PEMERIKSAAN METHEMOGLOBIN lita

July 6, 2019 | Author: Anna Yulita | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download PEMERIKSAAN METHEMOGLOBIN lita...

Description

PEMERIKSAAN METHEMOGLOBIN

Oleh : Nama NIM Kelompok Rombongan Asisten

: Anna Yulita : B1J008098 :2 : II : Dayu Ardiyuda

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI 2012

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin. Ada dua pasang polipeptida didalam setiap molekul hemoglobin. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraselular. Molekul-molekul hemoglobin terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida dan 4 gugus hem, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna (Price et al, 1995). Semua pulsa oksimeter dalam keadaan umum menggunakan takanan sel transmisi cahaya pada dua warna untuk estimasi saturasi hemoglobin arterial. Hanya dengan dua warna, maka pulsa oksimeter harus memiliki asumsi menghadirkan hanya dua cahaya absorben di dalam darah yaitu oksihemoglobin dan reduksi hemoglobin. Jika terlalu banyak cahaya absorbansi yang terdapat di dalam darah, maka kalibrasi pulsa oksimeter kemungkinan tidak nyata. Injeksi intravena pada dyes dapat seperti methylene blue karena pembacaan saturasi oksigen (Spo 2) sangat lemah. Serendah 4%. Dyshemoglobin dalam keadaan normal, methemoglobin dan carboxyhemoglobin, dapat menunjukkan produksi kesalahan yang serius dalam pembacaan Spo 2 pada penelitian hewan (Barker, et. al, 2006). Menurut Yuningsih (2007), gejala methaemoglobinaemia, yaitu MetHb dalam darah meningkat, dan kanker perut. Penyebabnya adalah dalam beberapa tahun mengkonsumsi sayuran yang ditanam pada lahan yang dipupuk nitrogen (N) secara berlebihan, sehingga terjadi akumulasi nitrat pada batang, akar, dan daun.

Mengkonsumsi air dari sumber air di sekitar lahan yang tercemar juga akan meningkatkan kandungan nitrat dalam tubuh dan menaikkan MetHb dalam darah, sehingga menyebabkan terjadinya methaemoglobin-aemia. Untuk mengukur MetHb dalam darah dapat dilakukan dengan metode Hegesh et al. (1970) dalam Yuningsih, (2007), yaitu dengan menggunakan spektrofotometer. Mengingat berbahayanya kadar MetHb dalam darah akibat dari pencemaran lingkungan yang semakin tinggi maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kadar MetHb dari sampel darah probandus. A. Tujuan

1.

Mengetahui ada tidaknya methemoglobin dalam darah sebagai akibat pencemaran lingkungan.

2.

Dapat mengukur kadar MetHb secara spektrofotometri. B. Manfaat

Mahasiswa memiliki keterampilan dalam melakukan pemeriksaaan hematologi khususnya kadar MetHb sebagai akibat senyawa beracun.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Hemoglobin merupakan zat warna darah yang merupakan besi-porfirin-protein yang tugas fisiologiknya mengangkut oksigen dalam darah. Hemoglobin normal yang tidak berikatan dengan oksigen disebut hemoglobin tereduksi dan disimbolkan dengan +2

HbFe . Methemoglobin (MetHb) adalah hemoglobin yang teroksidasi dan disimbolkan +3

dengan HbFe . Normalnya sebanyak 2 % dari hemoglobin ada dalam bentuk metHb. Karena metHb tidak dapat berikatan dengan oksigen maka tingkat kejenuhan oksigen di arteri berkurang seiring peningkatan metHb (Martin, 2005). Hemoglobin merupakan protein yang kaya akan zat besi. Ia memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oksihemoglobin didalam sel darah merah. Melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan (Pearce, 2002). Dalam penelitian adsorpsi dari permukaan protein organik siloxane ditemukan Methemoglobin. Hal ini menunjukkan dasar dari fakta bahwa hemoglobin menunjukkan aktivitas permukaan yang relative tinggi. Oleh karena itu Methemoglobin dari generasi protein pada sisi ferro dengan sisi ferri kemungkinan dapat menyebabkan adsorpsi karena ini ditemukan pada hemoglobin mutan menunjukkan pertambahan aktifitas permukaan dibandingkan protein normal (Gruian, 2011). MetHb dapat terbentuk karena adanya oksidan atau radikal bebas. Oksidan, yang sebagian besar merupakan radikal bebas, kiranya makin penting untuk diteliti karena makin banyak penyakit atau kelainan yang disebabkan oleh kehadirannya. Namun tanpa kehadirannyapun dapat menimbulkan kelainan, seperti yang kita lihat pada leukosit yang tidak berdaya terhadap masuknya mikroba karena tidak mampu membentuk oksidan atau radikal bebas ini. Oksidan yang mungkin terbentuk di dalam 2-

sel eritrosit adalah superoksida (O ), hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal peroksil (ROO°). Superoksida di dalam eritrosit terbentuk karena proses autooksidasi Hb (pada manusia terjadi hampir 3% autooksidasi Hb perhari) menjadi metHb. Di jaringan lain,

oksidan ini terbentuk akibat kerja berbagai enzim, seperti sitokrom P-450 reduktase, santin oksidase dan NADPH-oksidase (dalam neutrofil pada saat kontak dengan 2+

bakteri). Ion Fe

dari Hb sangat rentan terhadap oksidasi oleh oksidan, misal O 2, di

mana terbentuk metHb yang tidak mampu mengangkut oksigen. Pada keadaan normal, hanya dijumpai sedikit metHb di dalam darah karena enitrosit memiliki sistim yang efektif untuk mereduksi kembali Fe

3+

2+

menjadi Fe .

Pada eritrosit dan beberapa

 jaringan, enzim glutation peroksidase yang mengandung Selenium (Se) mengkatalisasi penguraian H2O2 dan hidroperoksida lipid oleh glutation (GSH) sehingga lipid membran sel menjadi aman dan oksidasi Hb menjadi metHb dapat dicegah (Lautan, 1997). Methemoglobinemia adalah suatu keadaan dimana kadar methemoglobin yaitu salah satu senyawa hemoglobin berkurang sehingga transportasi oksigen terganggu. Perkembangan methemogobinemia berlangsung secar bertahap, absorbsi kulit, gejala dapat tertunda hingga 4 jam. Nyeri kepala merupakan gejala pertama dan dapat menjadi cukup hebat kalau methemoglobinemia bertambah berat. Sianosis terjadi bila kadar methemogobin melampaui 15 g per 100 g hemoglobin. Pertama kali warna kebiruan timbul di bibir, kemudian di hidung dan lobus telinga. Penderita biasanya merasa baikbaik saja, tidak mempunyai keluhan dan mengatakan bahwa tidak ada yang tidak beres sampai kadar methemoglobin mendekati 40 gr per 100 g hemoglobin (Suyono, 1995).

III. MATERI DAN METODE

A. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan methemoglobin diantaranya spuit, tourniquet, tabung reaksi, erlernlmeyer 25 mL, mikropipet seukuran 10µ, dan kuvet spektrofotometri. B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan methemoglobin diantaranya sampel darah, EDTA, Na Nitrit, dan aquades.

C. Cara Kerja

a. Oksihemoglobin 1. Erlernmeyer 25 mL disiapkan dan diberi aquadest sebanyak 20 mL 2. Kemudian ditambahkan darah EDTA sebanyak 10µ L 3. Dituangkan kedalam kuvet sebanyak 5 mL dan di baca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm ( abs oksi). b. Deoksihemoglobin 1. Dituangkan sebanyak 5 mL ke dalam tabung reaksi darah EDTA dengan aquadest yang terdapat dalam erlernmeyer 2. Kemudian dalam tabung tersebut ditambahkan Natrium nitrit sampai larutan berwarna coklat 3. Dituangkan ke dalam kuvet sebanyak 5 mL dan di baca absorbansinya pada spektrofotometri dengan panjang gelombang 540 nm ( abs deoksi ). Rumus : Kadar MetHb = (abs oksi-abs deoksi) x 100%

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel hasil pengamatan Kelompok

Probandus

Ab. oksi

Ab. Dioksi

Kadar MetHb

1

Asna (♀)

0,116

0,058

5,8 %

2

Dhita (♀)

0,077

0,042

3,5 %

3

Ghina (♀)

0,100

0,054

4,6 %

4

Tri (♀)

0,111

0,073

3,8 %

Hasil perhitungan kadar MetHb masing-masing kelompok adalah: Kelompok 1 = (0,116 – 0,058) x 100% = 5,8 % Kelompok 2 = (0,077  – 0,042) x 100% = 3,5 % Kelompok 3 = (0,1  – 0,054) x 100% = 4,6 % Kelompok 4 = (0,111  – 0,073) x 100% = 3,8 % B. Pembahasan

Berdasarkan data hasil pengamatan rombongan II didapatkan hasil absorbansi oksi dan absorbansi deoksi untuk masing-masing kelompok. Kelompok I absorbansi oksi 0,116 dan absorbansi deoksi 0,058. Kelompok II absorbansi oksi 0,077 dan absorbansi deoksi 0,042. Kelompok III absorbansi oksi 0,111 dan absorbansi deoksi 0,054. Kelompok IV (laki-laki) absorbansi oksi 0,111 dan absorbansi deoksi 0,073. Hasil perhitungan kadar MetHb kandungan MetHb praktikan yang diperiksa masingmasing kelompok adalah kelompok I = 5,8 %, kelompok II = 3,5 %, kelompok III = 4,6 %, kelompok IV = 3,8. Menurut Martin (2005), normalnya sebanyak 2 % dari hemoglobin ada dalam bentuk MetHb atau dibawah 4 %. Sedangkan menurut Soemirat

(2003), batas normal kadar MetHb adalah O2 NADPH-oksidase

: 2O2 + NADPH ––––– > 2O2 + NADP + H

+

S.oksidase Santin oksidase

: Hiposantin ––––––––––––––– > Santin 2H2O + O2 2H2O2 s. oksidase Santin –––––––––––––––––– > Asam urat 2H2O + O2 2H2O2

Ion Fe

2+

dari Hb sangat rentan terhadap oksidasi oleh oksidan, misal O 2, di mana

terbentuk metHb yang tidak mampu mengangkut oksigen. Pada keadaan normal, hanya dijumpai sedikit metHb di dalam darah karena enitrosit memiliki sistim yang efektif  untuk mereduksi kembali Fe

3+

2+

menjadi Fe . Pada eritrosit dan beberapa jaringan, enzim

glutation peroksidase yang mengandung Selenium (Se) mengkatalisasi penguraian H 2O2

dan hidroperoksida lipid oleh glutation (GSH) sehingga lipid membran sel menjadi aman dan oksidasi Hb menjadi metHb dapat dicegah (Lautan, 1997). Fungsi

dari

larutan

EDTA

adalah

sebagai

antikoagulan

atau

untuk 

mempertahankan darah supaya tidak menggumpal. Fungsi Na Nitrit adalah untuk  mengikat Hb. Fungsi aquadest adalah sebagai pelarut.

V.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.

Dari hasil pembacaan absorbansi spektrofotomettri kadar MetHb dalam darah praktikan yang diperiksa pada kelompok 2 dan 4 adalah normal

2.

Kadar MetHb praktikan yang diperiksa masing-masing kelompok adalah kelompok  I = 5,8 %, kelompok II = 3,5 %, kelompok III = 4,6 %, kelompok IV = 3,8 %.

DAFTAR REFERENSI

Ariens, E.J, E. Mutschler, dan A.M. Simonis. 1994. Toksikologi Umum Pengantar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Barker, J. Steven., Curry, Jeremy., Redford, Daniel., Morgan, Scott. 2006. Measurement of Carboxyhemoglobin and Methemoglobin by Pulse Oximetry. Anesthesiology 2006; 105:892 – 7. Gruian, C., Steinhoff, H-J., dan Simon, S. 2011. Interaction Between Methemoglobin And Some Bioglass Systems Studied By Epr Spectroscopy. Digest Journal of  Nanomaterials and Biostructures Vol. 6, No 2, p. 373  – 383. Lautan, Jensen. 1997. Radikal Bebas Pada Eritrosit dan Lekosit. Cermin Dunia Kedokteran No. 116, Jakarta. Loomis, Ted A. 1978. Toksikologi Dasar Edisi ke 3. LEA & Feebiger, Philadelphia. Martin, L. 2005. Cyanosis. Artikel. E-Medicine- Department of Internal Medicine, Case Western Reserve University School of Medicine, USA. Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Penerbit PT Gramedia, Jakarta. Price, A. Sylvia dan W. Lorraine. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Terjemahan Peter Anugerah. Jakarta : EGC. Ruse, M. 1999. Nitrates and Nitrites. IPCS, Newcastle. United Kingdom. Setiawan, B., Eko Suhartono., Mashuri., Edyson & Triawanti. 2005. Kadar Methemoglobin dan Stress Oksidatif pada Pasien Hiperglikemia. Mandala of  Health, Kalimantan Selatan Vol. 1. No 3. Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University press, Yogyakarta. Suyono, J. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Yuningsih. 2000. Keracunan Nitrat-Nitrit pada Hewan Serta Kejadiannya di Indonesia. WARTAZOA Vol 10 No. 1. Yuningsih. 2007. Keracunan Nitrat-Nitrit Pada Ternak Ruminansia Dan Upaya Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian, 26(4).

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF