PENERAPAN NEW PUBLIC SERVICE DI INDONESIA

June 12, 2019 | Author: IdaBudiarti | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

makalah tentang penerapan new public service di Indonesia...

Description

PENERAPAN NEW PUBLIC SERVICE DI INDONESIA

MAKALAH disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Teori Manajemen Publik yang dibina oleh Bapak Drs. Mochamad Rozikin M.AP

Oleh: Farida Budiarti

125030100111028 125030100111028

Rosa Nina Mauludyah

125030100111033 125030100111033

 Nunung Dewi Setya A

125030107111021 125030107111021

Pristi Devintania

125030107111027 125030107111027

Wilda Fitri

125030107111046 125030107111046

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kajian dan praktek administrasi publik di berbagai negara terus  berkembang. Berbagai

perubahan terjadi

seiring

dengan berkembangnya

kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh administrator publik. Kompleksitas  persoalan ini ditanggapi oleh para teoritisi dengan terus mengembangkan ilmu administrasi publik. Setelah paradigma Old Public Administration dan Administration  dan New  New Public  Management , kemudian muncul paradigma  New Public Service. Service. Perspektif New Perspektif New  Public Service mengawali pandangannya dari pengakuan atas warga negara dan  posisinya yang sangat penting bagi kepemerintahan demokratis. Warga negara diposisikan sebagai pemilik pemerintahan (owners ( owners of government ) dan mampu  bertindak secara bersama-sama mencapai sesuatu yang lebih baik. Dalam  paradigma New  paradigma  New Public Service seharusnya Service seharusnya pemerintahan tidak dijalankan sebagai sebuah perusahaan, tetapi melayani masyarakat secara demokratis dan menjamin hak-hak setiap warga masyarakat. Kepentingan publik harus dipandang sebagai hasil dialog dan keterlibatan publik dalam mencari nilai bersama dan kepentingan  bersama yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Munculnya pardigma New pardigma  New Public Service tersebut Service  tersebut menyebabkan implikasi terhadap penyelenggaraan peran administrasi publik khususnya terkait dengan  pelayanan publik. Implikasi yang demikian tentu saja pada akhirnya akan sangat menentukan corak dan ragam dalam penyelengaraan pemerintahan dalam sebuah negara, termasuk Indonesia. Corak dan ragam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia akan sangat ditentukan oleh kondisi lokal, dalam artian sejauh mana Indonesia dapat menyesuaikan diri untuk menerapkan  New Public Service  Service  yang  berkembang.

1.2

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah: 1. Bagaimana penerapan New Public Service di dalam pemerintahan Indonesia? 2. Apa dampak yang timbul setelah penerapan  New Public Service  dalam  pemerintahan Indonesia?

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Sebelum paradigma  New

Public

Service  muncul, berkembanglah

 paradigma New Public Management   pada tahun 1990an. Paradigma  New Public  Management  berprinsip bahwa mengjalankan sebuah pemerintahan negara sama halnya dengan menggerakkan perusahaan yang berbasis pada sektor bisnis. Pada tahun

1992,

Osborne

dan

Gaebler

menghasilkan

konsep

“Reinventing

Government”  yang secara garis besar serupa dengan  New Public Management yakni untuk menyuntikkan semangat wirausaha ke dalam sistem administrasi negara, sebab birokrasi publik harusnya lebih mampu mengarahkan. Dengan cara mengarahkan tersebut, pemerintah tidak lagi bekerja memberikan pelayanan  publik secara langsung, melainkan diserahkan kepada masyarakat dan mekanisme  pasar, sehingga akhirnya peran negara hanya sebagai katalisator penyelenggaraan urusan publik saja (Namniels). Dalam pandangan NPM, organisasi pemerintah diibaratkan sebagai sebuah kapal. Menurut Osborne dan Gaebler, peran pemerintah di atas kapal tersebut hanya sebagai nahkoda yang mengarahkan ( steer ) lajunya kapal bukan mengayuh (row) kapal tersebut. Urusan kayuh-mengayuh diserahkan kepada organisasi di luar pemerintah, yaitu organisasi privat dan organisasi masyarakat sipil sehingga mereduksi fungsi domestikasi pemerintah. Tugas pemerintah yang hanya sebagai  pengarah memberikan pemerintah energi ekstra untuk mengurus persoalan persoalan domestik dan internasional yang lebih strategis, misalnya persoalan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan luar negeri (Wahyu).

2.1

Latar Belakang Munculnya

New Publi c Ser vice

Paradigma steering rather than rowing  ala  New Public Management  dikritik oleh Denhardt dan Denhardt sebagai paradigma yang melupakan siapa sebenarnya pemilik kapal (who owned the boat ). Seharusnya pemerintah

memfokuskan usahanya untuk melayani dan memberdayakan warga negara karena warga negaralah pemilik “kapal”. Akar dari  New Public Service  dapat ditelusuri dari berbagai ide tentang demokrasi yang pernah dikemukakan oleh Dimock, Dahl dan Waldo.  New Public Service berakar dari beberapa teori, yang meliputi (Putria): 1. demokrasi kewarganegaraan → perlunya pelibatan warganegara dalam  pengambilan

kebijakan

dan

pentingnya

deliberasi

untuk

membangun

solidaritas dan komitmen guna menghindari konflik. 2. model komunitas dan masyarakat sipil → akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan membangun kepercayaan sosial, kohesi sosial dan  jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis. 3. organisasi humanis dan administrasi negara baru → administrasi negara harus fokus pada organisasi yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya. 4. administrasi negara postmodern → mengutamakan dialog terhadap teori dalam memecahkan

persoalan

publik

daripada

menggunakan one

best

way

 perspective.

2.2

New Publi c Ser vice

Paradigma  New

Public

Service  (NPS)

merupakan

konsep

yang

dimunculkan melalui tulisan Janet V.Dernhart dan Robert B.Dernhart berjudul “The New Public Service : Serving, not Steering ” terbit tahun 2003. Paradigma  New Public Service dimaksudkan untuk meng”counter ” paradigma administrasi yang menjadi arus utama (mainstream) saat ini yakni paradigma  New Public  Management yang berprinsip “run government like a businesss” atau “market as  solution to the ills in public sector ”.

Teori New Public Service memandang bahwa birokrasi adalah alat rakyat dan harus tunduk kepada apapun suara rakyat ,sepanjang suara itu rasioanal dan legimate secara normatif dan konstitusional. Seorang pimpinan dalam birokrasi  bukanlah semata  –   mata makhluk ekonomi seperti yang diungkapan dalam teori  New Public Management , melainkan juga makhluk yang berdimensi sosial, politik dan menjalankan tugas sebagai pelayan publik. Untuk meningkatkan pelayanan publik yang demokratis, konsep “ The  New Public Service (NPS)” menjanjikan perubahan nyata kepada kondisi  birokrasi pemerintahan sebelumnya. Pelaksanaan konsep ini membutuhkan keberanian

dan

kerelaan

aparatur

pemerintahan,

karena

mereka

akan

mengorbankan waktu, dan tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang  berlaku. Alternatif yang ditawarkan konsep ini adalah pemerintah harus mendengar suara publik dalam pengelolaan tata pemerintahan. Meskipun tidak mudah bagi pemerintah untuk menjalankan ini, setelah sekian lama bersikap sewenang-wenang terhadap publik. Di dalam paradigma ini semua ikut terlibat dan tidak ada lagi yang hanya menjadi penonton. Gagasan Denhardt & Denhardt tentang Pelayanan Publik Baru (PPB) menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak dijalankan seperti layaknya sebuah perusahaan tetapi melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak diskriminatif, jujur dan akuntabel. Disini pemerintah harus menjamin hak-hak warga masyarakat, dan memenuhi tanggungjawabnya kepada masyarakat dengan mengutamakan kepentingan warga masyarakat. “ Citizens  First ” harus menjadi pegangan atau semboyan pemerintah (Denhardt & Gray, 1998 Pemerintah juga perlu mengubah pendekatan kepada masyarakat dari suka memberi perintah dan mengajari masyarakat menjadi mau mendengarkan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat, bahkan dari suka mengarahkan dan memaksa masyarakat menjadi mau merespon dan melayani apa yang menjadi kepentingan dan harapan masyarakat Karena dalam paradigma The  New Public Service dengan menggunakan teori demokrasi ini beranggapan bahwa tugas-tugas pemerintah untuk memberdayakan rakyat dan mempertanggung-

 jawabkan kinerjanya kepada rakyat pula. Hal ini dimaksudkan bahwa para  penyelenggara negara harus mendengar kebutuhan dan kemauan warga negara (citizens). Pelayanan publik yang di praktekkan dengan situasi yang kreatif, dimana warga negara dan pejabat publik dapat bekerja sama mempertimbangkan tentang penentuan dan implementasi dari birokrasi publik, yang berorientasi pada ”aktivitas administrasi dan aktivitas warga negara”. Untuk meningkatkan suatu pelayanan publik yang demokratis, maka pilihan terhadap “The New Public Service (NPS)” dapat menjanjikan suatu perubahan realitas dan kondisi birokrasi pemerintahan. Aplikasi dari konsep ini agak menantang dan membutuhkan keberanian bagi aparatur pemerintahan dalam  penyelenggaraan pelayanan publik, karena mengorbankan waktu, tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang berlaku. Alternatif yang ditawarkan adalah  pemerintah harus mendengar suara publik dalam berpartisipasi bagi pengelolaan tata pemerintahan. Memang tidak gampang meninggalkan kebiasaan memerintah atau mengatur pada konsep administrasi lama, dari pada mengarahkan, menghargai pendapat sebagaimana yang disarankan konsep New Public Service

2.3

Prinsip-Prinsip New Publi c Ser vice

Adapun prinsip-prinsip yang ditawarkan Denhart & Denhart (2003) adalah sebagai berikut (Putria): 1. Melayani Warga Negara, bukan customer  (Serve Citizens, Not Customers)  New Public Service memandang publik sebagai „citizen‟ atau warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban publik yang sama. Tidak hanya sebagai customer yang dilihat dari kemampuannya membeli atau membayar  produk atau jasa. Citizen adalah penerima dan pengguna pelayanan publik yang disediakan pemerintah dan sekaligus juga subyek dari berbagai kewajiban  publik seperti mematuhi peraturan perundang-undangan, membayar pajak, membela Negara, dan sebagainya. New Public Service melihat publik sebagai warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban dalam komunitas yang lebih

luas. Adanya unsur paksaan dalam mematuhi kewajiban publik menjadikan relasi Negara dan publik tidak bersifat sukarela. Karena itu, abdi negara tidak hanya responsif terhadap „customer‟ , tapi juga fokus pada pemenuhan hak -hak  publik serta upaya membangun hubungan kepercayaan (trust) dan kolaborasi dengan warga negara. 2. Mengutamakan Kepentingan Publik  (Seeks the Public Interest)  New Public Service  berpandangan aparatur Negara bukan aktor utama dalam merumuskan apa yang menjadi kepentingan publik. Administrator  publik adalah aktor penting dalam sistem kepemerintahan yang lebih luas yang terdiri dari warga Negara (citizen), kelompok, wakil rakyat, dan lembagalembaga lainnya. Administrator negara mempunyai peran membantu warga negara mengartikulasikan kepentingan publik. Warga negara diberi suatu  pilihan di setiap tahapan proses kepemerintahan , bukan hanya dilibatkan pada saat pemilihan umum. Administrator publik berkewajiban memfasilitasi forum  bagi terjadinya dialog publik. Argumen ini berpengaruh terhadap peran dan tanggungjawab administrasi publik yang tidak hanya berorientasi pada  pencapaian tujuan-tujuan ekonomis tapi juga nilai-nilai yang menjadi manifestasi kepentingan publik seperti kejujuran ,keadilan, kemanusiaan, dan sebagainya. 3. Kewarganegaraan lebih berharga daripada Kewirausahaan (Value Citizenship over Entrepreneurship)  New Public Service memandang keterlibatan citizen dalam proses administrasi dan pemerintahan lebih penting ketimbang pemerintahan yang digerakkan

oleh

semangat

wirausaha. New

Public

Service berargumen

kepentingan publik akan lebih baik bila dirumuskan dan dikembangkan oleh aparatur Negara bersama-sama dengan warga negara yang punya komitmen untuk memberi sumbangan berarti pada kehidupan bersama daripada oleh manajer berjiwa wirausaha yang bertindak seolah uang dan kekayaan publik itu milik mereka.

4. Berpikir

Strategis,

Bertindak

Demokratis (Think

Strategically,

Act

 Democratically) Ide utama prinsip ini adalah bahwa kebijakan dan program untuk menjawab kebutuhan publik akan dapat efektif dan responsif apabila dikelola melalui usaha kolektif dan proses kolaboratif. Prinsip ini berkaitan dengan  bagaimana administrasi publik menerjemahkan atau mengimplementasikan kebijakan publik sebagai manifestasi dari kepentingan publik. Fokus utama implementasi dalam  New Public Service pada keterlibatan citizen dan pembangunan komunitas (community building ). Keterlibatan citizen dilihat sebagai bagian yang harus ada dalam implementasi kebijakan dalam sistem

demokrasi.

Keterlibatan

disini

mencakup

keseluruhan

tahapan

 perumusan dan proses implementasi kebijakan. Melalui proses ini, warga  Negara merasa terlibat dalam proses kepemerintahan bukan hanya menuntut  pemerintah untuk memuaskan kepentingannya. Organisasi menjadi ruang  publik dimana manusia (citizen dan administrator) dengan perspektif yang  berbeda bertindak bersama demi kebaikan publik. Interaksi dan keterlibatan dengan warga Negara ini yang memberi tujuan dan makna pada pelayanan  publik. 5. Tahu kalau Akuntabilitas Bukan Hal Sederhana (Recognize that accountability is not Simple). Aparatur publik harus tidak hanya mengutamakan kepentingan pasar , mereka harus juga mengutamakan ketaatan pada konstitusi, hukum, nilai masyarakat, nilai politik, standard profesional, dan kepentingan warga negara. Menurut New Public Service , efisiensi, efektivitas dan kepuasan customer

penting,

tapi

administrasi

publik

juga

harus

mempertanggungjawabkan kinerjanya dari sisi etika, prinsip demokrasi , dan kepentingan publik. Administrator publik bukan wirausaha atas bisnisnya sendiri dimana konsekuensi ataupun kegagalan akibat keputusan yang diambilnya akan ditanggungnya sendiri. Resiko atas kegagalan suatu implementasi kebijakan publik akan ditanggung semua warga masyarakat.

Karena

itu

akuntabilitas

administrasi

publik

bersifat

komplek

dan multifacet atau banyak dimensi seperti pertanggungjawaban profesional, legal, politis dan demokratis. 6. Melayani Ketimbang Mengarahkan (Serve Rather than Steer) Aparatur publik dituntut menerapkan kepemimpinan yang berlandaskan nilai kebersamaan dalam membantu warga negara mengartikulasikan dan memenuhi

kepentingan

bersama

bukan

sekedar

mengendalikan

atau

mengarahkan masyarakat menuju arah/tujuan baru. Kepemimpinan dalam New Public Service terfokus pada energi manusia untuk kemanfaatan kemanusiaan. Kepemimpinan sektor publik berlandaskan  pada

nilai

disebut

„moral  atau transformational

leadership‟ ,

bukan

„transactional leadership‟ . Kepemimpinan transaksional digerakkan atas dasar motif timbal balik atau saling menguntungkan antara pimpinan dan pengikut, atasan dan bawahan. Kepemimpinan moral atau transformasional adalah kepemimpinan yang mampu menjadi aspirasi dan keteladanan moral baik bagi  pimpinan, bawahan, maupun publik secara keseluruhan. Kepemimpinan moral menghasilkan tindakan yang konsisten dengan kebutuhan, kepentingan, dan aspirasi pengikut maupun tindakan-tindakan yang secara fundamental merubah moral dan kondisi sosial. Pada akhirnya kepemimpinan ini mempunyai kapasitas untuk menggerakkan kelompok, organisasi, dan masyarakat menuju  pencapaian tujuan yang lebih tinggi. Kepemimpinan

dalam New

Public

Service merupakan „shared

leadership‟ dimana kendali kepemimpinan tidak terpusat di tangan atasan tapi melibatkan banyak orang, banyak kelompok. Kedudukan pimpinan disini  bukan sebagai pemilik tapi pelayan publik atau abdi masyarakat (servant, not owner).

7. Menghargai Manusia, Bukan Sekedar Produktivitas  (Value People, Not Just  Productivity) Organisasi publik dan jaringannya akan lebih berhasil dalam jangka  panjang jika mereka beroperasi melalui proses kolaborasi dan kepemimpinan  bersama berlandaskan penghormatan pada semua orang.  New Public Service tidak melihat manusia sebagai pemalas atau hanya mementingkan dirinya sendiri. Perilaku manusia juga didorong oleh faktor martabat manusia (human dignity), rasa memiliki dan dimiliki (belongingness),  perhatian pada orang lain, pelayanan, dan kepentingan publik. Karena itu ukuran kinerja pegawai tidak semata parameter ekonomi tapi juga nilai-nilai kejujuran, kesetaraan, responsivitas, pemberdayaan, dan sebagainya. Yang  perlu disadari dalam kinerja pegawai negeri adalah kita tidak dapat mengharapkan pegawai negeri untuk memperlakukan masyarakat dengan hormat, jika mereka sendiri sebagai manusia tidak diperlakukan oleh  pimpinannya sesuai dengan harkat kemanusiaannya.

2.4

Dimensi Pengukur Keberhasilan New

Pul i c Ser vice

Keberhasilan penerapan konsep standar dan kualitas pelayanan publik yang minimal memerlukan dimensi yang mampu mempertimbangkan realitas dalam mengelola sektor-sektor publik yang lebih partisipatif, transparan, dan akuntabel.. Ada sepuluh dimensi untuk mengukur keberhasilan tersebut (Jauharul Islam): 1.

Tangable → menekankan pada penyediaan fasilitas, fisik, peralatan, personil, dan komunikasi.

2.

Reability → adalah kemampuan unit pelayanan untuk menciptakan yang dijanjikan dengan tepat.

3.

Responsiveness → kemauan untuk membantu para provider untuk  bertanggungjawab terhadap mutu layanan yang diberikan.

4.

Competence → tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.

5.

Courtessy → sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan pelanggan serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.

6.

Credibility → sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat.

7.

Security → jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin dan bebas dari  bahaya dan resiko.

8.

Access → terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.

9.

Communication → kemaun pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan, atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.

10. Understanding the customer → melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.

BAB III PEMBAHASAN

3.1

Penerapan

 di New Publ i c Ser vice 

Indonesia

Menurut R Nugroho Dwijowiyoto (2001), kondisi riil birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut (Namniel): 1. Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil. Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh  para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku. (birokrasi lama) 2. Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada  permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh  birokrasi bukannya pejabat pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat. Birokrasi di Indonesia sangatlah commanding dan sentralistik, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan zaman masa kini dan masa depan, di mana dibutuhkan kecepatan dan akurasi pengambilan keputusan. Selain itu dengan  posisinya yang strategis, birokrasi di Indonesia tak bisa menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu: 1. Buruknya pelayanan publik 2. Besarnya angka kebocoran anggaran negara 3. Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS 4. Sulitnya pelaksanaan koordinasi antar instansi

5. Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual, dan masalah-masalah lainya. 6. Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu dominan, sehingga hampir seluruh urusan masyarakat membutuhkan sentuhansentuhan birokrasi. (birokrasi lama) 7. Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang  berupa legal cost  maupun illegal cost , waktu tunggu yang lama, banyaknya  pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif harus dihormati oleh rakyat. Perlu langkah berani dan mendasar bagi pemerintah untuk merubah  birokrasi Indonesia. Penerapan berbagai teori birokrasi yang berkembang di Indonesia sangat beragam, ada daerah dan sebagian instansi yang masih menerapkan teori birokrasi lama, ada juga yang sudah menerapkan teori  New  Public Management , dan ada yang sudah dan sedang menuju kepada penerapan teori New Public Service. Dalam era global ini,paradigma New public service memang menjadi wacana baik bagi perkembangan administrasi publik, termasuk di Indonesia. Dalam hal ini pemerintah sebagai pihak negara yang menyelenggarakan kesejahteraan bagi rakyatnya mendukung paradigma tersebut dengan di mulai dari cara pengambilan keputusan sampai pelayanan yang diberikan kepada semua warga negara di Indonesia. Pemerintah memberikan program untuk lebih maksimal dalam memberikan pelayanan kepada semua warga negara hingga sampai menjangkau ke pelosok daerah .Sebagai contoh dari program-program yang mencerminkan New Public Service yaitu adanya Puskesmas Keliling, Larasita dan Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan). Puskesmas keliling sendiri adalah program dari pemerintah untuk memberikan kemudahan layanan kesehatan pada seluruh masyarakat. Puskesmas sendiri berupa mobil yang dilengkapi sirine layaknya mobil ambulance. Dalam Wiktionary (2011) puskesmas yang melayani masyarakat dengan mendatangi

daerah tertentu untuk membantu penderita yang tidak dapat mengunjungi  puskesmas induk atau puskesmas pembantu. Sedangkan menurut Wikimedya (2011) Pengertian puskesmas keliling yaitu unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi dengan kendaraan bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas.dengan fungsi dan tugas

yaitu

memberi

pelayanan

kesehatan

daerah

terpencil,

melakukan

 penyelidikan KLB, transport rujukan pasien, penyuluhan kesehatan dengan audiovisual.

Dengan

adanya

puskesmas

keliling

ini

diharapkan

dapat

memaksimalkan dalam memberi pelayanan kepada semua warga negara. Sedangkan Larasita sendiri adalah program dimana pemerintah memberi kemudahan semua rakyat segala pelosok daerah untuk mengurus sertifikat kepemilikan tanah.

Hal ini dapat di buktikan sendiri

bahwa biasanya dapat

terlihat aktivitas program Larasita berupa mobil yang bertuliskan Larasita. Masyarakat kini tak perlu lagi jauh-jauh mengurus surat kepemilikan tanah. Menurut BPN, Larasita merupakan layanan pertanahan bergerak (mobile and service) yang bersifat pro aktif atau "jemput bola" ke tengah-tengah masyarakat. Larasita dapat menjangkau hingga pelosok desa. Dengan adanya Larasita tentu keberadaannya sangat membantu dalam mengurus pertanahan. Implementasi paradigm  New Public Service  juga dapat dilihat dalam  proses pengambilan kebijakan dan perencanaan pembangunan yang melalui  proses Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan). Musrenbang sendiri adalah forum publik perencanaan program yang diselenggarakan oleh lembaga publik yaitu pemerintah kelurahan bekerjasama dengan warga dan para  pemangku kepentingan. Penyelenggaraan musrenbang merupakan salah satu tugas  pemerintah

kelurahan

untuk

menyelenggarakan

urusan

pemerintahan,

 pembangunan dan kemasyarakatan. Proses pelaksanaan musrenbang diawali dari tingkat Kelurahan kemudian ke tingkat Kecamatan, Kota/Kab, Propinsi dan terakhir adalah musrenbang tingkat nasional.

3.2

Dampak Penerapan

New Publ i c Ser vice

Penerapan New Public Sevice di Indonesia juga memberikan dampak yaitu adanya kesadaran dalam peranan negara yang sebenaranya. Tidak lagi otoriter maupun masih memilih siapa yang berhak mendapatkan pelayanan dari negara. Dalam konteks kekinian praktek Administrasi Publik di Indonesia telah mengarah  pada prinsip-prinsip paradigma New Public Service. Hal ini dapat kita lihat pada  beberapa kebijakan publik yang berpola bottom up, yaitu Alur pengambilan keputusan ditetapkan secara berjenjang mulai dari level struktur yang paling  bawah atau masyarakat, yang kemudian menjadi dasar keputusan struktur teratas. Pola bottom up ini menunjukkan kecenderungan bahwa pada dasarnya pemerintah menganggap masyarakat sebagai warga Negara atau pemilik sah pemerintahan  bukan sebagai pelanggan atau pembeli. Pengaruh paradigma New Public Service ini memberikan wawasan baru  bahwa negara seharusnya memberikan pelayanan publik bagi semua warga negara. Hal inilah yang mendorong administrasi publik di Indonesia untuk menerapkan paradigma tersebut yang menerapkan pelayanan kepada setiap warga negara di Indonesia serta memberi kemudahan dengan adanya program-program yang diselenggarakan pemerintah untuk datang memberi pelayanan pada warga negara yang menjangkau segala pelosok daerah. Dari adanya program-program tersebut sebagai bukti bahwa paradigma  New Public Service  telah memberi  pemikiran baru dalam cara memerintah sebuah negara.  New Public Service  adalah cara pandang baru dalam administrasi negara yang mencoba menutupi (cover ) kelemahan-kelemahan paradigma Old Public  Administration  dan  New Public Management . Namun  New Public Service  juga masih memiliki beberapa kekurangan, berikut beberapa kritikan terhadap 1. Pendekatan politik dalam administrasi negara Secara epistimologis,  New Public Service  berakar dari filsafat politik tentang demokrasi. Denhardt dan Denhardt menspesifikasikkannya menjadi demokrasi kewargaaan. Demokrasi merupakan suatu paham pemerintahan yang berdasarkan pada aturan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebaikan

 bersama. Dalam konteks demokrasi kewargaan, demokrasi dalam hal ini dimaknai sebagai pemerintahan yang berorientasi pada kepentingan warga negara secara keseluruhan. Warga negara memiliki hak penuh memperoleh  perhatian dari pemerintah dan warga negara berhak terlibat dalam setiap proses  pemerintahan (politik dan pengambilan kebijakan). Denhardt dan Denhardt berhasil mencari akar mengapa pemerintah harus melayani

( serve)

bukan

mengarahkan

( steer ),

mengapa

pemerintah

memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai warga negara (citizens)  bukan sebagai pelanggan (customers), tetapi mereka lupa bahwa nalar politik telah masuk dalam upaya pencarian state of the art   administrasi negara dalam  pelayanan publik. Lebih jauh, Denhardt dan Denhardt telah terjerembab dalam  pendulum administrasi negara sebagai ilmu politik (paradigma 3). Padahal, dengan merumuskan New Public Service sebagai antitesa terhadap New Public  Management   berarti mereka meyakini bahwa administrasi negara telah  bergerak melewati paradigma 5. 2. Standar ganda dalam mengkritik New Public Management   New Public Service berusaha mengkritik New Public Management , tetapi tidak tegas karena kritikan terhadap New Public Service hanyalah kritik secara filosofis-ideologis bukan kritik atas realitas pelaksanaan  New Public  Management   yang gagal di banyak negara. Kenyataannya, banyak negara  berkembang, termasuk Indonesia dan negara miskin, seperti negara-negara di kawasan benua Afrika yang gagal menerapkan konsep  New Public  Management   karena tidak sesuai dengan landasan ideologi, politik, ekonomi dan sosial-budaya negara yang bersangkutan. Akhirnya, negara tersebut tetap miskin dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kemajuan. Denhardt dan Denhardt mengkritik  New Public Service  sebagai konsep yang salah dalam memandang masyarakat yang dilayani.  New Public  Management   memandang

masyarakat

yang

dilayani

sebagai customer ,

sedangkan New Public Service menganggap masyarakat yang dilayani sebagai warga negara (citizens). Tidak bisa dipungkiri bahwa  New Public Management  adalah anak ideologis neoliberalisme yang mencoba menerapkan mekanisme  pasar dan berupaya secara sistematis mereduksi peran pemerintah, sehingga

 pemerintah menurut konsep berada di belakang kemudi kapal, sedangkan kapalnya dijalankan oleh organ-organ di luar pemerintah. Dalam konsep  New Public Service  yang diajukan oleh Denhardt dan Denhardt nilai-nilai neoliberalisme  New Public Management   tidak hilang secara otomatis. Ketika pemerintah melayani masyarakat sebagai warga negara misalnya, aspek privatisasi bisa saja tetap berlangsung asalkan atas nama melayani kepentingan warga negara bukan pelanggan. Misalnya, sektor  pendidikan dapat diprivatisasi asalkan pelaksana pendidikan tetap melayani masyarakat sebagai warga negara bukan pelanggan. 3. Aplikasi New Public Service masih diragukan Prinsip-prinsip  New Public Service  belum tentu bisa diaplikasikan pada semua tempat, situasi dan kondisi. Administrasi negara sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (ideologi, politik, hukum, ekonomi, militer, sosial dan  budaya), sehingga suatu paradigma yang sukses di suatu tempat belum tentu  berhasil diterapkan pada tempat yang lain. Prinsip-prinsip New Public Service masih terlalu abstrak dan perlu dikonkritkan lagi. Prinsip dasar  New Public Service  barangkali bisa diterima semua pihak, namun bagaimana prinsip ini  bisa diimplementasikan sangat bergantung pada aspek lingkungan. Lagi pula,  New Public Service  terlalu mensimplifikasikan peran  pemerintah pada aspek pelayanan publik. Padahal, urusan pemerintah tidak hanya berkaitan dengan bagaimana menyelenggarakan pelayanan publik, tetapi  juga menyangkut bagaimana melakukan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di negara-negara maju seperti di Amerika Serikat, Inggris dan Selandia Baru yang tidak lagi berkutat pada upaya percepatan  pembangunan (development acceleration) dan peningkatan pertumbuhan ekonomi karena negara-negara tersebut relatif sudah stabil, maka pelayanan  publik menjadi program prioritas yang strategis. Namun, bagi negara-negara  berkembang, pelayanan publik bisa jadi belum menjadi a genda prioritas karena masih berupaya mengejar pertumbuhan dan meningkatkan pembangunan.

BAB IV PENUTUPAN

4.1

Kesimpulan

 New Public Service  adalah cara pandang baru dalam administrasi negara yang mencoba menutupi (cover ) kelemahan-kelemahan paradigma Old Public  Administration  dan  New Public Management . Paradigma  New Public Service (NPS) merupakan konsep yang dimunculkan melalui tulisan Janet V.Dernhart dan Robert B.Dernhart berjudul “The

New

Public

Service

:

Serving,

not

Steering ” terbit tahun 2003. Adapun prinsip-prinsip yang ditawarkan Denhart & Denhart (2003) adalah sebagai berikut: 1. Melayani Warga Negara, bukan customer  (Serve Citizens, Not Customers) 2. Mengutamakan Kepentingan Publik  (Seeks the Public Interest) 3. Kewarganegaraan lebih berharga daripada Kewirausahaan (Value Citizenship over Entrepreneurship) 4. Berpikir

Strategis,

Bertindak

Demokratis (Think

Strategically,

Act

 Democratically) 5. Tahu kalau Akuntabilitas Bukan Hal Sederhana (Recognize that accountability is not Simple). 6. Melayani Ketimbang Mengarahkan (Serve Rather than Steer) 7. Menghargai Manusia, Bukan Sekedar Produktivitas  (Value People, Not Just  Productivity)

4.2

Saran

Dinamisnya kondisi birokrasi di Indonesia membuat penanganan masingmasing wilayah berbeda, namun pemerintah bisa memaksakan konsep New Public

Service  di birokrasi Indonesia melalui peraturan yang mengikat.  New Public Service dirasa sesuai diterapkan di Indonesia karena, dengan beragamnya kondisi  birokrasi di Indonesia maka diperlukan penerapan bersama-sama konsep  New  Public Service ini. Dengan penerapan New Public Service oleh pemerintah, maka  birokrat Indonesia akan dipaksa merubah pola pikir yang selama ini selalu ingin dihormati dan sewenang-wenang terhadap warga menjadi sikap yang melayani masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Administrator, Wahyu Brave. 2011.  Pergeseran OPA, NPM, NPS . Melalui http://wahyubraveadministrator.blogspot.com/2011/05/pergeseran-opa-npmnps.html (Tanggal 21 November 2013)

Islam, Ana Jauharul. 2011.  Pelayanan Publik dalam Paradigma Baru “The New  Public Service”. Melalui http://chicha14.blogspot.com/2011/04/pelayanan-publikdalam-paradigma-baru.html (19 November 2013)

 Namniel. 2013. Perbandingan New Public Management dan New Public Service. Melalui http://namniel.blogspot.com/2013/05/tugas-perbandingan-new public.html (Tanggal 19 November 2013)

Putria, Ratih. 2012.  New Public Service. Melalui http://ratihputrian.blogspot.com/2012/06/new-public-services.html (Tanggal 19  November 2013)

Wikimedya. 2011.  Definisi Fungsi Tujuan dan Tugas. Melalui http://wikimedya.blogspot.com/2011/03/definisi-fungsi-tujuan-dan-tugas.html (Tanggal 20 November 2013)

Wiktionary. 2012.  Puskesmas Keliling . Melalui http://wiktionary.org//wikipuskesmas-keliling.html (Tanggal 20 November 2013)

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF