Pembekuan Darah

October 12, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Pembekuan Darah...

Description

Pembekuan Darah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari–hari, selalu saja ada kemungkinan rusak kesinambungan dinding pembuluh darah. Kecelakaan seperti luka tertusuk benda runcing, tersayat pisau dan sebagainya, dengan

jelas

memperlihatkan

keluarnya

darah

sehingga

selalu

ada

reaksi

untuk

menghentikannya. Apabila tidak diatasi, ada kemungkinan akan menyebabkan kehilangan darah dan terjadinya infeksi. Tetapi untuk luka yang kecil yang terkadang bahkan tidak kita sadari, jarang sekali dilakukan upaya untuk menegndalikan luka itu. Misalnya pada kasus luka kecil di saluran cerna akibat memakan sesuatu yang keras dan runcing, misalnya tertelan duri ikan. Bisa saja hal ini akan menimbulkan infeksi bila tidak ada kesadaran dari individu itu sendiri untuk mengatasinya. Untunglah di dalam tubuh setiap manusia mempunyai suatu mekanisme pengendalian pendarahan atau hemostasis dan pembekuan darah atau koagulasi. Hemostasis dan koagulasi merupakan serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian pendarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera. 5

B. Rumusan Masalah Bagaimana proses pembekuan darah dan Apa saja gangguan pada pembekuan darah ?

C. Ruang Lingkup Makalah ini membahas tentang khususnya proses terjadinya pembekuan darah, dan gangguan dalam pembekuan darah

D. Tujuan Tujuan Penyusunan makalah ini adalah : -

Mengetahui Hemostasis dan macam luka serta pengendaliannya

-

Mengetahui faktor-faktor pembekuan darah

-

Mengetahui proses pembekuan darah

-

Mengetahui gangguan pembekuan darah

E. Manfaat Manfaat Penyusunan makalah ini, yaitu : Agar para pembaca dapat memperoleh pemahaman tentang proses pembekuan darh dan gangguan pembekuan darah .

F. Metode Penyusunan Makalah ini menggunakan metode penyusunan kepustakaan, yaitu penyusunan makalah yang melalui sumber kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya seperti internet, yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang bahas.

BAB II HEMOSTASIS 2.1 Pengertian Hemostasis Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan pendarahan akibat adanya kerusakan sistem pembuluh darah. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit (platelet) serta

protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan bekuan. 5 Pada hemostasis primer terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Vasokonstriksi merupakan respon segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang terpajan dengan cedera dengan perantara faktor von Willbrand. Trombosit yang teraktivasi menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima ligan fibrinogen dan terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang menutup luka/truma . Proses ini

kemudian diikuti proses hemostasis sekunder yang ditandai dengan aktivasi koagulasi melalui jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik. 5

2.2 Macam-macam luka dan Upaya pengendaliannya Luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya kesinambungan dinding pembuluh darah di suatu tempat, sehingga terjadi hubungan langsung antara ruang intravaskuler dengan ruang ekstravaskuler, termasuk dunia luar. 3 Dengan demikian, luka dapat digolongkan menjadi Luka Tertutup dan Luka terbuka. Dari kedua luka tersebut mempunyai dampak yaitu terjadinya kehilangan cairan yang dapat membawa pada renjatan atau shock bila tidak ada usaha untuk mengendalikannya. 3 Pengendalian luka oleh tubuh dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama ialah usaha untuk mengendalikan luka, yang berakhir dengan terbentuknya gumpalan darah (clot) yang berguna untuk menghentikan pendarahan. Tahap kedua ialah penghancura gumpalan darah atau resorpsi. Tahap ketiga ialah pembentukan kembali struktur semula (regenerasi) yang rusak pada waktu luka.3 Gambar. Luka tertutup &

luka Terbuka

BAB III PEMBEKUAN DARAH 3.1 Faktor Pembekuan Darah Di awal abad 20, Howell mengatakan bahwa ada 4 faktor penggumpal darah, yaitu tromboblastin, protrombin, Ca 2+ dan fibrinogen. Dewasa ini telah diketahui paling tidak ada 12 faktor yang diperlukan dalam penggumpalan darah, seperti yang tampak pada table berikut ini. Faktor

Nama

I

Fibrinogen

II

Protrombin

III

Tromboplastin ( faktor jaringan)

IV

Ca2+

V

Proakselerin = globulin akselerator (Ac-glob)

VII

Prokonvertin

VIII

Faktor antihemofilia, globulin antihemofilia (AHG)

IX

Komponen Tromboplastin plasma (faktor christmas)

IX

Faktor stuart-power

X

Anteseden tromboplastin plasma (PTA)

XII

Faktor hageman

XIII

Faktor Laki-Lorand

Tabel 1.1 faktor pembekuan darah. 3 3.2 Proses Pembekuan Darah ( Koagulasi ) Mekanisme pembekuan darah merupakan hal yang kompleks. Mekanisme ini dimulai bila terjadi trauma pada dinding pembuluh darah dan jaringan yang

berdekatan, pada darah, atau berkontaknya darah dengan sel edotel yang rusak atau dengan kolagen atau unsure jaringan lainnya di luar sel endotel pembuluh darah. Pada setiap kejadian tersebut, mekanisme ini menyebabkan pembentukan activator protrombin, yang selanjutnya akan mengubah protrombin menjadi thrombin dan menimbulkan seluruh langkah berikutnya. 1 Mekanisme secara umum, pembekuan terjadi melalui tiga langkah utama: 1. Sebagai respon terhadap rupturnya pembuluh darah yang ruak, maka rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah yang melibatkan lebih dari selusin factor pembekuan dara. Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi yang disebut activator protrombin. 2. Aktivator protrombin mengkatalisis pengubahan protrombin menjadi thrombin. 3.

Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin yang merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk bekuan. Mekanisme Koagulasi, terdiri dari dua jalur yaitu :

1.

Melalui jalur Ekstrinsik yang dimulai dengan terjadinya trauma pada dinding pembuluh dan jaringan sekitarnya

2. Melalui jalur Instrinsik yang berawal di dalam darah itu sendiri. Pada kedua jalur ini, baik Ekstrinsik maupun Instrinsik, berbagai protein plasma, terutama betaglobulin, memegang peranan utama. Bersama dengan factor-faktor lain yang telah diuraikan dan terlibat dalam proses pembekuan, semuanya disebut factor-faktor pembekuan darah, dan pada umumnya, semua itu dalam bentuk enzim-enzim proteolitik yang inaktif. Bila berubah

menjadi aktif, kerja enzimmatiknya akan menimbulkan proses pembekuan berupa reaksi-reaksi yang beruntun dan bertingkat. 1

Mekanisme Pembekuan darah Gambar mekanisme pembekuan darah4

Sebagian besar factor pembekuanditandai dengan angka Romawi. Bila kita ingin mengatakan bentuk factor yang telah teraktivasi,maka kita harus menambah huruf “a” setelah angka romawi,. A. Mekanisme Ekstrinsik Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembentukan activator protrombin dimulai dengan dinding pembuluh luar yang rusak, dan berlangsung melalui langkah-langkah, yaitu :

1.

Pelepasan factor jaringan. Jaringan yang luka melepaskan beberapa factor yang disebut factor jaringanatau tromboblastin jaringan. Faktor ini terutama terdiri dari fosfolipid dari membrane jaringan dan kompleks lipoprotein yang mengandung enzim preteolitik yang tinggi.

2.

Aktivasi Faktor X- peranan factor VII dan factor jaringan. Kompleks lipoprotein dari factor jaringan selanjutnya bergabung dengan factor VII dan bersamaan dengan hadirnya ion kalsium, factor ini bekerja sebagai enzim terhadap factor X untuk membentuk factor X yang teraktivasi.

3.

Efek dari factor X yang teraktivasi dalam membantu aktifator protrombin-peranan factor V. Faktor X yang teraktivasi segera berikatan dengan fosfolipid jaringan, atau dengan fosfolipidtambahan yang dilepaskan dari trombosi, juga dengan factor V, yang membentuk senyawa yang disebut activator protrombin. Kemudian senyawa ini memecah protrombin menjadi trombin, dan berlangsunglah proses pembekuan darah. Pada tahap permulaan, factor V yang terdapat dalam kompleks activator protrombin bersifat inaktif, tetapi sekali proses pembekuan darah ini dimulai dan thrombin mulai terbentuk, kerja proteolitik dari thrombin akan

mengaktifkan akselerator tambahan yang kuat dalam mengaktifkan protrombin. Pada akhirnya, factor X yang teaktivasilah yang menyebabkan pemecahan protrombin menjadi thrombin.

B. Mekanisme Instrinsik Mekanisme kedua untuk pembentukan activator protrombin, dan dengan demikian juga merupakan awal dari proses pembekuan, dimulai dengan

terjadinya trauma terhadap darah itu sendiri atau berkontak dengan kolagen pada dinding pembuluh darahyang rusak, dan kemudian berlangsunglah serangkaian reaksi yang bertingkat.

1.

Pengaktifan factor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma. Trauma terhadap darah atau berkontaknya darah dengan kolagen pembuluh darahakan mengubah dua factor pembekuan penting dalam darah: Faktor XII dan Trombosit. Bila factor XII terganggu, misalnya karena berkontak dengan kolagen atau dengan permukaan yang basah seperti gelas, ia akan berubah menjadi bentuk baru yaitu sebagai enzim proteolitik yang disebut factor XII yang teraktivasi. Pada saat bersamaan,trauma terhadap darah juga akan merusak trombosit akibat bersentuhan dengan kolagen atau dengan permukaan basah,dan ini akan melepaskan fosfolipid trombosit yang mengandung lipoprotein, yang disebut 3 faktor pembekuan selanjutnya.

2. Pengaktifan factor XI, Faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap factor XI dan juga mengaktifkannya, ini merupakan langkah kedua dalam jalur Instrinsik. Reaksi ini memerlukan Kininogen HMW( berat molekul tinggi), dan dipercepat oleh prekalikrein. 3. Pengaktifan factor IX oleh factor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap factor XI dan mengaktifkannya. 4. Pengaktifan factor X-peranan Faktor VIII. Faktor IX yang teraktivasi, yang bekerja sama dengan factor VIII teraktivasi dan dengan Fosfolipid trombosit dan factor 3 dari trombosit yang rusak, mengaktifkan factor X.

5. Kerja factor X teraktivasi dalam pembentukan aktivastor protrombin-peranan factor V. Langkah dalam jalur instrinsik ini pada prinsipnya sama dengan langkah pada jalur ekstrinsik. Artinya, Faktor X yang teraktivasi berbentuk suatu kompleks yang disebut activator protrombin. -

Peranan ion kalsium dalam jalur instrinsik dan ekstrinsik Ion kalsium diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat semua reaksi. Oleh karena itu, tanpa ion kalsium, pembekuan darah tidak terjadi. Kadar ion kalsium dalam tubuh jarang sekali turun sedemikian rendah sehingga nyata mempengaruhi kinetic pembekuan darah. Sebaliknya, bila darah di keluarkan dari tubuh manusia, pembekuan dapat dicegah dengan menurunkan kadar ion kalsium sampai di bawah ambang pembekuan, dengan cara deionisasi kalsium yaitu mereaksikannya dengan zat-zat lain seperti ion sitrat atau dengan mengendapkan kalsium dngan ion oksalat. 1

-

Interaksi antara jalur intrinsik dan ekstrinsik

Pembuluh darah rusak, pembekuan dimulai oleh kedua jalur secara bersamaan. Factor jaringan mengawali jalur ekstrinsik, sedangkan berkontaknya factor XII dan trombosit dengan kolagen di dinding pembuluh mengawali jalur instrinsik. Suatu perbedaan yang sangat penting antara jalur ektrinsik dan jalur intrinsic ialah bahwa jalur ektrinsiksipatnya dapat ekplosit, sekali dimulai, kecepatan prosesnya hanya dibatasi oleh jumlah factor jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang cidera, dan oleh jumlah factor X, VII, dan V yang terdapat dalam darah. Pada cidera jaringan yang hebat, pembekuan dapat terjadi dalam 15 detik. Jalur intrinsic prosesnya jauh lebih lambat, biasanya memerlukan waktu 1-6 menit untuk menghasilkan pembekuan. 1 Lintasan instrinsik dimulai dengan fase kontak dengan prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, faktor XII dan faktor XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan negatif. Kalau komponen dalam fase kontak terkait pada permukaan pengaktif, faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Begitu faktor XIIa mengaktifkan faktor XI menjadi XIa dan juga melepaskan bradikinin dari kininogen dengan berat molekul tinggi. Faktor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengakitfkan faktor IX menjadi enzim serin protease, yaitu faktor IXa. Faktor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam faktor X untuk menghaasilkan faktor Xa. Reaksi belakangan ini memerlukan perakitan komponen,

yang dinamakan komplek tenase, pada permukaan trombosit aktif, yaitu : Ca2+ dan faktor VIIIa disamping faktor IXa dan faktor X. Faktor VIII diaktifkan oleh trombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh trombin dalam proses pemecahan selanjutnya. 4 Lintasan ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII, X serta Ca2+ dan meghasilkan faktor Xa. Faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VII dan mengaktifkannya. Faktor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk faktor VIIa untuk mengaktifkan faktor X. Pada lintasan terakhir yang sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsik dan ekstrinsik, akan mengaktifkan protombin menjadi trombin yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pengaktifan protombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan memerlukan perakitan kompleks proetombinase yang terdiri atas fosfolipid anionik platelet, Ca2+, faktor Va, faktor Xa dan protombin. Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, trombin juga mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIa. Faktor ini merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk ikatan silang secara kovalen antar molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptida antara gugus amida residu glutamin dan gugus ε mino residu lisin, sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih stabil dengan peningkatan resistensiterhadap proteolisis.4

Gambar pembekuan darah

-

Regulasi Thrombin

Thrombin yang aktif terbentuk dalam proses hemostasis atau thrombosis, konsentrasinya harus dikontrol secara cermat untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut atau pengaktifan trombosit. Pengontrolan ini dilakukan melalui 2 cara yaitu: 1. Thrombin beredar dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu protrombin. Pada setiap reaksinya, terdapat mekanisme umpan balik yang akan menghasilkan keseimbangan antara aktivasi dan inhibisi. 2. Inaktivasi setiap thrombin yang terbentuk oleh zat inhibitor dalam darah.

3.3 Resorpsi Gumpalan Darah Apabila pembekuan darah sudah terbentuk secara sempurna, massa gumpalan itu sendiri akan akan menyumbat bagian pembuluh darah yang mengalami cidera disekitarnya. Dalam penyembuhan luka, kesinambungan pembuluh darah dapat dipulihkan, sehingga gumpalan darah kemudian terkurung dalam suatu dalam pembuluh darah yang harus disingkirkan. Dalam hal ini massa gumpalan harus dilenyapkan. Proses resorpsi massa gumpalan darah dinamai fibrinolisis, yang juga memerlukan enzim, yaitu enzim proteolitik yang bernama fibrinolisis atau plasmin. Serat fibrin sendiri mengaktifkan suatu factor yang terdapat didalam darah dan berbagai jaringan, yaitu profibrinokinase (profibrinolisokinase) menjadi bentuk aktif, yaitu fibrinokinase (fibrinolisokinase). Selanjutnya, fbrinokinase ini akan mengaktifkan plasmin (fibrinolisin) yang didalam darah berada dalam bentuk tidak aktif, yaitu plasminogen (profibrinolisis). Plasmin atau fibrinolisin yang aktif ini adalah suatu enzim proteolitik yang sangat kuat, sehingga serat-serat fibrin yang tidak larut dan selanjutnya dipecah menjadi peptida kecil-kecil. 3 Bakteri stafilokokus menghasilkan enzim stafilokinase, sedangkan bakteri stertokokus menghasilkan stertokinase. Kedua enzim ini mampu mengaktifkan plasminogen atau profibrinolisin menjadi plasmin atau fibrinolisin. 3 Dalam keadaan sehari-hari pristiwa resorpsi gumpalan darah ini dapat dilihat dengan mudah pada luka yang terjadi dipermukaan tubuh. Biasanya luka tersebut akan ditutupi oleh gumpalan darah, yang kemudian mengering dan bercampur dengan lapisan tanduk dari kulit untuk menjadi keropeng (krusta). Bila keropeng ini ditekan, akan kelihatan cairan serum yang tidak berwarna terperas keluar. Keropeng ini dari hari ke hari makin mengecil dan akhirnya akan

terlepas dan di bawahnya digantikan oleh jaringan baru yang telah bertaut. Tindakan untuk menjaga kebersihan luka di permukaan tubuh menjadi sangat penting, mengingat adanya sejumlah kuman yang mampu mengaktifkan plasminogen atau prifibrinolisin menjadi plasmin atau fibrinolisin dalaam jumlah yang berlebihan. Akibatnya gumpalan darah penutup luka dan yang dimaksudkan juga untuk menghalangi masuknya kuman, Menjadi rusak sehingga kuman dapat masuk. 3 3.4 Anti Koagulasi Senyawa

yang

dapat

menghambat

penggumpalan

darah

dinamakan

antikoagulan.

Antikoagulasi ada yang bekerja dengan cara mengganggu pematangan protein factor penggumpalan yaitu antagonis vitamin K seperti dikumorol, selain itu ada juga antikoagulan yang bekerja dengan mengaktifkan antitrombin, yaitu Heparin, menghambat kerja thrombin yang sudah aktif dalam mengkatalis proses penggumpalan darah. 3

BAB IV GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH Gangguan pada tingkat pembuluh darah. Hal ini disebabkan oleh adanya kekurangan vitamin C dalam jumlah yang banyak dan dalam jangka waktu yang agak lama, yang berujung pada kerapuhan pemmbuluh darah, terutama pembuluh darah kapiler. Akibatnya, mudah terjadinya pendarahan bahkan oleh trauma ringan sekalipun. Gangguan pada tingkat trombosit. Hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah trombosit yang mengakibatkan gangguan pada penggumpalan darah. Faktor penyabab berkurangnya trombosit ini, bisa disebabkan berkurangnya jumlah megakaryosit yang mana merupakan pembentukan sel asalnya yang berada di sumsum tulang. Hal ini dinamakan Amegakaryocyte thrombopenia purpura (ATP). Selain disebabkan oleh Amegakaryocyte thrombopenia purpura, penurunan jumlah tromosit juga dapat disebabkan karena beberapa penyakit virus yang mengakibatkan penurunan jumlah trombosit dalam darah. Keadaan ini disebut idiopathic thrombocytopenia purpura (ITP) . Salah satu contohnya adalah pada penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada DBD terjadi penurunan tajam dari jumlah trombosit di dalam darah tepi, sehingga peenderita tiap saat terancam oleh bahaya pendarahan.

Pada penyakit pembuluh darah, termasuk aterosklerosis, trombosit cenderung mudah beragregasi. Gerombolan trombosit ini akan mengendap dan melekat di suatu tempat, menimbulkan trombus, yang mengganggu aliran darah ke hilir. Trombus ini dapat terlepas menjadi embolus dapat menimbulkan akibat yang parah. Gangguan pada faktor penggumpalan. Kelainan ini dapat disebabkan oleh 3 faktor. Pertama, kelainan genetik. Kedua, kelainan karena kerusakan organ yang membuatnya. Dan yang ketiga, kelainan yang disebabkan oleh adanya masalah pada faktor pendukung proses sintesis. 3 Ada beberapa jenis penyakit kelainan penggumpalan darah yang disebabkan oleh kelainan gen, yaitu hemofilia. Ada 2 jenis hemofilia yaitu hemofilia A dan hemofilia B. Hemofilia A merupakan penyakit yang terkenal dalam sejarah karena menyangkut anak keturunan dari Ratu Victoria yang memerintah Inggris Raya di sebagian besar abad XIX. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan gen tang menjadikan faktor VIII atau AHG. Meskipun gen ini terdapat di kromosom x namun bersifat resesif sehingga laki – laki yang lebih sering menjadi penderita dibandingkan perempuan. Hemofilia B disebut juga penyakit christmas atau faktor XI. Gen ini juga terdapat di kromosom x dan bersifat resesif. Pada penyakit Hemofilia A dan Hemofilia B sama – sama menunjukkan ketidakmampuan darah untuk melakukan penggumpalan. 2 Hanya gen dari faktor inilah yang terdapat di kromosom x, sedangkan faktor penggumpalan lain disebut otosom. Penyakit von willebrand adalah salah satu contoh penyakit genetik otosom. Penyakit ini ditandai dengan adanya gangguan pada kemampuan trombosit untuk melekat pada permukaan dan juga gangguan pada faktor VIII. Darah si penderita masih dapat menggumpal, hanya saja membutuhkan waktu yang lama. Kelainan penggumpalan lain yang disebabkan oleh genetik otosom ialah kelainan pada faktor V yang dinamakan parahemofilia, faktor VII dan faktor X (stuart). Selain itu, ada pula penyakit afibrinogenemia yang juga merupak genetik otosom yang dicirikan dengan tidak adanya fibrinogen dalam darah oleh karena penderita tidak mampu mensintesis fibrinogen sendiri. Saat ia terancam bahaya pendarahan, ia harus diberikan fibrinogen dari luar tiap 10 – 14 hari karena biasanya fibrinogen akan lenyap dalam waktu 12 – 21 hari.

BAB V PENUTUP Hemostasis dan koagulasi merupakan serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian pendarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera. Secara sederhana proses pembekuan darah yaitu

Rangkaian reaksi yang sebenarnya sesungguhnya lebih rumit, karena disebabkan oleh banyaknya factor yang terlibat dalam proses pengaktipan protrombin menjadi thrombin, yaitu mekanisme intrinsic dan mekanisme ekstrinsik yang sudah dijelaskan sebelumnya. Menghentikan perdarahan.

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh. b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil. c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh. d. Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.

Gangguan pembekuan darah yaitu diantaranya Gangguan pada tingkat pembuluh darah . Pada penyakit pembuluh darah, termasuk aterosklerosis, trombosit cenderung mudah beragregasi

. Ada beberapa jenis penyakit kelainan penggumpalan darah yang disebabkan oleh kelainan gen, yaitu hemophilia. Kecelakaan seperti luka tertusuk benda runcing, tersayat pisau dan sebagainya, dengan jelas memperlihatkan keluarnya darah sehingga selalu ada reaksi untuk menghentikannya. Apabila tidak diatasi, ada kemungkinan akan menyebabkan kehilangan darah dan terjadinya infeksi. Dan hendaknya kita lebih berhati-hati agar tidak terjadi luka, meskipun terdapat di dalam tubuh setiap manusia suatu mekanisme pengendalian pendarahan atau hemostasis dan pembekuan darah atau koagulasi.

DAFTAR PUSTAKA 1. Guyton, Arthur C., dan John E Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2. Murray Robert K., dkk. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC. 3. Sadikin, Mohamad. 2001. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika. 4. Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi6. Jakarta:EGC 5. www.google.com. Proses Pembekuan Darah. http://cimobi.blogspot.com/2009/11/prosespembekuan-darah.html

Makalah Hemostasis

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Dalam keadaan normal darah senantiasa berada di dalam pembuluh darah dan berbentuk

cair. Keadaan ini dapat diperoleh bila terdapat keseimbangan antara aktivitas koagulasi dengan aktivitas fibrinolisis pada sistem hemostasis yang melibatkan endotel pembuluh darah, trombosit, protein pembekuan, protein antikoagulan dan enzim fibrinolisis. Terjadinya efek pada salah satu atau beberapa komponen ini akan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan hemostasis dan menimbulkan komplikasi perdarahan atau trombosis. Pembuluh darah yang normal dilapisi oleh sel endotel. Dalam keadaan yang utuh sel endotel bersifat antikoagulan dengan menghasilkan inhibitor trombosit (nitrogen oksida, prostasiklin, ADPase), inhibitor bekuan darah/lisis (heparan, tissue plasminogen activator, urokinase plasminogen aktivator, trombomodulin, inhibitor jalur faktor jaringan). Sel endotel ini dapat terkelupas oleh berbagai rangsangan seperti asidosis, hipoksia, endotoksin, oksidan, sitokin dan shear stress. Endotel pembuluh darah yang tidak utuh akan menyebabkan vasokonstriksi lokal, menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von Willebrand, aktivator dan inhibitor protein C, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1), terbukanya jaringan ikat subendotel (serat kolagen, serat elastin dan membran basalis) yang menyebabkan aktivasidan adhesi trombosit serta mengaktifkan faktor XI dan XII. Trombosit dalam proses hemostasis berperan sebagai penambal kebocoran dalam sistem sirkulasi dengan membentuk sumbat trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan. Agar dapat membentuk suatu sumbat trombosit maka trombosit harus mengalami beberapa tahap reaksi yaitu aktivasi trombosit, adhesi trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan, aggregasi trombosit dan reaksi degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika terpapar dengan

berbagai protein prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel yang rusak. Adhesi trombosit pada jaringan ikat subendotel terjadi melalui interaksi antara reseptor glikoprotein membran trombosit dengan protein subendotel terutama faktor von Willebrand sedangkan aggregasi trombosit terjadi melalui interaksi antar reseptor trombosit dengan fibrinogen sebagai mediator. 1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka kami sebagai penulis dapat

merumuskan beberapa permasalahan yakni sebagai berikut : 1.2.1

Apa pengertian dari Hemostasis?

1.2.2

Bagaimana proses Hemostasis ?

1.2.3

Faktor-faktor terjadinya pembekuan darah ?

1.2.4

Bagaimana mekanisme Hemostasis.?

1.2.5

Bagaimana cara pemeriksaan Hemostasis.

1.3

Tujuan Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu

: 1.3.1

Untuk dapat mengetahui pengertian dari Hemostasis

1.3.2

Untuk dapat menjelaskan bagaimana proses Hemostasis.

1.3.3

Dapat mengetahui factor-faktor terjadinyapembekuan darah.

1.3.4

Untuk dapat mengetahui Mekanisme Hemostasis.

1.3.5

Untuk dapat mengetahui bagaimana cara pemeriksaan Hemostasis. BAB II PEMBAHASAN

2.1

Definisi Hemostasis atau haemostasis berasal dari bahasa Yunani: aimóstasis (αιμόστασις), yang

terdiri dari dua kata yaitu aíma (αίμα) yang berarti “darah" dan stásis (στάσις) yang berarti "stagnasi". Hemostasis adalah mekanisme menghentikan dan mencegah perdarahan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh darah, segara akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke pembuluh darah yang terluka berkurang. untuk Kemudian trombosit akan berkumpul dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat

trombosit. Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan membentuk benang-benang fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non permeabel sehingga perdarahan dapat dihentikan. Jadi dalam proses hemosatasis terjadi 3 reaksi yaitu reaksi vascular berupa vasokontriksi pembuluh darah, reaksi selular yaitu pembentukan sumbat trombosit, dan reaksi biokimiawi yaitu pembentukan fibrin. Faktor-faktor yang memegang peranan dalam proses hemostasis adalah pembuluh darah, trombosit, dan faktor pembekuan darah. Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi hemostasis adalah faktor ekstravascular, yaitu jaringan ikat disekitar pembuluh darah dan keadaan otot.Pedarahan mungkin diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, trombosit, ataupun sistem pembekuan darah. Bila gejala perdarahan merupakan kalainan bawaan, hampir selalu penyebabnya adalah salah satu dari ketiga faktor tersebut diatas kecuali penyakit Von Willebrand. Sedangkan pada kelainan perdarahan yang didapat, penyebabnya mungkin bersifat multipel. Oleh karena itu pemeriksaan penyaring hemostasis harus meliputi pemeriksaan vasculer, treombosit, dan koagulasi.Biasanya pemeriksaan hemostasis dilakukan sebelum operasi. Beberapa klinisi membutuhkan pemerikasaan hemostasis untuk semua penderita pra operasi, tetapi ada juga membatasi hanya pada penderita dengan gangguan hemostasis. Yang paling penting adalah anamnesis riwayat perdarahan. Walaupun hasil pemeriksaan penyaring normal, pemeriksaan hemostasis yang lengkap perlu dikerjakan jika ada riwayat perdarahan. 2.2

Proses Hemostasis

Proses hemostasis terjadi melalui tiga proses yaitu : 2.2.1

Fase vascular Karena akibat dari adanya trauma pada pembuluh darah maka respon yang pertama

kali adalah respon dari vaskuler/kapiler yaitu terjadinya kontraksi dari kapiler disertai dengan extra-vasasi dari pembuluh darah, akibat dari extra vasasi ini akan memberikan tekanan pada kapiler tersebut (adanya timbunan darah disekitar kapiler). 2.2.2

Fase Platelet/trombosit Pada saat terjadinya pengecilan lumen kapiler (vasokontriksi) dan extra vasasi ada

darah yang melalui permukaan asar (jaringan kolagen) dengan akibatnya trombosit. Akibat dari bertemunya trombosit dengan permukaan kasar maka trombosit tersebut akan mengalami adhesi serta agregasi.Setelah terjadinya adhesi maka dengan pengaruh ATP akan terjadilah agregasi yaitu saling melekat dan desintegrasi sehingga terbentuklah suatu massa yang melekat.

Peristiwa trombosit yang mulai pecah/lepas- lepas hingga menjadi suatu massa yang melekat disebut Viscous metamorphosis. Akibat dari terjadinya semua proses ini maka terjadilah gumpalan plug (sumbatan) baru kemudian terjadi fase yang ketiga. 2.2.3

Fase koagulasi

Fase ini terdiri dari tiga tahapan yaitu : a.

Pembentukan prothrombinase/prothrombin activator

b.

Perubahan prothrombine menjadi trombone

c.

Perubahan fibrinogen menjadi fibrin Ada kontak dan adanya cairan jaringan yang masuk, cairan jaringan ini mengandung

thromboplastin proses pembekuan darah terjadi karena adanya factor intrinsic dan factor ekstrinsik. Factor intrinsic baru terjadi bila ada kontak aktivasi. Apabila kontak aktivasi tidak ada, kebanyakan factor intrinsic berada dalam keadaan tidak aktiv (cascade theory dari clotting factor.waktu pembuluh darah terputus. Jaringan

thromboplastin

adalah

factor

yang

berasal

dari

jaringan.

Factor ekstrinsik reaksinya adalah berjalan dengan cepat (10 – 11 detik), sedngkan factor intrinsic berjalan selama 8 menit Pada. 2.3

Faktor-Faktor Pembekuan Darah

2.3.1

Faktor I = fibrinogen

2.3.2

Faktor II = Prhotrombine

2.3.3

Faktor III = Fakotr jaringan

2.3.4

Faktor IV = Ion kalsium

2.3.5

Faktor V = Proaccelerine

2.3.6

Faktor VI = Accelerine

2.3.7

Faktor VIII = A.H.G (Anti Haemphilly Globulin)

2.3.8

Faktor IX = Christmas factor

2.3.9

Faktor X = Stuart factor

2.3.10

Faktor XI = Plasma thromboplastin antecedent

2.3.11

Faktor XII = Hagemen factor

2.3.12

Faktor XIII = Fibrine stabilizing factor (fibrinase)

2.4 Mekanisme Hemostasis 2.4.1

Primer

Mekanisme vasokonstriksi pembuluh darah pada luka yang kecil. 2.4.2 Sekunder Mekanisme yang melibatkan faktor-faktor koagulasi dalam plasma dan trombosit dengan tujuan akhir pembentukan jala-jala fibrin, terjadi pada luka yang besar. 2.4.3 Tersier Mekanisme kontrol yang menjaga agar hemostasis tidak berlebihan melaku sistem fibrinolitik. 2.5

Hemostasis (Hemofilia) Hemofilia merupakan salah satu gangguan dari hemostasis.Hemofilia berasal dari bahasa

Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atu kasih sayang.Jadi dapat diartikan bahwa hemofilia merupakan penyakit yang diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Adapun pengertian lain dari hemofilia adalah penyakit kelainan perdarahan yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah atau trombosit (penyakit gangguan pembekuan darah). Hal ini disebabkan karena darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secar normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat atau sebanyak orang yang normal. Penderita hemofilia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya. Penderita hemofilia ini kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit : seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika si penderita telah melakukan aktifitas yang berat sepertai pembengkakkan pada persendian ; seperti lutut, pergelanagn tangan atau siku tangan. Hemofilia bisa membahayakan jiwa jika terjadi perdarahan di organ vital seperti perdarahan pada otak. Hemofilia lebih sering dijumpai pada anak-anak. Bila pria penderita hemofilia bertahan hidup dan bertahan sampai perkawinan, maka dia akan menurunkan anak- anak wanita yang normal pembawa ( carier ). Dan ank wanita keturunannya ini akan menurunkan kepada sebagian anak laki – lakinya, sehingga anak laki – lakinya ada yang menderita hemofilia. 2.5.1 a.

Jenis – Jenis Hemofilia Hemofilia A

Hemofilia A dikenal juga dengan nama :



Hemofilia Klasik ; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor

pembekuan pada darah ( FAH = Factor Anti Hemophilia ) 

Hemofilia FVIII : yaitu penyakit hemofilia yang terjadi karena kekurangan faktor 8 (FVIII)

protein pada darah yag menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. b.

Hemofilia B

Hemofilia B terjadi karena penderita tidak mempunyai faktor KPT ( Komponen Plasma Tromboplastin ). Hemofilia B juga dikenal dengan nama : 

Faktor 9 ( FIX ) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan

Christmas Desease ; ditemukan pertama kali pada seorang yang bernama Steven Christmas yang berasal dari Kanada. Penyakit hemofilia yang dideritanya diwariskan dari ibunya yaitu Ratu Victoria. 

Hemophilia kekurangan faktor IX ; merupakan penyakit hemofilia yang terjadi karena

kekurangan darah. 2.6

Tingkatan Hemofilia

Pada dasarnya penyakit hemofilia mempunyai tinkatan yang berbeda – beda. Hemofilia A dan B dapat digolongkan dalam 3 tingkatan yaitu : Klasifikasi

Kadar Faktor VIII dan Faktor IX di Dalam Darah

Berat

Kurang dari 1 % dari jumlah normalnya

Sedang

1 % - 5 % dari jumlah normalnya

Ringan

5 % - 30 % dari jumlah normalnya

Berikut adalah penjabaran mengenai pembagian tingkatan dalam hemofilia A dan Hemofilia B : 2.6.1

Hemofilia Parah / Berat Penderita hemofilia pada tinkatan ini hanya memiliki faktor VIII dan faktor IX

kurang dari 1 % dari jumlah normal di dalam darahnya. Dalam artian bahwa penderita hemofilia pada tingkatan ini akan megalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang – kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang jelas. 2.6.2

Hemofilia Sedang Seseorang yang menderita hemofilia tingkat sedang lebih jarang mengalami

perdarahan dibanding hemofilia tingkat berat. Perdarahan kadang terjadi akibat dari aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.

2.6.3

Hemofilia Ringan Penderita hemofilia tingkat ringan ini lebih jarang sekali mengalami perdarahan

dibandingkan dengan hemofilia tingkat berat dan hemofilia tingkat sednag. Yang menderita hemofilia tingkat ringan mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi, atau mengalami luka yang serius. Jika wanita mengalami hemofilia tingkat ringan kemungkinan akan mengalami perdarahan lebih pada saat wanita tersebut mengalami menstruasi. Pada hemofilia berat, perdarahan dapat terjadi spontan tanpa trauma. Sedangkan yang sedang, biasanya perdarahan didahului trauma ringan. Hemofilia ringan umumnya tanpa gejala atau dapat terjadi perdarahan akibat trauma berat. 2.7

Pemeriksaan Hemostasis Pemeriksaan faal hemosatasis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui

faal hemostatis serta kelainan yang terjadi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari riwayat perdarahan abnormal, mencari kelainan yang mengganggu faal hemostatis, riwayat pemakaian obat, riwayat perdarahan dalam keluarga. Pemeriksaan faal hemostatis sangat penting dalam mendiagnosis diatesis hemoragik. Pemeriksaan ini terdiri atas: 2.7.1 Tes penyaring meliputi : a.

Percobaan Pembendungan Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan dinding kapiler darah dengan cara

mengenakan pembendungan pada vena, sehingga tekanan darah di dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak titik-titik merah kecil pada permukaan kulit, titk itu disebut dengan petekia. Untuk melakukan percobaan ini mula-mula dilakukan pembendungan pada lengan atas dengan memasang tensimeter pada pertengahan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan itu dipertahankan selama 10 menit. Jika percobaan ini dilakukan sebagai lanjutan masa perdarahan, cukup dipertahankan selama 5 menit. Setelah waktunya tercapai bendungan dilepaskan dan ditunggu sampai tanda-tanda stasis darah lenyap. Kemudian diperiksa adanya petekia di kulit lengan bawah bagian voler, pada daerah garis tengah 5 cm kirakira 4 cm dari lipat siku.

Pada orang normal tidak atau tidak sama sekali didapatkan petekia. Hasil positif bila terdapat lebih dari 10 petekia. Seandainya di daerah tersebut tidak ada petekia tetapi jauh di distal ada, hasil percobaan ini positif juga. Jika pada waktu dilakukan pemeriksaan masa perdarahan sudah terjadi petekie, berarti percobaan pembendungan sudah positif hasilnya dan tidak perlu dilakukan sendiri. Pada penderita yang telah terjadi purpura secara spontan, percobaan ini juga tidak perlu dilakukan. Walaupun percobaan pembendungan ini dimaksudkan unntuk mmengukur ketahanan kapiler, hasil tes ini ikut dipengaruhi juga oleh jumlah dan fungsi trombosit. Trombositopenia sendiri dapat menyebabkan percobaan ini barhasil positif. b.

Masa Perdarahan Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan vascular dan trombosit

untuk menghentikan perdarahan.Prinsip pemeriksaan ini adalah menentukan lamanya perdarahan pada luka yang mengenai kapiler. Terdapat 2 macam cara yaitu :cara Ivy dan Duke. Pada cara Ivy, mula-mula dipasang tensimeter dengan tekanan 40 mmHg pada lengan atas. Setalah dilakukan tindakan antisepsis dengan kapas alkohol, kulit lengan bawah bagian voler diregangkan lalu dilakukan tusukan denagn lancet sedalam 3mm. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik darah dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkisar antara 1-6 menit. Pada cara duke, mula-mula dilakukan tindakan antisepsis pada anak daun telinga. Dengan lancet, dilakukan tususkan pada tepi anak daun telinga. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik, darah dapat dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkiasar antara 1-3 menit. Cara Duke sebaiknya dipakai untuk bayi dan anak kecil dimana sukar atau tidak mungkin dilakukan pembendungan. Pemeriksaan masa perdarahan merupakan suatu tes yang kurang memuaskan karena tidak dapat dilakukan standarisasi tusukan baik mengenai dalamnya, panjangnya, lokalisasinya maupun arahnya sehingga korelasi antara hasil tes ini dan keadaan klinik tidak begitu baik. Perbedaan suhu kulit juga dapat mempengaruhi hasil tes ini. Pada pemeriksaan ini tusukan harus cukup dalam, sehingga salah satu bercak darah pada kertas saring mempunyai diameter 5 mm atau lebih. Masa perdarahan yang kurang

dari 1 menit juga disebabkan tusukan yang kurang dalam. Dalam hal seperti ini, percobaan dianggap batal dan perlu diulang. Hasil pemeriksaan menurut cara Ivy lebih dapat dipercaya daripada cara Duke, karena pada cara Duke tidak dilakukan pembendungan sehingga mekanisme hemostatis kurang dapat dinilai. Apabila pada cara Ivy perdarahan berlangsung lebih dari 10 menit dan hal ini diduga karena tertusuknya vena, perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada lengan yang lain. Kalau hasilnya tetap lebih dari 10 menit, hal ini membuktikan adanya suatu kelainan dalam mekanisme hemostatis. Tindakan selanjutnya adalah mencari letak kelainan hemostatis dengan mengerjakan pemeriksaan-pemeriksaan lain. c.

Hitung Trombosit Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak langsung. Cara langsung dapat dilakukan dengan cara manual, semi otomatik, dan otomatik.Pada cara manual, mula-mula darah diencerkan dengan larutan pengencer lalu diidikan ke dalam kamar hitung dan jumlah trombosit dihitung dibawah mikroskop. Untuk larutan pengencer yang dipakai larutan Rees Ecker atau larutan amonium oksalat 1%. Cara manula mempunyai ketelitian dan ketepatan yang kurang baik, karena trombosit kecil sekali sehingga sukar dibedakan dari kotoran kecil. Lagi pula trombosit mudah pecah dan cenderung saling melekat membentuk gumpalan serta mudah melekat pada permukaan asing. Oleh karena itu alat-alat yang dipakai harus betul-betul bersih dan larutan pengencer harus disaring terlebih dahulu. Sebagai bahan pemeriksaan d ipakai darah dengan anticoagulant sodium ethylendiamine tetraacetate yang masih dalam batas waktu yang diijinkan artinya tidak lebih dari 3 jam setelah pengambilan darah. Pada cara semi otomatik dan otomatik dipakai alat electronic particle counter sehingga ketelitiannya lebih baik daripada cara manual. Akan tetapi cara ini masih mempunyai kelemahan, karena trombosit yang besar (giant trombocyte) atau beberapa trombosit yang menggumpal tidak ikut terhitung, sehingga jumlah trombosit yang dihitung menjadi lebih rendah. Pada cara tak langsung, jumlah trombosit pada sediaan hapus dibandingkan jumlah trombosit dengan jumlah eritrosit kemudian jumlah mutlaknya dapat diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit. Karena sukarnya dihitung, penilaian semi kuantitatif tentang jumlah trombosit dalam sediaan hapus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan penyaringan. Pada sediaan hapus darah tepi, selain dapat dilakukan penilaian semi kuantitatif, juga dapat diperiksa morfologi trombosit

serta kelainan hematologi lain. Bila sediaan hapus dibuat langsung dari darah tanpa antikoagulan, maka trombosit cenderung membentuk gumpalan. Jika berarti membentuk gumpalan berarti tedapat gangguan fungsi trombosit. Dalam keadaan normal jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya dan berkisar antar 150.000 – 400.000 per µl darah. Pada umumnya, jika morfologi dan fungsi trombosit normal, perdarahan tidak terjadi jika jumlah lebih dari 100.00/µl. Jika fungsi trombosit normal, pasien dengan jumlah trombosit diatas 50.000/µl tidak mengalami perdarahan kecualai terjadi trauma atau operasi. Jumlah trombosit kurang dari 50.000/µl digolongkan trombositopenia berat dan perdarahan spontan akan terjadi jika jumlah trombosit kurang dari 20.000/µl. d. Masa Protrombin Plasma (protrombin time PT) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oral karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor pembekuan protrombin, VII, IX, dan X. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37ºC, ditambahkan reagens tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan tromboplastin yangh dipakai oleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan duplo dan disertai kontrol dengan plasma normal. Nilai normal tergantung dari reagen, cara pemeriksaan dan alat, dan alat yang digunakan. Sebaiknya tiap laboratorium mempunyai nilai normal yang ditetapkan sendiri dan berlaku untuk laboratorium tersebut. Jika hasil PT memanjang maka penyebabnya mungkin kekurangan faktor-faktor pembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau adnya inhibitor. Untuk membedakan hal ini, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma kiontrol dengan perbandingan 1:1. Bila ada inhibitor, masa protombin plasma tetap memanjang. Selain dilaporkan dalam detik, hasil PT juga dilaporkan dalam rasio, aktivitas protombin dan indeks. Rasio yaitu perbandingan antara PT penderita dengan PT kontrol. Aktivitas protombin dapat ditentukan dengan menentukan dengan menggunakan kurva standart dan dinyatakan dalam %.Pemeriksaan PT juga sering dipakai untuk memantau efek pemberian

antikoagulan oral. Pemberian kepekaan reagen tromboplastin yang dipakai dan perbedaan cara pelaporan menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan di laboratorium yang berbedabeda. Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH (International Comittee on Thrombosis and Haemostasis) dan ICSH (International Comitte for Standardization in Haematology) menganjurkan agar tromboplastin jaringan yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu terhadap tromboplastin rujukan untuk mendapatkan ISI (International Sensitivity Index). Juga dianjurkan agar hasil pemeriksaan PT dilaporkansecara seragam dengan menggunakan INR (International Normalized Ratio), yaitu rasio yang dipangkatkan dengan ISI dari reagens tromboplastin yang digunakan. e.

Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi (activated parsial thromboplastin time APTT) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melaui jalur intrinsik dan jalur

bersama yaitu faktor pembekuan XII, prekalikrein, kininogen, XI, IX, VIII, X, V, protombin dan fibrinogen. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium pada suhu 370C. reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti platelet factor 3. Nilai normal tergantung dari reagens, cara pemeriksaan dan alat yang dipakai. Juga dianjurkan agar tiap laboratorium menentukan nilai normalnya sendiri. Hasilnya memanjang bila terdapat kekurangan faktor pembekuan dijalur intrinsik dan bersama atau bila terdapat inhibitor. Sama seperti PT, untuk membedakan hal ini dilakukan pemeriksaan ulang terhadap campuran plasma penderita dan plasma kontrol dengan perbandinagn 1:1. Bila hasilnya tetap memanjang, berarti ada inhibitor. Pada hemofilia A maupun hemofilia B, APTT akan memanjang, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan kedua kelainan tersebut. Pemeriksaan ini juga dipakai untuk memnatau pemberian heparin. Dosis heparin diatur sampai APTT mencapai 1,5-2,5 kali nilai kontrol. f.

Masa Trombin (thrombin time TT) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan pada suhu 37C bila ke dalam plasma ditambahkan reagens thrombin. Nilai normal tergantung dari kadar thrombin yang dipakai. Hasil TT dipengaruhi oleh kadar dan fungsi fibrinogen serta ada tidaknya inhibitor. Hasilnya memanjang bila kadar fibrinogen

kurang dari 100 mg/dl atau fungsi fibrinogen abnormal atau bila terdapat inhibitor thrombin seperti heparin atau FDP (Fibrinogen degradation product). Bila TT memanjang, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma control dengan perbandingan 1:1 untuk mengetahui adanya tidaknya inhibitor.Untuk membedakan apakah TT yang memanjang karena adanya heparin, fibrinogen abnormal atau FDP, dilakukan pemeriksaan masa reptilase. Reptilase berasal dari bisa ular Aneistrodon Rhodostoma. Apabila TT yang memanjang disebabkan oleh heparin maka masa reptilase akan memberikan hasil normal, sedangkan fibrinogen abnormal atau FDP akan menyebabkan masa reptilase memanjang. g.

Pemeriksaan Penyaring Untuk Faktor XIII Pemeriksaan ini dimasukkan dalam pemeriksaan penyaring, karena baik PT, APTT, maupun TT tidak menguji factor XIII, sehingga adanya defisiensi F XIII tidak dapat di deteksi dengan PT, APTT, maupun TT. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai kemampuan factor XIII dalam menstabilkan fibrin. Prinsipnya F XIII mengubah fibrin soluble menjadi fibrin stabil karena terbentuknya ikatan cross link. Bila tidak ada F XIII, ikatan dalam molekul fibrin akan dihancurkan oleh urea 5M atau monokhlorasetat 1%. Cara pemeriksaannya adalah dengan memasukkan bekuan fibrin ke dalam larutan urea 5M atau asam monokhloroasetat 1%, kemudian setelah 24 jam stabilitas bekuan dinilai. Bila factor XIII cukup, setelah 24 jam bekuan fibrin tetap stabil dalam larutan urea 5M. jika terdapat defisiensi factor XIII bekuan akan larut kembali dalam waktu 2-3 jam.

2.7.2 Tes khusus meliputi : a.

Tes faal trombosit

b.

Tes Ristocetin

c.

Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)

d.

Pengukuran alpha-2 antiplasmin

2.8 2.8.1

Hal - hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan Hemostasis Antikoagulan Untuk pemeriksaan koagulasi antikoagulan yang dipakai adalah natrium sitrat

0,109 M dengan perbandingan 9 bagian darah dan 1 bagian natrium sitrat.Untuk hitung trombosit antikoagulan yang dipakai adalah Na2EDTA.Jika dipakai darah kapiler, maka tetes darah pertama harus dibuang.

2.8.2

Penampung Untuk mencegah terjadinya aktivasi factor pembekuan, dianjurkan memakai

penampung dari plastic atau gelas yang telah dilapisi silicon. 2.8.3

Semprit dan Jarum Dianjurkan memakai semprit plastic dan jarum yang cukup besar. Paling kecil nomor

20. 2.8.4

Cara pengambilan darah Pada waktu pengambilan darah, harus dihindari masuknya tromboplastin jaringan.

Yang dianjurkan adalah pengambilan darah dengan memakai 2 semprit. Setelah darah dihisap dengan semprit pertama, tanpa mencabut jarum, semprit pertama dilepas lalu pasang semprit kedua. Darah semprit pertama tidak dipakai untuk pemeriksaan koagulasi, sebab dikhawatirkan sudah tercemar oleh tromboplastin jaringan. 2.8.5

Kontrol Setiap kali mengerjakan pemeriksaan koagulasi, sebaiknya diperiksa juga satu

kontrol normal dan satu kontrol abnormal. Selain tersedia secara komersial, kontrol normal juga dapat dibuat sendiri dengan mencampurkan plasma yang berasal dari 10 sampai 20 orang sehat, yang terdiri atas pria dan wanita yang tidak memakai kontrasepsi hormonal. Plasma yang dipakai sebagai kontrol tidak boleh ikterik, lipemik, maupun hemolisis. 2.8.6

Penyimpangan dan pegiriman bahan Pemeriksaan koagulasi sebaiknya segara dikerjakan, karena beberapa faktor

pembekuan bersifat labil. Bila tidak dapat diselesaikan dalam waktu 4 jam setelah pengambilan darah, plasma disimpan dalam tempat plastik tertutup dan dalam keadaan beku. Untuk pemeriksaan APTT dan assay faktor VIII atau IX, bahan yang dikirim adalah plasma citrat dalam tempat plastik bertutup dan diberi pendingin, tetapi untuk PT dan agregasi trombosit jangan diberi pendingin karena suhu dingin dapat mengaktifkan F VII tetapi menghambat agregasi trombosit. BAB III PENUTUP 3.1

Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah di jelaskan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :

Hemostasis adalah mekanisme menghentikan dan mencegah perdarahan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh darah, segara akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke pembuluh darah yang terluka berkurang. untuk Kemudian trombosit akan berkumpul dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat trombosit 3.2 3.2.1

Saran Penulis berharap agar Pembaca dapat mengerti tentang Hemostasis mulai dari

Definisi sampai dengan hala apa saja yang perlu diperhatikan dalam Hemostasis. 3.2.2

Mahasiswa selaku calon perawat dapat lebih mengenal tentang pembahasan ini, dan

dapat mensosialisasikan kepada masyarakat luas disekitarnya. DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C., dan John E Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Murray Robert K., dkk. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC. Sadikin, Mohamad. 2001. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika. Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi6. Jakarta:EGC www.google.com. Proses Pembekuan Darah. http://cimobi.blogspot.com/2009/11/prosespembekuan-darah.html http://wwwselapunya-syella.blogspot.com/2011/06/pembekuan-darah.html

HEMOSTASIS 10.17 Hemostasis No comments

Hemostasis adalah kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan pada lokasi luka oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi, adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Fungsi utama mekanisme koagulasi adalah menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam sirkulasi dengan baik, serta membentuk thrombus sementara atau hemostatic thrombus pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan (vascular injury).

Hemostasis terdiri dari enam komponen utama, yaitu: trombosit, endotel vaskuler, procoagulant plasma protein faktors, natural anticoagulant proteins, protein fibrinolitik dan protein antifibrinolitik. Semua komponen ini harus tersedia dalam jumlah cukup, dengan fungsi yang baik serta tempat yang tepat untuk dapat menjalankan faal hemostasis dengan baik. Interaksi komponen ini dapat memacu terjadinya thrombosis disebut sebagai sifat prothrombotik dan dapat juga menghambat proses thrombosis yang berlebihan, disebut sebagai sifat antithrombotik. Faal hemostasis dapat berjalan normal jika terdapat keseimbangan antara faktor prothrombotik dan faktor antithrombotik. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai patofisiologik dan prinsip pemeriksaan laboratorium dari masing2 faktor yang berperan dalam proses koagulasi dan interpretasi hasilnya.

PATOFISIOLOGI DAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hemostasis normal dapat dibagi menjadi dua tahap: yaitu hemostasis primer dan hemostasis sekunder. Pada hemostasis primer yang berperan adalah komponen vaskuler dan komponen trombosit. Disini terbentuk sumbat trombosit (trombosit plug) yang berfungsi segera menutup kerusakan dinding pembuluh darah. Sedangkan pada hemostasis sekunder yang berperan adalah protein pembekuan darah, juga dibantu oleh trombosit. Disini terjadi deposisi fibrin pada sumbat trombosit sehingga sumbat ini menjadi lebih kuat yang disebut sebagai stable fibrin plug. Proses koagulasi pada hemostasis sekunder merupakan suatu rangkaian reaksi dimana terjadi pengaktifan suatu prekursor protein (zymogen) menjadi bentuk aktif. Bentuk aktif ini sebagian besar merupakan serine protease yang memecah protein pada asam amino tertentu sehingga protein pembeku tersebut menjadi aktif. Sebagai hasil akhir adalah pemecahan fibrinogen menjadi fibrin yang akhirnya membentuk cross linked fibrin. Proses ini jika dilihat secara skematik tampak sebagai suatu air terjun (waterfall) atau sebagai suatu tangga(cascade). Proses koagulasi dapat dimulai melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik (extrinsic pathway) dan jalur intrinsik (intrinsic pathway). Jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi kerusakan vaskuler sehingga faktor jaringan (tissue factor) mengalami pemaparan terhadap komponen darah dalam sirkulasi. Faktor jaringan dengan bantuan kalsium menyebabkan aktivasi faktor VII menjadi FVIIa. Kompleks FVIIa, tissue factor dan kalsium (disebut sebagai extrinsic tenase complex) mengaktifkan faktor X menjadi FXa dan faktor IX menjadi FIXa. Jalur ekstrinsik berlangsung pendek karena dihambat oleh tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Jadi jalur ekstrinsik hanya memulai proses koagulasi, begitu terbentuk sedikit thrombin, maka thrombin akan mengaktifkan faktor IX menjadi FIXa lebih lanjut, sehingga proses koagulasi dilanjutkan oleh jalur intrinsik. Jalur intrinsik dimulai dengan adanya contact activation yang melibatkan faktor XII, prekalikrein dan high molecular weigth kinninogen (HMWK) yang kemudian mengaktifkan faktor IX menjadi FIXa. Akhir-akhir ini peran faktor XII, HMWK dan prekalikrein dalam proses koagulasi dipertanyakan. Proses selanjutnya adalah pembentukan intrinsic tenase complex yang melibatkan FIXa, FVIIIa, posfolipid dari PF3 (trombosit factor 3) dan kalsium. Intrinsic tenase complex akan mengaktifkan faktor X menjadi FXa. Langkah berikutnya adalah pembentukan kompleks yang terdiri dari FXa, FVa, posfolipid dari PF3 serta kalsium yang disebut sebagai prothrombinase complex yang mengubah prothrombin menjadi thrombin yang selanjutnya memecah fibrinogen menjadi fibrin.

Pada pemeriksaan hemostasis, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :    

 

Antikoagulan : Natrium sitrat 0,109 M dengan pernbandingan 9 bagian darah dan 1 bagian Natrium sitrat. Untuk hitung trombosit antikoagulan yang dipakai adalah Na2EDTA Penampung : Bahan plastik atau gelas yang dilapisi silikon, untuk mencegah terjadinya aktivasi faktor pembekuan Semprit dan jarum : ukuran besar, paling kecil nomor 20 Cara pengambilan darah : Hindari masuknya tromboplastin jaringan, sebaiknya digunakan 2 semprit dimana darah pada semprit pertama dibuang karena dikhawatirkan tercemar tromboplastin jaringan Kontrol : Diperiksa 1 kontrol normal (tersedia secara komersial) dan 1 kontrol abnormal Penyimpanan dan pengiriman bahan : Sampel darah segera dikerjakan, harus selesai dalam 3 jam setelah pengambilan darah. Bila harus ditunda, plasma sitrat disimpan dalam tempat plastik tertutup dalam keadaan beku.

1.PT (Masa Protrombin plasma )

PT Protrombin disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak aktif dalam proses pembekuan. Protrombin (F II) dikonversi menjadi thrombin oleh tromboplastin untuk membentuk bekuan darah. Pemeriksaan PT digunakan untuk menilai kemampuan faktor koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama, yaitu : faktor I (fibrinogen), faktor II (prothrombin), faktor V (proakselerin), faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart). Perubahan faktor V dan VII akan memperpanjang PT selama 2 detik atau 10% dari nilai normal. PT diukur dalam detik. Dilakukan dengan cara menambahkan campuran kalsium dan tromboplastin pada plasma. Tromboplastin dapat dibuat dengan berbagai metoda sehingga menimbulkan variasi kepekaan terhadap penurunan faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K dan menyebabkan pengukuran waktu protrombin yang sama sering mencerminkan ambang efek antikoagulan yang berbeda. Usaha untuk mengatasi variasi kepekaan ini dilakukan dengan menggunakan sistem INR (International Normalized Ratio). International Committee for Standardization in Hematology (ICSH) menganjurkan tromboplastin jaringan yang digunakan harus distandardisasi dengan tromboplastin rujukan dari WHO dimana tromboplastin yang digunakan dikalibrasi terhadap sediaan baku atas dasar hubungan linier antara log rasio waktu protrombin dari sediaan baku dengan dari tromboplastin lokal. Bahan pemeriksaan PT adalah plasma sitrat yang diperoleh dari sampel darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109 M) dengan perbandingan 9:1. Darah sitrat harus diperiksa dalam waktu selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan. Sampel disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 2.500 g. Penyimpanan sampel plasma pada suhu 2-8 oC menyebabkan teraktivasinya F VII (prokonvertin) oleh sistem kalikrein. PT dapat diukur secara manual (visual), foto-optik atau elektromekanik. Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar

fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan teliti. Prinsip pengukuran PT adalah menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam plasma yang telah diinkubasi ditambahkan campuran tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Reagen yang digunakan adalah kalsium tromboplastin, yaitu tromboplastin jaringan dalam larutan(CaCl2). Beberapa jenis tromboplastin yang dapat dipergunakan misalnya  Tromboplastin jaringan berasal dari emulsi ekstrak organ otak, paru atau otak dan paru dari kelinci dalam larutan CaCl2 dengan pengawet sodium azida (misalnya Neoplastine CI plus)  Tromboplastin jaringan (misalnyaThromborelS).

dari

plasenta

manusia

dalam

larutan

CaCl2

dan

pengawet

PT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi ekstrinsik dan bersama jika kadarnya 1,0). Dengan demikian cara paling efektif untuk standardisasi pelaporan PT adalah kombinasi sistim INR dengan pemakaian konsisten tromboplastin yang peka yang mempunyai nilai ISI sama. INR digunakan untuk monitoring terapi warfarin (Coumadin) pada pasien jantung, stroke, deep vein thrombosis (DVT), katup jantung buatan, terapi jangka pendek setelah operasi misal knee replacements. INR hanya boleh digunakan setelah respons pasien stabil terhadap warfarin, yaitu minimal satu minggu terapi. Standar INR tidak boleh digunakan jika pasien baru memulai terapi warfarin untuk menghindari hasil yang salah pada uji. Pasien dalam terapi antikoagulan diharapkan nilai INR nya 2-3 , bila terdapat resiko tinggi terbentuk bekuan, iperluakn INR sekitar 2,5 – 3,5.

3. APTT Masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplastin time, APTT) adalah uji laboratorium untuk menilai aktifitas faktor koagulasi jalur intrinsik dan jalur bersama, yaitu faktor XII (faktor Hagemen), pre-kalikrein, kininogen, faktor XI (plasma tromboplastin antecendent, PTA), faktor IX (factor Christmas), faktor VIII (antihemophilic factor, AHF), faktor X (faktor Stuart), faktor V (proakselerin), faktor II (protrombin) dan faktor I (fibrinogen). Tes ini untuk monitoring terapi heparin atau adanya circulating anticoagulant. APTT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi instrinsik dan bersama jika kadarnya 7 detik dari nilai normal, maka hasil pemeriksaan itu dianggap abnormal. APTT memanjang dijumpai pada : 1. Defisiensi bawaan

 

Jika PPT normal kemungkinan kekurangan : Faktor VIII

   

Faktor IX Faktor XI Faktor XII Jika faktor-faktor koagulasi tersebut normal, kemungkinan kekurangan HMW (Fitzgerald factor) Defisiensi vitamin K, defisiensi protrombin, hipofibrinogenemia.

kininogen

2. Defisiensi didapat dan kondisi abnormal seperti :

      

Penyakit hati (sirosis hati) Leukemia (mielositik, monositik) Penyakit von Willebrand (hemophilia vaskular) Malaria Koagulopati konsumtif, seperti pada disseminated intravascular coagulation (DIC) Circulating anticoagulant (antiprothrombinase atau circulating anticoagulant terhadap suatu faktor koagulasi) Selama terapi antikoagulan oral atau heparin

Penetapan Pemeriksaan APTT dapat dilakukan dengan cara manual (visual) atau dengan alat otomatis (koagulometer), yang menggunakan metode foto-optik dan elektro-mekanik. Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan teliti. Prinsip dari uji APTT adalah menginkubasikan plasma sitrat yang mengandung semua faktor koagulasi intrinsik kecuali kalsium dan trombosit dengan tromboplastin parsial (fosfolipid) dengan bahan pengaktif (mis. kaolin, ellagic acid, mikronized silica atau celite koloidal). Setelah ditambah kalsium maka akan terjadi bekuan fibrin. Waktu koagulasi dicatat sebagai APTT. Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1. Gunakan tabung plastik atau gelas yang dilapisi silikon. Sampel dipusingkan selama 15 menit dengan kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan dalam tabung plastik tahan 4 jam pada suhu 20±5oC. Jika dalam terapi heparin, plasma masih stabil dalam 2 jam pada suhu 20±5oC kalau sampling dengan antikoagulan citrate dan 4 jam pada suhu 20±5oC kalau sampling dengan tabung CTAD. Nilai Rujukan Nilai normal uji APTT adalah 20 – 35 detik, namun hasil ini bisa bervariasi untuk tiap laboratorium tergantung pada peralatan dan reagen yang digunakan. Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

  

Pembekuan sampel darah, Sampel darah hemolisis atau berbusa akibat dikocok-kocok, Pengambilan sampel darah pada intravena-lines (mis. pada infus heparin).

4. FIBRINONGEN Pemeriksaan fibrinogen berguna untuk mengetahui adanya kelainan pembekuan darah, mengetahui adanya resiko terjadinya pembekuan darah (peningkatan resiko terjadinya Penyaikt Jantung Koroner (PJK) dan Stoke) dan mengetahui adanya gangguan fungsi hati.Fibrinogen adalah glikoprotein dengan berat molekul mencapai 340.000 dalton. Fibrinogen disintesis di hati (1,7-5 g/hari) dan oleh megakariosit. Di dalam plasma kadarnya sekitar 200-400 mg/dl. Waktu paruh fibrinogen sekitar 3-5 hari. Fibrinogen tersusun atas 6 rantai, yaitu : 2 rantai Aα, 2 rantai Bβ dan 2 rantai γ. Trombin (FIIa) memecah molekul fibrinogen menjadi 2 fibrinopeptide A (FPA) dari rantai Aα dan 2 fibrinopeptide B (FPB) dari rantai Bβ. Fibrin monomer yang dihasilkan dari reaksi ini kemudian berlekatan membentuk fibrin, yang selanjutnya distabilkan oleh factor XIIIa. Tahap pertama stabilisasi terdiri atas ikatan dua rantai γ dari dua fibrin monomer. Ikatan ini adalah asal dari D-Dimer, produk degradasi fibrin spesifik. Fibrinogen dapat didegradasi oleh plasmin. Penetapan Pengukuran kadar fibrinogen dapat dilakukan secara manual (visual), foto optik atau elektro mekanik. Pemeriksaan ini menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam plasma yang diencerkan ditambahkan thrombin. Waktu pembekuan dari plasma terdilusi berbanding terbalik dengan kadar fibrinogen. Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1. Gunakan tabung plastik atau gelas yang dilapisi silikon. Sampel dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan dalam tabung plastik tahan 8 jam pada suhu 20±5oC. Masalah Klinis Penurunan kadar : DIC, fibrinogenolisis, hipofibrinogenemia, komplikasi obstetrik, penyakit hati berat, leukemia. Pada dasarnya, masa protrombin (PPT) dan masa tromboplastin parsial (APTT) yang memanjang serta trombosit yang rendah menandakan terjadinya defisiensi fibrinogen dan juga merupakan tanda DIC. Produk degradasi fibrin (fibrin degradation product, FDP) biasanya diukur untuk memastikan terjadinya DIC. Peningkatan kadar : infeksi akut, penyakit kolagen, diabetes, sindroma inflamatori, obesitas. Pengaruh obat : kontrasepsi oral, heparin. Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

 

Trauma paskabedah dan kehamilan trimester ketiga dapat menyebabkan temuan positif keliru dari peningkatan kadar fibrinogen, Hemolisis sampel dapat menyebabkan temuan yang tidak akurat,



Kontrasepsi oral dan heparin dapat meningkatkan temuan uji.

5. BLEEDING TIME Bleeding time (BT) menilai kemampuan darah untuk membeku setelah adanya luka atau trauma, dimana trombosit berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk membentuk bekuan. Prinsip pemeriksaannya adalah mengukur lamanya waktu perdarahan setelah insisi standart pada lengan bawah atau cuping telinga. Bleeding time digunakan untuk pemeriksaan penyaring hemostasis primer atau interaksi antara trombosit dan pembuluh darah dalam membentuk sumbat hemostatik, pasien dengan perdarahan yang memanjang setelah luka, pasien dengan riwayat keluarga gangguan perdarahan. Pemeriksaan BT dapat dilakukan dengan metoda Ivy , yaitu dilakukan insisi dengan lanset sepanjang 10 mm dan kedalaman 1 mm di lengan bawah kemudian setiap 30 detik darah dihapus dengan kertas filter sampai perdarahan berhenti, atau dengan metoda Duke dengan cara yang sama insisi di lokasi cuping telinga sedalam 3-4 mm. BT memanjang pada gangguan fungsi trombosit atau jumlah trombosit dibawah 100.000/ mm3. Pemanjangan BT menunjukkan adanya defek hemostasis, termasuk didalamnya trombositopenia (biasanya dibawah 100.000/ mm3), gangguan fungsi trombosit heriditer, defek vaskuler kegagalan vasokonstriksi), Von Willebrand's disease, disseminated intravascular coagulation (DIC), defek fungsi trombosit (Bernard-Soulier disease dan Glanzmann’s thrombasthenia) , obat-obatan (aspirin/ ASA, inhibitor siklooksigenase, warfarin, heparin, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), betablockers, alkohol, antibiotika) dan hipofibrinogenemia. Trombositopenia akibat defek produksi oleh sumsum tulang menyebabkan pemanjangan BT lebih berat dibandingkan trombositopenia akibat destruksi berlebih trombosit. Pasien dengan von Willebrand’s disease hasil BT memanjang karena faktor von Willebrand merupakan trombosit agglutination protein. BT normal tidak menyingkirkan kemungkinan terjadinya perdarahan hebat pada tindakan invasif. Waktu perdarahan (bleeding time, BT) adalah uji laboratorium untuk menentukan lamanya tubuh menghentikan perdarahan akibat trauma yang dibuat secara laboratoris. Pemeriksaan ini mengukur hemostasis dan koagulasi. Masa perdarahan tergantung atas : ketepatgunaan cairan jaringan dalam memacu koagulasi, fungsi pembuluh darah kapiler dan trombosit. Pemeriksaan ini terutama mengenai trombosit, yaitu jumlah dan kemampuan untuk adhesi pada jaringan subendotel dan membentuk agregasi. Bila trombosit Prinsip pemeriksaan ini adalah menghitung lamanya perdarahan sejak terjadi luka kecil pada permukaan kulit dan dilakukan dalam kondisi yang standard. Ada 2 teknik yang dapat digunakan, yaitu teknik Ivy dan Duke. Kepekaan teknik Ivy lebih baik dengan nilai normal 1-6 menit. Teknik Duke nilai normal 1-8 menit. Teknik Ivy menggunakan lengan bawah untuk insisi merupakan teknik yang paling terkenal. Aspirin dan antiinflamasi dapat memperlama waktu perdarahan. Uji ini tidak boleh dilakukan jika penderita sedang mengkonsumsi antikoagulan atau aspirin; pengobatan harus ditangguhkan dulu selama 3 – 7 hari. Prosedur

1. Metode Ivy

      

2.

Pasang manset tensimeter pada lengan atas pasien kemudian atur tekanan pada 40 mmHg Tekanan ini dipertahankan hingga pemeriksaan selesai. Pilih lokasi penusukan pada satu tempat kira-kira 3 cm di bawah lipat siku. Bersihkan lokasi tersebut dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering. Tusuk kulit dengan lancet sedalam 3 mm. Hindari menusuk vena. Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar dengan kertas saring setiap 30 detik. Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir. Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter. Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada kertas saring. Jika telah lewat 10 menit perdarahan masih berlangsung, maka hentikan pemeriksaan ini.

Metode Duke      

Bersihkan anak daun telinga dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering. Tusuk pinggir anak daun telinga dengan lancet sedalam 2 mm. Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar kertas saring setiap 30 detik. Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir. Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter. Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada saring.

dengan

pada kertas

Masalah Klinis HASIL MEMENDEK : Penyakit Hodgkin HASIL MEMANJANG : idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), abnormalitas trombosit, abnormalitas vascular, leukemia, penyakit hati serius, disseminated intravascular coagulation (DIC), anemia aplastik, defisiensi faktor koagulasi (V, VII, XI). Pengaruh obat : salisilat (aspirin), dekstran, mitramisin, warfarin (Coumadin), streptokinase (streptodornasi, agens fibrinolitik).

6. CLOTTING TIME Clotting time :-waktu yg dibituhkan bagi darah untuk membekukan dirinya secara in vitro dgn menggunakan SUATU STANDART. yg dinamakan CLOTTING TIME. "clot" sendiri apa sih ? clot adalah suatu lapisan seperti liln/jelly yg ada didarah yg sebabkan berhentinya suatu pendarahn pada luka. yg dipengaruhi oleh faktor intriok dan ekstrinsik. Clotting Time Metode: LEE & WHITE

Prinsip: waktu pembekuan diukur sejak darah keluar dari epmbuluh sampai terjadi suatu bekuan dalm kondisi yg spesifik Specimen: darah segar 4 ml Prosedur:

        



Melakukan makrosampling dgn cara yg benar Pada saat darah masuk kedlm syringe, nyalakan stopwatch dan tourniquet dilonggarkan. Lanjutkan dgn mengambil darah pelan2 sampai didapat 4ml Syringe dicabut kemudian jarum dilepaskan dari syringe, darah dimasukkan pelan2 kedalam 3tabung melewati dinding masing2 1 ml. sisanya untuk px yg lain Masukka tabung dlm waterbath 370C, tunggu selama 5 menit Tepat 5 menit kemudian, tabung 1 diangkat dan dimiringkan 450 . ulangi tindakan serupa selang 30 detik sampai tjd bekuan yang sempurna(dimiringkan 900 tdk ada tumpahan). Catat waktunya 6. 30 detik berikutnya lakukan hal yg serupa pda tabung 2 sampai tjd bekuan sempurna. Catat waktunya Selang 30 detik berikutnya lakukan hal yg serupa pda tabung 2 sampai tjd bekuan sempurna. Matikan stopwatch Catat waktunya Waktu pembekuan pada tab3 dlaporkan sbghasil px Nilai Normal; 5-15 menit NB : Volume darah pda @ tab harus tepat 1 ml. jml lebih besar, waktu lebih panjang. o Gelembung udara, vena punctie yg tdk lancer shg hemilisis / ikut masuknya Cairan jaringan dpt memperpendek waktu bekuan. o Dgn cara yg sam tapi pake tab tg berlapis silicon&memiringkan tiap 5menit, Angka normal: 20-60menit.

Minggu, 22 Januari 2012 Diposkan oleh heyrockapolka BAB I PENDAHULUAN Hemostasis adalah mekanisme untuk menghentikan dan mencegah perdarahan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh darah, segara akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke pembuluh darah yang terluka berkurang. Kemudian trombosit akan berkumpul dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat trombosit. Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan membentuk benang-benang fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non permeabel sehingga perdarahan dapat dihentikan. Jadi dalam proses hemosatasis terjadi 3 reaksi yaitu reaksi vascular berupa vasokontriksi pembuluh darah, reaksi selular yaitu pembentukan sumbat trombosit, dan reaksi biokimiawi yaitu pembentukan fibrin. Faktor-faktor yang memegang peranan dalam proses hemostasis adalah pembuluh darah, trombosit, dan faktor pembekuan darah. Selain itu faktor lain yang juga

mempengaruhi hemostasis adalah faktor ekstravascular, yaitu jaringan ikat disekitar pembuluh darah dan keadaan otot. Pedarahan mungkin diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, trombosit, ataupun sistem pembekuan darah. Bila gejala perdarahan merupakan kalainan bawaan, hampir selalu penyebabnya adalah salah satu dari ketiga faktor tersebut diatas kecuali penyakit Von Willebrand. Sedangkan pada kelainan perdarahan yang didapat, penyebabnya mungkin bersifat multipel. Oleh karena itu pemeriksaan penyaring hemostasis harus meliputi pemeriksaan vasculer, treombosit, dan koagulasi. Biasanya pemeriksaan hemostasis dilakukan sebelum operasi. Beberapa klinisi membutuhkan pemerikasaan hemostasis untuk semua penderita pre operasi, tetapi ada juga membatasi hanya pada penderita dengan gangguan hemostasis. Yang paling penting adalah anamnesis riwayat perdarahan. Walaupun hasil pemeriksaan penyaring normal, pemeriksaan hemostasis yang lengkap perlu dikerjakan jika ada riwayat perdarahan. BAB II PEMBAHASAN

A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. B. 1. 2. 3. 4.

Pemeriksaan faal hemosatasis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui faal hemostatis serta kelainan yang terjadi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari riwayat perdarahan abnormal, mencari kelainan yang mengganggu faal hemostatis, riwayat pemakaian obat, riwayat perdarahan dalam keluarga. Pemeriksaan faal hemostatis sangat penting dalam mendiagnosis diatesis hemoragik. Pemeriksaan ini terdiri atas: Tes penyaring meliputi : Percobaan pembendungan Masa perdarahan Hitung trombosit Masa protombin plasma (Prothrombin Time, PT) Masa tromboplastin partial teraktivasi (Activated partial thromboplastin time, APTT) Masa trombin (Thrombin time, TT) Tes khusus meliputi : Tes faal trombosit Tes Ristocetin Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan) Pengukuran alpha-2 antiplasmin

Tes penyaring meliputi : 1. Percobaan Pembendungan Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan dinding kapiler darah dengan cara mengenakan pembendungan pada vena, sehingga tekanan darah di dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak titik-titik merah kecil pada permukaan kulit, titk itu disebut dengan petekia. Untuk melakukan percobaan ini mula-mula dilakukan pembendungan pada lengan atas dengan memasang tensimeter pada pertengahan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan itu dipertahankan selama 10 menit. Jika percobaan ini dilakukan sebagai lanjutan masa perdarahan, cukup dipertahankan selama 5 menit. Setelah waktunya tercapai bendungan

dilepaskan dan ditunggu sampai tanda-tanda stasis darah lenyap. Kemudian diperiksa adanya petekia di kulit lengan bawah bagian voler, pada daerah garis tengah 5 cm kira-kira 4 cm dari lipat siku. Pada orang normal tidak atau tidak sama sekali didapatkan petekia. Hasil positif bila terdapat lebih dari 10 petekia. Seandainya di daerah tersebut tidak ada petekia tetapi jauh di distal ada, hasil percobaan ini positif juga. Jika pada waktu dilakukan pemeriksaan masa perdarahan sudah terjadi petekie, berarti percobaan pembendungan sudah positif hasilnya dan tidak perlu dilakukan sendiri. Pada penderita yang telah terjadi purpura secara spontan, percobaan ini juga tidak perlu dilakukan. Walaupun percobaan pembendungan ini dimaksudkan unntuk mmengukur ketahanan kapiler, hasil tes ini ikut dipengaruhi juga oleh jumlah dan fungsi trombosit. Trombositopenia sendiri dapat menyebabkan percobaan ini barhasil positif. 2. Masa Perdarahan Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan vascular dan trombosit untuk menghentikan perdarahan. Prinsip pemeriksaan ini adalah menentukan lamanya perdarahan pada luka yang mengenai kapiler. Terdapat 2 macam cara yaitu cara Ivy dan Duke. Pada cara Ivy, mula-mula dipasang tensimeter dengan tekanan 40 mmHg pada lengan atas. Setalah dilakukan tindakan antisepsis dengan kapas alkohol, kulit lengan bawah bagian voler diregangkan lalu dilakukan tusukan denagn lancet sedalam 3mm. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik darah dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkisar antara 1-6 menit. Pada cara duke, mula-mula dilakukan tindakan antisepsis pada anak daun telinga. Dengan lancet, dilakukan tususkan pada tepi anak daun telinga. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik, darah dapat dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkiasar antara 1-3 menit. Cara Duke sebaiknya dipakai untuk bayi dan anak kecil dimana sukar atau tidak mungkin dilakukan pembendungan. Pemeriksaan masa perdarahan merupakan suatu tes yang kurang memuaskan karena tidak dapat dilakukan standarisasi tusukan baik mengenai dalamnya, panjangnya, lokalisasinya maupun arahnya sehingga korelasi antara hasil tes ini dan keadaan klinik tidak begitu baik. Perbedaan suhu kulit juga dapat mempengaruhi hasil tes ini. Pada pemeriksaan ini tusukan harus cukup dalam, sehingga salah satu bercak darah pada kertas saring mempunyai diameter 5 mm atau lebih. Masa perdarahan yang kurang dari 1 menit juga disebabkan tusukan yang kurang dalam. Dalam hal seperti ini, percobaan dianggap batal dan perlu diulang. Hasil pemeriksaan menurut cara Ivy lebih dapat dipercaya daripada cara Duke, karena pada cara Duke tidak dilakukan pembendungan sehingga mekanisme hemostatis kurang dapat dinilai. Apabila pada cara Ivy perdarahan berlangsung lebih dari 10 menit dan hal ini diduga karena tertusuknya vena, perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada lengan yang lain. Kalau hasilnya tetap lebih dari 10 menit, hal ini membuktikan adanya suatu kelainan dalam mekanisme hemostatis. Tindakan selanjutnya adalah mencari letak kelainan hemostatis dengan mengerjakan pemeriksaan-pemeriksaan lain. 3. Hitung Trombosit

Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak langsung. Cara langsung dapat dilakukan dengan cara manual, semi otomatik, dan otomatik. Pada cara manual, mula-mula darah diencerkan dengan larutan pengencer lalu diidikan ke dalam kamar hitung dan jumlah trombosit dihitung dibawah mikroskop. Untuk larutan pengencer yang dipakai larutan Rees Ecker atau larutan amonium oksalat 1%. Cara manula mempunyai ketelitian dan ketepatan yang kurang baik, karena trombosit kecil sekali sehingga sukar dibedakan dari kotoran kecil. Lagi pula trombosit mudah pecah dan cenderung saling melekat membentuk gumpalan serta mudah melekat pada permukaan asing. Oleh karena itu alat-alat yang dipakai harus betul-betul bersih dan larutan pengencer harus disaring terlebih dahulu. Sebagai bahan pemeriksaan d ipakai darah dengan anticoagulant sodium ethylendiamine tetraacetate yang masih dalam batas waktu yang diijinkan artinya tidak lebih dari 3 jam setelah pengambilan darah. Pada cara semi otomatik dan otomatik dipakai alat electronic particle counter sehingga ketelitiannya lebih baik daripada cara manual. Akan tetapi cara ini masih mempunyai kelemahan, karena trombosit yang besar (giant trombocyte) atau beberapa trombosit yang menggumpal tidak ikut terhitung, sehingga jumlah trombosit yang dihitung menjadi lebih rendah. Pada cara tak langsung, jumlah trombosit pada sediaan hapus dibandingkan jumlah trombosit dengan jumlah eritrosit kemudian jumlah mutlaknya dapat diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit. Karena sukarnya dihitung, penilaian semi kuantitatif tentang jumlah trombosit dalam sediaan hapus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan penyaringan. Pada sediaan hapus darah tepi, selain dapat dilakukan penilaian semi kuantitatif, juga dapat diperiksa morfologi trombosit serta kelainan hematologi lain. Bila sediaan hapus dibuat langsung dari darah tanpa antikoagulan, maka trombosit cenderung membentuk gumpalan. Jika berarti membentuk gumpalan berarti tedapat gangguan fungsi trombosit. Dalam keadaan normal jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya dan berkisar antar 150.000 – 400.000 per µl darah. Pada umumnya, jika morfologi dan fungsi trombosit normal, perdarahan tidak terjadi jika jumlah lebih dari 100.00/µl. Jika fungsi trombosit normal, pasien dengan jumlah trombosit diatas 50.000/µl tidak mengalami perdarahan kecualai terjadi trauma atau operasi. Jumlah trombosit kurang dari 50.000/µl digolongkan trombositopenia berat dan perdarahan spontan akan terjadi jika jumlah trombosit kurang dari 20.000/µl. 4. Masa Protrombin Plasma (protrombin time PT) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oral karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor pembekuan protrombin, VII, IX, dan X. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37ºC, ditambahkan reagens tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan tromboplastin yangh dipakai oleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan duplo dan disertai kontrol dengan plasma normal. Nilai normal tergantung dari reagen, cara pemeriksaan dan alat, dan alat yang digunakan. Sebaiknya tiap laboratorium mempunyai nilai normal yang ditetapkan sendiri dan berlaku untuk laboratorium tersebut.

Jika hasil PT memanjang maka penyebabnya mungkin kekurangan faktor-faktor pembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau adnya inhibitor. Untuk membedakan hal ini, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma kiontrol dengan perbandingan 1:1. Bila ada inhibitor, masa protombin plasma tetap memanjang. Selain dilaporkan dalam detik, hasil PT juga dilaporkan dalam rasio, aktivitas protombin dan indeks. Rasio yaitu perbandingan antara PT penderita dengan PT kontrol. Aktivitas protombin dapat ditentukan dengan menentukan dengan menggunakan kurva standart dan dinyatakan dalam %. Pemeriksaan PT juga sering dipakai untuk memantau efek pemberian antikoagulan oral. Pemberian kepekaan reagen tromboplastin yang dipakai dan perbedaan cara pelaporan menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan di laboratorium yang berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH (International Comittee on Thrombosis and Haemostasis) dan ICSH (International Comitte for Standardization in Haematology) menganjurkan agar tromboplastin jaringan yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu terhadap tromboplastin rujukan untuk mendapatkan ISI (International Sensitivity Index). Juga dianjurkan agar hasil pemeriksaan PT dilaporkansecara seragam dengan menggunakan INR (International Normalized Ratio), yaitu rasio yang dipangkatkan dengan ISI dari reagens tromboplastin yang digunakan. 5. Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi (activated parsial thromboplastin time APTT) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melaui jalur intrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan XII, prekalikrein, kininogen, XI, IX, VIII, X, V, protombin dan fibrinogen. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium pada suhu 370C. reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti platelet factor 3. Nilai normal tergantung dari reagens, cara pemeriksaan dan alat yang dipakai. Juga dianjurkan agar tiap laboratorium menentukan nilai normalnya sendiri. Hasilnya memanjang bila terdapat kekurangan faktor pembekuan dijalur intrinsik dan bersama atau bila terdapat inhibitor. Sama seperti PT, untuk membedakan hal ini dilakukan pemeriksaan ulang terhadap campuran plasma penderita dan plasma kontrol dengan perbandinagn 1:1. Bila hasilnya tetap memanjang, berarti ada inhibitor. Pada hemofilia A maupun hemofilia B, APTT akan memanjang, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan kedua kelainan tersebut. Pemeriksaan ini juga dipakai untuk memnatau pemberian heparin. Dosis heparin diatur sampai APTT mencapai 1,5-2,5 kali nilai kontrol.

6. Masa Trombin (thrombin time TT) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan pada suhu 37C bila ke dalam plasma ditambahkan reagens thrombin. Nilai normal tergantung dari kadar thrombin yang dipakai. Hasil TT dipengaruhi oleh kadar dan fungsi fibrinogen serta ada tidaknya inhibitor. Hasilnya memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dl atau fungsi fibrinogen abnormal atau bila terdapat inhibitor thrombin seperti heparin atau FDP (Fibrinogen degradation product).

Bila TT memanjang, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma control dengan perbandingan 1:1 untuk mengetahui adanya tidaknya inhibitor. Untuk membedakan apakah TT yang memanjang karena adanya heparin, fibrinogen abnormal atau FDP, dilakukan pemeriksaan masa reptilase. Reptilase berasal dari bisa ular Aneistrodon Rhodostoma. Apabila TT yang memanjang disebabkan oleh heparin maka masa reptilase akan memberikan hasil normal, sedangkan fibrinogen abnormal atau FDP akan menyebabkan masa reptilase memanjang. 7. Pemeriksaan Penyaring Untuk Faktor XIII Pemeriksaan ini dimasukkan dalam pemeriksaan penyaring, karena baik PT, APTT, maupun TT tidak menguji factor XIII, sehingga adanya defisiensi F XIII tidak dapat di deteksi dengan PT, APTT, maupun TT. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai kemampuan factor XIII dalam menstabilkan fibrin. Prinsipnya F XIII mengubah fibrin soluble menjadi fibrin stabil karena terbentuknya ikatan cross link. Bila tidak ada F XIII, ikatan dalam molekul fibrin akan dihancurkan oleh urea 5M atau monokhlorasetat 1%. Cara pemeriksaannya adalah dengan memasukkan bekuan fibrin ke dalam larutan urea 5M atau asam monokhloroasetat 1%, kemudian setelah 24 jam stabilitas bekuan dinilai. Bila factor XIII cukup, setelah 24 jam bekuan fibrin tetap stabil dalam larutan urea 5M. jika terdapat defisiensi factor XIII bekuan akan larut kembali dalam waktu 2-3 jam. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan hemostasis : 1. Antikoagulan Untuk pemeriksaan koagulasi antikoagulan yang dipakai adalah natrium sitrat 0,109 M dengan perbandingan 9 bagian darah dan 1 bagian natrium sitrat.Untuk hitung trombosit antikoagulan yang dipakai adalah Na2EDTA.Jika dipakai darah kapiler, maka tetes darah pertama harus dibuang. 2. Penampung Untuk mencegah terjadinya aktivasi factor pembekuan, dianjurkan memakai penampung dari plastic atau gelas yang telah dilapisi silicon. 3. Semprit dan Jarum Dianjurkan memakai semprit plastic dan jarum yang cukup besar. Paling kecil nomor 20. 4. Cara pengambilan darah Pada waktu pengambilan darah, harus dihindari masuknya tromboplastin jaringan. Yang dianjurkan adalah pengambilan darah dengan memakai 2 semprit. Setelah darah dihisap dengan semprit pertama, tanpa mencabut jarum, semprit pertama dilepas lalu pasang semprit kedua. Darah semprit pertama tidak dipakai untuk pemeriksaan koagulasi, sebab dikhawatirkan sudah tercemar oleh tromboplastin jaringan. 5. Kontrol Setiap kali mengerjakan pemeriksaan koagulasi, sebaiknya diperiksa juga satu kontrol normal dan satu kontrol abnormal. Selain tersedia secara komersial, kontrol normal juga dapat

dibuat sendiri dengan mencampurkan plasma yang berasal dari 10 sampai 20 orang sehat, yang terdiri atas pria dan wanita yang tidak memakai kontrasepsi hormonal. Plasma yang dipakai sebagai kontrol tidak boleh ikterik, lipemik, maupun hemolisis. 6. Penyimpangan dan pegiriman bahan Pemeriksaan koagulasi sebaiknya segara dikerjakan, karena beberapa faktor pembekuan bersifat labil. Bila tidak dapat diselesaikan dalam waktu 4 jam setelah pengambilan darah, plasma disimpan dalam tempat plastik tertutup dan dalam keadaan beku. Untuk pemeriksaan APTT dan assay faktor VIII atau IX, bahan yang dikirim adalah plasma citrat dalam tempat plastik bertutup dan diberi pendingin, tetapi untuk PT dan agregasi trombosit jangan diberi pendingin karena suhu dingin dapat mengaktifkan F VII tetapi menghambat agregasi trombosit.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Pemeriksaan faal hemosatasis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui faal hemostatis serta kelainan yang terjadi. Pemeriksaan faal hemostatis sangat penting dalam mendiagnosis diatesis hemoragik. Pemeriksaan ini terdiri atas: 1. Tes penyaring meliputi : a. Percobaan pembendungan b. Masa perdarahan c. Hitung trombosit d. Masa protombin plasma (Prothrombin Time, PT) e. Masa tromboplastin partial teraktivasi (Activated partial thromboplastin time, APTT) f. Masa trombin (Thrombin time, TT) 2. Tes khusus meliputi : a. Tes faal trombosit

b. c. d. B.

Tes Ristocetin Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan) Pengukuran alpha-2 antiplasmin SARAN Dengan makalah ini diharapkan mahasiswa analis dapat mengetahui dan mampu melakukan pemeriksaan hemostasis dengan berbagai metode yang ada sehingga dapat mengeluarkan hasil yang tepat dalam membantu diagnosa suatu penyakit.

DAFTAR PUSTAKA 1. Bakta, I Made,Prof.,Dr. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. Halaman 238-239 2. Setiabudi, Rahajuningsih D. 2009. Hemostasis dan Trombosis. Jakarta : FKUI. Halaman 23-32

« Pemeriksaan Laboratorium Hematologi

Pemeriksaan Laboratorium Hemostasis dan Hati May 11, 2010 by Fransisca Dewi Kumala Dalam diagnosis dan tata laksana pasien dengan kelainan hemostasis/trombotik evaluasi laboratorium merupakan suatu bagian penting. Fisiologi hemostasis merupakan penjumlahan dari elemen protein (koagulasi, fibrinolitik, dan antikoagulasi) dan selular (trombosit, endotel, dan leukosit) yang bekerja pada situs jejas vascular untuk mengatur perdarahan tanpa thrombosis oklusif. Kelainan hemostasis perdarahan biasanya dapat disebabkan oleh satu dari tiga kelainan, yaitu: 1. Kelainan atau defisiensi protein plasma, 2. Kelainan jumlah atau fungsi trombosit, dan 3. Kelainan pada interaksi trombosit dan dinding pembuluh darah. Kelainan protein koagulasi dapat berupa defisiensi protein, protein abnormal yang tidak dapat berfungsi fisiologis, dan terdapat inhibitor pada situs aktif protein atau penginduksi klirens protein. Secara umum, penghambat protein koagulasi adalah immunoglobulin, meskipun telah dilaporkan juga bahwa produksi abnormal dari heparin endogen, fibronektin, atau krioglobulin dapat merupakan sumber dari inhibitor protein koagulasi. Protein koagulasi abnormal dapat

berasal dari missense, delesi, maupun translokasi DNA. Sementara itu, peningkatan klirens protein koagulasi dapat terjadi dari kompleks antibody-protein yang dikenal sebagai benda asing dan dibuang dari sirkulasi. Secara umum, hemartrosis dan perdarahan spontan jaringan dan intramuscular menunjukkan defek protein plasma, misalnya hemophilia A dan B (defisiensi faktor VIII dan IX). Petekiae, purpura, dan ekimosis dengan kelainan penyakit von Willebrand atau kelainan trombosit. Namun untuk membedakan mekanisme yang menyebabkan perdarahan sangatlah sulit dilakukan. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap sangat penting dalam pemeriksaan namun tidak cukup spesifik untuk mendiagnosis kelainan perdarahan atau bekuan. Pemeriksaan Klinik Hemostasis untuk Mendeteksi Defek Koagulasi 

Lee-White Coagulation Time

Waktu pembekuan Lee-White menggunakan tiga tabung yang disimpan dalam suhu 37°C, masing-masing berisi 1 ml darah lengkap. Tabung-tabung ini secara hati-hati dimiringkan setiap 30 detik untuk meningkatkan kontak antara darah dan permukaan kaca untuk melihat kapan pembekuan terjadi. Darah normal membeku secara padat dalam waktu 4-8 menit. Dahulu uji ini digunakan untuk memantau terapi heparin, yang memperpanjang waktu pembekuan. 

Active Coagulation Time

Penambahan Celite (tanah liat halus), mempersingkat waktu pembekuan darah, mengurangi variabilitas tes, dan memungkinkan korelasi yang lebih tepat antara dosis heparin dan hasil lab. Darah normal membeku dalam waktu kurang dari 100 detik bila dimasukkan dalam tabung yang berisi Celite. 

Bleeding time

Memeriksa hemostasis pada luka yang kecil dan dangkal dengan menentukan kecepatan pembentukan sumbat trombosit sehingga mengetahui efisiensi fase vascular dan trombosit pada hemostasis. Tes ini dapat juga mengevaluasi kelainan bawaan trombosit seperti penyakt von Willebrand. Namun ternyata pemeriksaan ini terbatas hanya untuk perdarahan kulit dan tidak berkorelasi pada organ visceral, misalnya pada tindakan operatif. Karena itu, lebih sering digunakan untuk skrining pasien dengan kelainan trombosit, misal gejala perdarahan mukokutan. 

Hitung trombosit

Penghitungan trombosit lebih sulit dilakukan daripada eritrosit maupun leukosit karena ukurannya yang kecil dan cenderung untuk menempel dengan benda lain atau beragregasi.



Pemeriksaan Fase Koagulasi

ü Activated partial thromboplastin time (aPTT) Diinduksi aktivasi permukaan (kontak). Pada pemeriksaan ini terjadi autoaktivasi faktor XII dengan substansi bermuatan negative pada reagen. Hal tersebut kemudian memicu kaskade reaksi proteolitik pada system koagulasi. Tes ini memeriksa faktor XII, prekalikrein, HMWK, faktor XI, IX, dan VIII dari system intrinsic serta faktor X, V, protrombin dan fibrinogen dari jalur bersama . Karena pengganti trombosit yang digunakan adalah tromboplastin parsial dalam jumlah yang berlebih, trombosit tidak berpengaruh pada pemeriksaan ini, juga system ekstrinsik (faktor VII) yang memerlukan tromboplastin dari jaringan. Uji ini dilakukan pada spesimen darah yang telah diberi sitrat. Plasma dikeluarkan dan diletakkan di tabung sampel, tempat zat ini direkalsifikasi dengan kalsium klorida 30 mM, dan ditambahkan suatu reagen yang mengandung faktor aktif-permukaan (kaolin, fosfolipid). Kaolin meningkatkan kecepatan pengaktifan kontak, fosfolipid membentuk permukaan pada tempat di mana reaksi substrat enzim koagulasi dapat berlangsung, dan kalsium menggantikan kalsium yang dikelasi oleh sitrat. Waktu yang diperlukan untuk membentuk suatu bekuan adalah waktu tromboplastin parsial (PTT). PTT yang diaktifkan dalam keadaan normal bervariasi dari 28-40 detik. Kadar faktor di bawah 30% normal akan memperpanjang PTT. ü Prothrombin time (PT) Diinduksi penambahan tissue factor (tromboplastin jaringan) yang berlebihan sehingga terbentuk perubahan tidak fisiologis pada hubungan normal faktor-faktor koagulasi dan faktor VIIa dapat mengaktifkan faktor X secara langsung menjadi faktor X a tanpa melewati aktivasi faktor IX (intrinsic). Pemeriksaan ini menggunakan fosfolipid sebagai pengganti trombosit . PT adalah uji koagulasi yang paling sering dilakukan. Reagen untuk PT adalah tromboplastin jaringan dan kalsium klorida. Apabila ditambahkan ke plasma yang mengandung sitrat, reagenreagen ini akan menggantikan faktor jaringan untuk mengaktifkan faktor X dengan keberadaan faktor VII tanpa melibatkan trombosit atau prokoagulan jalur intrinsik. Untuk mendapatkan hasil PT normal, plasma harus mengandung paling sedikit 100 mg/dL fibrinogen dan faktor VII, X, V, dan protrombin 10%. Pemanjangan PT dan PTT dapat terjadi karena defisiensi faktor koagulasi multipel, terapi antikoagulan oral, penyakit hati, defisiensi vitamin K, dan defisiensi faktor jalur bersama. ü Thrombin clotting time (TCT) Digunakan thrombin eksogen untuk memeriksa integritas substrat fibrinogen. Uji TCT mengukur waktu yang diperlukan oleh spesimen darah yang diberi sitrat untuk membeku setelah ditambahkan kalsium dan sejumlah tertentu trombin. Uji ini mengevaluasi interaksi trombinfibrinogen. Waktu trombin mungkin memanjang apabila terjadi defisiensi fibrinogen atau apabila terdapat antikoagulan dalam darah yang aktif dan mengintervensi kerja trombin, seperi heparin. Fibrinogen yang abnormal atau kelainan molekul fibrinogen juga dapat dievaluasi dengan uji ini. Pemeriksaan langsung menilai konversi fibrinogen menjadi fibrin. Diperlukan jumlah minimal α thrombin (3000U/mg) yang dapat mereproduksi bekuan fibrinogen 4-6 U/mL, dalam ± 20 detik.

Pemeriksaan Klinik jalur fibrinolitik 

Thrombin Time

Dapat digunakan untuk menilai pengaktifan jalur fibrinolitik. Karena pengaktifan fibrinolitik menyebabkan pembebasan plasmin, yang memecah fibrin dan fibrinogen, fibrinogen dapat menurun, atau produk penguraian fibrinogen yang dibebaskan akan secara kompetitif menghambat interaksi trombin/fibrinogen. Oleh karena itu bila terdapat produk degradasi fibrinogen dalam sirkulasi, inhibisi kompetitif terhadap interaksi trombin/fibrinogen ini dapat menyebabkan pemanjangan waktu trombin. Gambar 1. Sistem Koagulasi berdasarkan Pemeriksaan yang Digunakan 

Produk penguraian fibrinogen

Plasmin menguraikan fibrin sebagai substrat fisiologisnya, tetapi juga cepat menguraikan fibrinogen apabila terjadi ketidakseimbangan plasmin, fibrin, dan fibrinogen. Fragmen yang tersisa setelah digesti plasmin tidak saja gagal membeku tetapi juga mengganggu pembekuan fibrinogen. Kadar produk penguraian fibrinogen (FDP) yang tinggi juga mengganggu pembentukan sumbat trombosit. Serum normal tidak mengandung fibrinogen atau FDP, sehingga seharusnya tidak ada yang bereaksi dengan antibodi antifibrinogen. Kadar FDP yang sangat tinggi dijumpai apabila sistem fibrinolitik aktif berlebihan. Pasien dengan gangguan ini memiliki darah yang sulit atau tidak membeku sama sekali. TES FUNGSI HATI Mengukur tingkat produk yang dihasilkan hati disebut sebagai tes fungsi hati (liver function test/LFT). Pada LFT ada beberapa keadaan yang umum ditemukan, antara lain adalah gangguan permeabilitas dinding sel, kapasitas sintesis, dan fungsi ekskresi. TES INTEGRITAS SEL 

ALT (alanin transaminase) atau SGPT (serum glutamate pyruvate transaminase)

ALT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada ALT. 

AST (aspartat transaminase) atau SGOT (serum glutamate oxcaloacetat transaminase)

AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik penyakit hati. 

GLDH (glutamate dehidrogenase)

GLDH bersifat unikoluker terletak dalam mitochondria. Enzim ini peka karena itu baik untuk deteksi dini kerusakan sel hati. Cortison dan sulfonil urea dosis terapi dapat menurunkan GLDH. 

LDH (laktat dehidrogenase)

LDH adalah enzim yang ditemukan dalam banyak jaringan tubuh, termasuk hati. Peningkatan tingkat dari LDH dapat menunjukkan kerusakan hati. TES FUNGSI SINTESIS 

Albumin

Pada gangguan fungsi hati kadar dalam darah menurun (hipoalbuminemia). Pemeriksaan yang dapat dipakai adalah cara Bromcresylgreendan elektroforesa. 

Masa Protrombine (PT)

Hati merupakan tempat sintesis Vitamin K dan bahan lain untuk membantu proses koagulasi, jika terdapat kerusakan pada hati, maka akan terdapat masa protrombin memanjang. 

Cholinesterase (ChE)

Penurunan aktivitas ChE lebih spesifik dari pemeriksaan albumin karena aktivitas ChE kurang dipengaruhi faktor-faktor di luar hati dibandingkan dengan pemeriksaan kadar albumin. TES FUNGSI EKSKRESI 

Bilirubin

Bilirubin adalah produk utama dari penguraian sel darah merah. Bilirubin disaring dari darah oleh hati dan dikeluarkan pada cairan empedu. Bila hati rusak maka bilirubin serum meningkat. Sebagian dari bilirubin serum termetabolisme, dan disebut sebagai bilirubin conjugated).Bila meningkat, penyebab biasanya luar hati. Bila bilirubin conjugated rendah sementara bilirubin serum tinggi, kerusakan pada hati atau pada saluran cairan empedu dalam hati. Bilirubin mengandung bahan pewarna, bila tingkatnya sangat tinggi, kulit dan mata dapat menjadi kuning, yang menyebabkan ikterus. 

Alkaline Phosphatase (ALP)

ALP meningkat pada berbagai jenis penyakit hati (sirosis, kanker), tetapi juga dapat terjadi berhubungan dengan penyakit tidak terkait dengan hati. ALP sebetulnya adalah suatu kumpulan enzim serupa, yang dibuat dalam saluran cairan empedu dan selaput dalam hati, tetapi juga ditemukan di banyak jaringan lain. Peningkatan ALP dapat terjadi bila saluran cairan empedu dihambat. 

γ-Glutamil Transferase (GGT)

GGT sering meningkat pada orang yang memakai alkohol atau zat lain yang toksi bagi hati berlebihan. Enzim ini dibuat dalam banyak jaringan selain hati. Serupa dengan ALP, GGT dapat meningkat dalam darah pasien dengan penyakit saluran empedu. Namun tes GGT sangat peka, dan tingkat GGT dapat tinggi berhubungan dengan hampir semua penyakit hati, bahkan juga orang yang sehat. GGT juga dibuat sebagai reaksi pada beberapa obat dan zat, termasuk alkohol, jadi peningkatan GGT kadang kala (tetapi tidak selalu) dapat menunjukkan penggunaan alkohol. Penggunaan pemanis sintetis sebagai pengganti gula, seumpamanya dalam diet soda, dapat meningkatkan GGT. Referensi Dufour DR, Lott JA, Nolte FS, Gretch DR, Koff RS, Seeff LB. Laboratory medicine practice guidelines, Laboratory guidelines for screening, diagnosis and monitoring hepatic injury. The National Academy of Clinical Biochemistry; 2000. Marlar RA, Fink LM, Miller JL. Laboratory approach to thrombotic risk. In: Henry’s clinical diagnosis and management by laboratory methods. 21st ed. McPherson RA, Pincus MR. [editor] China: Saunders Elsevier; 2006. Rodgers GM, Bithell TC. The diagnostic approach to the bleeding disorders. In: Wintrobe’s Clinical Hematology 10th ed. Lee GR, Foerster J, Lukens J, Paraskevas F, Greer J, Rodgers GM. [editor]. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 1999. Schmaier AH. Laboratory evaluation of hemostatic and thrombotic disorders. In: Hematology basic principles and practice. 5th ed. Hoffman R, Benz EJ, Shattil SJ, Furie B, Silberstein LE, McGlave P, etc. [editor]. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2009.

bermanfaat….

Menu Langsung ke isi   

Beranda About Me IndoMedika Store

Referat Transfusi Darah 26 Desember 2011 by isnanos in Kedokteran

PEMBAHASAN 1.DARAH

Darah berasal dari bahasa Yunani haima yang artinya darah. Dalam darah terkandung hemoglobin yang berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin merupakan protein pengangkut oksigen. 1.1. KOMPONEN DARAH Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari darah, angka ini dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau volume sel darah merah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah. Korpuskula darah terdiri dari: 1. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).

Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia. Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Kadar Hb inilah yang dijadikan patokan dalam menentukan penyakit Anemia. Eritrosit berusia sekitar 120 hari. 1. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 – 1,0%)

Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah. Normal berkisar antara 200.000300.000 keping/mm³ 1. Sel darah putih atau leukosit (0,2%)

Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Fungsi utama dari leukosit tersebut adalah untuk Fagosit (pemakan) bibit penyakit/ benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Peningkatan jumlah lekosit merupakan petunjuk adanya infeksi. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia. Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc darah.Plasma darah adalah bagian yang tidak mengandung sel darah. Komposisi plasma darah : 1. Air 2. Protein

Protein plasma terdiri dari : 1. Albumin

( 57% )

-Menjaga tekanan osmotik koloid

2. Globulin

( 40% )

-Terdiri dari α1, α 2, ß , γ globulin. -Berperan dlm kekebalan tubuh. -Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya bermacam-macam: 1. Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen (Presipitin) 2. Antibodi yang dapat menguraikan antigen (Lisin) 3. Antibodi yang dapat menawarkan racun (Antitoksin) 3. Fibrinogen

( 3% )

-Mengandung faktor-faktor koagulasi Serum adalah cairan berwarna kuning supernatan yg terdapat pada darah yg mengalami koagulasi. Serum tidak mengandung fibrinogen, faktor koagulasi ( f. II, f.V , f. VIII ). 1.2. FUNGSI DARAH Fungsi Umum Darah adalah : 1. Transportasi (sari makanan, oksigen, karbondioksida, sampah dan air) 2. Termoregulasi (pengatur suhu tubuh) 3. Imunologi (mengandung antibodi tubuh) 4. Homeostasis (mengatur keseimbangan zat, pH regulator) 2. TRANSFUSI DARAH Transfusi darah adalah tindakan memindahkan darah atau komponennya ke dalam sistim pembuluh darah seseorang. Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang adalah sel darah merah, trombosit, plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah suatu pengobatan yang bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi. Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan utama berdasarkan sumbernya,yaitu transfusi allogenic dan transfusi autologus. Transfusi allogenic adalah darah yang disimpan untuk transfusi berasal dari tubuh orang lain. Sedangkan transfusi autologus adalah darah yang disimpan berasal dari tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit beberapa hari sebelumnya, dan setelah 3 hari ditransferkan kembali ke pasien. 2.1 TUJUAN TRANSFUSI DARAH

Tujuan dari transfusi darah atara lain : 1. Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma). 2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien anemia. 3. Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi (misalnya: faktor pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia). 4. Meningkatkan oksigenasi jaringan. 5. Memperbaiki fungsi Hemostatis.

2.2 INDIKASI TRANSFUSI DARAH Dalam pedoman WHO disebutkan : 1. Transfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat. 2. Transfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang hilang/kurang. Berdasarkan pada tujuan di atas, maka saat ini transfusi darah cenderung memakai komponen darah disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya kebutuhan akan sel darah merah, granulosit, trombosit, dan plasma darah yang mengandung protein dan faktor-faktor pembekuan. Indikasi transfusi darah dan komponen-konponennya adalah : 1. 2. 3. 4. 5.

Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan. Anemia kronis. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen. Plasma loss atau hipoalbuminemia. Kehilangan sampai 30% EBV umumnya dapat diatasi dengan cairan elektrolit saja. Kehilangan lebih daripada itu, setelah diberi cairan elektrolit perlu dilanjutkan dengan transfusi jika Hb20% dan volume darah lebih dari 1000 ml. 2. Hemoglobin
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF