Pemisahan, Retensi, Dan Reduksi Karyawan

July 18, 2018 | Author: Raiza Syahirah | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

o...

Description

BAB II PEMBAHASAN

I. PEMBERHENTIAN KARYAWAN 2.1.1 Pengertian Pemberhentian

Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengartikan bahwa Pemberhentian atau Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha. Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan. Istilah pemberhentian juga mempunyai arti yang sama dengan  separation  yaitu pemisahan. Pemberhentian yang dilakukan oleh perusahaan harus berdasarkan dengan UU No.12 Tahun 1964 KUHP dan seizinn P4D atau P4P atau seizin keputusan pengadilan. Pemberhentian juga harus memperhatikan pasal 1603 ayat 1 KUHP yaitu mengenai “tenggang waktu dan ijin  pemberhentian”. Perusahaan yang melakukan pemberhentian akan mengalami kerugian karena karyawan yang diberhentikan membawa biaya penarikan, seleksi, pelatihan dan proses  produksi berhenti. Pemberhentian yang dilakukan oleh perusahaan juga harus dengan baik baik, mengingat saat karyawan tersebut masuk juga diterima dengan baik. Pemutusan hubungan kerja merupakan fungsi terakhir manajer sumberdaya manusia yang dapat didefinisikan sebagai pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka (Mutiara Sibarani Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, 2004). 2.1.2 Alasan Pemberhentian Pemberhentian

Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang berhenti atau putus hubungan kerjanya dengan perusahaan . Ada yang bersifat karena peraturan perundang-undangan, tapi ada juga karena keinginan pengusaha. Agar tidak terjadi hal semena-mena oleh pengusaha, maka  pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan pemberhentian karyawan. Dalam pengertian ini pemerintah tidak melarang secara umum untuk memberhentikan karyawan dari pekerjaannya. Jangan karena tidak cocok dengan pendapat  perusahaan

atau

bertentangan

dengan

kehendak

atau

keinginan

pengusaha

yang

mengharapkan karyawan terus bekerja utuk meningkatkan produksinya, karyawan tersebut langsung diberhentikan tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan

tanpa dijelaskan alasan-alasannya kepada karyawan. Oleh karena demikian, untuk melindungi karyawan dari tindakan demikian, maka pemerintah telah menetapkan kebijakannya yang tertuang di dalam UU No. 13 Tahun 2003 bahwa, pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan: 1. Pekerja berhalangan masuk karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus. 2. Pekerja berhalangan Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pekerja mengerjakan ibadah yang diperintahkan agamanya. 4. Pekerja menikah 5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya. 6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 7. Pekerja mendirikan, mejadi anggota dan atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pernjanjian kerja  bersama. 8. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan  pengusaha yang melakukan tindakan pidana kejahatan. 9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, wana kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan. 10. Pekerjaan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau karena hubungan

kerja

yang

menurut

surat

keterangan

dokter

yang

jangka

waktu

 penyembuhannya belum dapat dipastikan. Di samping hal tersebut di atas yang melarang pengusaha mengadakan pemutusan hubungan kerja dengan karyawannya, tapi ada juga yang membolehkan pengusaha mengadakan  pemutusan kerja dengan karyawan dengan asalan pekerja telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut: 1. Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan dan atau uang milik perusahaan 2. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan. 3. Mabuk, minum-minuman kerjas memabukan, memakai atau mengedarkan narkotika,  psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan karja.

4. Melakukan perbuatan asusiala atau perjudian di lingkungan karja. 5. Menyerang menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja. 6. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 7. Dengan ceroboh atau membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja. 8. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang harusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.

Melayu Hasibuan menyebutkan beberapa alasan karyawan diberhentikan dari perusahaan yaitu: 1. Undang-Undang

Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu  perusahaan, antara lain anak-anak karyawan WNA, karyawan yang terlibat organisasi terlarang. Pemberhentian terjadi karena perundang  –   undangan. Seorang karyawan terpaksa dihentikan dari perusahaan karena terlibat dengan organisasi terlarang atau karyawan tersebut dihukum akibat perbuatannya. Seperti contoh karyawan tesebut merupakan salah satu anggota G30S/PKI atau karyawan tersebut melanggar hukum. 2. Keinginan perusahaan

Pemberhentian berdasarkan keinginan perusahaan dapat terjadi karena karyawan tersebut  berusia lanjut atau karena karyawan tersebut tidak lagi menguntungkan bagi perusahaan. Contohnya: ketika karyawan tersebut sudah berusia lanjut, kurang cakap atau melakukan tindakan yang merugikan seperti korupsi, kedisiplinannya kurang baik, melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan, tidak dapat bekerja sama dan konflik dengan karyawan lainnya. 3. Keinginan Karyawan

Pemberhentian karena keinginan karyawan dapat terjadi karena karyawan tersebut kurang mendapat kepuasan kerja di perusahaan yang bersangkutan. Misalnya jasanya rendah, lingkungannya kurang baik atau perlakuan kurang baik. Pemberhentian karena keinginan karyawan dapat juga terjadi karena pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua,

kesehatan yang kurang baik, untuk melanjutkan pendidikan, ataupun karena telah mendapakan pekerjaan yang lebih baik. 4. Pensiun

Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia dan masa kerja tertentu. Usia kerja seseorang karyawan untuk status kepegawaian adalah 55 tahun atau seseorang dapat dikenakan pensiun dini, apabila menurut keterangan dokter, karyawan tersebut sudah tidak mampu lagi untuk bekerja dan umurnya sudah mencapai 50 tahun dengan masa pengalaman kerja minimal 15 tahun. Pensiun atas keinginan dari karyawan adalah pensiun atas permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah mencapai masa kerja tertentu, dan permohonannya dikabulkan oleh perusahaan. Besar uang pensiun yang diterima oleh karyawan yang pensiun diatur oleh undang-undang bagi pegawai negeri yang pembayarannya dilakukan secara  periodik, sedangkan bagi karyawan swasta diatur oleh perusahaan yang bersangkutan  biasanya pembayaran berupa uang pesangon pada saat diberhentikan. Pembayaran uang  pensiun merupakan pengakuan atau penghargaan atas pengabdian seseorang kepada organisasi dan memberikan sumber kehidupan bagi usia lanjut, sehingga dengan adanya uang  pensiun akan memberikan ketenangan bagi para karyawannya. 5. Kontrak Kerja Berakhir

Karyawan suatu perusahaan akan diberhentikan apabila kontrak kerjanya berakhir. Pemberhentian yang seperti ini tidak akan menimbulkan konsekuensi karena telah diatur terlebih dahulu dalam perjanjian saat mereka diterima oleh perusahaan tersebut. Beberapa  perusahaan sekarang ini banyak mengadakan perjanjian kerja dengan karyawanya di dalam sutau kontrak dimana di dalamnya, disebutkan masa waktu kerja atau masa kontraknya. Dan ini alasan juga tidak dilakukan pemutusan hubungan kerja apabila kontrak kerja tersebut di  perpanjang. 6. Meninggal dunia

Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis hubungan kerjanya dengan perusahaan akan terputus. Perusahaan tersebut akan memberikan pesangon atau uang pensiun bagi keluarga yang ditinggalkannya sesuai dengan peraturan yang ada. Seorang karyawan yang meninggal dunia saat melaksanakan tugas, pesangon atau golongannya diatur di dalam undang-undang.

Misalnya, pesangon lebih besar dan golongannya dinaikkan sehingga uang pensiunnya lebih  besar. 7. Perusahaan dilikudasi

Dalam hal perusahaan dilikuidasi masalah pemberhentian karyawan diatur dengan peraturan  perusahaan, perjanjian bersama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menentukan apakah benar atau tidak perusahaan dilikuidasi atau dinyatakan bangkrut harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan.

2.1.3 Proses Pemberhentian

Jika pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka cara yang ditempuh diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1964. pengusaha yang ingin memutuskan hubungan kerja dengan pekerjanya harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari P4D untuk pemutusan hubungan terhadap sembilan karyawan atau kurang, dan izin dari P4P untuk pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang jumlahnya sepuluh orang ke atas. Selama izin belum diberikan pemutusan hubungan kerja belum sah maka kedua belah pihak harus menjalankan kewajibannya. Pemberhentian karyawan hendaknya berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada agar tidak menimbulkan masalah, dan dilakukan dengan cara sebaik-baiknya, sebagaimana pada saat mereka diterima sebagai karyawan. Dengan demikian, hubungan antara perusahaan dan mantan karyawan tetap terjalin dengan baik. Akan tetapi pada kenyataanya sering terjadi pemberhentian dengan pemecatan, karena konflik yang tidak dapat diatasi lagi, yang seharusnya pemecatan karyawan harus berdasar kepada peraturan dan  perundang-undangan karena setiap karyawan mendapat perlindungan hukum sesuai dengan statusnya. Berikut adalah prosedur/proses pemecatan karyawan: 1. Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan 2. Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan 3. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4D 4. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4P 5. Pemutusan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri Catatan:

- Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan kepada  pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin lebih dahulu kepada Dinas terkait atau berwenang. - bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan. Demikian  pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas kehendak karyawan diatur atas sesui dengan paraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan. Dalam pemberhentian karyawan, apakah yang sifatnya kehendak perusahaan, kehendak karyawan maupun karena undang-undang harus betul-betul didasarkan kepada peraturan,  jangan sampai pemberhentian karyawan tersebut menibulkan suatu konflik suatu konflik atau yang mengarah kepada kerugian kepada dua belah pihak, baik perusahaan maupun karyawan. 2.1.4 Pengaruh Pemberhentian Karyawan Terhadap Perusahaan

Dengan adanya pemberhentian karyawan tentu berpengaruh sekali terhadap perusahaan terutama masalah dana. Karena pemberhentian karyawan memerlukan dana yang cukup  besar diantaranya untuk membayar pensiun atau pesangon karyawan dan untuk membayar tunjangan-tunjangan lainnya. Begitu juga pada saat penarikan kembali karyawan, perusahaan  pun mengeluarkan dan yang cukup besar untuk pembayaran kompensasi dan pengembangan karyawan. Dengan adanya pemberhentian karyawan tersebut tentu sangat berpengaruh sekali terhadap karyawan itu sendiri. Dampak pemberhentian bagi karyawan yang diberhentikan yaitu dampak secara psikologis . Selain itu dengan diberhentikan dari pekerjaannya maka berarti karyawan tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk diri dan keluarganya. Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya manusia harus sudah dapat memperhitungkan beberapa jumlah uang yang seharusnya diterima oleh karyawan yang  behenti, agar karyawan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya sampai pada tingkat dianggap cukup. 2.5 Konsekuensi Pemutusan Hubungan Kerja

Konsekuensi dari diberhentikannya karyawan adalah sebagai berikut: 1. Karyawan dengan status masa percobaan diberhentikan tanpa memberi uang  pesangon. 2. Karyawan dengan status kontrak diberhentikan tanpa memberi uang pesangon.

3. Karyawan dengan status tetap, jika diberhentikan harus diberi uang pesangon yang  besarnya: 

Masa kerja sampai satu tahun: 1 bulan upah bruto



Masa kerja 1 sampai 2 tahun: 2 bulan upah bruto



Masa kerja 2 sampai 3 tahun: 3 bulan upah bruto



Masa kerja 3 tahun dan seterusnya: 4 bulan upah bruto.

Sedangkan besarnya uang jasa sebagai berikut: 

Masa kerja 5 s.d 10 tahun: 1 bulan upah bruto.



Masa kerja 10 s.d 15 tahun: 2 bulan upah bruto



Masa kerja 15 s.d 20 tahun: 3 bulan upah bruto



Masa kerja 20 s.d 25 tahun: 4 bulan upah bruto



Masa kerja 25 tahun keatas: 5 bulan upah bruto

II. RETENSI KARYAWAN 2.2.1. Pengertian Retensi Karyawan

Retensi karyawan sering diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan karyawan di dalam organisasi. Retensi karyawan mengacu pada berbagai kebijakan dan praktik yang mengarahkan karyawan agar bertahan di organisasi untuk jangka waktu yang lebih lama. Setiap organisasi menginvestasikan waktu dan uang untuk mengembangkan rekrutmen baru agar ia siap bekerja dan dapat menyamai karyawan yang sudah ada. Oleh karena itu pula, kehilangan karyawan selalu berarti kehilangan pengetahuan, modal, keahlian, dan  pengalaman. Bila organisasi kehilangan seseorang dengan banyak pengetahuan dan terlatih,  pada dasarnya organisasi telah kehilangan pendapatan yang seharusnya dihasilkan karyawan tersebut. Hal demikian dapat ditafsirkan bahwa perusahaan telah mengalami kehilangan  bagian dariasetnya. Berdasarkan pemahan tersebut di atas, menjadi sangat penting bagi organisasi agar tidak kehilangan karyawan, yang dapat mengakibatkan kerugian dan inefisiensi dalam pekerjaan organisasi. Untuk itu perlu dikembangkan langkah-langkah yang dapat mempertahankan aset sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Prinsipnya, semakin besar karyawan merasa organisasi tempatnya bekerja mengembangkan kebijakan sumber daya manusia yang  berpusat pada kesejahteraan secara profesional, maka semakin kecil kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi yang mempekerjakan mereka, demikian dikatakan oleh Paille, Bordeau & Galois (2010). Lebih jauh dikatakan juga bahwa semakin tinggi kepuasan

karyawan terhadap kondisi pekerjaannya di dalam organisasi maka semakin kecil kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Dengan demikian, kecilnya tingkat karyawan yang keluar dari organisasi menunjukkan besarnya tingkat retensi karyawan di dalam organisasi. Blakely et al (2003) dan Podsakoff et al (2000) dalam Paille, Bordeau & Galois (2010) menambahkan bahwa apabila kepuasan karyawan terhadap kondisi pekerjaan mereka tinggi, karyawan akan semakin lebih menunjukan upaya sukarela untuk menolong organisasi mencapai efisiensi yang lebih baik. 2.2.2 Faktor-Faktor Retensi Karyawan

Ada beberapa faktor penentu retensi karyawan. Kalau merujuk pendapat Mathis & Jackson (2006, p128-135), faktor-faktor tersebut antara lain: 1) Komponen Organisasional Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan apakah  bertahan atau meninggalkan perusahaan mereka. Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif serta berbeda mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah. Strategi, peluang, dan manajemen organisasional di dalam perusahaan yang dikelola dengan baik juga akan mempengaruhi retensi karyawan. Demikian pula dengan kontinuitas dan keamanan kerja (job security) seseorang di suatu organisasi, juga turut  berpengaruh terhadap retensi karyawan. 2) Peluang Karier Organisasional Survei terhadap karyawan di semua jenis pekerjaan tetap menunjukkan bahwa usaha  pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat retensi kar yawan secara signifikan. Faktor-faktor yang mendasarinya adalah pelatihan karyawan secara kontinu yang dilakukan perusahaan, pengembangan dan bimbingan karier terhadap seseorang, serta perencanaan karier formal di dalam suatu organisasi. pekerjaan itu sendiri harus sedapat-dapatnya

dirancang

untuk

memenuhi

kebutuhan

individu

dan

harus

memungkinkan adanya variasi minat dan kesempatan untuk belajar dan bertumbuh, jika tidak, kekecewaanlah yang mungkin timbul. 3) Penghargaan dan Retensi Karyawan Menurut banyak survei dan pengalaman, satu hal yang penting terhadap retensi karyawan adalah mempunyai praktik kompensasi yang kompetitif. Penghargaan yang kompetitif tersebut dapat dilakukan dalam bentuk gaji dan tunjangan yang kompetitif, penghargaan  berdasarkan kinerja, pengakuan terhadap karyawan serta tunjangan dan bonus spesial. Setiap ada kesempatan, manajer harus memberikan apresiasi atas pekerjaan yang

terselesaikan dengan baik. Pekerja yang efektif sedapat-dapatnya dipromosikan asalkan mereka dilengkapi dengan keahlian untuk pekerjaan berikutnya, tetapi jika promosi tak dapat diberikan, paling tidak pujian yang harus disampaikan agar mereka dapat merasa diakui dalam perusahaan. 4) Rancangan Tugas dan Pekerjaan Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan  pekerjaan yang dilakukan. Beberapa organisasi menemukan bahwa angka perputaran karyawan yang tinggi dalam beberapa bulan lamanya pekerjaan sering kali dihubungkan dengan usaha penyaringan seleksi yang kurang memadai. Mengangkat seseorang yang tidak siap untuk suatu pekerjaan akan menyebabkan tingginya tingkat perputaran karyawan. Selain itu rancangan tugas dan pekerjaan yang baik harus memperhatikan unsur tanggung jawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja kar yawan, kondisi kerja yang  baik (faktor fisik dan lingkungan seperti, ruang, pencahayaan, suhu, kegaduhan dan sejenisnya), dan keseimbangan kerja/kehidupan karyawan. 5) Hubungan Karyawan Hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi menjadi faktor yang diketahui dapat mempengaruhi retensi karyawan. Apabila karyawan memperoleh perlakuan yang adil atau tindakan diskriminatif, mendapat dukungan dari supervisor atau manajemen, dan memiliki hubungan dengan rekan kerja yang baik atau tidak, maka hal-hal ini akan mempengaruhi retensi karyawan. 2.2.3 Bagaimana mengelola retensi karyawan

Untuk mencegah terjadinya retensi karyawan atau setidaknya kalaupun harus ada retensi karyawan maka retensi tersebut haruslah dikelola. Mengelola retensi karyawan merupakan sebuah proses. Gambaran mengenai proses mengelola retensi karyawan sebagai berikut: 1) Pengukuran dan penilaian retensi karyawan Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan retensi karyawan dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen lebih membutuhkan data dan analisis daripada kesan subjektif dati situasi individual yang dipilih, atau reaksi terhadap hilangnya  beberapa orang penting. Oleh karena itu, adalah penting untuk mempunyai beberapa jenis ukuran dan analisis yang berbeda. Data yang dapat diukur dan dinilai, terdiri dari: Analisis  pengukuran perputaran, biaya perputaran, survei karyawan dan wawancara keluar kerja 2) Intervensi Retensi Karyawan

Berbagai intervensi Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dilakukan untuk memperbaiki retensi karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan beberapa cara, yaitu:  pengembangan sistem perekrutan dan seleksi, orientasi dan pelatihan, kompensasi dan tunjangan, perencanaan dan pengembangan karier, dan hubungan karyawan yang juga mempertimbangkan

upaya

meminimalisir

retensi

karyawan.

3) Evaluasi dan Tindak Lanjut Setelah usaha intervensi dilakukan, selanjutnya evaluasi dan tindak lanjut yang dapat dilakukan dengan cara: menelaah data perputaran secara tetap, memeriksa hasil intervensi dan menyesuaikan usaha intervensi.

III. RETENSI KARYAWAN 3.1. Pengertian Downsizing Salah satu cara untuk membuat struktur organisasi yang tepat pada suatu perusahaan adalah merubah struktur organisasi pada suatu perusahaan yaitu dengan cara melakukan Downsizing.  Downsizing   adalah prubahan struktur yang dilakukan sebuah perusahaan dengan tidak

mengurangi keefektifan produktifitas dari perusahaan itu sendiri untuk mengurangi jumlah tenaga kerja yang dianggap sudah tidak efektif atau bahkan jumlah unit operasi. Bahasa kasarannya

ialah

PHK.

Tujuan

downsizing

adalah

meningkatkan

efektifitas

dan

meningkatkan efisiensi kinerja perusahaan. Meningkatkan efektifitas berarti strategi  perusahaan dapat dijalankan dengan lebih baik, cepat dan akurat. Efisien berarti menjalankan strategi perusahaan dengan biaya yang lebih kecil. 3.2. Dampak Downsizing Pelaksanaan downsizing menyebabkan bertambahnya angka pengangguran yang terjadi dalam negara yang bersangkutan, bagi pihak yang di PHK, hal ini mengurangi komitmen mereka dalam mengkonsumsi maupun memperkenalkan produk yang dihasilkan oleh  perusahaan dahulu mereka bekerja. Para pekerja akan memprepsikan bahwa perusahaan tidak adil dan kurang fair sehingga menurunkan keterampilan dan produktivitas mereka dalam dunia kerja. Alasan perusahaan melakukan downsizing ada tiga yaitu 1. Mengurangi

biaya

tenaga

kerja

Dalam industri yang membutuhkan banyak karyawan maka komponen gaji

merupakan komponen biaya yang cukup besar di dalam perusahaan menjalankan usahanya. Dengan semakin tinggi persaingan, perusahaan harua mengurangi  pengeluaran supaya tetap dapat hidup, dan pilihan terakhir dalam memangkas biaya adalah pengurangan karyawan. Dengan pengurangan karyawan ini diharapkan  perusahaan mampu berhemat pengeluaran dan dapat tetap hidup. Tentu pilihan ini haruslah pilihan terakhir karena akan menyebabkan dampak yang sangat besar.

2. Penggunaan

teknologi

Kalau sebelumnya perusahaan tradisional menggunakan tenaga kerja sebagai andalan dalam menghasilkan produk, maka kehadiran teknologi yang terus berkembang dapat menggantikan pekerja dengan proses otomatisasi pembuatan barang. Kehadiran teknologi ini akan menyebabkan pekerja tidak ada pekerjaan dan kemudian pekerja diputus hubungan kerjanya. Tentunya proses pengalihan dari tenaga kerja ke mesinmesin berteknologi tinggi harus hati-hati supaya tidak menyebabkan dampak sosial. Jika memungkinkan alihkan pekerja untuk pekerjaan lain, sementara teknologi menggantikan mereka. Dan cara yang paling baik adalah membiarkan pekerja yang lama ini keluar dan tentu saja pekerjaan rekruitmen harus dikurangi sesuai dengan situasi

setelah

hadirnya

3. Pemindahan

teknologi

ini.

lokasi

Karena alasan upah buruh yang lebih rendah, perusahaan memindahkan lokasi  pabriknya dari satu tempat ke tempat lain bahkan dari satu negara ke negara lain. Pemindahan ini tentu akan menyebabkan pengurangan karyawan pada lokasi asal. Perkembangan selanjutnya upah buruh di lokasi tujuan naik kemudian pabrik pindah ke tempat lain, tempat lain tersebut kemudian upah buruhnya naik demikian dan seterusnya. Perusahaan kemudian berpikir bahwa lokasi pabrik sudah terlalu jauh,  penghematan tenaga kerja juga sedikit, tetapi biaya transportasi naik dan pengiriman menjadi lama. Beberapa kasus perusahaan memindahkan lokasi pabrik ke negara asalnya karena penghematan biaya sudah tidak relevan lagi dengan kecekatan  perusahaan dalam menghadapi tuntutan persaingan. Sedapat mungkin perusahaan harus memikirkan langkah-langkah lain selain pemutusan hubungan kerja. Langkah perusahaan dalam melakukan PHK massal akan menyebabkan

reputasi perusahaan turun dan akibatnya pelanggan bisa lari. Langkah PHK massal juga menurunkan motivasi karyawan baik yang dikeluarkan maupun yang masih dipertahankan di  perusahaan. Karyawan yang dikeluarkan tentu sangat terpukul, sedangkan karyawan yang masih dipertahankan tentu khawatir mengenai masa depannya. Perusahaan perlu memikirkan langkah-langkah lain supaya tidak terjadi PHP massal. Pemutusan Hubungan Kerja harus juga dipertimbangkan agar tidak menurunkan kualitas layanan. Jangan sampai pelanggan tidak dilayani dengan baik karena perusahaan kekurangan SDM untuk melayaninya. Jika sampai pelanggan tidak dilayani dengan baik, maka pelanggan  bisa pindak ke pesaing dan penurunan penjualan bisa melebihi penghematan biaya pekerja, dan jika ini terjadi malah akan lebih memperburuk keadaan. Manajemen harus juga menyampaikan informasi PHK masal ini secara manusiawi dengan  pendekatan yang baik. Lebih baik kalau karyawan dikumpulkan kemudian dijelaskan dengan  baik. Jangan sampai informasi ini disampaikan hanya dengan email yang nanti malah  berkembang menjadi rumor yang tidak baik.

DAFTAR PUSTAKA https://ranjidsuranta.wordpress.com/pemberhentian-tenaga-kerja-pada-perusahaan/ http://zmanajemen.blogspot.co.id/2015/02/manajemen-sumberdaya-manusia-mengelola.html http://restoe-ibu.blogspot.co.id/2012/01/pengertian-downsizing.html http://www.proweb.co.id/articles/hrm/downsizing.html

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF