Pembakaran Batubara Pada Pltu

October 1, 2017 | Author: Anjar Eko Saputro | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Pembakaran Batubara Pada Pltu...

Description

BAB I PENDAHULUAN Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara adalah salah satu jenis instalasi pembangkit tenaga listrik dimana tenaga listrik didapat dari mesin turbin yang diputar oleh uap yang dihasilkan melalui pembakaran batubara. Siklus di PLTU dapat dibedakan menjadi 1. Siklus Udara, sebagai campuran bahan bakar 2. Siklus Air, sebagai media untuk menghasilkan uap air (steam) 3. Siklus Batubara, sebagai bahan bakar Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat; tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara. Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa dengan total kapasitas 10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun, dan semakin berkembangnya industri-industri lain seperti industri kertas (pulp) dan industri tekstil merupakan indikasi permintaan dalam negeri akan semakin meningkat.

Demikian pula

halnya dengan permintaan batubara dari negara-negara pengimpor mengakibatkan produksi akan semakin meningkat pula. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1998. KEN mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, serta terwujudnya bauran energi (energy mix) yang optimal pada tahun 2025. Untuk itu ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi seperti BBM harus dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif di antaranya batubara. Untuk mendukung pencapaian sasaran bauran energi nasional yang dicanangkan pemerintah, salah satunya adalah melakukan kajian batubara secara nasional untuk mengetahui

kondisi

sumberdaya,

pengusahaan,

dan

pemanfaatan

batubara,

serta

permasalahannya, yang dapat digunakan untuk membuat langkah-langkah yang diperlukan.

1

Dan untuk mendukung kajian tersebut perlu melakukan terlebih dahulu membangun data base batubara nasional dari hasil pengumpulan data baik sekunder maupun primer. PLTU merupakan industri yang paling banyak

menggunakan batubara. Tercatat dari

seluruh konsumsi batubara dalam negeri pada tahun 2005 sebesar 35,342 juta ton, 71,11% di antaranya digunakan oleh PLTU. Hingga saat ini, PLTU berbahan bakar batubara, baik milk PLN maupun yang dikelola swasta, ada 9 PLTU, dengan total kapasitas saat ini sebesar 7.550 MW dan mengkonsumsi batubara sekitar 25,1 juta ton per tahun. Berdasarkan data dalam kurun waktu 1998-2005, Penggunaan batubara di PLTU untuk setiap tahunnya meningkat rata-rata 13,00%. Hal tersebut sejalan dengan penambahan PLTU baru sebagai dampak permintaan listrik yang terus meningkat rata-rata 7,67% per tahun. Namun demikian, sejak tahun 2003 krisis energi listrik nasional sudah mulai terasa sebagai dampak dari ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan. Dalam upaya mengantisipasi kekurangan listrik dan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian BBM secara nasional, pemerintah merencanakan percepatan pembangunan PLTU berbahan bakar listrik 10.000 MW hingga akhir 2009. Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak dipakai serta merupakan jenis semen hidrolik yang terpenting. Penggunaannya antara lain meliputi beton, adukan, plesteran, bahan penambal, adukan encer (grout) dan sebagainya. Semen portland dipergunakan dalam semua jenis beton struktural seperti tembok, lantai, jembatan, terowongan dan sebagainya, yang diperkuat dengan tulangan atau tanpa tulangan. Selanjutnya semen portland itu digunakan dalam segala macam adukan seperti fundasi, telapak, dam, tembok penahan, perkerasan jalan dan sebagainya. Apa bila semen portland dicampur dengan pasir atau kapur, dihasilkan adukan yang dipakai untuk pasangan bata atau batu, atau sebagai bahan plesteran untuk permukaan tembok sebelah luar maupun sebelah dalam. Selama delapan tahun terakhir ini, perkembangan pemakaian batubara pada industri semen berfluktuasi. Antara tahun 1998-2001, pemakaian batubara rata-rata naik sangat signifikan, yaitu 64,03%, namun pada tahun 2002 dan 2003 sempat mengalami penurunan hingga 7,59%. Memasuki tahun 2004, kebutuhan batubara pada industri semen mengalami perubahan yang positif, yaitu 19,78% seiring perkembangan ekonomi yang mulai membaik di dalam negeri. Tahun 2005, tercatat sekitar 17,04% kebutuhan batubara dalam negeri digunakan oleh industri semen atau 5,77 juta ton.

2

BAB II PEMBAHASAN PEMBAKARAN BATUBARA PADA PLTU 1. PLTU Pada PLTU batubara, bahan bakar yang digunakan adalah batubara uap yang terdiri dari kelas sub bituminus dan bituminus. Lignit juga mulai mendapat tempat sebagai bahan bakar pada PLTU belakangan ini, seiring dengan perkembangan teknologi pembangkitan yang mampu mengakomodasi batubara berkualitas rendah.

Gambar 1. Skema pembangkitan listrik pada PLTU batubara (Sumber: The Coal Resource, 2004) Pada PLTU, batubara dibakar di boiler menghasilkan panas yang digunakan untuk mengubah air dalam pipa yang dilewatkan di boiler tersebut menjadi uap, yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan turbin dan memutar generator.

Gambar 2. Skema pembangkitan listrik pada PLTU batubara

3

Coal Supply (pengumpan batu bara). Batu bara dari tambang di kirim ke “coal hoper” dan dihaluskan sampai ukuran 5 cm. Setelah itu dikirim ke pembangkit melalui konveyor ke pulverizer. Pulverizer (Alat penghancur). Batu bara dihaluskan lagi sampai menjadi bubuk dan di campur dengan udara kemudian ditiupkan ke tungku pembakaran. Boiler. Batu bara yang dibakar di ruang pembakaran digunakan untuk memanaskan air didalam boliler sampai menjadi uap. Uap ini yang digunakan untuk memutar rotor dan membangkitkan energi listrik Precipitator, stack (alat penangkap debu) . Pembakaran batu bara akan menghasilkan karbon dioksida (CO2), sulpur dioksida (SO2) dan Nitrogen oksida. Gas – gas ini keluar dari boiler melalui Precipitator dan stack . Precipitator mampu mengolah 99.4 % debu sebelum gas dibuang ke udara. Sedangkan sisa pembakaran yang lebih berat akan mengendap ke bawah boiler dan dibuang lagoon. Turbin dan Generator. Uap bertekanan tinggi dari boiler digunakan untuk memutar bilah turbin yang dihubungkan dengan generator dengan bantuan poros. Poros yang berputar ini akan menghasilkan energi listrik di dalam generator. Condensers (kondensor). Uap panas yang keluar dari turbin dialirkan ke kondensor. Di kondensor uap didinginkan sehingga terkondensasi menjadi air, air ini di pompakan lagi ke boiler untuk dipanaskan dan proses ini terus berulang (resirkulasi). Water treatment plant. Untuk mengurangi korosi pada pipa – pipa boiler, air yang digunakan untuk boiler harus dibersihkan. Air yang mengandung lumpur akan dibuang keluar dari sistem. Substation, transformer, transmission lines. Energi listrik yang di hasilkan oleh generator harus di naikan voltasenya melaui transformer (travo step up) sebelum di kirim melalui jalur transmisi (transmisi line). Tujuan untuk menaikan voltase ini untuk mengurangi energi yang terbuang selama proses pengiriman. Kinerja pembangkitan listrik pada PLTU sangat ditentukan oleh efisiensi panas pada proses pembakaran batubara tersebut, karena selain berpengaruh pada efisiensi pembangkitan, juga dapat menurunkan biaya pembangkitan. Kemudian dari segi lingkungan, diketahui bahwa jumlah emisi CO2 per satuan kalori dari batubara adalah yang terbanyak bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya, dengan perbandingan untuk batubara, minyak, dan gas adalah 5:4:3. Sehingga berdasarkan uji coba yang mendapatkan hasil bahwa kenaikan efisiensi panas sebesar 1% akan dapat menurunkan emisi CO2 sebesar 2,5%, maka efisiensi panas yang meningkat akan dapat mengurangi beban lingkungan secara signifikan 4

akibat pembakaran batubara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa teknologi pembakaran (combustion technology) merupakan tema utama pada upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan batubara secara langsung sekaligus upaya antisipasi isu lingkungan ke depannya. 2. Kriteria Desain Fasilitas Pembangkit Listrik Untuk membangun fasilitas pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara, maka hal terpenting yang harus diperhatikan dalam mendesain fasilitas tersebut adalah sifat-sifat dan gambaran batubara (yang ditunjukkan oleh parameter-parameter kualitasnya) yang digunakan. Pemilihan teknologi pembakaran yang tepat didasarkan pada sifat-sifat batubara yang digunakan merupakan sesuatu yang penting untuk mendapatkan pembakaran yang efisien dan teknologi yang ramah lingkungan. Prosedur dalam mendesain Boiler untuk pembakaran batubara Analisis Dasar Batubara : Nilai Kalor Analisis Proksimat (Kadar air, abu, VM, FC) Analisis Ultimat (C, H, N, S) HGI Analisis Abu (Titik leleh abu, komponen abu)

Karakteristik Batubara : Kemampubakaran (Combusttibility) Pengendalian pencemaran (SOx, NO x, Debu, dsb) Karakteristik Pulverisasi Karakteristik Abu

Faktor-Faktor Desain : Jenis-jenis Boiler untuk Pembakaran Batubara Peralatan-Peralatan pengendalian pencemaran Jenis-jenis Mill untuk Pulverisasi batubara Hal-hal lainnya berkaitan dengan desain boiler

Keputusan Desain untuk Boiler Pembakaran Batubara

5

Boiler Pembakaran Batubara didasarkan pada Berbagai Jenis Batubara Type of Boiler Unit Output Heat Generation Rate

Stocker Boiler

Fluidized Bed

CCFBC Boiler

640 MW 85.000-115.000 60.000-75.000

600 MW 50.000

200 MW 90.000 kcal

kcal

kcal Sub-bituminous

kcal Lignite

kcal

4.000-6.200 kcal

5.000-7.500 kcal

4.300-5.500 kcal

2.500-4.500 kcal

1.500-4.500 kcal

Coal Characteristic Heating Value Analysis

PCC Boiler

Combustion Boiler 1000 MW 80.000-50.000

Water Content

5-10 %

5-15 %

20-30 %

25-45 %

40-60 %

Volatile Matter

4-10 %

25-45 %

25-35 %

20-30 %

15-25 %

Fixed Carbon

45-70 %

35-60 %

30-40 %

15-30 %

13-25 %

Ash Content

15-45 %

5-40 %

5-10 %

10-30 %

5-20 %

1.5 % - dry 4-18

0.2-4.0 % - dry 0.9-2.5

0.5-1.5 % - dry 1.0-1.4

0.5-2.5 % - dry 0.7-1.0

0.3-2.0 % - dry 0.5-1.0

Nitrogen

0.2-1.0 %

0.5-2.0 %

0.8-1.4 %

0.7-1.0 %

0.5-2.0 %

Oxygen Ash Characteristics Analysis

1-3 %

5-15 %

15-20 %

10-20 %

15-25 %

SiO2 / Al2O3

1-2 %

1.0-6.0 %

1.0-2.5 %

2.0-3.05 %

2.0-3.0 %

Fe2O3

5-15 %

1-30 %

5-15 %

1-15 %

5-10 %

MgO + CaO

5-10 %

1-15 %

15-30 %

3-30 %

5-30 %

Sulfur Content Fuel Rate Ultimate Analysis

Na2O Melting Point

0.5-1.0 %

0.1-0.3 %

0.2-6.0 %

0.5-8.0 %

0.5-1.0 %

1200-1350 oC

1100-1550 oC

1150-1350 oC

1150-1300 oC

1200 oC

3. Sistem Pembangkit Listrik Kelas Menengah dan Kecil Disamping boiler pembakaran batubara pulverized, boiler jenis fluidized bed juga digunakan untuk sistem pembangkit listrik kelas menengah dan kecil. Boiler jenis fluidizedbed dapat digunakan dengan rentang jenis batubara lebih besar dibandingkan dengan sistem boiler pembakaran batubara pulverized skala besar. Berbagai jenis pembakaran seperti bubling, sirkulasi, dan pressurized telah dan sedang dikembangkan pada metoda pembakaran fluidized-bed. Operasi boiler fluidized-bed tipe bubling (ekivalen dengan 350 MW) telah digunakan pada beberapa pembangkit listrik. Kapasitas boiler ini dapat digunakan untuk sistem yang ekivalen dengan skala kelas menengah. 4. Boiler Pembakaran Batubara Efisiensi Tinggi

6

Contoh-Contoh Sistem Pembangkit Listrik di Jepang Sumber : Pemanfaatan Batubara, 1997

7

Perkembangan Pembangkit Listrik berbagai Bahan Bakar di Indonesia Sumber : IEA Coal Report (Indonesian Coal Prospect 2010)

Rencana Lokasi PLTU-Batubara di Indonesia sampai Tahun 2010 8

Untuk mempercepat ketersediaan listrik PLN membuat program untuk membuat 35 PLTU dengan total tenaga 10.000 MW. Ketiga puluh lima PLTU tersebut tersebar di jawa dan luar jawa. Untuk Jawa dibangun 10 buah PLTU, rinciannya sebagai berikut : No.

Tempat Suralaya,

Kapasitas 1 x 625 MW

Labuhan,

2 x 300 MW

Lontar Indramayu

3 x 315 MW 3 x 330 MW

PLTU Jawa Tengah

Pelabuhan Ratu Remabng

3 x 350 MW 2 x315 MW

PLTU Jawa Timur

Cilacap Pacitan

1 x 600 MW 2 x 315 MW

4.

Paiton

1 x 660 MW

5.

Tuban Jepara

2 x 350 MW 2 x 661 MW

1.

2. 3.

Pembangkit PLTU Banten

PLTU Jawa Barat

PLTU Tanjung Jati

Untuk yang berada di luar Pulau Jawa dan Bali dibangun 25 PLTU, rinciannya : No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Pembangkit PLTU NAD PLTU 2 Sum-Ut PLTU Sum-Bar PLTU 3 Ba-Bel PLTU 4 Ba-Bel PLTU 1 Riau PLTU 2 Riau PLTU Kepri PLTU Lampung PLTU 1 Kal-Bar PLTU 2 Kal-Bar PLTU 1 Kal-Teng PLTU Kal-Sel PLTU 2 Sul-Ut PLTU Sul-Tenggara

Kapasitas 2 x 100 MW 2 x 200 MW 2 x 100 MW 2 x 25 MW 2 x 15 MW 2 x 10 MW 2 x 7 MW 2 x 7 MW 2 x 100 MW 2 x 50 MW 2 x 25 MW 2 x 60 MW 2 x 65 MW 2 x 25 MW 2 x 10 MW

No. 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

9

Pembangkit PLTU Sul-Sel PLTU Gorontalo PLTU Maluku PLTU Mal-Ut PLTU 1 NTB PLTU 2 NTB PLTU 1 NTT PLTU 2 NTT PLTU 1 Papua PLTU 2 Papua

Kapasitas 2 x 50 MW 2 x 25 MW 2 x 15 MW 2 x 7 MW 2 x15 MW 2 x 25 MW 2 x 7 MW 2 x 15 MW 2 x 7 MW 2 x 10 MW

Diagram Pemanfaatan Batubara di PLTU-Batubara

Skematik PLTU-Batubara Peringkat Rendah 10

Spesifikasi Batubara untuk Pembangkit Tenaga Listrik PARAMETER Air Total (%) (As received)

YANG DIPERLUKAN 4-8

*) BATASAN

KETERANGAN

maks. 12 (maks. 15)

Menurunkan nilai kalori bersih dibatasi hingga mendekati maksimum 15 % bagi yang mudah digunakan/digerus. Batasan dibuat lebih tinggi untuk batubara peringkat rendah. Menurunkan nilai kalori bersih terbatas oleh kemampuan peralatan konsumen untuk menangani dan membuang abu. Tungku p.f. pembakaran samping. Tungku p.f. pembakaran bawah. Kosumen mempunyai bermacammacam preferensi sebagai dasar perhitungan. (bersih/kotor, kering udara/as received) Biasanya tergantung pada peraturan penanganan polusi setempat. Contohnya : Inggris maks. 2 % ; Prancis maks. 1,7 % ; Jerman maks. 1,0 % ; Jepang maks. 0,5 %. Dalam jumlah yang kecil tidak perlu sesuai dengan batasan tersebut. Tungku dasar kering, suhu terendah 150-A yang diizinkan tergantung pada fleksibilitas peralatan konsumen dan prosedur pengoperasian.

Air Bebas (%) (As received) Abu (%) (Air dried)

rendah

maks. 15-21

23-35 15-25

maks. 15-20 (maks. 30)

Zat Terbang (%) (dmmf) Nilai Kalori Kotor (air dried) MJ/Kg

23-35 15-25 tinggi

min. 25 maks. 25 min. 24-25

rendah

maks. 0,5-1,0 (maks. 2,0)

ISO-A tinggi

min. 1200 (min. 1050)

Suhu leleh abu (oC)

5. Slagging dan Fouling Terbentuknya slagging dan fouling adalah dua hal yang saling berkaitan, sebab terjadinya slagging dan fouling berawal dari reaksi saat pembakaran batubara. Pada setiap pembakaran batubara selalu menghasilkan abu, baik abu dasar (bottom ash) maupun abu terbang (fly ash), bottom ash membentuk slagging sedangkan fly ash membentuk fouling. Proses pembakaran batubara akan berlangsung dengan baik jika tersedia udara dalam jumlah yang cukup. Proses pembakaran batubara merupakan ilmu kompleks karena adanya variasi kondisi fisika maupun kimia batubara, tetapi biasanya reaksi pembakaran batubara

11

digambarkan dengan reaksi oksidasi karbon menghasilkan karbon mono-oksida atau karbon dioksida: 2C + O2 → 2CO2 atau C + O2 = CO2 Gas CO yang terbentuk dapat bereaksi dengan oksigen membentuk gas CO2 sesuai reaksi : 2CO + O2 → 2CO2 Gas CO2 yang terbentuk dapat pula bereaksi dengan karbon membentuk gas CO CO2 + C → 2CO Dan reaksi pembentukan uap air : 2H + ½ O2 → H2O Diikuti dengan reaksi C + H2O → CO + H2 Setelah ada nyala api, pembakaran batubara dimulai dari penguapan air, diikuti penyalaan zat terbang. Selain unsur hydrogen dan karbon unsur-unsur lain yang terdapat di dalam batubara juga mengalami oksidasi, misalnya unsur sulfur (S) dan Nitrogen. S + O2 → SO2(g) Diikuti dengan reaksi 2SO2(g) + ½ O2 → 2SO3(g) 2N + O2 → 2NO(g) diikuti dengan reaksi 2NO + O2 → 2NO2(g) Adanya uap air di udara terbuka akan bereaksi dengan gas-gas hasil pembakaran membentuk asam sulfat atau asam nitrat yang merupakan sumber terjadinya korosi dan hujan asam. Reaksi-reaksi yang mungkin terlibat dalam pembentukan asam ini adalah : 2SO2(g) + H2O → H2SO3 SO3(g) + H2O → H2SO4 (asam Sulfat) Atau 2SO2(g) + O2 + 2H2O → 2 H2SO4 NO2 + NO + H2O + O2 → 2HNO3 Atau 2 NO + 3/2O2 + H2O → 2HNO3. Atau dengan reaksi : Fe + H2SO4 → FeSO4 + H2 Dan akan sangat mungkin ferro sulfat teroksidasi membentuk ferri sulfat : 4FeSO2 + 2H2SO4 + O2 → 2Fe2(SO4)3 + 2H2O 12

Sesuai persamaan reaksi di atas, maka terlihat bahwa terdapat gas SO 3 yang sangat mudah bereaksi dengan H2O membentuk H2SO4 (asam sulfat), pada jaringan alat yang terdiri dari Fe (besi) akan bereaksi dengan H2SO4 membentuk FeSO4, FeSO4 ini bereaksi dengan uap (O2) yang menghasilkan 2Fe2(SO4)3 yang dapat menempel didinding, kemudian abu akan lengket sangat kuat oleh adanya Fe2(SO4)3 pada dinding atau pipa-pipa sebagai korosi yang diawali oleh slagging atau fouling . 6. Pengukuran Index Slagging dan Fouling Index Slagging Slagging adalah keadaan dimana abu batubara meleleh di zone pembakaran akibat dari suhu operasi yang melebihi titik leleh abu (spherical temperature). Untuk abu batubara yang sifatnya light slagging dan moderate slagging dapat dicegah dengan cara soot-blower, tetapi untuk heavy slagging ash mengharuskan operasi boiler di hentikan. Slagging terutama disebabkan oleh adanya interasksi antara uap natrium dan kalium dengan oksida belerang, membentuk garam dengan titik leleh rendah (±400 oC) yang kemudian membentuk semi-fluida, yang lengket di dalam boiler. Partikel abu dan batubara dapat mengendap di permukaan semi-fluida ini yang lama-kelamaan bisa menebal, mengganggu aliran gas dan menimbulkan korosi. Penentuan indeks

slagging suatu abu batubara dimaksudkan untuk

memperkirakan derajat pembentukan endapan lelehan terak di dinding tungku suatu boiler. Nilai indeks slagging tergantung pada jenis batubaranya, dan dapat dihitung dari kandungan oksida asam, oksida basa, dan kadar sulfurnya.Indeks slagging dihitung dari persamaan: Indeks slagging (R) = Nisbah basa/asam x kadar sulfur Indeks slagging dan tipe slagging untuk batubara bituminous dan batubara lignit dapat dihitung dan kemudian dikelompokkan atas tipe low, medium,high dan severe. Tabel 3.2. Indeks slagging dan tipe slagging Indeks Slagging

Tipe

Indeks Slagging

Rs-bituminous Slagging Rs-lignitik 1340 0.6 – 2.0 Medium 1230 – 1340 2.0 – 2.6 High 1150 – 1230 >2.6 Severe 1340 Medium 1230 – 1340 High 1150 – 1230 Severe
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF