjukkan pada persamaan 2.17 berikut. 𝑐𝑜(𝑘) = 𝑐𝑜(𝑘 − 1) + 𝐾2 𝑒(𝑘) − 𝐾3 𝑒(𝑘 − 1)

(2.17)

Dengan persamaan untuk K2 dijabarkan pada persamaan 2.18 berikut. 𝐾2 = (𝐾𝑝 + 𝐾𝑖 ) => 𝐾𝑖 =

𝐾𝑝 𝑇 𝑇𝑖

, 𝐾3= 𝐾𝑝

(2.18)

Penalaan pada pengontrol PI adalah penentuan besaran penguatan-penguatan P dan I sehingga diperoleh karakteristik sistem yang baik. Ada beberapa cara penalaan kontroler PI diantaranya yaitu metode relay feedback Ziegler-Nichols, manual (hand-tuning/trialerror), metode analitik dengan optimasi, penempatan pole (pole placement), atau swatala (auto tuning).7 2.4

MIKROKONTROLER STM32F4-DISCOVERY Mikrokontroler adalah sebuah sistem komputer fungsional dalam sebuah chip. Di dalamnya terkandung sebuah inti prosesor, memori (sejumlah kecil RAM, memori program, atau keduanya), dan perlengkapan input output. Dengan kata lain, mikrokontroler adalah suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan dan keluaran serta kendali dengan program yang bisa ditulis dan dihapus dengan cara

7

Ibid, hal 5

19

khusus, cara kerja mikrokontroler sebenarnya membaca dan menulis data.8

Gambar 2.7 STM32F407VG Discovery

Gambar 2.7 adalah Gambar dari mikrokontroler STM32F407VG Discovery yang tampak dari bagian atas. STM32F407VG adalah mikrokontroler 32Bit Buatan STMicroelectronic dengan processor berbasis ARM CORTEX-M4F bekerja pada frekuensi 168Mhz, yang dilengkapi dengan instruksi Digital Signal Processing (DSP) dan Hardware Floating Point(FPU). Sehingga dengan kombinasi processor 32bit 168Mhz, DSP dan FPU mampu menawarkan kecepatan komputasi yang tinggi secara simultan seperti implementasi Real Time Operating System (RTOS). Jumlah PORT yang ada pada mikrokontroler ini juga sangat banyak hingga 100 PORT. Fasilitas seperti timer, uart, adc, external interrupt ada pada STM32F407VG ini dengan resulusi yang cukup tinggi hingga 32bit. Bahkan didalam mikrokontroler ini sudah include fitur DAC internal dan RTC. STM32F407VG mempunyai sistem arsitektur yang canggih dimana setiap pheripheral terhubung pada multilayer bus matrix seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8 tentang sistem 32-Bit multi AHB bus matrix.

Bernike Natalia Ginting, “Penggerak Antena Modem USB Tiga Dimensi Berbasis Mikrokomputer Menggunakan Arduino Uno”, 2012 8

20

Gambar 2.8 32-Bit multi-AHB bus matrix

STM32F407 Mempunyai tiga buah ADC dengan resolusi 12bit pada kecepatan 2.4 MSPS (Mega Sampling Per Second), pada Mode Triple Interleave kecepatan sampling dapat mencapai 7.2 MSPS. Mode Triple Interleaved ditunjukkan pada Gambar 2.9. Hardware Timer pada mikrokontroler STM32F407VG sudah mendukung fungsi Power Stage Controller(PSC) yang dapat menghasilkan Complementary Signals pada output PWM. Pada hardware timer juga sudah terdapat antarmuka untuk Hall Sensor dan Incremental Encorder. 9

Gambar 2.9 Triple interleaved mode

Beberapa fitur yang disediakan oleh prosessor ini adalah sebagai berikut: Memori  Memori flash sampai 1Mb. 9

Sumber : https://budiprastyo.wordpress.com/2014/04/17/stm32f4discovery/ (diakses pada 11 November 2014)

21



SRAM sampai 192+4 Kbyte termasuk 64 Kbyte didalam CCM (Core Coupled Memory) data RAM.  Flexyble static memory controller yang mendukung Compact flash, SRAM, PSRAM, memori NOR dan memori NAND. Daya rendah  Sleep, stop dan mode stand by.  VBAT supply untuk RTC, 20×32 bit backup registers + optional 4 KB backup SRAM. 2.5

PENYEARAH GELOMBANG (RECTIFIER) Penyearah gelombang (rectifier) adalah bagian dari power supply atau catu daya yang berfungsi untuk mengubah sinyal tegangan AC (Alternating Current) menjadi tegangan DC (Direct Current). Komponen utama dalam penyearah gelombang adalah diode yang dikonfiguarsikan secara forward bias. Dalam sebuah power supply tegangan rendah, sebelum tegangan AC tersebut di ubah menjadi tegangan DC maka tegangan AC tersebut perlu di turunkan menggunakan transformator stepdown. Penyearah sendiri juga terdapat tipe tak terkontrol dan terkontrol. Yang membedakan antara keduanya adalah komponen penyearah yang digunakan. Penyearah tak terkontrol menggunakan komponen penyearah dioda sedangkan penyearah terkontrol menggunakan komponen penyearah seperti thyristor atau SCR (Silicon Controlled Rectifier). Penyearah gelombang tak terkontrol (rectifier) dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan tegangan AC input nya yaitu penyeaarah satu fasa dan penyearah tiga fasa. Berdasarkan bentuk gelombang outputnya, penyearah gelombang tak terkontrol (rectifier) dibedakan menjadi 2 jenis juga yaitu penyearah setengah gelombang dan penyearah gelombang penuh. Sedangkan untuk penyearah gelombang penuh dibedakan menjadi penyearah gelombang penuh dengan center tap (CT) dan penyearah gelombang penuh dengan menggunakan bride diode. Ada 3 bagian utama dalam penyearah gelombang tak terkontrol pada suatu power supply yaitu, penurun tegangan (transformer), penyearah gelombang atau rectifier (diode) dan filter (kapasitor) yang digambarkan dalam Gambar 2.10 tentang blok diagram rectifier.10

10

Sumber : http://www.slideshare.net/ainunnazar/laporan-power-supply-42980215 (diakses pada 28 November 2014)

22 AC INPUT

TRANSFORMER

RECTIFIER

FILTER

DC OUTPUT Gambar 2.10 Blok Diagram Rectifier

Penyearah Gelombang Penuh (Full wave Rectifier) Penyearah gelombang penuh dapat dibuat dengan 2 macam yaitu, menggunakan 4 diode dan 2 diode. Untuk membuat penyearah gelombang penuh dengan 4 diode digunakan transformator non-CT seperti terlihat pada Gambar 2.11. Penyearah gelombang penuh dengan 4 diode tersebut biasa juga disebut dengan penyearah gelombang penuh tipe bridge (Bridge Model).

Gambar 2.11 Penyearah Gelombang Penuh (Bridge Model)

Prinsip kerja dari rangkaian penyearah gelombang penuh dengan 4 diode yang ditunjukkan pada Gambar 2.11 dimulai pada saat output

23

transformator memberikan level tegangan sisi positif, maka D1, D4 pada posisi forward bias dan D2, D3 pada posisi reverse bias sehingga level tegangan sisi puncak positif tersebut akan di leawatkan melalui D1 ke D4. Kemudian pada saat output transformator memberikan level tegangan sisi puncak negatif maka D2, D4 pada posisi forward bias dan D1, D2 pada posisi reverse bias sehingan level tegangan sisi negatif tersebut dialirkan melalui D2, D4. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.12 tentang bentuk gelombang output penyearah gelombang penuh (bridge model). 11

Gambar 2.12 Output Penyearah Gelombang Penuh (Bridge Model)

Dari Gambar 2.12 terlihat bahwa tegangan output dari penyearah gelombang penuh mirip dengan tegangan input AC nya, tetapi saat masuk fase negatif, tegangan output yang dihasilkan tetap positif. Hal tersebut diakibatkan dari pengaruh dioda D2 dan D4 yang bekerja saat berada pada fase negatif. Agar tegangan penyearahan gelombang AC lebih rata dan menjadi tegangan DC yang lebih sempurna maka dipasang filter kapasitor pada bagian output rangkaian penyearah (rectifier) seperti terlihat pada Gambar 2.13. Semakin besar nilai kapasitor yang terpasang maka nilai ripple tegangan yang dihasilkan juga semakin kecil dan tegangan outputnya akan semakin mendekati nilai Vpeak dari rangkaian.

11

Sumber : http://elektronika-dasar.web.id/teori-elektronika/konsep-dasar-penyearah-gelombang-rectifier/ (diakses pada 28 November 2014)

24

Gambar 2.13 Penyearah Dilengkapi Filter Kapasitor

Fungsi kapasitor pada rangkaian yang ditunjukkan pada Gambar 2.13 digunakan untuk menekan ripple yang terjadi dari proses penyearahan gelombang AC. Setelah dipasang filter kapasitor maka output dari rangkaian penyearah gelombang penuh ini akan menjadi tegangan DC (Direct Current) yang dapat diformulasikan sebagaimana persamaan 2.19 berikut. Vdc = Vmax(in) – (

∆Vo 2

)

(2.19)

Dimana nilai ∆Vo dapat dihitung menggunakan rumus 2.20 dibawah ini. 𝑉𝑚𝑎𝑥(𝑖𝑛)

∆Vo = (

2.6

2𝑓𝑅𝐶

)

(2.20)

SENSOR KECEPATAN Sensor kecepatan menggunakan pulsa dari LED infrared atau yang biasa disebut rotary encoder memiliki makna yaitu peralatan elektromekanik yang dapat memonitor gerakan dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk menghasilkan serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi. Sehingga posisi sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi berupa kode digital oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian

25

kendali. rotary encoder umumnya digunakan pada pengendalian robot, motor drive, dan sebagainya12. Konfigurasi dari sensor kecepatan rotary encoder akan ditunjukkan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Konfigurasi sensor rotary encoder

Pada Gambar 2.14 dapat kita lihat bahwa penyusun utama dari rotary encoder yaitu LED infrared, photo sensor (photo-transistor), dan piringan berlubang. Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubang-lubang pada bagian lingkaran piringan. LED ditempatkan pada salah satu sisi piringan sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Di sisi yang lain suatu photo-transistor diletakkan sehingga photo-transistor ini dapat mendeteksi cahaya dari LED yang berseberangan. Piringan tipis tadi dikopel dengan poros motor, atau divais berputar lainnya yang ingin kita ketahui posisinya, sehingga ketika motor berputar piringan juga akan ikut berputar. Apabila posisi piringan mengakibatkan cahaya dari LED dapat mencapai phototransistor melalui lubang-lubang yang ada, maka photo-transistor akan mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu pulsa gelombang persegi.13 Pada Gambar 2.15 ditunjukkan Gambar rotary encoder yang sudah terpasang piringan berlubang dan optocoupler tipe U. Optocoupler tersebut sudah terdiri dari LED dan photo-transistor. Deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran menentukan kecepatan putaran dari piringan tersebut. Semakin banyak jumlah lubang yang dapat dibuat pada piringan menentukan akurasi dari rotary encoder tersebut. Pada putaran rpm yang rendah jika jumlah putarannya sedikit maka tingkat keakurasian dari sensor kecepatan ini cenderung rendah. Oleh karena itu sangat penting untuk mendesain piringan berlubang dengan jumlah yang cukup banyak. 12 13

Arwindra Rizqiawan, “Rotary encoder”, 2009 Fernando Briz, “Speed Measurement Using Rotary encoder for High Performance ac Drives”, 1994

26

Gambar 2.15 Bentuk Rotary encoder dan piringan

2.7

LCD TFT TOUCHSCREEN TFT merupakan kepanjangan dari Thin Film Transistor. TFT sendiri merupakan perangkat semikonduktor yang digunakan untuk memperkuat dan mengubah sinyal elektronik dengan bantuan film tipis dan lapisan dielektrik yang anti-listrik serta elemen kimia pada lapisan selubungnya, dalam hal ini pada monitor LCD. Jadi dapat dikatakan bahwa TFT merupakan jenis layar yang menggunakan teknologi LCD. Kelemahan dari layar TFT ini adalah daya yang dibutuhkan cenderung besar sehingga lebih boros konsumsi dayanya. Untuk kelebihannya yaitu memiliki tampilan layar yang tergolong tajam dan juga jernih serta mampu menerima respon sentuhan yang sangat cepat Peter Le Comber dan Walter Spear (juga dari Inggris) menemukan solusi lain dengan cara menggunakan bahan semikonduktor silikon amorf untuk membuat Thin-Film Transistor (TFT) pada tiap pixel TN. Metode ini menghasilkan tampilan dengan kualitas tinggi tetapi memerlukan biaya produksi yang sangat mahal dan melibatkan proses pembuatan yang rumit. Tentu saja rumit, karena untuk menghasilkan Gambar dengan kualitas 256 subpixel diperlukan sejumlah 256 pixel warna merah x 256 pixel biru x 256 pixel hijau, yang hasilnya sebanyak 16.8 juta. 16.8 juta transistor super mini harus dibuat dan dilekatkan ke lapisan TN. Tentu saja biayanya menjadi sangat mahal. Tetapi seiring dengan semakin majunya teknologi, biaya pembuatan TFT sedikit demi sedikit bisa ditekan karena ada penyederhanaan proses pembuatannya. Teknologi lain selain TFT yaitu layar IPS (In Plane Switching) dan AMOLED (Active Matrix Organic Light Emitting Diode). Teknologi IPS sangat sering kita jumpai pada

27

perangkat seperti smartphone, IPS adalah teknologi penyempurnaan dari TFT. Untuk AMOLED adalah tekonologi terbaru hasil perkembangan dari OLED. Teknologi ini memiliki ketajaman layar yang tergolong tinggi namun memiliki konsumsi daya yang tergolong rendah. AMOLED mampu merubah setiap pixel secara langsung dan sangat efisien. Layar AMOLED mampu terlihat jernih meskipun berada dibawah sinar matahari langsung. Kelemahannya yaitu harganya yang masih sangat mahal.

