Pengadaan Barang Dan Jasa
July 27, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Pengadaan Barang Dan Jasa...
Description
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NKRI
Tahun
1945)
mengamanatkan
bahwa
Pemerintah
Negara
Indonesia
(Pemerintah) mempunyai tugas dan cita-cita sekaligus tujuan nasional bangsa Indonesia yaituantara lain melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana tersebut di atas perlu dilaksanakan
pembangunan
ekonomi
nasional
yang
berkelanjutan
dengan
berlandaskan demokrasi ekonomi dengan tetap memberikan perlindungan kepada segenap
bangsa
dan
seluruh
tumpah
darah
Indonesia.Dengan
terwujudnya
kesejahteraan dan kemakmuran maka diharapkan dapat terwujud kehidupan bangsa Indonesia yang cerdas. Untuk menyelenggarakan pelayanan umum yang lebih baik bagi semua warga negara, pemerintah harus berperan aktif dalam menyediakan dan memfasilitasi kebutuhan umum yang bermanfaat bagi masyarakat luas, yang dapat diakses oleh semua anggota masyarakat melalui pengadaan barang dan jasa yang transparan dan akuntabel, namun tetap saja dewasa ini masyarakat tetap harus ikutserta dalam berpartisipasi dalam segala hal yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah agar tercipta balance di dalam suatu Negara namun tetap dalam batas-batas tertentu, ini yang dinamakan reformasi di dalam masyarakat 1. Dalam upaya untuk memenuhi hak dan kebutuhan pelayanan umum yang layak diperlukan landasan hukum yang kokoh dalam proses pengadaan barang dan jasa. Pengaturan pengadaan barang dan jasa pemerintah saat ini terkait dengan sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya, antara lain: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi,
1Lijan
P. Sinambela, (2006) “Reformasi Pelayanan Publik” Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal:25
1
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Pela yanan Publik. Pengaturan tentang pengadaan barang dan jasa memiliki peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara, terutama untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih. Pengadaan barang dan jasa pemerintah harus menjamin kepastian hukum dan memberikan
perlindungan
bagi
setiap
warga
negara
dan
penduduk
dari
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa guna guna menciptakan iklim pengadaan barang dan jasa yang kondusif. Dengan demikian pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah suatu kegiatan yang tidak dapat dihindarkan oleh instansi pemerintah sebagai bagian dari kewajiban pemerintah yang tentunya proses dan produknya harus bisa dipertanggungjawabkan, karena dalam konteks bernegara segala kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah termasuk pengadaan barang dan jasa harus dapat dipertanggungjawabkan Berdasarkan amanat Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, negara berkewajiban melayani setiap warga negara untuk memenuhi hak dan kebutuhannya dalam kerangka pelayanan umum yang layak. Dalam rangka akuntabilitas pengadaan barang dan jasa pemerintah, maka proses pengadaan barang b arang dan jasa pemerintah perlu diatur dalam suatu peraturan yang dapat menjamin kepastian hukum dan menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas. Disamping itu, anggaran pengadaan barang dan jasa pemerintah biasanya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sehingga penggunaannya perlu dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah ini pengaturannya selain bersumber dari konstitusi dan pengaturan tentang pelayanan publik, juga terkait atau didasarkan pada pengaturan tentang keuangan negara. Dengan kata lain dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah harus dilaksanakan dengan didasarkan pada prinsip-prinsip Good Governance baik pada aspek penyelenggaraan pengadaannya maupun dalam penggunaan keuangan negara. Namun demikian dalam prakteknya, pengadaan barang dan jasa pemerintah ini masih
2
banyak ditemukan penyimpangan yang merugikan keuangan negara serta merugikan masyarakat. Apabila proses pengadaan barang dan jasa pemerintah penuh dengan penyimpangan, bisa dipastikan produknya juga bermasalah sehingga masyarakat tidak mendapatkan pelayanan yang berkualitas. Terkait dengan praktek pengadaan barang dan jasa saat ini, pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah sering kali bermasalah dan terjadi berbagai b erbagai macam penyimpangan, baik dari segi s egi kualitas barang yang tidak sesuai maupun adanya unsur KKN antara pejabat pemerintah dengan para penyedia barang dan jasa, meskipun saat ini Pemerintah telah memiliki Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres No. 54 Tahun 2010 jo Perpres No. 35 Tahun 2011).Pengaturan Kelembagaan mengingat Lembaga yang mengurusi pengadaan barang dan jasamemiliki peranan yang sangat penting ditengah-tengah era globalisasi dan telah dibentuk, keberadaan lembaga ini perlu diperkuat kedudukannya. Kedudukan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) akan kuat jika pengaturan dilakukan dalam Undang-Undang. Dalam praktik, keberadaan lembaga independen mendapat pengaturan dalam Undangundang sementara aturan teknisnya dan pengangkatan anggotanya dituangkan dalam Keputusan Presiden. Selain banyak nya permasalahan di bidang Pengadaan barang dan jasa dilihat dari Urgensi nya, juga terdapat kebingungan yang terjadi di mata akademisi yatitu mengenai Ruang Ligkup dari Pengadaan barang dan jasa, Namun dari berbagai sumber mengatakan bahwa pada dasarnya pengadaan barang dan jasa merupakan bagian dari pelayanan publik. Hal tersebut pun di perkuat dengan den gan di keluarkanya ketentuan pasal 5 UU No 25 Tahun 2009, ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.Namun Pengadaan Barang dan Jasa yang ada saat ini prosedur dan persyaratan terlalu mendetai dan berlebihan, padahal seharusnya prosedur itu menjadi sesuatu yang membantu pemerintah dalam pelayanan public namun sekarang
3
justru menjadi sesuatu yang kaku dan menggusur tujuan yang semestinya2, yakni melayani publikMengacu pada ketentuan di atas, ruang lingkup pengadaan barang dan jasa dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pengadaan barang dan jasa dalam kerangka pelayanan barang publik dan jasa publik, 2. Pengadaan barang dan jasa dalam kerangka pelayanan administrasi pemerintah. Sesuai dengan ketentuan Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang Undan g-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan bahwa Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden harus disertai Naskah Akademik. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan undang-undang, rancangan
pengaturan
daerah
provinsi,
atau
rancangan
peraturan
daerah
kabupaten/kota sebagai solusi terhadap masalah dan kebutuhan hukum masyarakat 3. Berbagai permasalahan dalam pengaturan mengenai tersebut mengakibatkan perlu p erlu dilakukan penyempurnaan terhadap atufran-aturan Pengadaan Barang dan Jasa sehingga perlu disusun kembali undang-undang yang komprehensif, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mendorong peningkatan perekonomian nasional dan iklim investasi serta kemudahan berusaha melalui penggantian UU Pengadaan barang dan Jasa ini. Oleh karena itu maka perlu disusun d isusun naskah akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan barang dan Jasa sebagai bahan referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan UndangUndang tentang Pengadaan barang dan Jasa.
B. Identifikasi Masalah
Masalah yang dapat diidentifikasi dalam kaitan dengan penyusunan naskah
2
(Dwiyanto, 2002:84)
3 Tanto
Lailam, Teori dan Hukum Perundang-Undangan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm 190 190
4
akademik program pembentukan perda adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana landasan teoritis dan empiris serta kerangka hukum yang diperlukan bagi PEngadaan barang dan jasa?\ 2. Bagaimana urgensi keberadaan aturan Pengadaan Barang dan Jasa bagi Pemerintah dan Masyarakat secara luas ? 3. Bagaimana jangkauan, arah pengaturan dan ruang lingkup materi muatan Pengadaan Barang dan Jasa yang akan dibuat?
C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik
1.
Tujuan Tujuan penyusunan Naskah Akademik dan draft Program Pembentukan Undang-Undang Pengadaan Barang dan Jasa ini adalah: a. Menyusun landasan ilmiah, memberikan arah dan menetapkan ruang lingkup bagi perencaan, pembentukan, dan penetapan Undang-Undang Pengadaan Barang dan Jasa. b. Menyusun
konsep
(draft)
rancangan
Peraturan
Daerah
Program
Pembentukan Undang-Undang Pengadaan Barang dan Jasa. 2 Kegunaan Kegunaan dari penyusunan naskah akademik ini adalah sebagai acuan atau referensi perencanaan, program pembentukan Undang-Undang Pengadaan Barang dan Jasa.
D. Metode Pelaksanaan
Dalam melakukan penyusunan Naskah Akademik tentang Rancangan UndangUndang Pengadaan Barang dan Jasa ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis empiris.Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan, dan pendekatan konsep. Metode yang dilakukan di bidang hukum dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif maupun yuridis empiris dengan menggunakan data sekunder maupun data primer. 1. Metode yuridis normatif Dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah
5
(terutama) data sekunder, berupa bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, atau bahan hukum yang bersifat autoritatif. Bahan hukum primer terdiri atas: norma dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi. Bahan primer yang akan dikaji dalam peneli penelitian tian ini antara lain: UUD 1945; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011; UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014; Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015; dan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 tahun 2014. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum seperti buku, artikel jurnal. 2. Metode Yuridis Empiris, Dilakukan dengan menelaah data primer yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari organisasi perangkat daerah yang membidangi penyusunan suatu raperda. Data primer dapat diperoleh dengan cara Focus Group Discussion, wawancara dengan ahli, wawancara dengan staf Bagian Hukum Setda Kulon Progo. Pada umumnya, metode yang digunakan pada Naskah Akademik Akad emik menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Namun demikian, data data primer juga sangat di diperlukan perlukan sebagai penunjang dan untuk mengkonfirmasi data sekunder.
6
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian dan Istilah Pengadaan Barang dan Jasa
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang dan Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah/Institusi
lainnya
yang
prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa. Dalam hal ini proses yang dimaksud diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 200 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pengadaan barang dan jasa identik dengan adanya berbagai fasilitas baru, berbagai bangunan, jalan, rumah sakit, gedung perkantoran, alat tulis, sampai den dengan gan kursus bahasa inggris yang dilaksanakan di sebuah instansi pemerintah. Pengadaan barang dan jasa yang biasa disebut tender ini sebenarnya bukan hanya terjadi di instansi pemerintah.Pengadaan barang dan jasa bisa terjadi di BUMN dan perusahaan swasta nasional maupun internasional. Intinya, pengadaan barang dan jasa dibuat untuk memenuhi kebutuhan perusahaan atau instansi pemerintah akan barang dan/atau jasa yang dapat menunjang kinerja dan performance mereka. 4 Definisi pengadaan barang dan jasa secara harfiah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu berarti tawaran untuk mengajukan harga dan memborong pekerjaan atas penyediaan barang/jasa. Di sinilah tumbuh pengertian bahwa ada dua pihak yang berkepentingan. Pihak pertama adalah instansi pemerintah, BUMN, atau perusahaan swasta yang mengadakan penawaran pengadaan barang dan jasa. Pihak kedua adalah personal atau perusahaan kontraktor yang menawarkan diri untuk memenuhi permintaan akan pengadaan barang dan jasa jasa tersebut. Dalam Pasal 1 angka
4Marzuki
Yahya dan Endah Fitri Susanti.Op.Cit., hlm. 3.
7
1 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Perpres 54 Tahun 2010) menerangkan secara lebih jelas, bahwa PBJP merupakan kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/institusi (selanjutnya disebut K/L/D/I) lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Selain itu, ruang lingkup PBJP yang diatur dalam Pasal 2 Perpres No. 54 Tahun 2010 meliputi: a. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/ APBD. b. Pengadaan untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha milik Daerah (BUMD) yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD. Investasi di sini merupakan pembelanjaan modal sebagai penambahan aset atau untuk peningkatan kapasitas instansi tersebut. c. Pengadaan barang dan jasa yang seluruhnya atau sebagian dananya bersumber dari pinjaman atau hibah. Pinjaman atau hibah dalam hal ini berasal berasal dari luar negeri yang diterima oleh pemerintah pusat atau daerah. 2. Prinsip Good Government
Salah satu sebab terjadinya kebocoran yang sangat besar dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, disamping tidak ditegakkannya prinsip-prinsip dasar pengadaan.Juga karena diabaikannya d iabaikannya
penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik
(good governance) di negara kita.Pengertian
GoodGovernance, berbeda antara
beberapa definisi yang ada. Istilah good governance, baru kita kenal dalam sepuluh tahun terakhir, terutama dengan merebaknya tuntutan/desakan agar dapat dilakukan kontrol/pengawasan (exercised) terhadap pemerintah, yang berkaitan dengan: i.
Proses pemilihan pemerintah, yang harus jujur dan transparan. Karena sebagai pemerintah, nantinya akan dituntut untuk selalu melakukan prinsip-prinsip akuntabilitas yang dipersyaratkan;
ii.
Kemampuan dan kapasitas pemerintah mengelola sumberdaya (resources) secara efisien, dan cara memformulasikan, kebijakan, dan mewujudkannya
8
dengan tindakan dan peraturan yang baik (sound) dan tidak berpihak; iii.
Kemampuan pemerintah menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial diantara para para pihak terkait t erkait (stake holders), dengan secara adil, transparan, dan akuntabel.
Mulai disadari pula bahwa pemerintah selalu kurang/terlambat kuran g/terlambat mendapatkan akses informasi, oleh karena itu sering kebijakan yang dikeluarkan pemerintah malah menimbulkan distorsi. Karenanya, banyak yang sepakat, bahwa mekanisme pasar akan dapat mewujudkan tujuan yang ingin dicapai dengan d engan lebih efektif dan efisien. Namun, peran pemerintah tetap diperlukan terutama yang berkaitan dengan: i.
Menjaga kestabilan kondisi makroekonomi;
ii.
Membangun infrastruktur;
iii.
Menyediakan barang publik (public goods); mencegah terjadinya kegagalan pasar (market failures);
iv.
Mendorong terjadinya pemerataan (promoting equity)
Pengertian good governance merupakan konsep yang memiliki segi yang sangat banyak, karena pada hakekatnya good governance adalah seluruh aspek yang terkait dengan dengan kontrol dan pengawasan (exercised) terhadap kekuasaan yang dimiliki pemerintah dalam menjalankan fungsinya, melalui institusi formal maupun informal. Bank Dunia mendefinisikan “good governance”, pada prinsipnya adalah terwujudnya terwujudnya manajemen pemerintahan yang baik (sound development management). Kemudian faktor kuncinya ialah manajemen sektor publik yang antara lain memenuhi kaidahkaidah: akuntabilitas (accountability), kerangka pengaturan (legal frame work) untuk pembangunan, informasi, transparansi.Sedangkan, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), pada dasarnya memiliki pandangan yang sama dengan Bank Dunia, memperhatikan issue “good governance” dari segi efektivitas pemerintah melakukan fungsinya, dampak dari program-program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, dan kapasitas penyerapan (absorptive capacity) terutama berkaitan dengan penggunaan dana-dana yang berasal dari pinjaman Bank Pembangunan Asia. Selanjutnya, Bank Pembangunan Asia menguraikan empat elemen dasar da sar dari “good governance”, yaitu: akuntabilitas, partisipasi, predictability, dan transparansi transparansi Untuk
9
mencapai sistem akuntabilitas yang handal, maka diperlukan pembangunan kapasitas pemerintah (building government capacity), antara lain dengan melalui: perbaikan manajemen sektor publik, reformasi dan perbaikan manajemen badan usaha milik pemerintah, perbaikan manajemen keuangan pemerintah, serta dilakukannya reformasi pegawai negeri. Dalam elemen partisipasi, yang diperlukan adalah partisipasi dari seluruh pihak yang diuntungkan (beneficiaries) serta kelompok yang menerima akibat (affected (affected group), group), adanya mekanisme yang menyerasikan hubungan antara sektor publik dengan sektor privat (public sector interface), dilakukannya desentralisasi des entralisasi pelayanan publik (memperkuat pemerintah daerah), melakukan kerja sama dengan lembaga non pemerintah (NGO). Elemen predictability (legal framework), mencakup pengembangan dan penataan hukum dan kebijakan-kebijakan pembangunan yang baik dan dapat diperkirakan, adanya kerangka pengaturan yang baik untuk sektor privat. Selanjutnya, elemen transparansi (keterbukaan informasi), yang diperlukan adalah akses yang sama terhadap informasi, dan ada kewajiban pihak-pihak tertentu yang harus membuka informasi (disclosure of information) kepada semua pihak yang terkait. Yang sangat penting dari semua ini, adalah perlindungan terhadap pihak-pihak yang mau memberikan informasi/bukti/keterangan tentang terjadinya penyimpangan kaidah penyelenggaraan pemerintahan yang benar.
3. Etika Pengadaan Barang dan Jasa
Pengadaan barang/jasa harus dilakukan dengan menjunjung tinggi etika pengadaan.Pengamalan terhadap etika pengadaan diharapkan dapat membuat pengadaan barang/jasa berlangsung dengan baik. Etika pengadaan barang/jasa meliputi: a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa; b. Bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/ Jasa;
10
c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat; d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak; e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa; f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa; g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; dan h. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa Para pihak tidak boleh memiliki peran ganda atau terafiliasi dalam proses pengadaan demi menjamin perilaku konsisten para pihak dalam melakukan pengadaan. Peran ganda misalnya: a. Dalam suatu Badan Usaha, seorang anggota Direksi atau Dewan Komisaris merangkap sebagai anggota Direksi atau Dewan Komisaris pada Badan Usaha lainnya yang menjadi peserta pada Pelelangan/Seleksi yang sama b. Dalam Pekerjaan Konstruksi, konsultan perencana bertindak sebagai pelaksana pekerjaan atau konsultan pengawas pekerjaan yang direncanakannya, kecuali dalam pelaksanaan Kontrak Terima Jadi (turn key contract) dan Kontrak Pengadaan Pekerjaan Terintegrasi. c. Pengurus koperasi pegawai dalam suatu K/L/D/I atau anak perusahaan pada BUMN/BUMD yang mengikuti Pengadaan Barang/Jasa dan bersaing dengan perusahaan lainnya, merangkap sebagai anggota ULP/Pejabat Pengadaan atau pejabat yang berwenang menentukan pemenang Pelelangan/ Seleksi. Yang dimaksud dengan afiliasi adalah keterkaitan hubungan, baik antar Penyedia
11
Barang/Jasa, maupun antara Penyedia Barang/Jasa dengan PPK dan/atau anggota ULP/Pejabat Pengadaan, antara lain meliputi: a. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai dengan derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertical b. PPK/Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan perusahaan Penyedia Barang/Jasa c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun maup un tidak langsung oleh pihak yang sama yaitu lebih dari 50% (lima puluh perseratus) pemegang saham dan/atau salah satu pengurusnya sama. Para pihak dalam proses pengadaan harus memegang teguh etika pengadaan seperti yang diuraikan di atas. Pelanggaran terhadap salah satu atau lebih etika dapat dipastikan akan melanggar prinsip-prinsip pengadaan. Sebagai contoh apabila melanggar etika ketertiban, yaitu bekerja dengan tidak tertib akan melanggar prinsip akuntabel dan atau efisien dan atau efektif. Demikian juga bila melanggar etika profesionalitas, yaitu yaitu bekerja secara profesional dan mandiri serta menjaga kerahasiaan akan melanggar prinsip bersaing dan atau tidak diskriminatif dan atau akuntabel dan atau transparan. Semakin banyak etika yang dilanggar dapat semakin dipastikan bahwa tujuan pengaturan proses pengadaan barang/jasa melalui Perpres 54/200 ini menjadi tidak tercapai, yaitu : a. Pengadaan barang/jasa menjadi tidak efisien dan efektif b. Persaingan menjadi tidak terbuka dan tidak kompetitif k ompetitif c. Ketersediaan barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas menjadi tidak tercapai. d. Meningkatnya kapasitas dan kemampuan penyedia karena adanya persaingan yang sehat menjadi sulit tercapai. e. Pada gilirannya kualitas pelayanan publik akan sulit ditingkatkan.
12
4. Komponen dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Ada tiga komponen yang menjadi intisari dalam kegiatan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP), keempat komponen tersebut berkaitan erat dan sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 4 Perpres No.54 Tahun 2010, Yaitu meliputi: a. Pengadaan Pengadaan barang , berbicara tentang pengadaan barang, yang terbayang adalah benda yang yang berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun diam, asalkan dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, dipergunak an, atau dimanfaatkan oleh si pengguna barang tersebut. Barang dalam konteks pengadaan barang dan jasa pemerintah meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi atau peralatan, dan makhluk hidup. b.Pengadaan pekerjaan atau konstruksi, komponen
kedua adalah pengadaan
pekerjaan atau konstruksi suatu bangunan. Konstruksi tersebut bisa meliputi pembangunan utuh atau keseluruhan, bisa juga sebagian saja.Pada dasarnya, pengadaan pekerjaan atau konstruksi ini dibagi menjadi dua, yaitu : i.
Pelaksanaan konstruksi bangunan, Meliputi keseluruhan atau sebagian kegiatan arsitektur, sipil, mekanik, elektrik, dan tata lingkungan.Setiap pekerjaan tersebut disertai dengan kelengkapan dalam mewujudkan pembangunan yang diinginkan.
ii.
Pembangunan fisik lainnya, Meliputi keseluruhan atau sebagian bangunan dalam hal konstruksi bangunan alat transportasi, transportasi, pembukaan lahan, penggalian atau penataan lahan, perakitan komponen yang berhubungan dengan alat-alat pabrik, pekerjaan penghancuran dan pembersihan, serta pekerjaan penghijauan taman.
c. Pengadaan jasa konsultansi, pengadaan jasa konsultansi adalah jasa layanan profesional dari perseorangan atau lembaga yang memiliki keahlian tertentu dalam berbagai bidang keilmuan. Jasa konsultansi ini mengutamakan pemikiran atau pola pikir yang akan dilakukan untuk menunjang kinerja instansi K/L/D/I dan instansi lain milik pemerintah. Berikut ini adalah beberapa jasa yang termasuk dalam jasa konsultansi:
13
i.
Jasa rekayasa, memuat pemikiran tentang bagaimana mengubah atau menambah kapasitas alat yang berhubungan dengan mesin.
ii.
Jasa Perencanaan, perancangan, dan pengawasan, saling berkaitan untuk diaplikasikan dalam bidang selain konstruksi karena jasa konstruksi sudah diatur tersendiri. Bidang yang dibuka untuk direncanakan, dirancang, dan diawasi mencakup semua bidang kehidupan dan jasa keahlian profesi yang membutuhkan keahlian tertentu seperti jasa penasihatan, jasa penilaian, jasa pendampingan, jasa bantuan teknis, jasa konsultan manajemen dan jasa konsultan hukum.
Hubungan kerja antara ke-tiga fungsi tersebut bersifat koordinatif dan ketigatiganya diangkat dan bertanggung-jawab kepada PA/KPA. Dengan demikian ketiga fungsi tersebut bisa bekerja secara independen dengan harapan akan terjadi saling mengendalikan. 5. Managemen Dokumen Pengadaan Barang dan Jasa
Setiap kali suatu proses pengadaan menghasilkan dokumen tertentu maka ULP/Pejabat Pengadaan dan PPK harus membuat salinan dan mengarsipkannya sesegera mungkin, untuk kepentingan klarifikasi, verifikasi, pemeriksaan, dan kegiatan lain yang terkait dengan proses pengadaan. Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010, PPK harus menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Ada tiga sistem penyimpanan dokumen yang dapat dipertimbangkan oleh suatu organisasi yaitu penyimpanan terpusat (sentralisasi), penyimpanan desentralisasi dan kombinasi
kedua sistem (Quible:
2001). Pemilihan sistem tersebut
harus
mempertimbangkan faktor jumlah dan status kantor yang harus dilayani oleh jasa penyimpanan dokumen, seperti seberapa efektif letak kantor pusat dengan kantor cabang yang dimiliki oleh organisasi; berapa jumlah kantor cabang yang dimiliki; apakah tersedia sistem telekomunikasi dan sistem penyampaian dokumen yang dapat diandalkan; ketersediaan tenaga pengelola dokumen, serta permintaan dokumen dari pemakai maupun sistem yang paling bagus memenuhi kebutuhan organisasi, subunit,
14
dan personilnya. A. Sistem Sentralisasi Pada sistem sentralisasi, semua dokumen disimpan di pusat penyimpanan.Unit bawahannya yang ingin menggunakan dokumen dapat menghubungi untuk mendapatkan dan menggunakan sesuai dengan keperluan yang dimaksud. Ada beberapa manfaat penggunaan sistem sentralisasi, antara lain: a. Mencegah Duplikasi, dengan sistem pengawasan yang terpusat, setiap dokumen yang berkaitan dengan subjek tertentu akan disimpan pada ruangan
penyimpanan dan peminjam atau pengguna akan terekam
dengan baik, termasuk waktu peminjaman hingga durasi peminjaman. Apabila berbagai tebusan akan dibuat untuk keperluan subjek atau susunan tersebut telah tersimpan dan dapat diklasifikasikan sebagai dokumen 2 inaktif, hanya satu dokumen saja yang disimpan sedangkan kertas lain (tembusan) dapat dimusnahkan. b. Layanan yang lebih baik Penggunaan Pengguna an sistem ini memerlukan tenaga khusus yang terlatih, sehingga diharapkan layanan yang diberikan akan lebih baik diban-
dingkan dibebankan secara mandiri kepada masing – masing masing
karyawan yang bekerja dengan dokumen. Dapat dibayangkan apabila seorang stenografer diminta untuk memberkaskan atau menjajarkan dokumen, maka besar sekali kemungkinan akan terjadi kesalahan karena memang bukan tugas atau keahliannya. c. Adanya keseragaman Semua dokumen yang terpusat, pengelolaan dan penyimpanannya akan dilakukan secara seragam serta memudahkan pengawasannya. d. Menghemat waktu Keberadaan tempat penyimpanan dan penemuan kembali dokumen pada satu tempat menjadikan pemakai akan menghemat waktu
bila
mencari
informasi.
Pemakai
tidak
perlu
mendatangi
bagianbagian lain hanya untuk mencari informasi atau dokumen yang dibutuhkan.
e. Menghemat ruangan, peralatan, dan alat tulis kantor Penggunaan sistem ini
15
akan meminimalisir jumlah keberadaan duplikasi dokumen beserta perlengkapan penyimpanannya (folder, filing cabinet dan lain-lain). Hal tersebut menyebabkan ruang yang digunakan juga semakin sempit dan efisien yang tentunya akan menghemat penggunaan ruang kantor. B. Sistem Desentralisasi Sistem ini menyerahkan pengelolaan dan penyimpanan dokumen pada masing – masing – masing unit. Ada beberapa keuntungan dari penggunaan sistem ini, antara lain : a. Dekat dengan pemakai, sehingga penggunaan dokumen di dalam organisasi dapat langsung diawasi, dan di sisi lain dapat langsung memakainya tanpa kehilangan waktu maupun tenaga untuk mendapatkannya. b. Sistem ini sangat cocok bila informasi rahasia yang berkaitan dengan sebuah bagian, disimpan dibagian yang bersangkutan c. Sistem ini juga akan menghemat waktu dan tenaga dalam pengangkutan berkas, karena setiap berkas yang relevan dengan sebuah bagian akan disimpan di bagian yang bersangkutan Beberapa kerugian desentralisasi adalah: a. Pengawas relatif lebih sulit untuk dilakukan, karena letak dokumen yang tersebar di masingmasing bagian dan sangat lazim apabila masing-masing akan menerapkan standar penyimpanan yang berbeda-beda b. Karena banyak duplikasi atas dokumen yang sama, hal itu mengakibatkan terjadinya duplikasi ruangan, perlengkapan, dan alat tulis kantor yang menjadinya kurang efisien c. Karena proporsi pekerjaan untuk menyimpan dokumen hanya menjadi salah satu fungsi dari tenaga administrasi, kegiatan ini akan mengakibatkan layanan yang diterima kurang memuaskan d. Sistem ini akan mengalami kesulitan pemberkasan berkaitan dengan dokumen yang relevan dan berkaitan dengan dua bagian atau lebih e. Tidak ada keseragaman dalam hal pemberkasan dan peralatan f. Masing-masing bagian akan menyimpan dokumennya sendiri sehingga dokumen yang sama tersebar di berbagai tempat.
16
C. Sistem Kombinasi Pada setiap kominasi, masing – masing masing bagian menyimpan dokumennya sendiri di bawah kontrol sistem terpusat.Dokumen yang disimpan apda masing – masing masing bagian lazimnya adalah dokumen menyangkut personalia, gaji, kredit, k redit, keuangan, k euangan, dan catatan penjualan.Pada sistem kombinasi, tanggung jawab sistem berada di pundak Manajer Dokumen atau petugas yang secara operasional sistem kearsipan.Sistem ini lazimnya dipakai oleh perusahaan yang memiliki dan mengoperasikan perusahaan seligus anak perusahaannya.Sistem kombinasi memiliki keuntungan sebagai berikut : a. Adanya sistem penyimpanan dan temu balik yang seragam. b. Menekan seminimum mungkin kesalahan pemberkasan serta dokumen yang hilang. c. Menekan duplikasi dokumen. d. Memungkinkan pengadaan dokumen yang terpusat dengan imbas efisiensi biaya yang lebih mudah. e. Memudahkan kontrol gerak dokumen sesuai dengan jadwal retensi dan pemusnahan. Disisi lain, sistem ini memiliki kerugianKarena dokumen yang bertautan tidak ditemapatkan di tempat yang sama akan menyebabkan sulitnya penggunaan dokumen yang dimaksud, kemudiaan kurang luwes karena keseragaman di seluruh unit belum ada atau tidak ada. Dan juga ada masalah yang berasal dari sistem sentralisasi dan desentralisasi akan dibawa kesistem kombinasi,
walaupun dapat
diminimalisir apabila pengelolaanya dilakukan secara dan tepat. Dilihat dari cara kerja penyimpanannya yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, maka sistem penyimpanan arsip dapat dilakukan seperti; a. Sistem Hastawi (manual) Sistem ini digunakan untuk mengendalikan dokumen sebelum masuk ke berkas ataupun untuk surat menyurat yang belum masuk berkas tertentu. Sistem ini mencakup: a. Pemakaian buku agenda yang mencatat dokumen yang dipinjam dan disusun berdasarkan tanggal peminjaman atau tanggal dokumen yang dikeluarkan dari rak
17
penyimpanan. b. Pemakaian kartu kendali yang akan dipasangkan pada masing-masing dokumen yang dipinjam. Kartu ini disusun menurut nama dokumen atau menurut nomor yang digunakan. c. Pemakaian kartu keluar diletakkan di tempat dokumen bila dokumen itu dipinjam seorang pengguna. Apabila dokumen tertentu dipinjam, maka sebagai pengganti dokumen akan diberi kartu. b. Sistem Barcoding Sistem ini dilakukan dengan memberikan tanda berupa garis atau balok secara vertikal pada berkas atau dokumen. Setiap lokasi atau berkas memperoleh sandi balok yang unik, dan untuk membacanya digunakan barcode scanner. Alat baca sandi balok jinjing (portable barcode reader) dapat digunakan untuk melaksanakan sensor berkas atau audit berkas. Manajer dokumen dapat memeriksa setiap ruangan dengan portable barcode reader yang dapat memindai sandi balok pemakai atau lokasi, dan informasi kemudian dikirim ke sistem pelacakan otomatis, sehinga pemantauan gerakan dokumen lebih aktual. Sangat lazim ditemui sebuah organisasi mengalami berkas yang hilang atau salah tempat dikarenakan staf menyerahkan kepada orang lain tanpa mencatatnya pada buku peminjaman. Dengan melakukan sensus barcode, berkas akan dapat dilacak di manapun berkas itu berada. Keuntungan lain dari sistem ini adalah mudah di upgrade ketika sistem lama tidak dapat memenuhi kebutuhan organisasi 6. Prinsip Dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Penerapan ketujuh prinsip dalam Pengadaan Barang dan Jasa diharapkan dapat membuat pengadaan barang/ jasa dapat berjalan seperti yang diharapkan serta dapat memberi manfaat yang maksimal bagi semua pihak. Pada bagian penjelasan pasal 5 atas Perpres 54 tahun 2010 telah dijelaskan maksud masing-masing tujuh prinsip tersebut. Uraian di bawah dimaksudkan untuk lebih memperjelas hal tersebut, yaitu: a. Efisien. Efisiensi pengadaan diukur terhadap seberapa besar upaya yang dilakukan untuk memperoleh Barang/Jasa dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan. Upaya yang dimaksud mencakup dana dan daya yang dikeluarkan untuk
18
memperoleh Barang/Jasa. Semakin kecil upaya yang diperlukan maka dapat dikatakan bahwa proses pengadaan semakin efisien. b. Efektif. Efektifitas pengadaan diukur terhadap seberapa jauh Barang/Jasa yang diperoleh dari proses pengadaan dapat mencapai spesifikasi yang sudah ditetapkan c. Transparan. Bagaimana proses pengadaan Barang/Jasa dilakukan dapat diketahui secara luas. Proses yang dimaksud meliputi dasar hukum, ketentuanketentuan, tata cara, mekanisme, aturan main, sepsifikasi barang/jasa, dan semua hal yang terkait dengan bagaimana proses pengadaan
barang/jasa dilakukan. Dapat
diketahui secara luas berarti semua informasi tentang proses tersebut mudah diperoleh dan mudah diakses oleh masyarakat umum, terutama Penyedia Barang/Jasa yang berminat. d. Terbuka. Berarti Pengadaan Barang/Jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria yang ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku.Setiap penyedia yang memenuhi syarat dapat dengan mudah mendapatkan informasi tentang prosedur yang jelas untuk mengikuti lelang/seleksi. e. Bersaing. Proses pengadaan barang dapat menciptakan iklim atau suasana persaingan yang sehat di antara para penyedia barang/jasa, tidak ada intervensi yang dapat mengganggu mekanisme pasar, sehingga dapat menarik minat sebanyak mungkin penyedia barang/jasa untuk mengikuti lelang/seleksi yang pada gilirannya dapat diharapkan untuk dapat memperoleh barang/jasa dengan kualitas yang maksimal. f. Adil/tidak diskriminatif. Berarti proses pengadaan dapat memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia Barang/Jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan
19
kepada pihak tertentu, kecuali diatur dalam peraturan ini. Sebagai contoh bahwa dalam peraturan ini mengatur agar melibatkan sebanyak mungkin Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Koperasi Kecil.Disamping itu juga mengutamakan produksi dalam negeri. g. Akuntabel. Berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Apabila prinsip-prinsip tersebut dapat dilaksanakan, dapat dipastikan akan diperoleh barang/jasa yang sesuai dengan spesifikasinya dengan kualitas yang maksimal serta biaya pengadaan yang minimal. Disamping itu dari sisi penyedia barang/jasa akan terjadi persaingan yang sehat dan pada gilirannya akan terdorong untuk semakin meningkatnya kualitas dan kemampuan penyedia barang/jasa. 7. Metode Pemilihan Penyedia Barang dan Jasa
Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 dan perubahannya yang tercantum dalam Perpres No. 35 Tahun 2011 dan Perpres No. 70 Tahun 2012, penetapan metode pemilihan penyedia barang dan jasa terdiri dari: a. Kontes Kontes Metode ini dilakukan apabila uraian paket pekerjaan berupa industri kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri dalam bentuk barang yang tidak mempunyai harga pasar dan harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan harga satuan. Metode ini memerlukan tim juri/tim ahli dalam hal penentuan pemenang tender. b. Sayembara Metode pemilihan secara sayembara memperlombakan gagasan orisinal, kreatifitas dan inovasi tertentu dalam bentuk jasa yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan harga satuan. Sama halnya dengan metode kontes, metode sayembara memerlukan tim juri/tim ahli dalam penentuan pemenang pemenan g tender. c. Penunjukan Langsung Metode ini dilakukan apabila uraian paket pekerjaan tidak berupa industri kreatif, tetapi hanya dalam keadaan tertentu atau khusus dan pada pengadaan barang/jasa
20
khusus.Keadaan tertentu yang dimaksud adalah sesuai dengan yang dijelaskan dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, yang meliputi hal-hal penanganan darurat yang tidak dapat direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian pekerjaan harus segera/tidak dapat ditunda untuk pertahanan negara, keamanan dan ketertiban masyarakat.Serta dalam hal pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) penyedia barang atau jasa, seperti pengadaan bagi penyedia barang yang sudah terdaftar dan mendapat izin pemegang hak cipta. d. Pengadaan Langsung Metode ini dilakukan apabila uraian paket pekerjaan tidak berupa industri kreatif dan tidak dalam keadaan tertentu atau khusus, tetapi lebih berdasarkan nilai atau harga pekerjaan dengan jumlah paling tinggi 200 juta rupiah untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya, dan paling tinggi 50 juta rupiah untuk jasa konsultansi. Metode ini dilakukan tanpa melalui pelelangan/sekesi/penunjukan langsung. e. Pemilihan Langsung Metode ini dilakukan apabila uraian paket pekerjaan yang berupa pekerjaan konstruksi dengan nilai paket paling tinggi bernilai 5 miliar rupiah. f. Seleksi sederhana Metode ini dilakukan apabila uraian paket pekerjaan berupa jasa konsultansi dengan nilai paling tinggi 200 juta rupiah. g. Pelelangan Sederhana Metode ini dilakukan apabila uraian paket penyedia barang/jasa lainnya untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi 5 miliar rupiah dan untuk pekerjaan yang bersifat tidak kompleks. h. Pelelangan Terbatas Metode ini dilakukan apabila uraian paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi dan termasuk ke dalam pekerjaan yang kompleks, memerlukan teknologi tinggi, mempunyai
resiko
tinggi,
serta
menggunakan
peralatan
yang
didesain
khusus.Pelelangan terbatas dilakukan karena calon rekanan atau penyedianya diyakini akan terbatas pada orang-orang atau badan usaha tertentu.
21
i. Seleksi Umum Metode ini dilakukan apabila uraian paket pekerjaan berupa jasa konsultansi yang diumumkan sekurang-kurangnya di website K/L/D/I dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang memenuhi syarat dapat mengikutinya. j. Pelelangan Umum Metode pemilihan penyedia barang/jasa lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua penyedia barang atau jasa lainnya yang memenuhi syarat 5.
B. Kajian Terhadap Asas
Asas hukum memiliki ruang lingkup umum yang artinya dapat berlaku pada berbagai situasi, situasi, tidak hanya berlaku atau ditujukan untuk peristiwa peristiwa atau situasi tertentu atau khusus saja. Karena sifatnya umum, maka membuka peluang adanya penyimpangan-penyimpangan atau pegecualian. Beberapa asas-asas hukum yang berkaitan dengan Pengadaan barang dan jasa: Beberapa asas-asas yang relevan dengan Rancangan Undang-Undang tentang TJSL adalah: a. Asas Keadilan Dalam penyelengaraan Pengadaan Barang dan Jasa harus menekankan pada asas pemerataan, tidak diskriminatif dan keseimbangan anatara hak dan kewajiban. b. Asas Keterbukaan Dalam penyelengraan memberikan akses yang seluas luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan infromasi yang terkait dengan peyelengaraan Pengadaan Barang dan Jasa. c. Asas Kemanfataan Dalam penyelengaraan Pengadaan Barang dan Jasa harus memberi manfaat bagi peningkataan kulitas hidup warga negara. d. Asas Keberlanjutan
5R.
Serfianto DP, Iswi Hariyani. Op.Cit., hlm 105.
22
Dalam penyelengaraanya Pengadaan Barang dan Jasa di laksanakaan secara berkesinambungan, sehingga tercapai kemandirian. e. Asas Partisipasi penyelengaraan Pengadaan Pen gadaan Barang dan Jasa harus melibatkan seluruh komponen masyarakat. C. Praktek Empiris Empiris
Peraturan Presiden (Perpres) No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Presiden memandang Perpres No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Perpres No.4 Tahun 2015 masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan
kebutuhan
Pemerintah
mengenai
pengaturan
atas
Pengadaan
Barang/Jasa yang baik. Dalam Perpres teranyar ini disebutkan bahwa metode pemilihan Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: a. E-purchasing; b. Pengadaan Langsung; c. Penunjukan Langsung; d. Tender Cepat; dan e. Tender.E-purchasing Sebagaimana
dimaksud,
menurut
Perpres
ini,
dilaksanakan
untuk
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik. Sedangkan Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu. Adapun Tender Cepat sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam hal spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara rinci; dan Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia, dan Tender sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam keadaan tertentu.
23
Terjadinya persekongkolan pemilihan penyedia barang dan jasa.Peraturan perundang-undangan yang ada belum cukup untuk mencegah terjadinya terjadinya penyimpangan berupa persekongkolan baik secara vertikal v ertikal maupun maupu n horisontal. ho risontal. Disamping itu masih ma sih banyak perilaku para pejabat pelaksana pen pengadaan gadaan dan para penyedia barang dan jasa untuk mengaturmelakukan persekongkolan) dalam proses pemilihan penyedia barang dan jasa.Persekongkolan dalam proses pemilihan penyedia barang dan jasa dapat terjadi karena adanya persekongkolan antara pejabat pelaksana pengadaan dengan penyedia persekongkolan vertikal) atau persekongkolan antar penyedia barang dan jasa (persekongkolan horisontal) atau persekongkolan vertikal dan horisontal. Lebih dari 20 tahun yang lalu, Begawan Ekonomi Indonesia, Profesor Soemitro Djojohadikusumo, mensinyalir 30 persen kebocoran APBN akibat praktik , Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah.Sementara itu, hasil kajian Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia yang tertuang dalam Country Procurement Assessment Report(CPAR) tahun 2001 menyebutkan, bahwa kebocoran dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah sebesar 10-50 persen.Kebocoran ini dapat disebabkan antara lain karena kekuasaan sewenangwenang para pejabat publik,hukum dan peraturan yang bermacam-macam dengan penerapan lemah, minimnya minimn ya lembaga pengawas, relasi patron-klien, dan tidak adanya komitmen dan kehendak politik. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas disinyalir menjadi faktor utama penyebab terjadinya ,., tidak hanya dilakukan oleh oknum tertentu pada lembaga pemerintah, lembaga swasta, namun juga lembaga lain yang terlibat dalam proses penganggaran pada kegiatan pengadaan barang dan jasa.Data dari KPK dan KPPU semakin memperkuat dugaan praktek penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sebagian besar dari kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan , (KPK) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah
kasus
yang
berhubungan
dengan
pengadaan
barang
dan
jasa
pemerintah.Sebanyak 24 dari 33 kasus atau 77 persen kasus yang ditangani KPK merupakan kasus tindak pidana , yang berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah.Berdasarkan sejumlah kasus yang ditangani KPPU terdapat pelanggaran asas persaingan usaha yang sehat yang pada akhirnya merugikan negara. Baik KPK
24
maupun KPPU mengindikasikan pelanggaran yang muncul dari kelemahan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu: (1) penunjukan panitia pengadaan dan pimpinan proyek, yang mayoritas dilakukan bukan atas dasar profesionalisme dan integritas, tetapi berdasarkan faktor kedekatan, (2) proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah dilakukan bukan karena proyek p royek dibutuhkan, dibu tuhkan, melainkan karena proyek itu merupakan titipan dari "atas", (3) spesifikasi barang dan jasa serta harga perkiraan sendiri yang seharusnya dibuat panitia sesungguhnya adalah aspek yang diatur dan harga yang ditetapkan orang lain. Selain
itu,
kajian
Indonesian
Corruption
Watch(ICW)
pada
tahun
2005,mengungkapkan, bahwa mekanisme pelaksanaan proyek yang memberikan keistimewaan kepada salah satu pihak melalui penunjukan langsung dianggap oleh pejabat tinggi bukan merupakan pelanggaran yang serius. Terdapat 43 kasus yang terindikasi , di sektor pengadaan, yang modusnya menggunakan penunjukan langsung berdasarkan temuan ICW. ICW. Selain indikasi , yang yang terjadi dengan melakukan penunjukan langsung, modus , lain yang sering terjadi pada proses pengadaan adalah praktik markup (48 kasus), pemerasan (50 kasus), penyimpangan kontrak (1 kasus), dan proyek fiktif (8 kasus).Modus penyimpangan yang banyak terjadi pada sektor pengadaan ini menunjukkan sistem akuntabilitas dan transparansi masih belum memadai. Di samping itu, sistem pencegahan yang ada saat ini belum berjalan secara efektif untuk meminimalisasi praktik penyimpangan di sektor tersebut. Menjadi jelas, bahwa pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah sering kali bermasalah bermasalah dan terjadi berbagai macam penyimpangan, baik dari segi kualitas barang yang tidak sesuai maupun adanya unsur KKN antara pejabat pemerintah dengan para penyedia barang dan jasa, meskipun saat ini Pemerintah telah memiliki Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres No. 54 Tahun 2010jo Perpres No. 35 Tahun 2011). Banyaknya penyimpangan tersebut yang disertai tindakan tegas aparat penegak hukum mengakibatkan kekhawatiran para pengelola pengadaan untuk berperan serta dalam proses pengadaan. Kekhawatiran ini menjadi salah satu faktor
25
yang memperlambat proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Bahkan ada beberapa kalangan yang menganggap proses pengadaan memakan waktu cukup lama, yakni mulai dari pengumuman pemilihan penyedia barang dan jasa, tahap prakualifikasi, pascakualifikasi, sampai dengan pengumuman pemenang pemilihan penyedia barang dan jasa. Akibatnya A kibatnya secara keseluruhan k eseluruhan faktor tersebut mengakibatkan rendahnya penyerapan anggaran. Pada dasarnya faktor penyebab kondisi tersebut telah dipertimbangkan dalam peraturan pengadaan barang dan jasa yang ada, diantaranya dalam proses pengadaan barang dan jasa harus dimulai dengan membuat rencana umum pengadaan dan instansi yang berwenang dapat menindaklanjuti pengaduan setelah kontrak ditandatangani dan terdapat indikasi kerugian negara. D. Implikasi Sistem baru
Penataan pengaturan pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu bentuk reformasi birokrasi.Gerakan reformasi birokrasi dimaksudkan untuk memperbaiki citra birokrasi yang sudah terlanjur mendapatkan penilaian buruk dari masyarakat.Secara teoritis, reformasi adalah perubahan yang kedalamannya terbatas, sedangkan keluasan perubahannya melibatkan seluruh masyarakat .Berbeda dengan den gan konsep revolusi yang menunjukkan perubahan yang radikal dengan keluasan perubahan yang melibatkan seluruh masyarakat.Dengan pemahaman ini reformasi birokrasi mengandung pengertian sebagai penataan kembali bangunan birokrasi yang telah ada, dalam konteks ini adalah pengaturan pengadaan barang dan jasa pemerintah.Reformasi birokrasi memberikan harapan pada pelayanan publik yang lebih adil, merata, dan berkualitas.Harapan ini dikaitkan dengan makin menguatnya kontrol dan kontribusi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Agar terdapat kepastian dalam pelayanan publik, disusunlah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, dimana dalam undang-undang ini mengatur standar pelayanan dan berbagai hal untuk memberikan jaminan terhadap kualitas layanan publik termasuk juga di bidang pengadaan barang dan jasa. Pengaturan pengadaan barang dan jasa pemerintah saat ini terkait dengan sejumlah peraturan pe raturan perundang -undangan lainnya, antara lain: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli dan
26
Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Pengaturan tentang pengadaan barang dan jasa memiliki peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara, terutama untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih. Terdapat 7 (tujuh) alasan pentingnya pengaturan pengadaan barang dan jasa, yaitu: Pertama,dalam P ertama,dalam rangka memajukan kesejahteraan umum yang merupakan salah satu tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diperlukan fasilitas dan pelayanan publik yang memadai, Kedua, pengaturan pengadaan barang dan jasa dibutuhkan dalam bentuk undang-undang untuk memastikan agar pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah mencapai tujuan , yakni efisien dan efektif.Dengan demikian diperoleh hasil pengadaan barang dan jasa yang memenuhi spesifikasi teknis dan kualitas tertentu dengan harga atau biaya yang wajar. Ketiga, Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention AgainstCorruption (UNCAC) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Khususnya Pasal yang membahas manajemen keuangan dan pengadaan barang dan jasa di sektor publik. Keempat, untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan negara diperlukan sarana dasar yaitu: uang, pegawai, dan barang. Supaya mempunyai kedudukan sebagai payung hukum bagi dasar pelaksanaannya, sebaiknya pengaturan ketiga sarana tersebut disejajarkan dalam bentuk undang -undang. Urusan keuangan negara diatur dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara sedangkan urusan kepegawaian diatur dengan Undang-Undang nomor 8 Tahun 1974 jo Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Ke pegawaian. Sementara, untuk urusan pengadaan barang dan jasa sampai saat ini belum memiliki payung hukum berupa undang-undang. Kelima, pengaturan pengadaan barang dan jasa untuk pelayanan publik bertujuan agar para pihak yang terkait dapat mengetahui secara akurat proses dan prosedur serta berbagai persyaratan dalam pengadaan barang dan jasa. Keenam, pengaturan pengadaan barang dan jasa dimaksudkan sebagai tindakan preventif terhadan praktik koruptif dan kolutif. Di samping itu, pengaturan ini dimaksudkan dimaksud kan juga
27
sebagai upaya represif jika terjadi penyimpangan dalam proses proses pengadaan barang dan jasa. Ketujuh , pengaturan pengadaan barang dan jasa untuk menjamin perlindungan hukum bagi para pihak dan memberikan kepastian agar tercipta iklim usaha yang sehat. Saatini, pengaturan tentang pengadaan barang dan jasa didasarkan pada Perpres No. 54 Tahun 2010 jo Perpres No. 35 Tahun 2011 .Namun, pengaturan ini dinilai sangat fragmentatif dan bersifat teknis. Disamping itu, Peraturan Presiden ini tidak cukup memadai dalam mengatasi permasalahan yang timbul dalam proses pengadaan barang dan jasa, sehingga diperlukan undang -undang yang khusus mengatur pengadaan barang dan jasa, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi, keterbukaan, persaingan, dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa.
BAB III ANALISIS DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN
28
A.
Ketentuan dalam Undang-Undang Dasar1945 yang berkaitan dengan Pengadaan Barang dan Jasa
Sebagai negara berkembang, pembangunan sarana maupun prasarana untuk menunjang kehidupan perekonomian dan pelayanan masyarakat di Indonesia merupakan kebutuhan penting yang tidak dapat dihindarkan pemenuhannya. Hal itu teramat peting terlebih jika negara hendak mewujudkan amanat Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembangunan merupakan langkah strategis untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, baik itu pembangunan manusianya, maupun pembangunan fisiknya. Dalam implementasinya, terhadap pembangunan fisik berupa pengadaan sarana dan prasarana, tentu harus diimbangi dengan peran pengadaan barang/jasa yang baik, tetapi kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah bukan bertujuan untuk menghasilkan barang/jasa yang profit oriented, melainkan lebih bersifat memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service). Untuk itu, pemerintah membutuhkan barang/jasa dalam upayanya setiap saat guna meningkatkan pelayanan publik. Undang-Undang Dasar 1945 BAB III memuat ketentuan mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara.Kekuasaan pemerintahan negara di sini yang dimaksudkan adalah presiden dan wakil presiden.Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.Presiden adalah satu-satunya orang yang memimpin seluruh pemerintahan.Kata "menurut Undang-Undang Undang -Undang Dasar" berarti, bahwa pembatasan wewenangnya w ewenangnya hanya diketemukan dalam Undang-Undang Undan g-Undang Dasar, yaitu dalam pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar itu. Presiden harus memperhatikan suara DPR.Dalam teori wewenang Presiden tidak dapat dibatasi oleh suatu peraturan undang-undang.Dalam praktiknya hal itu tidak mungkin, terutama dalam hal suatu wewenang Presiden menurut Undang-Undang Dasar harus diatur lebih lanjut dalam undang-undang.Presiden dalam menjalankan pemerintahan tidak boleh menyimpang dari peraturan undang-undang.Meskipun
29
benar, bahwa presiden berperanan dalam menentukan terbentuknya suatu undangundang.Namun, setelah undang-undang terbentuk presiden terikat oleh undang-undang itu.Bahkan, karena negara Indonesia adalah negara hukum, Presiden juga terikat pada hukum tak tertulis, yang tidak termuat dalam undang-undang.Salah satunya adalah Hukum Adat-Kebiasaan yang dalam bidang hukum tata negara dinamakan konvensi. Presiden dalam melakukan kewajibannya dibantu satu orang Wakil Presiden. Perkataan "dibantu" dalam pasal 4 ayat 2 UUD 1945 menandakan bahwa Presiden tetap merupakan the first man dan Wakil Presiden hanya merupakan the second man. Pendapat ini diperkuat oleh pasal 8 UUD 1945 yang menentukan: Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya. Dalam bingkai kehidupan bernegara, segala kegiatan yang dilakukan institusi negara, termasuk pengadaan barang dan/atau jasa harus dapat dipertanggungjawabkan. dipe rtanggungjawabkan. Berdasarkan amanat UUD 1945, negara berkewajiban melayani setiap warganegara dalam memenuhi hak dan kebutuhannya untuk memperoleh pelayanan publik yang layak dan memadai, sehingga pemerintah harus berperan aktif menyediakan dan memberikan fasilitas berupa kebutuhan umum yang bermanfaat bagi masyarakat luas, yang dapat diakses oleh semua anggota masyarakat secara transparan dan akuntabel. Dalam hal pengadaan barang dan/atau jasa, maka upaya untuk memenuhi hak dan kebutuhan terhadap pelayanan umum yang layak dan memadai tersebut memerlukan landasan hukum yang kuat dalam prosesnya.Kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah harus menjamin terciptanya kepastian hukum
dan memberikan
perlindungan bagi setiap setiap warganegara dari serangkaian tindakan sewenangwenang dan penyalahgunaan wewenang wewenan g di dalam penyelenggaraan pengadaan pengada an barang/jasa. Dalam rangka akuntabilitas pengadaan barang/jasa pemerintah, maka proses pengadaan barang/jasa pemerintah perlu diatur dalam suatu peraturan yang dapat menjamin kepastian hukum dan menghasilkan barang dan/atau jasa yang berkualitas. Disamping itu, pembiayaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penggunaannya perlu dipertanggungjawabkan sesuai dengan
30
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian,pengaturan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah selain bersumber dari konstitusi dan pengaturan tentang pelayanan publik, juga terkait atau didasarkan pada pengaturan tentang keuangan negara. Artinya, dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah harus dilaksanakan dengan menerapkan prinsip-prinsip Pemerintahan yang Baik (Good Governance).Oleh karena itu, sudah waktunya pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah tidak lagi didasarkan pada Peraturan Presiden, tetapi harus dibuat dalam sebuah produk hukum setingkat Undang-undang. Pentingnya pengaturan pengadaan barang/jasa diberlakukan dalam sebuah produk hukum setingkat undang-undang juga dalam dala m rangka memajukan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.Pertimbangan lain yang juga harus diperhatikan di antaranya, bahwa Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) melalui UndangUndang Nomor 7 Tahun 2006, yang dalam ketentuan Pasal 9 UNCAC tersebut dibahas mengenai manajemen keuangan dan pengadaan barang dan/atau jasa untuk sektor publik dan mengingat begitu panjangnya rantai kegiatan pelaksanaan pengadaan
barang/jasan
pemerintah
yang
menggunakan
anggaran
belanja
negara/daerah yang harus dipertanggungjawabkan penggunaannya.Undang-undang yang mengatur tentang pengadaan barang/jasa pemerintah tentu saja dapat meningkatkan dalam rangka pelayanan publik bertujuan agar pihak-pihak pihak -pihak yang terlibat dalam proses kegiatannya dapat mengakses seluruh proses dan prosedur pengadaan barang dan/atau jasa. Undang-undang pengadaan barang dan/atau jasa juga dapat melakukan upaya preventif terhadap kemungkinan terjadinya praktik ,, kolusi dan nepotisme. Selain dimaksudkan juga sebagai upaya represif jika terjadi penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan/atau jasa dengan menerapkan ketentuan pidana yang jelas dan limitatif, sehingga menjamin perlindungan hukum bagi para pihak dan memberikan kepastian hukum guna terciptanya iklim usaha yang sehat. Undangundang yang mengatur pengadaan barang/jasa pemerintah ini harus didasarkan pada prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan, pedoman dan dijalankan dalam kegiatannya.
31
B.
Beberapa
peraturan
perundang-undangan
yang
berkaitan
dengan
Pengadaan Barang dan Jasa
Kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah ketentuannya selama ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juncto Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Selanjutnya disebut Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Perpres 54 Tahun 2010) menerangkan secara lebih jelas, bahwa PBJP merupakan kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/institusi (selanjutnya disebut K/L/D/I) lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Selain itu, ruang lingkup PBJP yang diatur dalam Pasal 2 Perpres No. 54 Tahun 2010.Kegiatan pengadaan barang/jasa Pemerintah memerlukan proses panjang yang dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan dalam rangka memperoleh Barang/Jasa. Untuk mendapatkan barang/jasa yang dibutuhkan, Pengguna P engguna barang/jasa Pemerintah yang diawali dengan proses perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa sesuai kebutuhannya melalui Pelaksana kegiatan pengadaan barang/jasa Pemerintah menentukan dan menetapkan pihak Penyedia barang/jasa Pemerintah, yaitu Badan Usaha atau Orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dan Penyedia melalui Swakelola, khusus untuk kegiatan pengadaan barang/jasa yang pekerjaannya direncanakan, dikerjakan, dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran, angg aran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat mas yarakat (vide: Pasal 1 angka 12 dan 20 Perpres No. 70 Tahun 2012). Pengadaan barang dan jasa
merupakan
salah satu bagian penting dalam
pelaksanaan pembangunan nasional baik pembangunan fisik maupun non-fisik dan
32
sekaligus menentukan keberhasilan daya serap APBN dalam mencapai target pembangunan nasional. Di dalam proses pelaksanaan barang dan jasa Pemerintah (serta (serta merta penggunaan APBN/APBD) maka landasan bekerja pengelola keuangan Negara, meliputi : 1. UU RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. UU RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 3. UU RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Keuangan Negara; Dalam konteks pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara ini, relevan untuk diperhatikan mengenai, pertama, pengertian tentang Keuangan Negara, kedua, juga terkait dengan pengertian “kerugian keuangan negara”. Dalam hal pertama, telah telah ditentukan dalam UU RI Nomor 17 tentang Keuangan Negara, yaitu hak dan kewajiban Negara untuk antara lain memungut pajak, kewajiban Negara tugas layanan umum pemerintahan Negara dan membayar tagihan pihak ketiga; penerimaan/pengeluaran Negara/Daerah, dankekayaan Negara, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah. Namun dalam praktik perkembangan hukum berkaitan dengan keuangan Negara sebagaimana telah ditentukan dalam UU Keuangan Negara, terdapat dua perkembangan penting yaitu pertama, terbitnya, Fatwa Mahkamah Agung RI Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 Tanggal 16 Agustus 2006 yang menyatakan bahwa piutang Negara yang berasal dari Bank Umum Milik Negara (BUMN) berdasarkan UU RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN tidak lagi mengikat secara hukum. Fatwa MARI tersebut juga menyatakan men yatakan bahwa aturan Pasal 2 huruf g UU RI Nomor 17 Tahun 2003 mengenai kekayaan Negara yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain, antara lain berupa piutang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah, juga tidak mempunyai kekuatan mengikat mengikat secara hukum. Kedua, Putusan MKRI Nomor 77-PUU-IX/2011 77 -PUU-IX/2011 Tanggal 25 September 2011, pada pokoknya menyatakan bahwa frasa “badan-badan “badan -badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai Negara,..sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 UndangUndang No.49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MKRI Juga telah menyatakan bahwa piutang
33
bank BUMN setelah berlakunya UU RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas, adalah bukan lagi piutang Negara yang harus dilimpahkan penyelesaiannya ke Panitia Urusan Piutang Negara. November 20, 2014. Dalam hal kedua, mengenai pengertian kerugian keuangan negara telah ditentukan dalam UU RI Nomor1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu: kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Merujuk definisi kerugian Negara/Daerah dalam Pasal 1 angka 22 UU Perbendaharaan Negara jelas bahwa setelah berlakunya undang-undang ini Tanggal 14 Januari 2004, pengertian kerugian keuangan Negara/Daerah tidak dapat ditafsirkan lain selain apa yang telah ditegaskan dalam ketentuan tersebut; tafsir hukum kerugian yang akan timbul atau potensi kerugian kerugian Negara tidak dapat dibenarkan lagi. lagi. Sejalan dengan asas lex posteriori posteriori derogate lege priori, maka tafsir kerugian Negara/daerah yang sah adalah berdasarkan UU Perbendaharaan Negara, bukan yang tercantum dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana ,.
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
A.
Landasan Filosofis
Filosofi dasar dari pegandaan barang dan jasa pada dasarnya adalah segalabentuk tindakan pemerintah yang berhubungan dengan kebijakan umum, yangmelibatkan pengadaan barang dan jasa yang berguna untuk mendukung kinerjapemerintah untuk mencapai kesejahtraan masyarakat masyarakat umum Olehkarena hal ini ini mengenai kesejahteraan
34
bersama maka pengaturan tentangpelaksaannyapun harus sesuai memihak pada kepetingan rakyak. Selama ini adaempat rezim yang diketahui dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintahan,yaitu sektor penyedian publik, sektor pekerja umu, sektor sarana publik yangmenangani beroperasi dibidang transportasi, energi air dan sektortelekomunikasi dan yang terakhir adalah, sektor pelayanan publik . Pengaturan yang mengatur tentang tata aturan pengadaan barang dan jasadisetiap tempat, wilayah, region dan Negara juga berbeda tergantung dengantatanan aturan yang berlaku pada nagara tersebut . Tapi padakonsepnya memiliki tujuan yang sama dan berdasarkan pada konsep yangserupa. Misalnya di Uni Erope pengadaan barang dan jasa dimulai denganmenentukan lembaga dan pihak yang berhak ikut serta dalam proyek pengadaantersebut dan jenis pengadaannya pun berbeda aturannya.Secara umum, konsep pengaturan dalam pengadaan barang dan jasa dapatdilihat dari enam jenis framework yang disusun secara berurutan yang dianggapbisa dijadikan bahan acuan dalam pembuatannya. Keenam acuan tersebut dikemukakan oleh Trepte . Dalam peyusunannya Trepte memulaimengusulkan pembuatan regulasi procurement regulasi procurement dengan berdasarkan konteksekonomi. Meskipun tidak bisa dielakkan bahwa dalam konteks ini pengaruhkebijakan politik juga sangat san gat besar sebagai contoh menegaskan bahwa ha harus rus ada aturan yang jelas yangmenyatakan bahwa produk yang dipilih harus memiliki manfaat yang dapatdipergunakan tidak hanya oleh seorang individu saja tetapi melainkan jugabermanfaat buat khalayak umum. Lebih lanjut lagi dikemukakan, pemilihanproduk yang akan dibeli oleh pemerintah harus melalui mekanisme perbadinganharga yang beredar dipasaran, dengan menekankan pada keseimbangan daya guna barang dengan harga barang.Meskipun demikian ada beberapa hal yang harus tetap menjadi titik berat yaitu,perhatian pemerintah mengenai kontrak tender yang akan disetujui dimanapada umumnya kontrak itu berdasarkan pada fixed-price kontrak dan cost-plusprice. Bajari dan Tedelis, (2001) menyatakan bahwa berdasarkan hasilpenelitian
yang
dilakukan
terbukti
bahwa
cost-plus
price
lebih
baik
diterpkandalam pelaksanaan tender karena dengan fixed price, harga barang sudahterlebih tidakditetapkan
dahulu tapi
ditetapkan,
sedangkan
berdasarkan
kondisi
cost-plus pasar,
hal
price
harga
tersebut
barang tentunya 35
akanmenguntungkan
pemerintah
apabila
terjadi
penurunan
harga
barang
dipasar.Meskipuun tidak menutup kemungkinan bahwa harga barang juga akan naik,akan
tetapi
menentuan
harga
berdasarkan
mekanisme
pasar
akan
membawakepuasan publik yang lebih besar dari pada fixed price.Dalam pemilihan pelaksana
proyek
itu
sendiripun
ada
aturan
yang
harusdiberlakukan
agar
memperlihatkan transparansi hasil penentuan siapa yangberhak untuk melaksanankan tender proyek pengadaan barang dan jasa daripemerintah (Beth, 2005). Keisler dan Buehring (2009) menyatakan bahwaassasemen penentuan pihak yang berhak mendapatkan tender proyekpengadaan harus melalui metode lelang, dimana proyek tentang pengadaantersebut di beritahukan ke khalayak umum kemudian dilelang denganmengutamakan
pada
kridbilitas
dari
peserta
lelang
yang
mengikuti
seleksi.Meskipun pada prakterknya tentu saja kemungkinan akan ada hambatan yangterjadi tapi kontrak kerjasama yang dibuat oleh pemerintah dengan pemenangtender proyek harus harus lebih pro kepada kepengtingan khalayak ramai ramai . Adapun hambatan-hambatan dalam penerapan regulasi yangbisa saja muncul bisa berasal dari segi informasi, transaksi dan administrasi danjuga permainan kepentingan politik Lebih lanjutLaffont dan Tirole (1993) menjelaskan hambatan informasi yang dimaksuddalam
hal
ini
adalah
adanya
kecendrungan
dari
pihak
yang
berkepentinganuntuk menyalahgunankan kontrak yang telah disetujui dengan melakukanperbuatan yang menyimpang dari prosedur yang telah disepakati sebelumnya.Hal tersebut bisa disebabkan lalainya pemerintah dalam mengontrol aktivitasjalannya proyek serta adanya simbiosis kerusakan moral yang sengaja dibangununtuk kepentingan pihak tertentu dengan sengaja membuat tindakan yangmerugikan tetapi sukar dideteksi oleh masyarakat publik yangmenyatakan bahwa segala penyelewengan yang dilakukan oleh berbagai pihakmemiliki mempunyai metode
analisis
yang
tersendiri
sehingga
memungkinkanuntuk
mendeteksi
pelanggaran yang dibuat.Lebih lanjut (Laffont dan Tirole, 1993) menambahkan hambatan selainkerusakan moral manusia adalah kurangnya informasi yang dimiliki pemerintahtentang industri yang terkait misalnyanya saja pada industri pengadaan senjatadan
pertahanan
(1993).
Kurangnya
informasi
yang
diperoleh
oleh 36
pemerintahtentang industri yang tekait t ekait akan mengakibatkan susahnya estimasi harga danpenetuan kontak kerja sama yang bisa berat sebelah. Dengan arti lain, kontrak kerja sama tersebut akan lebih menguntungkan industri terkait ketimbangberpihak pada kepentingan umum. Contoh yang lain adalah, dalam bidangpengadaan senjata dan pertahanan pada umumnya industri kontraktorpemegang dan pelaksana industry tersebut lebih mengetahui hal-hal apa sajayang dibutuhkan selama proses pengadaan, sedangkan pada pihak pemerintahsendiri kurang memiliki tenaga ahli yang memiliki informasi yang seimbang dibidang industry tersebut. Hal tersebut bisa mengakibatkan adanyapenyelewengan dan penggelembunga dana tanpa disadari oleh pemerintah. Olehkarena itu sangat penting bagi pemerintah untuk membangun kerjasama denganmelakukan
penelitian
yang
dalam
tentang
proyek
terkait
ketimbangmempercayakan seluruh proses pelaksanaanya kepada pihak ketiga.
B.
Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis
sesungguhnya menyangkut fakta empiris
mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Apabila ketentuan – ketentuan ketentuan yang terdapat dalam suatu undang-undang sesuai dengan keyakinan masyarakat umum atau kesadaran hukum masyarakat, maka untuk mengimplementasikannya tidak akan banyak mengalami kendala. Hukum yang dibuat harus dapat dipahami masyarakat sesuai dengan kenyataan yang dihadapi masyarakat. Dengan demikian dalam penyusunan rancangan undang-undang harus sesuai dengan kondisi masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat berubah maka nilai-nilaipun ikut berubah, kecenderungan dan harapan masyarakat harus dapat diprediksi dan terakumulasi dalam peraturan perundang-undangan yang orientasi masa depan Dari hal tersebut di atas tersurat tersurat suatu hal dimana suatu peraturan perundang-undangan harus bisa mencerminkan kehidupan sosial masyarakat yang ada. Karena jika tidak mencerminkan kehidupan sosial masyarakat maka peraturan yang dibuat juga tidak akan mungkin dapat diterapkan
37
karena tidak akan dipatuhi dan ditaati. Semua peraturan yang dibuat harus sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat yang bersangkutan supaya tidak terjadi suatu pertikaian karena peraturan yang dibuat tidak sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat. Jika peraturan sesuai dengan kehidupan masyarakat maka dengan sendirinya akan tumbuh kesadaran hukum pada masyarakat. Peraturan perundangundangan dibuat adalah untuk mengatur kehidupan masyarakat yang ada di dalamnya. Begitu juga dalam proses pembentukan produk hukum harus memperhatikan beberapa b eberapa aspek yang berkembang di masyarakat. Hal ini dengan tujuan agar ag ar apa yang dibuat oleh pemerintah yang berkuasa dapat berguna bagi kehidupan masyarakat. Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam membentuk peraturan perundangan antara lain sebagai berikut: a. Social Social Need ( Kebutuhan Kebutuhan masyarakat); b.Social b.Social Condition (Kondisi masyarakat); c. Social Social Capital (Modal/kekayaan masyarakat). Berdasarkan ketiga aspek tersebut, diharapkan setelah diundangkannya UU Tindak Pidana ,, tidak akan terjadi penolakan dari masyarakat karena substansi pengaturan peraturan UU telah sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan, kondisi, dan keinginan masyarakat. Keinginan masyarakat adalah terwujudnya kepastian hukum dan keadilan dalam penyelesaian. Pembentukan peraturan perundangan juga harus membuka lebar-lebar partisipasi masyarakat yang ada didalamnya agar produk hukum yang terbentuk benar benarmewakili kepentingan masyarakat dan tidak menuai persoalan dikemudian hari. Dengan mekanisme pelibatan masyarakat dalam pembicaraan Naskah Akademik ini diharapkan peraturan perundang-undangan yang akan terbentuk lebih dapat menangkap aspirasi dan kebutuhan masyarakat terkait. C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan
38
diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Daerah yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturan sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. Adanya Ad anya landasan yuridis menjadi sangat penting untuk memberikan arah pengaturan dari suatu peraturan Perundang-undangan agar tidak terjadi konflik hukum atau pertentangan hukum dengan peraturan Perundang-undangan di atasnya. Di samping itu landasan yuridis dimaksudkan untuk mencegah terjadinya peraturan Perundang-undangan yang yang saling tumpang tindih antar peraturan peraturan Perundangundangan sejajar dan menghindari terjadinya ketidakharmonisan dan inkonsistensi antara suatu peraturan dengan peraturan lainnya yang terkait. Ketidakharmonisan antar peraturan Perundang-undangan akan mengurangi efektivitas peraturan perundangundangan yang bersangkutan dan akan menyulitkan implementasinya di lapangan. Landasan yuridis bagi pembuatan Undang-undang organik. Selanjutnya UU itu menjadi landasan yuridis bagi pembuatan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Perda dan lain-lain. Sebagai dasar hukum pembuatan suatu Undang-Undang landasan yuridis dicantumkan di dalam bagian mengingat. Dalam menempatkan landasan yuridis di dalam Undang-undang harus memperhatikan tata urutan perundangundangan. Jika terdapat dua atau lebih landasan yuridis suatu Undang-undang yang tingkatannya sama maka peraturan perundang-undangan yang lebih tua ditempatkan di bagian atas, yang harus disesuaikan dengan tata urutan perundang-undangan yang tercantum dalam UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Menurut Bagir Manan, dasar yuridis sangat penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan karena akan menunjukkan:
39
a. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundangundangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang; b. Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis, peraturan perundangundangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat; c. Keharusan memenuhi tata cara tertentu. Apabila tata cara tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum mengikat; d. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu Undang-undang tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Demikian pula seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan tingkat lebih bawah. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (undang-undang). Secara umum isi undang-undang dapat dikatakan merupakan keharusan (obligatere (obligatere)) sehingga seluruh ketentuan dalam Undang-undang harus dilaksanakan.Dalam Pasal 5 Undang-undang disebutkan bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: a. Kejelasan tujuan;
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; d. Dapat di laksaakan e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. Kejelasan rumusan; dan g. Keterbukaan. h. Kemudian dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang disebutkan bahwa materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: i. Pengayoman;
40
j. Kemanusiaan; k. Kebangsaan; l. Kekeluargaan; m. Kenusantaraan; n. Bhinneka tunggal ika; o. Keadilan; p. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; q. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau r. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat (2) dinyatakan bahwa selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-Undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERDA
A. Jangkauan dan Arah Pengaturan
Penyelenggaraan pelayanan publik memerlukan keterlibatan seluruh pihak baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, dimana peranan pemerintah masih sangat besar dalam penyelenggaraan proses Pengadaan untuk pelayanan publik tersebut. Peran penting Pengadaan sangat besar karena melibatkan nilai anggaran yang besar dan terkait dengan pengelolaan keuangan Negara. Posisi sentral Pengadaan ini perlu dibingkai dalam kerangka peraturan yang jelas sehingga dapat diwujudkan suatu proses Pengadaan yang berorientasi pada kualitas, hasil, dan manfaat yang dilaksanakan berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, adil, transparan, bersaing, mengutamakan penggunaan produk dalam negeri, akuntabel serta berwawasan lingkungan. Penyelenggaraan Pengadaan Barang dan Jasa Negara diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi yang kondusif, efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan
41
anggaran dan rencana kerja serta untuk meningkatkan keberpihakan terhadap industri nasional dan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dengan kewajiban menggunakan produk dalam negeri menuju kemandirian bangsa. Penyelenggaraan Pengadaan Barang dan Jasa Negara yang dilaksanakan sesuai prinsip Pengadaan, akan memperoleh barang baran g dan jasa yang sesuai dengan d engan kebutuhan k ebutuhan dan berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi pelayanan masyarakat. B. Ruang Lingkup Materi dan Isi Pengaturan
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaanmpembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah. Selain itu bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud perlu pengaturan Pengadaan Barang dan Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaatnyang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha
Menengah
serta
pembangunan
berkelanjutan.
Selanjutnya
bahwa
PeraturanPresiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 2015 ( sudah ada yang terbaru, yaitu PerPres Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa) jasa ) tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik. Sejalan dengan hal-hal yang dijabarkan diatas, tentunya pemanfaatan seluruh kekayaan alam dan sumber daya ekonomi lainnya yang dikuasai negara melalui penyelenggaraan kebijakan perekonomian nasional dilaksanakan untuk kepentingan nasional dan pemenuhan hajat hidup masyarakat yang sejahtera dan berkelanjutan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka dari itu pelaksanaan pengadaaan barang
dan
jasa
haruslahdalam
penguasaandan
penyelenggaraan
kebijakan
perekonomian nasional perlu didukung dengan adanya kepastian hukum, kepastian
42
berusaha, kemandirian serta semangat kebersamaan untuk menciptakan iklim usaha dan persaingan usaha yang sehat dalam penyelenggaraan pengadaan guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Namun materi muatan yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa yang ada belum datur dalam undang-undang yang memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan kegiatan pengadaan barang dan jasa sehingga perlu adanya suatu Undang-undang sebagai induk hukum yang dapat mengawal jalanya pelakasanaan pengadan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa identik dengan adanya berbagai fasilitas baru, berbagai bangunan, jalan, rumah sakit, gedung perkantoran, alat tulis, sampai den dengan gan kursus bahasa inggris yang dilaksanakan di sebuah instansi pemerintah. Pengadaan barang dan jasa yang biasa disebut tender ini sebenarnya bukan hanya terjadi di instansi instansi pemerintah.Pengadaan barang dan jasa bisa terjadi di BUMN dan perusahaan swasta nasional maupun internasional. Intinya, pengadaan barang dan jasa dibuat untuk memenuhi kebutuhan perusahaan atau instansi pemerintah akan barang dan/atau jasa yang dapat menunjang kinerja dan performance mereka 6. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/ APBD.Pengadaan untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha milik Daerah (BUMD) yang pembia pembiayaannya yaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD. Investasi di sini merupakan pembelanjaan modal sebagai penambahan aset atau untuk peningkatan kapasitas instansi tersebut.Pengadaan barang dan jasa yang seluruhnya atau sebagian dananya bersumber dari pinjaman atau hibah. Pinjaman atau hibah h ibah dalam dal am hal ini berasal b erasal dari luar negeri yang diterima oleh pemerintah pusat atau daerah.
BAB 1 ( DIPERHATIKAN PENULISAN URUTAN PENOMORAN) Ketentuan Umum
Dalam ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau
6
Marzuki Yahya dan Endah Fitri Susanti.Op. Cit., hlm. 3
43
akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi, dan atau hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal p asal atau beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau BAB. Pemberian batasan pengertian atau pendefinisian dari suatu istilah dalam suatu undang-undang dimaksudkan untuk membatasi pengertian atau untuk memberikan suatu makna bagi istilah yang digunakan dalam undang-undang.
1. Istilah dan batasan pengertian atau definisi yang perlu diakomodasi dalam undang-undang tentang Pengadaan Barang dan Jasa , yaitu:
a. Pengadaan Barang dan Jasa Negara yang selanjutnya disebut Pengadaan adalah kegiatan sistematik dan strategis untuk memperoleh barang dan/atau jasa yang dimulai dari perencanaan, proses, pelaksanaan dan serah terima pekerjaan, sesuai kebutuhan yang yang berdasarkan prinsip dan tujuan serta ketentuan yang berlaku. b. Barang adalah benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak yang terdiri dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan layanan publik. c. Jasa adalah layanan pekerjaan yang mencakup pekerjaan konstruksi termasuk konstruksi terintegrasi dan jasa konsultansi, dan jasa lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan sesuai kebutuhan untuk memenuhi layanan publik. d. Lembaga Pengadaan adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang merumuskan, membuat dan menetapkan kebijakan, peraturan pelaksanaan dan mengawasi pelaksanaan Pengadaan barang dan jasa yang bersifat sentralistik. e. Lembaga adalah Kementerian Negara, Lembaga Pemerintah nonkementerian, Pemerintahan Provinsi, Pemerintahan Kabupaten, Pemerintahan Kota, Pemerintahan Desa, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Kontraktor Kontrak Kerja Sama, dan Kerja Sama Pemerintah P emerintah dan Badan Usaha. f. Unit Pelaksana Pengadaan adalah organisasi pada Lembaga yang berfungsi
44
melaksanakan kegiatan Pengadaan yang bersifat permanen dan berdiri sendiri. g. Pelaksana Pengadaan adalah penyelenggara kegiatan Pengadaan pada Lembaga yang dilaksanakan sesuai prinsip, tujuan dan kebijakan Pengadaan. h. Pejabat Berwenang Pengadaan yang selanjutnya disebut Pejabat Berwenang adalah pimpinan tertinggi Lembaga atau pejabat struktural Lembaga yang ditunjuk dan diberi kewenangan oleh pimpinan tertinggi Lembaga, sebagai penanggung jawab umum atas penyelenggaraan dan anggaran ang garan Pengadaan. i. Komite Penyelesaian Sengketa Pengadaan adalah komite yang menyelesaikan dan memutuskan sengketa administratif Pengadaan barang dan jasa di Lembaga yang bersifat nasional. j. Pengguna Barang dan Jasa yang selanjutnya disebut Pengguna adalah fungsi dalam organisasi Lembaga yang melaksanakan perencanaan teknis Pengadaan dan sebagai pemakai akhir barang dan jasa. k. Penyedia adalah badan usaha, badan hukum, dan orang perseorangan yang menyediakan dan memasok barang dan, mengerjakan pekerjaan jasa sesuai kebutuhan Lembaga. l. Kontrak Pengadaan yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis yang bersifat mengikat antara Pejabat Berwenang dengan Penyedia atau pelaksana Swakelola. m. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia y yang ang dibantu oleh oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. n. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. o. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. p. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha atau perusahaan yang didirikan dan seluruh atau sebagian modalnya
45
dimiliki oleh Pemerintah Pusat melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. q. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha atau perusahaan yang didirikan dan seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh daerah. r. Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah Badan Usaha Tetap atau Perusahaan Pemegang Hak Pengelolaan yang ditetapkan untuk melakukan kontrak kerja sama dengan Pemerintah dan hak untuk melakukan kegiatan tertentu. s. Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disingkat KPBU adalah pekerjaan penyediaan infrastruktur dan jasa layanan terkait untuk mendukung pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. t. Pengawas adalah pihak yang melakukan pengawasan melalui audit, monitoring, evaluasi, pemeriksaan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap pelaksanaan dan kinerja Pengadaan. u. Produk Dalam Negeri adalah barang dan/atau jasa, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia, yang dalam proses produksi atau proses pengerjaannya penge rjaannya dimungkinkan penggunaan bahan baku atau komponen impor. 2. Penyelenggaraan Pengadaan Barang dan Jasa
Pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJP) merupakan kegiatan untuk memperoleh
barang/jasa
oleh
Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 merupakan aturan dasar yang mengatur tentang tata cara pengadaan barang/jasa pemerintah serta dipakai sebagai acuan dalam melaksanakan proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Salah satu metode yang sering digunakan adalah melalui proses tender/proses pelelangan. Dalam proses lelang/tender ada suatu tahap
46
penyeleksian yang dilakukan oleh pemerintah/pengguna anggaran terhadap calon penyedia barang/jasa. Tahap penyeleksian ini dilakukan untuk menetapkan satu pelaku usaha yang berhak memenangkan tender. Dalam tender pengadaan barang dan jasa pemerintah, proses tender harus dilaksanakan secara sehat, jujur dan adil (fairness) agar dalam pelaksanaan tender terhindar dari kegiatan yang dilarang oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Pada prakteknya tidak sedikit tender yang mengalami penyimpanganpenyimpangan yang dilakukan oleh para pihak yang terlibat (pengguna anggaran/konsumen dan penyedia barang/jasa).Penyimpangan ini dilakukan dengan mengatur dan menentukan pemenang tender yang sudah direncanakan sebelum tender dilaksanakan. Sekalipun proses tender dilaksanakan sesuai prosedural, prosedu ral, namun masih saja memberikan peluang kepada para pihak untuk melakukan persekongkolan sehingga tender dimenangkan oleh penyediabarang/jasa yang bersekongkol dengan alasan yang tidak jelas. Adanya ketidakjelasan tersebut, artinya ada indikasi dilakukannya kegiatan persekongkolan dalam tender pemerintah. Kegiatan seperti ini jelas mendiskriminasikan peserta tender lain (pelaku usaha lain) yang ingin ikut andil dalam tender pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kegiatan persekongkolan p ersekongkolan dalam tender seperti ini akan jauh dari prinsip keadilan (fairness) dan melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 karena menciptakan iklim persaingan uisaha yang tidak sehat. 3. Pendanaan
Untuk mendukung kegiatan Pengadaan Barang dan jasa diperlukan pengaturan mengenai pendanaan. Adapun dalam RUU ini diarahkan agar danaPengadaan Barang dan jasa diperhitungkan sebagai biaya dan dianggarkan dalam rencana dan anggaran Negara dan/atau Daerah. Penganggaran dan perhitungan danaPengadaan Barang dan jasa tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran yang ditentukan
melalui
mekanisme
pengambilan
keputusan
pihak-pihak
yang
bersangkutan. Sedangkan pertanggungjawaban penggunaan danaPengadaan Barang dan jasa dilakukan melalui mekanisme pengambilan keputusan pihak-pihak terkait.
4. Tugas Pemerintah
47
Dalam
penyelenggaraan
Pengadaan
barang
dan
jasa
pemerintah
wajib
melaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip: a. Efisien, Yang dimaksud dengan “efisien” adalah menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai target, kualitas dan manfaat melalui penyederhanaan dan percepatan proses Pengadaan. b. efektif: Yang dimaksud dengan “efektif” adalah bahwa penyelenggaraan pengadaan berdasarkan kebutuhan nyata, kinerja yang optimal dan memberikan hasil yang berkualitas serta manfaat yang sebesar-besarnya. c. Adil Yang dimaksud dengan “adil” adalah memberikan perlakuan dan kesempatan yang sama dan tidak diskriminatif serta tidak memberi keuntungan kepada kepad a pihak tertentu. d. transparan; Yang dimaksud dengan “transparan” adalah keterbukaan k eterbukaan dalam memberikan informasi menyangkut ketentuan dan proses Pengadaan kepada masyarakat. e. bersaing; Yang dimaksud dengan “bersaing” adalah memberikan kesempatan kepada para Penyedia yang setara dan memenuhi persyaratan untuk berkompetisi berkompe tisi secara sehat serta tanpa intervensi dari pihak manapun. f. akuntabel; Yang dimaksud dengan “akuntabel” adalah pertanggungjawaban pelaksanaan Pengadaan kepada pihak terkait sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku, berdasarkan prinsip, norma dan etika Pengadaan. g. berwawasan lingkungan Yang dimaksud dengan “berwawasan lingkungan” adalah upaya untuk menjamin penyelenggaraan Pengadaan dan layanan aliran barang tidak mempunyai dampak negatif dan berisiko terhadap lingkungan dan kesehatan manusia 5. Forum Pengadaan Barang dan Jasa
Masyarakat berperan serta dalam penyelenggaraan Pengadaan, peran serta masyarakat
48
sebagaimana mestinya berupa: a. Penyampaian masukan kepada Lembaga dan Lembaga Pengadaan dalam penyempurnaan peraturan dan standar teknis Pengadaan; b. Penyampaian masukan dalam rangka pembinaan, penyelenggaraan, dan pengawasan kegiatan Pengadaan; c. Pernyataan keberatan terhadap rencana pengadaan yang tidak sesuai dengan kondisi setempat; d. Pelaporan terhadap dugaan malaadministrasi, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan, persekongkolan, kelalaian, dan/atau pangabaian pelayanan publik dalam proses Pengadaan dengan bukti permulaan yang cukup kepada Lembaga Pengadaan; e. Mengajukan laporan dan pengaduan kepada aparat penegak hukum terhadap dugaan pelanggaran tindak pidana dalam penyelenggaraan Pengadaan. Selanjutnya apabila terdapat laporan masyarakat kepada aparat penegak hukum menyangkut kerugian negara dalam proses Pengadaan, maka aparat penegak hukum menyampaikan kepada pengawas internal atau pengawas eksternal untuk melakukan audit investigasi. Penyidikan dilakukan oleh aparat penegak hukum apabila telah diketahui adanya kerugian negara berdasarkan hasil audit investigasi oleh aparat pengawas internal atau aparat pegawas eksternal. Pada dasarnya memang masyarakat berperan serta dalam proses Pengadaan dengan memberikan masukan dalam hal pembangunan kerangka hukum dan kebijakan Pengadaan, melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Pengadaan dan pengaduan atas perbuatan maladministrasi yaitu perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui batas kewenangan, kelalaian atau pengabaian kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan penyelenggara Pengadaan
yang dilakukan oleh
yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau
immaterial bagi negara, masyarakat dan orang perseorangan.
BAB II ( DIPERHATIKAN PENULISAN URUTAN PENOMORAN)
49
Asas dan Tujuan
Beberapa asas-asas yang relevan dengan Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan Barang dan Jasa adalah:
1. Pemanfaatan seluruh kekayaan alam dan sumber daya yang dimiliki Negara yang dilaksanakan untuk kepentingan umum dan kesejahteraan rakyat; 2. Kebijakan perekonomian nasional ditujukan untuk kepentingan nasional dan hajat hidup masyarakat; 3. Penyelenggaraan perekonomian ditujukan untuk memperoleh kemandirian, kemitraan, dan pembangunan nasional berkelanjutan. Penyelenggaraan pelayanan publik beserta upaya peningkatannya merupakan langkah
nyata
dalam
mewujudkan
pelaksanaan
asas
pemerintahan
yang
baik.Perwujudan dari suatu tata kelola pemerintahan yang baik b aik ini tidak lepas dalam rangka pelaksanaan amanat tujuan penyelenggaraan Negara sebagaimana telah ditegaskan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. BAB III ( DIPERHATIKAN PENULISAN URUTAN PENOMORAN) Kewenangan dan Ruang Lingkup 1. Larangan
Setiap pejabat administrasi, pejabat pelaksana pengelola pengadaan barang/jasa dan pejabat fungsional pengelola pengadaan barang/jasa dalam melaksanakan tugas terkait pengadaan barang dan jasa Pemerintah dilarang: 1. Meminta dan/atau menerima imbalan dalam bentuk apapun dari penyedia barang/jasa,kuasa atau wakilnya baik langsung maupun tidak langsung atau perusahaan yang mempunyai afiliasi dengan penyedia barang/jasa; 2. Memberikan fakta, data dan informasi yang tidak benar dan/atau segala sesuatu yang belum pasti atau diputuskan; 3. Menggunakan fasilitas/sarana kantor untuk kepentingan pribadi, kelompok dan/atau pihak lain;
50
4. Melakukan negosiasi, pertemuan dan/atau pembicaraan dengan penyedia barang/jasa, kuasa atau wakilnya baik langsung maupun tidak langsung atau perusahaan yang mempunyai afiliasi afiliasi dengan penyedia barang/jasa diluar kantor baik dalam jam kerja maupun di luar jam kerja; 5. Melaksanakan
proses
pemilihan
penyedia
barang/jasa
yang
diskriminatif/pilih kasih; 6. Melakukan pertemuan dengan penyedia barang/jasa yang sedang mengikuti proses E-Tendering, lelang, dan/atau seleksi; 7. Mengadakan korupsi, kolusi dan nepotisme dengan pihak Perangkat Daerah dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa; dan 8. Mengucapkan
perkataan
yang
tidak
etis
dan
bersifat
melecehkan
kepadapenyedia barang/jasa, kuasa atau wakilnya baik langsung maupun tidak langsung atau perusahaan yang mempunyai afiliasi dengan penyedia barang/jasa atau masyarakat.
2. Ketentuan Pidana
Terdapat 3 (tiga) unsur untuk dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, Pertama, menyalahgunakan kewenangannya, kedua, memberikan keuntungan baik kepada diri sendiri maupun orang lain, dan ketiga, menimbulkan kerugian keuangan negara. Bila proses yang sedang sed ang berjalan, walaupun belum final/akhir, namun sudah ada indikasi atau "dugaan kuat" adanya penyimpangan bisa atau dapat dikategorikan pelanggaran terhadap UU Korupsi. Berikut adalah beberapa perbuatan yang bisa memicu terjadinya tindak pidana pada pengadaan barang dan jasa pemerintah antara lain : a. Penyuapan Menyuap adalah usaha yang dilakukan sesorang untuk mempengaruhi pejabat pemerintah (pengambil keputusan) supaya melakukan tindakan tertentu atau supaya tidak melakukan tindakan tertentu dengan memberikan imbalan uang atau benda berharga lainnya. Tindak pidana suap merupakan merupakan tindak pidana yang berada dalam satu
51
jenis dengan tindak pidana korupsi dan merupakan jenis tindak pidana yang sudah sangat tua. Penyuapan sebagai istilah sehari-hari yang dituangkan dalam UndangUndang adalah sebagai suatu hadiah atau janji ("giften" atau "beloften") yang diberikan atau diterima. Pelaku penyuapan dikategorikan menjadi penyuapan aktif (active omkoping) adalah jenis penyuapan yang pelakunya sebagai pemberi hadiah atau janji, sedang penyuapan pasif (passive omkoping) adalah jenis penyuapan yang pelakunya sebagai penerima hadiah atau janji. Penyuapan biasanya dilakukan oleh rekanan kepada bupati, walikota, gubernur, dirjen, menteri, pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, panitia penerima barang dan jasa, atau kepada anggota pokja ULP. Tujuan penyuapan ini adalah agar pengelola pengadaan memenangkan penawaran dari rekanan, supaya pengelola kegiatan menerima barang/jasa yang diserahkan rekanan dimana kualitas dan atau kuantitasnya lebih rendah dibandingkan yang diperjanjikan dalam kontrak. Larangan penyuapan diatur pada pasal 6 Perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 70 tahun 2012 yaitu berkaitan dengan den gan etika pengadaan. Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi etika sebagai berikut : i.
melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
ii.
bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan
untuk
mencegah
terjadinya
penyimpangan
dalam
Pengadaan Barang/Jasa; iii.
tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;
iv.
menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak;
52
v.
menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa;
vi.
menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;
vii.
menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; dan
viii.
tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
Ancaman hukuman terhadap penerima suap diatur pada pasal 418 KUHP, Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungannya dengan jabatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana pidan a denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Sedangkan pada pasal 419 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun apabila seorang pejabat : i. Menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkan supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya ii. Yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat atau oleh karena si penerima telah melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu
dalam
jabatannya
yang
bertentangan
dengan
kewajibannya.
53
Berkaitan dengan pemaketan pekerjaan Perpres 54 tahun 2010 pada pasal 24 ayat 3 mengatur prosedur sebagai berikut, dalam melakukan pemaketan Barang/Jasa, PA dilarang: dilara ng: - - - - - - - - - - SUDAH TIDAK BERLAKU, SUDAH DIUBAH PERPRES NO 16 TAHUN 2018 2018 i.
menyatukan atau memusatkan beberapa kegiatan yang tersebar di beberapa lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing;
ii.
menyatukan beberapa paket pengadaan yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya bisa dipisahkan dan/atau besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh Usaha Mikro dan Usaha Usah a Kecil serta koperasi kecil;
iii.
memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari pelelangan; dan/atau
iv.
menentukan kriteria, persyaratan atau prosedur pengadaan yang diskriminatif dan/atau dengan pertimbangan yang tidak obyektif.
Pemecahan atau penggabungan paket bisa dilakukan dengan pertimbangan yang jelas dan sesuai dengan prinsip pengadaan yang efektif dan efisien. Pemecahan paket dapat
dilakukan
karena
perbedaan
target
penyedia,
perbedaan
lokasi
penerima/pengguna barang yang cukup signifikan, atau perbedaan waktu pemakaian dari barang dan jasa tersebut. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Undang-undang Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak mengatur ancaman perbuatan menggabungkan atau memecah paket. Pada perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 70 tahun 2012 juga tidak ada ancaman terhadap penggabungan atau pemecahan paket. Ancaman tindak pidana muncul apabila dapat dibuktikan bahwa pemecahan atau penggabungan penggabun gan paket tersebut diikuti dengan praktek penggelembungan harga. Apabila hal ini terjadi terjadi maka praktek penggelembungan harga inilah yang diancam hukuman. c. Penggelumbungan harga
54
Merujuk pada Perpres 54 tahun 2010 diatur mengenai etika pengadaan dimana pada pasal 6 disebutkan salah satunya adalah menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam d alam pengadaan barang dan jasa. Etika pengadaan tersebut menegaskan bahwa rekanan maupun pengelola pen gelola pengadaan pengad aan secara tegas dilarang melaksanakan pengadaan barang/jasa yang dapat mengakibatkan pemborosan keuangan negara. Semua peristiwa tindak pidana pengadaan barang dan jasa hampir selalu mengakibatkan pemborosan. Praktek penggelembungan harga ini diawali dari penentuan HPS yang terlalu tinggi karena penawaran harga peserta lelang/seleksi tidak boleh melebihi HPS sebagaimana diatur pada pasal 66 Perepres 54 tahun 2010 dimana HPS adalah dasar untuk
menetapkan
batas
tertinggi
penawaran
yang
sah
untuk
Pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/JasaLainnya dan Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan metode Pagu Anggaran. Penyusunan HPS dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam setiap pengadaan barang dan jasa senantiasa diikuti dengan bukti perjanjian baik dalam bentuk Surat S urat Perjanjian/kontrak maupun Surat Su rat Perintah Kerja (SPK). Kontrak adalah bentuk kesepakatan tertulis antara antara penyedia dan pengguna barang/jasa ttentang entang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dalam kontrak selalu diatur tentang kuantitas dan kualitas barang dan jasa yang diperjanjikan, sehingga setiap usaha untuk mengurangi kuantitas atau kualitas barang dan jasa adalah tindak pidana. Pengurangan kuantitas dan kualitas ini seringkali dilakukan bersamaan dengan pemalsuan dokumen berita acara serah terima barang, dimana penyerahan barang diikuti berita acara yang menyatakan bahwa penyerahan barang telah dilakukan sesuai dengan kontrak. Terhadap hal ini KUHP pada pasal 263 menyatakan : Secara legal formal tanggung jawab untuk menyatakan bahwa barang atau jasa yang diserahkan telah sesuai dengan kontrak baik kualitas maupun kuantitasnya adalah PPHP. Namun secara material penyedia barang dan jasa juga harus bertanggungjawab terhadap kekurangan ini. Penyedia yang melakukan kecurangan ini bisa dikenai tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
55
tentang
Perubahan
Atas
Undang-Undang
Nomor
31
Tahun
1999
tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 7 UU 20 Tahun 2001 merujuk pada Pasal 387 dan Pasal 388 KUHP yang kualifikasinya adalah melakukan perbuatan curang bagi pemborong, ahli bangunan ban gunan dan pengawas, sehingga sehin gga membahayakan membah ayakan keamanan orang atau barang dan membahayakan keselamatan Negara. Perbuatan curang yang dilakukan adalah pemborong misalnya melakukan pembangunan suatu bangunan tidak sesuai atau menyalahi ketentuan yang sudah diatur dan disepakati yang tertuang dalam surat perjanjian kerja atau leveransir, bahan bangunan yang dipesan/dibeli darinya tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Perbutan curang ini tidak perlu mengakibatkan bangunan itu roboh atau negara menjadi betul-betul bahaya, karena dalam unsurnya dikatakan "dapat membahayakan keamanan orang atau barang dan membahayakan keselamatan negara" Muara dari kolusi tersebut adalah peniadaan kompetisi dalam pengadaan barang dan jasa. Kompetisi dalam pengadaan publik berarti penyedia secara independen bersaing untuk menawarkan barang/jasa dalam suatu proses pemilihan. Kompetisi yang sehat merupakan elemen kunci yang akan menghasilkan penawaran yang paling menguntungkan bagi pemerintah khususnya harga paling rendah dan kualitas barang yang paling baik. Bagi penyedia kompetisi berfungsi sebagai pendorong penting tumbuhnya inovasi produk barang/jasa untuk menghasilkan produk terbaik dengan harga bersaing. Kompetisi hanya bisa tercapai jika tidak ada kolusi k olusi dalam tender, salah satu masalah yang paling menonjol dalam korupsi pengadaan di sektor publik. Penyedia akan bersaing dengan sehat ketika mereka yakin bahwa mereka disediakan semua informasi yang sama dan akan dievaluasi dengan metode evaluasi yang tidak diskriminatif, serta tersedia mekanisme untuk melakukan sanggahan terhadap keputusan hasil evaluasi. Beberapa contoh praktek persyaratan yang diskriminatif antara lain peserta tender harus menunjukkan saldo kas dengan jumlah tertentu, Laporan keuangan peserta tender harus sudah diaudit KAP, Peserta harus memiliki rekening pada bank tertentu. Dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah maka Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang
56
melakukan penyimpangan dapat dikenai sanksi sebagaimana dirumuskan Pasal 118 : apabila terjadi pelanggaran dan/atau kecurangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa, maka Unit Layanan Pengadaan (ULP) dikenakan sanksi administrasi, dituntu ( Sanksi pada pasal 82 PerPres no 16 Tahun 2018)
3. Ketentuan Peralihan Pengguna barang/jasa dan panitia/pejabat pengadaan wajib memenuhi persyaratan sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana diatur dalam pasal 9 dan 10 Keputusan Presiden, paling lambat tanggal 1 Januari 2006. Selama persyaratan sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah bagi pengguna barang/jasa dan panitia/pejabat pengadaan sebagaimana sebagaimana yang diatur dalam pasal 9 dan 10 Keputusan Presiden ini belum dipenuhi, maka sampai dengan batas waktu tanggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berlaku tanda bukti keikutse keikutsertaan rtaan dalam pelatihan pengadaan pengadaan barang/jasa barang/jasa pemerintah pemerintah.. Penggolongan penyedia barang/jasa konstruksi tetap diberlakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2005, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Usaha kecil jasa pelaksanaan konstruksi untuk pengadaan dengan nilai sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil; b. Usaha Usaha menengah menengah jasa pelaksanaa pelaksanaan n konstruksi konstruksi untuk pengadaan dengan nilai di di atas Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah), kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha menengah; c. Usaha besar jasa pelaksanaan konstruksi untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah); d. Usaha kecil jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi untuk unt uk pengadaan dengan nilai sampai dengan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil; e. Usaha menengah dan usaha besar jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi untuk pengadaan pengadaa n dengan nilai di atas atas Rp. 200.000.000,00 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). rupiah). (4) Pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan sebelum tanggal 1 Januari 2004 dapat berpedoman berpedom an pada pada Keputusan Keputusan Presiden No. 18 Tahun Tahun 2000 2000 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah beserta Petunjuk Teknisnya.
57
4. Ketentuan Penutup
Berdasarkan Pasal 133 bahwa tata cara pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tercantum dalam lampiran keputusan presiden ini,merupakan satu kesatuan dan tak terpisahkan dari peraturan presiden ini. Pasal 134 ayat 1 berbunyi bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Standart Dokumen Pengadaan diatur dengan peraturan kepala LKPP paling lambat 3 bulan sejak peraturan presiden ini ditetapkan. Ayat 2 berbunyi ketentuan lebih lanjut mengenai teknis operasional tentang daftar hitam, pengadaan secara elektronik, dan sertifikasi keahlian pengadaan barang dan jasa, diatur oleh kepala LKPP paling lambat 3 bulan sejak peraturan presiden ini ditetapkan.
C. Maksud dan Tujuan
Maksud disusunnya Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan barang dan jasa ini adalah sebagai pedoman bagi pemerintah dalam menjalankan kegiatan Pengadaan barang dan jasa. Sedangkan tujuan disusunya Rancangan Undang-undang ini yaitu: a. Mewujudkan keterpaduan untuk memperoleh barang dan jasa yang tepat kualitas, kuantitas, sumber, waktu dan tempat dengan biaya yang yan g optimal untuk memenuhi kebutuhan dan layanan publik; b. Mewujudkan
sistem
Pengadaan
yang
bermanfaat
bagi
kesejahteraan
masyarakat, mengutamakan kepentingan nasional dan mampu menumbuhkan potensi nasional serta meningkatkan penggunaan produk dalam negeri; c. Mewujudkan sistem Pengadaan strategis yang berorientasi pada optimalisasi hasil dan manfaat, persaingan usaha yang sehat, dan pelaksanaan berjangka panjang; d. Memberikan akses keterbukaan bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses Pengadaan untuk memperoleh tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih; e. Memberikan jaminan, pelindungan dan kepastian hukum serta kepastian berusaha para pihak dalam proses Pengadaan
58
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan
1) Pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJP) merupakan kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Penyelenggaraan Pengadaan Barang dan Jasa Negara yang dilaksanakan sesuai prinsip Pengadaan, akan memperoleh barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi pelayanan masyarakat. 2) Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan mengenai Pengadaan Barang dan Jasa dibentuk dengan mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian, Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek, yang menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Sedangkan, Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa pembentukan peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. 3) Menetukan ketentuan hukum mengenai Pengadaan Barang dan Jasa yang serasian,
59
selarasan dan terpadu antara kebutuhan hukum masyarakatdan kebijakan pembangunan nasional; menentukan kebijakan yang terarah terarah antara pemerintah dan harapan masyarakat dan menjangkau terciptanya lingkungan yang terjaga, terencana dan sistematis sesuai kebutuhan; menentukan aturan hukum h ukum yang sesuai dengan nilai filosofis, sosiologis, dan yuridis bangsa Indonesia;menentukan kepastian hukum dalam mengantisipasi permasalahan yang timbul akibat Pengadaan Barang dan Jasa ; menentukan sanksi yang akan tibul akibat dari pelanggaran dari pihak-pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang dan Jasa ;
6.2. Saran
1) Naskah akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan Barang dan Jasa ini perlu diuji kembali dan diharapkan masuk Prolegnas tahun 2019. 2) Dalam pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa diperlukan koordinasi yang sinergis antara Pemerintahdan masyarakat. Melalui Forum Pengadaan barang dan Jasa diharapkan mampu mengoordinasikan dan menyelaraskan penyelenggaraan Pengadaan Barang dan Jasa yang dilakukan oleh perusahaan agar bermanfaat bagi masyarakat secara optimal serta memberikan dampak terhadap kelestarian lingkungan hidup yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi secara signifikan terhadap ekonomi dan kesejahteraan masyarakat serta pembangunan nasional.
60
DAFTAR PUSTAKA Lijan P. Sinambela, (2006) “Reformasi Pelayanan Publik” Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal:25 Dwiyanto, 2002:84)
Tanto Lailam, Teori dan Hukum Perundang-Undangan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm 190
Marzuki Yahya dan Endah Fitri Susanti.Op. Cit., hlm. 3
R. Serfianto DP, Iswi Hariyani. Op.Cit., hlm 105.
61
View more...
Comments