Pemeriksaan Fisik Pada Anak
February 23, 2017 | Author: Kriski Regina Gaezani | Category: N/A
Short Description
pemeriksaan fisik pada anak...
Description
Pemeriksaan fisik pada anak 1. Pemeriksaan umum a. Keadaan umum Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang mencakup : - Kesan keadaan sakit, fasies dan posisi pasien - Kesadaran - Kesan status gizi. Dengan penilaian keadaan umum ini akan dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan distress akut yang memerlukan pertolongan segera ataukah pasien dalam keadaan yang relatif stabil sehingga pertolongan dapat dilakukan setelah pemeriksaan fisis yang lengkap. Kesan keadaan sakit Hal pertama yang harus dinilai adalah kesan keadaan sakit, apakah pasien tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang, ataukah sakit berat. Kesan keadaan sakit ini sedikit banyak bersifat subyektif. Kesan tersebut diambil dengan penampakan pasien secara keseluruhan. Perlu ditekankan bahwa kesan keadaan sakit tidak perlu selalu identik dengan serius atau tidaknya penyakit yang diderita. Seorang pasien leukemia
dalam
pengobatan, misalnya, dapat saja tampak sehat, bergizi baik serta tampak aktif. Disisi lain anak dengan infeksi saluran napas bagian atas akibat virus yang relative ringan dapat tampak sakit berat. Berbeda dengan orang dewasa, bayi dan anak kecil tidak dapat berpura-pura. Perhatikan pula fasies pasien. Fasies adalah istilah yang menunjukkan ekspresi wajah pasien, yang kadang dapat memberikan informasi tentang keadaan klinisnya. Pasien yang tersenyum, berbicara atau tertawa biasanya dalam keadaan baik, atau hanya menderita sakit ringan. Anak yang menangis terus menerus mungkin dalam keadaan sakit yang lebih serius. Kesadaran Selanjutnya perhatikan kesadaran pasien. Kesadaran baru dapat dinilai bila pasien tidak tidur. Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai :
-
komposmentis : pasien sadar sepenuhnya dan memberikan respon yang adekuat
-
terhadap semua stimulus yang diberikan Apatis : pasien dalam keadaan sadar, namun tampak acuh tak acuh terhadap
-
keadaan sekitar, ia memberi respon yang adekuat bila diberikan stimulus. Somnolen : yakni tingkat kesadaran yang lebih rendah daripada apatis, pasien tampak mengantuk, selalu ingin tidur; ia tidak responsive terhadap stimulus ringan, tetapi masih memberikan respon terhadap stimulus yang agak keras
-
kemudian tertidur lagi. Sopor : pada keadaan ini pasien tidak memberikan respon ringan maupun sedang tetapi masih memberi sedikit respon terhadap nstimulus yang kuat, reflex pupil
-
terhadap cahaya masih positif. Koma : pasien tidak bereaksi terhadap stimulus apapun, reflex pupil terhadap
-
cahaya tidak ada, ini adalah tingkat kesadaran yang paling rendah. Delirium : keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, yang biasanya disertai disorientasi, iritatif atau salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga sering terjadi halusinasi.
Dalam praktik kadang sulit menilai kesadaran menjadi salah satu dari tingkat kesadaran tersebut diatas, sehingga tingkat kesadaran dinyatakan dalam tingkat antara misalnya apatik-somnolen, somnolen-sopor, atau sopor-koma. Status gizi/nutrisi Penilaian status gizi pasien secara klinis dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi secara umum dapat dilihat bagaimana proporsi atau postur tubuhnya, apakah baik, kurus atau gemuk. Juga dinilai apakah ada kelainan yang menyebabkan proporsi tubuh berubah, seperti hidrosefalus, edema anasarka, atau akondroplasia. Penilaian status gizi dilengkapi dengan data antropometrik. Penilaian status gizi yang berdasarkan anamnesis (riwayat makanan), pemeriksaan fisis, data antropometris, dan hasil pemeriksaan laboratorium akan memberikan hasil yang akurat. b. Tanda vital Setelah umum, hal kedua yang dinilai adalah tanda vital, yang mencakup nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu. -
Nadi
Pemeriksaan nadi harus dilakukan pada keempat ekstremitas. Penilaian nadi harus mencakup : frekuensi atau laju nadi, irama, isi atau kualitas nadi Laju nadi Laju nadi paling baik dihitung dengan pasien dalam keadaan tidur. Bila tidak mungkin dilakukan pada anak dalam keadaan tidur, harus diberikan catatan keadaan anak waktu nadi diperiksa (bangun tenang, gelisah, menangis, berontak). Perlu ditekankan juga bahwa perhitungan nadi harus disertai pula dengan penghitungan laju jantung, untuk menyingkirkan kemungkinan terdapatnya pulsus defisit, yakni denyut jantung yang tidak cukup kuat untuk menimbulkan denyut nadi, sehingga laju jantung lebih tinggi daripada laju nadi. Takikardia adalah laju jantung lebih cepat daripada normal. keadaan ini dapat terjadi pada keadaan demam, aktifitas fisis, ansietas, tirotoksikosis, miokarditis, gagal jantung, atau renjatan. Pada demam kenaikan suhu 1o C diikuti oleh kenaikan denyut nadi sebanyak 15-20 kali/menit. Bradikardia adalah frekuensi denyut jantung yang lebih lambat dari frekuensi normal. Irama Dalam keadaan normal irama nadi adalah teratur. Disritmia sinus adalah ketidakteraturan nadi yang paling sering dijumpai. Kualitas nadi Isi perabaan nadi yang normal disebut cukup. Pulsus seler (disebut juga sebagai water-hammer pulse atau corrigan's pulse) adalah nadi yang teraba sangat kuat dan turun dengan cepat, akibat tekanan nadi (perbedaan tekanan sistolik dan diastolik) yang besar. Pulsus seler ini terdapat pada insufisiensi aorta, duktus arteriosus persisten, fistula arterio-vena, atau pada keadaan hiperkinetik seperti tirotoksikosis dan anemia. Isi nadi yang kurang atau lemah terdapat pada kegagalan sirkulasi (renjatan) serta gagal jantung yang berat. Pulsus alternans ditandai dengan denyut nadi yang berselang-selang kuat dan lemah , hal ini menunjukkan terdapatnya beban ventrikel kiri yang berat, atau gagal jantung kiri. Pulsus paradoksus adalah nadi yang jelas teraba lemah pada saat inspirasi dan teraba kuat pada saat ekspirasi, hal
tersebut harus dikonfirmasi dengan tekanan darah. Pulsus paradoksus terdapat pada tamponade jantung akibat efusi perikardium atau perikarditis konstriktiva. -
Tekanan darah Idealnya harus diukur pada keempat ekstremitas. Pemeriksaan darah pada satu ekstremitas dapat dibenarkan bila pada palpasi terdapat nadi yang normal pada keempat ekstremitas. Apabila terdapat keraguan pada denyut nadi ke 4 ekstremita, atau bila terdapat hipertensi pada pengukuran 1 ekstremitas maka tekanan darah harus diukur pada keempat ekstremitas. Pada pengukuran tekanan darah hendaknya dicatat keadaan pasien pada waktu diukur (duduk, berbaring tenang, tidur, menangis) oleh karena keadaan pasien dapat mempengaruhi hasil dan penilaiannya. Tekanan darah sistolik dan diastolik meninggi pada berbagai kelainan ginjal (hipertensi renal) baik kelainan reno-parenkim (glomerulonefritis, pielonefritis dan kadang sindrom nefrotik). Tekanan darah juga dapat meningkat pada peningkatan tekanan intrakranial , hiperfungsi adrenal, atau intoksikasi vitamin A dan Vitamin D. Peningkatan tekanan darah sistolik tanpa peningkatan diastolik terdapat pada pasien insufisiensi aorta, fistula arterio-vena dan keadaan seperti ansietas dan anemia. Tekanan sistolik dan diastolik menurun pada keadaan renjatan oleh karena sebab apapun.
-
Pernapasan Pemeriksaan harus mencakup o Laju napas o Irama atau keteraturan o Kedalaman o Tipe atau pola pernapasan Dalam keadaan normal tipe pernapasan bayi adalah abdominal atau diafragmatik. Terdapatnya pernapasan torakal pada bayi dan anak kecil menunjukkan adanya kelainan paru, kecuali bila pasien sangat kembung. Makin besar anak, makin jelas komponen torakal pada pernapasan, pada usia 7-8 tahun komponen torakal menjadi predominan (torako-abdominal) Tipe pernapasan Cheyne-stokes yang ditandai dengan pernapasan yang cepat dan dalam yang diikuti oleh periode pernapasan yang lambat dan dangkal, serta akhirnya periode apnea selam beberapa saat.
Tipe pernapasan kussmaul adalah tipe pernapasan yang cepat dan dalam, keadaan ini ditemukan pada asidosis metabolik seperti dehidrasi, hipoksia atau keracunan salisilat. Takipneu adalah pernapasan yang cepat yang sering kali terlihat pada berbagai penyakit paru. Pada bayi dan anak kecil takipne ini merupakan tanda dini gagal jantung. Bradipne atau pernapasan yang lambat , terdapat pada gangguan pusat pernapasan , tekanan intrakranial meninggi, pengaruh obat sedatif, alkalosis atau keracunan. Hiperpne adalah pernapasan yang dalam dapat terjadi pada keadaan asidosis, anoksia serta kelainan susunan saraf pusat.Hipopne adalah pernapasan yang dangkal , dan biasanya menunjukkan terdapatnya gangguan susunan saraf pusat. Dispneu berarti kesulitan bernapas yang ditandai dengan pernapasan cuping hidung, retraksi subkostal, interkostal, atau suprasternal, dapat disertai sianosis dan takipne. Ortopne berarti kesulitan bernapas bila pasien berbaring yang berkurang jika pasien duduk atau berdiri, keadaan ini dapat terjadi pada asma, gagal jantung, edema paru, epiglotitis. -
Suhu tubuh : Demam adalah manifestasi berbagai penyakit, suhu tubuh dapat sedikit meningkat apabila anak menangis, setelah makan, setelah bermain dan ansietas. Infeksi, dehidrasi serta heat stroke menyebabkan demam dari yang ringan sampai hiperpireksia. Demam juga dapat terjadi akibat trauma otak, tumor otak, keganasan, reaksi transfusi, reaksi obat dan lainnya.
c. Data antropometrik : Hasil pengukuran berat badan, lingkar lengan atas harus di plot ke kurva pertumbuhan untuk menentukan status antropometri pasien. Acuan yang pada saat ini digunakan adalah kurva pertumbuhan WHO untuk bayi dan anak usia 0-5 tahun, dan kurva CDC-NCHS 2000 untuk anak berusia > 5 tahun sampai dengan 18 tahun. Berat badan (BB) : Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah diukur dan diulang. Beberapa keadaan klinis dapat mempengaruhi berat badan seperti
terdapatnya edema, organomegali, hidrosefalus dan lain sebagainya. Hasil pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar berat badan menurut usia (BB/U). Untuk anak usia 0-5 tahun digunakan kurva weight for age WHO 2006 dengan interpretasi sebagai berikut : -
Terletak di < -3 SD : berat badan sangat kurang Terletak di antara +2 SD : mungkin ada masalah pertumbuhan, lakukan penilaian berat badan menurut tinggi badan. Untuk anak usia >5-18 tahun digunakan kurva CDC - NCHS 2000 dengan
interpretasi sebagai berikut : -
>120 % : berat badan lebih 80-120 % : berat badan baik 60-80 % : berat badan kurang < 60 % : berat badan sangat kurang
Tingi badan (TB) Tinggi/panjang
badan
pasien
harus
diukur
tiap
kunjungan.
Untuk anak usia 0-5 tahun digunakan kurva length for age WHO 2006 , dengan interpretasi sebagai berikut : -
Terletak di < -3 SD : sangat pendek Terletak di antara +3 SD : sangat tinggi Untuk anak usia >5-18 tahun digunakan kurva pertumbuhan CDC-NCHS
2000 dengan interpretasi sebagai berikut : TB/U pada kurva : - < sentil 3 : pendek - Sentil 3-97 : normal - Sentil >97 : tinggi TB/U dibandingkan baku (%) : -
90-110% : baik/ normal 70-89% : tinggi kurang 5-18 tahun menggunakan kurva CDC-NCHS 2000 : - > 120 % : obesitas - 110-120 % : overweight - 90-110% : normal - 70-90% : gizi kurang - < 70% : gizi buruk d. Kulit Warna Pigmentasi kulit normal disebabkan oleh melanin pada kulit. Daerah kulit yang mengalami depigmentasi dinamakan vitiligo. Sianosis adalah warna kebiruan pada kulit dan mukosa. Sianosis sentral biasanya disebabkan oleh penyakit paru (misalnya atelektasis, pnemonia, sindrom gangguan pernapasan) atau oleh penyakit jantung bawaan sianotik. Sianosis tepi apabila hanya terdapat sianosis di kapiler, misalnya akibat kedinginan, dehidrasi ataupun renjatan. Ikterus . Pada umumnya warna kuning terlihat bila kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dL (pada neonatus) atau lebih dari 2 mg/dL pada bayi dan anak. Ikterus paling jelas terlihat di sklera, kulit, serta selaput lendir. Pucat seringkali terlihat pada pasien anemia, pasien dengan penyakit kronik, dan pasien syok. Pucat paling baik dinilai pada telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut dan konjungtiva. Turgor kulit Diperiksa pada kulit abdomen, dengan mencubit kulit secara ringan dan diperhatikan sampai kulit kembali. Apabila turgor kulit buruk maka bekas cubitan akan lama kembali, hal ini terjadi pada dehidrasi berat atau malnutrisi.
Edema Edema terjadi akibat cairan ekstraselular abnormal, yang dapat disebabkan oleh bertambahnya tekanan hidrostatik, bertambahnya permeabilitas kapiler atau akibat berkurangnya tekanan onkotik, retensi natrium dan elektrolit lain. Edema yang meninggalkan bekas jika ditekan disebut pitting edema, sedangkan yang tidak meninggalkan bekas ketika ditekan disebut non pitting edema. e. Kelenjar getah bening Pemeriksaan kelenjar getah bening dilakukan bersama dengan pemeriksaan organ tubuh setempat. Yang diperiksa adalah kelenjar getah bening di daerah oksipital, retroaurikular, servikal anterior, dan inguinal. Harus selalu dirinci ukuran, bentuk, mobilitas serta tanda-tanda radang. Kelenjar yang teraba sampai 3 mm disemua daerah servikal dan inguinal namun tidak melebihi 1 cm masih normal untuk anak dibawah usia 12 tahun. Kelenjar yang teraba besar, hangat dan sakit menunjukkan infeksi akut. f. Kepala Bentuk dan ukuran kepala Lingkar kepala hendaknya diperiksa rutin sampai anak usia 2 tahun. Pengukuran dilakukan pada diameter oksipitofrontal terbesar. Makrosefali (lingkar kepala yang lebih besar dari normal) dapat disebabkan oleh beberapa hal, yang paling sering hidrosefalus. Mikrosefali (lingkar kepala kurang dari normal) biasanya menyertai kelainan bawaan yang disertai retardasi motorik dan mental. Rambut dan kulit kepala Rambut Pada rambut dinilai warna, ketebalan, distribusi, serrta karakteristiklainnya. Pasien dengan malnutrisi energi protein dapat memiliki rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit. Ubun-ubun (Fontanel) Dalam keadaan normal ubun-ubun besar rata atau sedikit cekung. Ubun-ubun besar membonjol pada keadaan tekanan intrakranial meninggi, misalnya perdarahan intrakranial, meningitis, hidrosefalus, hematoma subdural, tumor. Maple syrup urine disease, rakitis dan hipervitaminosis A juga dapat menyebabkan ubun-ubun membonjol. Ubun-ubun besar tampak cekung pada dehidrasi serta pada malnutrisi. Ubun-ubun besar sebaiknya diraba dalam posisi pasien didudukkan. Anak normal dengan demam tinggi atau menangis kadang menunjukkan pembonjolan
ubun-ubun besar pada saat berbaring, namun dalam keadaan duduk pembonjolan ubun-ubun besar tidak teraba lagi. Dalam keadaan abnormal; pembonjolan ubunubun tetap ada baik pasien dalam posisi berbaring atau duduk. Wajah Asimetri wajah pada noenatus biasanya disebabkan oleh posisi janin intrauterin. Paralisis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggl bila bayi menangis atau tertawa, sehingga wajah akan tertarik ke sisi sehat. Pembengkakan wajah lokak biasanya disebabkan oleh edema, radang lokal, atau infeksi kelenjar submaksilaris rahang. Penyakit Caffey (hiperostosis kortikal infantil) menyebabkan pembengkakan mandibula. Trombosis sinus kavernosus dapat menyebabkan edema luas disertai rasa sakit yang luar biasa pada kepala. Beberapa penyakit atau sindrom tertentu memperlihatkan wajah yang tidak normal (dismorfik) misalnya sindrom Down, sindrom William, sindrom Pierre Robin. Hipertelorisme menunjukkan bertambahnya jarak antara kedua pupil (normal 3,5 sampai 5,5 cm). Bila kantus medialis juga tergeser ke lateral disebut sebagai telekantus. Hipertelorisme maupun telekantus dapat merupakan variasi normal, tetapi bila disertai kelainan wajah lainnya sering juga disertai retardasi mental. Mata Visus Ketajaman penglihatan perlu dinilai secara kasar. Neonatus sudah bereaksi terhadap cahaya, pada usia 1 bulan ia mungkin sudah melihat benda-benda dan usia 2 bulan dapat mengikuti gerakan jari. Pada usia 6 bulan bayi sudah dapat memfokuskan pandangan terhadap objek tertentu, meski tidak lama. Bayi yang lebih besar dan anak kecil dapat dinilai kesan penglihatannya dengan melihat reaksinya terhadap mainan atau keadaan sekitar. Anak yang lebih besar dapat diuji dengan membaca tulisan atau gambar. Bila dicurigai terdapat kelainan maka diperlukan pemeriksaan oftalmologis. Palpebra Perhatikan simetri palpebra, terutama bila mata terbuka. Ptosis adalah palpebra yang tidak dapat terbuka, dapat merupakan akibat cedera otak pada persalinan, atau lesi N. okulomotorius. Ptosis yang disertai dengan miosis, anhidrosis, mata cekung dan muka yang pucat disebut sindrom Horner (paralis simpatis servikal). Ptosis dapat terjadi pada miastenia gravis, amiotonia konginetal, meningitis dan ensefalitis.
Alis dan Bulu Mata Alis dan bulu mata bayi prematur sering belum tumbuh. Bula mata panjang dan lentik dapat pada anak normal atau pada malnutrisi ataupun penyakit kronik. Pada syndrome cornelia Lange dan syndrome Waardenburg alis sisi kanan dan kiri bertemu ditengah.
Glandula Lakrimalis dan Duktus Nasolakrimalis Duktus nasolakrimalis kadang masih belum paten sampai bayi berusia beberapa bulan. Bila sampai 6 bulan duktus masih belum terbuka, yang ditandai dengan air mata yang selalu mengalir, perlu dilakukan konsultasi oftalmologik. Epifora adalah produksi air mata yang berlebihan akibat radang, ulkus, benda asing, atau alergi. Mata yang kering terdapat pada keadaan dehidrasi, defisiensi vitamin A, atau sindrom Sjogren. Konjungtiva Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi pada diatesis hemoragik, trauma, pertusis, iritasi, dan endokarditis infektif akibat fenomena emboli. Pada konjungtivis terjadi pelebaran pembuluh konjungtiva bulbi, disertai hiperemia dan edema konjungtiva palpebra. Sekret yang keluar dapat bersifat cair, mukopurulen atau mungkin purulen. Pada ataksia-telangiektasia terdapat pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi. Sklera Sklera berwarna putih, padang pada bayi sedikit kebiruan. Sklera yang jelas biru (blue sclerae) terdapat pada osteogonosis imperfekta, glaukoma, atau sindrom Marfan. Pada seklera sering terdapat nevus. Ikterus mudah dilihat pada sklera. Kornea Kornea normal harus jernih, bila terdapat radang, ulkus atau kekeruhan, berarti abnormal. Keratitis ditandai dengan injeksi kornea, yang makin jelas ke konjungtiva. Bila injeksi lebih jelas di kornea, mungkin terdapat infeksi profunda. Kornea keruh ditemukan
pada keratitis, glaukoma,
mukopolisakaridosis.
avitaminosis A serta pelbagai
jenis
Ulkus korne terjadi akibat trauma, infeksi atau alergi. Pada keratokonjungtivis fliktenularis akibat tuberkolosis atau sensitivitas tuberkulin terjadi ulserasi pada batas sklera-kornea dan dapat penetrasi ke kornea. Keratokonjungtivis juga terjadi pada campak, sifilis, artritis reumatoid. Perhatikan terdapatnya benda asing pada kornea, yang sering menyebabkan tanda radang serta fotofobia hebat. Pupil Pupil normal berbentuk bulat dan simetris. Diameter pupil normal adalah 3-4 mm. Pupil yang iregular biasanya merupakan kelainan kongenital. Refleks cahaya pupil perlu diperiksa, baik refleks cahaya langsung maupun tak langsung/konsensual. Ukuran pupil dan reaksi cahaya pupil berada dibawah pengaruh saraf simpatis, parasimpatis dan N. okulomotorius. Refleks cahaya diperiksa dengan lampu senter kecil yang sinarnya diarahkan ke pupil dari arah lateral. Normal akan tampak pupil yang disinari mengecil (refleks cahaya langsung), demikian pula pupil sisi kontralateral yang tidak terkena sinar (refleks cahaya konsensual). Lensa Lensa normal adalah jernih, kekeruhan lensa disebut sebagai katarak. Katarak konginetal dapat ditemukan pada beberapa penyakit termasuk rubela konginetal, toksoplasmosis, herpes simpleks atau sitomegalovirus. Banyak sindrom juga dapat disertai katarak, misalnya trisomi 13, 18, 21 (sindrom Down), atau sindrom Marfan. Katarak didapat menyertai berbagai penyakit seperti diabetes melitus, homosistinuria, hipoparatiroidisme, osteopetrosis. Trauma yang menembus lensa juga dapat menimbulkan gejala sisa berupa katarak. Subluksasi lensa dapat merupakan bagian sindrom Marfan atau homosistinuria. Telinga Telinga dibagi dalam 3 bagian:
Telinga luar terdiri atas daun telinga dan liang telinga Telinga tengah terdiri atas kavum timpani, membrana timpani, tulang-tulang
pendengaran. Telinga tengah berhubungan dengan nasofaring dan sel mastoid. Telinga dalam, terdiri atas koklea, labirin yang di dalamnya mengandung kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus.
Daun Telinga dan Liang Telinga Telinga diperiksa mulai dari daun telinga apakah bentuk, besar dan posisinya normal. Daun telinga yang lebar mungkin merupakan variasi normal atau terdapat pada sindrom Marfan. Daun telinga yang kecil terdapat pada sindrom Down. Pada kelainan yang disebut low set car posisi daun telinga lebih rendah daripada normal, keadaan ini terdapat pada bayi dengan hidrosefalus dan juga pada banyak sindrom seperti sindrom Apert, Carpenter, Nooman, Pierre Robimn, Turner, William, serta juga pada trisomi 13, 18, dan 21. Pemeriksaan liang telinga sebaiknya didahului dengan pembersihan serumen. Pemeriksaan dilakukan dengan bantuan spekulum telinga atau otoskop. Otitis eksterna dapat disebabkan oleh pelbagai bakteri dan jamur. Kelihatan yang sering adalah nyeri dan/atau gatal, dapat disertai sekresi mukopurulen yang dapat berbau. Bila daun telinga ditarik, pasien akan merasa sakit. Perhatikan pula terdapatnya kelainan seperti laserasi dan korpus alienum pada liang telinga. Membran Timpani Dalam keadaan normal membran timpani sedikit cekung mengkilat. Membran yang rata atau cembung dan kusam berarti abnormal. Pada otilis media kataral membran timpani tampak sangat merah dengan refleks cahaya yang berkurang. Pada otitis media supurativa membran membonjol, kemerahan dan refleks cahaya hilang. Membran yang membonjol dan berwarna biru mungkin menunjukkan perdarahan pada rongga telinga tengah akibat trauma, infeksi, atau fraktur basis kranii. Perhatikan apakah terdapat perforasi. Perforasi dengan sekret purulen menunjukkan otitis media supurativa akut atau kronik. Perforasi juga dapat terjadi akibat gigitan serangga atau trauma. Pada miringitis terdapat warna kemerahan yang jelas tanpa pembonjolan membran timpani. Kolesteatoma dapat dilihat didepan atau belakang membran, biasanya disertai dengan nanah yang mengalir ke luar. Hidung Pada penyakit yang berhubungan dengan kesulitan pernapasan, cuping hidung akan mengembang pada saat inspirasi dan menguncup pada saat ekspirasi, hal ini disebut sebagai pernapasan cuping hidung. Perhatikan apakah terdapat bentuk hidung yang abnormal. Terdapatnya garis melintang dibatang hidung menunjukkan batang hidung yang sering didorong ke atas
sebagai usaha anak yang menderita rinitis alergik untuk melebarkan lubang hidung yang tersumbat. Palatoskisis seringkali berakibat batang hidung menjadi rata (pesek). Hidung pesek dengan dasar yang lebar mirip pelana kuda (saddle nose) terdapat pada sifilis konginetal. Deviasi septum hidung jarang ditemukan pada anak. Perhatikan mukosa hidung: mukosa yang merah dan edema terdapat pada infeksi, sedang pada alergi mukosa yang merah tampak pucat. Pada rinitis kronik mukosa berwarna keabuan dengan edema yang jelas. Sekret hidung dapat purulen, yang menunjukkan infeksi lokal pada hidung atau akibat sinusitis. Sekret purulen, yang bercampur darah, biasanya berbau, seringkali disebabkan oleh terdapatnya benda asing yang dimasukkan sendiri oleh anak (kancing baju, biji jagung, dan sebagainya). Difteria hidung juga dapat memberi tanda sekret berdarah. Pada alergi, sekret bersifat jernih. Epistaksis jarang terjadi pada bayi; bila ada biasanya menunjukkan kelainan darah. Pada anak seringkali terjadi epistaksis spontan akibat pecahnya pleksus Kiesselbach. Penyebab epistaksis lainnya adalah demam, tifoid, benda asing, sifilis konginetal, dan kelainan darah.
Mulut Trismus atau kesukaran membuka mulut paling sering terjadi pada tetanus, tetapi dapat pula terjadi pada tetani, infeksi/abses di sekitar mulut, dislokasi sendi temporomandibular, parotitis, penyakit Gaucher tipe infantil, ensefalitis dan anak yang mendapat pengobatan fenotiazin. Sebaliknya diukur beberapa mm atau cm mulut dapat dibuka (diukur dari ujung gigi atas dan bawah), supaya dapat dibandingkan pada pemeriksaan berikutnya.
Bibir Labioskisis lebih sering ditemukan disebelah kiri, perhatikanlah eksistensi skisis ini. Bibir yang asimetris pada waktu menangis atau tertawa mungkin disebabkan oleh paresis N. trigeminus atau fasialis. Perhatikanlah terdapatnya fisura pada bibir (keilitis), yang sering terjadi akibat angin atau sinar matahari. Fisura yang dalam, yang merupakan eksistensi dari hidung ke bibir disebut ragade, yang khas untuk sifilis kongenital. Keilosis adalah fisura yang dalam di sudur bibir terasa nyeri,
terjadi akibat kekurangan ribovlafin dan vitamin B lainnya, atau akibat infeksi monilia. Pelbagai infeksi piogenik dapat mengenai bibir dan mulut. Perhatikan warna mukosa bibir. Anemia menyebabkan warna pucat, sedangkan sianosis menyebabkan warna biru keabu-abuan. Pada asidosis mukosa bibir berwarna merah anggur, terutama yang disebabkan keracunan salisilat, diabetes, dan keracunan karbon monoksida. Pada sindrom Peutz-Jeghers terdapat bercak pigmentasi berbatas tegas yang berwarna kebiru-biruan atau coklat di mukosa bibir, mulut, hidung dan kadang disekitar mata. Mukosa pipi Oral thrush akibat Candida albicans ditandai dengan bercak-bercak membran berwarna putih, menimbul, mirip sisa-sisa susu diselaput lendir, bibir, pipi, lidah, palatum, dan faring. Bila dipaksa diangkat akan meninggalkan bekas dengan sedikit perdarahan. Kandidiasis mulut yang kronik biasanya berkaitan dengan defisiensi imun. Lidah Perhatikanlah apakah terdapat kelainan konginetal yang jelas seperti bifurkasio lidah. Makroglosia lidah yang terlalu besar, terdapat pada hipotiroidisme, sindrom Down, sindrom Hurler dan neoplasma seperti limfangioma, hemangioma atau rabdomioma. Tremor lidah diperiksa dengan lidah pasien dalam keadaan terjulur. Tremor lidah yang halus terdapat pada korea atau hipertiroidisme. Tremor lidah yang kasar terdapat pada penyakit dengan demam, terutama demam tifoid, juga tampak pada pasien dengan palsi serebral. Lidah kotor (coated tongue) yang ditandai dengan debris berwarna putih, abu-abu atau coklat yang meliputi lidah, seringkali tampak pada pelbagai penyakit dengan demam. Khususnya demam tifoid, campak, dan scarlet fever. Kotoran pada lidah tersebut terdiri atas sel deskuamasi, sida makanan, dan juga bakteria. Faring Perhatikan dinding posterior faring apakah terdapat hiperemia, edema, membran, eksudat, abses, atau post-nasal drips. Pada penyakit infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya dinding faring ikut terkena sehingga berwarna kemerahan, tetapi
dari kelainan lokalnya saja tidak dapat dibedakan infeksi bakteri dengan infeksi virus. Edema faring biasanya ditandai dengan mukosa yang pucat dan sembab. Infeksi difteria memberikan bercak putih abu-abu yang sulit diangkat, dan bila dipaksa diangkat akan mudah berdarah (pseudomembrant) Ulserasi pada dinding posterior faring juga dapat terlihat, misalnya pada leukemia atau pada pengobatan sitostatika. Post-nasal drips menunjukkan infeksi pada hidung, nasofaring atau sinus paranalis. Perhatikanlah tonsil, dan nyatakan besarnya dalam T0, T1, T2, T3, atau T4. Disamping besarnya, perhatikan adanya kripti, detritus, hiperemia, ulserasi, membran atau bercak-bercak perdarahan. Pada bayi dan anak tonsil relatif besar dibandingkan dengan rongga faring, bila terdapat infeksi lebih membesar dan kembali ke ukuran semua dalam waktu 2-3 minggu. Pada agamaglobulinemia atau malnutrisi berat yang berlangsung lama, tonsil mungkin tampak kecil sekali atau bahkan sama sekali tidak ada. Laring Perhatikan apakah terdapat stridor. Stridor adalah suara nafas insiprasi yang keras, bernada sedang, yang berhubungan dengan obstruksi di daerah laring atau trekea. Stridor seringkali disertai oleh batuk spasmodik serta suara serak. Pada neonatus stridor dapat menyertai hiporkalsemia, laringomalasia, neoplasma, atau kerusakan n. laringeus. Pada bayi yang lebih besar dan anak, disamping hal-hal tersebut, stridor juga dapat disebabkan oleh croup, benda asing, trauma, dan vascular rings. Kecuali infeksi virus (croup), mikroorganisme yang sering menyebabkan laringitis adalah H. influenzae, streptokokus atau difteria. g. Leher Perhatikan vena dileher. Pulsasi vena yang tampak pada anak yang duduk atau berdiri berarti abnormal, yakni terdapat kenaikan tekanan vena jugularis. Untuk menentukan tekanan vena jugularis ini, pasien diletakkan dalam posisi telentang dengan dada dan kepala diangkat 15-300 atau lebih bila tekanan venanya ternyata tinggi. Lihatlah kemudian batas atas distensi vena jugularis, bila perlu dengan menggosokannya terlebih dahulu dengan menekan bagian kranial vena dan mengurut vena kearah kaudal, kemudian dilepas lagi. Pada bayi dan anak kecil yang gemuk pemeriksaan ini sulit dilakukan. Tekanan vena jugularis akan meningkat pada gagal jantung kongestif, temponade jantung, perikarditis konstriktiva, atau massa di mediastinum. Bila dicurigai terdapat gagal jantung, lakukan pula perasat untuk
menentukan refluks hepato-yugular, dengan menekan hati. Bila terdapat gagal jantung maka vena jugularis akan menunjukkan distensi.
Massa di Leher Kelenjar gatah bening servikal merupakan massa yang paling sering ditemukan, bila lebih dari 1 cm diameternya berarti abnormal. Periksalah kemudian apakah kelenjar tiroid membesar. Pada bayi dan anak kecil pemeriksaan dilakukan dengan jari-jari pasien telentang dan kelenjar tiroid diraba dari kedua sisinya dengan jari-jari tulunjuk dan tengah. Pada anak besar perabaan tiroid lebih mudah dilakukan dari belakang, perhatikan bahwa tiroid bergerak keatas apabila pasien menelan lidah. Ukuran, bentuk, posisi, konsistensi, permukaan, mobilitas tiroid dan terdapatnya nyeri harus diperhatikan. Pembesaran tiroid terdapat pada hiperaktivitas tiroid, keganasan, atau goiter. Tiroid yang membesar akan licin biasanya menunjukkan terdapatnya hiperplasia tiroid. Nodul pada tiroid mungkin merupakan suatu adenoma atau keganasan. Pada tiroiditis kelenjar tiroid ini membesar dan terasa nyeri bila ditekan atau digerakkan. Hipotiroidisme dengan goiter terdapat pada pemberian obat antitiroid, troiditis Hashimoto, atau defisiensi yodium. Hipotroidisme tanpa goiter mungkin bersifat konginetal, heriditer atau familial, atau sekunder akibat penyakit hipofisis. h. Dada Agar dapat diperoleh informasi yang akurat, pemeriksaan dada harus dilakukan dengan cermat dan sistematis, yang meliputi infeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Selain itu untuk memproyeksikan temuan pada dinding dada juga digunakan sela iga. Sela iga dihitung dengan meraba angulus sterni Ludovici (angle of Louis) yaitu sudut yang dibentuk oleh manubrium sterni dan korpus sterni. Pada angulus sterni Ludovici menempel iga ke-2, berarti sela iga di bawahnya adalah sela iga ke-2, di bawahnya lagi sela iga ke-3 dan seterusnya. Dengan inspeksi diteliti untuk mendapatkan gambaran tentang dinding dada, bentuk dan besar dada, simetri dada baik dalam keadaan statis maupun dinamis, gerakan dada pada pernapasan, terdapatnya deformitas, pembonjolan, pembengkakan, serta kelainan lokal lain. Perhatikan pula adanya jaringan parut dan sifat serta pula pembuluh darah subkutan, keadaan ini kadang dapat memberi petunjuk adanya sirkulasi kolateral pada sumbatan vena kava superior.
Bentuk dada pada bayi hampir bulat dan dalam pertumbuhannya dada akan membesar pada diameter transversal. Lingkar dada pada bayi usia kurang dari 2 tahun lebih kecil atau sama dengan lingkar kepala; sebaliknya, pada usia lebih dari 2 tahun lingkar dada lebih besar dari pada lingkar kepala. Jika terdapat disproporsi, mungkin hal ini disebabkan oleh pertumbuhan kepala yang abnormal. Beberapa macam bentuk dada: Pektus ekskavatum (funnel chest): sternum bagian bawah serta rawan iga masuk ke dalam; terutama pada saat inspirasi. Keadaan ini dapat merupakan kelainan kongenital, atau akibat hipertrofi adenoid yang berat. Pektus ekskavatum juga dapat terlihat pada sindrum Marfan atau Noonan. Pektus karinatum (pigeon chest, dada burung): sternum membonjol ke luar, biasanya disertai dengan depresi vertikal daerah kostokundral. Kelainan ini dapat terlihat pada rakitis, osteoporosis, sindrom Marfan, sindrom Noonan dan penyakit Morquio. Barrel chest, toraks emfisematikus; dada berbentuk bulat seperti tong, ditandai dengan sternum yang terdorong ke depan dengan iga-iga horizontal; terdapat pada penyakit paru obstruktif kronik misalnya asma, fibrosis kistik, emfisema. Perlu diperhatikan pengembangan dada dan gerakan sela iga pada pernapasan; demikian pula kecepatan, kedalaman, simetri, serta pola gerakan pernapasan. Pada inspirasi normal, diafragma akan bergerak ke arah bawah, sedangkan dinding dada bergerak ke atas dan ke luar. Ekspirasi terjadi bila otot-otot pernapasan mengalami relaksasi, dan elastisitas jaringan paru mengembalikan dada dalam keadaan istirahat. Gerakan dada berkurang pada sisi dada yang mengalami pneumonia, hidrotoraks atau pneumotoraks, atelektasis, serta sumbatan oleh benda asing. Seperti setelah disebut di atas, retraksi suprasternal biasanya menunjukkan terdapatnya obstruksi tinggi seperti sumbatan laring, sedang retraksi infrasternal (subkostal) mengarah pada obstruksi rendah, misalnya bronkiolitis. Tipe-tipe pernapasan telah dibicarakan pada pembahasan tentang tanda vital. Paru Inspeksi
Inspeksi keadaan pada paru telah dicakup pada waktu insprksi dada. Pelbagai keadaan fisiologis dan patologis pernapasan telah diuraikan pada pemeriksaan tanda vital. Palpasi Palpasi pada pemeriksaan paru sangat bermanfaat untuk menegaskan temuan pada inspeksi. Setiap perubahan yang terjadi pada kedua sisi dada yang tampak pada inspeksi akan lebih jelas dengan palpasi. Palpasi dilakukan dengan cara meletakkan telapak tangan serta jari-jari pada seluruh dinding dada dan punggung dengan palpasi dicari dan ditentukan hal-hal sebagai berikut: Simetri atau asimetri toraks, kelainan tasbih (rosary) pada rakitis, setiap benjolan abnormal, bagian-bagian yang nyeri, pembesaran kelenjar limfe pada aksila, fusa supraklavikularis, fosa infraklavikularis. Fremitus suara; pemeriksaan ini mudah dilakukan pada anak yang menangis atau anak yang sudah dapat diajak berbicara (misalnya disuruh mengatakan “tujuh puluh tujuh”); dalam keadaan normal akan teraba getaran yang sama pada telapak tangan yang diletakkan pada kedua sisi dada, kemudian kedua sisi punggung. Premitus suara ini meninggi bila ada konsolidasi, misalnya pada pneumonia. Fremitus akan mengurang apabila terdapat obstruksi jalan napas, atelektasis, pleuritis, efusi pleura, pleuritis dengan schwarte, serta tumor antara paru dan dinding dada. Bila ada mukus yang banyak pada saluran napas bagian atas, akan teraba fremitus yang kasar. Krepitasi subkutis yang menunjukkan terciapatnya udara di bawah jaringan kulit. Kelainan ini dapat spontan, pascatrauma, atau pascatindakan (terutama pascatrakeostomi). Perhatikan luasnya daerah krepitasi, dan selanjuhlya perlu diteliti apakah daerah krepitasi menetap, meluas, atau berkurang. Perkusi Perkusi paru dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni perkusi langsung dan perkusi tidak langsung. Perkusi langsung dilakukan dengan mengetukkan ujung jari tengah atau telunjuk langsung ke dinding dada. Cara ini cepat, lembut, akan tetapi agak sulit dan memerlukan banyak latihan yang lebih sering dikerjakan adalah perkusi tidak langsung, yang dilakukan dengan meletakkan 1 jari pada dinding dada dan mengetuknya dengan jari tangan yang lain (lihat uraian di halaman 20-21). Pada bayi dan anak, perkusi tidak boleh dilakukan terlalu keras, karena dinding dada anak masih
tipis dan otot-ototnya masih kecil, sehingga suara perkusi lebih resonans dibandingkan dengan suara perkusi pada orang dewasa. Biasanya perkusi dilakukan mulai dari daerah supraklavikular, kemudian turun ke bawah, setiap kali satu sela iga, dan tiap kali dibandingkan sisi kanan dan sisi kiri. Demikian pula perkusi punggung biasanya dilakukan dari atas ke bawah, dan juga dibandingkan sisi kanan dan kiri. Suara perkusi paru normal adalah sonor. Suara perkusi yang berkurang (redup atau pekak) pada keadaan normal terdapat pada daerah spakula, diafragma, hati, dan jantung. Daerah pekak hati terdapat setinggi iga ke-6 pada garis aksilaris media kanan; pekak hati menunjukkan peranjakan dengan gerakan napas, yakni menurun pada saat inspirasi dan naik pada ekspirasi. Peranjakan ini berkisar antara 1 sampai 2 sela iga, tetapi sulit diperiksa pada anak di bawah 2 tahun. Pekak hati akan lebih tinggi apabila terdapat hepatomegali, pendesakan hati oleh massa intraabdominal, atelektasis paru kanan, atau kolaps paru kanan. Pekak hati menurun pada asma serta emfisema paru. Batas bawah paru belakang adalah setinggi iga ke-8 sampai ke-10. Perkusi untuk menentukan batas paru-jantung sulit dilakukan pada bayi dan anak kecil. Pada anak yang lebih besar perkusi yang cermat dapat memberikan informasi besarnya jantung (uraian selanjutnya lihat seksi Jantung). Bunyi perkusi yang abnormal dapat berupa; (1) hipersonor atau timpani, yang terjadi bila udara dalam paru atau pleura bertambah, misalnya emfisema paru atau pneumotoraks, dan (2) redup atau pekak apabila terdapat konsolidasi jaringan paru (pneumonia lobaris, atelektasis, tumor) dan cairan dalam rongga pleura. Bunyi perkusi timpani pada dada juga terdapat pada hernia diafragmatika. Auskultasi Auskultasi paru dilakukan untuk mendeteksi suara napas dasar dan suara napas tambahan. Aukultasi harus dilakukan di seluruh dada dan punggung, termasuk daerah aksila. Sebaiknya stetoskop ditekan dengan cukup kuat pada sela iga untuk menghindarkan suara artefak (bunyi gesekan dengan kulit atau rambut). Seperti perkusi, biasanya aukultasi dimulai dari atas ke bawah, dan dibandingkan sisi kanan dan kiri dada. Perlu diingat, karena tipisnya dinding dada, maka suara napas pada bayi dan anak cenderung lebih keras dibanding pada orang dewasa. Suara napas dasar
Suara napas vesikular. Ini adalah suara napas normal yang terjadi karena udara masuk dan keluar melalui jalan napas. Suara inspirasi lebih keras dan lebih panjang daripada suara ekspirasi, dan terdengar seperti membunyikan ‘ffff’ dan ‘www’. Suara napas vesikular melemah terdapat pada penyempitan bronkus (bronkostenosis), dan setiap keadaan yang menyebabkan ventilasi berkurang, atau bertambahnya hambatan konduksi suara, atau keduanya. Keadaan tersebut dapat ditemukan pada pasien pneumonia, atelektasis, edema paru, efusi pleura, emfisema, pneumotoraks, atau emfisema. Suara vesikular mengeras terdapat pada bertambahnya ventilasi dan bertambah baiknya konduksi suara, misalnya fase resolusi pneumonia, konsolidasi paru, serta tumor yang mengantarkan suara lebih baik. Perlu diingat bahwa sebenarnya hampir semua suara napas pada bayi dan anak kecil merupakan suara napas vesikular mengeras apabila dibandingkan dengan suara napas orang dewasa. Pada asma terdengar suara vesikular dengan ekspirium memanjang. Suara napns bronkial. Pada suara napas ini terdengar inspirasi keras yang disusul oleh ekspirasi yang lebih keras, dapat disamakan dengan bunyi “khkhkh”. Suara napas ini pada keadaan normal hanya terdengar pada bronkus besar kanan dan kiri, di daerah parasternal atas di dada depan dan di daerah interskapular di belakang. Bila suara napas bronkial terdengar di tempat lain, berarti terdapat konsolidasi yang luas, misalnya pada pnuemonia lobaris. Dikenal pula suara napas subbronkial atau bronkovesikular yang merupakan kombinasi antara suara antara napas vesikular dan bronkial. Suara nafas amforik. Suara napas ini sangat menyerupai bunyi tiupan di atas mulut botol kosong, dapat didengar pada kaverne. Cog-wheel breath sound. Istilah ini dipakai untuk menyatakan terdapatnya suara napas yang terputus-putus, tidak kontinu, baik pada fase inspirasi maupun fase ekspirasi. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh adhesi pleura atau kelainan bronkus kecil, misalnya pada tuberkulosis dini. Metamorphosing breath sound. Suara napas ini dimulai dengan suara yang halus kemudian mengeras, atau dimulai dengan suara vesikular kemudian berubah menjadi bronkial. Suara napas tambahan Suara napas tambahan yang dapat kita dengar dengan auskultasi adalah : 1. Ronki basah dan ronki kering, 2. krepitasi, 3. bunyi gesekan pleura (pleural friction rub) dan 4. sukusio Hippocratcs.
Ronki basah (dalam bahasa Inggris disebut rales) adalah suara napas tambahan berupa vibrasi terputus – putus (tidak kontinu) akibat getaran yang terjadi karena cairan dalam jalan napas dilalui oleh udara. Perlu dibedakan ronki basah halus (dari duktus alveolos, bronkiolus, bronkus halus), ronki basah sedang (dari bronkus kecil dan sedang), dan ronki basah kasar (dari bronkus di luar jaringan paru). Pada ronki basah halus dan sedang dibedakan pula ronki basahg nyaring dan tidak nyaring. Ronki basah nyaring berarti nyata benar terdengar, oleh karena suara disalurkan melalui benda padat (yakni infiltrat atau konsolidasi) ke stetoskop, sedangkan pada ronki basah tidak nyaring suara ronki disalurkan melalui media normal (tidak terdapat infiltrate atau konsolidasi). Seringkali ronki basah halus hanya terdengar pada akhir inspirasi atau pada inspirasi yang dalam. Pada bayi yang menangis hal ini mudah terdengar, oleh karena antara 2 teriakan tangusan bayi akan melakukan inspirasi dalam; pada anak besar dapat disuruh inspirasi yang dalam. Pada gagal jantung ronki hanya terdengar pada bagian basal paru saja. Ronki basah yang terdengar pada ekpirasi dapat terjadi asma, bronkiolitis, dan aspirasi benda asing. Ronki basah yang menghilang setelah pasien batuk biasanya disebabkan oleh lender pada trakea atau bronkus besar. Ronki kering (dalam basaha Inggris disebut rhonchi) adalah suara kontinu yang terjadi oleh karena udara melalui halan napas yang menyempit baik akibat factor intraluminar (spasme bronkus, edema, lender yang kental, benda asing) maupun factor ekstraluminar (desakan oleh tumor). Ronki kering lebih jelas terdengar pada fase ekspirasi daripada fase inspirasi. Wheezing (mengi) adalah jenis ronki kering yang terdengar lebih musical atau sonor dibandingkan dengan ronki kering lainnya. Mengi lebih sering terdengar pada fase ekspirasi. Mengi pada fase inspirasi biasanya menunjukkan obstruksi saluran napas bagian atas, edema laring atau benda asing, sedang mengi ekspirasi terdengar pada obstruksi saluran napas bagian bawah seperti asma dan bronkiolitis. Krepitasi adalah suara membukanya alveoli. Krepitasi normal dapat terdengar di belakang bawah dan samping pada waktu inspirasi yang dalam sesudah istirahat telentang beberapa waktu lamanya. Krepitasi patologis terdapat pada pneumonia lobaris. Pleural friction rub (bunyi gesekan pleura) terdapat pada pleuritus fibrinosa, oleh karena pleura biserale dan parietale yang saling bergesakan dengan fibrin di tengahnya. Suara yang terdengar adalah suara gesekan kasar seolah dekat dengan telinga, baik pada fase inspirasi maupun ekpirasi (paling jelas pada akhir inspirasi).
Suara gesekan ini biasanya terdengar di bagian bawah belakang paru, jarang terdengar di apeks paru. Brankofoni atau vocal resonance adalah resonans yang bertambah akibat adanya pengantaran suara yang lebih baik daripada normal, misalnya pada konsolidasi. Sukusio Hippocrates terdapat pada seropneunuhoraks, yakni kalau dada digerak – gerakkan akan terdengar suara kocokan, suara ini jarang terdengar pada anak. Akhirnya perlu diingatkan kemungkinan terdapatnya bunyi peristaltik usus di daerah dada pada bayi baru lahir, yang mengingatkan kita akan hernia diafragmatika. Pada keadaan ini biasanya, dinding perut bagian atas tampak amat cekung. Beda bunyi vesikular vitara paru kanan dan kiri dapat digunakan untuk diagnosis adanya cairan dalam rongga pleura. Suara vesikular melemah menandakan kemungkinan adanya efusi pleura akibat infeksi atau penyakit sistemik seperti kelainan ginjal. Pada kasus demam berdarah dengue, efusi pleura ditemukan terutama di hemitoraks kanan. Jantung lnspeksi dan palpasi Denyut apeks dan aktivitas ventrikel Denyut apeks, atau iktus kordis, biasanya sulit dilihat pada bayi dan anak kecil, kecuali pada anak yang sangat kurus atau bila terdapat kardiomegali. Dengan palpasi iktus kordis dapat ditentukan, meskipun biasanya batasnya tidak sejelas pada anak besar. Pada bayi dan anak kecil, oleh karena posisi jantung yang lebih horizontal, iktus kordis dalam keadaan normal terdapat di sela iga ke-4 pada garis midklavikularis kiri atau sedikit lateral. Pada anak berusia 3 tahun ke atas, iktus kordis terdapat pada sela iga ke-5, sedikit medial dari garis mid-klavikularis kiri. Iktus kordis paling baik diraba dengan anak duduk, atau sedikit membungkuk. Pada pembesaran ventrikel kiri, apeks jantung tergeser ke bawah dan lateral, bisanya disertai dengan denyut apeks yang lebih kuat, yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ventrikel kiri (left ventricular lift atau left ventricular thrust). Pada pembesaran ventrikel kanan, apeks jantung tetap pada tempatnya yang normal tetapi teraba peningkatan aktivitas ventrikel kanan di daerah parasternal kiri bawah serta di epigastrium (right ventricular leave). Aktivitas ventrikel kanan masih teraba pada neonahts dan bayi kecil; bila mash teraba pada usia 1 tahun berarti terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan. Pada pneumomediastinum, pneumotoraks,
efusi perikardium, atau efusi pleura luas, denyut apeks serta aktivitas ventrikel sulit diraba. Detak pulmonal Dalam keadaan normal bunyi jantung II tidak teraba. Pada hipertensi pulmonal, bunyi jantung II mengeras sehingga dapat diraba di sela iga ke-2 tepi kiri sternum, yang disebut detak pulmonal (pulmonary tapping). Penyebab hipertensi pulmonal yang paling sering pada anak adalah penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan yang besar (duktus arteriusus persisten, defek septum ventrikel, kadang defek septum atrium), stunosis mitral reumatik, atau kor pulmonal.
Getaran bising Getaran bising (thrill) adalalh getaran pada dinding dada yang terjadi akibat bising jantung yang keras. Perabaan dapat dilakukan dengan ujung – ujung jari II dan III atau telapak tangan dengan palpasi ringan, meski kadang getaran tersebut teraba lebih baik dengan palpasi yang agak keras. Getaran bising menandakan terdapatnya bising jantung yang keras (derajat 4/6 atau lebih), yang biasanya menunjukkan kelainan organic. Tempat getaran bising adalah sesuai dengan tempat pungtum maksimum bising. Perkusi Pada anak besar perkusi dilakukan dari perifer ke tengah dan dapat memberikan kesan besarnya jantung terutama bila terdapat kardiomegali yang nyata. Tetapi pada bayi dan anak kecil perkusi untuk menentukan bentuk dan besar jantung ini sulit dilakukan, bahkan dapat memberi informasi yang menyesatkan. Inspeksi dan palpasi yang cermat untuk menentukan denyut apeks serta aktivitas ventrikel memberi infurmasi yang lebih baik daripada perkusi untuk menentukan besar jantung. Saat ini memang perkusi untuk menentukan besar dan kunfigurasi jantung pada bayi dan anak kecil cenderung untuk ditinggalkan.
Auskultasi
Untuk memperoleh hasil auskultasi yang maksimal, diperlukan stetoskop yang memenuhi persyaratan akustik tertentu. Hendaknya dipilih stetoskop bianural, yakni yang mempunyai sisi mangkuk dan sisi diafragma (Gambar 4). Besarnya stetoskop sebaiknya sesuai dengan besar bayi atau anak. Teknik auskultasi Tidak ada keharusan untuk melakukan auskultasi jantung dengan urutan tertentu yang penting adalah seluruh bagian dada, punggung, leher dan bahkan abdomen diperiksa untuk mendeteksi bunyi dan bising jantung, serta bising akibat aliran turbulen pada arteri di rongga toraks dan abdomen. Auskultasi jantung yang hanya dilakukan pada 4 ‘daerah auskultasi tradisional’ adalah sangat tidak memadai, dan salah. ‘Daerah auskultasi tradisional’ adalah daerah mitral di apeks, daerah trikuspid di parasternal kiri bawah, daerah pulnomal di sela iga ke-2 tepi kiri sternum dan daerah aorta di sela iga ke-2 tepi kanan sternum. Agar dapat menilai semua komponen auskullasi dengan baik, pemeriksa harus membiasakan diri untuk berkonsentrasi menilai satu komponen saja, dan secara mental mengabaikan komponen yang lain, mirip seseorang yang mendengarkan instrumen musik tertentu dari satu orkestra. Untuk lebih dapat berkonsentrasi, dianjurkan untuk memejamkan mata selama melakukan auskultasi. Auskultasi dimulai dengan memperhatikan bunyi jantung dan mengabaikan bising yang ada. Bila semua karakteristik bunyi jantung telah diindentifikasi, baru kemudian diperhatikan bising jantung, mula – mula dalam hubungannya dengan siklus jantung, lalu sifat – sifat lainnya. Dengan sistematika yang dikembangkan secara pribadi dan selalu diterapkan dengan taat asas, serta didasari pengetahuan fisiologi dan patofisiologi kordiovaskular yang memadai, akhirnya dapat diperoleh kemampuan mengenal dan menilai bunyi dan bising jantung yang akurat.
Bunyi jantung Bunyi akibat vibrasi pendek pada siklus jantung disebut bunyi jantung, sedangkan bunyi akibat vibrasi yang lebih panjang disebut bising jantung. Yang digolongkan dalam bunyi jantung adalah: Bunyi-bunyi jantung I, II, III dan IV Opening snap Irama derap Klik
Terdapat dua bunyi yang selalu terdengar pada tiap pasien, adalah bunyi jantung I dan bunyi jantung Il. Oleh karena bunyi I dan II menandai fase sistolik dan fase diastolik, maka kedua bunyi tersebut harus diindentifikasi dengan akurat terlebih dahulu; kesalahan mengidentifikasi bunyi jantung I dan II menyebabkan rentetan kesalahan yang menyesatkan. Beberapa patokan berikut dapat membantu penentuan bunyi jantung I dan II : Bunyi jantung I bersamaan dengan iktus kordis Bunyi jantung I bersamaan dengan denyut karotis (karena itu dianjurkan untuk selalu meraba denyut karotis selama auskultasi) Bunyi jantung I tersengar paling jelas di apeks, sedangkan bunyi jantung II paling jelas terdengar di sela iga ke-2 tepi kiri sternum Bunyi jantung II normal terpecah pada inspirasi dan tunggal pada ekspirasi Pada irama yang lambat, jarak bunyi jantung I dengan bunyi jantung II (fase sistolik) lebih pendek dibanding jarak antara bunyi jantung II dan bunyi jantung I (fase diastolik). Pada takikardia kriteria ini sulit dipergunakan. Bunyi jantung I Bunyi jantung
I
dianggap
terjadi
akibat
bunyi
penutupan
katup
atrioventrikular, meski sebenarnya bunyi ini setidaknya terjadi dari 4 kompleks komponen bunyi pada awal kontraksi jantung. Komponen mitral bunyi jantung I disebut M1, sedang komponen trikuspid disebut T1. Karena T1 terjadi kira-kira 0,03 detik setelah M1, maka bunyi jantung I terdengar terpecah (split) sempit, praktis terdengar tunggal. Pada auskultasi, dinilai intensitas bunyi jantung I (normal, melemah, mengeras) dan apakah terdapat duplikasi/split. Jangan membuat deskripsi bunyi jantung ‘murni’, karena pengertiannya yang rancu; apabila tidak ditemukan kelainan, cukup disebut bunyi jantung I ‘normal’. Bunyi jantung I mengeras pada defek septum atrium, stenosis mitral, stenosis tricuspid, dan pada keadaan dengan interval P-R yang pendek. Bunyi jantung I lemah pada insufisiensi mitral dan trukuspid, interval P-R yang panjang, miokarditis, serta perikarditis dengan efusi pericardium. Bunyi jantung II Bunyi jantung II terjadi akibat penutupan katupsemilunar (katup aorta dan pulmonal). Komponen aorta bunyi jantung II disebut A2, kumponen pulmonalnya disebut P2. Pada bayi, anak dan dewasa muda, bunyi jantung II split pada inspirasi, dan terdengar tunggal pada ekspirasi. Fenomena ini dapat diterangkan sebagai berikut :
Pada inspirasi, akibat tekanan negatif intratorakal yang makin menurun, alir balik (venous return) dari vena kava superior dan inferior ke jantung kanan bertambah, sehingga pengisian atrium kanan dan ventrikel kanan bertambah. Akibatnya waktu ejeksi ventrikel kanan bertambah lama dan penutupan katup pulmonal (P2) lebih lambat. Pada inspirasi, resistensi vaskular paru menurun, sehingga kapasitas pembuluh darah paru untuk menerima darah dari a. pulmonalis bertambah; hal tersebut menyebabkan tahanan ejeksi ventrikel kanan berkurang sehingga waktu ejeksi ventrikel kanan bertambah dan penutupan katup pulmonal (P2) lebih lambat. Pada waktu inspirasi juga terjadi penumpukan darah di pembuluh vena paru, sehingga alir balik ke atrium kiri berkurang. Akibatnya waktu ejeksi ventrikel kiri lebih pendek sehingga A2 terjadi lebih cepat. Akibatnya, pada saat inspirasi A2 maju dan P2 mundur, sehingga bunyi jantung II jelas terpecah. Pada ekspirasi mekanisme yang sebaliknya terjadi, sehingga bunyi jantung II terdengar tunggal atau terpecah sempit. Karakteristik bunyi jantung II pada anak mempunyai arti yang sangat penting. Dalam keadaan normal harus terdengar bunyi jantung II yang terpecah pada saat inspirasi; bila bunyi jantung II selalu terdengar tunggal berarti kalup semilunaris hanya satu, dapat terjadi karena obstruksi jalan keluar ventrikel yang berat atau atresia (tetralogi Fallot, atresia pulnuonal, atresia aorta), atau malposisi arteri besar. Seperti halnya dengan bunyi jantung I, maka bunyi jantung II juga diidentifikasi intensitasnya (normal, melemah, mengeras) serta terpecahnya bunyi jantung II. Bunyi jantung II terpecah lebar pada beberapa keadaan seperti right bundle branch block (RBBB), defek septum atrium, stenosis pulmonal sedang, gagal jantung kanan berat, dilatasi a. pulmonalis, insufisiensi mitral akut, atau defek septum ventrikel (jarang). Bunyi jantung II terpecah sempit pada hipertensi pulmonal, biasanya disertai P2 yang keras. Kadang terdengar P2 mendahului A2, disebut reversed splitting, misalnya pada stenosis aorta, left bundle branch block (LBBB) dan pada sindrom Wolff-Parkinson-White. Pada keadaan ini maka pecahnya bunyi jantung II lebih jelas terdengar pada fase ekspirasi, sedangkan pada inspirasi akan terdengar bunyi jantung II tunggal atau tidak terpecah. Pada beberapa keadaan P2 terdengar lemah atau tidak terdengar sama sekali sehingga bunyi jantung II terdengar tunggal pada seluruh siklus pernapasan, baik pada inspirasi maupun pada ekspirasi. Keadaan ini dapat terjadi pada stenosis pulmonal berat, tetralogi Fallot, atresia pulmonal, atresia trikuspid, transposisi arteri besar, atau trunkus arteriosus persiten. Selain pada hipertensi pulmonal, P2 juga keras pada
insufisiensi pulmonal. Pada insufisiensi aorta bunyi jantung II juga terdengar keras akibat mengerasnya A2, mengawali bising diastolik dini yang bernada tinggi. Bunyi jantung III Bunyi jantung III dapat terdengar atau tidak pada anak normal. Bunyi jantung III bernada rendah, terdengar 0.10 sampai 0.12 detik setelah bunyi jantung 11. Bunyi jantung III terdengar paling baik di apeks atau parasternal kiri bawah, dan akan lebih jelas apabila pasien miring ke kiri. Bunyi jantung III dapat terdengar pada anak sampai dewasa muda normal. Bunyi ini diduga terhadi akibat deselerasi darah pada akhir pengisian cepat ventrikel yang terjadi pada sat diastole. Bunyi jantung III mengeras apabila pengisian ventrikel bertambah, misalnya pada dilatasi ventikel. Bila bunyi jantung III mengeras dengan disetai takikardia, maka akan terjadi irama derap (gallop rhythm), suatu hal yang patologis. Bunyi jantung IV Bunyi jantung IV juga bernada rendah; bunyi jantung ini terjadi akibat deselerasi darah pada saat pengisian bentrikel oleh atrium, oleh karena itu ia disebut juga sebagai bunyi atrium. Bunyi jantung IV ini tidak terdengar pada bayi dan anak normal. Pada keadaan patologis seperti pada dilatasi ventrikel yang bermakna, hipertrofi ventrikel, dan fibrosis miokardium bunyi jantung IV dapat terdengar. Bunyi jantung IV dapat dibedakan dengan terpecahnya (split) buyi jantung I dengan cara mendengarkannya dengan membrane stetoskop yang ditekan dengan kuat pada dinding dada. Dengan maneuver ini bunyi jantung IV akan menghilang, sedangkan bunyi jantung I yang terpecah justru akan menjadi lebih jelas. Irama derap Irama derap (gallop rhythm) terjadi apabila bunyi III dan/atau IV terdengar keras disertai degan takikardia, sehingga terdengar seperti derap kuda yang berlari. Irama derap yang terdiri atas bunyi jantung I, II dan III disebut sebagai irama derap protodiastolik, sedangkan apabila terdiri atas jantung IV, I dan II disebut sebagai irama derap presistolik. Bila bunyi jantung III dan IV bergabung disebut sebagai irama derap sumasi (summation gallop). Terdapatnya irama derap selalu menunjukkan keadaan yang patologis. Bila irama derap terdengar pada neonates berarti terdapat gagal jantung. Opening snap Opening snap adalah bunyi pembukaan katup, biasanya yang dimaksud adalah katup mitral. Bunyi ini patologis, sering terdengar pada pasien dewasa dengan
stenosis mitral. Pada anak bunyi ini jarang terdengar. Opening snap terdengar setelah bunyi jantung II dan biasanya mendahului bising mid-diastolik Klik Klik adalah bunyi detakan pendek bernada tinggi. Dikenal beberapa jenis klik, namun yang sering terdengar pada anak adalah : klik ejeksi pada stenosis aorta/stenosis pulmonal valvular klik sistolik pada dilatasi aorta (tetralogi Fallot, sindrom Marfan) klik mid-sistolik pada prolaps katup mitral Pada miokarditis, kardiomiopati, perikarditis dengan efusi, serta pada pasien edema anasarka yang berat, semua bunyi jantung tersebut terdengar melemah. Sebaliknya pada pasien yang sangat kurus semua bunyi jantung terdengar lebih keras. Pengalaman akan mengajarkan batas -batas normal dan abnormal. , Bising jantung Bising jantung (murmur) dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok besar yakni Bising inosen (innocent murmur) atau bising fungsional yang tidak berhubungan dengan kelainan struktural jantung. Bising patologis yang berhubungan dengan kelainan struktural jantung baik pada katup jantung maupun sekat jantung. Bising jantung dapat terjadi sebagai akibat arus darah cepat / turbulen melalui jalan yang (relatif) sempit atau jalan abnormal: aliran darah yang cepat melalui katup jantung yang normal aliran darah yang cepat melalui katup yang sempit aliran darah balik melalui katup (regurgitasi) aliran darah yang cepat melalui katup yang normal ke pembuluh yang
dilatasi kerusakan struktur dalam rongga jantung (misal ruptur korda tendinea) aliran darah pada pembuluh arteri yang menyempit adanya hubungan arteri-vena
Pada setiap bising jantung harus dirinci karakteristik secara lengkap sebagai berikut: Fase bising Berdasakan lokasinya pada siklus jantung ditentukan apakah termasuk bising sistolik, diastolik, atau keduanya. Bising sistolik terdengar antara bunyi jantung I dan bunyi jantung II, sedangkan bising diastolik terdengar antara bunyi jantung II dan bunyi jantung I. Karena itu, penentuan bunyi jantung I dan bunyi jantung II secara akurat adalah suatu sine qua non.
Kontur / bentuk bising Bising sistolik Bising holosistolik (pansistolik); bising dimulai bersamaan dengan bunyi jantung I, terdengar sepanjang fase sistolik dan berhenti bersamaan dengan bunyi jantung II, terdapat pada defek septum ventrikel, insufisiensi mitral, atau insufisiensi trikuspid. Bising sistolik dini; bising mulai terdengar bersamaan dengan bunyi jantung I, dekresendo, dan berhenti sebelum bunyi jantung II; bising ini terdapat pada defek septum ventrikel kecil, biasanya jenis muskular. Bising ejeksi sistolik; bising dimulai setelah bunyi jantung I, setelah kontraksi isovolumik, bersifat kresendo-dekresendo, berhenti sebelum bunyi jantung II; bising ini terdapat pada bising inosen, bising fungsional, stenosis pulmonal atau stenosis aorta, defek septum atrium, atau tetralogi Fallot. Bising sistolik akhir; bising mulai setelah pertengahan fase sistolik, kresendo, dan berhenti bersamaan dengan bunyi jantung II; terdapat pada prolaps katup mitral, dan insufisiensi mitral ringan. Bising diastolik Bising diastolik dini; mulai bersamaan dengan bunyi jantung II, dekresendo, dan berhenti sebelum bunyi jantung I; terdapat pada insufisiensi aorta atau insufisiensi pulmonal Bising mid-diastolik (disebut juga diastolic flow murmur); terjadi akibat aliran darah berlebih (stenosis relatif katup mitral atau trikuspid), misalnya pada defek septum ventrikel besar, duktus arteriosus persisten besar, defek septum atrium besar, insufisiensi mitral/trikuspid berat Bising diastolik akhir (bising mid-diastolik dengan aksentuasi presistolik, atau bising presistolik); dimulai pada pertengahan fase diastolik, kresendo, dan berakhir bersamaan dengan bunyi jantung I; bising presistolik terdapat pada stenosis mitral organik Bising diastolik dan sistolik Bising kontinu; bising ini dimulai setelah bunyi jantung I, bersifat kresendo, mencapai puncak pada bunyi jantung II, kemudian dekresendo dan berhenti sebelum bunyi jantung I berikutnya. Bising ini terdapat pada duktus arteriosus persisten, fistula arterio-vena, fistula koroner, pirau ekstrakardiak lain
Bising to and fro; yakni kombinasi bising ejeksi sistolik dan bising diastolik dini; terdapat pada kombinasi stenosis aorta dan insufisiensi aorta, atau stenosis pulmonal dan insufisiensi pulmonal. Derajat bising Intensitas bising dinyatakan dalam 6 (enam) derajat: Derajat 1/6: bising yang sangat lemah, yang hanya dapat terdengar oleh
pemeriksa yang berpengalaman di ruangan yang tenang Derajat 2/6: bising yang lemah tetapi mudah terdengar, dengan penjalaran,
minimal Derajat 3/6: bising yang keras namun tidak disertai getaran bising, dengan
penjalaran sedang Derajat 4/6: bising yang keras dan disertai dengan getaran bising, dengan
penjalaran luas Derajat 5/6: bising yang sangat keras, yang tetap terdengar bila stetoskop
ditempelkan sebagian saja pada dinding dada, penjalarannya luas Derajat 6/6: bising yang paling keras, tetap terdengar meskipun stetoskop diangkat dari dinding dada, penjalarannya sangat luas
Frekuensi atau nada bising Bising dapat bernada tinggi (high frequency atau high pitched murmur) atau rendah (low frequency atau low pitched murmur). Bising sistolik (defek septum ventrikel, insufisiensi mitral) atau bising diastolik dini seringkali bernada tinggi, sedangkan bising mid-diastolik biasanya bernada rendah. Pembedaan nada tinggi atau rendah ini dapat dilakukan dengan penggunaan sisi diafragma dan sisi sungkup stetostop yang telah diuraikan di depan. i. Abdomen Pada bayi dan anak kecil pemeriksaan abdomen seringkali didahulukan daripada pemeriksaan bagian tubuh lainnya. Pemeriksaannya pun harus bertahap, terutama pada keluhan kegawatan perut, pemeriksaan harus dilakukan dengan hatihati. Seperti pada pemeriksaan dada, pemeriksaan abdomen juga terdiri atas 4 tahapan, yakni inspeksi, palpasi, perkusi, dan askultasi; hanya urutannya berbeda, yaitu auskultasi dilakukan setelah inspeksi, mendahului perkusi. Ini dimaksudkan agar interprestasi hasil asukultasi tidak salah, oleh karena setiap manipulasi pada abdomen akan merubah bunyi peristaltik usus.
Inspeksi Ukuran dan bentuk perut Karena otot abdomen anak masih tipis dan waktu berdiri anak kecil cenderung menunjukkan posisi lordosis, maka perut anak kecil tampak agak membuncit ke depan (pot belly). Perut yang buncit dapat simetris atau asimctris. Buncit yang simetris terdapat pada pelbagai keadaan termasuk otot perut yang hipotonik atau atonik misalnya pada hipokalemia, hipotiroidea, rakitis, penimbunan lemak dinding perut, udara bebas dalarn rongga peritoneum (pneumoperitonuem) akibat trauma atau perforasi usus, asites, atau pada ileus obstruktif letak rendah. Pada asites yang jumlahnya sedang atau banyak, dalam posisi telentang perut melebar ke lateral seperti perut kodok. Buncit yang asimetris dapat disebabkan oleh otot perut yang paralitik misal pada poliomielitis, pembesaran organ intraabdominal, aerofagia akibat banyak menangis atau kesalahan pemberian minum. Konstipasi, ileus obstruksi tinggi, duplikasi usus, dan neoplasina atau kista intraabdominal misalnya tumor Wilms, neuroblastoma, kista duktus koledokus, atau ginjal polikistik juga dapat menyebabkan buncit yang asimetris. Unhik membedakan massa yang padat dengan kista dilakukan pemeriksaan transiluminasi. Karena bayi dan anak sampai usia 6-7 tahun lebih banyak menggunakan otot perut daripada otot dada untuk pernapasan, maka setiap pembesaran perut pada usia ini akan memperberat keadaan bila ia juga menderita kelainan paru. Dinding perut Kulit perut yang tampak meregang dan tipis pada asites yang sangat besar akan menjadi keriput bila asites menghilang. Kulit perut keriput juga terlihat pada malnutrisi serta penurunan tekanan intraabdominal yang terjadi mendadak oleh penyebab lainnya. Membesar kronik, atau sindrom Hurler dan mukopolisakaridosis lain. Pada neoplasma atau organomegali mungkin ditemukan hernia umbilikalis akibat peninggian tekanan intraabdominal. Hernia umbilikalis tampak jelas bila anak menangis atau batuk. Gambaran vena abdomen dapat terlihat pada gizi kurang atau buruk. Gambaran vena patologis terlihat pada gagal jantung, peritonitis, obstruksi vena. Arah
aliran darah vena dapat memberi petunjuk penyebab pelebaran vena. Dalam keadaan normal arah aliran darah vena di bawah Umbilikus adalah ke arah bawah, sedangkan di atas umbilikus ke arah atas. Pada obstruksi vena kava inferior arah aliran darah menjadi terbalik, yakni ke alas. Pada obstruksi vena kana superior, aliran darah pada vena di atas umbilikus yang normalnya ke atas menjadi ke bawah. Gerakan dinding perut Pada pernapasan bayi dan anak sampai usia 6-7 tahun, dinding abdomen lebih banyak bergerak dibanding dengan dinding dada. Gerakan dinding abdomen ini berkurang pada apendistis, peritonitis, atau keadaan abdomen akut lainnya akibat rasa nyeri, pada ileus paralitikus atau paralisis diafragma, dan pada asites yang sangat besar atau udara intraabdominal yang sangat banyak sehingga gerakan terbatas. Sebaliknya bila gerakan dinding perut lebih mencolok daripada gerakan dinding dada pada anak di atas usia 6-7 tahun harus dicurigai adanya kelainan paru. Peristaltik usus dilihat dengan mengarahkan lampu tegak lurus pada dinding perut, dan pemeriksa mengamatinya dengan posisi mata setinggi perut pasien. Peristaltik ini mungkin dapat dilihat pada bayi prematur atau anak yang sangat kurus. Pada keadaan patologis tertentu seperti obstruksi traktus gastrointestinalis (stenosis atau spasme pilorus, stenosis atau atresia duodenum, malrotasi usus) peristaltik dapat dengan mudah terlihat. Keadaan yang sama juga mungkin tampak pada pasien dengan infeksi
traktus
urinarius,
insufisiensi
adrenal,
atau
alergi
pada
traktus
gastrointestinalis. Auskultasi Dalam keadaan normal suara peristaltik terdengar sebagai suara yang intensitasnya rendah dan terdengar tiap 10-30 detik. Bila dinding perut diketuk maka frekuensi dan intensitas peristaltik akan bertambah. Nada peristaltik akan berubah menjadi tinggi (nyaring) pada obstruksi traktus gastrointestinalis (bunyi metalik) sedangkan frekuensinya akan bertambah pada gastrointestinalis, serta berkurang atau bahkan menghilang pada peritonitis atau ileus paralitikus. Pada permulaan peritonitis, frekuensi peristaltik usus akan bertambah sebelum akhirnya menghilang. Perkusi Cara perkusi abdomen sama saja dengan perkusi dada, hanya penekanan jari lebih ringan dan ketukan juga lebih perlahan. Perkusi dilakukan dari daerah epigastrium secara sistematis menuju ke bagian bawah abdomen (Gambar 40). Pada perkusi abdomen dalam keadaan normal terdengar bunyi timpani di seluruh
permukaan abdomen, kecuali di daerah hati dan limpa. Bunyi timpani yang abnormal dapat didengar pada keadaan obstruksi saluran gastrointestinalis yang terletak rendah, ileus paralitikus, atau aerofagia. Perkusi pada abdomen terutama ditujukan untuk menentukan adanya cairan bebas (asites) atau udara di dalam rongga abdomen. Perkusi juga dapat dilakukan untuk membantu menentukan batas hati, serta batasbatas massa intraabdominal. Asites pada anak dapat disebabkan oleh penyakit hati kronik misalnya sirosis hepatis, penyakit ginjal seperti sindrom nefrotik, gagal jantung kongesif, peritonitis tuberkulosa, dan chilous ascites akibat kebocoran sistem limfalik abdominal, suatu keadaan yang jarang terjadi. Kwasiorkor juga dapat disertai asites. Terdapat 4 cara untuk mendeteksi terdapatnya asites, yakni : Pada posisi anak telentang dilakukan perkusi sistematik dari umbilikus ke arah lateral dan bawah untuk mencari batas berupa garis konkaf antara daerah yang timpani dengan daerah pekak yang terdapat bila ada asites Menentukan adanya daerah redup yang berpindah (shifting rlullues) dengan melakukan perkusi dari umbilikus ke sisi perut untuk mencari daerah redup atau pekak; daerah redup ini akan menjadi timpani apabila anak berubah posisi dengan cara memiringkan pasien. Menentukan adanya gelombang cairan (fluid wave) atau disebut cara undulasi. Cara ini dilakukan pada asites yang sangat banyak serta dinding abdomen yang tegang. Pasien dalam keadaan telentang; satu tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi perut pasien, sedangkan jari tangan satunya mengetuk-ngetuk dinding perut sisi lainnya. Sementara itu dengan pertolongan orang lain gerakan yang diantarkan melalui dinding abdomen dicegah dengan jalan meletakkan satu tangan di tengah abdomen pasien dengan sedikit menekan. Pada asites dapat dirasakan gelombang cairan pada tangan pertama. Gelombang ini juga dapat didengarkan dengan stetoskop. Menentukan daerah yang redup pada bagian terendah perut pada posisi anak tengkurap dan menungging (knee chest position). Ini dilakukan pada anak besar dengan asites sedikit (puddle sign). Tidak semua cara dapat mendeteksi terdapatnya asites. Dalam praktik asites ini diperiksa dengan satu atau lebih cara yang telah diuraikan di atas, bergantung pada sedikit atau banyaknya cairan asites. Pekak hati ditentukan dengan perkusi; pekak hati hilang apabila terdapat udara 1 bebas dalam rongga abdomen. Keadaan ini disebut pneumoperitoneum yang dapat; disebabkarl oleh perforasi usus atau trauma tusuk. Kandung kencing yang penuh menimbulkan daerah perkusi yang pekak di daerah suprasimfisis. Pada peritonitis
tuberkulosa tanpa asites yang banyak dapat ditemukan fenomena papan catur berupa daerah redup dan timpani berselang-seling, namun kelainan ini sulit dideteksi pada bayi atau anak kecil. Palpasi Pemeriksaan palpasi merupakan bagian terpenting pemeriksaan abdomen. Untuk ini diperlukan konsentrasi, kesabaran, latihan, serta pengalaman. Apabila mungkin perhatian anak dialihkan selama pemeriksaan. Pada anak yang sudah mengerti, dapat dilakukan pembicaraan dengan topik yang disukai oleh anak. Anak yang koperatif dapat diminta untuk menarik napas dalam di samping menekuk lututnya dan berbaring dengan bantal tipis. Dengan cara ini otot perut akan lemas, sehingga palpasi mudah untuk dilakukan. Anak yang belum dapat berbicara dapat diperiksa saat ia minum susu botol atau diperlihatkan mainan. Pada anak yang menangis pun masih dapat dilakukan palpasi, oleh karena otot perut akan relaksasi pada inspirasi. Sebelum melakukan palpasi kedua telapak tangan harus saling digosokkan untuk menghangatkannya. Palpasi abdomen dapat dilakukan monomanual atau bimanual. Pada palpasi monomanual biasanya digunakan tangan kanan saja, sedangkan pada palpasi bimanual digunakan 2 tangan , tangan kanan pemeriksa diletakkan pada permukaan perut dan tangan kiri diletakkan di bawah pinggang kanan atau kiri pasien. Tangan kiri pemeriksa agak mengangkat pinggang pasien agar alat di dalam rongga abdomen lebih mudah diraba. Palpasi dilakukan dengan seluruh jari tangan dimulai dengan kuadran kiri bawah. Dilanjutkan secara sistematis ke kuadran kiri atas, lalu ke kanan atas, dan terakhir ke kanan bawah. Pada anak yang cukup besar yang dapat menunjukkan lokasi nyeri, palpasi dilakukan pada bagian yang tidak sakit lebih dahulu; bagian yang sakit dipalpasi paling akhir. Penekanan pada palpasi harus dimulai dengan ringan atau superfisial, dilanjutkan dengan palpasi yang lebih dalam. Untuk meraba lebih dalam, palpasi dilakukan dengan kedua tangan yang saling bertopangan. Ketegangan dinding perut dan nyeri tekan Terdapatnya tempat yang nyeri dapat dilihat dari perubahan mimik anak ataupun perubahan nada tangis pada palpasi. Lokasi nyeri dapat pula ditentukan dengan terdapatnya nyeri lepas; yakni dengan melihat reaksi pasien bila pemeriksa melepaskan secara tiba-tiba palpasi dalam daerah yang jauh dari lokasi nyeri yang dicurigai.
Pada anak kecil pemeriksa tidak boleh menanyakan mana daerah yang merasa yeri, karena ia hampir selalu menunjuk ke daerah pusat. Perlu diingatkan bahwa okasi nyeri tidak selalu berhubungan dengan kelainan organ di daerah tersebut. Nyeri pada bagian bawah perut dapat disebabkan oleh gastroenteritis, obstruksi testinal, tumor, ulserasi divertikulum Meckel, atau torsi ovarium atau testis ua kelainan yang disebut terakhir jarang terjadi. Nyeri kuadran kanan bawah apat
disebabkan oleh apendisitis atau abses apendiks. Nyeri kuadran kanan atas biasanya disebabkan oleh organ hati yang membesar dengan cepat sehingga terjadi peregangan kapsul hati seperti pada demam berdarah dengue, hepatitis, atau invaginasi. Nyeri di kuadran kiri atas paling sering disebabkan oleh limpa yang membesar dengan cepat, ruptur limpa, atau invaginasi. Nyeri di atas unibilikus dapat disebab oleh gastroenteritis, batuk yang keras, ulkus peptikum atau ulkus duodeni, sedangkan nyeri bagian tengah di bawah umbilikus biasanya disebabkan oleh sistitis. Nyeri perut yang tidak menentukan tempatnya dapat disebabkan banyak hal, misalnya infeksi saluran napas atas, limfadenitis mesenterika, demam reumatik, peritonitis, campak, anemia sel sabit, leukemia, alergi, asidosis, atau stres. Rasa nyeri yang disebabkan oleh kelainan intraabdominal dapat dibedakan dari nyeri otot perut dengan cara melakukan palpasi dengan posisi kepala anak terangkat sedikit. Pada kelainan intraabdominal perasat ini menyebabkan rasa nyeri berkurang, sebaliknya pada kelainan dinding perut rasa nyeri bertambah. Ketegangan otot perut (defence musculaire) terjadi pada peradangan alat di dalam abdomen misalnya kolesistitis, apendisitis, atau pritonitis, spasrne otot ini dapat terjadi menyeluruh atau lokal. Palpasi organ intrabominal Hati Hati dapat dipalpasi secara monomanual atau bimanual; palpasi hati lebih banyak dilakukan dengan ujung jari. Untuk melakukan pengukuran besarnya hati, digunakan patokan dua garis, yakni : Garis yang menghubungkan pusat dengan titik potong garis mid-klavikularis kanan dengan arkus kosta Garis yang menghubungkan pusat dengan prosesus xifoideus Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dan dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis tersebut. Pembesaran hati dipandang lebih baik dinyatakan dalam cm dari arkus kosta, dan akan lebih jelas apabila digambar secara skematis.
Selain ukuran hati, harus dicatat konsistensi, tepi, permukaan, dan terdapatnya nyeri tekan. Dalam keadaan normal pada anak Indonesia sampai usia 5-6 tahun, hati masih
teraba
sampai
berukuran
1/3-1/3
dengan
tepi
tajam,
konsistensi
kenyal„ permukaan rata, tanpa nyeri tekan. Pembesaran hati (hclratorrtcgali) terdapat pada pelbagai keadaan, di antaranya penyakit jantung kongestif, perikarditis konstriktiva, penyakit metabolik seperti keganasan (hepatoma, leukemia, penyakit Hodgkin), juga kista hati (kista ekinokokus), lupus eritematosus, hemosiderosis, dan malnutrisi. Pada gagal jantung kongestif tepi hati teraba tumpul. Pada nekrosis hati yang akut, hati mengecil dengan cepat. Pada ekinokokus hidatid, mungkin dapat diraba getaran (thrill) pada hati yang membesar. Pulsasi hati biasanya disebabkan oleh transmisi impuls aorta. Hepatumegali juga dapat terjadi akibat penyebab lain yang jarang, yakni regurgitasi atau stenosis trikuspid atau perikarditis konstriktiva. Limpa Cara palpasi limpa mirip dengan palpasi hati, dapat dilakukan monomanual dan bimanual. Pada neonatus, limpa mungkin masih teraba sampai 1-2 cm di bawah arkus kosta oleh karena proses hematopoesis ekstramedular yang masih berlangsung sampai anak usia 3 bulan. Limpa yang membesar (splenomegali) dapat dibedakan dari pembesaran lobus, kiri hati karena bentuk limpa yang seperti lidah menggantung ke bawah, ikut bergerak pada pernapasan, mempunyai insisura lienalis, serta dapat didorong ke arah medial, lateral, dan atas. Limpa juga harus dibedakan dengan iga terakhir, yakni dengan cara palpasi bimanual atau dengan perkusi. Besarnya limpa diukur menurut cara Schuffner. Jarak maksimum dari pusat ke garis singgung pada arkus kosta kiri dibagi menjadi 4 bagian yang sama; garis ini, diteruskan ke bawah sehingga memotong lipat paha, garis dari pusat ke lipat paha ini pun dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Pembesaran limpa dinyatakan dengan temproyeksikan ke dalam bagian-bagian ini. Limpa yang membesar sampai pusat dinyatakan sebagai Schuffner IV, sampai lipat paha Schuffner VIII. Besarnya limpa juga dapat dinyatakan dalam cm dari arkus kosta, dan untuk memperjelas lebih baik digambar skematis. Splenomegali terdapat pada pelbagai penyakit infeksi misalnya sepsis, demam foid, malaria, atau toksoplasmosis. Penyakit darah seperti talasemia dan anemia el sabit juga menyebabkan limpa membesar. Ginjal
Dalam keadaan normal ginjal tidak dapat diraba kecuali pada neonatus. Ginjal yang membesar dapat diraba dengan cara bullotement yang juga digunakan untuk meraba organ atau massa lain yang terletak retroperitoneal. Caranya adalah dengan meletakkan tangan kiri pemeriksa di bagian posterior tubuh pasien sedemikian sehingga jari telunjuk berada di angulus kostovertebralis. Kemudian jari telunjuk ini menekan organ atau massa ke atas, sementara tangan kanan melakukan palpasi secara dalam dari anterior dan akan terasa organ atau massa tersebut menyentuh, kemudian jatuh kembali, bila letaknya retroperitoneal. Pembesaran ginjal dapat ditemukan pada beberapa keadaan patologis, seperti pada hidronefrosis, ginjal Olikistik, abses perinefritis, hematoma perirenal, atau trombosis v. renalis. Kandung kencing Pada bayi dan anak kecil kandung kencing yang penuh mungkin dapat diketahui dari inspeksi, palpasi atau perkusi. Anggota Gerak dan Tulang Belakang Anggota Gerak Pada pemeriksaan anggota gerak bayi dan anak sekaligus dinilai pula keadaan tulang, otot, serta sendi-sendi. Urutan pemeriksaan anggota gerak ini bergantung pada usia serta koperasi anak. Pada anak yang sudah berjalan, penilaian keadaan anggota gerak dapat dilakukan sambil menilai bentuk tubuh, cara berjalan, serta caranya mengambil mainan serta barang lainnya. Pada bayi, pemeriksaan anggota gerak dimulai dengan memperhatikan sikap kedua lengan. Bayi normal sampai usia 6 bulan sering tampak terpaku melihat ke salah satu sisinya, atau dengan tangan saling berpegangan pada posisi yang tidak biasa. Perhatikan apakah anggota gerak bergerak aktif simetris kanan dan kiri. Jika terdapat salah satu lengan terkulai lemas, dapat dicurigai adanya paresis Erb's, paresis Klumpke atau paralisis total nervus brakialis. Jika hanya satu sisi anggota gerak yang aktif, patut dicurigai adanya hemiparesis. Pelbagai kelainan kongenital dapat terjadi pada ekstremitas superior maupun inferior, di antaranya amelia (tidak terdapatnya semua anggota gerak), ekstromelia (tidak ada salah satu anggota gerak), fokomclia (anggota gerak bagia proksimal yang pendek), sindaktili (bergabungnya jari-jari), atau polidaktili (jumlah jari lebih dari normal).
Perhatikan panjang serta bentuk anggota gerak, yang sangat dipengaruhi oleh nutrisi atau faktor genetik. Ekstremitas (termasuk jari-jari) yang panjang dan kurus terdapat pada pasien araknodatili, homosistinuria, dan sindrom Marfan; kadang dengan bentangan lengan (span) sampai melebihi tinggi badan. Anggota gerak yang
pendek dan lebar terdapat pada sindrom Down, gargoilisme atau kondrodistrofi; pada pseudohipoparatiroidisme jari-jari I, IV dan V tampak pendek. Ekstremitas yang pendek dapat pula disebabkan oleh faktor-faktor non-kongenital, misalnya penyakit epifisis atau palsi serebral. Ekstremitas kanan dan kiri mungkin tidak sama panjang. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh fraktur, dislokasi panggul atau penyakit panggul lainnya, tetapi dapat disebabkan oleh hemangiomayang besar, limfangioma, fistula arteriovena, neurofibromatosis atau hemihipertrofi. Hemihipertrofi dapat bersifat idiopatik atau merupakan bagian sindrom Beckwith-Wiedeman, atau karsinoma korteks adrenal. Perhatikan apakah terdapat jari tubuh(clubbedfingers)tangan dan kaki. Tanda
dini jari tubuh adalah naiknya dasar kuku, yang pada stadium selanjutnya seluruh bagian distal jari dan kuku mengembang dan membundar. Jari tubuhdapat disebabkan oleh tiap keadaan yang menyebabkan hipoksia kronik (penyakit jantung bawaan sianotik, penyakit paru kronik), dan dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit hati kronik, endokarditis, dan beberapa keganasan. Perhatikanlah apakah terdapat gangren atau nekrosis jaringan akibat sumbatan pembuluh darah. Proses ini mula-mula ditandai dengan anggota gerak yang dingin, pucat dan kekuatan ototnya hilang, serta rasa nyeri. Dengan berlanjutnya proses nekrosis maka daerah tersebut tidak terasa sakit lagi, sedang warnanya berubah menjadi hitam. Daerah nekrosis dapat kering, akan tetapi dapat pula basah dan terinfeksi. Penyebabnya yang terbanyak adalah emboli, terutama vena umbilikalis akibat trauma, infeksi atau kadang akibat kedinginan. Deformitas akibat fraktur hampir selalu disebabkan oleh trauma. Di samping deformitas, tanda fraktur lainnya adalah nyeri, krepitasi, serta gangguan fungsi anggota gerak. Fraktur patologis dapat terjadi tunggal atau lebih sering multipel, yang dapat disebabkan oleh banyak hal seperti displasia poliostotik fibrosa, hipoplasia kelenjar paratiroid, kista tulang, atau osteogenesisimperfekta, atau pasien yang tirah baring dalam waktu yang lama. Penting diperhatikan terdapatnya kelainan posisi kaki, misalnya club foot. Waktu lahir kedua kaki bayi selalu dalam posisi varus atau vargus, tidak pernah lurus. Pada anak kecil sampai lebih kurang 2 tahun setelah dapat berjalan, telapak kaki tampak datar. Pada pes kavus lengkung telapak kaki sangat tinggi; hal ini dapat normal atau terdapat pada pasien ataksia Friedreich, poliomielitis, atau jenis kelumpuhan lain. Pada pes ekuiuus pasien berjalan pada ujung dista] kakinya (berjengket); kelainan ini dapat bersifat lokal (kontraktur otot kaki) atau dapat disertai dengan palsi serebral.
Selanjutnya diperiksa sikap badan serta cara berjalan pasien. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan di depan cermin, sehingga aspek anterior dan posterior dapat dinilai sekaligus. Dalam keadaan normal anak yang baru belajar berjalan akan berjalan dengan kedua kaki agak membuka. Pada usia 3-4 tahun kedua kaki merapat dengan jari-jari lurus ke depan. Bila pada anak besar tampak jarak kedua tungkai berjauhan pada waktu berjalan, harus dipikirkan kemungkinan adanya defek mekanisme keseimbangan atau kelainan mekanik tungkai atau kaki. Keseimbangan tubuh dalam keadaan istirahat maupun berjalan ditentukan oleh fungsi serebelum, saraf otak vestibularis, fungsi otot, tulang, dan sendi. Karena itu gangguan keseimbangan dan tubuh baik pada waktu diam maupun waktu berjalan mungkin disebabkan oleh faktor-faktor tersebut. Gaya berjalan seperti menggunting(scissors' gait)dapat dilihat pada pasien palsi serebral tipe spastik dan pasien defisiensi mental lain. Pemeriksaan dilakukan dengan mengangkat anak pada ketiaknya dan membuatnya berjalan. Kelemahan anggota gerak juga perlu dicatat; keadaan ini dapat disebabkan oleh infeksi lokal, kelainan saraf atau sendi. Penyebab yang paling sering adalah trauma, kelelahan dan kelainan panggul. Pada pemeriksaan otot dapat dinilai perkembangan, tonus, adanya rasa nyeri, spasme, dan paralisis. Tonus otot adalah resultante dari massa otot dan stimulasi saraf. Tonus otot dinilai dengan memperhatikan gerakan otot, dan bila perlu pada anak besar diminta untuk melakukan gerakan-gerakan normal dengan tahanan dari pemeriksa. Tonus otot menurun pada emasiasi, malnutrisi, distrofia, beberapa jenis palsi serebral, poliomielitis
dan
lesi
loiucr
motor
neuron
lain,
neuritis,
hipotiroidisme,
hipopituitarisme, sindrom Down, dan hipokalemia. Tonus otot meningkat pada tiap keadaan yang menyebabkan spasme seperti trauma atau infeksi otot, tulang dan sendi, pada kelainan metabolik dan lesi upper motor neuron. Pada tetanus terdapat spasme umum yang mengenai seluruh otot seran-lintang. Sendi-sendi hendaknya diperiksa dengan cermat. Perhatikan apakah terdapat kemerahan, bengkak, panas pada perabaan, nyeri tekan dan nyeri pada gerakan, serta terbatasnya gerakan sendi. Tanda-tanda radang sendi (artritis) terdapat pada atritis reumatoid, demam reumatik, reaksi alergi, artritis infeksi, serum sicktwss, hemartrosis, dan osteokondritis. Pada keadaan-keadaan tersebut gerakan menjadi terbatas akibat rasa nyeri dan spasme otot dan tendon di daerah sekitarnya. Perlu ditekankan bahwa artritis pada demam reumatik akut bersifat berpindah-pindah (poliartirtis migrans), mengenai sendi-sendi yang besar terutama lutut, siku, serta pergelangan tangan
dengan rasa nyeri yang tidak proposional dengan kelainan obyektifnya. Keadaan ini biasanya akan hilang sendiri dalam beberapa hari pada setiap sendi yang terkena, dan seluruh kelainan sendi akan hilang dalam waktu 1 bulan. Poliartritismigrans juga memberikan respons yang cepat dengan asetosal, yang membedakannya dengan atritis reumatoid yang lebih sulit diobati. Perhatikan terdapatnya dislokasi,
terutama
dislokasi
sendi
panggul.
Pemeriksaan dilakukan dengan anak telentang dan fleksi pada sendi lutut, kemudian dilakukan Otasi internadan rotasi eksterna kedua tungkai atas. Dalam keadaan normal rotasi dapat dilakukan dengan simetris, dan pada rotasi eksterna biasanya lutut sampai menyentuh tempat tidur. Bila terdapat dislokasi, maka terjadi hambatan pada sisi yang terkena. Subluksasio sendi panggul dapat diduga pada anak yang besar yang tungkainya besar sebelah. Anak ini dapat diminta berdiri pada tungkai yang sehat dan mengangkat tungkai yang terkena, tetapi bila ia berdiri pada tungkai yang terkena, ia tidak dapat mengangkat tungkai yang normal (tanda Trendelenburg), , berbeda dengan dislokasi panggul yang tidak disertai rasa nyeri, yang terutama |>ada waktu pagi hari. Massa intraabdominal Dalam melakukan palpasi massa intraabdominal, selain ukuran serta letak massa, harus pula dirinci konsistensi, tepi atau konfigurasi, permukaan, pulsasi, fluktuasi, adanya nyeri tekan, mobilitas serta hubungannya dengan alat sekitarnya. Bila massa intraabdominaltersebut dicurigai suatu keganasan, maka palpasi harus dilakukan dengan sangat hati-hati, deteksi massa intraabdominalsukar dilakukan bila terdapat asites yang banyak. Massa yang berbentuk seperti sosis dan nyeri tekan pada intususepsi mungkin dapat diraba di kuadran kanan bawah. Massa intraabdominallain yang mungkin teraba adalah malposisi traktus urinarius, hidroureter, alau hidronefosis. Perlu pula diingat bahwa fases yang mengeras (skibala) dapat teraba sebagai massa yang kadang berbenjol-benjol dan tidak nyeri tekan. Bolus askaris cukup sering ditemukan di Indonesia, dan pada anak yang kurus mungkin teraba gumpalan cacing yang melingkar-lingkar. Massa di daerah inguinal (kanan atau kiri, atau keduanya) harus mengingatkan kita akan kemungkinan terdapatnya hernia inguinalis (lihat juga seksi Genitalia). Secara hati-hati massa tersebut dapat dicoba didorong ke arah kranial untuk melihat apakah hernia dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen (hernia reponibilis), ataukah tidak (hernia ireponibilis). Dengan jari kelingking mungkin dapat pula diraba cincin hernia.
Anus dan rektum Pemeriksaan anus pada bayi dan anak tidak dilakukan secara rutin. Pemeriksaan colok dubur hanya dikerjakan pada pasien sakit perut yang mengarah ke gawat perut (abdomen akut). Berikut diuraikan secara ringkas kelainan yang mungkin ditemukan pada daerah ini. Daerah anus Kelainan kongenital di daerah anus yang terpenting adalah tidak terbentuknya anus (anus imperforata, atresia ani), yang pada 50% kasus disertai fistula rektovesikal,rektoperineal
atau
rektovaginal.
Oleh
karena
itu
pemeriksaan
ultrasonografi harus dilakukan sedini mungkin pada kasus anus imperforata ini. Bila terdapat fistula, mekonium atau flatus dapat keluar melalui uretra ataupun vagina, urin mungkin mengandung mekonium pula. Pada anus imperforata, adanya fistula rektoperineal dapat disalahtafsirkan sebagai anus. Pemeriksaan colok dubur Bila terdapat indikasi, colok dubur dilakukan dengan anak dalam posisi tengkurap dan fleksi pada kedua sendi lutut. Tangan pemeriksa memakai sarung tangan, dan yang digunakanlah adalah jari kelingking. Bila anak sudah besar, ia diminta untuk kencing lebih dahulu. Lokasi kelainan merujuk pada angka-angka pada jam; titik yang paling ventral pada pasien adalah angka 12, paling dorsal angka 6, sisi kiri pasien angka 3 dan sisi kanannya angka 9. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: Ada atau tidaknya anus. Tonus sfingter: normal, bertambah atau berkurang. Tonus sfingter bertambah pada stenosis ani yang menyebabkan sfingter ani eksterna tidak berfungsi baik, sehingga terjadi inkontinensia alvi. Lnkontinensia alvi juga dapat terjadi pada sindrom regresi kaudal, miodisplasia, dan tumor intraspinal. Ada atau tidaknya bagian yang menyempit atau yang melebar. Stenosis anorektal mungkin dapat diraba berupa cincin jaringan ikat yang berdiameter 1 Vi-2 cm di atas anus. Bila terdapat megakolon, maka jari pemeriksa merasakan bagian yang membonjol sepanjang 2-5 cm sesudah anus disertai rektum yang kosong. Ada atau tidaknya fistula. Apabila terdapat fistula rektovaginal, jari pemeriksa dapat masuk dari rektum ke vagina, dan apabila terdapat vistula rektouretral maka jari pemeriksa dapat masuk ke uretra. Terdapatnya nyeri. Nyeri lokal terdapat misalnya pada fisura ani atau peradangan di sekitar anus dan rektum. Sakit perut mungkin dapat dilokalisasi tempatnya dengan pemeriksaan colok dubur ini. Terdapatnya rasa nyeri dapat dilihat dari perubahan mimik pasien pada pemeriksaan.
Ada tidaknya fases di dalam rektum. Bila ada fases perlu dirinci sifat-sifatnya termasuk warna, konsistensi, tercampur lendir atau tidak, serta tercampur darah atau tidak. Anus dan rektum dapat tampak distensi oleh fases pada konstipasi kronik atau defek mental. Bila rektum tidak terisi feses pada penyakit akut, perlu dipikirkan adanya ileus paralitik atau obstruktif, atau peritonitis. Massa tumor. Massa tinja yang keras (skibala) kadang disalahtafsirkan sebagai tumor; pada pemeriksaan colok dubur massa tinja mudah dipindahkan. Massa yang menimbulkan nyeri hebat di kuadran bawah mungkin terdapat pada intususepsi. Pada apendisitis, abses apendiks atau ileitis dapat diraba massa di kuadran kanan bawah disertai nyeri. Dalam rektum mungkin dapat diraba polip; massa yang mendorong rektum ke depan, biasanya adalah teratoma. Prostat. Pada umumnya prostat tidak teraba pada bayi dan anak kecil. Pada pasien pubertas prekoks atau hiperplasia adrenal mungkin dapat diraba prostat yang lebih besar dari 1 cm di garis tengah dinding anterior rektum. Uterus dan ovarium pada perempuan dapat diraba pada pubertas atau kadang sebelumnya. Uterus teraba sebagai massa yang berbentuk oval dengan ukuran 1-2 cm di sebelah anterior rektum serta 3-4 cm di atas simfisis. Ovarium berukuran 0.5-1 cm, kira-kira 2-3 cm di lateral kanan dan kiri atas uterus. Bila diduga terdapat kelainan saraf perifer pada lesi spinal, maka harus diperiksa juga sensibilitas daerah perineum, juga dengan rujukan jarum jam. Dalam keadaan normal akan terjadi tivilching daerah perineum yang biasanya disertai gerakan anus ke arah lateral. Genitalia Pemeriksaan genitalia pada anak dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Pada anak perempuan kadang diperlukan pemeriksaan lain misalnya pemeriksaan colok dubur (lihatlah seksi Anus dan Rektum) atau pemeriksaan bimanual abdominalrektum atau vaginoskopi. Pada keadaan-keadaan tertentu diperlukan pemeriksaan transiluminasi. Pemeriksaan genitalia pada neonatus sangat penting untuk deteksi dini beberapa kelainan bawaan seperti pseudohermafroditisme, hiperplasia korteks kongenital atau defek perkembangan lainnya. Genitalia perempuan Perhatikan perkembangan bagian-bagian genitalia eksterna. Pada keadaan normal, genitalia eksterna bayi prematur dan sebagian bayi cukup bulan belum tampak berkembang dengan sempurna. Labia minoranya relatif membonjol serta berwarna kemerahan; makin prematur bayi, makin membonjol labia minoranya. Sudut labia minora pada bayi baru lahir berwarna gelap.
Klitoris pada bayi prematur juga tampak lebih membonjol daripada pada bayi cukup bulan. Lebar klitoris pada bayi baru lahir kurang dari 5 mm. Bila klitoris sangat besar harus dicurigai kemungkinan virilisasi misalnya pada hiperplasia korteks adrenal kongenital. Sebaliknya dapat terlihat klitoris yang kecil dengan hipoplasia labia, yang mungkin dapat ditemukan pada bayi dengan sindrom Prader-Willi. Perhatikan kemudian apakah sudah terapat tanda seks sekunder. Rambut pubik dalam keadaan normal baru timbul pada usia 12 ±1,1 tahun. Bila telah terdapat rambut pubik sebelum usia 8 tahun harus dicurigai terdapatnya pubertas prekoks (lihat uraian pada bab Pubertas). Perhatikan apakah terdapatnya sekret yang keluar dari lubang genital. Sekret | yang jernih, mukoid atau kadang berdarah mungkin ditemukan pada bayi cukup I bulan dalam minggu pertama atau kedua, paling sering pada hari ke-2 dan ke-3 | (lihat bab Pemeriksaan Fisis Neonatus). Sekret yang berasal dari uretra pada anak | selalu berarti patologis danmerupakan petunjuk yang penting untuk terdapatnya f infeksi traktus urinarius. Genitalia lelaki Pada anak lelaki perhatikanlah ukuran dan bentuk penis, testis dan terdapatnya J kelainan perkembangan misalnya hipospadia, epispadia, atau fimosis serta kelainan jK; lainnya seperti infeksi, ulserasi, dan lain-lainnya. Penis Panjang penis bayi cukup bulan adalah 3,9 ± 0,8 cm. Pembesaran penis, skrotum, dan prostat pada hiperplasia korteks adrenal mungkin sudah terlihat sejak lahir atau mungkin baru tampak beberapa bulan bahkan beberapa tahun kemudian. Pada kelainan ini skrotum berwarna gelap, dan pembesaran penis tidak disertai dengan pembesaran testis. Mikropenis, penis yang sangat kecil, dapat ditemukan pada keadaan
hipogonadisme
hipogonadotrofik,
hipogonadisme
primer
(sindrom
Klinefelteratau degenerasi testis pada masa janin). Falus yang sangat kecil antara lain dapat ditemukan pada keadaan hipogamaglobulinemia dengandefisiensi hormon pertumbuhan. Pada anak yang amat gemuk penis seringkah tampak kecil meskipun sebenarnya berukuran normal. Selanjutnya perhatikan apakah terdapat kelainan muara uretra. Epispadia adalah muara uretra yang terdapat di bagian dorsal penis (mungkin di glans penis, batang penis, atau simfisis); kelainan ini dapat disertai dengan inkotinensia urin dan terbelahnya mons pubis. Pada hipospadia, orifisium uretra berada di permukaaan ventral penis, biasanya dekat glans atau sepanjang penis; kadang orifisium uretra
terdapat di perineum disertai dengan skrotum bifida. Pada keadaan tersebut prepusium hanya meliputi bagian dorsal glans saja; bentuk penis dapat abnormal atau rudimenter, dan dapat disertai dengan kriptorkismus. bila terdapat penis yang kecil dan hipospadia seringkah terdapat kelainan traktus urinarus lainnya, maka harus dilakukan pemeriksaan USG ginjal. Stenosis mcatus uretra yang jarang terjadi dapat dikenal dari pancaran urin yang terganggu. Selanjutnya diperhatikan apakah terdapat ulserasi pada meatus uretra yang sering terjadi pada bayi lelaki terutama bila telah disirkumsisi. Pada anak normal sampai usia 4 tahun, prepusium mungkin masih melekat dengan glans penis. Fimosis adalah pembukaan prepusium yang kecil, sehingga prepusium tidak dapat ditarik ke belakang glans penis. Mulut prepusium yang sangat sempit sering mengganggu miksi, sehingga bayi akan mengejan setiap kali ia berkemih. Pada parafitnosis kulit luar penis mengalami refraksi di belakang korona glans sehingga tidak dapat ditarik ke bawah; akibatnya seringkah terjadi pembengkakan serta perubahan warna glans penis. Akhirnya perlu diperiksa untuk kemungkinan terdapatnya kelainan-kelainan lokal kulit penis. Dapat ditemukan kelenjar sebasea ektopik yang seringkah tampak sebagai papula yang mengeluarkan bahan serupa lemak. Skrotum dan testis Dalam keadaan normal pada bayi cukup bulan testis sudah berada dalam skrotum, sedangkan pada bayi kurang bulan testis seringkah masih berada di dalam kanalis inguinalis. Kadang pada bayi cukup bulan salah satu atau kedua testis masih berada di dalam kanalis inguinalis, tetapi biasanya dapat dengan mudah didorong ke dalam skortum. Karena itu, evalusi keadaan tidak turunnya testis ke dalam skrotum : (kriptorkismus) harus dilakukan dengan pemeriksaan berulang kali.
Bila testis tidak terdapat di kanalis inguinalis, mungkin testis berada di dalam rongga abdomen atau tidak ada sama sekali. Meskipun sangat jarang, testis dapat ditemukan ektopik, yaitu di daerah femoral, di pangkal penis, atau di perineum. Daerah-daerah tersebut harus dipalpasi untuk mencari testis pada anak dengan kriptorkismus. Testis dalam kanalis inguinalis yang tidak dapat didorong ke dalam skrotum mungkin disebabkan oleh perlengketan atau terdapatnya band. Pada kriptorkismus sejati harus dilakukan pemeriksaankromatin seks dengan tujuan untuk menyingkirkan terdapatnya pseudohermafroditisme perempuan. Hernia inguinalis sering menyertai penurunan testis yang tidak sempurna. Biasanya testis sebelah kiri lebih rendah daripada yang kanan; bila sebaliknya ; mungkin terdapat situs inversus totalis. Selanjutnya diukur besarnya testis yang
dapat dilakukan dengan orkidometer Prader. Pertumbuhan testis yang cepat terjadi antara usia 9 sampai 14 tahun yang disertai dengan penipisan skrotum dan perubahan warnanya menjadi kemerahan. Sebelum usia 11 tahun, diameter testis adalah 1,5-2 cm, sedangkan pada usia dewasa muda 3,5-5 cm. Pada sindrom Klinefelter dan hipopituitarisme, diameter testis kecil oleh karena besarnya testis tergantung dari hormon gonadotropin yang jumlahnya berkurang pada kedua penyakit tersebut. Pembesaran testis dapat terjadi pada infeksi, tumor, atau pubertas prekoks yang bukan sekunder akibat hiperplasia adrenal. Akhirnya kelenjar limfe inguinal diperiksa dan dirinci karakteristiknya (ukuran, nyeri tekan, mudah digerakkan atau tidak). Dalam keadaan normal ukuran kelenjar getah bening di daerah inguinal adalah 1 cm. Terdapatnya pembesaran serta adanya rasa nyeri tekan menunjukkan adanya infeksi di tungkai, atau dapat pula merupakan bagian limfadenopati umum pada penyakit sistemik yang disertai pembesaran kelenjar yang menyeluruh.
View more...
Comments