Gambar 2.16 TFT Touchscreen

Pada Gambar 2.16 ditunjukkan penyusun utama dari TFT Touchscreen yaitu polarizer, color filter and glass, liquid crystal dan TFT glass polarizer. TFT merupakan salah satu tipe layar Liquid Crystal Display (LCD) yang datar, dimana tiap-tiap pixel dikontrol oleh satu hingga empat transistor. Teknologi ini menyediakan resolusi terbaik dari teknik panel data. Layar TFT sering disebut juga active-matrix LCD. Layar ini dapat menampilkan Gambar yang kaya warna tapi mahal. Dan permukaannya sensitif terhadap sentuhan. Selain itu layar ini tidak cocok untuk tampilan yang eksak seperti misalnya untuk CAD. 14

14

Sumber : https://www.scribd.com/doc/230767400/Makalah-tentang-Thin-Film-Transistor (diakses pada 11 November 2014)

28

***Halaman ini sengaja dikosongkan***

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan dan pembuatan alat meliputi perancangan system, perancangan dan pembuatan perangkat keras (Hardware) dan perancangan pembuatan perangkat lunak (Software). 3.1

BLOK DIAGRAM SISTEM Pada pembuatan dan perencanaan sistem “Pengaturan Kecepatan Motor DC Menggunakan Kontrol PI Sebagai Pemutar Tabung Es Puter Berbasis Mikrokontroler”, akan mengacu seperti pada blok diagram sistem yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Blok diagram sistem

Blok diagram yang tertera pada Gambar 3.1 akan menjelaskan secara umum mengenai proses kerja dari alat pemutar tabung es puter secara otomatis dengan proses pengaturan kecepatannya menggunakan metode kontrol PI. Perangkat Buck Converter digunakan sebagai pengontrol besar tegangan masukan dari motor DC agar kecepatannya bisa diatur. Tegangan masukan dari Buck Converter berasal dari rangkaian Rectifier. Sensor kecepatan (Rotary Encoder) yang terpasang pada motor digunakan sebagai umpan balik pada sistem kontrol agar kecepatannya tetap sesuai dengan set point yang telah ditentukan. Sistem akan berhenti apabila proses telah berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan pada sistem. 29

30

3.2

PERENCANAAN FLOWCHART SISTEM Pada Gambar 3.2 akan ditunjukkan flowchart sistem dari alat pemutar tabung es puter secara otomatis ini. Flowchart ini akan menjelaskan proses dari sistem mulai awal (start), inisialisasi proses dan port serta set point kecepatan putaran tabung, proses pemilihan mode atau kapasitas tabung, proses looping untuk mempertahankan kecepatan sesuai set point berdasarkan kontrol PI hingga proses pembuatan telah selesai (end).

31

Gambar 3.2 Flowchart Sistem

Sistem kerja dari flowchart sistem yang ditunjukkan pada Gambar 3.2 adalah ketika kita menekan salah satu pilihan menu yaitu antara mode 1 (pilihan kapasitas 1 liter), mode 2 (pilihan kapasitas 2,5 liter) dan mode 3 (pilihan kapasitas 5 liter) kemudian sistem akan menyetting lama waktu atau timer sesuai dengan kapasitas yang dipilih. Setelah setting waktu didapatkan, maka mikrokontroler akan memerintahkan sistem untuk beroperasi sehingga motor DC akan ON. Sensor kecepatan akan melakukan pembacaan nilai putaran dari motor

32

berupa nilai rpm dan kemudian hasilnya akan dibandingkan apakah kecepatannya sudah sesuai set point atau belum. Ketika kecepatan motor pembacaan dari sensor kecepatan lebih besar dari set point maka duty cycle akan di turunkan, jika kecepatan motor pembacaan dari sensor kecepatan lebih kecil dari set point maka duty cycle akan dinaikkan, dan apabila kecepatan motor pembacaan sensor kecepatan sama dengan set point maka duty cycle akan tetap dari nilai yang sudah ada. Untuk penghitungan berapa besarnya duty cycle yang dinaikkan atau diturunkan diatur menggunakan metode kontrol PI. Sistem akan selalu mengecek apakah timer yang berjalan sudah sesuai setting timer yang diberikan. Jika belum maka proses pembacaan kecepatan oleh sensor kecepatan dan penentuan duty cycle akan terus dilakukan agar kecepatan motor tetap konstan sesuai set point. Tetapi jika timer yang berjalan sudah sama dengan setting waktu yang diberikan maka mikrokontroler akan memerintahkan sistem untuk berhenti beroperasi sehingga motor DC akan OFF dan proses pembuatan es puter telah selesai. 3.3

PENENTUAN DAYA MOTOR Agar daya motor DC yang dipilih sesuai dengan kebutuhan beban, maka sebelumnya harus dilakukan perhitungan daya beban. Hal yang pertama kali diperhatikan adalah seberapa besar gaya beban yang akan digerakkan oleh motor tersebut. Kapasitas maksimal dari tabung es puter yang akan digunakan yaitu 7,5 liter atau 7,5 dm3, sehingga perhitungan gaya dari beban adalah sebagai berikut. Diketahui :  Kapasitas maksimal tabung: 7,5 liter = 7,5 dm3  Diameter tabung : 0,21 m = 2,1 dm  Timggi tabung : 0,5 m = 5 dm  Volume maksimal tabung : 17,3 liter = 17,3 dm3 Karena sebagian besar komposisi utama adonan es puter adalah air dan santan maka diasumsikan massa jenis adonan es puter adalah 1 kg/dm3, sehingga massa beban adalah : Massa Massatot Massatot

= volume x massa jenis bahan = 7,5 x 1 = 7,5 kg = Wadonan + Wmassa tabung = 7,5 kg + 1 kg = 8,5 kg

33

Bentuk tabung es puter yang digunakan berupa silinder pejal, sehingga momen inersianya adalah: J

= ½ x m x r2 = ½ x 8,5 x 0,1052 = 0,0468 Kgm2

Kecepatan putaran dari tabung es puter adalah 100 putan per menit, maka kecepatan putaran tabung dalam satuan radian tiap detik adalah: 

=



=

2𝑥𝑥𝑁 60 2 𝑥  𝑥 100 60

= 10,471 rad/s

Jika dirubah menjadi satuan kecepatan linier maka kecepatan putaran tabung es puter adalah sebagai berikut. v

=rx = 0,105 x 10,471 = 1,0994 m/s

Pada proses pembuatan es puter, gaya yang terjadi merupakan gaya melingkar sehingga gaya yang terjadi pada tabung es puter adalah gaya sentripetal. Maka gaya sentripetal yang terjadi adalah : F

= =

𝑚 𝑥 𝑣2 𝑟 8,5 𝑥 1,09942 0,105

= 97,8 N Jari – jari dari tabung es puter adalah 10,5 cm, sehingga besar dari torsi bebannya adalah : TL

=Fxr = 97,8 x 0,105 = 10,26 Nm

Sehingga torsi elektrik motor bernilai. Te

= TL + J = 10,26 + (0,0468 x 10,471)

34

= 10,26 + 0,49 = 10,75 Nm Setelah torsi elektrik motor dan kecepatan putaran dari tabung es puter diketahui, maka akan bisa didapatkan besarnya daya motor minimal sebagai berikut. P

= Te x  2𝜋100 = 10,75 x ( ) 60 = 112,55 Watt

Dari penentuan daya motor di atas, maka daya minimal motor DC yang dapat digunakan sebagai pemutar tabung es puter kapasitas adonan maksimal 7,5 liter adalah 112,55 watt. Pada saat mencari motor DC dipasaran yang spesifikasi dayanya mendekati perhitungan diatas diperoleh motor DC magnet permanen VON WEISE Geared DC Motor Model VO3992AA80 dengan spesifikasi kecepatan nominal 185 rpm, tegangan nominal 90 Volt dan arus nominal 1,5 A sehingga dayanya setara 135 Watt. Jadi motor DC ini telah memenuhi daya minimal kebutuhan sistem sebagai pemutar tabung es puter.

3.4

PEREDUKSI PUTARAN Dari perhitungan daya motor dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan, maka didapatkan putaran motor 185 rpm. Sedangkan putaran set point dari perencanaan yaitu berkisar antara 100 hingga 130 rpm. Untuk itu diperlukan pereduksi putaran berupa pulley. Pada Gambar 3.3 menunjukkan pulley yang digunakan untuk mereduksi putaran motor. Terlihat bahwa pulley pada motor dan pulley pada tabung es puter memiliki ukuran yang berbeda untuk mereduksi putaran motor.

Gambar 3.3 Pereduksi Putaran Motor ke Poros Tabung Es Puter

35

Dengan memanfaatkan rumus lingkaran bersinggungan, maka reduksi putaran dapat dihitung sebagai berikut. 𝑁1 𝐷2 = 𝑁2 𝐷1 Dimana: N1 N2 D1 D2

= Putaran pulley penggerak (rpm) = Putaran pulley yang digerakkan (rpm) = Diameter pulley penggerak (inch) = Diameter pulley yang digerakkan (inch)

Kecepatan putaran motor yaitu 185 rpm dan diameter pulley pada motor yaitu 2,5 inch. Sehingga perhitungan perbandingan motor dengan poros tabung es puter dapat ditentukan sebagai berikut. 185 𝐷2 = 135 2,5 Jadi, D2 = 3,43 inch, atau sekitar 3,5 inch untuk menyesuaikan ketersediaan yang ada dipasaran dengan perbandingan antar pulley 5 : 7.

3.5

PERANCANGAN MEKANIK Setelah didapatkan motor DC yang akan digunakan sebagai pemutar tabung es puter dan desain pereduksi putaran telah didapatkan. Maka selanjutnya yaitu pembuatan mekanik yang berfungsi sebagai tempat menaruh tabung es puter dan tempat dimana motor dihubungkan dengan tabung es puter melalui pulley. Pulley yang terpasang pada mekanik ini, ukuran dan desainnya harus sesuai dengan perhitungan pereduksi putaran agar nantinya dihasilkan kecepatan putaran yang sesuai dengan yang diinginkan. Pada Gambar 3.4 terlihat ukuran mekanik yang akan dibuat dengan tinggi 940 cm, lebar 400 cm dan panjangnya 400 cm. Tampungan atas digunakan sebagai tempat untuk menampung tabung es puter dan juga wadah dari es batu. Dibawah tampungan atas terdapat ruang untuk motor. Posisi motor menghadap keatas dan pada poros as motor diberi pulley berukuran 2,5 inch. Sedangkan pada poros tabung es puter diberi pulley berukuran 4,5 inch menyesuaikan perhitungan perduksi putaran motor.

36

Gambar 3.4 Desain Mekanik

Antara pulley pada motor dan pulley pada poros tabung es puter dihubungkan menggunakan van belt. Untuk ukuran mekanik diatas lebih rincinya adalah sebagai berikut. Tinggi Total : 100 cm Lebar Total : 40 cm Panjang Total : 40 cm Tinggi Tampungan Tabung : 70 cm Gambar 3.5 merupakan hasil desain mekanik yang sudah jadi. Terdapat tambahan tempat dengan ukuran 30x30 cm untuk menaruh peralatan sistem seperti Buck Converter, Rectifier, Trafo, Mikrokontroler, Relay, Power Suplai Mikrokontroler dsb. Dari hasil mekanik yang sudah jadi terdapat beberapa kekurangan yaitu posisi as tabung yang terhubung ke pulley motor kurang lurus sehingga saat diputar tabung es puter agak miring. Selain itu perlu ditambahkan kran pembuangan air es batu agar saat proses pembuatan sudah selesai air dari es batu yang sudah mencair dapat dibuang dengan mudah melalui kran.

37

Gambar 3.5 Mekanik yang sudah jadi

3.6

BUCK CONVERTER Setelah didapatkan daya motor, selanjutnya yaitu perancangan konverter yang digunakan sebagai pengatur tegangan input motor. Pada proyek akhir ini digunakan DC-DC Converter tipe Buck Converter yang mempunyai fungsi sebagai penurun tegangan atau yang biasa disebut step down converter melalui sudut penyalaan mosfet menggunakan pulse Width Modulation (PWM). PWM untuk penyulutan MOSFET bisa dibangkitkan dengan rangkaian PWM analog maupun dengan mikrokontroler menggunakan fasilitas timer. Pada proyek akhir ini PWM dibangkitkan melalui fasilitas Timer 3 pada mikrokontroler STM32F4 Discovery. Buck Converter pada proyek akhir ini digunakan sebagai penurun tegangan dari rangkaian rectifier. Tegangan keluaran yang dihasilkan rangkaian rectifier yaitu sebesar 130 s/d 140 volt digunakan sebagai tegangan input dari rangkaian buck converter. Kemudian dengan menggunakan buck converter diharapkan tegangan keluarannya berkisar antara 0 hingga 90 volt menyesuaikan rating tegangan dari motor DC yang dipilih. Rangkaian dasar dari Buck Converter ditunjukkan pada Gambar 3.6.

38

Gambar 3.6 Rangkaian dasar dari Buck Converter

Untuk mendesain Buck Converter yang baik diperlukan perhitungan nilai komponen yang tepat. Hal ini bertujuan untuk didapatkannya hasil keluaran yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam mendesain Buck Converter, perlu ditetapkan beberapa parameter yaitu:     

Tegangan input min Tegangan input max Tegangan output Arus output Frekuensi Switching

: 130 Volt : 140 Volt : 75 Volt :3A : 40 KHz

Dari data diatas, dapat dihitung nilai – nilai komponen yang digunakan yaitu: 

Duty Cycle 𝑉0 𝐷= 𝑉𝑠 75 𝐷= 140 𝐷 = 0,53



Rata – rata Arus Induktor 𝑉0 𝑖𝐿(𝑎𝑣𝑔) = = 𝐼𝑜 𝑅

39

𝑖𝐿(𝑎𝑣𝑔) = 3 A Sehingga hambatannya yaitu, 𝑉0 𝑅= 𝐼𝑜 75 𝑅= 3 𝑅 = 25 Ω 

Perhitungan Nilai Induktor ∆𝑖𝐿 = 20% × 𝑖𝐿(𝑎𝑣𝑔) 𝑉𝑓 = 1 V (didapat dari data sheet BYC10-600 Power Diode) ∆𝑖𝐿 = 0.2 × 3 ∆𝑖𝐿 = 0,6 A Sehingga L : 𝑉0 + 𝑉𝑓 1 1 𝐿 = ( ) × (𝑉𝑠 − 𝑉0 ) × ( )×( ) 𝑓 𝑉𝑠 + 𝑉𝑓 ∆𝑖𝐿 1 75 + 1 1 𝐿=( ) × (140 − 75) × ( )×( ) 3 40𝑥10 140 + 1 0,6 𝐿 = 1459,81𝑥10−6 𝐿 = 1459,81 µH



Perhitungan Arus Induktor ∆𝑖𝐿 𝐼𝑚𝑎𝑥 = 𝑖𝐿(𝑎𝑣𝑔) + 2 0,6 𝐼𝑚𝑎𝑥 = 3 + 2 𝐼𝑚𝑎𝑥 = 3 + 0,3 𝐼𝑚𝑎𝑥 = 3,3 A ∆𝑖𝐿 𝐼𝑚𝑖𝑛 = 𝑖𝐿(𝑎𝑣𝑔) − 2 0,6 𝐼𝑚𝑖𝑛 = 3 − 2 𝐼𝑚𝑖𝑛 = 3 − 0,3 𝐼𝑚𝑖𝑛 = 2,7 A

40



Perhitungan Kapasitor Ouput Diinginkan ∆𝑉𝑜 = ±0,1% × 𝑉𝑜 = 0,001 × 𝑉𝑜 ∆𝑉𝑜 = 0,001 × 75 = 0,075 𝑉 Sehingga, ∆𝑄 ∆𝑖𝐿 × 𝑇 ∆𝑖𝐿 = = ∆𝑉𝑜 8∆𝑉𝑜 8 × 𝑓 × ∆𝑉𝑜 0,6 𝐶𝑜 = 8 × 40 ∗ 103 × 0,075 𝐶𝑜 = 25 𝜇𝐹 𝐶𝑜 =

Jika kapasitor yang digunakan Co = 1000 µF maka tegangan output ripple nya adalah: ∆𝑄 ∆𝑖𝐿 × 𝑇 = 𝐶𝑜 8𝐶𝑜 ∆𝑖𝐿 × 𝑇 ∆𝑉𝑜 = 8𝐶𝑜 0,6 × 25 ∗ 10−6 ∆𝑉𝑜 = 8 × 1000 ∗ 10−6 ∆𝑉𝑜 = 0,00187 V ∆𝑉𝑜 =

Dengan perhitungan diatas jika disimulasikan menggunakan software PSIM dapat ditunjukkan pada rangkaian seperti pada Gambar 3.7. Nilai dari tiap komponen disesuaikan dengan desain dan hasil perhitungan yang didapatkan.

Gambar 3.7 Rangkaian Simulasi Buck Converter

Pada Gambar 3.8 adalah bentuk gelombang tegangan output dari hasil simulasi menggunakan software PSIM. Dapat kita lihat bahwa

41

dengan tegangan input 140 volt dan duty cycle 53% didapatkan tegangan output bernilai 75,2 volt sesuai perencanaan.

Gambar 3.8 Bentuk gelombang tegangan output

Sedangkan pada Gambar 3.9 adalah bentuk gelombang arus output dari hasil simulasi menggunakan software PSIM. Sesuai dengan perencanaan awal, dengan nilai hambatan 25 ohm didapatkan arus output bernilai 3,01 A.

Gambar 3.9 Bentuk gelombang arus output

Dari hasil simulasi dengan software PSIM, hasil yang didapat telah sesuai dengan perhitungan. Tegangan masukan sebesar 140 Volt dan duty cycle 0,53, didapatkan tegangan keluaran rata - rata 75,2 Volt, dengan arus keluaran sebesar 3,01 A. Terdapat overshoot mencapai 50% di awal proses switching, baik tegangan maupun arus. Sehingga nantinya dalam pemilihan komponen sebaiknya memiliki rating tegangan dan arus minimal dua kali lebih tinggi dari perencanaan.

42

3.7

DESAIN INDUKTOR BUCK CONVERTER Untuk mendapatkan kualitas yang baik dan nilai induktansi yang tepat dalam mendesain induktor, terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan agar. Faktor – faktor tersebut adalah nilai induktansi yang dibutuhkan, kapasitas arus yang diperbolehkan, serta ukuran dari ferrite core yang digunakan. Berikut adalah perhitungan desain induktor yang digunakan. 

Perhitungan Jumlah Lilitan Bmax dari ferrite core yang digunakan bernilai 0,32 T dan Ac nya 2,8 cm2, sehingga jumlah lilitannya adalah: 𝐿 𝑥 𝐼𝑚𝑎𝑥 104 𝐵𝑚𝑎𝑥 𝑥 𝐴𝑐 1459,81𝑥10−6 × 3,3 4 𝑛= 10 0.32 × 2,8 4,82𝑥10−3 𝑛= 104 0.896 𝑛 = 53,76 𝐿𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑛 53 𝑎𝑡𝑎𝑢 54 𝑙𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑛 𝑛=



Arus RMS Induktor 𝑖𝐿(𝑟𝑚𝑠) = √ (𝑖𝐿(𝑎𝑣𝑔) )2 + (

∆𝑖𝐿 /2 √3

2

)

0,6/2 2 𝑖𝐿(𝑟𝑚𝑠) = √ (3)2 + ( ) √3 𝑖𝐿(𝑟𝑚𝑠) = √ (3)2 + (0.173)2 𝑖𝐿(𝑟𝑚𝑠) = √ 39,192 𝑖𝐿(𝑟𝑚𝑠) = 3, 0049 A 𝑖𝐿(𝑅𝑀𝑆) 𝑆𝑝𝑙𝑖𝑡 = 

3,0049 = 0,375 𝐴𝑚𝑝𝑒𝑟𝑒 8

Cross Sectional Area of Wire (qw) 𝑠 = 4,5 𝐴/𝑚𝑚2 𝑖𝐿(𝑅𝑀𝑆) 𝑞𝑤 = 𝑠

43

0,375 = 0,0834 𝑚𝑚2 4,5 Diameter of Wire (dw) 𝑞𝑤 =

𝑑𝑤 = √4⁄𝜋 𝑥 𝑞𝑤 𝑑𝑤 = √4⁄𝜋 𝑥 0,0834 = 0,326 𝑚𝑚 

Panjang Kawat D = 1,89 cm2 = 0,0189 m ∑ 𝑤𝑖𝑟𝑒 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ = [𝑛. 𝐾𝑏𝑜𝑏𝑖𝑛 . ∑ 𝑠𝑝𝑙𝑖𝑡] + 40% [𝑛. 𝐾𝑏𝑜𝑏𝑖𝑛. ∑ 𝑠𝑝𝑙𝑖𝑡] ∑ 𝑤𝑖𝑟𝑒 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ = [54 𝑥 3,14 𝑥 0,0189 𝑥 8] + 40%[54 𝑥 3,14 𝑥 0,0189 𝑥 8] ∑ 𝑤𝑖𝑟𝑒 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ = 35,93 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 ≈ 36 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh nilai iL RMS dengan 8 split sebesar 0,375 A. Nilai tersebut digunakan untuk menghitung diameter kawat tembaga dan panjang kawat tembaga yang dibutuhkan induktor Buck Converter sehingga diperoleh diameter tembaga sebesar 0,326 mm dan panjang kawat tembaga yang dibutuhkan 36 meter. 3.8

DESAIN RANGKAIAN SNUBBER BUCK CONVERTER Rangkaian snubber berfungsi untuk memotong tegangan Vds yang mempunyai spike terlalu tinggi / melampaui tegangan Vds pada Mosfet. Untuk lebih jelasnya, rangkaian snubber dari buck converter dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Rangkaian Snubber

Rangkaian snubber dari Buck Converter ini memiliki nilai arus ON (ION) yang sama dengan arus keluaran Buck Converter. Besarnya

44

nilai fall time diode yang digunakan sebesar 43 ns sesuai dengan datasheet MOSFET yang digunakan yaitu tipe IRFP460. Sehingga besarnya Rsnubber dan Csnubber dapat ditentukan berdasarkan perhitungan berikut. 𝐼𝑂𝑁 = 𝑖𝐿 = 3 𝐴 𝑉𝑂𝐹𝐹 = 𝑉𝑖𝑛 𝑚𝑎𝑥 = 140 𝑉𝑜𝑙𝑡 

Kapasitor Snubber 𝑖𝑂𝑁 𝑥 𝑡𝑓𝑎𝑙𝑙 𝐶snubber = 2 𝑥 𝑉𝑂𝐹𝐹 3 𝑥 43 𝑛𝑠 𝐶snubber = = 0,4607 nF 2 𝑥 140



Resistor Snubber 𝐷 2 𝑥𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑤𝑖𝑡𝑐ℎ𝑖𝑛𝑔 𝑥 𝐶𝑠 0,53 < 2 𝑥 0,46 𝑥 10−9 𝑥 40 𝑥 103 < 14,379 KΩ

𝑅snubber < 𝑅snubber 𝑅snubber

Berdasarkan perhitungan nilai snubber diatas diperoleh kapasitor dan resistor yang digunakan pada rangkaian snubber ini adalah sebesar 0,4607 nF dan 14,379 KΩ. Berdasarkan nilai komponen tersebut untuk lebih mudah mendapatkannya maka disesuaikan dengan komponen yang ada dipasaran yaitu sebesar 0,47 nF dan 10KΩ. 3.9

RANGKAIAN GATE DRIVER MOSFET/IGBT Pada proyek akhir ini digunakan komponen MOSFET tipe IRFP460 sebagai switching yang memiliki banyak kelebihan dan kehandalan dari segi karakteristik serta spesifikasi yang dimilikinya. MOSFET tipe IRFP460 ini memiliki Vds sebesar 500 Volt dan Id sebesar 18.4 Ampere. Tegangan drain-source yang dimiliki MOSFET ini bisa dikategorikan cukup besar dan kemampunan arus drain yang cukup tinggi, maka dari itu diperlukan sebuah pemisah utama untuk mengamankan mikrokontroler STM32F407VG-Discovery dari tegangan lebih maupun arus lebih yang bisa masuk ke dalam mikrokontroler tersebut. Rangkaian isolasi yang dibuat menggunakan optocoupler TLP250. Optocoupler tersebut mampu mengisolasi tegangan hingga

45

2500 Volt. Untuk lebih jelasnya tentang rangkaian Gate Driver MOSFET ini dapat ditunjukkan pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11 Rangkaian Gate Driver MOSFET

Dapat kita lihat pada Gambar 3.11 untuk mengoperasikan TLP250 dibutuhkan Vcc sebesar 12 Volt. Tegangan tersebut juga berfungsi sebagai penguat sinyal PWM dari mikrokontroler STM32F4 Discovery. Gate driver MOSFET/IGBT akan meneruskan sinyal low power input dari mikrokontroler STM32F4 Discovery menuju kaki Gate pada MOSFET/IGBT Buck Converter dengan arus yang mencukupi. Sehingga dengan rangkaian Gate Driver tersebut power losses pada saat switching rangkaian elektronik daya dapat diminimalisir 3.10

PENYEARAH GELOMBANG (RECTIFER) Pada proyek akhir ini dibutuhkan DC power supply sebagai suplai tegangan masukan dari Buck Converter. DC Power Supply tersebut dibuat dari rangkain penyearah (rectifier) yang merupakan rangkaian rectifier. Rectifier yang digunakan merupakan jenis rangkaian Uncontrolled Full Wave Rectifier 1 Phasa dengan filter C yang akan merubah sumber tegangan AC menjadi sumber tegangan DC. Pada sisi output juga dipasang kapasitor secara paralel yang bertujuan untuk meredam ripple tegangan sehingga ripple tegangan output dari rangkaian rectifier ini tidak terlalu besar. Untuk menyesuaikan kebutuhan tegangan yang diperlukan, maka digunakan transformator stepdown dari 220 volt menjadi 110 volt. Pada Gambar 3.12 merupakan Gambar rangkaian Uncontrolled Full Wave Rectifier 1 Phasa dengan filter C. Model penyearahnya menggunakan tipe jembatan (bridge model) yang menggunakan 4 buah dioda penyearah. Nilai filter kapasitor yang terpasang dihitung berdasarkan beban dan besaran ripple tegangan output yang diinginkan

46

Gambar 3.12 Rangkaian Rectifier

Agar tegangan keluaran dari rangkaian rectifier memiliki ripple tegangan yang tidak terlalu besar maka harus dihitung terlebih dahulu nilai kapasitor yang digunakan sebagai filter. Hasil yang diharapkan yaitu ripple tegangannya berkisar ±5 % dari tegangan keluarannya. Berikut adalah desain dan perhitungan rangkaian rectifier.  Tegangan input : 110 Volt AC  Vout : ± 5 % dari Voutput Dari data yang ditetapkan diatas, dapat dihitung nilai-nilai komponen yang digunakan, yaitu: Vrms Sehingga : Vm

= 110 V = 2 xVrms = 2 x 110 = 155,5 V

Jika diinginkan ∆Vo bernilai ± 5% dari Vout maka. ∆𝑉𝑜 = 5% = 0,05 𝑉𝑚 ∆𝑉𝑜 1 = 𝑉𝑚 2𝑓𝑅𝐶 1 0,05 = 2𝑥50𝑥25𝑥𝐶 1 𝐶= ∆𝑉𝑜 2𝑓𝑅( ) 𝑉𝑚

47

𝐶=

1 = 0,008 𝐹 = 8000𝐹 2𝑥50𝑥25𝑥0,05

Karena keterbatasan komponen kapasitor, maka digunakanlah 3 kapasitor 2200 µF yang dipasang secara paralel sehingga total kapasitansinya menjadi 6600 µF sehingga ripple tegangannya menjadi. ∆Vo

=( =(

𝑉𝑚𝑎𝑥(𝑖𝑛) 2𝑓𝑅𝐶 155,5

) )

2.50.25.6600

= 9,42 V ∆𝑉𝑜 Vo(dc) = Vmax(in) – ( ) 2 = 155,5– (9,42/2) = 148,7 Volt Jika rangkaian penyearah atau rectifier dengan nilai kapasitor sebagai filternya adalah 6600 µF sesuai dengan perhitungan diatas disimulasikan pada software PSIM, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3.13 dan 3.14. Gambar 3.13 merupakan gelombang tegangan input dari rangkaian rectifier.

Gambar 3.13 Gelombang Input Rangkaian Rectifier

Pada Gambar 3.14 adalah hasil simulasi menggunakan software PSIM untuk sinyal gelombang keluaran dari Uncontrolled Full Wave Rectifier 1 Phasa dengan filter C. Dapat dilihat bahwa tegangan rms yang dihasilkan bernilai 147,9 volt dc sesuai dengan perhitungan secara teori dan ripple tegangan yang dihasilkan juga tidak terlalu besar.

48

Gambar 3.14 Gelombang Output Rangkaian Rectifier

Pada proyek akhir ini juga dibutuhkan rangkaian power supply dengan tegangan keluaran 10 s/d 15 volt untuk digunakan sebagai suplai dari Rangkaian Gate Driver MOSFET TLP250 dan juga suplai bagi Mikrokontroler STM32F407VG-Discovery. Untuk itulah digunakan IC Regulator pada desain rangkaian power supply ini. Tujuan dari pemasangan IC regulator adalah untuk menstabilkan tegangan keluaran apabila terjadi perubahan tegangan masukkan pada power supply. Gambar 3.15 adalah desain skematik dari rangkaian variable power supply menggunakan IC Regulator tipe LM338 yang mampu dilewati arus hingga 5A. IC Regulator ini dapat disesuaikan tegangan keluarannya melalui variable resistor 10 kΩ yang terpasang.

Gambar 3.15 Skematik Variable DC Power Suply 1 s/d 15 Volt

Berikut adalah desain board dari variable power supply yang telah selesai dirakit. Hardwarenya tampak seperti pada Gambar 3.16. Terlihat bahwa diperlukan tambahan heatsink pada IC LM338 yang berfungsi untuk mereduksi panas pada IC tersebut.

49

Gambar 3.16 Variable DC Power Suply 1 s/d 15 Volt

3.11

SENSOR KECEPATAN Sensor kecepatan yang digunakan yaitu sebuah piringan dengan jumlah 40 lubang dan sebuah modul optocoupler tipe U dengan penguatnya yang berfungsi untuk membaca jumlah lubang - lubang tersebut kemudian dibaca oleh mikrokontroler. Sensor ini memiliki Vcc antara 3 hingga 5 Volt. Gambar 3.17 adalah tampilan dari modul sensor kecepatan tipe IR Speed Sensor Module FC-03.

Gambar 3.17 IR Speed Sensor Module FC-03 Sumber: sites.google.com/site/myscratchbooks/project-11-infrared-speed-sensingmodule/FC-03.jpg

Pada Gambar 3.18 adalah rangkaian dari IR Speed Sensor Module FC-03. Dapat kita amati chip utama dari modul ini adalah IC Comparator LM393. Terdapat dua output dari IR Speed Sensor Module FC-03 ini yaitu digital output dan analog output.

50

Gambar 3.18 Rangkaian IR Speed Sensor Module type FC-03 Sumber: https://sites.google.com/site/myscratchbooks/project-11-infrared-speed-sensingmodule/FC-03%20Sch.jpg

Agar sensor kecepatan bekerja, maka juga dibutuhkan piringan berlubang. Dapat dilihat pada Gambar 3.19 adalah contoh piringan berlubang yang sudah terpasang rangkaian sensor kecepatan. Prinsip kerja dari sensor kecepatan ini yaitu ketika Optocoupler terhalangi oleh piringan atau benda maka LED indikator output dari sensor akan mati dan logika sensor akan bernilai “0”. Saat Optocoupler tidak terhalangi oleh benda atau tepat pada lubang piringan maka LED indikator output dari sensor akan menyala dan logika sensor akan bernilai “1”. Pada saat berlogika 1 maka sensor akan memberikan output berupa pulsa yang kemudian akan dibaca oleh mikrokontroler melalui external interrupt, dan saat berlogika 0 sensor tidak akan memberikan pulsa apapun sehingga mikrokontroler tidak akan membaca nya. Hitungan pulsa – pulsa tersebut dapat dikonversi menjadi satuan rpm berdasarkan rumus berikut. (𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 𝑥 60) 𝑛 Dimana : Counter = jumlah pulsa yang terbaca mikrokontroler tiap detik n = jumlah lubang piringan yang digunakan 𝑟𝑝𝑚 =

51

Gambar 3.19 Sensor kecepatan dan piringan berlubang

3.12

BOARD MODULE MIKROKONTROLER STM32F4DISCOVERY DAN TFT TOUCHSCREEN Pada proyek akhir ini digunakan mikrokontroler ARM STM32F407VG-Discovery dan juga piranti I/O TFT Touchscreen SPI ADS7843 3,2 inch. Untuk memudahkan penggunaan dan interface maka harus dibuat suatu board module untuk menghubungkan kedua perangkat tersebut. Selain itu dengan adanya board module yang menyatukan kedua perangkat, maka tampilan hardware juga lebih bagus dan simpel. Gambar 3.20 adalah bentuk board module yang sudah selesai dirakit. Pada sisi sebelah kiri adalah bagian bawah dan sebelah kanan adalah bagian atas board module. Bagian bawah board module juga terpasang rangkaian regulator tegangan menggunakan IC LM2576. Rangkaian regulator tersebut berfungsi sebagai suplai tegangan untuk mikrokontroler STM32F4 Discovery dan LCD TFT Touchscreen. Tegangan input dari board module ini yaitu berkisar antara 7 hingga 40 volt. Nilai tersebut menyesuaikan kemampuan dari IC LM2576 yang terpasang. Pada proyek akhir ini sumber input IC LM2576 berasal dari power suplai 12 volt.

52

Gambar 3.20 Board Module Mikrokontroler STM32F4 Discovery dan TFT Touchscreen

Selain untuk mengoperasikan TFT Touchscreen, mikrokontroler STM32F407VG-Discovery juga digunakan untuk membangkitkan gelombang PWM, mengkonversi pembacaan sensor kecepatan melalui external interrupt, dan juga untuk mengoperasikan pewaktu (Timer). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1 tentang daftar I/O mikrokontroler STM32F407VG-Discovery yang akan dipakai pada proyek akhir ini. Tabel 3.1 Daftar I/O Penggunaan Mikrokontroler STM32F407VG-Discovery

No

Alamat

I/O

1

PORTC.13

Input

2

PORTC.6

Output

3

PORTC.0

Output

4

PORTB.13

Output

5

PORTB.14

Output

6

PORTB.15

Output

7

PORTC.4

Output

Keterangan Sebagai External Interrupt, menerima sinyal dari sensor kecepatan. Sebagai port keluaran sinyal PWM Sebagai port sinyal keluaran untuk relay Sebagai output tampilan pada TFT Touchscreen pin SCLK Sebagai output tampilan pada TFT Touchscreen MISO Sebagai output tampilan pada TFT Touchscreen MOSI Sebagai output tampilan pada TFT Touchscreen TP-CS

53

Lanjutan Tabel 3.1 No

Alamat

I/O

Keterangan

8

PORTC.5

Output

9

PORTD.4

Output

10

PORTD.5

Output

11

PORTD.7

Output

12

PORTD.11

Output

13

NRST

Output

Sebagai output tampilan pada Touchscreen INT Sebagai tampilan pada Touchscreen RD Sebagai tampilan pada Touchscreen WR Sebagai tampilan pada Touchscreen CS Sebagai tampilan pada Touchscreen RS Sebagai output tampilan pada Touchscreen pin RESET

TFT TFT TFT TFT TFT TFT

Pada LCD TFT Touchscreen juga terdapat 16 pin input yang terdiri dari DB00 hingga DB15. Pin input tersebut berfungsi untuk mendapatkan data dari penekanan yang dilakukan. Pada Tabel 3.2 akan ditunjukkan lokasi pin – pin DB00 hingga DB15 ke mikrokontroler. Tabel 3.2 PIN Input LCD TFT Touchscreen

PIN TFT

Terhubung ke Mikrokontroler

DB00 DB01 DB02 DB03 DB04 DB05 DB06 DB07 DB08 DB09 DB10 DB11 DB12 DB13 DB14 DB15

PORTD.14 PORTD.15 PORTD.0 PORTD.1 PORTE.7 PORTE.8 PORTE.9 PORTE.10 PORTE.11 PORTE.12 PORTE.13 PORTE.14 PORTE.15 PORTD.8 PORTD.9 PORTD.10

54

3.13

PERENCANAAN PROGRAM KONTROL PI Pada bagian ini akan dijelaskan perencanaan program kontrol PI (Proportional Integral) pada mikrokontroler STM32F4-Discovery. Kontroler PI yang digunakan pada proyek akhir ini digunakan untuk mengatur kecepatan motor DC agar dapat konstan sesuai set point yang diberikan. Nilai set point tersebut akan dibandingkan dengan nilai pembacaan sensor kecepatan. Selisih dari nilai set point dan sensor kecepatan adalah nilai error. Nilai P didapatkan dari perhitungan konstanta proportional (Kp) dikalikan nilai error. Sedangkan nilai I didapatkan dari perhitungan konstanta integral (Ki) dikalikan nilai integral. Nilai integral adalah penjumlahan dari nilai error. Kontrol PI sendiri adalah penjumlahan dari nilai P dan I. Untuk mendapatkan konstanta P (Kp) dan konstanta I (Ki) digunakan metode trial and error. Metode ini dilakukan dengan cara melakukan percobaan memberi nilai Kp dan Ki tertentu lalu melihat hasil respon nilai error steady state, rise time dan juga maximum overshoot dari sistem. Saat didapatkan nilai rise time yang cepat, maximum overshoot yang tidak terlalu besar, error steady state yang kecil dan sistem juga tidak mengalami osilasi yang berlebihan maka nilai Kp dan Ki tersebut yang digunakan. Berikut adalah program kontrol PI yang digunakan. KP=2.0; KI=7.0; TS=0.1; setpoint=120; while(1) { error=setpoint - rpm; Inte= Inte+(error * TS); P = KP * error; I = KI * Inte; PI = (float) P + I; sig_control = (float) PI; if (sig_control=420) {sig_control = 420;}

55

TIM3->CCR1 = pwm = (int)sig_control; } Dari program diatas terlihat bahwa konstanta proportional dan integral di deklarasikan terlebih dahulu, begitu juga dengan nilai set point dan waktu sampling (TS). Setelah itu program akan menghitung nilai error dan integral. Perhitungan nilai error dan integral tersebut digunakan untuk menghitung nilai P dan I lalu nilai keduanya dijumlah menjadi nilai PI. Nilai PI dimasukkan kedalam variable signal control. Variable tersebut akan membatasi apabila range perhitungan PI melebihi duty cycle 60% atau dibawah duty cycle 20%. Setelah itu, nilai signal control akan digunakan sebagai nilai PWM yang dimasukkan kedalam register Timer 3 (TIM3->CCR1).

3.14

PERENCANAAN PROGRAM PWM DAN PEWAKTU Pada proyek akhir ini dibutuhkan PWM Generator untuk memberikan nilai duty cycle yang dapat diatur nilainya sebagai switching Buck Converter. PWM ini akan dibangkitkan melalui mikrokontroler STM32F407-Discovery. Pada mikrokontroler, PWM dapat dibangkitkan dengan mensetting nya melalui Timer. Timer yang akan digunakan pada proyek akhir ini adalah Timer 3 dengan resolusi 16bit. Agar output dari PWM di Timer 3 tersebut bisa sesuai desain yang diharapkan yaitu 40 kHz dan dapat diatur nilai duty cyclenya maka sebelumnya harus disetting terlebih dahulu. Dibawah ini adalah setting untuk mengaktifkan Timer 3 sebagai PWM dengan output 40 kHz. 

Menentukan nilai register Prescaler Timer Nilai prescaler adalah nilai yang berhubungan dengan timer tick frekuensi, nilai ini dapat memperlambat hitungan timer tick dari mikrokontroler. Nilai maksimal dari timer tick frekuensi di Timer 3 yaitu SystemCoreClock/2 atau 168MHz/2 atau setara 84MHz. Karena nilai tersebut terlalu cepat dan memiliki rentang yang terlalu jauh dari 40 kHz maka prescaler timer perlu dirubah melalui perhitungan berikut. 𝑆𝑦𝑠𝑡𝑒𝑚𝐶𝑜𝑟𝑒𝐶𝑙𝑜𝑐𝑘⁄ 2) 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒𝑟 = ( )–1 𝑓𝑟𝑒𝑞 𝑡𝑖𝑐𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 (

56

Disini diinginkan frekuensi tick nya menjadi 28Mhz, sehingga prescalernya adalah.

𝑃𝑟𝑒𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒𝑟 =

(168𝑀ℎ𝑧⁄2)

𝑃𝑟𝑒𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒𝑟 = 2 

28𝑀ℎ𝑧

–1

Menentukan nilai register Period Timer Karena nilai frekuensi tick yang diinginkan masih terlalu cepat dan belum sesuai desain yaitu 40 kHz, maka perlu diatur Period Timer nya. Jika digunakan frekuensi tick 28Mhz maka periodenya adalah 0.0357142 µs. Sedangkan periode untuk desain frekuensi PWM 40 kHz adalah 25 µs. Maka perhitungan Period Timer adalah. 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 =

𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑓𝑟𝑒𝑞 𝑃𝑊𝑀 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑓𝑟𝑒𝑞 𝑡𝑖𝑐𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛

Sehingga register Period nya adalah: 25 µ𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 = ( )−1 0.0357142 µs 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 = 700-1 = 699 

Register Timer Pulse untuk mengatur duty cycle Nilai dari register Period Timer diatas akan menjadi nilai maksimal dari pengaturan duty cycle atau setara duty cycle 100%. Jika diinginkan duty cycle tertentu maka diinputkan pada register Timer Pulse. Untuk mendapatkan nilai duty cycle tertentu melalui register Timer Pulse dapat dihitung dengan rumus berikut. 𝑇𝑖𝑚 𝑃𝑢𝑙𝑠𝑒 = 𝐷𝑢𝑡𝑦 𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 𝑥 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 𝑇𝑖𝑚𝑒𝑟 𝑇𝑖𝑚 𝑃𝑢𝑙𝑠𝑒 =

𝐷𝑢𝑡𝑦 𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 (%) 𝑥 699 100

57



Register Counter Mode, PWM Mode dan Clock Division Pada register ini akan disetting mode counternya, dan untuk program PWM sendiri biasanya digunakan Counter Mode UP. Sedangkan PWM Mode ada dua jenis yaitu PWM Mode 1 (Set on compare match) dan Mode 2 (Clear on compare match). Dan register terakhir yang harus disetting yaitu Clock Division, biasanya diisikan default setting yaitu 0.

Jika semua register telah disetting, maka selanjutnya yaitu menentukan dimana keluaran PWM tersebut disetting pada PORT mikrokontroler. Pada Timer 3 memiliki 4 channel, dimana setiap channel terdapat 2 hingga 3 pins pack. Disini PWM akan dikeluarkan pada channel 1. Channel 1 pins pack 1 terdapat pada PORTA.6 dan pins pack 2 terdapat pada PORTB.4 dan pins pack 3 terdapat pada PORTC.6. Dipilih pins pack 3 yaitu pada PORTC.6 karena letaknya menguntungkan yang dekat dengan pin ground. Selain PWM juga dibutuhkan konfigurasi untuk program pewaktu/Timer untuk menghitung kapan sistem akan berhenti beroperasi. Disini akan digunakan pewaktu pada Timer 2. Dipilih Timer 2 karena memiliki resolusi yang tinggi yaitu 32 bit sehingga memiliki tingkat perhitungan waktu yang lebih akurat. Untuk mensetting pewaktu melalui Timer dibutuhkan konfigurasi pada 5 register yaitu Prescaler Timer, Period Timer, Clock Divison, Counter Mode dan register Timer Interrupt. Pada proyek akhir ini didesain pewaktu yang akan melakukan Interrupt Service Routine setiap 1 detik untuk menjalankan kode – kode pewaktu hitungan mundur. Berikut adalah setting tiap registernya. 

Menentukan nilai register Prescaler Timer Rumus untuk menghitung register prescaler di Timer 2 sama dengan rumus menghitung register prescaler di Timer 3 diatas. Hal ini disebabkan karena pada Timer 2 dan Timer 3 memiliki spesifikasi yang sama, perbedaannya hanya pada resolusinya saja. Disini diinginkan frekuensi ticknya 100 kHz sehingga. 𝑆𝑦𝑠𝑡𝑒𝑚𝐶𝑜𝑟𝑒𝐶𝑙𝑜𝑐𝑘⁄ 2) 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒𝑟 = ( )–1 𝑓𝑟𝑒𝑞 𝑡𝑖𝑐𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 (

58

𝑃𝑟𝑒𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒𝑟 = 

(168𝑀ℎ𝑧⁄2) 100𝑘ℎ𝑧

–1

𝑃𝑟𝑒𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒𝑟 = 839 Menentukan nilai register Period Timer Desain pewaktu yang diinginkan yaitu 1 detik, tetapi disini tidak langsung disetting 1 detik melainkan melalui counter terlebih dahulu. Timer 2 ini akan disetting untuk melakukan interrupt saat selesai menghitung 10 ms sehingga register Period Timernya adalah. 10 𝑚𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 = ( )−1 10µs 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 = 1000-1 = 999



Register Counter Mode dan Clock Division Untuk dua register ini mengikuti setting default timer yaitu Counter Mode UP dan Clock Division = 0.



Timer Interrupt Service Routine Agar Timer 2 dapat melakukan interrupt ketika nilai hitungan telah tercapai maka ada beberapa register NVIC atau Nested Vector Interrupt Controller yang harus diisi, dan pada Timer 2 settingannya adalah sebagai berikut: NVIC_IRQChannel = TIM2_IRQn; NVIC_IRQChannelPreemptionPriority = 0; NVIC_IRQChannelSubPriority = 0; NVIC_IRQChannelCmd = ENABLE; Nilai interrupt Timer 2 yang telah disetting yaitu melakukan interrupt tiap 10ms. Agar dapat melakukan interrupt ketika 1 detik maka setiap 100 hitungan interrupt akan dilakukan counting atau penambahan suatu variable (100 x 10 ms = 1 detik). Pada program adalah sebagai berikut dimana TIM2_IRQHandler adalah interrupt service routine untuk Timer 2. void TIM2_IRQHandler(void) { if (TIM_GetITStatus(TIM2, TIM_IT_Update) != RESET)

59

{ TIM_ClearITPendingBit(TIM2, TIM_IT_Update); j++; if(j==100) //ketika 1detik { //Melakukan perintah ketika hitungan 1 detik j=0; } } }

60

***Halaman ini sengaja dikosongkan***

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengujian sistem berdasarkan dari sistem yang telah direncanakan dan dibuat. Pengujian ini dilakukan dalam rangka untuk mengetahui unjuk kerja dari sistem tersebut apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan atau belum. Pengujian terlebih dahulu dilakukan secara terpisah untuk masingmasing unit rangkaian dan setelah itu baru dilakukan pengujian rangkaian yang sudah diintegrasikan. Pengujian yang dilakukan meliputi tahapan sebagai berikut:  Pengujian board module mikrokontroler STM32F4-Discovery dan TFT touchscreen  Pengujian menu program LCD TFT Touchscreen  Pengujian program PWM  Pengujian program pewaktu/Timer  Pengujian rangkaian sensor kecepatan (rotary encoder)  Pengujian rangkaian Gate Driver MOSFET/IGBT  Pengujian rangkaian penyearah (rectifier)  Pengujian rangkaian Buck Converter  Pengujian Integrasi Open loop dan Close loop 4.1

METODE PENGUJIAN Untuk menghindari suatu kesalahan yang terjadi pada sistem yang telah dibuat pada proyek akhir ini, maka diperlukan kegiatan pengujian serta pengukuran dari sistem yang telah direncanakan sebelumnya. Pengujian pertama kali dilakukan dengan menguji setiap modul yang ada (pengujian parsial). Setelah masing - masing modul telah bekerja sesuai perencanaan, maka pengujian selanjutnya adalah pengujian sistem yang sudah terintegrasi baik itu pengujian sistem secara open loop dan juga secara close loop. 4.2

PENGUJIAN PARSIAL Untuk didapatkannya suatu informasi mengenai rangkaian atau sistem yang telah dibuat perlu dilakukan suatu pengujian parsial sehingga dapat diketahui mengenai performa serta spesifikasi dari tiap rangkaian tersebut. Pengujian parsial dilakukan baik itu untuk mengetahui karakteristik hardware maupun software. 61

62

4.2.1 Pengujian Board Module Mikrokontroler STM32F4Discovery dan TFT Touchscreen Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah sistem mikrokontroler ini sudah dapat berfungsi dengan baik atau tidak. Pengujian dilakukan dengan melakukan pengetesan pada regulator dengan output harus 5V serta jalur-jalur harus terhubung dan dipastikan tidak ada yang short circuit. Untuk metode pengujian mikrokontroler STM32F407VG-Discovery ini adalah dengan cara menggunakan secara langsung fungsi PORT yang akan dipakai. Untuk pengetesan rangkaian secara keseluruhan maka perlu adanya integrasi terhadap sensor dan komponen lainnya. Konfigurasi Input / Output dan hasil tes mikrokontroler STM32F407VG-Discovery ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Konfigurasi Input/Output dan Hasil Tes Mikrokontroler

Alamat Port

I/O

Fungsi

Hasil Tes

PORTC.0

Output

Keluaran sinyal driver relay

Output

Keluaran PWM

PORTC.13

Input

Masukan external interrupt sensor kecepatan

Berfungsi dengan baik Berfungsi dengan baik Berfungsi dengan baik

PORTB.1315, PORTD, PORTE

Output

TFT Touchscreen

Reset Button

Input

RESET

PORTC.6

Berfungsi dengan baik Berfungsi dengan baik

Dari hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 4.1, saat input regulator board module diberi sumber dc 12 volt hingga 18 volt, rangkaian regulator LM2576 yang terpasang pada board module berfungsi dengan sangat baik. Tegangan keluarannya selalu konstan 5,05 Volt meskipun tegangan inputnya berubah – ubah. Saat mikrokontroler dipasang pada board module, tegangan outputnya sedikit drop menjadi 5,01 Volt. Hal tersebut masih dapat diterima mengingat nilainya tidak terpaut jauh yaitu hanya selisih 0,2 % dari hasil yang diinginkan.

63

Untuk pengujian tiap port mikrokontroler yang digunakan, dapat kita lihat pada Tabel 4.1 semua port yang dipergunakan berfungsi dengan baik. Dengan hasil tersebut maka board module mikrokontroler siap untuk diintegrasikan pada sistem. 4.2.2 Pengujian Menu Program LCD TFT Touchscreen Pengujian LCD TFT Touchscreen bertujuan untuk mengetahui apakah LCD TFT Touchsreen yang terpasang pada board module kinerjanya baik atau tidak. Selain itu juga bertujuan agar dapat mengetahui kemampuan board module yang terpasang apakah sudah dapat mensuplai LCD TFT Touchscreen dengan baik atau tidak. LCD TFT Touchsreen dapat dikatakan baik apabila dapat menerima input dan memberikan suatu respon dari sentuhan jari (touch) serta dapat menampilkan karakter dan gambar sesuai program yang diberikan tanpa ada tampilan yang cacat atau berbeda dari desain. Berikut adalah hasil pengujian menu program LCD TFT Touchscreen. 

Tampilan awal ketika sistem dinyalakan dapat dilihat pada Gambar 4.1 yaitu terdapat logo PENS dan KEIL. Tampilan tidak akan berubah jika logo PENS tidak disentuh. Setelah logo PENS disentuh maka akan berganti tampilan berupa animasi ASCII selama 3 detik. Lalu tampilan akan berganti seperti Gambar 4.2.

Gambar 4.1 Tampilan awal



Tampilan berubah seperti pada Gambar 4.2 menjadi tampilan welcome saat logo PENS disentuh dan setelah tampilan animasi ASCII selama 3 detik selesai. Tampilan tidak akan berubah jika tanda es krim pada tampilan welcome tidak disentuh.

64

Gambar 4.2 Tampilan kedua



Tampilan berganti menjadi pilihan pengaturan kecepatan otomatis atau manual saat tanda es krim pada tampilan welcome disentuh seperti terlihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Tampilan menu pilihan pengaturan kecepatan



Tampilan berganti menjadi monitoring kecepatan dan duty cycle saat tombol pengaturan kecepatan secara manual disentuh seperti terlihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Tampilan monitoring manual

65



Saat tombol stop pada monitoring manual disentuh maka akan kembali ke pilihan pengaturan kecepatan seperti pada Gambar 4.3. Tampilan akan berganti menjadi pilihan kapasitas adonan es puter saat tombol pengaturan kecepatan secara otomatis disentuh seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5. Dan jika disentuh tombol back pada pojok kanan atas maka akan kembali ke menu sebelumnya.

Gambar 4.5 Tampilan pilihan kapasitas adonan es puter



Tampilan akan berganti menjadi monitoring kecepatan, duty cycle, error dan waktu sisa saat salah satu tombol pilihan kapasitas adonan es puter disentuh seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.6. Dan saat tombol stop disentuh akan kembali ke pilihan kapasitas adonan es puter.

Gambar 4.6 Tampilan monitoring otomatis

Dari hasil pengujian menu program LCD TFT Touchscreen, maka dapat dikategorikan menu program berfungsi dengan sangat baik. Respon ketika disentuh sangat smooth dan menu dapat berganti sesuai tombol yang disentuh.

66

4.2.3 Pengujian program PWM Untuk mengetahui apakah gelombang PWM yang dibangkitkan oleh mikrokontroler STM32F4 Discovery berfungsi dengan baik maka perlu dilakukan pengujian program PWM. Program PWM yang berfungsi dengan baik yaitu apabila register Timer Pulse pada mikrokontroler STM32F4 Discovery dirubah - rubah maka nilai duty cycle juga akan berubah - ubah. Pembangkitan gelombang PWM ini memanfaatkan fitur PWM yang disetting terlebih dahulu melalui Timer. Timer yang digunakan pada proyek akhir ini untuk mengaktifkan PWM yaitu Timer 3 lebih tepatnya yaitu pada channel 1 pinspack 3 (PORTC.6). Frekuensi dari program PWM ini yaitu 40 kHz dengan range pengaturan nilai desimal melalui register Timer Pulse 0 s/d 699. Jadi untuk membangkitkan PWM dengan duty cycle tertentu nilai register Timer Pulse yang harus diinputkan yaitu: 𝑇𝑖𝑚𝑒𝑟 𝑃𝑢𝑙𝑠𝑒 =

𝐷𝑢𝑡𝑦 𝐶𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 (%) 𝑥 699 100

Sehingga jika diinginkan gelombang PWM 40 kHz dengan duty cycle 50% maka nilai register Timer Pulse yang harus diinputkan yaitu 350. Berikut adalah tampilan output gelombang PWM yang dibangkitkan oleh mikrokontroler STM32F4 Discovery dengan frekuensi 40 kHz. 

Pada Gambar 4.7 ditunjukkan gelombang output PWM dengan nilai register Timer Pulse 350 atau duty cycle 50%.

Gambar 4.7 Sinyal PWM 40kHz 0.2 V/div, 5µs/div duty cycle = 50%

67



Saat nilai duty cyclenya dirubah menjadi 20% maka nilai register Timer Pulse yang harus diinputkan adalah 140. Pada Gambar 4.8 adalah tampilan gelombang output PWM dengan duty cycle 20%.

Gambar 4.8 Sinyal PWM 40kHz 0.2 V/div, 5µs/div duty cycle = 20%



Perhitungan frekuensi secara praktek 𝑇 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑣 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑥 𝑡𝑖𝑚𝑒/𝑑𝑖𝑣 𝑥 𝑟𝑒𝑑 𝑝𝑟𝑜𝑏𝑒 Dari hasil pengamatan melalui oscilloscope, panjang gelombangnya yaitu 5 div, time/div yang digunakan 5µs/div dan redaman probe yang digunakan 1x. Sehingga periodenya adalah. 𝑇 = 5 𝑥 5µ𝑠 𝑥 1 𝑇 = 25µ𝑠 1 𝑓= 𝑇 1 𝑓= = 40 𝑘𝐻𝑧 25µ𝑠

Dari pengujian pembangkitan gelombang PWM diatas maka dapat dikatakan program PWM yang digunakan telah berfungsi dengan baik dan memberikan nilai frekuensi yang sesuai yaitu 40kHz. Ketika diinginkan perubahan duty cycle melalui pengubahan nilai register Timer Pulse, hasil gelombang output yang dibangkitkan juga telah sesuai.

68

4.2.4 Pengujian Program Pewaktu/Timer Pada proyek akhir ini digunakan juga pewaktu atau timer yang berfungsi untuk menentukan kapan sistem akan berhenti beroperasi. Hitungan pewaktu atau timer pada proyek akhir ini yaitu hitungan mundur. Jadi saat waktu hitungannya habis atau 00:00:00 maka sistem akan berhenti beroperasi. Jenis timer yang digunakan yaitu Timer 2 dengan resolusi 32 bit. Dipilih Timer 2 karena memiliki resolusi paling tinggi pada mikrokontroler STM32F4 Discovery ini, sehingga diharapkan memiliki tingkat kepresisian yang tinggi.

Gambar 4.9 Pengujian Pewaktu/Timer dengan pembanding Stopwatch Smartphone

Pengujian dilakukan dengan membandingan hasil hitungan menggunakan stop watch pada smartphone dan hasil hitungan menggunakan program pewaktu atau timer ini seperti terlihat pada Gambar 4.9. Data perbandingan hitungan dicatat setiap kurang lebih 10 menit. Berikut adalah hasil percobaan pewaktu atau timer. Tabel 4.2 Pengujian Program Pewaktu atau Timer

No 1 2 3 4 5 6

Pembacaan Stop watch 00:58:03 00:46:21 00:38:58 00:24:15 00:17:39 00:05:14

Pembacaan Timer 00:58:03 00:46:21 00:38:58 00:24:15 00:17:39 00:05:14

Selisih Pembacaan 0 detik 0 detik 0 detik 0 detik 0 detik 0 detik

Dari pengujian yang dilakukan sehingga dihasilkan data – data pada Tabel 4.2 dapat kita amati bahwa hasil hitungan menggunakan program pewaktu atau timer pada Timer 2 STM32F4 Discovery

69

sangatlah bagus. Hal ini terlihat dari tidak adanya selisih pembacaan antara di menit - menit awal, dipertengahan range hitungan ataupun di menit – menit terakhir hingga hitungannya habis atau bernilai 00:00:00. 4.2.5 Pengujian Sensor Kecepatan Pengujian dilakukan untuk mengetahui kepresisian nilai pembacaan kecepatan yang dihasilkan dari sensor kecepatan (rotary encoder) yang kemudian dibandingkan dengan pembacaan alat ukur (tachometer). Pada pengujian ini diharapkan nilai pembacaan kecepatan dari sensor yang dihasilkan mendekati atau sesuai dengan pembacaan alat ukur (tachometer).

Gambar 4.10 Rangkaian sensor kecepatan (rotary encoder) yang terpasang dengan piringan berlubang

Terlihat pada Gambar 4.10, konfigurasi yang digunakan yaitu menggunakan piringan dengan jumlah lubang 40. Piringan tersebut diletakkan pada bagian bawah pulley yang terhubung ke tabung es puter. Pada pengujian sensor kecepatan ini terdapat beberapa permasalahan yaitu pembacaan yang acak dari sensor kecepatan saat rangkaian sudah terintegrasi dengan sistem. Hal tersebut menyebabkan pembacaan kecepatannya mencapai ribuan rpm dan sangat jauh dari pembacaan tachometer. Untuk itulah pada sensor kecepatan ini perlu ditambahkan rangkaian debouncing. Rangkaian tersebut berfungsi sebagai filter terhadap sinyal noise yaitu sinyal yang tidak diharapkan yang muncul saat sudah terintegrasi dengan sistem. Munculnya sinyal tersebut menjadikan pembacaan hitungan lubang oleh sensor kecepatan menjadi acak. Karena tiap ada sinyal noise yang muncul maka sinyal

70

tersebut dianggap mikrokontroler sebagai sinyal yang berasal dari sensor kecepatan. Berikut pada Gambar 4.11 adalah rangkaian debouncing.

Gambar 4.11 Rangkaian Debouncing

Dasar dari rangkaian debouncing tersebut yaitu low pass filter, dimana terlihat ada dua komponen utama yaitu resistor yang dipasang seri dan kapasitor yang dipasang paralel. Selain itu juga ditambahkan IC schmitt trigger 74HC14 atau 74LS14 setelah output dari rangkaian RC atau low pass filter. IC schmitt trigger ini memiliki kekebalan terhadap sinyal noise yang mungkin masih tersisa setelah rangkaian RC atau low pass filter. IC ini juga akan memperbaiki output sinyal yang tidak sempurna hasil dari proses charge dan discharge kapasitor. Ouput IC schmitt trigger ini akan berkebalikan dengan sinyal output. Jadi saat sinyal inputnya high maka sinyal outputnya akan low dan juga sebaliknya. Jika diinginkan time constant sebesar 1ms maka nilai R dan C dapat dihitung berdasarkan rumus berikut. 𝜏 = 𝑅. 𝐶 = 1 𝑚𝑠 Misal C = 100 nF, maka nilai R agar nilai time constant (τ) sama dengan 1 ms adalah. 𝑅=

1𝑥10−3 = 10𝑘 Ω 100𝑥10−9 Tabel 4.3 Hasil pengujian sensor kecepatan

V

Error

Speed (RPM)

(Volt)

Pembacaan Sensor

Pembacaaan Tachometer

(%)

24

42.5

44

3,4

32

54.0

53

1,88

38

64.5

64

0,625

71

Lanjutan Tabel 4.3 V (Volt)

Error

Speed (RPM)

Pembacaan Sensor

Pembacaaan Tachometer

(%)

45

74.0

76

2,63

54

85.0

88

3,4

60

94.0

96

2,08

67

104.5

108

3,51

76

115.5

116

2,15

84

123.0

124

1,61

88

133.5

135

1,12

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat kita lihat bahwa hasil pembacaan sensor kecepatan cukup presisi dengan selisih pembacaan terhadap tachometer sekitar 1 s/d 5 rpm dan nilai presentase errornya tidak melebihi 5%. Pada hasil pengujian nilai presentase error terhadap pembacaan tachometer terrendah yaitu 0,625 % dan tertinggi yaitu 3,51 %. 140 Perbandingan Tacho dan Sensor kecepatan

Kecepatan (rpm)

120 100 80 60 40

Sensor Kecepatan

20

Tachometer

0 0

20

40

60

80

100

Tegangan (volt) Gambar 4.12 Grafik Perbandingan Pengukuran Tachometer dan Sensor Kecepatan

Dari grafik perbandingan pada Gambar 4.12 tentang pengukuran tachometer dan sensor kecepatan dapat kita lihat bahwa antara garis

72

merah dan biru hampir berhimpitan. Hal ini berarti pembacaan keduanya sangatlah mendekati. Hasil pembacaan sensor kecepatan ini cukup dapat diterima untuk digunakan sebagai feedback kecepatan pada sistem kontrol PI. 4.2.6 Pengujian Rangkaian Gate Driver MOSFET/IGBT Gate driver MOSFET/IGBT digunakan untuk meneruskan sinyal low power input dari mikrokontroler STM32F4 Discovery menuju kaki Gate pada MOSFET/IGBT buck converter dengan arus yang mencukupi. Sehingga dengan rangkaian Gate Driver tersebut power losses pada saat switching rangkaian elektronik daya dapat diminimalisir. Switch losses dapat terjadi karena terdapat perubahan dari kondisi high ke kondisi low secara cepat. Selain itu fungsi dari rangkaian Gate Driver ini adalah untuk mengisolasi antara kaki gate MOSFET/IGBT dengan mikrokontroler dari tegangan lebih maupun arus lebih yang bisa masuk. Pada proyek akhir ini digunakan IC TLP250 sebagai main IC gate driver MOSFET/IGBT. Pengujian rangkaian gate driver MOSFET/IGBT ini dilakukan untuk mengetahui apakah sinyal output dari rangkaian gate driver sesuai dengan sinyal output PWM dari mikrokontroler. Pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui bentuk sinyal PWM dari output rangkaian gate driver MOSFET/IGBT ketika dibebani oleh MOSFET/IGBT. Dapat kita lihat pada Gambar 4.13, output PWM dari mikrokontroler STM32F4 Discovery yang belum masuk ke rangkaian gate driver MOSFET/IGBT memiliki tegangan yang kecil hanya 2,7 volt.

Gambar 4.13 Output PWM dari Mikrokontroler STM32F4 Discovery

73

Gambar 4.14 Output PWM dari Rangkaian Gate Driver MOSFET/IGBT

Gambar 4.14 adalah hasil gelombang PWM yang sudah masuk ke rangkaian gate driver MOSFET/IGBT. Dapat kita lihat perbedaan dengan Gambar 4.13 sebelum masuk gate driver MOSFET/IGBT, tinggi gelombang meningkat menjadi 11,6 volt dan ketika dibebani MOSFET, ujung gelombang menjadi sedikit cacat. 4.2.7 Pengujian Rangkaian Penyearah (Rectifier) Pengujian uncontrolled full wave rectifier 1 phasa dengan filter C dilakukan untuk mengetahui seberapa besar nilai tegangan output DC yang digunakan sebagai suplai dari buck converter. Selain itu, pengujian ini juga bertujuan untuk mengetahui seberapa besar nilai presentase error tegangan output dari rangkaian penyearah (rectifier) antara hasil perhitungan dan pengujian. Pada pengujian ini dimulai dari tegangan sumber 10 Vrms(ac) sampai dengan 140 Vrms(ac) yang didapatkan dari variac satu fasa. Pengujian ini harus dilakukan dari tegangan sumber yang kecil, dilanjutkan ke tegangan yang lebih besar. Jika pengujian dilakukan dari tegangan sumber dari yang besar ke yang kecil, maka hasilnya tidak akan akurat. Hal ini dikarenakan kapasitor masih menyimpan muatan tegangan di dalamnya. Pada pengujian ini rangkaian penyearah (rectifier) dibebani beban lampu pijar 100W tegangan nominal 110 volt. Beban ini dipilih untuk menyesuaikan karakteristik dari motor DC yang didapat yaitu dengan spesifikasi daya 125 watt dan tegangan nominal 90 volt

74

Gambar 4.15 Pengujian Rectifier

Pada Gambar 4.15 adalah proses pengujian rangkaian penyearah atau rectifier menggunakan beban lampu pijar 100 watt. Dari pengujian rangkaian rectifier tersebut didapatkan data pengujian sebagai berikut ini. Tabel 4.4 Hasil Pengujian Uncontrolled Full Wave Rectifier dengan Beban Lampu Pijar 100 W

Vs rms(ac) (volt) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Vo (dc) Calc (volt) 13,7 27,42 41,13 54,85 68,56 82,2 95,6 109,68 122,4 136,8 149,35 164,5 177,24 190,48

Vo (dc) Exp (volt) 13,23 25,8 38,95 52,11 66,05 79,43 93,21 105,48 119,42 132,35 143,22 160,09 173,96 184,83

Error (%) 3,43 4,44 5,3 4,99 3,66 3,36 2,5 3,83 2,43 3,25 4,10 2,68 1,85 2,96

75

Dari Tabel 4.4 tentang pengujian rangkaian penyearah atau rectifier dapat kita amati bahwa pada tegangan Vs rms yang rendah selisih antara tegangan output perhitungan dan percobaannya kecil antara 1 hingga 2 volt. Tetapi seiring dengan meningkatnya Vs rms, selisih antara tegangan output perhitungan dan percobaannya meningkat menjadi sekitar 3 hingga 5 volt. Dari tabel data tersebut juga dapat kita lihat bahwa dengan menggunakan filter C sebesar 6600 µF, tegangan output dcnya menjadi melebihi nilai Vs rms dan semakin mendekati Vs max. 250

Rectifier Vo(dc) teori dan praktek

Vs rms AC (Volt)

200 150 100 50 Vo(dc) teori Vo(dc) perc

0 0

20

40

60

80

100

120

140

160

Vout DC (Volt) Gambar 4.16 Grafik Perbandingan Vo(dc) teori dan Vo(dc) praktek Rectifier

Jika kita amati pada presentase error rangkaian maka errornya berkisar antara 1% hingga 5% dengan rata – rata presentase error rangkaian 3,48%. Pada Gambar 4.16 tentang grafik perbandingan Vo(dc) teori dan praktek dapat kita amati bahwa garis biru dan garis merah hampir berhimpitan. Hal ini menunjukkan bahwa selisih kedua parameter Vo(dc) teori dan praktek tidak lah terlalu besar. Dari pengujian diatas dapat dikatakan bahwa rangkaian rectifier ini presentase errornya baik sehingga rangkaian ini dapat digunakan sebagai suplai rangkaian buck converter. 4.2.8 Pengujian Rangkaian Buck Converter Pada proyek akhir ini juga digunakan rangkaian non isolated DCDC Converter jenis buck converter yang akan digunakan sebagai driver

76

motor DC magnet permanen. Buck converter ini akan menurunkan tegangan output dari rectifier sebesar 140 volt menjadi tegangan dibawah 90 volt sesuai dengan tegangan input yang dibutuhkan oleh motor DC magnet permanen. Kecepatan motor DC magnet permanen akan semakin cepat saat nilai tegangan inputnya semakin besar. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa baik tegangan output yang dihasilkan dari rangkaian buck converter ini yang nantinya akan dibandingkan pengukuran tegangan outputnya dengan hasil perhitungan tegangan output secara teori. Rangkaian buck converter ini akan diuji dengan dua proses pengujian. Pengujian pertama yaitu untuk mengetahui tegangan output dari buck converter jika diuji dengan duty cycle berubah - ubah dengan tegangan input yang tetap. Sedangkan pada pengujian yang kedua akan diuji dengan duty cycle tetap tetapi tegangan input yang berubah ubah. Dua pengujian tersebut diharapkan mampu menunjukkan seberapa baik tegangan output yang mampu dihasilkan oleh rangkaian buck converter ini. Sumber PWM untuk buck converter ini didapatkan dari pembangkitan PWM oleh mikrokontroler STM32F4 Discovery yang kemudian diteruskan oleh rangkaian gate driver MOSFET/IGBT menuju kaki gate MOSFET pada buck converter. Berikut adalah hasil pengujian rangkaian buck converter ini. 

Pengujian buck converter dengan duty cycle berubah – ubah, tegangan input tetap 140 volt. Tabel 4.5 Hasil Pengujian Buck Converter dengan tegangan input konstan 140 V

Duty Cycle (%) 20 30 40 50 60 70

V in (Volt) 140 140 140 140 140 140

V out (Volt) Teori Praktek 28 42 56 70 84 98

30,47 45,1 59,97 74,8 88,1 101,8

Iout (A) 0,2 0,23 0,25 0,26 0,29 0,31

Error (%) 8,82 % 7,38 % 7,08 % 6,85 % 4,8 % 3.87 %

Tabel 4.5 adalah hasil pengujian buck converter dengan duty cycle berubah – ubah, tegangan inputnya tetap 140 volt. Dari hasil pengujian tersebut dapat kita lihat bahwa semakin kecil duty cyclenya,

77

maka nilai presentase error yang dihasilkan dari rangkaian tersebut semakin besar. Dan semakin besar duty cyclenya, presentase error yang dihasilkan semakin kecil. Tercatat, saat duty cycle terendah 20% presentase errornya 8,82 % dan duty cycle tertinggi 70% presentase errornya 3,87 %. Untuk mendapatkan nilai tegangan output secara teori dapat dihitung dengan rumus dasar dari buck converter yaitu tegangan ouput adalah hasil perkalian dari tegangan input dan duty cycle. Dan untuk menghitung nilai presentase error dapat dihitung dengan membagi selisih nilai tegangan output secara teori dan praktek dengan nilai tegangan output teori. Lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan berikut. Vout = Vin ∗ Duty Cycle Sehingga jika duty cyclenya 70% dengan tegangan input 140 volt maka tegangan output secara teorinya adalah. 70 100 Vout = 140 ∗ 0.7 Vout = 98Volt Vout = 140 ∗

Nilai presentase error dapat dihitung dengan rumus berikut yaitu dengan menghitung selisih antara nilai tegangan output secara teori dan praktek lalu dibagi dengan nilai tegangan output teori seperti ditunjukkan pada perhitungan berikut. % error =

|Teori − Praktek| ∗ 100% Teori

Dan berikut adalah contoh perhitungan nilai presentase error jika digunakan data pada Tabel 4.5 untuk duty cycle 70%. |98 − 101,8| ∗ 100% 98 3,8 % error = ∗ 100% 98 % error = 0,03877551 * 100 % % error = 3,87 % % error =

78

Gambar 4.17 Hasil Pengukuran Tegangan Ouput duty cycle 70% Vin = 140 V

Gambar 4.17 menunjukkan hasil pengukuran tegangan output dari buck converter saat duty cycle 70% dan tegangan inputnya 140 volt. Terlihat pada Gambar 4.17 bahwa nilai tegangan outputnya yaitu 101,8 volt, dimana perhitungan secara teorinya yatu 98 volt. Jika dihitung presentase errornya seperti perhitungan error yang telah dijelaskan sebelumnya maka didapatkan nilai presentase error sebesar 3,87 %. Selanjutnya adalah grafik pengujian buck converter dengan duty cycle berubah – ubah, tegangan input tetap 140 volt yang ditunjukkan pada Gambar 4.18. Grafik tersebut adalah hasil pengeplotan dari tabel pengujian buck converter dengan duty cycle berubah – ubah, tegangan input tetap 140 volt pada Tabel 4.5. Pada grafik tersebut ditunjukkan perbandingan pembacaan tegangan output secara teori dan tegangan output secara pengujian atau praktek. Terlihat bahwa antara nilai tegangan output teori dan tegangan output pengujian pada garis merah dan biru hampir berhimpitan yang menunjukkan selisih nilainya tidak terlalu besar. Meskipun dari perhitungan presentase error selisih terbesar ada pada duty cycle yang kecil, tetapi saat dimasukkan dalam grafik perbandingan nilai tersebut tidak terlalu besar. Dari tabel dan grafik pengujian tersebut didapatkan nilai presentase error rata – rata saat kondisi duty cycle berubah – ubah, tegangan input tetap yaitu 6,4%. Nilai tersebut masih cukup baik karena masih dibawah batas toleransi error yaitu 10%. Untuk pengujian selanjutnya yaitu rangkaian buck converter akan diuji dengan dengan tegangan input berubah – ubah, duty cycle tetap 50%. Hasil pengujiannya ditunjukkan pada Tabel 4.6.

79

Perbandingan Vout teori dan praktek Buck Converter, Vin konstan 140 V

Tegangan Output (Volt)

120 100 80 60 40

Vout teori

20

Vout praktek

0 0

20

40

60

80

Duty Cycle (%) Gambar 4.18 Grafik Perbandingan Vo(dc) teori dan Vo(dc) praktek Buck Converter dengan tegangan input konstan 140 V



Pengujian buck converter dengan tegangan input berubah – ubah, duty cycle tetap 50%. Tabel 4.6 Hasil Pengujian Buck Converter dengan duty cycle konstan 50%

Duty Cycle (%) 50 50 50 50 50 50 50

V in (Volt) 20 40 60 80 100 120 140

V out (Volt) Teori Praktek 10 20 30 40 50 60 70

9,8 20,5 31,33 42,3 53,1 64,5 75,6

Iout (A) 0,14 0,16 0,18 0,2 0,22 0,25 0,27

Error (%) 2% 2,5 % 4,43 % 5,75 % 6,2 % 7,5 % 8%

Tabel 4.6 adalah hasil pengujian buck converter dengan tegangan input berubah – ubah, duty cyclenya tetap atau konstan 50 %. Dapat kita amati, semakin besar tegangan inputnya maka nilai presentase error yang dihasilkan juga semakin besar. Presentase error terbesar yaitu 8% saat tegangan inputnya 140 volt, dan presentase error terendah yaitu 2 % saat tegangan inputnya 20 volt.

80

Berikut adalah grafik pengujian buck converter dengan tegangan input berubah – ubah, duty cycle tetap 50% yang ditunjukkan pada Gambar 4.19. Karena presentase errornya sebanding dengan kenaikan tegangan input, dapat dilihat pada Gambar 4.19 saat awal pengujian dengan tegangan input 20 volt antara garis merah dan biru nilainya sama hanya selisih 0,2 volt. Garis merah dan biru semakin menjauh seiring dengan perubahan tegangan input dimana titik terjauh yaitu saat tegangan inputnya 140 volt dengan nilai presentase error 8%. Perbandingan Vout teori dan praktek Buck Converter Duty Cycle konstan 50% 80 Tegangan Output (Volt)

70 60

50 40 30 20

Vout teori

10

Vout praktek

0 0

25

50

75

100

125

150

Tegangan Input (Volt) Gambar 4.19 Grafik Perbandingan Vo(dc) teori dan Vo(dc) praktek Buck Converter dengan duty cycle konstan 50%

Pada beberapa tabel dan grafik diatas ditampilkan hasil pengujian tegangan keluaran dari rangkaian buck converter dengan frekuensi 40 kHz. Penyulutan PWM pada gate MOSFET menggunakan PWM dari mikrokontroler dengan beban lampu pijar 100 watt dan penyulutan PWM 20% sampai PWM 70%. Pada pengujian pertama tegangan output masih berada pada error sekitar 3,87% hingga 8,82%. Berarti fungsi konverter secara teori dapat bekerja dengan baik, karena error masih dibawah dari 10%. Ketika penyulutan 20% seharusnya tegangan output yaitu 28 volt tetapi yang dikeluarkan oleh rangkaian buck converter 30,47 volt. Begitu juga saat penyulutan 50%, tegangan outputnya yaitu 74,8 Volt, padahal seharusnya sekitar 70 V. Jika kita amati pada presentase errornya, maka pada pengujian yang pertama ini nilai presentase error akan semakin

81

meningkat saat duty cycle yang diberikan semakin kecil dan presentase error akan semakin kecil saat duty cyclenya besar. Meskipun demikian masih mendekati nilai tegangan output teori, artinya pengujian buck converter secara parsial sudah dapat dikatakan baik karena error dari buck converter dengan tegangan input konstan, duty cycle berubah – ubah rata-rata errornya hanya 6,4%. Pada pengujian kedua juga hampir sama tegangan output masih berada pada error sekitar 2% hingga 8%. Error akan semakin naik seiring dengan naiknya tegangan input. Saat nilai tegangan inputnya 20 volt nilai presentase errornya hanya 2% sedangkan saat nilai tegangan inputnya 140 volt presentase errornya meningkat menjadi 8%. Walaupun begitu tegangan outputnya masih mendekati nilai tegangan output teori, dengan rata-rata presentase error hanya 5,14% untuk pengujian duty cycle tetap, tegangan input berubah - ubah. Sehingga dari dua pengujian yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa output dari rangkaian buck converter ini sangat baik dengan nilai error rata – ratanya sekitar 5%. 4.3

PENGUJIAN INTEGRASI Pengujian integrasi ini merupakan pengujian keseluruhan komponen yang sebelumnya telah diuji parsial dan telah dikatakan baik. Tujuan dari pengujian integrasi ini adalah untuk mengetahui apakah sistem yang telah direncanakan dapat digunakan sebagai alat pemutar tabung es puter secara otomatis. Pengujian pertama yaitu pengujian untuk menentukan set point terbaik agar adonan es puter dapat cepat membeku. Selanjutnya yaitu pengujian motor DC pada saat tidak berbeban dan berbeban sebagai parameter pembanding dengan kondisi sistem masih open loop. Tabel 4.7 tentang pengujian es puter dengan kapasitas adonan 1 liter pada set point yang berbeda – beda dapat dilihat karakteristik waktu pembekuan adonan es puter saat dibuat dengan kecepatan yang berbeda - beda. Tabel 4.7 Perbandingan waktu tempuh untuk beku terhadap perubahan set point

Set Point 90 rpm 100 rpm 110 rpm 120 rpm

Waktu tempuh untuk beku 38 menit 30 menit 25 menit 19 menit

82

Dari data pengujian yang tertera pada Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa dengan set point yang semakin cepat maka proses pembuatan es puter akan menjadi semakin cepat juga. Dengan demikian dipilihlah set point paling cepat yaitu 120 rpm agar dalam proses pembuatan es puter, adonan es puternya juga semakin cepat membeku. Lama proses pembuatan es puter sebenarnya juga dipengaruhi oleh komposisi garam pada es batu yang digunakan. Jika garam yang ditaburkan terlalu sedikit, meskipun putarannya sudah dipercepat maka proses pembekuan adonan es puter akan tetap lambat. Dan jika garam yang ditaburkan terlalu banyak maka hasil pembekuan adonan es puter akan terlalu keras. Selanjutnya yaitu pengujian motor DC pada saat tidak berbeban dan berbeban sebagai parameter pembanding dengan sistem masih open loop. Untuk bebannya digunakan adonan es puter 1 liter. Tabel 4.8 adalah beberapa pengujian motor DC dengan kecepatan yang berbeda – beda antara kondisi tidak berbeban dan berbeban pada beban 1 liter. Saat kondisi berbeban kecepatan motor DC cenderung turun 8 hingga 10 rpm. Saat beban dinaikkan menjadi 2,5 liter atau 5 liter maka kecepatan putaran akan menjadi lebih pelan lagi. Pada kondisi beban maksimal 5 liter kecepatan putaran tabung es puter akan turun hingga 20 rpm. Tabel 4.8 Perbandingan kecepatan tanpa beban dan berbeban 1 liter adonan es puter (open loop)

RPM Tidak Berbeban Berbeban 0 0 70,5 57,5 81,5 69,5 90,5 84,0 104,0 92,5 120,5 112,5 Yang tertera pada Gambar 4.20 adalah grafik hasil pengujian open loop antara berbeban dan tidak berbeban. Terlihat bahwa dengan kondisi tanpa beban set point dapat stabil pada setting yang diberikan yaitu 120 rpm. Sedangkan saat dibebani adonan es puter 1 liter, responnya menjadi lambat untuk mencapai set point 120 rpm. Lambatnya respon tersebut disebabkan karena beban tabung es puter saat awal proses pemutaran cenderung berat karena es batu yang bergesekan langsung dengan tabung es puter masih sangat keras.

83

200 Pengujian Open Loop Berbeban dan Tanpa Beban Set Point 120 rpm

180

Kecepatan (rpm)

160 140 120 100 80 60 40

Tanpa Beban

20

Berbeban 1 liter

0 0

5

10 15 Waktu (menit)

20

25

Gambar 4.20 Grafik Perbandingan kecepatan tanpa beban dan berbeban 1 liter adonan es puter (open loop)

Pengujian integrasi selanjutnya yaitu dengan kondisi close loop. Set pointnya yaitu 120 rpm dan untuk tiap beban adonan memiliki parameter Kp dan Ki yang berbeda – beda. Pada beban adonan es puter 1 liter, nilai parameter Kp nya 2 dan Ki nya 7. Untuk beban adonan es puter 2,5 liter, nilai parameter Kp nya 3 dan Ki nya 7. Sedangkan untuk beban adonan es puter 5 liter, nilai parameter Kp nya 5 dan Ki nya 7. Nilai – nilai parameter tersebut didapatkan menggunakan metode tuning trial and error. Dari hasil pengujian pada ketiga beban didapatkan hasil grafik respon seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.21. Terlihat bahwa tiap beban adonan es puter, memiliki grafik respon yang berbeda – beda. Overshoot tertinggi terdapat pada beban adonan es puter 1 liter, dan overshoot terendah pada adonan es puter 5 liter. Meskipun pada beban adonan es puter 1 liter terdapat overshoot tetapi nilai nya tidak terlalu tinggi yaitu hanya 135 rpm. Untuk respon rise timenya, jika dibandingkan dengan respon open loop maka didapatkan adanya perbedaan. Perbedaannya yaitu dengan menggunakan kontrol PI rise time nya menjadi lebih cepat dimana pada kondisi open loop dibutuhkan waktu 5 detik sedangkan dengan kontrol PI waktu rise timenya hanya 3 detik.

84

160

Perbandingan Close Loop PI Controller Beban 1 liter, 2,5 liter dan 5 liter set point 120 rpm

Kecepatan (rpm)

140

120 100 80 Adonan 1 Lt

60

Adonan 2,5 Lt

40

Adonan 5 Lt

20

Open loop 1 Lt

0 0

5

10

15 20 Waktu (detik)

25

30

35

Gambar 4.21 Grafik Perbandingan kecepatan sistem close loop dengan PI Controller untuk adonan es puter 1 liter, 2,5 liter dan 5 liter

Pada Gambar 4.21 yang menunjukkan grafik perbandingan kecepatan sistem close loop menggunakan kontrol PI dapat dilihat berdasarkan pengujian terhadap respon ketiga beban adonan es puter dan tambahan saat kondisi open loop maka dapat dikatakan bahwa respon dari sistem selalu sedikit mengalami osilasi. Meskipun mengalami osilasi namun sudah cukup bagus responnya jika dibandingkan dengan respon open loop. Dengan menggunakan kontrol PI sistem dapat mencapai set point yang telah ditentukan yaitu 120 rpm meskipun selalu terdapat osilasi antara 125 rpm hingga 114 rpm. Osilasi yang terjadi tiap beban adonan es puter juga berbeda – beda, dimana dengan adonan es puter 1 liter osilasinya lebih besar dan osilasi yang tidak terlalu besar ada pada sistem dengan beban adonan 5 liter. Osilasi tersebut disebabkan oleh gesekan es batu dengan tabung es puter yang kadang keras dan kadang tidak, sehingga sistem berusaha untuk tetap mempertahankan set point 120 rpm dengan resiko kadang naik hingga 125 rpm dan kadang turun hingga 114 rpm. Sedangkan tanpa kontrol PI (open loop) pada menit – menit awal sistem tidak dapat mencapai set point yang telah ditentukan, sitem open loop untuk adonan 1 liter baru dapat mencapai set point 120 rpm saat detik ke 20. Hal ini menjelaskan bahwa dengan kontrol PI respon sistem untuk dapat mencapai set point menjadi lebih cepat dan perubahan beban putaran yang diakibatkan oleh gesekan es batu dengan tabung juga dapat diminimalisir.

85

Pada Gambar 4.22 adalah hasil adonan es puter yang sudah membeku, dimana pada Gambar 4.22 adalah saat pengujian dengan beban adonan es puter 5 liter menggunakan kontrol PI pada set point putaran tabung es puter 120 rpm.

Gambar 4.22 Gambar adonan es puter yang sudah membeku

86

***Halaman ini sengaja dikosongkan***

BAB V PENUTUP

5.1

KESIMPULAN Dari hasil analisa data untuk semua pengujian - pengujian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. 2.

3.

4. 5.

Set point kecepatan putaran tabung es puter yang terbaik agar adonan es puter dapat cepat membeku yaitu 120 rpm. Dari grafik respon menggunakan kontrol PI untuk ketiga beban adonan es puter didapatkan bahwa responnya selalu mengalami osilasi. Osilasi tersebut disebabkan oleh gesekan es batu dengan tabung es puter yang kadang keras dan kadang tidak, sehingga sistem berusaha untuk tetap mempertahankan set point 120 rpm dengan resiko kadang naik hingga 125 rpm dan kadang turun hingga 114 rpm. Dengan menggunakan kontrol PI respon sistem jauh lebih baik jika dibandingkan dengan respon secara open loop. Sistem dengan kontrol PI mampu mencapai keadaan steady state set point 120 rpm dengan cepat, sedangkan saat kondisi tanpa kontrol (open loop) butuh waktu yang lama untuk mencapai steady state set point 120 rpm. Rata – rata error steady state menggunakan kontrol PI yaitu berkisar antara 5%. Konstanta proportional dan integral untuk kontrol PI agar kecepatan putaran tabung es puter dapat stabil 120 rpm yaitu Kp = 2, Ki = 7 untuk adonan es puter 1 liter, Kp = 3, Ki = 7 untuk adonan es puter 2.5 liter dan Kp = 5, Ki = 7 untuk adonan es puter 5 liter.

87

88

5.2

SARAN Dalam pengerjaan proyek akhir ini tentu saja tidak lepas dari segala kekurangan baik dari segi metode yang digunakan maupun dari segi peralatan yang telah dibuat. Maka dari itu, kekurangan kekurangan tersebut perlu diperbaiki agar nantinya sistem yang dibuat ke depannya dapat lebih baik lagi. Berikut adalah saran - saran yang mungkin diperlukan : 1.

2.

3.

4.

5.

Perlu dilakukan desain mekanik yang lebih baik dan pembuatan yang lebih presisi lagi, karena saat pengujian posisi as tabung yang terhubung ke pulley sedikit miring sehingga putaran tabung tidak melingkar dan menyebabkan kecepatan menjadi tersendat – sendat yang berdampak kecepatan menjadi berosilasi. Perlu ditambahkan kran pembuangan pada sisi tabung penampung es batu agar saat proses pengurasan air sisa es batu yang telah mencair lebih mudah. Sensor kecepatan yang dipakai perlu diganti dengan sensor kecepatan yang lebih stabil dan presisi pembacaannya seperti type laser rotary encoder, karena sensor kecepatan type infrared yang digunakan pada proyek akhir ini memiliki banyak kendala yaitu kadang pembacaannya bagus dan kadang tidak saat sudah terintegrasi. Agar proses pengadukan adonan es puter bisa secara otomatis, maka selanjutnya perlu dikembangkan lagi untuk sistem yang dapat mengaduk adonan secara otomatis. Agar pengguna dapat memilih kapasitas es puter dengan bebas tanpa batasan 3 pilihan kapasitas es puter, maka selanjutnya perlu dilakukan perubahan sistem kontrol yang mampu menyesuaikan kapasitas beban es puter dengan pengaturan kecepatan yang konstan.

89

DAFTAR PUSTAKA

1.

Adhi Dwi Arta, Perancangan Ulang Alat Mesin Pembuat Es Puter Berdasarkan Aspek Ergonomi, Skripsi, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011. 2. Andyka Bangun Wicaksono, Filter Aktif Shunt 3 Phase Berbasis Artificial Neural Network (ANN) Untuk Mengkompensasi Harmonisa Pada Sistem Distribusi 220/380 Volt, Tugas Akhir, Teknik Elektro Institus Teknologi Sepuluh Nopember, 2014. 3. Ananta Tiara, Desain Rangkaian Snubber dan Simulasi Menggunakan Multisim, Tugas Akhir, Teknik Elektro Universitas Indonesia, 2009. 4. Ayuningsih, F, Menikmati Kelezatan Makanan Yogyakarta, Semarang, dan Magelang, Jakarta: Gramedia, hlm. 48, 2008. 5. Daniel W.Hart, Power Electronics, McGraw-Hill, Edisi I, 2011. 6. Elga Nadhirza, Rengga, Perancangan Alat Pengaduk Adonan Bakery Menggunakan Motor DC ½ HP dengan Kontroller PID, Skripsi, Universitas Jember, 2011. 7. Fernando Briz, et al, Speed Measurement Using Rotary Encoder for High Performance ac Drives, IEEE Trans. 8. MH. Rashid, Power Electronic Handbook, Elsevier, Edisi III, 2011. 9. Ogata, Katsuhiko, Modern Control Engineering, Upper Sadle River : Prentice Hall, Edisi V, 2010. 10. Ogata, Katsuhiko, Teknik Kontrol Automatik Jilid 1, diterjemahkan oleh Edi Leksono, Erlangga, Jakarta, 1994. 11. Ogata, Katsuhiko, Teknik Kontrol Automatik Jilid 2, diterjemahkan oleh Edi Leksono, Erlangga, Jakarta, 1994.

90

12. R Ibrahim K, Implementasi Penggunaan Mikrokontroller 8051 Untuk Kontrol Kecepatan Motor DC, Skripsi, Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung, 2000. 13. Suyadi, Sunarto, dan Faqihuddin Nur Rachman, Rancang Bangun Mesin Pembuat Es Puter dengan Pengaduk dan Penggerak Motor Listrik, Jurnal Ilmiah, Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang, 2010. 14. Suryaningsih, R.B, Es Dung Dung, Es Krim Tradisional Indonesia, Republika, Republika.co.id, Diakses tanggal 12 November 2014. 15. Tarwotjo, C.S. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta: Grasindo, hlm. 138, 1998. 16. Tri Ekayani, Rancang Bangun Penggerak Motor DC Magnet Permanen Untuk Modul Instrumentasi dan Sistem Kendali, Tugas Akhir, Politeknik Negeri Bandung, 2012. 17. Dataseheet STM32F407VG, STMicroelectronics, http://www.st.com/web/en/resource/technical/document/datash eet/DM00037051.pdf, diakses tanggal 19 November 2014. 18. Fahmizal, Bagan mekanisme kerja motor DC magnet permanen, https://fahmizaleeits.wordpress.com/tag/baganmekanisme-kerja-motor-dc-magnet-permanen/, Diakses tanggal 15 Desember 2014. 19. PID Controller, Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/PID_controller, Diakses tanggal 16 Desember 2014. 20. Es Puter, Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Es_puter, Diakses tanggal 24 November 2014. 21. MOTOR DC DAN APLIKASINYA, Academia, http://www.academia.edu/5356664/MOTOR_DC_DAN_APLI KASINYA, Diakses tanggal 15 Desember 2014. 22. Buck Converter, Documents, http://dokumen.tips/documents/elda-buck-pengaturtegangan.html, Diakses tanggal 11 November 2014.

91

23. Budi Prastyo, STM32F4 Discovery, 2014, [Online] Available: https://budiprastyo.wordpress.com/2014/04/17/stm32f4discove ry/ 24. Konsep Dasar Penyearah Gelombang Rectifier, Elektronika Dasar, http://elektronika-dasar.web.id/teorielektronika/konsep-dasar-penyearah-gelombang-rectifier/, Diakses tanggal 28 November 2014. 25. Arwindra Rizqiawan, Sekilas Rotary Encoder, https://konversi.wordpress.com/2009/06/12/sekilas-rotaryencoder/, Diakses tanggal 28 November 2014. 26. Infrared Speed Sensor Module, myscratchbooks, https://sites.google.com/site/myscratchbooks/home/projects/pr oject-11-infrared-speed-sensing-module, Diakses tanggal 5 Juni 2015. 27. Makalah Thin Film Transistor, Scribd, https://www.scribd.com/doc/230767400/Makalah-tentangThin-Film-Transistor, Diakses tanggal 11 November 2014.

92

***Halaman ini sengaja dikosongkan***

93

LAMPIRAN Program Mikrokontroler STM32F4 Discovery: #include #include "stm32f4xx.h" #include "stm32f4xx_it.h" #include "stm32f4xx_rcc.h" #include "stm32f4xx_gpio.h" #include "stm32f4xx_tim.h" #include "LCD.h" #include "TouchPanel.h" #include "logo_pens.h" #include "welcome_1.h" #include "automanual.h" #include "mainmenu1.h" #include "monitor_m.h" #include "monitor_1.h" #include "defines.h" #include "tm_stm32f4_exti.h" char str[20]; char buff[100]; int dtk=0, mnt=0, jm=1, j=0, pwm=0, pi=0, waktu=0, total=0, duty=0, inc, r; float sig_ctrl, err, LastError, SV, KP, KI, TS, Inte, Diff, P, I, PI; volatile float rpm, rpmsm, tegg; volatile uint8_t counter = 0; uint16_t TimerPeriod = 0; uint16_t ValuePrescaler = 0; uint16_t CCR1_Val; void welcomee(void); void automan(void); void mainmenuu(void); void monitorr(void); void monitorauto(void); void Delay(int ms) { ms = ms * 168000 / 4; while (ms) { ms--; } }

94

void peweem_pin(void) { GPIO_InitTypeDef GPIO_InitStruct; RCC_APB1PeriphClockCmd(RCC_APB1Periph_TIM3, ENABLE); RCC_AHB1PeriphClockCmd(RCC_AHB1Periph_GPIOC, ENABLE); GPIO_InitStruct.GPIO_Pin = GPIO_Pin_6; GPIO_InitStruct.GPIO_Mode = GPIO_Mode_AF; GPIO_InitStruct.GPIO_Speed = GPIO_Speed_100MHz; GPIO_InitStruct.GPIO_OType = GPIO_OType_PP; GPIO_InitStruct.GPIO_PuPd = GPIO_PuPd_UP ; GPIO_Init(GPIOC, &GPIO_InitStruct); GPIO_PinAFConfig(GPIOC, GPIO_PinSource6, GPIO_AF_TIM3); } void peweem_set(void) { TIM_TimeBaseInitTypeDef TIM_TimeBaseStructure; TIM_OCInitTypeDef TIM_OCInitStructure; /* Compute the prescaler value */ ValuePrescaler = (uint16_t) ((SystemCoreClock /2) / 28000000) - 1; TIM_TimeBaseStructure.TIM_Period = 700; TIM_TimeBaseStructure.TIM_Prescaler = ValuePrescaler; TIM_TimeBaseStructure.TIM_ClockDivision = 0; TIM_TimeBaseStructure.TIM_CounterMode = TIM_CounterMode_Up; TIM_TimeBaseInit(TIM3, &TIM_TimeBaseStructure); TIM_OCInitStructure.TIM_OCMode = TIM_OCMode_PWM1; TIM_OCInitStructure.TIM_OutputState = TIM_OutputState_Enable; TIM_OCInitStructure.TIM_Pulse = CCR1_Val; TIM_OCInitStructure.TIM_OCPolarity = TIM_OCPolarity_High; TIM_OC1Init(TIM3, &TIM_OCInitStructure); TIM_OC1PreloadConfig(TIM3, TIM_OCPreload_Enable); TIM_ARRPreloadConfig(TIM3, ENABLE); TIM_Cmd(TIM3, ENABLE); TIM_CtrlPWMOutputs(TIM3, ENABLE); } void tim1detik(void) { TIM_TimeBaseInitTypeDef TIM_TimeBaseStructure; NVIC_InitTypeDef NVIC_InitStructure; /* Enable the TIM2 gloabal Interrupt */ NVIC_InitStructure.NVIC_IRQChannel = TIM2_IRQn;

95 NVIC_InitStructure.NVIC_IRQChannelPreemptionPriority = 0; NVIC_InitStructure.NVIC_IRQChannelSubPriority = 0; NVIC_InitStructure.NVIC_IRQChannelCmd = ENABLE; NVIC_Init(&NVIC_InitStructure); RCC_APB1PeriphClockCmd(RCC_APB1Periph_TIM2, ENABLE); TIM_TimeBaseStructure.TIM_Period = 1000 - 1; // 100kHz ke 100 Hz (10 ms) TIM_TimeBaseStructure.TIM_Prescaler = ((SystemCoreClock /2) / 100000)-1; //100khz TIM_TimeBaseStructure.TIM_ClockDivision = 0; TIM_TimeBaseStructure.TIM_CounterMode = TIM_CounterMode_Up; TIM_TimeBaseInit(TIM2, &TIM_TimeBaseStructure); TIM_ITConfig(TIM2, TIM_IT_Update, ENABLE); TIM_Cmd(TIM2, ENABLE); } void TIM2_IRQHandler(void) { if (TIM_GetITStatus(TIM2, TIM_IT_Update) != RESET) { TIM_ClearITPendingBit(TIM2, TIM_IT_Update); j++; if(j==100)//1detik { rpm =(float)(counter*60)/40; rpm = rpm; if(waktu==1) { dtk--; if(dtk==-1) { mnt--; dtk=59; } if(mnt==-1) { jm--; mnt=19; total++; if(total==2) { mainmenuu(); } }

96 } if(waktu==2) { dtk--; if(dtk==-1) { mnt--; dtk=59; } if(mnt==-1) { jm--; mnt=29; total++; if(total==2) { mainmenuu(); } } } if(waktu==3) { dtk--; if(dtk==-1) { mnt--; dtk=59; } if(mnt==-1) { jm--; mnt=59; total++; if(total==2) { mainmenuu(); } } } if(waktu==4) { dtk++;

97 if(dtk==60) { mnt++; dtk=0; } if(mnt==60) { jm++; mnt=0; } if(jm==24) { jm=0; } } //GPIO_ToggleBits(GPIOD, GPIO_Pin_13); counter=0; j=0; } } } void PI_interrupt(void) { TIM_TimeBaseInitTypeDef TIM_PI; NVIC_InitTypeDef NVIC_PI; /* Enable the TIM5 gloabal Interrupt */ NVIC_PI.NVIC_IRQChannel = TIM5_IRQn; NVIC_PI.NVIC_IRQChannelPreemptionPriority = 1; NVIC_PI.NVIC_IRQChannelSubPriority = 1; NVIC_PI.NVIC_IRQChannelCmd = ENABLE; NVIC_Init(&NVIC_PI); /* TIM5 clock enable */ RCC_APB1PeriphClockCmd(RCC_APB1Periph_TIM5, ENABLE); /* Time base configuration */ TIM_PI.TIM_Period = 10 - 1; // 1MHz ke 100 kHz (10ns) TIM_PI.TIM_Prescaler = ((SystemCoreClock /2) / 1000000)-1; //1Mhz TIM_PI.TIM_ClockDivision = 0; TIM_PI.TIM_CounterMode = TIM_CounterMode_Up; TIM_TimeBaseInit(TIM5, &TIM_PI); TIM_ITConfig(TIM5, TIM_IT_Update, ENABLE); TIM_Cmd(TIM5, ENABLE);

98 } void TIM5_IRQHandler(void) { if (TIM_GetITStatus(TIM5, TIM_IT_Update) != RESET) { TIM_ClearITPendingBit(TIM5, TIM_IT_Update); r++; if(pi==1) //1 liter { KP=2.0; KI=7.0; //semakin kecil semakin lama capai SP TS=0.1; SV=120; err=SV-rpm; //Proportional Inte+= err * TS; // Integral P = KP * err; I = KI * Inte; PI = P + I; sig_ctrl = PI; //if (Inte>=385) {Inte=385;} if (sig_ctrl=350) {sig_ctrl=350;} TIM3->CCR1 = (int)sig_ctrl; } if(pi==2) //2,5 liter { KP=3.0; KI=7.0; TS=0.1; SV=120; err=SV-rpm; //Proportional Inte+= err * TS; // Integral P = KP * err; I = KI * Inte;

99 PI = P + I; sig_ctrl = PI; //if (Inte>=385) {Inte=385;} if (sig_ctrl=350) {sig_ctrl=350;} TIM3->CCR1 = (int)sig_ctrl; } if(pi==3) //5 liter { KP=5.0; KI=7.0; TS=0.1; SV=120; err=SV-rpm; //Proportional Inte+= err * TS; // Integral P = KP * err; I = KI * Inte; PI = P + I; sig_ctrl = PI; if (sig_ctrl=350) {sig_ctrl=350;} TIM3->CCR1 = (int)sig_ctrl; }

} } void LED(void) { /* Lampu led */ GPIO_InitTypeDef LED; RCC_AHB1PeriphClockCmd(RCC_AHB1Periph_GPIOD, ENABLE); LED.GPIO_Pin = GPIO_Pin_13; LED.GPIO_Mode = GPIO_Mode_OUT; LED.GPIO_Speed = GPIO_Speed_2MHz; LED.GPIO_OType = GPIO_OType_PP;

100 LED.GPIO_PuPd = GPIO_PuPd_NOPULL; GPIO_Init(GPIOD, &LED); } void relay(void) { /*Konfigurasi Relay PC0*/ GPIO_InitTypeDef Relay; RCC_AHB1PeriphClockCmd(RCC_AHB1Periph_GPIOC, ENABLE); Relay.GPIO_Pin = GPIO_Pin_0; Relay.GPIO_Mode = GPIO_Mode_OUT; Relay.GPIO_Speed = GPIO_Speed_2MHz; Relay.GPIO_OType = GPIO_OType_PP; Relay.GPIO_PuPd = GPIO_PuPd_NOPULL; GPIO_Init(GPIOC,&Relay); } void TM_EXTI_Handler(uint16_t GPIO_Pin) { if (GPIO_Pin == GPIO_Pin_13) { /* counter*/ /* baru = r; if(baru - lama =120&&display.x80&&display.y=14&&display.x114&&display.y=60&&display.x77&&display.y=173&&display.x77&&display.yCCR1 = 0; waktu=4; pi=0; dtk=0; mnt=0; jm=0; pwm=0; sig_ctrl=0; monitorr(); } } } void mainmenuu(void)

103 { LCD_DrawImage(0,0, 320, 240, mainmenu1); while(1) { dtk=0; mnt=0; jm=1; waktu=0; total=0; pi=0; GPIO_ResetBits(GPIOC, GPIO_Pin_0); getDisplayPoint(&display, Read_Ads7846(), &matrix ); //1 liter if((display.x>=15&&display.x17&&display.yCCR1 = 0; waktu=1; pi=1; pwm=0; sig_ctrl=0; monitorauto(); } //2,5 liter else if((display.x>=65&&display.x97&&display.yCCR1 = 0; waktu=2; pi=2; pwm=0; sig_ctrl=0; monitorauto(); } //5 liter else if((display.x>=115&&display.x17&&display.yCCR1 = 0; waktu=3; pi=3;

104 pwm=0; sig_ctrl=0; monitorauto(); } //Back elseif((display.x>=232&&display.x200&&display.y=10&&display.x10&&display.y=91&&display.x10&&display.y=70) { pwm=70; } } getDisplayPoint(&display, Read_Ads7846(), &matrix ); if((display.x>=173&&display.x10&&display.y=10&&display.x10&&display.y
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF