Pendekatan Dan Metodologi RTH
October 4, 2017 | Author: Herdy Pratama Putra | Category: N/A
Short Description
RTH...
Description
Pendekatan dan Metodologi 51
PENDEKATA Dalam pekerjaan “Penyusunan RDTR Kecamatan Tobadak Kabupaten Mamuju Tengah”, secara teknis juga menggunakan model input – proses – output guna memperoleh “a time line performance” yang optimal dan bisa dipertanggungjawabkan. Untuk memperoleh input tersebut, langkah yang dipergunakan inventarisasi,
adalah
dengan
wawancara,
dan
menggunakan sejumlah
survei
teknik serta
identifikasi, pengumpulan
data/informasi. Sedangkan pemenuhan proses dengan analisis model keruangan/spatial approach, super imposed, strategic planning/SWOT, participatory approach, dan analisis studi literatur lainnya serta analisa berdsarkan perturan menteri mengenai penyusunan RDTR dan arahan Kerangka Acuan Kerja dari Bappeda Kabupaten Mamuju Tengah untuk dilakukan
untuk
menghasilkan
output
akhir
berupa
program
aksi
pengembangan kawasan perkotaan ini. Dalam menentukan cara pelaksanaan teknis diperlukan sebuah kerangka pikir yang utuh/komprehensif yang dapat menyerap dan mengakomodasi tuntutan kerangka acuan kerja (KAK) atau kerangka pikir diperlukan guna mencapai maksud dan tujuan dari penugasan konsultan. Kerangka pendekatan “Penyusunan RDTR PPK Kota Kecamatan Tobadak Kabupaten Mamuju Tengah” dapat dilihat pada berikut.
Gambar 3.1 : Kerangka Pendekatan
DATA
ANALISIS
Data Regional (Makro) -
Kebijaksanaan Tata Ruang Kebijaksanaan Sektoral dan Reginal Tujuan Pembangunan Kabupaten (RPJPM dan RTRW Kab. Mateng)
-
Kondisi Sosial Kependudukan Kondisi Ekonomi Wilayah Kondisi Fisik Dasar
RENCANA
- Analisis tujuan penataan ruang wilayah perencanaan; - Analisis kemampuan tumbuh dan berkembangnya wilayah perencanaan; - Analisa kedudukan wilayah perencanaan dengan wilayah belakang; - Analisis pengaruh kebijakan sektoral dan regional
Perumusan Fungsi, Peran, Tujuan Penataan Ruang Kawasan Perencanaan
Data Lokal (Mikro) -
Kondisi Sosial Kependudukan
-
Kondisi Ekonomi
-
Kondisi Fisik Dasar (topografi, geologi dan hidrologi)
Kondisi Penggunaan Lahan Kawasan lindung – kawasan budidaya Kawasan terbangun & tidak terbangun -
-
-
Kondisi Sarana & Prasarana Sarana prasarana kawasan Jaringan prasarana & utilitas Kondisi Keuangan Daerah & Komponen Kelembagaan
Analisis Kependudukan Analisis Perekonomian Kawasan
Alternatif Pengembangan: - Strategi Pengembangan - Prioritas Pengembangan - Konsep Pengembangan
Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Fisik RDTR dan Peraturan Zonasi Analisis Bentuk dan Struktur Ruang Kawasan
- Analisis Kondisi Sarana dan Prasarana - Analisis pergerakan
Analisis Kemampuan Pembiayaan Pembangunan Kawasan
-
-
Analisis : - Keterkaitan antar zona dan kegiatan Analisis karekteristik kegiatan Intensitas Pemanfaatan Ruang; KDB; KLB; Ketinggian Bangunan; Koefisien Dasar Hijau Sempadan & Tinggi Bangunan Jarak Antar Bgn
Penyusunan RDTR Fungsi dan Peran Kawasan Perencanaan Tujuan Penataan Ruang Kawasan Perencanaan Rencana Pola Ruang Zona Lindung; dan Zona Budidaya Rencana Jaringan Prasarana Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan; Rencana Pengembangan Jaringan Energi; Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi; Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum; Rencana Pengembangan Jaringan Drainase; Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah; Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya; dan Penetapan Sub Kawasan yang Diprioritaskan Penanganannya Program Pemanfaatan Ruang Perwujudan Rencana Pola Ruang; Perwujudan Rencana Jaringan Prasarana; Perwujudan Penetapan Sub Kawasan Prioritas
Penyusunan Peraturan Zonasi Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan Klasifikasi ITB (I=diIzinkan, T= Terbatas, B=Bersyarat); Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang (KDB Maksimum, KLB Maksimum, Ketinggian Bangunan, KDH Minimal ); Ketentuan Tata Bangunan (GSB Minimal, Tinggi Bangunan Maksimal, Jarak Bebas Bangunan, Tampilan Bangunan); Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal (parkir, difabel, jalur pedestrian, jalur speda, pedestrian dll.); Ketentuan Pelaksanaan (Ketentuan variasi pemanfaatan, insentif dan disinsentif).
52
METODOLOGI Secara
umum
metodologi
ini
dimaksudkan
sebagai
acuan
dalam
menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan pekerjaan. Dengan adanya acuan ini diharapkan seluruh aspek pekerjaan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya secara lebih efisien dan efektif. Secara garis besar, pekerjaan ini, akan dibagi ke dalam tahap kegiatan utama sebagai berikut : 1. Mempersiapkan
rencana
kegiatan
termasuk
menetapkan
jadual
pelaksanaan pekerjaan dan jadwal kerja personil. 2. Mempersiapkan personil/tenaga ahli yang akan digunakan. Persiapan ini
digunakan
untuk
memahami
tujuan
akhir
pekerjaan
dan
menentukan langkah – langkah atau program kerja yang akan dilakukan. 3. Melakukan koordinasi baik teknis maupun non teknis dengan Pengguna Jasa maupun pihak lainnya jika dianggap perlu. 4. Menyiapkan rencana pelaksanaan penyusunan RDTR beserta bahan, modul, dan narasumber yang dibutuhkan; 5. Melakukan koordinasi dan sosialisasi RDTR kepada Pemerintah Daerah; 6. Melakukan pengumpulan data dan informasi; 7. Melakukan analisis data dan informasi; 8. Merumuskan konsep RDTR kawasan perencanaan; 9. Menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang RDTR kawasan perencanaan; 10.Melakukan
penjaringan
aspirasi,
pembahasan
lintas
sektor,
dan
konsultasi publik melalui pelaksanaan FGD dan Workshop; dan 11.Melakukan penyempurnaan konsep RDTR kawasan perencanaan. Untuk mencapai tujuan yang diiginkan dalam kerangka acuan kerja, maka perlu
dibuat
suatu
sistematika
tahapan
dari
kegiatan
pekerjaan
“Penyusunan RDTR PPK Kota Kecamatan Tobadak Kab. Mamuju Tengah” yang sesuai dengan pola pemikiran dan pendekatan yang akan di gunakan, adapun metode pelaksanaan dari pekerjaan penyusunan ini terdiri dari beberapa tahapan seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 3.2. Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan TAHUN 2015 Bulan 2&3
1 TAHAP INVENTARISASI DATA & INFORMASI
TAHAP PERSIAPAN
Penyiapan personil dan peralatan
Penyiapan metodologi, program kerja, dan jadual kerja Kooordinasi dengan Tim Teknis dan Instansi Terkait Persiapan Sosialisasi RDTR (bahan, modul, dan narasumber)
Koordinasi dan Sosialisasi RDTR
-
Analisis Penyusunan RDTR: Tujuan penataan ruang; Kemampuan tumbuh dan berkembang Kedudukan kawasan perencanaan; Pengaruh kebijakan sektoral dan regional; Bentuk dan struktur kawasan perencanaan; Kondisi Sarana dan prasarana; Pergerakan; Sistem Utilitas; Identifikasi persoalan dan kebutuhan pengembangan; Fisik dasar; Fisik binaan; Alternatif pengembangan;
-
Analisis Konsep Peraturan Zonasi: Keterkaitan antar zona dan kegiatan; Karekteristik kegiatan; Intensitas pemanfaatan ruang; Koefisien dasar bangunan; Koefisien lantai bangunan; Ketinggian bangunan; Koefisien dasar hijau; Sempadan bangunan Jarak bebas antar bangunan
-
Pengumpulan Data dan Informasi: - Kebijakan Pembangunan; - Sosial Kependudukan; - Ekonomi Wilayah; - Fisik Dasar; - Penggunaan Lahan; - Sarana dan Prasarana; - Jaringan Prasarana dan Utilitas - Keuangan Daerah & Komponen
Kelembagaan -
Penentuan Lingkup Wilayah Perencanaan
LAPORAN PENDAHULUAN
TAHAP ANALISIS DATA DAN INFORMASI
-
LAPORAN ANTARA
4&5 TAHAP PENYUSUNAN RENCANA
TAHAP PERUMUSAN
Perumusan Fungsi, Peran, Tujuan Penataan Ruang Kawasan Perencanaan Alternatif Pengembangan: - Strategi Pengembangan - Prioritas Pengembangan - Konsep
Penyusunan RDTR Fungsi dan Peran kawasan Tujuan Penataan Ruang Rencana Pola Ruang Zona Lindung; dan Zona Budidaya Rencana Jaringan Prasarana Penetapan Sub kawasan yang Diprioritaskan Penanganannya Program Pemanfaatan Ruang
Konsep Peraturan Zonasi Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Ketentuan Tata Bangunan Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
FGD dan Workshop
Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Daerah tentang RDTR Kawasan Perencanaan Penyempurnaan RDTR dan Peraturan Zonasi
LAPORAN AKHIR
Untuk mencapai tujuan yang diiginkan dalam kerangka acuan kerja, maka perlu dibuat
suatu
sistematika
tahapan
dari
kegiatan
pekerjaan
“Gambar
1.
Penyusunan RDTR PPK Kota Kecamatan Tobadak Kabupaten Mamuju Tengah” yang sesuai dengan pola pemikiran dan pendekatan yang akan di gunakan, adapun metode pelaksanaan dari pekerjaan penyusunan ini terdiri dari beberapa tahapan yang meliputi : A. Persiapan Langkah pertama yang akan dilakukan dari kegiatan “Penyusunan RDTR PPK Kota Kecamatan Tobadak Kabupaten Mamuju Tengah” antara lain meliputi : 1. Penyiapan Personil dan Peralatan; 2. Penyiapan metodologi, program kerja, dan jadual kerja; 3. Kooordinasi dengan Tim Teknis dan Instansi Terkait; dan 4. Persiapan Sosialisasi RDTR & PZ (bahan, modul, dan narasumber). B. Koordinasi, Sosialisasi, Inventarisasi Data & Informasi Pada kegiatan ini dilakukan : 1. Kordinasi dan Sosialisasi Pada kegiatan ini melakukan koordinasi dan sosialisasi RDTR kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju Tengah melalui Bappeda Kabupaten Mamuju Tengah. Pada kegiatan sosialisasi dilakukan penyiapkan rencana pelaksanaan penyusunan RDTR beserta bahan, modul, dan narasumber yang dibutuhkan; 2. Inventarisasi data dan Informasi Untuk kepentingan analisa dan evaluasi dalam kegiatan “Penyusunan RDTR Tobadak Kabupaten Mamuju Tengah” secara garis besar dapat dikelompokan menjadi
beberapa
kelompok
data/informasi
yang
dapat
memberikan
gambaran mengenai : a. Kebijaksanaan tata ruang (RTRW Nasional, RTRW Provinsi Sulbar, dan RTRW Kab. Mamuju Tengah); b. Kebijakan sektoral dan regional (RPJP dan RPJM Kab. Mamuju Tengah); c. Kondisi sosial, budaya dan kependudukan; d. Kondisi perekonomian; e. Kondisi penggunaan lahan; f.
Kondisi fisik dasar dan lingkungan;
g. Kondisi sarana, prasarana dan utilitas; h. Kondisi keuangan daerah dan kelembagaan; Dalam tahapan ini dilakukan survey / pengumpulan data / informasi yang dibutuhkan sebagai masukan bagi tahapan evaluasi dan analisis. Secara umum data / informasi yang akan dikumpulkan terdiri dari data yang bersifat regional (makro) dan data lokal (mikro). Data-data tersebut meliputi : a. Data Regional (Makro), yakni data-data, meliputi : 1) Kebijaksanaan yang terkait dengan wilayah perencanaan, baik yang
menyangkut kebijaksanaan tata ruang maupun kebijaksanaan sektoral. Termasuk di dalamnya adalah RTRW Nasional, RTRW Propinsi Sulbar, dan RTRW Kab. Mamuju Tengah; 2) Kondisi
sosial-kependudukan,
meliputi
jumlah
dan
perkembangan
penduduk, struktur penduduk, serta aspek sosial budaya. 3) Kondisi ekonomi, meliputi struktur dan perkembangan ekonomi kota
secara
sektoral,
produksi
tiap
sektor
kegiatan
ekonomi,
struktur
ketenagakerjaan, pola aliran barang dan jasa dalam proses koleksi dan distribusi, serta perkembangan investasi. 4) Kondis fisik dasar dan potensi sumberdaya alam, meliputi topografi dan
kemiringan tanah, geologi, hidrologi, vegetasi, klimatologi, potensi sumber daya alam. 5) Kondisi fisik binaan, meliputi penggunaan lahan, sarana / fasilitas
perkotaan dan prasarana utama. b. Data Lokal (Mikro), yakni meliputi : 1) Fisik dasar kawasan, meliputi informasi dan data : topografi, hidrologi,
geologi, klimatologi, dan tataguna lahan. 2) Kependudukan, meliputi jumlah dan persebaran penduduk menurut
ukuran keluarga, umur, agama, pendidikan dan mata pencaharian. 3) Perekonomian, meliputi data investasi, perdagangan, jasa, industri,
pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, pendapatan daerah dan lain-lain. 4) Penggunaan
diantaranya
lahan,
menurut
meliputi:
luas
dan
permukiman,
persebaran
perdagangan,
kegiatan jasa,
yang
industri,
pariwisata, perikanan dan kelautan, pertanian, dll. 5) Tata Bangunan dan Lingkungan, meliputi ; intensitas bangunan (KDB,
KLB,
KDH),
bentuk
bangunan,
arsitektur
bangunan,
pemanfaatan
bangunan, bangunan khusus, wajah lingkungan, daya tarik lingkungan,
(node, landmark, dll), garis sempadan (bangunan, sungai, danau, pantai, SUTT). 6) Prasarana dan Utilitas umum :
a) Jaringan Transportasi : Jaringan : Jalan Raya, rencana Rel Kereta Api, Jalur Pelayaran (sungai, danau, laut). Fasilitas (terminal, kargo, stasiun, pelabuhan) Kelengkapan jalan ; halte, parkir dan jembatan penyeberangan Pola pergerakan (angkutan penumpang dan barang) b) Air Minum (sistem jaringan, bangunan pengolahan, hidran): mencakup kondisi dan jaringan terpasang menurut pengguna, lokasi bangunan dan hidran, kondisi air tanah dan sungai, debit terpasang, dll. c) Sewarage : air limbah rumah tangga dan bangunan fungsional lainnya d) Sanitasi (sistem jaringan, bak control, bangunan pengolahan) jaringan terpasang, prasarana penunjang dan kapasitas. e) Drainase : system jaringan makro dan mikro, dan kolam penampungan f) Jaringan listrik : system jaringan (SUTT, SUTM, SUTR), gardu (induk, distribusi, tiang/beton), sambungan rumah (domestic, non domestik) g) Jaringan komunikasi : jaringan, rumah telepon, stasiun otomat, jaringan terpasang (rumah tangga, non rumah tangga, umum). h) Gas ; sistem jaringan, pabrik, jaringan terpasang (rumah tangga, non rumah tangga). i) Pengolahan sampah; sistem penanganan (skala individual, skala lingkungan,
skala
daerah),
sistem
pengadaan
(masyarakat,
pemerintah daerah, swasta). 7) Identifikasi daerah rawan bencana, meliputi lokasi, sumber bencana,
besaran dampak, kondisi lingkungan fisik, kegiatan bangunan yang ada, fasilitas dan jalur kendali yang telah ada. Data dan informasi disajikan kan dalam bentuk peta, diagram, tabel statistik, termasuk gambar visual kondisi lingkungan kawasan yang menunjang perencanaan detail tata ruang. Identifikasi tersebut harus pula tampak secara jelas dalam peta dilengkapi dengan wilayah administrasi hingga ke batas wilayah Kelurahan/RW, baik diterapkan dalam peta dengan skala 1 : 5.000 maupun visualisasi digital (kamera, handycam).
C. Analisa Kawasan Perencanaan Hal-hal pokok yang dianalisis antara lain sebagai berikut : a. Analisis Makro (wilayah), meliputi :
1) Analisis kemampuan tumbuh dan berkembangnya Kawasan, antara lain
menilai: Potensi wilayah dan permasalahannya, sehingga terdapat gambaran hubungan atau ketergantungan kawasan dengan wilayah sekitarnya. Pengaruh potensi dan permasalahan pengembangan sektor-sektor kegiatan di kawasan dan gambaran hubungan atau ketergantungan antara sektor. 2) Analisis
kedudukan kawasan
dalam perimbangan dengan daerah
hinterland/wilayah belakangnya, antara lain menilai : Kedudukan
kawasan
yang
direncanakan
terhadap
pusat-pusat
pertumbuhan wilayah kecamatannya. Perkembangan sektor-sektor kegiatan kota dan pengaruhnya terhadap pusat-pusat pertumbuhan lainnya, sekarang dan masa depan. 3) Analisis pengaruh kebijaksanaan regional, antara lain menilai :
Pengaruh
kebijaksanaan
terhadap
perkembangan
sektor-sektor
terhadap
perkembangan
sektor-sektor
kegiatan di wilayahnya. Pengaruh
kebijaksanaan
kegiatan di pusat-pusat wilayah khususnya terhadap kawasan yang direncanakan. Analisis untuk melihat kedudukan Kota Kecamatan Tobadak dalam sistem perwilayahan nasional, sistem tata ruang pulau, sistem perwilayahan provinsi, dan kota-kota lainnya. Analisis ini dinyatakan lengkap jika minimal memiliki : Arahan kebijakan RTRWN, RTRWP, dan kebijaksanaan sektoral; Sistem perkotaan regional yang berpengaruh; Fungsi dan peranan kota dalam lingkup nasional, aspek
ekonomi,
transportasi
dan
provinsi dilihat dari
pencapaian
pembangunan
nasional/regional secara umum; Sektor-sektor unggulan yang menjadi prime mover di kota, provinsi, maupun nasional. b. Analisis Mikro (kawasan perencanaan), meliputi :
1) Analisis Penduduk Analisa ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial dan kependudukan di kawasan perencanaan yang meliputi jumlah penduduk,
sex ratio,
komposisi penduduk, tingkat pendidikan penduduk, pekerjaan penduduk
dan sebagainya. Dengan menghitung proyeksi jumlah penduduk di masa yang akan datang akan diketahui:
Gambaran jumlah penduduk di masa yang akan datang. Kebutuhan terhadap fasilitas dan pelayanan umum. Besar aktifitas/kegiatan kawasan perkotaan. Rencana distribusi penduduk untuk masing-masing blok-blok yang direncanakan.
Model yang dipergunakan sebagai alat bantu dalam memperkirakan keadaan penduduk pada masa datang ialah: a) Metode bunga berganda, dengan rumus matematis: Pt+u
= Pt ( 1 + R ) U
Pt+u = Jumlah penduduk didaerah yang diselidiki pada tahun t+U. Pt
= Jumlah penduduk didaerah yang diselidiki pada tahun t.
R
= Tingkat (prosentase) pertambahan penduduk rata-rata setiap tahun (diperoleh dari data masa lalu).
U
= Selisih antara data tahun yang ada dengan data tahun yang diselidiki.
b) Metode analisa regresi linier dengan rumus: Pt
= a + bX
Pt
= Jumlah penduduk daerah yang diselidiki pada tahun t.
X
= Nilai yang diambil dari variabel bebas.
a, b = Konstanta. Nilai a dan b dapat dicari dengan metode selisih kuadrat minimum, yaitu: P X2 - X XP a= N X2 - ( X )2 N XP - X P b= N X2 - ( X )2
Keterangan:
N = Jumlah tahun data pengamatan, sehingga
untuk kepentingan proyeksi rumus matematis regresi linier menjadi Pt + U = a + bXt. c) Metode Polinomial dengan rumus: P(t+O)
= Pt + b(O), dimana:
P(t+O)
= Jumlah penduduk tahun (t+O).
Pt
= Jumlah penduduk tahun dasar.
b(O) =
Rata-rata pertambahan penduduk tiap tahun pada masa lampau sampai sekarang.
2) Analisis Fungsi Ruang Analisis Fungsi Ruang dimaksudkan untuk memperoleh bentuk pola kawasan yang terstruktur dalam peran dan fungsi bagian-bagian kawasan, yang memperlihatkan konsentrasi dan skala kegiatan binaan manusia dan alami. Komponen analisisnya meliputi :
Perkembangan
pembangunan,
merupakan
kebijakan
rencana
pembangunan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah maupun
swasta; Pusat-pusat kegiatan, dengan melakukan kajian terhadap pemusatan
kegiatan yang ada atau direncanakan oleh rencana diatasnya; Kesesuaian dan daya dukung lahan, sebagai daya tampung dan daya
hambat ruang kawasan dalam berkembang; Pembagian fungsi ruang pengembangan, merupakan struktur kawasan yang dibagi dalam fungsi dan peran bagian-bagian kawasan.
3) Analisis Sistem Jaringan Pergerakan Analisis ini bertujuan untuk menganalisis beberapa komponen sistem jaringan pergerakan, antara lain :
Analisis pelayanan jaringan jalan dapat diklasifikasikan berdasarkan Undang-undang tentang Jaringan Jalan No. 38 Tahun 2004, termasuk
fasilitas terminal penumpang dan barang; Analisis pelayanan jaringan angkutan kereta api, termasuk fasilitas
stasiun; Analisis pelayanan jaringan angkutan air (laut, sungai, danau),
termasuk fasilitas pelabuhan dan dermaga; Perkembangan pembangunan, merupakan
kebijakan
rencana
pembangunan jaringan jalan, kereta api, dan transportasi laut yang telah ditetapkan oleh pemerintah maupun swasta;
Analisis kebutuhan interkoneksi dan intrakoneksi jaringan, berdasarkan sistem pembentukan struktur ruang yang telah direncanakan, dan hasil analisis point a) dan b) diatas.
Dalam usaha untuk dapat merencanakan suatu jaringan rencana transportasi beberapa metoda pendekatan perlu ditentukan dalam studi sistem jaringan transportasi, antara lain: Trip Generation (Production/Attraction). Setiap pengembangan suatu kawasan akan mengakibatkan suatu bangkitan lalu-lintas dari kawasan tersebut. Tingkat bangkitan lalulintas tersebut ditantukan oleh beberapa faktor seperti kondisi jenis kegiatan yang dikembangkan, kondisi sosial ekonomi wilayah, luas wilayah kegiatan, intensitas kegiatan dan populasi penduduknya. Trip Distribution. Metoda trip distribution berguna untuk memperkirakan besarnya distribusi pergerakan yang dihasilkan oleh trip generation sehingga perencanaan kapasitas prasarana jalan yang dilakukan secara optimal. Modal Split (Pemilihan Modal Pergerakan). Tahapan ini bertujuan untuk menjabarkan setiap pergerakan dalam bentuk dalam pemilihan modal atau kendaraan untuk pergerakannya seperti kita ketahui bahwa pergerakan memerlukan modal atau sarana kendaraan untuk bergerak (bus, motor,
becak,
standar tertentu,
minibus,
mobil pribadi,
dsb). Berdasarkan asumsi-asumsi dan standarpemilihan modal pergerakan untuk kawasan
perencanaan dapat diperhitungkan. Trip Assigment (Pemilihan Rute). Setelah mengetahui jenis kendaraan (beserta persentasenya) yang akan digunakan oleh seluruh pergerakan yang ada, perlu juga diketahui rute-rute mana yang akan dipilih oleh masing-masing pergerakan tersebut. Dengan diketahuinya rute-rute pergerakan tersebut maka dapat diperkirakan besarnya beban pergerakan yang akan terjadi pada tiap-tiap ruas dalam jaringan jalan yang ada. 4) Analisis Peruntukan Blok
Analisis peruntukan blok membagi kawasan dalam bentuk atau ukuran, fungsi serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam, yang dituangkan dalam blok-blok peruntukan lahan, sehingga mudah dalam alokasi investasi, pengendalian, dan pengawasan a) Kriteria Pengaturan Blok
Menggambarkan ukuran, fungsi serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam;
Setiap blok memiliki kesamaan fungsi dan karakteristik yang akan dibentuk;
Memiliki
homogenitas
pemanfaatan
ruang
dan
kesamaan
karakteristik serta
kemungkinan pengembangannya (unit lingkungan);
Kebutuhan pemilahan dan strategi pengembangannya;
Secara fisik : mengikuti morfologi blok, pola/pattern dan ukuran blok, kemudahan implementasi dan prioritas strategi;
Pertimbangan lingkungan : keseimbangan dengan daya dukung lingkungan, dan perwujudan sistem ekologi;
Tercipta peningkatan kualitas lingkungan kegiatan yang aman, nyaman, sehat dan menarik, serta berwawasan ekologis (ruang terbuka dan tata hijau);
b) Ukuran blok dan sub blok :
Ukuran terkecil 100 M X 100 M; dibatasi oleh dua jalan lokal atau lingkungan.
Ukuran sedang 200 M X 100 M; dibatasi oleh dua jalan lokal.
Ukuran besar 500 M X 200 M; dibatasi oleh dua jalan kolektor.
Ukuran sub blok, minimal 50 M X 50 M; dibatasi oleh dua jalan lingkungan/setapak.
5) Analisis Peruntukan Lahan Analisa Peruntukan Lahan bertujuan mengatur distribusi dan ukuran kegiatan manusia dan atau kegiatan alam, yang dituangkan dalam blok dan sub blok peruntukan lahan sehingga tercipta ruang yang produktif dan berkelanjutan. Komponen Analisis Peruntukan Lahan :
Analisa Perumahan
Analisa Industri
Analisa Perdagangan dan Jasa
Analisa Pariwisata
Analisa Perikanan dan Kelautan
Analisa Pusat Pemerintahan
Analisa Pusat Pendidikan dan Penelitian
Analisa Fasilitas Pertahanan dan Keamanan
Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Non Hijau
6) Analisis Fasilitas Umum Fasilitas Lingkungan bertujuan mengatur kebutuhan distribusi, luas`lahan dan ukuran fasilitas sosial ekonomi, yang diatur dalam struktur zona dan blok dan sub blok peruntukan sehingga tercipta ruang yang aman, nyaman, mudah, produktif dan berkelanjutan. Untuk menganalisis fasilitas lingkungan digunakan :
Standar pelayanan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum
untuk
menganalisis
kebutuhan
fasilitas
umum,
social,
perdagangan dan jasa.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Tabel 3.1. Standar Kebutuhan Sarana Kota Bagi Lingkungan Permukiman Jumlah Luas No Penduduk Fasilitas Minimum . Pendukung (m2) (orang) A. RTH/RUANG TERBUKA 1 Tempat Bermain Lingkungan 250 250 2 Lap. OR/Tempat Bermain/Taman 3000 150 3 Lapangan OR 30000 8400 4 Gedung OR 30000 1000 5 Kolam Renang 30000 4000 6 Lapangan OR 120000 10000 7 Taman dan Tempat Bermain 120000 10000 8 Gedung OR 120000 10000 9 Stadion Mini 480000 50000
No . 10 11 12 13 B. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C 1 2 3 4 5 6
Fasilitas Taman dan Tempat Rekreasi Gedung OR Seni Kompleks OR Taman Kota, Tempat Rekreasi, Hutan Kota PENDIDIKAN Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar SLTP SLTA Perpustkaan Akademi Perpustakaan Museum Perguruan Tinggi Perpustakaan
Jumlah Penduduk Pendukung (orang) 480000 480000 1500000
Luas Minimum (m2) 30000 3000 70000
1500000
50000
750 1500 15000 30000 30000 480000 480000 480000 1500000 1500000
500 3000 4000 4800 500 5000 1000 3000 20000 2000
3000 30000 30000 30000 30000
200 500 3000 400 300
7 8 9
Kesehatan Pos Kesehatan Puskesmas Rumah Sakit Apotik Laboratorium Kesehatan Puskesmas Kecamatan/Balai Pengobatan Rumah Sakit Pembantu Tipe C Rumah Sakit Wilayah Tipe B Rumah Sakit Gawat Darurat
200000 480000 1500000 1500000
2400 10000 45000 30000
D 1 2 3 4 5 6 7 8
Ibadah Musholla Mesjid Tk. Kelurahan Tempat Ibadah Lainnya Mesjid Kecamatan Tempat Ibadah Lainnya Mesjid Tk Sub Wilayah Mesjid Wilayah Tempat Ibadah Lainnya
3000 30000 60000 200000 200000 480000 1500000 1500000
300 2000 2000 5000 2000 12000 20000 5000
E 1 2 3 4 5 6 7
Fasilitas Sosial Balai Warga Gedung Serbaguna Balai Rakyat/gedung serba guna Gedung Jumpa Bakti/Serbaguna Gedung Pertemuan Umum Gedung Seni Tradisional Balai Warga
3000 30000 120000 480000 1500000
300 500 2000 10000 5000 5000 300
3000
No .
Fasilitas
Jumlah Penduduk Pendukung (orang) 30000 120000
Luas Minimum (m2)
8 9
Gedung Serbaguna Balai Rakyat/gedung serba guna
F 1 2 3 4 5
Hiburan Bioskop Bioskop atau Theater Gedung Hiburan/Rekreasi Bioskop Gedung Kesenian
30000 480000 1500000 1500000 1500000
2000 3000 6000 4000 10000
G 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pemerintahan Pos Kemanan Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Kantor Kecamatan Kantor Pelayanan Umum KORAMIL/KOSEKTA KUA/BP-4/Balai Nikah Pemadam Kebakaran Kantor Pos/Telkom Kantor Pemerintahan Kantor Pos Wilayah Kantor KOWILKO Kantor KODIM Kantor Telepon Wilayah Kantor PLN Wilayah Kantor PDAM Kantor Pengadilan Agama Kantor Marwil Kebakaran
30000 30000 30000 30000 30000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000
1000 750 300 300 300 3750 4200 2000 670 1250 2500 25000 6000 4000 3500 7500 5000 5000 3000 3000
250 6000 30000 60000 480000
100 3000 10000 10000 36000
1500000
85000
60000
500
H 1 2 3 4 5 6 7 8 I 1
Komersial Warung Tempat Perbelanjaan Pasar Lingkungan Pasar/pertokoan Pusat Perbelanjaan/Pasar Pusat Perbelanjaan Utama, Pasar, Pertokoan Serba Ada (dept. Store), Bankbank, Perusahaan Swasta dan jasa lainnya. Fasilitas Sosial Lain Panti Sosial
500 2000
No .
Fasilitas
2
Panti Latihan Kerja
J 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Fasilitas Lain Gardu Listrik Telepon Umum Sampah Pangkalan/Parkir Umum A Pangkalan/Parkir Umum B Depo Kebersihan Gardu Listrik Terminal Transit Parkir Umum C
Jumlah Penduduk Pendukung (orang) 200000 3000 3000 3000 6000 60000 200000 200000 480000 480000
Luas Minimum (m2) 1000 400 400 400 400 2000 200 500 8000 13500
7) Analisis Kawasan Mitigasi Bencana Bertujuan meniliti dan mengkaji sumber bencana, lingkup atau luasan dampak, dan kebutuhan pengendalian bencana, agar tercipta lingkungan permukiman yang aman, nyaman, dan produktif. Komponen Analisis :
Sumber dan Macam Bencana
Frekuensi bencana;
Fasilitas dan jaringan penanggulangan bencana;
Cakupan wilayah terkena dampak;
Daya dukung dan daya hambat alam.
8) Analisis Prasarana Transportasi Analisis transportasi mengatur dan menentukan kebutuhan jaringan pergerakan dan fasilitas penunjangnya, menurut struktur zona, blok dan sub blok peruntukan, sehingga tercipta ruang yang lancar, aman, nyaman, dan terpadu, berdasarkan pertimbangan distribusi penduduk, tenaga kerja, daya dukung lahan, daya dukung lingkungan jalan, daya dukung prasarana yang ada. Komponen Analisis :
Angkutan Jalan Raya;
Angkutan Kereta Api Perkotaan; dan
Angkutan Air.
9) Analisis Utilitas Umum Analisis pengembangan jaringan utilitas sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan, termasuk sistem makronya. Meneliti kemungkinan dimensi, lokasi, pemanfaatan ruang jalan sebagai jalur distribusi, dengan mempertimbangkan
topografi,
volume,
debit,
lokasi/lingkungan
perencanaan, tingkat pelayanan, dsb. Komponen Analisis :
Air Minum
Drainase
Air Limbah
Persampahan
Kelistrikan
Telekomunikasi
Gas
Model-model analisis perencanaan utilitas umum
Air Bersih Cara Pelayanan Teknologi sistem penyediaan air bersih dapat dilakukan atas 2 cara pelayanan:
Penyedian air bersih dengan sistem perpipaan Merupakan sistem yang menggunakan jaringan distribusi dan sambungan rumah yang dilengkapi dengan meteran air dan hidran umum.sumber air baku diperoleh dari sungai, waduk, air tanah dalam, mata air.yang diperoleh menjadi air minum.
Penyediaan air bersih dengan system non perpipaan Berupa sumur gali, sumur pompa, sumur pompa tangan, terminal air, bak penampungan air hujan dan sebagainya.
Pengembangan Sistem Pengaturan cara pelayanan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.16 Tahun 2005 tentang pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) bertujuan untuk : a) Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga yang terjangkau;
b)Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan ; dan c) Tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum. Cakupan Pelayanan Cp =
Pd
x 100
ΣP Cp = cakupan pelayanan (%) Pd = estimasi penduduk yang dilayani (jiwa) Σp = total penduduk pada suatu kawasan (jiwa) Kebutuhan Air a) Kebutuhan Air Domestik Qd = Pd x Qp 1000 Qd = Kebutuhan Air (m³/hari) Pd = Penduduk yang dilayani (jiwa) Qp = Alokasi Air per Kapita (liter/jiwa/hari) = 60 – 150 liter/jiwa/hari. b) Kebutuhan Air Non Domestik Qnd = Σ Bi x Qi atau Σ Ai x Qi Qnd = Kebutuhan Air (m³/hari) Bi = Unit Bangunan Qi = Alokasi Air per Unit Bangunan (m³/unit/hari) atau per Unit luas (m³/ha/hari) Ai = Luas Kawasan. c) Total Kebutuhan Air Rata – Rata Qr = Σ Qd + Σ Qn + Alokasi Kehilangan Air (20%) Maksimum Harian Q Maks = Qr x find find = faktor maksimum (1, 1 – 1, 15) Maksimum Jam Puncak Q jam puncak = Qr x fp
Fp = factor jam puncak (1, 5 - 1.75) Kontinuitas Aliran Q = V x A x 1000 Q = Debit Air (liter/detik) V = Kecepatan Air (m/detik) = 0, 3 – 1, 6 m/detik A = penampang basah (m²) = ¼ x π x d² (untuk pipa)
Gambar 3.3. Proses Pengembangangan Prasarana Sanitasi
MULAI
Kondisi Eksisting Sistem on site Sistem off site Karakteristik wilayah
Rencana Studi/rencana yang Tata ada Ruang Wilayah Kota Kecamata Air bersih Kebutuhan Sanitasi Sistem sanitasi Persampahan Air limbah Drainase
Rencana Tata Ruang Wilayah Kab Mamuju Tengah : REVIEW Rencana Pola Ruang Rencana jaringan lahan Rencana kepadatan Alternatif Pengembangan Sistem Prasarana Sanitasi Kondisi sosial ekonomi Air bersih Persampahan Air limbah Drainase
Evaluasi Alternatif Kualitas Pelayanan Efisiensi Kesinambungan Koordinasi Instansi PDAM Dinas Kebersihan Dinas PU Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Sanitasi Air bersih Persampahan Air limbah Drainase
Analisa Kebutuhan Diameter Pipa Pipa Cabang
Hf = 10, 666 x Q1, 85 x L C1, 85 x D4, 85 Hf = Kehilangan tekanan (m) Q = Debit Air (m³/detik) C = Koefisien kekasaran pipa (100 – 130) D = Diameter pipa (m) L =
Panjang pipa (m)
hf = Σ k x V² 2g hf = kehilangan tekanan minor (M) k
= koefisien
V = kecepatan air (m/detik) G = percepatan grafitasi (m/detik²) Pipa Melingkar Untuk analisa pipa melingkar digunakan program (software) "Loop" atau "Epa-Net".
Persampahan Cara Pelayanan Teknologi sistem penanganan sampah dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : Penanganan secara “onsite” misalnya dengan menimbun sampah pada lubang sampah yang telah penuh pada halaman rumah. Penanganan secara “off site” dengan mengumpulkan sampah dan mengangkut serta membuangnya menuju tempat pembuangan akhir (tpa) sampah. Efektifitas pengelolaan sampah dilakukan dengan melakukan prinsip 3 R yaitu : Pemanfaatan kembali/daur ulang (recycling) sampah, misalnya : daur ulang
sampah
kertas,
plastic,
logam,
kayu
dan
sebagainya,
memanfaatkan sampah organik menjadi pupuk kompos. Pengurangan volume sampah (reduce), misalnya : membuat kemasan yang ringan atau mudah diuraikan (biodegradable).
Membuang/memusnahkan sampah (refuse).dengan sanitary landfill, incinerator. Sistem Pengelolaan Sampah Ada 5 komponen/subsistem pengelolaan sampah yang sangat menunjang keberhasilan, yaitu : Subsistem organisasi Subsistem pembiayaan Subsistem pengaturan Subsistem teknis operasional Subsistem peran serta masyarakat Kelima komponen/subsistem akan saling mempengaruhi keberhasilan pengelolaan sampah sebagaimana pada gambar berikut. Gambar 3.4. Sistem Pengelolaan Persampah ORGANISASI
PERAN SERTA MASYARAKAT
TEKNIS OPERASIONAL
SAMPAH
PENGATURAN
PEMBIAYAAN
Faktor faktor Pengaruh Pengembangan Sistem Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sistem adalah: Rencana tata ruang dan pengembangannya Kepadatan dan penyebaran penduduk Karakteristik lingkungan fisik, budaya dan sosial ekonomi Kebiasaan masyarakat
Karakteristik sampah Iklim dan musim lokasi pembuangan akhir Peraturan-peraturan/aspek legal nasional dan daerah setempat Biaya pengelolaan Cakupan Pelayanan Cp
=
Pd
x 100%
ΣP Cp
= cakupan pelayanan (%)
Pd
= estimasi penduduk yang dilayani (jiwa)
ΣP
=
total penduduk pada suatu kawasan (jiwa)
Timbulan Sampah Timbulan Sampah Domestik Vsd = Pd x Tsd x fr/1000 Vsd = Volume timbulan sampah (m³/hari) Pd = Penduduk yang dilayani (jiwa) Tsd =Timbulan sampah perkapita (liter/jiwa/hari) = 1, 5 – 2, 5 liter/jiwa/hari fr
= Faktor pengurangan = 10 – 20%.
Timbulan Sampah Non Domestik Vsnd
= Σ Bi x Tsndi atau Σ Ai x Tsndi
Vsnd
= Volume timbulan sampah (m³/hari)
Bi
= Unit bangunan
Ai
= Luas kawasan
Tsndi = Timbulan sampah per unit bangunan (m³/ha/hari) atau per unit luas (m³/ha/hari) Kebutuhan Areal TPA 1, 25 R ( 1 – P ) V = D.100 A = V X Nd V = Volume sampah (m³) R = Laju timbulan sampah (kg/orang/tahun)
D= Density sampah (kg/m³) P = Pengurangan volume sampah setelah pemadatan d = Ketinggian sampah padat (m) N= Rencana usia TPA (tahun).
Air Limbah Cara Pelayanan Teknologi sistem pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan 2 cara penanganan, yaitu: Sistem pembuangan air limbah setempat, misalnya : cubluk, cubluk modifikasi, septic tenk untuk perseorangan/rumah tangga. Sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat (IPAL). Pengembangan Sistem Pengaturan cara pelayanan berdasarkan pertimbangan-pertinbangan, sebagai berikut: Adanya kecenderungan menurunnya luasan kapling perumahan yang dibangun pada saat ini dan masa mendatang. Pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran manusia/tinja dilakukan dengan menggunakan sistem setempat, agar tidak mencemari air tanah dangkal. Sistem pembuangan air limbah terpusat diperuntukkan bagi kawasan padat penduduk dengan memperhatikan kondisi daya dukung lahan serta mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pemilihan lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek teknis, lingkungan, sosial budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga. Lokasi pembuangan akhir hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan wajib memperhatikan factor-faktor pengamanan, pengaliran sumber air baku dan daerah terbuka. Dasar-dasar Pertimbangan Pemilihan Teknologi
Dalam
pemilihan
teknologi
penanganan
air
limbah,
diperlukan
pertimbangan terhadap factor-faktor sebagai berikut : Kepadatan penduduk Penyediaan air bersih Porositas tanah Kedalaman air tanah Topografi Kemampuan membangun Kondisi sosial ekonomi masyarakat Bidang Resapan L = NQ 2 DI L N Q D I
= = = = =
panjang saluran (meter) jumlah pemakai (jiwa) debit air limbah (liter/orang/hari) dalam saluran (meter) kecepatan infiltasi rencana (liter/m²/hari)
Drainase Sistem Drainase Sistem drainase biasanya direncanakan dengan memanfaatkan alur-alur alamiah yang ada, sehingga pola aliran mengarah kearah sungai-sungai induk yang ada. Berdasarkan Pola pengalirannya sistem drainase dapat dibedakan : Pola gravitasi : saluran tersier, saluran sekunder, saluran primer, badan air penerima. Pola pemompaan : Saluran tersier, saluran sekunder, saluran primer, kolam penampung + Stasiun pompa , badan air penerima. Berdasarkan luas cotchment yang dilayani, sistem drainase dapat dibedakan : Sistem Makro Drainase : berkaitan penanggulangan banjir sungai, anak sungai. Sistem Mikro Drainase : berkaitan penanggulangan banjir, genangan pada subcatchment area.
Kapasitas Ekonomis Saluran Bentuk saluran disesuaikan dengan daya dukung tanah, kapasitas optimal dan kemudahan pemeliharaan. Kapasitas saluran ditentukan dengan mempertimbangkan tata guna lahan cathcment area saluran karena perbedaan resiko ekonomis dari wilayah yang dilayani, seperti contoh pada tabel berikut. Tabel 3.2. Contoh Kapasitas (q) Berdasarkan Intensitas Hujan (Tahun)
N O
Tata guna lahan
Kapasitas (Q) berdasarkan intensitas hujan (tahun)
1.
Kompleks Perumahan
Q-2
2.
Kota sedang/kecil
Q-3
3.
Kota besar (daerah komersial, industri)
Q-4
4.
Wilayah Industri Menengah
Q-5
5.
Wilayah Industri Berat
Q-6
Perhitungan Debit Saluran Q
=
2, 778 C A I
Q
=
Debit air (liter/detik)
C
=
Koefisien pengaliran
=
0, 3 – 0, 9
A
=
Luas daerah pengaliran (Ha)
I
=
Intensitas hujan (mm/jam)
Perhitungan Kecepatan Aliran
10)
V
=
in x R ⅔ x S ½
V
=
Kecepatan aliran (m/detik)
n
=
Koefisien kekasaran
R
=
Radius hidrolis (m²/m)
S
=
Slope saluran.
Analisis Amplop Ruang
Terciptanya ruang yang akomodatif terhadap berbagai jenis kegiatan yang direncanakan, dalam mewujudkan keserasian
dan
keasrian
lingkungan, dengan menetapkan intensitas pemanfaatan lahan didalam kawasan (image arsitektur, selubung bangunan, KDB, KLB, KDH, KDNH) Komponen Analisis :
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Perhitungan intensitas ruang ditentukan sebagai berikut:
Perhitungan
luas
lantai
adalah
jumlah
luas
lantai
yang
diperhitungkan sampai batas dinding terluar.
Luas lantai ruangan beratap yang mempunyai dinding lebih dari 1,20m dihitung 100%.
Luas lantai beratap yang bersifat terbuka atau mempunyai dinding tidak lebih dari 1,20m, dihitung 50% selama tidak melebihi 10% dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan
Overstek
atap
yang
melebih
1,50m
maka
luas
mendatar
kelebihannya dianggap sebagai lantai denah.
Teras tidak beratap yang mempunyai dinding tidak lebih dari 1.20m di atas lantai teras, tidak diperhitungkan.
Untuk perhitungan luas lantai di bawah tanah diperhitungkan seperti luas lantai di atas tanah dengan batasan Koefisien Tapak Besmen yang telah ditetapkan.
Luas ruang bawah tanah (besmen) melewati batas-batas area perencanaan atau berada di bawah prasarana kota atau di bawah ruang
terbuka
publik
ditentukan
lebih
lanjut
dengan
surat
keputusan bupati.
Luas lantai bangunan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam perhitungan KLB asal tidak melebihi dari 50% KLB yang telah ditetapkan. Jika melebihi, maka diperhitungkan 50% terhadap KLB.
Bangunan Khusus untuk parkir yang bukan merupakan bangunan pelengkap, luas lantainya diperbolehkan mencapai 200% dari KLB yang ditetapkan dan perletakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Peningkatan intensitas ruang untuk sebuah area perencanaan harus melalui surat keputusan Walikota.
Ketinggian Bangunan Ketinggian bangunan dalam petunjuk opersional ini adalah jumlah lantai penuh suatu bangunan dihitung dari lantai dasar sampai dengan lantai tertinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan tinggi bangunan adalah jarak dari lantai dasar sampai dengan puncak atap bangunan yang dinyatakan dalam meter. Ketinggian lantai dasar suatu bangunan diperkenankan mencapai 1.2m di atas tinggi ratarata
tanah
atau
jalan
di
sekitarnya.
Jika
pada
sebuah
area
perencanaan terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi yang
besar,
maka
tinggi
maksimal
lantai
dasar
ditetapkan
berdasarkan jalan masuk utama ke persil, dengan memperhatikan keserasian lingkungan. Apabila sebuah persil berada dibawah titik ketinggian bebas banjir, maka tinggi lantai dasar ditetapkan setinggi 1.2m dari titik ketinggian bebas banjir yang telah ditetapkan. Perhitungan ketinggian sebuah bangunan ditentukan sebagai berikut:
Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi dan bentuk arsitektural bangunannya.
Jarak vertikal lantai bangunan ke lantai berikutnya maksimal 5m disesuaikan
dengan
fungsi
bangunannya
(kecuali
bangunan
ibadah, industri, gedung olah raga, bangunan monumental, dan bangunan gedung serba guna)
Lantai mesanin dihitung dalam ketentuan intensitas ruang.
Penggunaan
rongga
atap
diperhitungkan
dalam
ketentuan
atau
tingkat
bangunan
intensitas ruang.
Penambahan
lantai
suatu
mendapatkan persetujuan bupati.
Garis Sempadan Jalan dan Bangunan serta Jarak Bebas
harus
Garis Sempadan Bangunan
yang selanjutnya disebut GSB adalah
garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah GSJ yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mamuju Tengah (RTRWKab). Garis Sempadan Jalan yang selanjutnya disebut GSJ adalah garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana yang sama. Ketentuan mengenai GSB dan GSJ adalah sebagai berikut:
Ruang terbuka diantara GSJ dan GSB harus digunakan sebagai unsur penghijauan atau daerah resapan air hujan dan atau utilitas umum dan atau jalur pejalan kaki.
Untuk kawasan pusat kota, ruang tersebut dapat dimanfaatkan sebagai fasilitas penunjang seperti kedai tempat makan/minum, pos keamanan berupa bangunan sementara. Atau bisa juga sebagai tempat parkir dengan tetap menyediakan jalur pejalan minimal 50% dari keseluruhan ruang terbuka tersebut.
Penggunaan-penggunaan tersebut harus memenuhi ketentuan dan standar
yang
berlaku
tanpa
mengurangi
persyaratan
unsur
penghijuan dan atau daerah resapan air hujan. Perhitungan GSB menggunakan rumus untuk Rumija yang lebih besar dari 8m sama dengan 0.5 kali lebar Rumija ditambah 1m. Untuk Rumija yang kurang dari 8m, GSB sama dengan 0.5 kali lebar Rumija. Selain harus memenuhi persyaratan untuk GSB dan GSJ, tata letak bangunan harus memenuhi ketentuan tentang jarak bebas, atau lazim dikenal dengan GSB samping dan belakang. Ketentuan mengenai jarak bebas ini ditentukan oleh jenis peruntukan tanah dan ketinggian bangunan baik untuk bangunan di atas tanah maupun di bawah tanah atau besmen. Ketentuan mengenai jarak bebas adalah sebagai berikut:
Pada bangunan renggang, jarak bebas samping maupun belakang ditetapkan 4m pada lantai dasar, dan pada setiap penambahan lantai, jarak bebas di atasnya ditambah 0.5m dari jarak bebas lantai dibawahnya sampai mencapai jarak bebas terjauh 15m. Ketentuan ini berlaku untuk bangunan selain bangunan rumah tinggal dan bangunan industri.
Pada bangunan industri dan gudang renggang, ditetapkan jarak bebasnya adalah 5m pada lantai dasar, dan setiap penambahan
lantai, jarak bebas di atasnya ditambah 0.5m dari jarak bebas lantai dibawahnya.
Jarak bebas bangunan renggang pada kawasan cagar budaya atau kawasan khusus diatur dalam ketentuan mengenai cagar budaya atau kawasan khusus.
Untuk bangunan berderet/rapat, jarak bebas diperkenankan tidak ada sampai dengan lantai ke delapan, setelah lantai ke delapan, maka untuk lantai selanjutnya ditambah 0.5m dari jarak bebas lantai dibawahnya. Ketentuan ini tidak berlaku untuk bangunan rumah tinggal.
Koefisien Dasar Hijau Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disebut KDH adalah angka prosentase berdasarkan perbandingan jumlah lahan terbuka untuk penanaman
tanaman
dan
atau
peresapan
air
terhadap
luas
tanah/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang. Ketentuan umum mengenai KDH adalah sebagai berikut:
Koefisien dasar hijau (KDH) ditetapkan sesuai dengan peruntukkan dalam rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. KDH minimal 10% pada daerah sangat padat/padat. KDH ditetapkan meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah.
Untuk perhitungan KDH secara umum, digunakan rumus: 100 % (KDB + 20%KDB)
Ruang Terbuka Hijau yang termasuk dalam KDH sebanyak mungkin diperuntukkan
bagi
penghijauan/penanaman
di
atas
tanah.
Dengan demikian area parkir dengan lantai perkerasan masih tergolong RTH sejauh ditanami pohon peneduh yang ditanam di atas tanah, tidak di dalam wadah/container kedap air.
KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap klas bangunan dalam kawasan-kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa klas bangunan dan kawasan campuran.
D. Analisis Kelembagaan dan Peran Masyarakat Analisis kelembagaan dan peran serta masyarakat, dengan mengkaji struktur kelembagaan yang ada, fungsi dan peran lembaga, meknisme peran
masyarakat, termasuk media serta jaringan untuk keterlibatan masyarakat dalam
proses
pengawasan. secara
perencanaan,
pemanfaatan,
dan
pengendalian
serta
Dalam pelaksanaan peran serta masyarakat dapat dilakukan
perseorangan
atau
dalam
bentuk
kelompok
(organisasi
kemasyarakatan/LSM, organisasi keahlian/profesi, dll). Adapun prinsip-prinsip yang harus dipertimbangkan adalah (lihat gambar berikut): a) Berdasarkan kesepakatan dan hasil kerjasama antar stakesholder; b) Sesuai dengan aspirasi publik; c) Kejelasan tanggung jawab ;
Adanya sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan yang transparan dan terbuka bagi publik;
Terbuka kemungkinan untuk mengajukan keberatan dan gugatan;
Kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam proses pembangunan. Gambar 3.5. Proses Keterlibatan Pelaku Pembangunan dalam Penyusunan Rencana
Pelaku
Masyarakat
Konsultan
Pelaksanaan oleh Pemerintah, Swasta dan Masyarakat
Keterlibatan dalam Perencanaan
Forum Stakeholder
Forum Stakeholder
Analisis & Interpretasi
Survai
Penyusunan Rencana
Perangkat Pengendalian Pelaksanaan Rencana yang Disepakati Indikasi Program
Pemerintah
E. Perumusan
Arahan Pemerintah
Program Pemerintah
Konsep
dan
Strategi
Pengembangan
Kawasan
Perencanaan Didasarkan
pada
hasil
analisis
serta
identifikasi
potensi
permasalahan
pengembangan kawasan perkotaan, dalam tahap ini lebih lanjut dirumuskan konsep dan strategi pengembangan tata ruang kawasan di masa yang akan datang. Di dalamnya tercakup, perumusan : 1. Fungsi dan Peran Kawasan Perencanaan
2. Tujuan Penataan Ruang Kawasan Perencanaan 3. Strategi Pengembangan Tata Ruang Kawasan Perencanaan 4. Prioritas Pengembangan Sub Kawasan Perencanaan
F. Penyusunan Rencana Teknis Ruang (RDTR) Didasarkan pada konsep dan strategi yang telah dirumuskan, maka lebih lanjut dapat dirumuskan RDTR Kawasan Perencanaan di Kota Makssar yang meliputi: 1. Tujuan Penataan BWP (Kawasan Perencanaan) Tujuan penataan BWP merupakan nilai dan/atau kualitas terukur yang akan dicapai sesuai dengan arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam RTRW dan merupakan alasan disusunnya RDTR tersebut, serta apabila diperlukan dapat dilengkapi konsep pencapaian. 2. Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang dalam RDTR merupakan rencana distribusi subzona peruntukan yang antara lain meliputi hutan lindung, zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di bawahnya, zona perlindungan setempat, perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran, industri, dan RTNH, ke dalam blok-blok. Rencana pola ruang dimuat dalam peta yang juga berfungsi sebagai zoning map bagi peraturan zonasi. Rencana pola ruang RDTR terdiri atas: a) zona lindung yang meliputi: 1) zona hutan lindung; 2) zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di bawahnya yang meliputi 3) zona bergambut dan zona resapan air; 4) zona
perlindungan
setempat
yang
meliputi
sempadan
pantai,
sempadan sungai, 5) zona sekitar danau atau waduk, dan zona sekitar mata air; 6) zona RTH kota yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman kota dan pemakaman; 7) zona suaka alam dan cagar budaya; 8) zona rawan bencana alam yang antara lain meliputi zona rawan tanah longsor, 9) zona rawan gelombang pasang, dan zona rawan banjir; dan 10)
zona lindung lainnya.
b) Zona budi daya yang meliputi: 1) zona perumahan, yang dapat dirinci ke dalam perumahan dengan kepadatan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah (bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke dalam rumah susun, rumah kopel, rumah deret, rumah tunggal, rumah taman, dan sebagainya); zona perumahan juga dapat dirinci berdasarkan kekhususan jenis perumahan, seperti perumahan tradisional, rumah sederhana/sangat sederhana, rumah sosial, dan rumah singgah; 2) zona perdagangan dan jasa, yang meliputi perdagangan jasa deret dan perdagangan jasa tunggal (bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke dalam lokasi PKL, pasar tradisional, pasar modern, pusat perbelanjaan, dan sebagainya); 3) zona
perkantoran,
yang
meliputi
perkantoran
pemerintah
dan
perkantoran swasta; 4) zona sarana pelayanan umum, yang antara lain meliputi sarana pelayanan umum pendidikan, sarana pelayanan umum transportasi, sarana pelayanan umum kesehatan, sarana pelayanan umum olahraga, sarana pelayanan umum sosial budaya, dan sarana pelayanan umum peribadatan; 5) zona industri, yang meliputi industri kimia dasar, industri mesin dan logam dasar, industri kecil, dan aneka industri; 6) zona khusus, yang berada di kawasan perkotaan dan tidak termasuk ke dalam zona sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5 yang antara lain meliputi zona untuk keperluan pertahanan dan keamanan, zona Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), zona Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), dan zona khusus lainnya; 7) zona lainnya, yang tidak selalu berada di kawasan perkotaan yang antara lain meliputi zona pertanian, zona pertambangan, dan zona pariwisata; dan 8) zona campuran, yaitu zona budidaya dengan beberapa peruntukan fungsi
dan/atau
bersifat
terpadu,
seperti
perumahan
dan
perdagangan/jasa, perumahan, perdagangan/jasa dan perkantoran. 3. Rencana Jaringan Prasarana; a) Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan Rencana pengembangan jaringan pergerakan merupakan seluruh jaringan primer dan jaringan sekunder pada BWP yang meliputi jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, jalan lingkungan, dan jaringan jalan lainnya yang belum termuat dalam RTRWKab Mamuju Tengah, yang terdiri atas: 1) Jaringan jalan arteri primer dan arteri sekunder; 2) Jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder; 3) Jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder; 4) Jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder; dan 5) Jaringan jalan lainnya b) Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan Rencana pengembangan jaringan energi/kelistrikan merupakan penjabaran dari jaringan distribusi dan pengembangannya berdasarkan prakiraan kebutuhan energi/kelistrikan di BWP yang termuat dalam RDTR Kota Kecamatan Tobadak, yang terdiri atas: 1) Jaringan subtransmisi yang berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari sumber daya besar (pembangkit) menuju jaringan distribusi primer (gardu induk) yang terletak di BWP; 2) Jaringan distribusi primer (jaringan SUTUT, SUTET, dan SUTT) yang berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari jaringan subtransmisi menuju jaringan distribusi sekunder; 3) Jaringan distribusi sekunder yang berfungsi untuk menyalurkan atau menghubungkan daya listrik tegangan rendah ke konsumen, yang dilengkapi dengan infrastruktur pendukung berupa gardu distribusi yang berfungsi untuk menurunkan tegangan primer (20 kv) menjadi tegangan sekunder (220 v /380 v). c) Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi terdiri atas: 1) rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi yang berupa penetapan lokasi pusat automatisasi sambungan telepon; 2) rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel yang berupa penetapan lokasi stasiun telepon otomat, rumah kabel, dan kotak pembagi; 3) rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel yang berupa penetapan lokasi menara telekomunikasi termasuk menara Base Transceiver Station (BTS); 4) rencana pengembangan sistem televisi kabel termasuk penetapan lokasi stasiun transmisi;
5) rencana penyediaan jaringan serat optik; dan 6) rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi. d) Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum Rencana pengembangan jaringan air minum berupa rencana kebutuhan dan sistem penyediaan air minum, yang terdiri atas: 1) sistem penyediaan air minum wilayah kota yang mencakup sistem jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan; 2) bangunan pengambil air baku; 3) pipa transmisi air baku dan instalasi produksi; 4) pipa unit distribusi hingga persil; 5) bangunan penunjang dan bangunan pelengkap; dan 6) bak penampung. e) Rencana Pengembangan Jaringan Drainase Rencana pengembangan jaringan drainase terdiri atas: 1) sistem jaringan drainase yang berfungsi untuk mencegah genangan; dan 2) rencana kebutuhan sistem jaringan drainase yang meliputi rencana jaringan primer, sekunder, tersier, dan lingkungan di BWP; f) Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah Jaringan air limbah meliputi sistem pembuangan air limbah setempat (onsite) dan/atau terpusat (offsite). Sistem pembuangan air limbah setempat, terdiri atas: 1) bak septik (septic tank); dan 2) instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT). g) Rencana Pengembangan Prasarana Laiinya Penyediaan
prasarana
lainnya
direncanakan
sesuai
kebutuhan
pengembangan BWP, misalnya BWP yang berada pada kawasan rawan bencana wajib menyediakan jalur evakuasi bencana yang meliputi jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara yang terintegrasi baik untuk skala kabupaten/kota, kawasan, maupun lingkungan. Jalur evakuasi bencana dapat memanfaatkan jaringan prasarana dan sarana yang sudah ada. 4. Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya
Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan upaya dalam rangka operasionalisasi rencana tata ruang yang diwujudkan ke dalam rencana penanganan Sub BWP yang diprioritaskan. Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya bertujuan untuk mengembangkan, mengkoordinasikan
melestarikan, keterpaduan
melindungi,
pembangunan,
dan/atau
memperbaiki, melaksanakan
revitalisasi di kawasan yang bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan Sub BWP lainnya. Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan lokasi pelaksanaan salah satu program prioritas dari RDTR. 5. Ketentuan Pemanfaatan Ruang Ketentuan pemanfaatan ruang dalam RDTR merupakan upaya mewujudkan RDTR dalam bentuk program pengembangan BWP dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun masa perencanaan sebagaimana diatur dalam pedoman ini. Program dalam ketentuan pemanfaatan ruang meliputi: a) program perwujudan rencana pola ruang di BWP yang meliputi:
Perwujudan zona lindung pada BWP termasuk didalam pemenuhan kebutuhan RTH; dan
Perwujudan zona budi daya pada BWP
b) program perwujudan rencana jaringan prasarana di BWP yang meliputi:
perwujudan pusat pelayanan kegiatan di BWP; dan
perwujudan sistem jaringan prasarana untuk BWP
c) program perwujudan penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya yang terdiri atas:
perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan;
pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan;
pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan; dan/atau
pelestarian/pelindungan blok/kawasan.
d) program perwujudan ketahanan terhadap perubahan iklim, dapat sebagai kelompok program tersendiri atau menjadi bagian dari kelompok program lainnya, disesuaikan berdasarkan kebutuhannya.
G. Penyusunan Peraturan Zonasi Peraturan zonasi memuat materi wajib yang meliputi ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata bangunan, ketentuan prasarana dan sarana minimal, ketentuan pelaksanaan, dan materi pilihan yang terdiri atas ketentuan tambahan, ketentuan khusus, standar teknis, dan ketentuan pengaturan zonasi. Materi wajib adalah materi yang harus dimuat dalam peraturan zonasi. Sedangkan materi pilihan adalah materi yang perlu dimuat sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. 1. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah ketentuan yang berisi kegiatan
dan
penggunaan
lahan
yang
diperbolehkan,
kegiatan
dan
penggunaan lahan yang bersyarat secara terbatas, kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat tertentu, dan kegiatan dan penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada suatu zona. Ketentuan
kegiatan
ketentuan
maupun
dan
penggunaan
standar
yang
lahan
terkait
dirumuskan
dengan
berdasarkan
pemanfaatan
ruang,
ketentuan dalam peraturan bangunan setempat, dan ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen yang dikembangkan. Ketentuan teknis zonasi terdiri atas: 1) Klasifikasi I = pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I memiliki sifat sesuai dengan peruntukan ruang yang direncanakan. Pemerintah kabupaten/kota tidak dapat melakukan peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain terhadap kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I. 2) Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat secara terbatas Pemanfaatan bersyarat secara terbatas bermakna bahwa kegiatan dan penggunaan lahan dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut:
pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk pembatasan waktu beroperasinya suatu kegiatan di dalam subzona maupun pembatasan jangka
waktu
diusulkan;
pemanfaatan
lahan
untuk
kegiatan
tertentu
yang
pembatasan intensitas ruang, baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, maupun ketinggian bangunan. Pembatasan ini dilakukan dengan menurunkan nilai maksimal dan meninggikan nilai minimal dari intensitas ruang dalam peraturan zonasi;
pembatasan jumlah pemanfaatan, jika pemanfaatan yang diusulkan telah ada mampu melayani kebutuhan, dan belum memerlukan tambahan, maka pemanfaatan tersebut tidak boleh diizinkan atau diizinkan terbatas dengan pertimbangan-pertimbangan khusus. Contoh: dalam sebuah zona perumahan yang berdasarkan standar teknis telah cukup jumlah fasilitas peribadatannya, maka aktivitas rumah ibadah termasuk dalam klasifikasi T.
3) Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat tertentu Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna bahwa untuk mendapatkan izin atas suatu kegiatan atau penggunaan lahan diperlukan persyaratanpersyaratan
tertentu
yang
dapat
persyaratan
khusus.
Persyaratan
berupa
persyaratan
dimaksud
umum
diperlukan
dan
mengingat
pemanfaatan ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi lingkungan sekitarnya. 4) Klasifikasi X = pemanfaatan yang tidak diperbolehkan Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X memiliki sifat tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya. Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X tidak boleh diizinkan pada zona yang bersangkutan. 2. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah ketentuan mengenai besaran pembangunan yang diperbolehkan pada suatu zona yang meliputi: 1) KDB Maksimum; KDB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air, kapasitas drainase, dan jenis penggunaan lahan. 2) KLB Maksimum; KLB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan harga lahan, ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan), dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan, serta ekonomi dan pembiayaan.
3) Ketinggian Bangunan Maksimum; dan 4) KDH Minimal. KDH minimal digunakan untuk mewujudkan RTH dan diberlakukan secara umum
pada
suatu
zona.
KDH
minimal
ditetapkan
dengan
mempertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air dan kapasitas drainase. Beberapa ketentuan lain dapat ditambahkan dalam intensitas pemanfaatan ruang, antara lain meliputi: 1) Koefisien Tapak Basement (KTB) Maksimum; KTB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan KDH minimal. 2) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) Maksimum; 3) Kepadatan Bangunan atau Unit Maksimum; dan Kepadatan
bangunan
atau
unit
maksimum
ditetapkan
dengan
mempertimbangkan faktor kesehatan (ketersediaan air bersih, sanitasi, sampah, cahaya matahari, aliran udara, dan ruang antar bangunan), faktor sosial (ruang terbuka privat, privasi, serta perlindungan dan jarak tempuh terhadap fasilitas lingkungan), faktor teknis (resiko kebakaran dan keterbatasan lahan untuk bangunan atau rumah), dan faktor ekonomi (biaya lahan, ketersediaan, dan ongkos penyediaan pelayanan dasar). 4) Kepadatan Penduduk Maksimal. 3. Ketentuan Tata Bangunan Ketentuan tata bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona. Komponen ketentuan tata bangunan minimal terdiri atas: 1) GSB minimal yang ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, resiko kebakaran, kesehatan, kenyamanan, dan estetika; 2) tinggi
bangunan
maksimum
atau
minimal
yang
ditetapkan
dengan
mempertimbangkan keselamatan, resiko kebakaran, teknologi, estetika, dan parasarana;
3) jarak bebas antarbangunan minimal yang harus memenuhi ketentuan tentang jarak bebas yang ditentukan oleh jenis peruntukan dan ketinggian bangunan; dan 4) tampilan bangunan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan warna bangunan, bahan bangunan, tekstur bangunan, muka bangunan, gaya bangunan, keindahan bangunan, serta keserasian bangunan dengan lingkungan sekitarnya. 4. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal Ketentuan prasarana dan sarana minimal berfungsi sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang nyaman melalui penyediaan prasarana dan sarana yang sesuai agar zona berfungsi secara optimal. Prasarana yang diatur dalam peraturan zonasi dapat berupa prasarana parkir, aksesibilitas untuk difabel, jalur pedestrian, jalur sepeda, bongkar muat, dimensi jaringan jalan, kelengkapan jalan, dan kelengkapan prasarana lainnya yang diperlukan. Ketentuan prasarana dan sarana minimal ditetapkan sesuai dengan ketentuan mengenai
prasarana dan
sarana yang diterbitkan
oleh
instansi
yang
berwenang. 5. Ketentuan Pelaksanaan Ketentuan pelaksanaan terdiri atas: 1) ketentuan variansi pemanfaatan ruang yang merupakan ketentuan yang memberikan kelonggaran untuk menyesuaikan dengan kondisi tertentu dengan tetap mengikuti ketentuan massa ruang yang ditetapkan dalam peraturan zonasi. Hal ini dimaksudkan untuk menampung dinamika pemanfaatan ruang mikro dan sebagai dasar antara lain transfer of development rights (TDR) dan air right development yang dapat diatur lebih lanjut dalam RTBL. 2) ketentuan pemberian insentif dan disinsentif yang merupakan ketentuan yang memberikan insentif bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sejalan dengan
rencana
tata
ruang
dan
memberikan
dampak
positif
bagi
masyarakat, serta yang memberikan disinsentif bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang dan memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Insentif dapat berbentuk kemudahan
perizinan, keringanan pajak, kompensasi, imbalan, subsidi prasarana, pengalihan hak membangun, dan ketentuan teknis lainnya. Sedangkan disinsentif dapat berbentuk antara lain pengetatan persyaratan, pengenaan pajak dan retribusi yang tinggi, pengenaan denda, pembatasan penyediaan prasarana dan sarana, atau kewajiban untuk penyediaan prasarana dan sarana kawasan. 3) ketentuan untuk penggunaan lahan yang sudah ada dan tidak sesuai dengan peraturan zonasi. Ketentuan ini berlaku untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan RDTR/peraturan zonasi, dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar.
View more...
Comments