Pemeriksaan Urobilin Dan Bilirubin Urin
March 24, 2018 | Author: Farid Bastian | Category: N/A
Short Description
Praktikum Patologi Klinik 2016...
Description
BLOK XIV : GANGGUAN GASTROINTESTINAL DAN HEPATOPANKREABILIER BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM Edisi Kedua
PENANGGUNG JAWAB dr. Desiana M.Ked (Clin Path), Sp.PK
TIM PENYUSUN dr. Farid Bastian dr. M. Syahreza
KONTRIBUTOR Dekan FK Unaya PD I FK Unaya Ketua MEU FK Unaya Ketua Lab Dasar FK Unaya Seluruh Anggota MEU FK Unaya Seluruh Tutor dan Instrukstur Praktikum FK Unaya
Diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
1
KATA PENGANTAR
Sistem pembelajaran dengan mengunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama adalah penerapan dari sistem Kurikulum Berbasis kompetensi untuk pendidikan kedokteran dasar yang berpedoman pada SK Menteri Kesehatan No. 1457/MOH/SK/X/2003. Metode PBL merupakan metode yang telah digunakan sejak 1969 di sebagian besar Fakultas Kedokteran di dunia, karena pendekatannya yang berpusat pada aktivitas belajar mandiri mahasiswa, berdasarkan masalah nyata, intergratif, berorientasi pada masyarakat, pendekatan klinis yang lebih dini, dan terstruktur dengan baik. Tujuan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi ini adalah menghasilkan dokter berorientasikan pada dokter keluarga yang mampu berkerja profesional dalam melayani masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, peta kurikulum Fakultas Kedokteran Unaya yang dibuat pada tahun 2013 meletakkan BLOK GANGGUAN GASTROINTESTINAL DAN HEPATOPANKREABILIER sebagai bagian dari tema pada semester 5 (Lima). Seluruh rangkaian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang menyeluruh bagi mahasiswa untuk melanjutkan pada blok berikutnya yang lebih kompleks.
Dengan
selesai
blok
ini
mahasiswa
diharapkan
akan
mampu
mengaplikaskan secara klinis. Semoga Seluruh mahasiswa dan civitas Akademika pada umumnya dapat mengambil manfaat yang maksimal dari blok ini.
Lampoh Keudee, November 2016 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
dr. Feriyani Sp.M , 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii DAFTAR ISI.................................................................................................................iii TATA TERTIB...............................................................................................................iv KURIKULUM PEMBELAJARAN...............................................................................1 I.
PEMERIKSAAN UROBILIN URIN.................................................................2
II. PEMERIKSAAAN BILIRUBIN URIN.............................................................5 A. Percobaan Busa................................................................................................5 B. Percobaan Harrison..........................................................................................8 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................10
3
TATA TERTIB PELAKSANAAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK 1. Penjadwalan kegiatan praktikum patologi klinik mengikuti jadwal yang telah ditetapkan oleh ketua laboratorium dasar Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama. 2. Mahasiswa wajib hadir tepat waktu. Toleransi keterlambatan hanya 10 menit. Apabila peserta terlambat lebih dari 10 (lima) menit dari waktu yang telah ditentukan, maka ia tidak diperkenankan mengikuti praktikum pada hari itu dan diwajibkan mengikuti praktikum pada hari lain (inhal untuk percobaan tersebut). 3. Setiap mahasiswa yang mengikuti praktikum patologi klinik wajib berpakaian rapi, yang meliputi: Pria
: Memakai jas lab yang lengkap dengan nama dan NIM Baju kemeja lengan panjang dan celana berbahan kain (No Jeans) Memakai handscoon dan masker Memakai sendal yang berpenutup Rambut tidak boleh panjang
Wanita
Memakai jas lab yang lengkap dengan nama dan NIM Baju Kemeja lengan panjang dan rok berbahan kain (No Jeans) Memakai handscoon dan masker Memakai sendal yang berpenutup Tidak memakai perhiasan (gelang, kalung, cincin) Tidak berdandan (make up) berlebihan
4. Mahasiswa wajib membawa buku penuntun praktikum dan mengikuti pretest sebelum praktikum dimulai. 5. Mahasiswa tidak diperkenankan membawa barang-barang ke dalam laboratorium kecuali untuk kepentingan praktikum. Barang yang tidak dipergunakan harus dimasukkan ke dalam locker yang telah disediakan.
4
6. Setiap mahasiswa harus menjaga kebersihan laboratorium, bekerja dengan tertib, tenang dan teratur. Selama mengikuti praktikum, mahasiswa harus bersikap sopan, baik dalam berbicara maupun bergaul. 7. Setiap mahasiswa harus mengembalikan alat-alat yang telah dipakai dalam keadaan bersih dan kering. 8. Setiap mahasiswa harus melaksanakan semua percobaan praktikum dan mematuhi budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). 9. Bagi mereka yang tidak mengikuti praktikum pada hari yang telah terjadwal, diperbolehkan inhal (menunda praktikum) apabila memenuhi persyaratan yang ada, dan dengan mengirim surat permohonan praktikum inhal kepada Koordinator Praktikum Patologi Klinik. 10. Apabila mahasiswa melanggar hal-hal yang telah diatur di atas, maka yang bersangkutan dapat dikeluarkan dari laboratorium dan tidak diperkenankan untuk melanjutkan praktikum pada hari itu. Kegiatan praktikum dinyatakan batal dan tidak diizinkan untuk inhal. 11. Setiap mahasiswa wajib membuat buku laporan hasil praktikum yang dikumpulkan 1 minggu setelah pertemuan terakhir dilaksanakan. 12. Mahasiswa wajib menjaga kebersihan ruangan dan alat-alat yang digunakan pada saat praktikum. 13. Hal-hal yang belum disebutkan di atas dan diperlukan untuk kelancaran praktikum akan diatur kemudian.
Koord. Laboratorium Patologi Klinik Ttd dr. Desiana M.Ked (Clin Path),Sp. PK
5
KURIKULUM PEMBELAJARAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
1
SEMESTER
BLOK
NAMA BLOK
MATERI PRAKTIKUM
PE 2
BLOK 6
MEKANISME DASAR PENYAKIT
3
BLOK 7
GANGGUAN HEMATOLIMFOITIK
5
BLOK 13
GANGGUAN ENDOKRIN DAN METABOLISME SERTA GIZI KLINIK GANGGUAN GASTROINTESTINAL DAN HEPATOPANKREOBILIER GANGGUAN UROGENITAL GANGGUAN REPRODUKSI PENGELOLAAN PENYAKIT TROPIS
BLOK 14
6 7
BLOK 15 BLOK 16 BLOK 19
I.
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.
Pemeriksaan Hb Sahli Hitung jumlah Leukosit, Eritrosit, Trombosit Hitung Jenis Sel Leukosit Pemeriksaan Lanjut Endap Darah Pemeriksaan Clotting Time Pemeriksaan Bleeding Time Gambaran Anemia pada apusan Darah Tepi dan Sumsum Tulang 5. Gambaran Leukemia pada Apusan Daran Tepi dan Sumsum Tulang 1. Glukotest 2. Penetapan Kuantitatif Glukosa Urine 1. Pemeriksaan Bilirubin Urine 2. Pemeriksaan Urobilin Urine Pemeriksaan Protein Urine Analisa Sperma Pemeriksaan Feses Rutin
PEMERIKSAAN UROBILIN URIN
I.1 Prinsip : Dalam urin segar praktis tidak ada urobilin; zat itu baru kemudian ada timbul oleh oxidasi urobilinogen. Pada pemeriksaan terhadap urobilin sengaja ditambahkan jodium sebagai larutan Lugol untuk menjalankan oksidasi itu. I.2 Tujuan : Mahasiswa mampu memahami dan menyatakan adanya urobilin dalam urin. 1.3 Landasan Teori Definisi urobilin : Urobilin adalah pigmen alami dalam urin yang menghasilkan warna kuning. Ketika urin kental, urobilin dapat membuat tampilan warna oranye-kemerahan yang intensitasnya bervariasi dengan derajat oksidasi, dan kadang-kadang menyebabkan kencing terlihat merah atau berdarah.
2
Banyak tes urin (urinalisis) yang memantau jumlah urobilin dalam urin karena merupakan zat penting dalam metabolisme/ produksi urin. Tingkat urobilin dapat memberikan wawasan tentang efektivitas fungsi saluran kemih. Urobilinogen adalah zat yang larut dalam air dan transparan, yang merupakan produk dengan pengurangan bilirubin dilakukan oleh interstinal bakteri . Hal ini dibentuk oleh pemecahan hemoglobin. Sementara setengah dari Urobilinogen beredar kembali ke hati, setengah lainnya diekskresikan melalui feses sebagai urobilin. Ketika pernah ada kerusakan hati, kelebihan itu akan dibuang keluar melalui ginjal. Ini siklus ini dikenal sebagai Urobilinogen enterohepatik siklus . Ada berbagai faktor yang dapat menghambat ini siklus . Salah satu alasan menjadi gangguan lebih dari hemoglobin (hemolisis) karena malfungsi hati berbagai seperti hepatitis, sirosis. Ketika ini terjadi, Urobilinogen lebih diproduksi dan diekskresikan dalam urin. Pada saat seseorang menderita penyakit kuning, itu didiagnosa oleh warna kulit yang sedikit kuning dan warna kuning dari urin. Namun bila ada obstruksi pada saluran empedu, hal itu akan menyebabkan penurunan jumlah Urobilinogen dan ada lebih sedikit urobilin dalam urin. Tingkat Urobilinogen dalam urin normal adalah kurang dari 17 umol / L Pembentukan urobilin : Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh enzym bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak berwarna. Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan dibawa ke ginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan. Empedu, yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sejumlah besar urobilinogen berkurang di faeses, sejumlah besar kembali ke 3
hati melalui aliran darah; di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu, dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Ekskresi urobilinogen ke dalam urine kira-kira 1-4 mg/24jam. Ekskresi mencapai kadar puncak antara jam 14.00 – 16.00, oleh karena itu dianjurkan pengambilan sampel dilakukan pada jam-jam tersebut. Masalah Klinis Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar.
1.4 Alat dan Bahan a. Alat : tabung reaksi b. Bahan : urin segar, Lugol, reagens Schlesinger 1.5 Cara Kerja (cara Schlesinger) 1) Masukkanlah 5 ml urin kedalam tabung reaksi dan perhatikanlah apakah ada flouresensi. 2) Kalau ada flouresensi, maka urin itu tidak dapat digunakan untuk tes urobilin. Karena akan menghasilkan test positif palsu. 3) Kalau tidak ada, tambahlah 2-4 tetes larutan lugol, campur dan biarkan selama >5 menit. 4) Bubuhilah 5 ml reagens Schlesinger, campur dan kemudian saringlah.
4
5) Periksalah dibawah matahari berpantul latar belakang hitam; adanya flouresensi dalam filtrat. 1.6 Interprestasi Hasil
Negatif (-) : tidak tampak fluoresensi
Positif (+) : tampak fluoresensi berwarna hijau
1.7 Catatan
Bilirubin akan mengganggu pemeriksaan, maka harus dibuang dulu dengan menambahkan calcium hidroxide padat pada urin, lalu disaring
Tingkat Urobilinogen dalam urin normal adalah kurang dari 17 umol / L
1.8 Kesalahan yang mungkin terjadi
Menggunakan urin yang tidak segar
Sampel urin dari pasien yang banyak mengkonsumsi multivitamin atau vitamin B-compleks
II.
PEMERIKSAAAN BILIRUBIN URIN A. Percobaan Busa 2.1 Prinsip : Busa urin akan berwarna putih atau sangat kuning bila di kocok dengan kuat menandahkan jumlah konsentrasi bilirubin dalam urin. 2.2 Tujuan : mahasiswa mampu memahami dan menyatakan adanya endapan bilirubin dalam urin dengan berbagai cara. 2.3 Landasan Teori Bilirubin adalah produk utama dari penguraian sel darah merah yang tua. Bilirubin disaring dari darah oleh hati, dan dikeluarkan pada cairan empedu. Sebagaimana hati menjadi semakin rusak, bilirubin total akan meningkat. Sebagian dari bilirubin total termetabolisme, dan bagian ini disebut sebagai bilirubin langsung.
5
Bila bagian ini mengingkat, penyebab biasanya di luar hati. Bila bilirubin langsung adalah rendah sementara bilirubin total tinggi, hal ini menunjukkan kerusakan pada hati atau pada saluran cairan empedu dalam hati. Fungsi bilirubin : Bilirubin dibuat oleh aktivitas reduktase biliverdin pada biliverdin , pigmen empedu hijau tetrapyrrolic yang juga merupakan produk katabolisme heme.Bilirubin, ketika teroksidasi, beralih menjadi biliverdin sekali lagi. Siklus ini, selain demonstrasi aktivitas antioksidan ampuh bilirubin, telah menyebabkan hipotesis bahwa peran utama fisiologis bilirubin adalah sebagai antioksidan seluler Bilirubin ( sebelumnya disebut sebagai hematoidin ) adalah produk rincian kuning normal hemekatabolisme. Heme ditemukan dalam hemoglobin, komponen utama dari sel darah merah . Bilirubin diekskresikan dalam empedu dan urin , dan peningkatan kadar dapat mengindikasikan penyakit tertentu.Hal ini bertanggung jawab untuk warna kuning memar , warna kuning air seni (melalui produk pemecahan direduksi, urobilin ), warna coklat dari kotoran (melalui konversi kepada stercobilin ), dan perubahan warna kuning pada penyakit kuning . Secara normal, bilirubin tidak dijumpai di urin. Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin berkonjugasi dan diekskresi dalam bentuk empedu. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk) ini larut dalam air dan diekskresikan ke dalam urin jika terjadi peningkatan kadar di serum. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek) bersifat larut dalam lemak, sehingga tidak dapat diekskresikan ke dalam urin. Kenaikan ringan pada bilirubin dapat disebabkan oleh: • Hemolisis atau pemecahan peningkatan sel darah merah • Sindrom Gilbert – kelainan genetik metabolisme bilirubin yang dapat mengakibatkan penyakit kuning yang ringan, ditemukan pada sekitar 5% dari populasi • Rotor sindrom : non-gatal sakit kuning, dengan kenaikan bilirubin dalam serum pasien, terutama dari jenis yang terkonjugasi.
6
Kenaikan bilirubin sedang dapat disebabkan oleh: • Farmasi obat (terutama antipsikotik , beberapa hormon seks , dan berbagai obat lain) • Sulfonamid adalah kontraindikasi pada bayi kurang dari 2 bulan (kecuali bila digunakan dengan pirimetamin dalam mengobati toksoplasmosis ) karena mereka meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi menyebabkan kernikterus . • Hepatitis (tingkat mungkin sedang atau tinggi) • Kemoterapi • Bilier striktur (jinak atau ganas) Sangat
tinggi
kadar
bilirubin
dapat
disebabkan
oleh:
•
Neonatal
hiperbilirubinemia , dimana hati bayi baru lahir tidak mampu untuk memproses bilirubin menyebabkan penyakit kuning • Obstruksi saluran empedu yang luar biasa besar, batu misalnya di saluran empedu, tumor menghalangi saluran empedu dll • Hati yang berat kegagalan dengan sirosis (misalnya sirosis bilier primer ) • Crigler-Najjar sindrom • Dubin-Johnson syndrome • Choledocholithiasis (kronis atau akut) Bilirubin mengandung bahan pewarna, yang memberi warna pada kotoran. Bila tingkatnya sangat tinggi, kulit dan mata dapat menjadi kuning, yang mengakibatkan gejala ikterus.
2.4 Alat dan Bahan a.
Alat : tabung reaksi
b.
Bahan : urin segar. 2.5 Cara kerja 1. Kocoklah kira-kira 5ml urin segar dalam tabung dengan kuat-kuat. 2. Jika terjadi busa kuning, itu tandanya bilirubin sangat mungkin ada. 2.6 Interprestasi Hasil
Negatif (-) : tidak tampak busa berwarna kuning, berarti urin tidak mengandung bilirubin 7
Positif (+) : tampak busa berwarna kuning, berarti urin mengandung bilirubin
2.7 Catatan
Percobaan busa ini sangat sederhana dan hanya memeberikan petunjuk saja. Sebaiknya dibenarkan dengan melakukan test yang lebih peka.
Normal : negatif (kurang dari 0.5 mg/dl)
Pengujian harus dilakukan dalam waktu 1 jam, dan urin harus dihindarkan dari pajanan sinar matahari (sinar ultraviolet) langsung agar bilirubin tidak teroksidasi menjadi biliverdin
2.8 Kesalahan yang mungkin terjadi
Urin tidak segar
Tes busa bisa menjadi positif palsu pada konsentrasi yang tinggi dan juga oleh obat-obatan seperti acriflavine dan pyridium
B. Percobaan Harrison 2.1 Prinsip : Dengan penambahan larutan dan reagens Fouchet pada urin akan menunjukkan perubahan warna hijau pada kertas saring yang menandakan adanya bilirubin 2.2 Tujuan : mahasiswa mampu memahami dan menyatakan adanya endapan bilirubin dalam urin. 2.3 Landasan Teori Bilirubin yang ada dalam urin dipekatkan di atas kertas saring dengan jalan mengpresipitatkan fosfat-fosfat yang ada dalm urin memakai Barium chlorida dan bilirubin melekat pada presipitat itu. Bilirubin yang telah dikumpulkan itu dioksidasi menjadi biliverdin yang hijau dngan reagens Fouchet. Syarat pemeriksaan:
8
Urin segar, karena bilirubin belum teroksidasi menjadi biverdin,yang menyebabkan hasil pemeriksaan bilirubin menjadi (-) palsu.
Botol penampung urin berwarna coklat, karen untuk menghindari pengaruh sinar, sehinnga bilirubin belum teroksidasi menjadi biliverdin.
Fungsi reagen Fouchet pada pemeriksaan Harrison adalah untuk mengoksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Sedangkan Barium chlorida berfungsi untuk memekatkan bilirubin dalam kertas saring. 2.4 Alat dan Bahan a)
Alat : tabung reaksi, corong, kertas saring
b)
Bahan : urin segar, reagen fouchet, barium chlorida 10 % 2.5 Cara kerja 1.
5 ml urin yang lebih dulu dikocok dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahlah 2 mg larutan barium chlorida 10 %; campur dan saringlah. 3.
Kertas saring yang berisi presipitat diangkat dari corong, di buka lipatannya dan ditaruh mendatar di atas corong itu. Biarkan beberapa lama sampai agak kering.
4.
Teteskan 2-3 tetes reagens Fouchet ke atas presipitat di atas kertas saring itu.
5.
Perhatikan perubahan warna pada kertas saring tersebut
2.6 Interprestasi Hasil
Negatif (-) : tidak tampak warna hijau pada kertas saring, berarti urin tidak mengandung bilirubin
Positif (+) : tampak warna hijau pada kertas saring, berarti urin mengandung bilirubin
9
2.7 Catatan
Warna urin sering telah memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya bilirubin. Karna bilirubin berubah menjadi zat-zat lain, warna itu mungkin berbeda-beda ; kuning tua, kunig campur hijau, coklat dsb.
Normalnya tidak tampak warna hijau pada kertas saring, yang berarti sampel urin tidak mengandung bilirubin
2.8 Kesalahan yang mungkin terjadi
Urin tidak segar
Urin
telah
terkontaminasi
dengan
cahaya
matahari,
sehingga
menyebabkan bilirubin menjadi pecah akibat proses oksidasi dan hidrolisis.
Kertas saring belum kering, bilirubin tidak dapat bereaksi dengan fouchet
DAFTAR PUSTAKA
1. Gandoebrata, Raswita. 2009. Penuntun Laboratorium Klinik. Edisi II. Penerbit: Dian Rakjat. Bandung 2. Baron, D.N, 1990, Patologi Klinik, Ed IV. Penerbit EGC, Jakarta 3. Kee, Joyce Le Fever, 2007, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi 6, EGC, Jakarta. 4. Widmann, Frances K., alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., 1992, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta.
10
View more...
Comments