Pendekatan Diagnosis Meningitis Pada Anak

December 9, 2017 | Author: Indra Lesmana | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Pendekatan Diagnosis Meningitis Pada Anak...

Description

BAB I PENDAHULUAN Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah peradangan pada selaput otak, yang sering disebut sebagai meningitis. Meningitis merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang. Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai resiko tinggi untuk terkena meningitis. Meningitis merupakan penyakit yang penting pada masa anak-anak (80%). Makin mudaa usia anak semakin sulit dalam diagnosis dan semakin besar risiko kerusakan otak residual. Pentingnya mempertimbangkan kemungkinan meningitis pada setiap anak yang kejang bukan suatu yang berlebihan. Di Inggris, dilaporkan bahwa 3000 orang terkena meningitis setiap tahunnya, baik dewasa maupun anak-anak. Dilaporkan juga bahwa satu dari sepuluh orang yang menderita meningitis akan meninggal, dan sisanya akan sembuh dengan meninggalkan kecacatan. 3,5,6.7 Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya meningitis, diantaranya infeksi virus, bakteri, dan jamur. Sebab lain adalah akibat trauma, kanker, dan obat-obatan tertentu.7 Meningitis pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau protozoa. Insidens berkisar antara 0,2-0,4/1000 kelahiran hidup dan lebih tinggi pada bayi preterm. Meningits dapat dikaitkan dengan sepsis atau muncul sebagai infeksi lokal. Kini meningitis terjadi pada kurang dari 20% bayi baru lahir dengan infeksi bakteri invasif mulai awal. Pada bayi, keterlambatan diagnosis dalam hitungan jam saja dapat membedakan penyembuhan sempurna atau tidak sempurna. Jika ada keraguan dalam mendiagnosis meningitis, pungsi lumbal wajib dilakukan.7 Berbagai bakteri, virus, fungi, tuberculosis, cryptococcuc, dan anaerobe dapat menyebabkan meningitis. Penyebab meningitis bakteri yang paling sering ditemukan adalah Neisseria meningitides, namun jarang dilaporkan di Indonesia.4,5 Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan. Pengobatan lainnya adalah yang mengarah kepada

gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.

BAB II PENDEKATAN DIAGNOSIS MENINGITIS PADA ANAK Definisi Meningitis Meningitis adalah suatu reksi peradangan yang mengenai satu atau semua apisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa.8 Meningitis adalah radang/inflamasi pada selaut otak atau meningen (termasuk dura, arachnoid, dan piamater) merupakan penyakit yang sangat penting dan serius pada anak.7 Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang mengenai sebagian atau seluruh selaput otak (meningen) yang melapisi otak dan medulla spinalis, yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal.5 Insidensi8 •

Meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.



Incident puncak terdapat rentang usia 6 – 12 bulan.



Rentang usia dengan angka moralitas tinggi adalah dari lahir sampai dengan 4 tahun.

Etiologi Berbagai bakteri, virus, fungi, tuberkulosis, cryptococcuc, dan anaerobe dapat menyebabkan meningitis. Etiologi berbeda tergantung umur pasien, sbb:7 •

Pada neonatus umur 0-3 bulan

Bakteri yang menyebabkan meningitis pada neonatus biasanya berasal dari jalan lahir ibu. E. coli, Klebsiella, Listeria, Group B Streptococcus (GBS). Bayi harus dianggap “imonocompromised”, maka semua penyebab harus dipertimbangkan dalam diagnosis. Virus yang sangat berbahaya pada neonatus adalah Herpes Simplex (HSV) dari jalan lahir. Kebanyakan ibu tidak tahu mereka menderita infeksi ini.



Pada anak yang berumur 3 bulan sampai 3 tahun : H.influenzae penyebab utama 60% pada semua kasus meningitis bakteri pada anak yang berusia kurang dari 12 bulan. Meningitis tuberculosis paling sering tampak pada golongan anak umur ini dan merupakan lanjutan dari infeksi primer.



Pada anak yang berumur 3-21 tahun: virus (enterovirus, arbovurus, herpesvirus) adalah penyebab utama pada anak berumur ini. Bakteri yang paling sering dilaporkan adalah N.meningitidis dan S. pnemoniae.

Table 1. Etiologi Meningitis Berdasarkan Umur7 Etiologi Streptococcus group B Escherichia coli Listeria monocytigenes Hemophilus influenzae Streptococcus pneumonia Neisseria meningitidis Fungus/jamur Tuberculosis (TBC) Enterovirus, Herpesvirus, Arbovirus, dll

0-3 bulan X

3-36 bulan

3-21 bulan

Yg lemah imun

X

X

X

X

X

X

X

X

X X

X

X

X

X X X

X

Meningitis bakterial akut merujuk kepada bakteri sebagai penyebabnya. Meningitis jenis ini memiliki onset gejala meningeal dan pleositosis yang bersifat akut. Penyebabnya antara lain Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae. Jamur dan parasit juga dapat menyebabkan meningitis seperti Cryptococcus, Histoplasma, dan amoeba.6 Meningitis aseptik merupakan sebutan umum yang menunjukkan respon selular nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi yang berbeda-beda. Penderita biasanya menunjukkan gejala meningeal akut, demam, pleositosis LCS yang didominasi oleh limfosit. Setelah beberapa pemeriksaan laboratorium, didapatkan peyebab dari meningitis aseptik ini kebanyakan berasal dari virus, di antaranya Enterovirus, Herpes Simplex Virus (HSV).6

Gejala Klinis8 a. Neonatus 1) Gejala tidak khas 2) Panas (+) 3) Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan kesadaran menurun. 4) Ubun-ubun besar kadang kadang cembung. 5) Pernafasan tidak teratur. b. Anak Umur 2 Bulan Sampai Dengan 2 Tahun 1) Gambaran klasik (-) 2) Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang. 3) Kadang-kadang “high pitched ery”. c. Anak Umur Lebih 2 Tahun 1) Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala. 2) Kejang 3) Gangguan kesadaran. 4) Tanda-tanda rangsang meninggal, kaku kuduk, tanda brudzinski dan kering (+). Patofisiologi Meningitis8

MENINGITIS BAKTERIAL Meningitis bakteri (purulenta) adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus, serta bukan disebakan oleh bakteri spesifik maupun virus.5 Meningitis bakterialis merupakan penyakit yang mengancam jiwa disebabkan oleh infeksi lapisan meningen oleh bakteri. Insidensi meningitis bakterialis di Amerika Serikat sudah menurun sejak diterapkannya penggunaan rutin vaksin Haemophilus influenzae tipe B (HIB). Umumnya penderita berusia di bawah 5 tahun dan pada 70% kasus terjadi pada anak-anak usia 2 tahun. Faktor Predisposisi Faktor predisposisinya antara lain: infeksi saluran pernapasan, otitis media, mastoiditis, trauma kepala, hemoglobinopathy, infeksi HIV, keadaan defisiensi imun lainnya.5

Patofisiologi Meningitis bakteri pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit lain. Bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsillitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis, dan lain-lain.5 Penyebaran bakteri dapat pula secara perikontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus, sinusitis. Penyebaran bakteri dapat juga akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.5 Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang. Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme:5 Invasi ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial.5 Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun (misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi penyebaran hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP.5 Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi bakteri ke dalam SSP sampai sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat bertahan dari sistem imun inang karena terbatasnya jumlah sistem imun pada SSP. Bakteri akan bereplikasi secara tidak terkendali dan merangsang kaskade inflamasi meningen. Proses inflamasi ini melibatkan peran dari sitokin yaitu tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), interleukin(IL)-1, chemokin (IL-8), dan molekul proinflamasi lainnya sehingga terjadi pleositosis dan kerusakan neuronal. Peningkatan konsentrasi TNF-α, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri khas meningitis bakterial.6 Paparan sel (endotel, leukosit, mikroglia, astrosit, makrophag) terhadap produk yang dihasilkan bakteri selama replikasi dan kematian bakteri merangsang sintesis sitokin dan mediator

proinflamasi. Data-data terbaru memberi petunjuk bahwa proses ini dimulai oleh ligasi komponen bakteri (seperti peptidoglikan, lipopolisakarida) untuk mengenali reseptor (Toll-like receptor) Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi peningkatan permeabelitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan protein LCS. Sebagai respon terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial.5 Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam ruang subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produk-produk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema sitotoksik.6 Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi intra kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF). Metabolisme anaerob terjadi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi laktat dan hypoglycorrhachia. Hypoglycorrhachia merupakan hasil dari menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika proses yang tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi disfungsi neuronal sementara atau pun permanen.5 Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi penting dari meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema interstitial (sekunder terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat pelepasan produk toksik bakteri dan neutrofil) serta edema vasogenik (peningkatan permeabelitas BBB).5 Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan adanya penekanan pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan menimbulkan herniasi gyri parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak diobati maka terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang menjadi henti napas atau henti jantung.5 Insidensi Meningitis Bakterial Berdasarkan grafik dari Centers for Diseases Control and Prevention 2003, kasus meningitis terbanyak pada usia 15-24 tahun (20,4%). Pada anak usia 1-4 tahun sebanyak 13,8%, usia kurang dari 1 tahun sebanyak 11,9% .6 Di Amerika Serikat, sebelum penggunaan Vaksin HIB secara luas, insidensi sekitar 20.000-

30.000 kasus/tahun. Sedangkan Neisseria meningitidis meningitis kurang lebih 4 kasus/100.000 anak usia 1-23 bulan. Rata-rata kasus Streptococcus pneumoniae meningitis adalah 6,5/100.000 anak usia 1-23 bulan. Insidensi meningitis pada neonatus adalah 0,25-1 kasus/1000 kelahiran hidup. Pada kelahiran aterm, insidensinya adalah 0,15 kasus/1000 kelahiran aterm sedangkan pada kelahiran preterm adalah 2,5 kasus/1000 kelahiran preterm. Kurang lebih 30% kasus sepsis neonatorum berhubungan dengan meningitis bakterial.6 19-26% mortalitas diakibatkan karena meningitis oleh Sterptococcus pneumoniae, 3-6% oleh Haemophilus influenzae, 3-13% oleh Neisseria meningitidis. Rata-rata mortalitas paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, menurun pada usia muda, dan kembali meninggi pada usia tua. Insidensi rata-rata lebih tinggi pada populasi Afro-Amerika dan Indian dibandingkan pada populasi Kaukasia dan Hispanik. Bayi laki-laki memiliki insidensi lebih tinggi terkena meningitis oleh gram negatif dibanding bayi perempuan. Tetapi bayi perempuan lebih rentan terhadap meningitis oleh Listeria monocytogenes. Sedangkan insidensi meningitis oleh Streptococcus pneumoniae adalah sama untuk bayi perempuan maupun laki-laki. Kebanyakan penderita adalah anak dengan usia kurang dari 5 tahun. 70% kasus terjadi pada anak dengan usia kurang dari 2 tahun.5 Gejala Klinis Meningits Bakterial Gejala klinis meningitis bakterialis pada neonatus tidak spesifik meliputi gejala sebagai berikut: sulit makan, lethargi, irritable, apnea, apatis, febris, hipotermia, konvulsi, ikterik, ubunubun menonjol, pucat, shock, hipotoni, shrill cry, asidosis metabolik. Sedangkan gejala klinis pada bayi dan anak-anak yang diketahui berhubungan dengan meningitis adalah kaku kuduk, opisthotonus, ubun-ubun menonjol (bulging fontanelle), konvulsi, fotofobia, cephalgia, penurunan kesadaran, irritable, lethargi, anoreksia, nausea, vomitus, koma, febris umumnya selalu muncul tetapi pada anak dengan sakit yang berat dapat hipotermia.6

opistotonus

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:5 ● Tanda disfungsi serebral seperti confusion, irritable, deliriun sampai koma, biasanya disertai febris dan fotofobia. ● Tanda-tanda rangsang meningen didapatkan pada kurang lebih 50% penderita meningitis bakterialis. Jika rangsang meningen tidak ada, kemungkinan meningitis belum dapat disingkirkan. Perasat Brudzinski, Kernig ataupun kaku kuduk merupakan petunjuk yang sangat membantu dalam menegakan diagnosis meningitis. Tetapi perasat ini negatif pada anak yang sangat muda, debilitas, bayi malnutrisi.

● Palsy nervus kranialis, merupakan akibat TTIK atau adanya eksudat yang menyerang syaraf. ● Gejala neurologis fokal yang disebabkan karena adanya iskemia sekunder terhadap inflamasi vaskuler dan trombosis. Adanya gejala ini memberikan prognosis buruk terhadap hospitalisasi dan

timbulnya sekuelae jangka panjang. ● Bangkitan kejang umum atau fokal terjadi pada 30% penderita. Bangkitan yang memanjang dan tidak terkendali khususnya bila ditemukan sebelum hari ke-4 hospitalisasi merupakan faktor yang memberikan prognosis akan adanya sekuelae yang berat. ● Papil edema dan gejala TIK dapat muncul seperti koma, peningkatan tekanan darah disertai bradikardia dan palsy nervus III. Adanya papil edema memberikan alternatif diagnosis yang mungkin seperti abses otak. ● 6% bayi dan anak-anak menunjukkan gejala DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) ● Pada tahap akhir penyakit, beberapa penderita menunjukkan gejala SSP fokal dan sistemik (seperti febris) yang memberikan petunjuk adanya transudasi cairan yang cukup banyak pada ruang subdural. Insidensi efusi subdural tergantung pada etiologinya. ● Pemeriksaan sistemik yang dilakukan dapat memberikan petunjuk terhadap etiologi meningitis: › Makula dan petekiae yang cepat berkembang menjadi purpura dapat memberikan petunjuk adanya meningococcemia tanpa atau disertai meningitis. › Sinusitis atau otitis yang ditandai oleh rhinorrhea atau otorrhea menunjukkan adanya kebocoran LCS yang disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae atau Haemophilus influenzae dan meningitis yang berhubungan dengan fraktur basis cranii. › Adanya murmur merupakan manifestasi dari endokarditis infektif sekunder terhadap pertumbuhan bakteri di meningen. Gejala neurologis meningitis dapat dibagi 4 fase :6 •

Fase I : sub febris, lesu, iritabel, selera makan menurun, mual dan sakit kepala ringan.



Fase II : tanda rangsang meningen, kelainan saraf otak (III, IV) kadang hemiparese, arteritis.



Fase III : tanda neurologi fokal, konvulsi, kesadaran menurun.



Fase IV : tanda fase III disertai koma, syok.

Fase III dan IV bila sembuh dapat mengalami cacat. Pada meningitis bakteri stadium dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi None dan Pandy umunya positif, sedang sebagian besar sel terdiri dari polimorfonuklear.

Pada meningitis bakteri biasanya kadar protein dalam cairan serebraspinal meninggi, kadar gula menurun, kadang klorida kadang-kadang rendah, dan kadang-kadang ditemukan kuman penyebab dengan pemeriksaan sediaan langsung di bawah mikroskop. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, umumnya terdapat anemia megaloblastik. Pemeriksaan glukosa darahpada infeksi akut biasanya kadar glukosa darahnya meninggi, dan akan segera menurun dalam selang waktu 6-12 jam kemudian. Sedang pada meningitis bakteri kadar glukosa darahnya menurun karena dibutuhkan untuk metabolism bakteri. Bakteri Penyebab Etiologi meningitis neonatal Bakteri sering didapatkan dari flora vaginal ibu di mana flora usus gram negatif (Escherichia coli) dan Streptococcus grup B adalah patogen predominan. Pada neonatus preterm yang menerima berbagai terapi antimikroba, berbagai prosedur pembedahan sering didapatkan Staphilococcus epidermidis dan Candida sp sebagai penyebab meningitis. Listeria monocytogenes merupakan patogen yang jarang dijumpai tetapi sering menyebabkan mortalitas.6 Meningitis Streptococcus grup B dengan onset dini yang terjadi dalam 7 hari pertama kehidupan sering dihubungkan dengan komplikasi obstetri sebelum atau saat persalinan. Penyakit ini sering menyerang bayi preterm atau pun bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Meningitis onset lanjut terjadi setelah 7 hari pertama kehidupan yang disebabkan oleh patogen nosokomial atau patogen selama masa perinatal. Streptococcus grup B serotipe 3 adalah 90% penyebab meningitis onset lanjut.5,6 Penggunaan alat bantu respirasi meningkatkan resiko meningitis oleh Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa dan Proteus mirabilis. Infeksi oleh Citrobacter diversus dan Salmonella sp jarang terjadi tetapi memberikan mortalitas tinggi pada penderita yang juga menderita abses otak. Etiologi meningitis pada bayi dan anak-anak Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB). HIB pernah menjadi etiologi tersering tetapi sudah tereradikasi pada negara-negara yang telah menggunakan vaksin konjugasi secara rutin.6,7

› Streptococcus pneumoniae meningitis Patogen ini berbentuk seperti lancet, merupakan diplokokus gram positif dan penyebab utama meningitis. Dari 84 serotipe, serotipe 1, 3, 6, 7, 14, 19, dan 23 adalah jenis yang sering dihubungkan dengan dengan bakteremia dan meningitis. Anak pada berbagai usia dapat terpapar tetapi insidensi dan tingkat keparahan penyakit paling tinggi pada bayi dan lansia. Kurang lebih 50% penderita memiliki riwayat fokus infeksi di parameningen atau pneumonia. Pada penderita meningitis rekuren perlu dipikirkan ada tidaknya riwayat trauma kepala atau kelainan dural. S. pneumoniae sering menimbulkan meningitis pada penderita sickle cell anemia, hemoglobinopathy, penderita asplenia anatomis atau fungsional. Patogen ini membentuk kolonisasi pada saluran pernapasan individu sehat. Transmisi terjadi antar manusia dengan kontak langsung. Masa inkubasi sekitar 1-7 hari dan prevalensi terbanyak pada musim dingin. Gejala yang ditimbulkan di antaranya kehilangan pendengaran sensorineural, hidrocephalus, dan sekuelae SSP lainnya.6,7 Pengobatan antimikroba efektif mengeradikasi bakteri dari sekresi nasofaring dalam 24 jam. Pneumococcus membentuk resistensi yang bervariasi terhadap antimikroba. Resistensi terhadap penicillin berkisar antara 10-60%. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam enzim yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan protein pengikat penicillin pada bakteri sehingga betalaktamase inhibitor menjadi tidak berguna. Pneumococcus yang resisten terhadap penicillin juga menampakkan resistensi terhadap cotrimoxazole, tetrasiklin, chloramphenicol, dan makrolide. Cephalosporin generasi 3 (cefotaxime, ceftriaxone) saat ini merupakan pilihan karena mampu menghambat sejumlah bakteri yang telah resisten. Beberapa golongan fluoroquinolon (levofloksasin, trovafloksasin) walaupun merupakan kontraindikasi untuk anak-anak tetapi memiliki daya kerja tinggi melawan kebanyakan pneumococcus dan memiliki penetrasi adekuat ke SSP.6,7 › Neisseria meningitidis meningitis6,7 Patogen ini merupakan bakteri gram negatif berbentuk seperti ginjal dan sering ditemukan intraselular. Organisme ini dikelompokkan secara serologis berdasarkan kapsul polisakarida. Serotipe B, C, Y, dan W-135 merupakan serotipe yang menyebabkan 15-25% kasus meningitis pada anak. Saluran pernapasan atas sering dikolonisasi oleh patogen ini dan ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan, dan sering pula dari karier asimptomatik. Masa inkubasi umumnya kurang dari 4 hari, dengan kisaran waktu

1-7 hari. Faktor resiko meliputi defisiensi komponen komplemen terminal (C5-C9), infeksi virus, riwayat tinggal di daerah overcrowded, penyakit kronis, penggunaan kortikosteroid, perokok aktif dan pasif. Kasus umumnya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan dan puncak insidensi tertinggi kedua adalah saat adolesen. Manifestasi purpura atau petekiae sering dijumpai. LCS pada meningococcal meningitis biasanya memberi gambaran normoseluler. Kematian umumnya terjadi 24 jam setelah hospitalisasi pada penderita dengan prognosis buruk yang ditandai dengan gejala hipotensi, shock, netropenia, petekiae dan purpura yang muncul kurang dari 12 jam, DIC, asidosis, adanya bakteri dalam leukosit pada sediaan apus darah tepi. › Haemophilus influenzae tipe B (HIB) meningitis5,6,7 HIB merupakan batang gram negatif pleomorfik yang bentuknya bervariasi dari kokobasiler sampai bentuk panjang melengkung. HIB meningitis umumnya terjadi pada anak-anak yang belum diimunisasi dengan vaksin HIB. 80-90% kasus terjadi pada anak-anak usia 1 bulan-3 tahun. Menjelang usia 3 tahun, banyak anak-anak yang belum pernah diimunisasi HIB telah memperoleh antibodi secara alamiah terhadap kapsul poliribofosfat HIB yang cukup memberi efek protektif. Penularan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan. Masa inkubasi kurang dari 10 hari. Mortalitas kurang dari 5% umumnya kematian terjadi pada beberapa hari awal penyakit. Beberapa data menunjukkan 30-35% patogen ini sudah resisten terhadap ampicillin karena produksi beta-laktamase oleh bakteri. Sebanyak 30% kasus menyebabkan sekuelae jangka panjang. Pemberian dini dexamethasone dapat menurunkan morbiditas dan sekuelae. › Listeria monocytogenes meningitis5,6,7 Bakteri ini menyebabkan meningitis pada neonatus dan anak-anak immunocompromised. Patogen ini sering dihubungkan dengan konsumsi makanan yang terkontaminasi (susu dan keju). Kebanyakan kasus disebabkan oleh serotipe Ia, Ib, IVb. Gejala pada penderita dengan Listerial meningitis cenderung tersamar dan diagnosis sering terlambat ditegakkan. Pada pemeriksaan laboratorium, patogen ini sering disalahartikan sebagai Streptococcus hemolyticus atau diphteroid. › Etiologi lain-lain6,7 Staphylococcus epidermidis sering menimbulkan meningitis dan infeksi saluran LCS pada

penderita dengan hidrocephalus dan post prosedur bedah. Anak-anak yang immunocompromised sering mendapatkan meningitis oleh spesies Pseudomonas, Serratia, Proteus dan diphteroid Diagnosis Meningitis Bakteri Meningitis bakteri ditemukan atas dasar gejala klinis dan hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang didapatkan dengan pungsi lumbal pada saat penderita ke rumah sakit. Diagnosis dapat diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop dan hasil biakan, tetapi pemeriksaan kuman yang negative tidak menyingkirkan diagnosis meningitis bakteri.5 Pada pemeriksaan laboratorium : Meningitis adalah keadaan gawat darurat medik. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi bakteri dari LCS dengan metode lumbal punksi. Adanya inflamasi pada meningen ditandai oleh pleositosis, peningkatan kadar protein, dan penurunan kadar glukosa LCS. Tekanan LCS (opening pressure) juga warna LCS (keruh, jernih, berdarah) perlu untuk dinilai. Jika LCS tidak jernih maka pemberian terapi dilakukan secepatnya tanpa menunggu hasil pemeriksaan LCS.5 Jika penderita menunjukkan tanda herniasi otak maka perlu dipertimbangkan pemberian terapi tanpa melakukan lumbal punksi. Lumbal punksi dapat dilakukan di lain waktu saat tekanan intrakranial terkendali dan penderita tampak stabil secara klinis. CT scan atau MRI sangat membantu penanganan penderita yang memerlukan pemantauan terhadap tekanan intrakranial dan herniasi.5 Pada spesimen LCS dilakukan pemeriksaan kimiawi (glukosa, protein), jumlah total leukosit dan hitung jenis (differential count), pewarnaan gram dan kultur. Pada beberapa kasus, test rapid bacterial antigen perlu dilakukan. Kadar glukosa LCS umumnya kurang dari 40 mg/dL dengan kadar protein LCS lebih dari 100 mg/dL. Tetapi penilaian ini sangat bervariasi pada penderita terutama pada meningitis dengan onset yang sangat dini. Pemeriksaan lumbal punksi pada penderita dengan perjalanan penyakit yang fulminan dan memiliki respon imun yang lemah kadang-kadang tidak menunjukkan perubahan kimiawi dan sitologis LCS.5 Pada kasus penderita yang tidak diterapi terjadi peningkatan jumlah leukosit yang didominasi oleh sel Polimorfonuklear (PMN) pada saat dilakukan pemeriksaan lumbal punksi. Pewarnaan

gram dari cytocentrifuged LCS dapat memperlihatkan morfologi bakteri. Spesimen LCS harus langsung dikultur pada media agar darah atau agar cokelat. Kultur darah juga perlu dilakukan. Apusan dari lesi petekiae juga dapat menunjukkan patogen penyebab dengan pewarnaan gram. Pemeriksaan apus buffy coat juga dapat memperlihatkan gambaran mikroorganisme intraseluler.6 Tabel 3. Pemeriksaan Laboratorium Agent

WBC Opening count per Pressure mL

Bacterial meningitis 200-300

Viral meningitis

1005000; >80% PMNs*

10-300; 90-200 lymphocy tes

Glucose (mg/dL)

Protein (mg/dL)

Microbiology

100

Specific pathogen demonstrated in 60% of Gram stains and 80% of cultures

Normal, reduced in LCM and mumps

Normal but may be slightly elevated

Viral isolation, PCR† assays

Elevated, >100

Acid-fast bacillus stain, culture, PCR

Reduced

50-200

India ink, cryptococcal antigen, culture

Negative findings on workup

Negative findings on workup

Tuberculous meningitis

100-500; 180-300 lymphocy Reduced, 6 tahun



X-foto –



Sumber +/-



Gejala +



BCG -

d. Bakteri/PA - :



Mantoux tes +



X-foto milier/kel paratrakea/hilus membesar +



Sumber +/-



Gejala +/-



BCG -

e. Bakteri/PA + ; BCG + : •

Bakteri/PA –



Mantoux tes +



X –foto milier/ kel.paratrakea/hilus membesar +



Sumber +/-



Gejala +/-

Apabila salah satu dari criteria di atas dipenuhi maka dapat dibuat diagnosis tuberculosis.4,5,6 · Dari pemeriksaan fisik: tergantung stadium penyakit. Tanda rangsang meningen seperti kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 2 tahun · Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif. Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening tuberkulosis yang paling bermanfaat. Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas uji tuberkulin pada anak dapat mencapai 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi hingga saat ini cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada uji mantoux, dilakukan penyuntikan PPD (Purified Protein Derivative) dari kuman Mycobacterium tuberculosis. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi. Berikut ini adalah interpretasi hasil uji mantoux : 1.

Pembengkakan (Indurasi)

: 0–4

mm



uji

mantoux

negatif.

Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosa. 2.

Pembengkakan (Indurasi)

: 3–9 mm → uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi

silang dengan Mycobacterium atypic atau setelah vaksinasi BCG. 3.

Pembengkakan (Indurasi)

:≥

10

mm



uji

mantoux

positif.

Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosa

- Bila dalam penyuntikan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guérin) terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi ≥ 5 mm, maka anak dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.5,6 · Dari hasil pemeriksaan laboratorium4,5,6 Darah: - anemia ringan - peningkatan laju endap darah pada 80% kasus. Cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis (dengan cara pungsi lumbal) :4,5 - Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-batang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah berlangsung lama dan ada hambatan di medulla spinalis. - Jumlah sel: 100 – 500 sel / μl. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan limfosit sama banyak jumlahnya,

atau

kadang-kadang

sel

polimorfonuklear

lebih

banyak

(pleositosis

mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase akut dapat mencapai 1000 / mm3. - Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan pada permukaan dapat tampak sarang labalaba ataupun bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. - Kadar glukosa: biasanya menurun (liquor cerebrospinalis dikenal sebagai hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis adalah ±60% dari kadar glukosa

darah. - Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun - Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat ditemukan kuman. Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal selama 3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa menunggu hasil pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga.4,5 Dari pemeriksaan radiologi: - Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis. - Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal. - CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus. Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini. Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent, biasanya di daerah korteks serebri atau talamus.4,5 Penatalaksanaan Meningitis Tuberkulosa Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis.4 Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni:4,5,6 · Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. · Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga 12 bulan.

Berikut ini adalah keterangan mengenai obat-obat anti tuberkulosis yang digunakan pada terapi meningitis tuberkulosis: · Isoniazid Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam selutuh jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor cerebrospinalis dapat dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Untuk mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg isoniazid. · Rifampisin Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/ kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalam liquor cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata menjadi warma oranye kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan

trombositopenia. Rifampisin umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan 450 mg. · Pirazinamid Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram / hari. Kadar serum puncak 45 μg / ml tercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg. · Streptomisin Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan fase intensif meningitis tuberkulosis dan MDR-TB (multi drug resistenttuberculosis). Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari, maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45-50 μg / ml dalam waktu 1-2 jam. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Streptomisin dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merudak saraf pendengaran janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat. · Etambutol Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid jika diberikan

dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 μg dalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya. Penelitian di FKUI menunjukkan bahwa pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari tidak menimbulkan kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga 10 tahun pasca pengobatan. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan. Bukti klinis mendukung penggunaan steroid pada meningitis tuberkulosis sebagai terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak. Steroid yang dipakai adalah prednison dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah itu dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian regimen. Pada bulan pertama pengobatan, pasien harus tirah baring total. Komplikasi Meningitis Tuberkulosa Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien yang hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal. Kalsifikasi intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima pasien yang sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan

hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual, hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin.5 Prognosis Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya. Apabila tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis dapat meninggal dunia. Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien yang berumur kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada pasien yang lebih tua usianya.5

MENINGITIS SEROSA NON TUBERKULOSA Adalah meningitis serosa tanpa disertai adanya tanda-tanda tuberkulosa aktif sesuai dengan criteria diagnosis.6

MENINGITIS VIRUS/ASEPTIK Adalah reaksi peradangan pada selaput otak yang dapat disebabkan oleh berbagai penyebab (virus, parasit, bakteri, mikoplasma atau kamidia.6 Patogenesis5,6 Meningitis aseptik 85% disebabkan oleh virus, penyebarannya bisa secara hematogen, perikontinuitatum amupun akibat trauma kepala. Setelah msuk ke dalam tubuh, virus tersebut akan tersebar ke seluruh tubuh dengan berbagai cara : •

Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu.



Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ

dan berkembang biak di organ-organ tersebut. •

Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk

(permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke organ lain.



Pnyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lender dan

menyebar melalui saraf. Pada keadaan mulanya akan timbul demam pada pasien tetapi belum ada kelainan neurologis. Virus akan terus berkembang biak dan menyebar ke saraf dan timbul gangguan neurologis.6 Pada meningitis virus terdapat pleositosa pada cairan serebrospinal terutama sel mononuclear. Cairan tersebut bebas kuman, sering kadar proteinnya sedikit meninggi, jumlah sel berkisar 100800/mm3 atau lebih, kadar glukosa dalam batas normal, glukosa darah bisa menurun, normal atau meninggi.6 Gejala Klinis5,6 Meningitis virus gejalanya dapat sedemikian sampai sedang, bersifat akut tetapi dapat juga perlahan. Jika gejala agak berat biasanya ditandai sakit kepala dan nyeri kuduk. Masa prodomal berlangsung antara 1-4 gari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri pada ekstremitas dan pucat. Diikuti dengan tanda ensefalitis yaitu gelisah, iritabel, screaming attack, perubahan dalam perilaku, gangguan kesadaran, dan kejang. Kadang-kadang gangguan neurologis fokal beru[a afasia, hemiparesis, hemiplegic, ataksia, dan paralisis saraf otak. Tanda rangsang meningel dapat mencapai otak. Diagnosis5 Diagnosis meningitis virus/aseptic dibuat dengan mengesampingkan penyebab-penyebab bacterial. Penyebab khusus meningitis virus biasanya hanya ditentukan dengan isolasi penyebab atau membuktikan adanya kenaikan antibody khusus. Table 2. Karakteristik Cairan Serebrospinal1 Karakteristik Cairan Serebraspinal (LCS)

Penampakan Sel (mm3) Tipe Protein g/L Glukosa mmol/L

Normal

Meningitis viral

Meningitis bakterial

Jernih 0-4 Limfosit 0,2-0,4 3-6

Jernih atau agak keruh 20-1000 Limfosit ↑ 3-6

Berkabut atau purulen 500-5000 Neutrofil ↑↑ ↓

Diagnosa Banding5 •

Meningitis TBC



Abses Otak



Tumor otak



Ensefalopati

Penatalaksanaan Meningitis Viral5,6 Meningitis viral diterapi sesuai gejala. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh lebih baik : penyembuhan total biasa terjadi.

BAB III KESIMPULAN Meningitis adalah suatu reksi peradangan yang mengenai satu atau semua apisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa. Berbagai bakteri, virus, fungi, tuberkulosis, cryptococcuc, dan anaerobe dapat menyebabkan meningitis. Etiologi berbeda dapat tergantung umur pasien. Penatalaksanaan meningitis :

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF