pembuatan Sauerkraut (teknologi pengolahan pangan)

March 12, 2017 | Author: rindameilisadewi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Sauerkraut (kol asam) adalah makanan khas Jerman dari kubis yang diiris halus dan di fermentasi oleh berbagai macam asam...

Description

I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan. 1.1. Latar Belakang Sauerkraut (kol asam) adalah makanan khas Jerman dari kubis yang diiris halus dan di fermentasi oleh berbagai macam asam laktat, seperti Leuconostoc dan Pediococcus. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi. Kubis yang dicampur dengan garam dan cairan yang bersifat asam sebenarnya sudah ada sejak zaman prasejarah namun kemungkinan dideskripsikan pertama kali oleh Gaius Plinius Secundus di abad pertama Masehi. Cara pembuatan sauerkraut seperti sekarang diperkirakan berkembang sekitar tahun 1550 hingga 1750. Di tahun 1776, kapten James Cook diberi penghargaan medali Copley setelah membuktikan sauerkraut berkhasiat sebagai makanan pencega kelaparan di kalangan pelaut Inggris ketika melakukan pelayaran jauh (Damayanti, 2011). Buncis adalah sayur yang kaya dengan protein dan vitamin ini membantu menurunkan tekanan darah serta mengawal metabolisme gula dalam darah dan amat sesuai dimakan oleh mereka yang mengidap penyakit diabetes atau hipertensi. Kandungan serat dan enzim yang tinggi dapat membantu penurunan berat badan (Anonim, 2013). Fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik atau salah satu reaksi oksidasi reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi, dimana sebagai donor dan akseptor elektron adalah senyawa organik. Makanan fermentasi adalah suatu produk makanan yang dibuat dengan bantuan mikroorganisme tertentu. Mikroba menggunakan komponen pada bahan sebagai substrat untuk menghasilkan energi, membangun komponen sel, dan menghasilkan metabolit produk (Effendi, 2012).

1.2. Tujuan Percobaan Tujuan percobaan sauerkraut adalah untuk mengetahui pembuatan sauerkraut sebagai diversifikasi pangan untuk meningkatkan nilai ekonomi dan untuk memperpanjang umur simpan produk. 1.3. Prinsip Percobaan Prinsip percobaan sauerkraut adalah berdasarkan pada proses fermentasi anaerob dengan penambahan garam dalam kondisi kedap udara dan dalam keadaan steril.

II BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Bahan yang Digunakan, (2) Alat yang Digunakan, dan (3) Metode Percobaan. 2.1. Bahan yang Digunakan Bahan yang digunakan pada percobaan sauerkraut adalah buncis, air, dan garam. 2.2. Alat yang Digunakan Alat yang digunakan pada percobaan sauerkraut adalah timbangan, mangkuk, botol jar, plastik, inkubator, dan saringan. 2.3. Metode Percobaan Metode percobaan pembuatan sauerkraut adalah pertama-tama disiapkan bahan baku utama, kemudian disortir dan ditimbang. Setelah itu dicuci sampai bersih dan ditiriskan. Setelah itu direduksi ukuran dan ditambahkan garam kemudian diaduk rata dan ditata di dalam botol jar sampai rapih dan tidak berongga. Setelah itu, sebelum ditutup diberi air yang telah dibungkus dengan plastik, kemudian ditutup hingga rapat dan diberi perekat diluar tutup botol jar tersebut dan di inkubasi selama 7 hari dengan suhu 27 oC. Setelah 7 hari dilakukan pencucian dan penimbangan.

Penyortiran dan Penimbangan

Pencucian

Reduksi Ukuran

Fermentasi sauerkraut 27oC selama 7 hari

Sauerkraut siap di fermentasi

Pemberian garam dan pengemasan dalam botol jar

Pengamatan selama 7 hari

Pencucian kembali

Penimbangan Sauerkraut dan pengamatan

Gambar 1. Alur Proses Pembuatan Sauerkraut

III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Hasil Pengamatan dan (2) Pembahasan. 3.1. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan pembuatan sauerkraut dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Sauerkraut Buncis No 1 2 3 4 5 6 7

8

Pengamatan Nama Produk Basis Bahan utama Bahan Tambahan Berat Produk % Produk Organoleptik

Hasil Pengamatan Sauerkraut Buncis 200 gram Buncis 93% (180 gram) Garam 7% (14 gram) 168 gram 84 %

Warna

Hijau Tua

Rasa

Asin dan asam

Aroma

Khas buncis

Tekstur

Lunak

Kenampakan Gambar Produk

Kurang menarik

(Sumber: Kelompok C, Meja 2, 2013) 3.2. Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan sauerkraut dapat disimpulkan bahwa, berat produk yang didapat sebesar 168 gram, sedangkan % produk adalah 84%. Dengan rasa yang asin dan asam beraroma khas buncis, sauerkraut ini memiliki kenampakan kurang menarik dan bertekstur lunak.

Sauerkraut adalah salah satu pengawetan sayuran tertentu (karena tidak semua

sayuran)

dengan melakukan

fermentasi secara

spontan. Garam

dipergunakan manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan yang dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging dan bahan pangan lainnya. Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan sebagai

penghambat

selektif

pada

mikroorganisme

pencemar

tertentu.

Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%). Mikroorganisme patogenik, termasuk Clostridium botolinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10-12%. Beberapa mikroorganisme terutama jenis-jenis Leuconostoc dan Lactobacillus, dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan terbentuknya asam untuk menghambat organisme yang tidak dikehendaki. (Damayanti, 2011). Dalam proses fermentasi sayuran bakteri asam laktat, misalnya Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc plantarum dan Leuconostoc brevis, memfermentasi gula-gula yang terdapat dalam jaringan sayuran menjadi asam, terutama asam laktat. Kadar asam yang dihasilkan berkisar antara 0,8–1,5% (dinyatakan sebagai asam laktat). Tipe fermentasi ini berlangsung dalam suatu larutan garam berkonsentrasi 5-15% (20-600S). Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat-lah yang tumbuh. Garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sayuran tertarik keluar melalui proses osmosa. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Lama proses fermentasi berkisar antara 1 hari (fermentasi sehari), beberapa hari (fermentasi pendek), sampai beberapa bulan (fermentasi panjang) (Damayanti, 2011). Pembuatan sauerkraut ini dilakukan untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan terutama sayuran. Fungsi pencucian bahan adalah untuk

menghilangkan mikroorganisme, insekta, dan pestisida yang menempel pada bahan agar bahan tidak cepat busuk. Perubahan yang terjadi secara biologi dan kimia adalah hilangnya mikroorganisme dan pestisida yang menempel pada bahan. Fungsi pencampuran dengan garam adalah menyerap air dalam bahan dengan mengikis jaringan-jaringan bahan serta mengawetkan bahan. Perubahan biologi yang terjadi adalah garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Proses pengirisan pada buncis dimaksudkan untuk membuat luas permukaannya bertambah dan memudahkan dalam memasukan kedalam jar. Jika hal ini tidak dilakukan maka terdapat rongga udara dalam jar yang seharusnya tidak ada karena dalam fermentasi sauerkraut merupakan fermentasi anaerob atau fermentasi yang tidak memerlukan oksigen. Pada saat pengirisan harus menggunakan sarung tangan plastik dan pisau yang sudah dibersihkan dengan alkohol hal ini untuk meminimalkan kontaminasi mikroorganisme lain. Fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik atau salah satu reaksi oksidasi reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi, dimana sebagai donor dan akseptor elektron adalah senyawa organik. Makanan fermentasi adalah suatu produk makanan yang dibuat dengan bantuan mikroorganisme tertentu. Mikroba menggunakan komponen pada bahan sebagai substrat untuk menghasilkan energi, membangun komponen sel, dan menghasilkan metabolit produk (Effendi, 2012). Fermentasi dibedakan menjadi tiga jenis, antara lain: 1. Fermentasi alkohol Fermentasi alkohol merupakan suatu reaksi pengubahan glukosa menjadi etanol (etil alkohol) dan karbondioksida. Organisme yang berperan yaitu Saccharomyces cerevisiae (ragi) untuk pembuatan tape, roti atau minuman keras (Sari, 2012). Reaksi Kimia: C6H12O6 ————> 2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 H2O + 2 ATP

2. Fermentasi asam laktat Fermentasi asam laktat adalah respirasi yang terjadi pada sel hewan atau manusia, ketika kebutuhan oksigen tidak tercukupi akibat bekerja terlalu berat. Di dalam sel otot asam laktat dapat menyebabkan gejala kram dan kelelahan. Laktat yang terakumulasi sebagai produk limbah dapat menyebabkan otot letih dan nyeri, namun secara perlahan diangkut oleh darah ke hati untuk diubah kembali menjadi piruvat (Sari, 2012). Reaksi kimia: C6H12O6 ————> 2 Asam Piruvat ————> 2 Asam laktat + 2 ATP 3. Fermentasi asam cuka Fermentasi asam cuka merupakan suatu contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. fermentasi ini dilakukan oleh bakteri asam cuka (acetobacter aceti) dengan substrat etanol. Energi yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol secara anaerob (Sari, 2012). Reaksi kimia: C6H12O6 ——> 2 C2H5OH ——> 2 CH3COOH + H2O + 116 kal (glukosa) Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jasad renik yang bersifat heterotrof adalah tersedianya nutrien, air, suhu, pH, oksigen dan potensial oksidasi reduksi, adanya zat-zat penghambat dan adanya jasad renik yang lain. A.

Nutrien Jasad renik heterotrof membutuhkan nutrien untuk kehidupan dan

pertumbuhannya, yakni sebagai: (1) sumber karbon, (2) sumber nitrogen, (3) sumber energi, (4) faktor pertumbuhan yaitu mineral dan vitamin. Nutrien tersebut

dibutuhkan

untuk

membentuk

energi

dan

menyusun

komponen-komponen sel. Setiap jasad renik bervariasi dalam kebutuhannya akan zat-zat nutrisi tersebut. B.

Tersedianya air

Pertumbuhan jasad renik di dalam suatu bahan sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia. Tidak semua air yang tersedia dapat digunakan oleh jasad renik. Beberapa keadaan di mana air tidak dapat digunakan oleh jasad renik adalah: (1) adanya solut dan ion yang dapat mengikat air di dalam larutan, misalnya adanya gula dan garam, (2) koloid hidrofilik (gel), sebanyak 3-4% dapat menghambat pertumbuhan mikroba dalam medium, (3) air dalam bentuk kristal es (hidrasi) juga tidak dapat digunakan oleh jasad renik. C. Nilai pH Nilai pH medium sangat berpengaruh pada jenis mikroba yang tumbuh. Jasad renik pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3–6. Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum, yakni pH dimana pertumbuhannya optimum, sekitar pH 6,5–7,5. pH dibawah 5 dan diatas 8,5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik, kecuali bakteri asam asetat (Acetobacter suboxydans) dan bakteri yang mengoksidasi sulfur. Sebaliknya khamir menyukai pH 4–5 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 2,5–8,5. Oleh karena itu, khamir tumbuh pada pH rendah dimana pertumbuhan bakteri terhambat. Kapang mempunyai pH optimum 5,7, tetapi seperti halnya khamir, kapang masih dapat hidup pada pH 3,0 – 8,5. D. Suhu Masing-masing jasad renik mempunyai suhu optimum, minimum dan maksimum untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan di bawah suhu minimum dan di atas suhu maksimum, aktivitas enzim akan berhenti, bahkan pada suhu yang terlalu akan terjadi denaturasi enzim. Jasad renik dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan atas kemampuannya untuk dapat memulai pertumbuhan pada kisaran suhu tertentu. Penggolongan tersebut yaitu: a) psikrofil, b) mesofil, c) termofil. E. Tersedianya Oksigen Konsentrasi oksigen di alam mempengaruhi jenis mikroba yang dapat tumbuh. Jasad renik dapat dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhannya akan oksigen untuk pertumbuhannya, yaitu jasad renik bersifat

aerob, anaerob, anaerob fakultatif dan mikroaerofil. Kapang dan khamir pada umumnya bersifat aerob, sedangkan bakteri dapat bersifat aerob atau anaerob. F. Komponen Antimikroba Komponen

antimikroba

dalam

suatu

bahan

dapat

menghambat

pertumbuhan jasad renik. Komponen antimikroba biasa terdapat secara alami pada bahan pangan, misalnya laktenin dan factor antikoliform di dalam susu, dan lisosim dalam putih telur. Beberapa komponen antimikroba kadang-kadang ditambahkan pada makanan secara sengaja, misalnya asam benzoat di dalam sari buah, asam propionat dalam roti, asam sorbat dalam keju (Andre, 2012). Proses fermentasi, bakteri asam laktat anaerobik yang berperan ialah Lactobacillus brevis, Pediococcus cereviceae, dan Lactobacillus plantarum. Kondisi lingkungan, jumlah dan jenis mikroorganisme, kebersihan, konsentrasi dan

distribusi

garam,

suhu

dan

penutupan

akan

sangat

menentukan

berlangsungnya proses fermentasi. Faktor-faktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran adalah : 1. Terciptanya keadaan anaerobik 2. Penggunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar cairan dan zat gizi dari sayur 3. Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi 4. Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai (Bukle et al, 1987). Hampir semua jenis sayur-sayur dapat dijadikan bahan pembuatan sayur asin oleh bakteri asam laktat dengan ditambahkan media fermentasi seperti menggunakan air rebusan ketela pohon atau dengan air tajin. Sayur-sayuran mengandung gula dan komponenkomponen nutrisi lain yang cukup sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (Bukle et al, 1987). Kadar garam yang terlalu rendah (kurang dari 2,5%) mengakibatkan tumbuhnya bakteri proteolitik (bakteri yang menguraikan protein). Sedangkan konsentrasi garam lebih dari 10% akan memungkinkan tumbuhnya bakteri halofilik (bakteri yang menyenangi kadar garam tinggi). Oleh karena itu, kadar garam harus dipertahankan selama proses fermentasi, karena garam menarik air

dari jaringan sayuran, maka selama proses fermentasi secara periodik ditambahkan garam pada media fermentasi. Pada umumnya kadar garam medium dinaikkan setiap minggu sampai tercapai produk yang baik. Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang tumbuh. Garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sayuran tertarik keluar melalui proses osmosis. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Pembuatan sauerkraut dilakukan dengan menggunakan bakteri pembentuk asam laktat. Dari kelompok ini termasuk bakteri yang menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Ini juga menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroorganisme lainnya. Dua kelompok kecil mikroorganisme dikenal dari kelompok ini yaitu organisme-organisme yang bersifat homofermentatif dan heterofermentatif. Jenis-jenis homofermentatif yang terpenting hanya menghasilkan asam laktat dari metabolisme gula, sedangkan jenis-jenis heterofermentatif menghasilkan karbondioksida dan sedikit asam-asam volatil lainnya, alkohol, dan ester disamping asam laktat (Sumanti, 2010). Perbedaan antara asinan, sauerkraut, kimchi, dan acar antara lain, Asinan adalah sejenis makanan yang dibuat dengan cara pengacaran (melalui pengasinan dengan garam atau pengasaman dengan cuka), bahan yang diacarkan yaitu berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Sauerkraut (kol asam) adalah makanan khas Jerman dari kubis yang diiris halus dan di fermentasi oleh berbagai macam asam laktat. Kimchi adalah makanan tradisional Korea, salah satu jenis asinan sayur hasil fermentasi yang diberi bumbu pedas. Setelah digarami dan dicuci, sayuran dicampur dengan bumbu yang dibuat dari udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe dan bubuk cabai merah. Sedangkan Acar adalah cara mengawetkan makanan dengan menggunakan cuka atau air garam. Biasanya yang dibuat acar adalah timun, tapi juga cabai,bawang, tomat, dan sebagainya. Acar

disajikan sebagai hidangan sampingan, dimakan bersama dengan hidangan utama. Berbagai daerah di dunia memiliki jenis acar sendiri. Perubahan yang terjadi pada buncis setelah dilakukan penambahan garam teksturnya menjadi agak keras. Setelah dilakukan fermentasi menghasilkan air dan bertambah setiap harinya sampai hari ke tujuh. Pada hari kedua sudah muncul endapan

putih

yang

menandakan

bahwa

asam

laktat

terbentuk

oleh

mikroorganisme, tetapi warna pada wortel tetap jingga hingga akhir fermentasi. Pada hasil organoleptik dihasilkan rasa dan aroma yang tidak sesuai dengan SNI (normal dan khas sauerkraut) hal ini dikarenakan tutup jar yang dipakai untuk menyimpan wortel selama fermentasi sudah berkarat. Seharusnya sauerkraut yang sesuai dengan SNI mempunyai rasa, aroma, warna dan tekstur norma serta khas sauerkraut.

IV KASIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Kesimpulan dan (2) Saran. 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan sauerkraut dapat disimpulkan bahwa, berat produk yang didapat sebesar 168 gram, sedangkan % produk adalah 84%. Dengan rasa yang asin dan asam beraroma khas buncis, sauerkraut ini memiliki kenampakan kurang menarik dan bertekstur lunak. 4.2. Saran Saran untuk praktikum pembuatan sauerkraut pada saat melaksanakannya bahan harus dicuci terlebih dahulu dan pada saan memasukkan ke dalam jar menggunakan sarung tangan dan untuk pengamatan setiap hari sebaiknya jar tidak dibuka karena fermentasi pada sauerkraut dilakukan merupakan fermentasi anaerob.

DAFTAR PUSTAKA Andre. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba. http://andre4088.blogspot.com. Diakses 2 Mei 2013. Anonim. (2013). Buncis. http://wikipedia.com. Diakses 2 Mei 2013. Buckle et al. (1987). Ilmu Pangan (terjemaahan). Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press): Jakarta. Damayanti,

Jeanne

dewi.

(2011)

Sauerkraut.

http://jeanne-teknik-

kimia.blogspot.com/2011/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses 2 Mei 2013. Effendi, Supli. (2012). Teknologi

Pengolahan dan Pengawetan Pangan.

Alfabeta: Bandung. Sari,

Nur

Indah.

(2012).

Proses

Fermentasi.

http://nurindah-

sariku.blogspot.com/2012/11/proses-fermentasi.html. Diakses 2 Mei 2013. Sumanti,

Debby. (2010).

Peranan

Mikroorganisme

dalam

Teknologi

Fermentasi. http://www.adikasimbar.wordpress.com. Diakses 2 Mei 2013.

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Bahan baku buncis 93% buncis=

93 × 200=180 gram 100

2. Bahan tambahan garam 7% Garam=

7 × 200=14 gram 100

3. % Produk Produk=

168 ×100 =84 200

Syarat mutu Sauerkraut dalam kemasan N Kriteria Uji Satuan Persyaratan o 1. Keadaan kemasan sebelum Normal dan sesudah pengeraman 2. Keadaan : 2.1 Bau Normal dan khas sauerkraut 2.2 Rasa Normal dan khas sauerkraut 2.3 Warna Normal dan khas sauerkraut 2.4 Tekstur normal 3. Bahan-bahan asing (pasir, tangkai dan bongkol ati yang tidak terpotong, Tidak boleh ada 4. serangga) min 60 5. Bobot tuntas, % b/b Jumlah asam dan asam yang mudah menguap 5.1 asam total (dihitung 1–2 sebagai asam laktat) % b/b 5.2 asam yang mudah menguap (dihitung maks. 0,3 ebagai asam asetat), % 6. b/b 7. NaCl, % b/b maks. 2,5 maks. 10,0 Cemaran logam : maks. 30,0 7.1 timbal (Pb), mg/kg maks. 40,0 7.2 tembaga (Cu), mg/kg maks. 40,0/250*) 8. 7.3 seng (Zn), mg/kg maks. 2,0 9. 7.4 timah (Sn), mg/kg maks. 2,0 Arsen (As), mg/kg Koloni/g maks. 1,0 x 102 Cemaran mikroba, mg/kg Angka lempeng total (Sumber: Standar Nasional Indonesia)

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF