Pemeriksaan Post Mortem

December 16, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Pemeriksaan Post Mortem...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI SISTEMIK DAN NEKROPSI

Oleh: AWANG YOGA PRATAMA 0811313004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

SYARAT DAN TATA CARA PEMOTONGAN HEWAN Syarat dan tata cara pemotongan hewan diatur di dalam SK Menteri Pertanian   Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 dan dibedakan antara babi dengan sapi, kambing, domba, kerbau dan kuda (Manual Kesmavet, 1993).

Sapi, Kambing, Domba, Kerbau dan Kuda Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi hewan potong yang diuraikan dalam Manual Kesmavet (1993): a. Disertai surat kepemilikan.  b. Disertai bukti pembayaran retribusi/pajak potong. c. Memiliki surat ijin potong. d. Dilakukan pemeriksaan ante mortem oleh petugas pemeriksa yang berwenang  paling lama 24 jam sebelum penyembelihan. e. Disitirahatkan paling sedikit 12 jam sebelum penyembelihan dilakukan. f. Penyembelihannya dilakukan di rumah pemotongan hewan atau tempat  pemotongan hewan. g. Pelaksanaan pemotongan hewan potong dilakukan di bawah pengawasan dan menurut petunjuk-petunjuk petugas pemeriksa yang berwenang. h. Tidak dalam keadaan bunting. i. Penyembelihannya dilakukan menurut tata cara agama Islam. Syarat-syarat tersebut diatas untuk hewan potong bisa tidak dipenuhi jika dilakukan penyembelihan darurat. Penyembelihan hewan darurat dapat dilaksanakan jika hewan potong yang bersangkutan menderita kecelakaan yang membahayakan jiwanya dan jika hewan tersebut membahayakan keselamatan manusia dan atau barang. Jika penyembelihan darurat dilaksanakan di RPH atau tempay pemotongan hewan maka syarat d dan e tidak perlu dipenuhi. Jika  penyembelihan darurat dilaksanakan diluar RPH atau tempat pemotongan hewan, maka syarat c, d, e, f, g dan h tidak perlu dipenuhi dan setelah penyembelihan hewan harus dibawa ke RPH atau tempat pemotongan hewan untuk penyelesaian   penyembelihan dan pemeriksaan post mortem. Untuk penyembelihan hewan   potong dlam rangka agama dan adat syarat b dan f tidak perlu dipenuhi (Manual Kesmavet, 1993). Manual Kesmavet (1993) mengutarakan bahwa pemeriksaan ante mortem dilaksanakan dengan mengamati dengan seksama hewan potong yang akan disembelih mengenai: a. Sikap hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang dilihat dari segala arah.  b. Lubang kumlah, selaput lendir mulut, mata dan cermin hidung. c. Kulit, kelenjar getah bening   sub maxillaris,  parotidea,  prescapularis dan inguinalis. d. Ada atau tidaknya adanya tanda-tanda hewan potong telah disuntik hormon dan suhu badannya. e. Mengadakan pengujian laboratorik apabila t erdapat kecurigaan tentang a danya  penyakit yang tidak dapat diketahui dalam pengamatan.

Pemeriksaan post mortem dimulai dengan pemeriksaan sederhana dan apabila diperlukan dilengkapi dengan pemeriksaan mendalam. Pemeriksaan sederhana meliputi pemeriksaan organoleptis yaitu terhadap bau, warna konsistensis dan  pemeriksaan dengan cara melihat, meraba dan menyayat. Pemeriksaan mendalam dilakukan terhadap semua daging dan ba gian hewan potong yang sisembelih ta npa   pemeriksaan ante mortem, terhadap semua daging dan bagian hewan yang menderita atau menunjukkan gejala penyakit coryza gangraenosa bovum, haemorhagic septicemiia,  piroplasmosis,  surra, influensa equorum, arthritis, hernia,  fractura, abces, ephithelimia, actinomycosis, actinobacillosis, mastitis,  septichemia, cachexia, hydrops, oedema, brucellosis dan tuberculosis dan apabila  berdasarkan pemeriksaan sederhana terdapat kelainan yang menyebabkan perlunya   pemeriksaan mendalam. Peredaran daging yang mengalami pemeriksaan mendalam boleh diedarkan setelah menerima hasil pemeriksaan dan diperbolehkan untuk diedarkan ke konsumen (Manual Kesmavet, 1993). Menurut SK Menteri Pertanian Nomor: 431/Kpts/TN.310/7/1992 yang terdapat dalam Manual Kesmavet (1993) pemeriksaan sederhana seperti yang telah disebutkan di atas dilakukan dengan urutan sebagai berikut: a. Pemeriksaan kepala lidah yang dilakukan secara lengkap dengan cara melihat, meraba, dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah ( massetter ) serta kelenjar-kelenjar  sub maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis dan tonsil.  b. Pemeriksaan organ rongga dada yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya oesophagus, larynx, trachea, paru-paru serta kelenjar    paru-paru yang meliputi kelenjar  bronchiastinum anterior , medialis dan  posterior , jantung dengan memperhatikan  pericardium, epicardium, myocardium, endocardium dan katup jantung dan yang terakhir diafragma. c. Pemeriksaan organ rongga perut yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya hati dan limpa, ginjal meliputi capsul, corteks dan medulanya dan pemeriksaan pada usus beserta kelenjar  mesenterialis. d. Pemeriksaan alat genetalia dan ambing yang dilakukan bila ada penyakit yang dicurigai. e. Pemeriksaan karkas yang dilakukan dengan melihat, meraba dan menyayat seperlunya kelenjar    prescapularis superficialis , inguinalis  profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan poplitea. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa pemeriksaan secara mendalam berupa  penerapan salah satu atau beberapa tindakan-tindakan sebagai berikut: a. Pengukuran pH daging.  b. Uji permulaan pembusukan daging. c. Uji kesempurnaan pengeluaran darah. d. Uji memasak dan memanggang (untuk pejantan). e. Pemeriksaan mikrobiologi dan parasitologi. f. Pemeriksaan residu antibiotika dan hormon. g. Pemeriksaan zat warna empedu. Tata cara penanganan daging diatur dalam SK Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 (Manual Kesmavet, 1993), sebagai berikut:

a.

 b.

c. d. e.

f.

g.

h. i.

 j. k.

l.

Daging sebelum diedarkan harus dilakukan pelayuan selama sekurangkurangnya 8 jam dengan cara menggantungkan di dalam ruang pelayuan yang sejuk, cukup ventilasi, terpelihara baik dan higienis. Daging yang akan diedarkan harus memenuhi syarat (sesuai dengan SK  Menpan) yang telah dikeluarkan oleh tanggung jawab dari RPH atau tempat  pemotongan hewan. Tidak diperbolehkan menambah bahan atau zat pada daging yang dapat mengubah warna aslinya. Dalam penanganannya daging tidak boleh kontak dengan lantai dan tidak  terkontaminasi. Apabila diperlukan membagi karkas menjadi empat bagaian atau kurang dengan cara pemotongan dalam keadaan menggantung atau disediakan meja khusus. o Daging dalam bentuk tanpa tulang harus didinginkan sampai suhu 10 C atau kurang atau dibekukan sampai sushu ±15 oC dan harus dibungkus atau dikemas dengan baik. Dalam pengangkutan karkas atau bagian karkas harus tetap dalam keadaan menggantung dan terpisah dari isi rongga perut dan dada serta bagian hewan   potong lainnya. Selama dalam pengangkutan tidak diperbolehkan seorang pun dalam ruang daging kendaraan pengangkut. Pengangkutan daging untuk tujuan Dati II, Dati I atau negara lain harus disertai Surat Keterangan Kesehatan Dan Asal Daging yang dikeluarkan oleh  petugas pemeriksa yang berwenang. Untuk tujuan eksport dan antar pulau harus memenuhi persyaratan karantina yang berlaku. Ruang daging dalam kendaraan angkutan hanya dikhususkan untuk  mengangkut daging dan memenuhi syarat yang ditentukan, antara lain: terbuat dari bahan anti karat, berlantai tidak licin, bersudut pertemuan antar dinding melengkung dan mudah dibersihkan, dilengkapi dengan alat penggantung dan lampu penerang yang cukup, dan untuk pengangkutan yang memerlukan waktu o lebih dari 2 jam harus bersuhu setinggi-tingginya 10 C dan untuk daging beku  bersuhu setinggi-tingginya ±15 oC. Selama perjalanan tempat daging tidak boleh dibuka atau harus ditutup.

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa tempat penjualan daging di pasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Terpisah dari tempat penjualan komoditi yang lain.  b. Bangunan permanen dengan lantai kedap air, ventilasi cukup, langit-langit tidak mudah dilepas bagiannya, dinding tembok permukaannya licin dan  berwarna terang atau yang terbuat dari porselin putih, mempunyai loket yang   bagian atasnya dilengkapi dengan kawat kasa atau alat lain untuk mencegah masuknya lalat atau serangga lain serta dilengkapi lampu penerangan yang cukup. c. Disediakan meja berlapis porselin putih dan tempat serta alat penggantung  bagian daging yang terbuat dari bahan yang tidak berkarat. d. Selalu tersedia air bersih yang cukup untuk keperluan pembersihan tempat  penjualan dan tempat pencucian tangan. e. Selalu dalam keadaan bersih.

f.

Daging beku dan daging dingin yang ditawarkan di toko daging dan swalayan harus ditempatkan dalam alat pendingin, kotak pamer berpendingin dengan suhu yang sesuai dengan suhu daging yang dilengkapi dengan lampu yang  pantulan cahayanya tidak merubah warna asli daging. g. Daging yang dijual dengan menjajakan keliling dari rumah ke rumah harus ditempatkan di dalam wadah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: mempunyai tutup, sedapat-dapatnya berwarna putih dan bagian dalamnya dilapisi dengan bahan yang tidak berkarat.

KESEHATAN HEWAN KURBAN Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan oleh dokter hewan atau tenaga terlatih dibawah  pengawasan dokter hewan . Tahapan ini dimaksudkan untuk menyingkirkan (mengeliminasi) kemungkinan-kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari hewan ke manusia. Proses ini   juga bermanfaat untuk menjamin tersedianya daging dan produk ikutannya dengan mutu yang baik dan sehat. Dua tahap proses pemeriksaan kesehatan hewan yaitu pemeriksaan ante mortem dan  pemeriksaan pos mortem. Pemeriksaan ante mortem dilakukan sebelum hewan dipotong atau saat hewan masih hidup. Sebaiknya pemeriksaan ante mortem dilakukan sore atau malam hari menjelang pemotongan keesokan harinya. Pemeriksaan pos mortem dilakukan setelah hewan dipotong 1. PEMERIKSAAN ANTE MORTEM. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fisik dan perilaku 1. Pemeriksaan Perilaku . Lakukan pengamatan dan cari informasi dari orang yang merawatnya . Gali informasi sebanyak-banyaknya, namun informasi yang diterima jangan langsung dipercaya 100%, cek kembali kondisi di lapangan.  Nafsu makan. Hewan yang sehat nafsu makannya baik. Hewan sakit nafsu makannya  berkurang atau bahkan hilang sama sekali Cara bernafas. Hewan sehat nafasnya teratur, bergantian antara gerakan dada dan gerakan perut. Sesak nafas, ngos-ngosan, nafas pendek berarti hewan sakit. Cara berjalan. Hewan sehat jalannya teratur, rapi, bergantian antara keempat kakinya. Pincang, loyo, atau bahkan tak bisa berjalan menunjukkan hewan sedang sakit. Buang kotoran Cara buang kotoran dan kencingnya lancar tanpa menunjukkan gejala kesakitan. Konsistensi kotoran (feses) padat. 2. Pemeriksaan Fisik : Suhu tubuh (temperatur) Gunakan termometer badan ( digital atau air raksa ), masukkan ujung termometer kedalam anusnya sampai terdengan bunyi biip (termometer  y

y

y

y

y

y

y

y

y

y

y

digital) atau sampai air raksa berhenti mengalir (termometer air raksa). Suhu tubuh sapi normal berkisar antara 38,5 ± 39,2oC. Mata Bola mata bersih, bening dan cerah. Sedikit kotoran di sudut mata masih normal. Kelopak mata bagian dalam (conjunctiva) berwarna kemerahan (pink) dan tidak ada luka. Kelainan yang biasa dijumpai pada mata yaitu adanya kotoran berlebih sehingga mata tertutup, kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan ( icterus) atau cenderung putih (pucat). Mulut Bibir bagian luar bersih, mulus dan agak lembab. Bibir dapat menutup dengan baik. Selaput lendir rongga mulut warnanya merata kemerahan (pink), tidak ada luka. Air liur cukup membasahi rongga mulut. Lidah warna kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat bergerak bebas. Adanya keropeng di bagian bibir, air liur berlebih atau perubahan warna selaput lendir (merah, kekuningan atau pucat) menunjukkan hewan sakit. Hidung Tampak luar agak lembab cenderung basah. Tidak ada luka, kotoran, leleran atau sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi peradangan pada hidung. Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan, kemerahan, kehitaman atau kekuningan. Kulit dan Bulu Bulu teratur, bersih, rapi dan mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka, keropeng dsb. Bulu kusam, tampak kering dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat. Kelenjar Getah Bening Kelenjar getah bening yang mudah diamati adalah yang berada di daerah bawah telinga , daerah ketiak dan selangkangan kiri dan kanan.. Raba   bagian kulitnya dan temukan bentuk benjolan. Dalam keadaan normal tidak  terlalu mencolok kelihatan. Apabila ada peradangan kemudian membengkak, tanpa diraba akan terlihat jelas pembesaran didaerah dimana kelenjar getah   bening berada. Daerah Anus Bersih tanpa ada kotoran, darah dan luka. Apabila hewan diare, kotoran akan menempel pada daerah sekitar anus. Isi dan lengkapi form 2. Formulir Pemeriksaan Ante Mortem. Konsultasikan hasilnya dengan dokter hewan penanggungjawab. Dokter  hewan penanggungjawab wajib mengisi komentar di kolom komentar dan menandatangani form 2.

Hasil pemeriksaan ante mortem terdiri atas 3 kelompok yaitu , kelompok yang lolos (sehat), tidak lolok (sakit) dan lolos bersyarat (dicurigai sakit atau sakit yang tidak berbahaya). Hewan yang tidak lolos dari pemeriksaan ante mortem dipisah dan   jangan dipotong. Perhatian lebih ditujukan untuk hewan-hewan yang lolos   bersyarat. Hewan dalam kelompok ini mendapat perhatian lebih dalam  pemeriksaan pos mortem. 2.PEMERIKSAAN POS MORTEM Setelah hewan dipotong (disembelih) lakukan pemeriksaan pos mortem dengan teliti pada bagian-bagian sbb :

y

y

y

y

y

y

y

Karkas Karkas sehat tampak kompak dengan warna merah merata dan l embab. Bentuk-bentuk kelainan yang sering dijumpai seperti adanya butiran-butiran menyerupai beras (beberasan ± Bali), bercak-bercak pendarahan, lebamlebam, berair dsb. Paru-paru Paru-paru sehat berwarna pink , jika diremas terasa empuk dan teraba gelembung udara, tidak lengket dengan bagian tubuh lain, tidak bengkak  dengan kondisi tepi-tepi yang tajam. Ditemukan benjolan-benjolan kecil pada rabaan paru-paru atau terlihat adanya benjolan-benjolan keputihan (tuberkel)  patut diwaspadai adanya kuman tbc. Jantung Ujung jantung terkesan agak lancip, bagian luarnya mulus tanpa ada   bercak-bercak perdarahan. Belah jantung untuk mengetahui kondisi bagian dalamnya. Hati Warna merah agak gelap secara merata dengan kantong empedu yang relatif kecil. Konsistensi kenyal dengan tepi-tepi yang cenderung tajam. Sayat  beberapa bagian untuk mengetahui kondisi didalamnya. Kelainan yang sering ditemui adalah adanya cacing hati (Fasciola hepatica atau Fasciola gigantica ±   pada sapi), konsistensi rapuh atau mengeras. Limpa Ukuran limpa lebih kecil dari pada ukuran hati, dengan warna merah keunguan. Pada penderita anthrax keadaan limpa membengkak hebat. Ginjal Kedua ginjal tampak luar keadaannya mulus dengan bentuk dan ukuran relatif semetris. Adanya benjolan , bercak-bercak pendarahan,  pembengkakan atau perubahan warna merupakan kelainan pada ginjal. Belah menjadi dua bagian untuk emngetahui keadaan bagian dalamnya. Lambung & Usus Bagian luar dan bagian dalam tampak mulus. Lekukan-lekukan bagian dalamnya teratur rapi. Penggantung usus dan lembung bersih Tidak ditemukan  benda-benda asing yang menempel atau bentukan-bentukan aneh pada kedua sisi lambung dan usus. Pada lambung kambing sering dijumpai adanya cacing yang menempel kuat berwarna kemerahan. Pemeriksaan pos mortem dilakukan secara hati-hati dan teliti. Diperlukan latihan dan ketrampilan untuk melakukan pemeriksaan ini, terutama untuk mengenali organ-organ dalamnya (mana hati, limpa, ginjal dsb) Hasil akhir pemeriksaan pos mortem adalah baik (sehat), tidak baik  (sakit / rusak ) dan baik sebagian. Kategori baik sebagian karkas / organ dapat dikonsumsi dengan menghilangkan bagian tertentu yang tidak baik. Kategori tidak baik harus diafir semua organ / karkas yang rusak atau seluruh tubuh hewan tersebut. Isi dan lengkapi form 3. Formulir Pemeriksaan Pos Mortem. Konsulatsikan hasilnya dengan dokter hewan penanggungjawab. Dokter 

hewan penanggungjawab wajib memberikan komentar di kolom komentar dan menandatangani hasil pemeriksaan pos mortem.

CIRI-CIRI HEWAN SEHAT Dua tahap proses pemeriksaan kesehatan hewan yaitu pemeriksaan ante mortem dan   pemeriksaan pos mortem. Pemeriksaan ante mortem dilakukan sebelum hewan dipotong atau saat hewan masih hidup. Sebaiknya pemeriksaan ante mortem dilakukan sore atau malam hari menjelang pemotongan keesokan harinya. Pemeriksaan pos mortem dilakukan setelah hewan dipotong 1. PEMERIKSAAN ANTE MORTEM. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fisik dan perilaku 1. Pemeriksaan Perilaku . Lakukan pengamatan dan cari informasi dari orang yang merawatnya . Gali informasi sebanyak-banyaknya, namun informasi yang diterima jangan langsung dipercaya 100%, cek kembali kondisi di lapangan. y

y

y

y

  Nafsu makan. Hewan yang sehat nafsu makannya baik. Hewan sakit nafsu makannya  berkurang atau bahkan hilang sama sekali Cara bernafas. Hewan sehat nafasnya teratur, bergantian antara gerakan dada dan gerakan perut. Sesak nafas, ngos-ngosan, nafas pendek berarti hewan sakit. Cara berjalan. Hewan sehat jalannya teratur, rapi, bergantian antara keempat kakinya. Pincang, loyo, atau bahkan tak bisa berjalan menunjukkan hewan sedang sakit. Buang kotoran Cara buang kotoran dan kencingnya lancar tanpa menunjukkan gejala kesakitan. Konsistensi kotoran (feses) padat.

2. Pemeriksaan Fisik : y

y

y

Suhu tubuh (temperatur) Gunakan termometer badan ( digital atau air raksa ), masukkan ujung termometer kedalam anusnya sampai terdengan bunyi biip (termometer  digital) atau sampai air raksa berhenti mengalir (termometer air raksa). Suhu tubuh sapi normal berkisar antara 38,5 ± 39,2oC. Mata Bola mata bersih, bening dan cerah. Sedikit kotoran di sudut mata masih normal. Kelopak mata bagian dalam (conjunctiva)   berwarna kemerahan (pink) dan tidak ada luka. Kelainan yang biasa dijumpai   pada mata yaitu adanya kotoran berlebih sehingga mata tertutup, kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan ( icterus) atau cenderung putih (pucat). Mulut Bibir bagian luar bersih, mulus dan agak lembab. Bibir dapat menutup dengan baik. Selaput lendir rongga mulut warnanya merata kemerahan (pink), tidak ada luka. Air liur cukup membasahi rongga mulut. Lidah

y

y

y

y

y y y y y y

y

warna kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat bergerak bebas. Adanya keropeng di bagian bibir, air liur berlebih atau perubahan warna selaput lendir (merah, kekuningan atau pucat) menunjukkan hewan sakit. Hidung Tampak luar agak lembab cenderung basah. Tidak ada luka, kotoran, leleran atau sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan  berarti terjadi peradangan pada hidung. Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan, kemerahan, kehitaman atau kekuningan. Kulit dan Bulu Bulu teratur, bersih, rapi dan mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka, keropeng dsb. Bulu kusam, tampak kering dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat. Kelenjar Getah Bening Kelenjar getah bening yang mudah diamati adalah yang berada di daerah bawah telinga , daerah ketiak dan selangkangan kiri dan kanan.. Raba   bagian kulitnya dan temukan bentuk benjolan. Dalam keadaan normal tidak  terlalu mencolokkelihatan.Apabila ada peradangan kemudian membengkak, ta npa diraba akan terlihat jelas pembesaran didaerah dimana kelenjar  getah bening berada. Daerah Anus Bersih tanpa ada kotoran, darah dan luka. Apabila hewan diare, kotoran akan menempel pada daerah sekitar anus. Karakteristik ternak sehat dapat dilihat dari tingkah lakunya a ntara lain:  Nasfu makan normal Agresif  Istirahat dengan tenang Pergerakan tidak kaku Keadaan mata, selaput lendir dan warna kulit normal Pengeluaran kotoran atau urine tidak sulit dengan warna konsistensinya normal Tidak terdapat gangguan dalam bernafas, denyut nadi dan suhu tubuh.

dan

Hasil pemeriksaan ante mortem terdiri atas 3 kelompok yaitu , kelompok  yang lolos (sehat), tidak lolok (sakit) dan lolos bersyarat (dicurigai sakit atau sakit yang tidak berbahaya) Hewan yang tidak lolos dari pemeriksaan ante mortem dipisah dan jangan dipotong. Perhatian lebih ditujukan untuk hewan-hewan yang lolos bersyarat. Hewan dalam kelompok ini mendapat perhatian lebih dalam pemeriksaan pos mortem. 2. PEMERIKSAAN POS MORTEM Setelah hewan dipotong (disembelih) lakukan pemeriksaan pos mortem dengan teliti pada bagian-bagian sbb : Karkas Karkas sehat tampak kompak dengan warna merah merata dan lembab. Bentuk-bentuk kelainan yang sering dijumpai seperti adanya butirany

y

y

y

y

y

y

  butiran menyerupai beras (beberasan ± Bali), bercak-bercak pendarahan, lebamlebam, berair dsb. Paru-paru Paru-paru sehat berwarna pink , jika diremas terasa empuk  dan teraba gelembung udara, tidak lengket dengan bagian tubuh lain, tidak bengkak dengan kondisi tepi-tepi yang tajam. Ditemukan benjolan  benjolan kecil pada rabaan paru-paru atau terlihat adanya benjolan benjolan keputihan (tuberkel) patut diwaspadai adanya kuman tbc. Jantung Ujung jantung terkesan agak lancip, bagian luarnya mulus tanpa ada  bercak-bercak   perdarahan. Belah jantung untuk mengetahui kondisi bagian dalamnya. Hati Warna merah agak gelap secara merata dengan kantong empedu yang relatif kecil. Konsistensi kenyal dengan tepi-tepi yang cenderung tajam. Sayat beberapa bagian untuk mengetahui kondisi didalamnya. Kelainan yang sering ditemui adalah adanya cacing hati ( F asciola hepatica atau  F asciola gigantica  ± pada sapi), konsistensi rapuh atau mengeras. Limpa Ukuran limpa lebih kecil dari pada ukuran hati, dengan warna merah keunguan. Pada penderita anthrax keadaan l impa membengkak hebat. Ginjal Kedua ginjal tampak luar keadaannya mulus dengan bentuk dan ukuran relatif semetris. Adanya benjolan, bercak-bercak    pendarahan, pembengkakan atau perubahan warna merupakan kelainan pada ginjal. Belah menjadi dua bagian untuk emngetahui keadaan bagian dalamnya. Lambung & Usus Bagian luar dan bagian dalam tampak mulus. Lekukan-lekukan bagian dalamnya teratur rapi. Penggantung usus dan lembung bersih Tidak  ditemukan benda-benda asing yang menempel atau bentukan-bentukan aneh   pada kedua sisi lambung dan usus. Pada lambung kambing sering dijumpai adanya cacing yang menempel kuat berwarna kemerahan.

Pemeriksaan pos mortem dilakukan secara hatihatidan teliti. Diperlukan latihan dan ketrampilan untuk  melakukan pemeriksaan ini, terutama untuk mengenali organ-organ dalamnya (mana hati, limpa, ginjal dsb) Hasil akhir pemeriksaan pos mortem adalah baik (sehat), tidak baik (sakit / rusak ) dan baik sebagian. Kategori baik sebagian karkas / organ dapat dikonsumsi dengan menghilangkan bagian tertentu yang tidak baik. Kategori tidak baik harus diafir semua organ / karkas yang rusak atau seluruh tubuh hewan tersebut. Ciri-ciri hewan sehat perlu diketahui, agar kita bisa mengkonsumsi produk  daging yang sehat dan menyehatkan. Pedoman seleksi hewan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyeleksi hewan: 1. hewan yang jantan tidak dikastrasi/dikebiri, testis/buah zakar masih l engkap (2  buah) dengan bentuk dan letaknya simetris,

2. Hewan yang akan disembelih cukup umur, untuk kambing dan domba berumur  lebih dari satu tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap, sapi dan kerbau berumur dua tahun ditandai dengan tumbuhnya gigi tetap, hewan harus sehat dengan ciri-ciri : tidak cacat (pincang, mata buta/picak), telinga tidak rusak,  bulu bersih dan mengkilap, lincah, muka cerah, nafsu makan baik, lubang kumlah (mulut, mata, hidung, normal. y y y y y y y

telinga dan

anus) bersih

dan

Ciri Hewan Sehat.

Ciri-ciri fisik dari hewan yang sehat biasanya bisa dikenali dari gerakannya yang lincah (gesit), bulu tidak kusam, mata bersinar, lubang alami (mulut, hidung, telinga dan anus) tidak mengeluarkan leleran atau darah, suhu tubuh normal (40 derajat Celcius). Sebaliknya hewan yang tidak sehat selain bisa dilihat dari gerakannya yang tidak gesit,   bulunya terlihat kusam, mata sayu, mengeluarkan leleran atau darah dari lubang alami, suhu tubuhnya di atas 40 derajat Celsius. ³Sampai saat ini penyakit antraks dan cacing hati masih mendominasi penyakit pada hewan. Untuk mengantisipasi hal itu di samping lebih teliti dalam memilih hewan yang akan disembelih, alangkah   baiknya jika masyarakat meminimalkan kontaminasi dengan apa saja. Misalnya dengan menggantung hewan (kambing) yang sudah disembelih, mencuci pisau setiap kali mau digunakan serta menggunakan alas yang benar-benar bersih (tidak tercemar),´ agar  kualitas dagingnya bagus, hewan yang akan disembelih sebaiknya diistirahatkan.

DIAGNOSA FISIK KESEHATAN TERNAK  Lingkungan ternak dalam program pemeliharaan sangat menentukan status kesehatan ternak. Untuk ternak bakalan yang dibeli di wilayah lain, yang mungkin lingkungannya   berbeda seperti suhu, kelembaban dan ketinggian tempat perlu dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu. Dalam pengelolaan awal ini perlu diberi pakan yang bergizi, dan minuman yang cukup. Apalagi kalau ternak tersebut berasal dari ternak yang dipelihara di padang penggembalaan yang bebas ke dalam sistem pemeliharaan dalam kandang yang tentu saja tidak bisa lagi bebas bergerak. Pengenalan t erhadap hewan sehat dan lingkungannya sangat diperlukan, sehingga bila terjadi penyimpangan-penyimpangan segera dapat mengenalinya. Beberapa hal yang   perlu dilakukan dalam mengantisipasi adanya penyimpangan dari hewan sehat meliputi : 1. Pemeriksaan umum (inspeksi) a. Inspeksi dilakukan dengan cara melihat dan meneliti adanya kemungkinan hal-hal yang abnormal, seperti bau dan suara atau keadaan abnormal lainnya, tanpa menggunakan alat bantu. Inspeksi dilakukan dari jauh dengan cara memperhatikan hewan dan keadaan sekitarnya (kandang) dan dari segala arah. Bila ternak menunjukkan

sikap atau posisi abnormal, usahakan agar posisinya normal dan perhatikan apakah ternak mampu untuk berada pada posisi yang normal. Untuk dapi kadang-kadang dilakukan dengan cara-cara tertentu, seperti ditarik tali hidungnya, digertak, sedikit dicambuk, dilipat ekornya atau kadang-kadang harus dibantu. Perhatikan ekspresi muka/temperamen, kondisi tubuh, pernafasan (frekuensi, cara mengambil nafas, tipe pernafasan, ritme dan suara-suara abnormal yang terdengar) abdomen, posisi (berdiri atau berbaring), sikap, langkah, permukaan tubuh,   pengeluaran-pengeluaran dan bau abnormal dari semua lubang-lubang pelepasan (hidung, mulut, anus, telinga, mata), adanya aksi-aksi atau suara-suara abnormal seperti   batuk, bersin, ngorok, melenguh, menangis, faltus (kentut), eruktasi (glegeken), untuk  ternak ruminansia, perhatikan pula ruminasinya.  b. Suhu Suhu tubuh ternak perlu diketahui. Sebelum mengukur suhu tubuh, kolom air raksa dalam termometer diturunkan terlebih dahulu, olesi ujung termometer dengan bahan   pelicin yang tidak merangsang misalnya (vaselin). Masukkan ujung termometer dengan hati-hati ke lubang anus, bila ada hal yang meragukan misalnya (diduga ada radang lokal atau anus terlalu kendor), lakukanlah pada rongga mulut, hati-hati jangan sampai ujung termometer tergigit, pada cara ini hasilnya supaya ditambahkan 0,50C. c. Selaput lendir mata Perhatikan pula selaput lendir mata (conjunctiva). Geser ke atas kelopak mata atas dengan ibu jari, gantikan ibu jari dengan telunjuk dan sedikit ditekan, maka akan nampak selaput lendir mata. Lakukan pula pada kelopak mata yang bagian bawah. Bandingkan antara conjuctiva mata kanan dan kiri, apakah ada perbedaan. Selanjutnya usahakan melihat conjunctiva pada beberapa ekor ternak dan berbagai spesies untuk  meyakinkan bagaimana warna konjungtiva normal. Pada waktu pemeriksaan konjungtiva, perhatikan apakah ada perubahan warna, apakah lebih basah atau lebih kering, apakah ada lesi, kotoran, bercak-bercak dan lain sebagainya. Bila ada perubahan apakah bilateral atau unilateral. d. Selaput lendir hidung, mulut dan vulva. Pemeriksaan selaput lendir hidung tidak selalu dapat dilakukan karena diantara ternak  ada yang selaput hidungnya sempit atau selaput lendirnya berpigmen. Pada beberapa spesies, lesi pada selaput lendir, hidung, mulut dan vulva sering menjadi petunjuk untuk    penyakit spesifik, oleh sebab itu pada waktu memeriksa selaput lendir, hal-hal tersebut  perlu diingat. e. Mata Perhatikan konjungtiva mata apakah ada vasa injeksi atau lesi-lesi. Periksa pula bola mata dari sebelah muka dan samping supaya dapat dibedakan dimana letak lesi, apakah di cornea, atau di bagian sebelah belakangnya. Untuk pemeriksaan retina dan fundus dapat digunakan opthalmoskope.

2.

Alat Pencernaan

Perhatikan nafsu makan dan minum, bila perlu coba berikan makanan dan minuman, apakah mau makan/minum. Perhatikan pula cara defekasi dan tinjanya, amati pada mulut, dubur dan kulit sekitar dubur, kaki belakang serta perut. Pada ruminansia   perhatikan pula memamah biaknya atau ruminasi. Perhatikan kemungkinan adanya aksi atau pengeluaran yang abnormal yang berhubungan dengan alat pencernaan. Abdomen, perhatikan perut sebelah kiri, bandingkan dengan sebelah kanan, simetriskah ?. Perhatikan pula fossa sublumbalis. Mulut, bukalah mulut sapi dengan memegang tali hidung / cuping hidung dengan tangan krir, masukkan tangan kanan ke spasium interalveolare sehingga tangan dijilat  jilat. Paa kesempatan ini, peganglah lidah sapi dan tariklah ke samping hingga mulut terbuka, pergunakan kesempatan ini untuk melakukan inspeksi dan palpasi, bila perlu   palpasi dilakukan sampai ke pharing dan pangkal esophagus. Perhatikan perubahan  perubahan warna, lesi, benda asing atau anomali lain yang mungkin terjadi pada mukosa mulut, lidah, gusi, pharyng, gigi geligi dan perhatikan bau mulutnya. Raba  pharing dari sebelah luar saja, jangan lupa untuk meraba limpoglandulae mandibularis. Esophagus , perhatikan leher sebelah kiri, terutama bila sapi sedang aructasi, regusgutasi atau menelan (deglutisi). Lakukan palpasi pangkal esophagus lewat mulut, lakukan pula palpasi dari luar. Perhatikan kemungkinan adanya benda asing atau sumbatan pada esophagus. Ambil sonde kerongkongan yang terbuat dari spiral baja. Ukur dan beri tanda batas setelah diukur panjangnya dari mulut sampai rumen. Olesi ujung sonde (bagian yang besar) dengan vaselin atau pelicin lain yang tidak merangsang dan aman. Buka mulut sedikit dan masukkan ujung tersebut kedalam mulut. Dorong   pelan-pelan, biarkan zonde ditelan. Pada keadaan normal, zonde dapat ditelan terus sampai tanda batas yang telah ditentukan tadi. Tetapi bila ada sumbatan atau penyempitan,maka zonde akan berhenti atau sukar didorong masuk (jangan dipaksakan). Rumen, lakukan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi (dengan tinju), auskultasi,   perkusi dan eksplorasi rektal. Bandingkan abdomen kiri dengan kanan, perhatikan fossa sublumbalis pada waktu inspeksi. Lakukan palpasi dan auskultasi, hitung frekuensi gerak per 5 menit dan kekuatan geraknya (tonus rumen). Usahakan untuk  melakukannya pada sapi lainnya agar dapat mengira-ira atau merasakan bagaimana tonus yang normal. Lakukan perkusi pada dinding abdomen sebelah kiri. Tarik 2 garis   bayangan yang membagi dinding perut sebelah kiri menjadi sepertiga bagian atas, sepertiga bagian tengah dan sepertiga bagian bawah. Perhatikan suara pukulan atau resonansi masing-masing bagian. Untuk melakukan eksplorasi rektal, kuku harus   pendek/tumpul. Basahi atau olesi tangan dengan pelicin yang tidak merangsang. Dengan jari-jari tangan yang dikuncupkan, masukkan tangan pelan-pelan menerobos tekanan dari spinther ani (boleh agar dipaksakan), setelah melewati sphinter jari-jari agak dikepalkan dan bila masih ada peristaltik di dalam rektum, tunggu dulu sampai kendor, baru tangan didorong ke depan. Bila rektum berisi tinja, harus dikeluarkan terlebih dahulu. Anggaplah rektum ini sekedar sebagai sarung tangan. Raba dinding rumen sebelah kanan, pada keadaan normal dinding itu tidak akan melampaui bidang median (linea alba). Reticulum, lakukan auskultasi pada sambungan costoshondral rusuk ke 7 sebelah kiri,   perhatikan suara aliran ingesta cair dari reticulum ke rumen dan sebaliknya. Ambil sepotong bambu atau kayu yang cukup kuat dan cukup panjang, letakkan dibawah   procesus xiphoideus dengan cara dipegangi oleh 2 orang di sebelah kiri dan kanan sapi.

Pemegang yang sebelah disuruh bertahan, dan yang lain mengangkat ujung bambu atau kayu sbelahnya sehingga proc xiphoideus tertekan. Bila adan reticulitis, maka sapi akan melenguh kesakitan. Reaksi semacam ini juga akan diperoleh jika kulit diatas proc spinosus sebelah dorsal proc xiphoideus dicukit atau ditarik. Untuk mengetahui adanya logam yang mungkin ada dalam reticulum, dapat dilacak dengan metal detektor. O masum dan abomasum. Omasum praktis tidak dapat diperiksa secara fisik, hal ini disebabkan karena letak anatomiknya yang tidak dapat dijangkau. Sehingga diagnosa hanya dapat dilakukan secara indirect (tidak langsung). Sebagian dinding abomasum menempel pada dinding perut bawah sebelah kanan belakang dari proc xyphoideus. Lakukan perkusi di daerah ini, bila lambung berisi gas akan terdengar resonansi atau   pekak bila terjadi impaction. Coba tekan keras-keras dengan tinju pada daerah yang sama, bila t erjadi gastritis akan terasa nyeri dan sapi akan melenguh kesakitan dan mungkin menggeretakkan gigi (kerot = Jawa). Kerot terjadi pada peristiwa abomasitis terutama pada waktu gerakan berbaring atau berdiri. Lakukan asukultasi dan perkusi   pada dinding perut sebelah kiri setengah bagian muka, ¾ bagian bawah daerah rumen. Bila sapi menderita diaplasia abomasum pada perkusi akan terdengar suara nyaring dan   bila diauskultasi terdengar suara peristaltik yang melengking. Pada peristiwa ini abdomen sebelah kiri juga nampak distensi. Usus, rectum dan anus. Lakukan asukultasi di daerah abdomen sebelah kanan. Dengarkan peristaltik usus dengan baik, bagaimana kekuatan peristaltik pada hewan yang normal, lakukan pula pada beberapa ekor sapi lain. Dengan membiasakan diri secara ini akan dapat membedakan apakah persitaltik kekuatannya normal, lebih kuat atau lemah. Gabungkan hasil auskultasi ini dengan pemeriksaan feses, suhu tubuh dan   pemeriksaan umum, maka akan diperoleh gambaran keadaan usus. Untuk memeriksa rektum, lakukan palpasi dengan eksplorasi rektal, sedangkan anus cukup diinspeksi dan  palpasi dari luar. 3. Alat pernafasan. Perhatikan adanya aksi-aksi atau pengeluaran-pengeluaran yang abnormal seperti   batuk, bersin, cegukan. Perhatikan frekuensi, ritme dan tipe nafas dan perbandingan frekuensi nafas dengan pulsus. Perhatikan kelainan-kelainan pada organ lain yang menunjang diagnosa alat pernafasan seperti conjunctiva, suhu tubuh, nafsu makan dan  produksi susu.

Hidung. Perhatikan leleran yang keluar dari hidung dan adanya lesi-lesi dalam rongga hidung. Raba suhu lokal dengan menempelkan punggung jari tangan pada dinding luar  hidung. Perhatikan cermin hidung, normalnya selalu basah dan tidak panas. Pharing, laring dan trachea. Lakukan palpasi dari luar, perhatikan kemungkinan adanya reaksi batuk dan suhunya. Perhatikan glg regional terutama submandibularis  baik konsistensi maupun besarnya. Rongga dada. Lakukan perkusi di daerah rongga dada dengan pelksor dan pleksimeter  dan lakukan auskultasi dan perahatikan kemungkinan terjadinya perluasan daerah   perkusi, pada keadaan normal warna suaranya sama dengan bronchus, tetapi dapat juga terganggu oleh rasa nyeri pada pleura, oedema subcutis dan crepitasi.

4.

Alat peredaran darah.

Gangguan peredaran darah yang kemungkinan dapat diderita oleh ternak meliputi anemia, sianosis, dyspnoe, oedema, pulsus venosus, kelainan pada denyut nadi dan sikap atau tingkah laku hewan.  Nadi. Diperiksa dengan menghitung frekuensi denyut nadi juga ritme dan kualitasnya. Jantung. Kerjakan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Perhatikan frekuensi, ritme, kualitas dan kekuatan daerah pekak jantung. Perhatikan apakah terjadi peningkatan kekuatan debar jantung, apakah detak jantung dapat terdengar tanpa stetostkop, apakah teraba/tampak debar jantung pada dinding dada kanan, apakah terjadi percepatan detak jantung. Juga dengan perkusi, apakah ada  pelebaran daerah pekak jantung. Dengan auskultasi, dengarkan suara detak jantung dan hitung frekuensinya, lakukan   bersama-sama pemeriksaan pulsus, perhatikan apakah detak jantung sinkron dengan   pulsus, serta perhatikan ritmenya. Perhatikan perbedaan suara I (sistole) dan II (diastole). Perhatikan kemungkinan adanya perubahan kekuatan detak jantung, sura I dan II tidak dapat dibedakan, dan dupliksi suara I. Perhatikan pula kemungkinan adanya suara tambahan (bising) baik berasal dari endocardium (bising endocardial) maupun yang berasal dari pericardium (bising pericardial). Vena. Vena jugularis pada hewan besar cukup diperiksa dalam keadaan berdiri,   perhatikan kemungkinan adanya pulsus venosus tampak berupa pembesaran vena, aliran/desakan darah kembali ke sebelah atas yang biasanya melampaui daerah leher  1/3 bawah. Coba tekan pada batas antara daerah 1/3 tengah dan 1/3 bawah leher, apakah sebelah atas bagian yang ditekan tetap ada gerakan dari vena. 5. Sistem getah bening.

Pemeriksaan klinik praktis hanya dapat dilakukan pada saluran lymphe dan kelenjar  getah bening (lgl) yang letaknya superfisial, pada keadaan normal lgl dapat diraba, pada keadaan radang atau pembengkakan dapat diraba lebih jelas dan beberapa diantaranya dapat dilakukan inspeksi, demikian pula pembuluh lumfe dengan klep-klepnya. Pada waktu memeriksa, perhatikan perbedaan bentuk diantara spesies, perbedaannya bila mengalami radang akut (bengkak, panas, nyeri, abses) dan tumbuh ganda (tidak nyeri). Pada sapi lgl yang dapat diraba adalah lgl submaxilaris, parotidea dan retropharyngealis (tekan kedua ujung jari tangan kanan dan kiri ke atas pharyng) dan pada sapi betina dapat diraba lgl supramamaria. Pembengkakan lgl kemungkinan disebabkan karena adanya penyakit menular ( lekosis, tuberkulosis). 6. Glandula mammae .

Cuci glandula mammae bersih-bersih. Lakukan inspeksi dari muka, belakang dan samping. Pada keadaan normal glandula mammae kanan dan kiri simetris, tetapi tidak  antara muka dan belakang. Perahtikan apakah ada tanda-tanda radang (kemerahan,   bengkak, nekrosis). Lakukan palpasi, perhatikan suhu dan reaksi terhadap rabaan (rasa nyeri). Ambil contoh air susu, lakukan pemeriksaan uji lapangan. Biasakan mengambil

contoh dari sebelah kanan, sehingga nomornya sebagai berikut : A

= kanan depan

C

B

= kanan belakang

D

cawan-cawan dari

peddle dapat diurutkan

=kiri depan =kiri belakang

a. Strip cup test. Dengan cawan petri yang alas langsung dari puting. Bila terhadap semua quarter.

sebelah bawahnya dicat hitam, ada jonjot-jonjot akan nampak

teteskan susu jelas. Lakukan

a. White side test Ambil 4 cawan atau nampan yang bercawan empat. Perah masing-masing puting   pada cawan tersebut sebanyak 5 ml, teteskan pada masing-masing cawan NaOh 4% (1N) sebanyak 1 ml (jumlahnya dapat berbeda. Asal perbandingan 5 :1). Gerak-gerakkan atau memutar-mutar, pada mastitis akan terdapat jonjot-jonjot,  bentukan-bentukan seperti benang atau mengental (viscous). Olesi lubang luar puting dengan spiritus dilutus (atau antiseptik yang lain). Ambil 4 tabung steril dengan tutup steril yang telah diberi nomor sapi dan nomor puting. Masukkan perahan keempat secukupnya, tutup kembali secara steril. Masukkan dalam termos yang berisi es yang terbungkus kantong plastik (termos dapat diganti dengan kotak/boks gabus sistesis). Kirimkan ke laboratorium untuk pemeriksaan tertentu. Kosongkan semua kuartir, setelah benar-benar kosong, lakukan palpasi sekali lagi. Perhatikan perbedaan jaringan yang sehat dengan yang mengalami radang atau  penebalan pengerasan (indurasi). Raba lgl mammaria.

7.

Sistema locomotio (anggota gerak)

Perhatikan apakah hewan sukar berdiri, sukar jongkok kekakuan, annggota gerak sukar atau ti dak dapat digerakkan.

(berbaring),

pincang, ada

Musculi (otot). Bandingkan kaki kanan dan kiri, apakah ada perbedaan besar oto,   perbedaan contour dan palpasi apakah ada perbedaan ukuran, suhu, adanya rasa nyeri dan pengerasan. Dari isnpeksi dan palpasi bila ditemui adanya atropi otot lalu dicari   penyebabnya (gangguan umum, saraf, persendian, tulang, teracak). Bila ada myositis apakah merupakan radang lokal atau sebab umum atau spesifik (azoturia pada kuda,  blackleg pada sapi/kerbau). Tulang. Perhatikan apakah kaki bengkok, ada pembesaran epiphyse tulang-tulang   panjang, jendolan pada sambungan costochondral (pada rachitis), adanya   pembengkakan pada persendian dan pembengkakan pada tulang maxilla mandibula. Coba gerak-gerakkan apakah ada rasa nyeri atau mungkin crepitasi (pada fraktur). Perhatikan foto rontgen tulang, makin padat suatu jaringan, makin putih warnya. Makin longgar (makin banyak udara), maka makin hitam.

Persendian. Perhatikan apakah hewan pincang, ada pembengkakan pada persendian, lakukan palpasi : apakah ada penebalan, cairan kemudian gerak-gerakkan, apakah ada rasa nyeri atau kekakuan persendian.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF