Pembahasan Seminar Optima Feb 17 No 1-195

June 19, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Pembahasan Seminar Optima Feb 17 No 1-195...

Description

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR. ORYZA DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA

OFFICE ADDRESS: Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan (belakang pasaraya manggarai) phone number : 021 8317064 pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 WA 081380385694 / 081314412212

Medan : Jl. Setiabudi no. 65 G, medan Phone number : 061 8229229 Pin BB : 24BF7CD2 Www.Optimaprep.Com

I L MU P E N YA K I T DALAM

1. Antidiabetic Drugs

2. Hipoglikemia • Hipoglikemia  menurunnya kadar glukosa darah < 70 mg/dL dengan atau tanpa gejala otonom • Whipple triad – Gejala hipoglikemia – Kadar glukosa darah rendah – Gejala berkurang dengan pengobatan

• Penurunan kesadaran pada DM harus dipikirkan hipoglikemia terutama yang sedang dalam pengobatan Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015

2. Hipoglikemia Autonomik

Tanda

Gejala

Rasa lapar, berkeringat, gelisah, paresthesia, palpitasi, Tremulousness

Pucat, takikardia, widened pulse pressure

Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness, confusion, perubahan sikap, gangguan hipotermia, kejang, koma kognitif, pandangan kabur, diplopia

• Probable hipoglikemia  gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan GDS • Hipoglikemia relatif  GDS>70 mg/dL dengan gejala hipoglikemia • Hipoglikemia asimtomatik  GDS2

GOLD 34

> 2 kali

< 10

0-1

GOLD 34

> 2 kali

> 10

>2

Terapi PPOK Sesuai Kelompok Pasien Patient Group

First Choice

Alternative Choice

Other Possible Treatments

A

Short acting (SA) anticholinergic or SA beta2-agonist

Long acting (LA) anticholinergik or LA beta2-agonist or SA beta agonis and SA anticholinergik

Theophylline

B

LA anticholinergic or LA beta2-agonist

LA anticholinergic and LA beta 2-agonist

SA beta2-agonist and/or SA anticholinergic

C

D

ICS + LA beta2-agonist or LA anticholinergic

ICS + LA beta 2-agonist and/or LA anticholinergic

LA anticholinergic and LA beta 2-agonist or LA anticholinergic and PDE-4 inhibitor or LA beta2-agonist and PDE-4 inhibitor ICS + LA beta2-agonist and LA anticholinergic or ICS + LA beta2-agonist and PDE-4 inhibitor or LA anticholinergic and LA beta 2-agonist or LA anticholinergic and PDE-4 inhibitor

Theophylline SA beta2-agonist and/or SA anticholinergic Theophylline

Carbocysteine N-acetylcysteine SA beta2-agonist and/or SA anticholinergic

Theophylline

8-9. Tuberkulosis • Penyakit infeksi yang di sebabkan oleh mycrobacterium tubercolosis dengan gejala yang sangat bervariasi • Kuman TB berbentuk batang, memiliki sifat tahan asam terhadap pewarnaan Ziehl Neelsen sehingga dinamakan Basil Tahan Asam (BTA).

Tanda dan Gejala 1. Gejala lokal/ gejala respiratorik  batuk - batuk > 2 minggu  batuk darah  sesak napas  nyeri dada 2. Gejala sistemik  Demam  Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

Pemeriksaan fisik • Pada TB paru  tergantung luas kelainan struktur paru. Umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah. • Pleuritis TB  kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. • Pada limfadenitis TB  terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah axila

Pemeriksaan Sputum BTA • Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi sewaktu (SPS). • Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara:  Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)  Pagi ( keesokan harinya )  Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

Pembagian kasus TB a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :  Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.  Infeksi jamur  TB paru kambuh

c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. d. Kasus gagal  Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)  Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan e. Kasus kronik / persisten Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

8-9. Tuberkulosis OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3  – Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis. – Pasien TB paru terdiagnosis klinis – Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)  – Pasien kambuh – Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya – Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

• Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman TB terbaru.

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.

8-9. Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.

8-9. Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.

Obat Anti Tuberkulosis

Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.

10. Efusi Pleura

10. Efusi Pleura • Perbedaan eksudat dengan transudat – Tes rivalta: prinsipnya, cairan yang mengandung protein akan mengendap pada pH 4-5 Transudat

Eksudat

Rivalta

-

+

Kriteria light 1/lebih: LDH cairan pleura/LDHserum >0,6 LDH cairan >2/3 LDH serum Protein pleura/Protein serum >0,5

-

+

10. Efusi Pleura Volume cairan pleura normal < 30 mL Terbentuk dari ultrafiltrasi plasma dari kapiler di pleura viseral Fungsi: meminimalkan gesekan antar-pleura

1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32. 2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17. 3.Mundt LA, Shanahan K. Serous body fluid. Graff’s Text book of urinalysis and body fluids. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Willams & Wilkins; 2011. p.241-52.

10. Efusi Pleura Tekanan hidrostatik kapiler mendorong cairan ke ekstravaskular Permeabilitas kapiler menjaga keseimbangan pertukaran zat intra-ekstavaskular Tekanan onkotik menjaga cairan tetap di dalam intravaskular Saluran limfatik, tempat aliran molekul besar yang tidak bisa masuk ke kapiler

1.Strasinger SK, Di Loren zo MS. Serous flu id. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Ph iladelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32. 2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.

10. Efusi Pleura Tekanan hidrostatik kapiler  Contoh: CHF Permeabilitas kapiler  Contoh: inflamasi/infeksi

Aliran Limfatik  Contoh: obstruksi (keganasan), destruksi (radioterapi)

Tekanan onkotik 

Contoh: hipoalbuminemia 1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32. 2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17..

10. Efusi Pleura

10. Efusi Pleura

10. Efusi Pleura



Classical radiologic signs are consistent with a dependent opacity with lateral upward sloping of a meniscus-shaped contour. The diaphragmatic contour is partially or completely obliterated, depending on the amount of collected fluid (silhouette sign). In case of massive effusion, all the hemi -thorax can be filled and mediastinum can be shifted contra laterally.

10. Efusi Pleura

• Garis Ellis-Damoiseau  garis lengkung konveks dengan puncak pada garis aksilaris media • Segitiga Garland  daerah timpani yang dibatasi vertebrae torakalis, garis Ellis-Damoiseau dan garis horizontal yang melalui puncak cairan • Segitiga Grocco  daerah redup kontralateral yang dibatasi garis vertebrae, perpanjangan garis Ellis-Damoiseau ke kontralateral dan batas paru belakang

11. Intoksikasi opioid • Opiat memiliki kemampuan untuk menstimulasi SSP melalui aktivasi reseptornya yang akan menyebabkan edek sedasi dan depresi nafas. • Kematian umumnya terjadi karena henti nafas, masuknya cairan lambung ke paru, reaksi edema pulmoner yang akut. • Dosis toksik akan menyebabkan penurunan kesadaran, koma, pupil yang pinpoint, depresi nafas, sianosis, nadi lemah, hipotensi, spasme saluran cerna dan bilier, edema paru, dan kejang

11. Intoksikasi opioid • Kematian karena gagal nadas dapat terjadi dalam 2-4 jam pemakaian oral atau subkutan, pemakaian intravena berlangsung lebih cepat lagi. • Klinis overdosis opiat ialah penurunan kesadaran disertai dengan salah satu dari: – Frekuensi pernafasan 99%).

• Ketiga tes tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat atau dengan ELISA. • Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), • Pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi (>99%).

16. HEPATITIS VIRUS • •





• •

HBsAg (the virus coat, s= surface) – the earliest serological marker in the serum. HBeAg – Degradation product of HBcAg. – It is a marker for replicating HBV. HBcAg (c = core) – found in the nuclei of the hepatocytes. – not present in the serum in its free form. Anti-HBs – Sufficiently high titres of antibodies ensure imunity. Anti-Hbe – suggests cessation of infectivity. Anti-HBc – the earliest immunological response to HBV – detectable even during serological gap.

Principle & practice of hepatology.

16. Hepatitis B clinical course

16. Hepatitis •

Incubation periods for hepatitis A range from 15–45 days (mean, 4 weeks), for hepatitis B and D from 30–180 days (mean, 8–12 weeks), for hepatitis C from 15– 160 days (mean, 7 weeks), and for hepatitis E from 14–60 days (mean, 5–6 weeks).



The prodromal symptoms – Constitutional symptoms of anorexia, nausea and vomiting, fatigue, malaise, arthralgias, myalgias, headache, photophobia, pharyngitis, cough, and coryza may precede the onset of jaundice by 1–2 weeks. – Dark urine and clay-colored stools may be noticed by the patient from 1–5 days before the onset of clinical jaundice.



The clinical jaundice – The constitutional prodromal symptoms usually diminish. – The liver becomes enlarged and tender and may be associated with right upper quadrant pain and discomfort. Spleen may enlarge.



During the recovery phase, constitutional symptoms disappear, but usually some liver enlargement and abnormalities in liver biochemical tests are still evident.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. 2011.

16. Hepatitis

17. Colorectal Cancer • Colorectal cancers occur at a mean age of 69. • Risk factor: – high animal fat diet, hereditary polyposis, IBD.

• Symptoms vary with anatomic locations: – Stool is relatively liquid as it passes through the right colon  no obvious obstructive symptoms or noticeable alterations in bowel habits. – Lesions of the right colon commonly ulcerate, leading to chronic, insidious blood loss without a change in the appearance of the stool  anemia of iron deficiency  fatigue, palpitations, & even angina pectoris. Harrison’s principles of internal medicine. Current diagnosis & treatment in gastroenterology

17. Colorectal Cancer • Symptoms: – Since stool becomes more formed as it passes into the transverse & descending colon, tumors arising there tend to impede the passage of stool, resulting in the development of abdominal cramping, occasional obstruction, & even perforation. Radiographs of the abdomen often reveal characteristic annular, constricting lesions ("applecore" or "napkin-ring") Harrison’s principles of internal medicine. Current diagnosis & treatment in gastroenterology

17. Colorectal Cancer • Symptoms: – Cancers arising in the rectosigmoid are often associated with hematochezia, tenesmus, & narrowing of the caliber of stool; anemia is an infrequent finding

• Prompt diagnostic evaluation should be undertaken endoscopically or radiographically. • The U.S. Preventive Services Task Force recommends colorectal cancer screening for men and women aged 50–75 using – High-sensitivity fecal occult blood testing – Sigmoidoscopy or colonoscopy Harrison’s principles of internal medicine. Current diagnosis & treatment in gastroenterology

• Modalities for detecting colorectal cancer: • A: Colonoscopic view of cancer of the ascending colon. Cancer is seen infiltrating a colonic fold and growing semicircumferentially and into the lumen. • B: Air contrast barium enema demonstrating cancer similar to that seen in A. • C: Constricting “apple core┕lesion of the left colon seen on full column barium enema. Harrison’s principles of internal medicine. Current diagnosis & treatment in gastroenterology

17. Colorectal Cancer

18. Angina Pektoris Stabil • • • •

Nyeri dada muncul saat aktivitas, stres emosional Nyeri dada hilang dengan istirahat atau nitrogliserin Nyeri dada muncul 20% >20%, aeur rod may (+) Treated right away

Sel blas dengan Auer rod pada leukemia mieloblastik akut

Sel blas pada leukemia limfoblastik akut

Leukemia mielositik kronik

Limfosit matur & smudge cell pada leukemia limfositik kronik

23. Scurvy • Scurvy is a state of dietary deficiency of vitamin C (ascorbic acid). • Symptoms and signs of scurvy may be remembered by the 4 Hs: hemorrhage, hyperkeratosis, hypochondriasis, and hematologic abnormalities. • Clinical sign: – Petechial haemorrhage at the hair follicles – Purpura on the back of the lower extremities that coalesce to form ecchymoses. – gum disease, loosening of teeth, poor wound healing, and emotional changes.

23. Vitamin C Deficiency • Vitamin C is functionally most relevant for the triple-helix formation of collagen • Vitamin C deficiency results in impaired collagen synthesis. • The typical pathologic manifestations of vitamin C deficiency, including poor wound healing, are noted in collagen-containing tissues and in organs and tissues such as skin, cartilage, dentine, osteoid, and capillary blood vessels. • Deficiency vitamin C prevents healing of rupture capillaries  haemorrhage manifestation

24. Kaki Diabetik

24. Kaki Diabetik





Pada soal  terdapat udara (gas forming) sehingga pilihan terapi adalah beta lactam+beta lactamase atau karbapenem atau sefalosporin generasi 2/3 + klindamisin atau metronidazole Metronidazole diberikan jika terdapat odor atau bau pada luka

Kaki Diabetik • Metabolic control  pengendalian gula darah, lipid, albumin, hemoglobin, dsb • Vascular control perbaikan asupan vaskular (dengan operasi atau angioplasti terutama pada ulkus iskemik) • Infection control  pengobatan infeksi agresif • Wound control  konsep TIME (Tissue debridement, Inflammation and infection control, Moisture balance, Epithelial edge advancement) • Pressure control  mengurangi tekanan kaki, pembuangan kalus, sepatu ukuran yang sesuai • Education control  edukasi perawatan kaki mandiri

25. Hepatologi • Sirosis hepatis adalah stadium akhir fibrosis hepatik progresif ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodul regeneratif. • Terjadi akibat nekrosis hepatoseluler – Sirosis hati kompensatabelum ada gejala klinis – Sirosis hati dekompensata gejala klinis yang jelas

• Etiologialkohol, hepatitis, biliaris, kardiak, metabolik, keturunan, obat – Di Indonesia, 40-50% disebabkan oleh hepatitis B Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

25. Hepatologi

26. Leukemia CLL

CML

ALL

AML

The bone marrow makes abnormal leukocyte  dont die when they should  crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This makes it hard for normal blood cells to do their work. Prevalence

Over 55 y.o.

Mainly adults

Symptoms & Grows slowly  may Signs asymptomatic, the disease is found during a routine test.

Common in children

Adults & children

Grows quickly  feel sick & go to their doctor.

Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak, bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss, bone pain. Lab

Mature lymphocyte, smudge cells

Mature granulocyte, dominant myelocyte & segment

Therapy

Can be delayed if asymptomatic CDC.gov

Lymphoblas Myeloblast t >20% >20%, aeur rod may (+) Treated right away

Sel blas dengan Auer rod pada leukemia mieloblastik akut

Sel blas pada leukemia limfoblastik akut

Leukemia mielositik kronik

Limfosit matur & smudge cell pada leukemia limfositik kronik

27. Anemia MCV & MCH ↓ GDT Besi serum

Besi serum ↑ Besi sumsum tulang 

Anemia sideroblastik

Besi serum N/↑

Besi serum ↓

Pemeriksaan Hb F/A2

Talasemia, Kelainan Hb

Kadar ferritin

Ferritin↓

Ferritin N/↑

Defisiensi besi

penyakit kronik

27. Anemia

27. Anemia

Hoffbrand essential hematology.

27. Anemia

Harrison’s principles of internal medicine.

28. Dengue Fever

• Transfusi trombosit: • Hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan masif (4-5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah trombosit 5,5 mmol/L • Penurunan eksresi kalium pada pasien CKD • Tanda dan gejala: iritabilitas otot dan saraf, takikardia, diare, perubahan EKG, aritmia jantung, paralisis

30. Demam rematik • Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat GABHS (Streptococcus pyogenes) • Usia rerata penderita: 10 tahun • Komplikasi: penyakit jantung reumatik • Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis GABHS setelah 1-5 minggu • Pengobatan: – Pencegahan dalam kasus faringitis GABHS: penisilin/ ampisilin/ amoksisilin/ eritromisin/ sefalosporin generasi I – Dalam kasus demam rematik: • Antibiotik: penisilin/eritromisin • Antiinflamasi: aspirin/kortikosteroid • Untuk kasus korea: fenobarbital/haloperidol/klorpromazin Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.

30. Demam rematik • Sekuelae demam reumatik akut yang tidak di-tx adekuat • Manifestasi 10-30 th pasca DRA • Penyakit jantung katup – MS: fusi komisura  fish mouth – AI + MS – AS + AI + MS Source: Valvular Heart Disease. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. 2007. Sabatine MS. Pocket Medicine. 4th ed. 2011.

Pemeriksaan Penunjang • •

Pemeriksaan laboratorium  menentukan ada tidaknya reuma aktif/reaktivasi. EKG – Pada insufisiensi mitral yang ringan: Hanya terlihat gambaran P mitral dengan aksis dan kompleks QRS yang masih normal. Pada tahap lanjut terlihat aksis yang bergeser ke kiri dan disertai hipertrofi ventrikel kiri.



Foto toraks – Kasus ringan tanpa gangguan hemodinamik yang nyata, besar jantung biasanya normal. – Keadaan lebih berat: Terlihat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri, serta mungkin tanda-tanda bendungan paru. Kadang-kadang terlihat perkapuran pada anulus mitral.



Fonokardiografi: Mencatat konfirmasi bising dan mencatat adanya bunyi jantung ketiga pada insufisiensi mitral sedang sampai berat.



Ekokardiografi – Mengevaluasi gerakan katup, ketebalan, serta adanya perkapuran pada mitral. – Ekokardiografi Doppler dapat menilai derajat regurgitasi.

31. IBS • Irritable Bowel Syndrome (IBS)  kelainan fungsional usus kronik berulang dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3 bulan. • Rasa kembung, distensi, dan gangguan defekasi merupakan ciri-ciri umum dari IBS. • Tidak ada bukti kelainan organik. Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013

31. IBS Menurut kriteria Roma III, IBS dibagi menjadi 3 subkelas yaitu: – IBS dengan diare (IBD-D): • Feses lembek/cair ≥25% waktu dan feses padat/bergumpal 38oC sekret purulen leukositosis

Pneumonia nosokomial, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.

40. Pneumonia

41. Analisis Gas Darah Disorder

Problem

Etiology

Physical findings

Metabolic acidosis

Gain of H+ or loss of HCO3-

Diarrhea, RTA, KAD, lactic acidosis

Kussmaul respiratory, dry mucous membrane, specific physical finding to its cause

Metabolic alkalosis

Gain of HCO3or loss of H+

Loss of gastric secretion (vomiting), thiazide/loop diuretics

Tetany, Chvostek sign, specific physical finding to its cause

Respiratory acidosis

Hypoventilation COPD, asthma, CNS disease, Dyspnea, anxiety, (CO2 retention) OSA cyanosis, specific physical finding to its cause

Respiratory alkalosis

Hiperventilation Hypoxia  tachypnea (CO2 loss), high pneumonia, pulm. altitude Edema, PE, restrictive lung disease

Hyperventilation, cardiac rhythm disturbance

42. Diet rendah kolesterol

43. Addison Disease • Addison disease (or Addison's disease) is adrenocortical insufficiency due to the destruction or dysfunction of the entire adrenal cortex. • Sign and symptoms: – – – – –

Hyperpigmentation of the skin and mucous membranes Dizziness Myalgias and flaccid muscle paralysis Impotence and decreased libido progressive weakness, fatigue, poor appetite, and weight loss

43. Endokrin

43. Endokrin • Addison’s disease ketidakmampuan korteks adrenal memproduksi gukokortikoid dan/atau mineralokortikoid • Defisiensi kortisol  umpan balik pada aksis hipotalamuspituitary meningkatkan kadar ACTH plasma • Defisiensi mineralokortikoid produksi renin meningkat oleh sel juxtaglomerular di ginjal

• 90% disebabkan oleh autoimun • Penyebab lain: tuberkulosis, adrenalektomi, neoplasia, genetik, iatrogenik, obat (eg. Etomidadinhibisi sintesis kortisol)

44. Dengue Fever

• Transfusi trombosit: • Hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan masif (4-5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah trombosit 20% dari nilai dasar, atau frekuensi nadi >20% dari nilai dasar.

45. Antibiotik pada PPOK Eksaserbasi • Antibiotik diberikan pada – Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala cardinal (sesak napas yang bertambah, meningkatnya jumlah sputum, dan bertambahnya purulensi sputum) – Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala cardinal, apabila salah satunya adalah bertambahnya purulensi sputum – Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi mekanis (invasive atau non-invasive)

45. Antibiotik pada PPOK Eksaserbasi ringan

Pengobatan oral

Alternatif oral

Pasien sebaiknya tidak mendapatkan antibiotic

Β-lactam/β-lactamase inhibitor Makrolid (azitromisin, klaritromisin) Sefalosporin generasi 2 dan 3 Ketolid (telitromisin)

Bila ada indikasi dapat diberikan: β-lactam, tetrasiklin, trimethoprim sulfametoksazol Eksaserbasi sedang

Β-lactam/β-lactamase inhibitor (co-amoxyclav)

Eksaserbasi berat

Pasien dengan risiko infeksi pseudomonas: fluoroquinolone (ciprofloksasin, levofloksasin dosis tinggi

Fluoroquinolon (levofloksasin, moxifloksasin)

Parenteral

Β-lactam/β-lactamase inhibitor (co-amoxyclav, ampisilin/sulbactam), sefalosporin generasi 2 dan 3, fluoquinolon (ciproflokasin, levoflokasin dosis tinggi

Fluoroquinolone (ciprofloksasin, levofloksasin dosis tinggi Β-lactam dengan aktivitas P. Aeruginosa

46. Rheumatoid Arthritis

Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.

46. Rheumatoid Arthritis Rheumatoid arthritis (RA) • Penyakit inflamasi kronik dengan penyebab yang belum diketahui, ditandai oleh poliartritis perifer yang simetrik. • Merupakan penyakit sistemk dengan gejala ekstra-artikular.

46. Rheumatoid Arthritis

Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

46. Rheumatoid Arthritis • Skor 6/lebih: definite RA. • Faktor reumatoid: autoantibodi terhadap IgG

Rheumatoid Arthritis Boutonnoere deformity caused by flexion of the PIP joint with hyperextension of the DIP joint.

Rheumatoid nodules & olecranon bursitis.

Swan neck deformity caused by Hyperextension of the PIP joint with flexion of the DIP joint .

Ulnar deviation of the fingers with wasting of the small muscles of the hands and synovial swelling at the wrists, the extensor tendon sheaths, MCP & PIP.

Arthritis Ciri

OA

RA

Gout

Spondilitis Ankilosa

Female>male, >50 tahun, obesitas

Female>male 40-70 tahun

Male>female, >30 thn, hiperurisemia

Male>female, dekade 2-3

gradual

gradual

akut

Variabel

Inflamasi

-

+

+

+

Patologi

Degenerasi

Pannus

Mikrotophi

Enthesitis

Poli

Poli

Mono-poli

Oligo/poli

Tipe Sendi

Kecil/besar

Kecil

Kecil-besar

Besar

Predileksi

Pinggul, lutut, punggung, 1s t CMC, DIP, PIP

MCP, PIP, pergelangan tangan/kaki, kaki

MTP, kaki, pergelangan kaki & tangan

Sacroiliac Spine Perifer besar

Bouchard’s nodes Heberden’s nodes

Ulnar dev, Swan neck, Boutonniere

Kristal urat

En bloc spine enthesopathy

Osteofit

Osteopenia erosi

erosi

Erosi ankilosis

-

Nodul subkutan, pulmonari cardiac splenomegaly

Tophi, olecranon bursitis, batu ginjal

Uveitis, IBD, konjungtivitis, insuf aorta, psoriasis

Normal

RF +, anti CCP

Asam urat

Prevalens Awitan

Jumlah Sendi

Temuan Sendi Perubahan tulang Temuan Extraartikular

Lab

47. Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) • Anemia hemolitik autoimun merupakan anemia yang disebabkan oleh penghancuran eritrosit oleh autoantibodi. • Dibagi menjadi : – Primer : tanpa adanya underlying disease – Sekunder: ada underlying diseas, seperti limfoma, Evans syndrome, SLE, antiphospholipid syndrome, IBD.

Hematology: basic& principle practice, Ed.6

• Onset dapat gradual atau subakut, berupa mudah lelah, sesak napas, malaise, ikterik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemuan organomegali. • Hasil lab: – – – – –

Anemia NN Retikulositosis (>2%) Peningkatan LDH Peningkatan bil.indirek Direct antiglobulin test (DAT)/ Coombs test  untuk membedakan anemia hemolitik autoimun dengan non-autoimun.

D

48. Nyeri Sendi Gout: – Transient attacks of acute arthritis initiated by crystallization of urates within & about joints, – leading eventually to chronic gouty arthritis & the appearance of tophi. – Tophi: large aggregates of urate crystals & the surrounding inflammatory reaction.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011. Robbins’ pathologic basis of disease. 2007.

Acute Gout

Tophy in chronic gout Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.

48. Indikasi ULT Gout • Tidak semua pasien gout diberikan urate lowering therapy (allopurinol) Indikasi ULT • Tofus • Serangan akut >2 kali/tahun • CKD stage 2 atau lebih berat • Riwayat urolithiasis

• Encourage low fat or non-dairy products

49. Anemia MCV & MCH ↓ GDT Besi serum

Besi serum ↑ Besi sumsum tulang 

Anemia sideroblastik

Besi serum N/↑

Besi serum ↓

Pemeriksaan Hb F/A2

Talasemia, Kelainan Hb

Kadar ferritin

Ferritin↓

Ferritin N/↑

Defisiensi besi

penyakit kronik

50. Cholelithiasis • Cholelithiasis involves the presence of gallstones, which are concretions that form in the biliary tract, usually in the gallbladder. • Characteristics of biliary colic include the following: – Sporadic and unpredictable episodes – Pain that is localized to the epigastrium or right upper quadrant, sometimes radiating to the right scapular tip – Pain that begins postprandially, is often described as intense and dull, typically lasts 1-5 hours, increases steadily over 1020 minutes, and then gradually wanes – Pain that is constant; not relieved by emesis, antacids, defecation, flatus, or positional changes; and sometimes accompanied by diaphoresis, nausea, and vomiting – Nonspecific symptoms (eg, indigestion, dyspepsia, belching, or bloating)

50. Cholelithiasis Etiology • Cholesterol gallstones, black pigment gallstones, and brown pigment gallstones have different pathogeneses and different risk factors. • More than 80% of gallstones contain cholesterol as their major component. • Risk factors (4F) – – – –

Female Forty Fat Fertile

Diagnosis • Abdominal radiography (upright and supine) – primarily to exclude other causes of abdominal pain (eg, intestinal obstruction) • Ultrasonography • Endoscopic ultrasonography (EUS) – An accurate and relatively noninvasive means of identifying stones in the distal CBD • Laparoscopic ultrasonography –potential method for bile duct imaging during laparoscopic cholecystectomy • Computed tomography (CT) – More expensive and less sensitive • Magnetic resonance imaging (MRI) with magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) • Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) • Percutaneous transhepatic cholangiography (PTC)

Treatment • The treatment of gallstones depends upon the stage of the disease: – Lithogenic state – Interventions are currently limited to a few special circumstances – Asymptomatic gallstones – Expectant management – Symptomatic gallstones – Usually, definitive surgical intervention (eg, cholecystectomy), though medical dissolution may be considered in some cases

• Medical treatments, used individually or in combination, include the following: – Oral bile salt therapy (ursodeoxycholic acid) – Contact dissolution – Extracorporeal shockwave lithotripsy

• Surgery – Cholecystectomy (open or laparoscopic) – Cholecystostomy – Endoscopic sphincterotomy

Surgery • Cholecystectomy for asymptomatic gallstones may be indicated in the following patients: – large (>2 cm) gallstones – nonfunctional or calcified (porcelain) gallbladder on imaging studies and are at high risk of gallbladder carcinoma – spinal cord injuries or sensory neuropathies affecting the abdomen – sickle cell anemia in whom the distinction between painful crisis and cholecystitis may be difficult

51. Demam Tifoid • demam persisten • nyeri kepala • gejala abdomen (biasanya berupa nyeri epigastrium, diare atau konstipasi), mual, muntah • bradikardi relatif, • lidah yang tremor dan berselaput • meteorismus. • hepatomegali, splenomegali 207

Patofisiologi Demam Tifoid • S. Typhi masuk  sampai usus halus  menembus sel epitel  ke lamina propria  difagosit makrofag  berkembang biak dalam makrofag  ke Plak Peyeri  KGB mesenterika  duktus torasikus  bakterimia  ke hepar& lien  bakterimia dan diekskresikan bersama cairan empedu ke lumen usus

Sensitivity of Typhoid Cultures

Blood cultures: often (+) in the 1st week. (gold standard) Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on. Urine cultures: may be (+) after the 2nd week. (+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in carriers.

51. Perforasi Demam Tifoid • Intestine perforation is one of the most dreaded and common complication of typhoid fever. • Hemorrhage and perforation occur in the terminal ileum secondary to necrosis of Peyer's patches at 2-3 weeks after the onset of the disease. • Mortality rates of typhoid intestinal perforation (TIP) cases are reported to be between 5% to 62%. • Subdiaphragmatic free air indicates pneumoperitoneum as a result of bowel perforation.

52. Ulkus Peptikum

• •

Nyeri epigastrik dapat ditemukan pada ulkus gastrikum dan ulkus duodenum. Ulkus duodenum: – – –



Nyeri timbul 90 menit – 3 jam setelah makan Nyeri berkurang dengan antasid atau makanan Nyeri timbul pada malam hari (tengah malan sampai jam 3 pagi)

GU: –

Nyeri dipresipitasi oleh makanan

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. 2011.

52. Peptic ulcer disease • • •



Duodenal Ulcer May present < age 40 Rarely associated with NSAID use Pain often on empty stomach, better with food or antacids H. pylori in 90% to 100%

Gastric Ulcer • Usually seen in 50-60 year olds • Strong relationship to NSAID use • Pain usually worse after meals • H. pylori in 70% to 90%

Both

•most common symptom: diffuse epigastric pain •may be pain free •may be associated with dyspeptic symptoms •can lead to bleeding, perforation, or obstruction

53. Koagulasi

53. Terapi Antikoagulan

54. Pemeriksaan Fisik Jantung • Pada pemeriksaan fisik jantung, apeks jantung harus dipalpasi. • Palpasi apeks jantung dapat menemukan kelainan akibat disfungsi jantung. • Perubahan posisi denyut apeks jantung bergeser dari normal dapat disebabkan pembesaran jantung atau penyakit paru. • Sehingga palpasi apeks jantung dapat menunjukkan adanya kardiomegali atau tidak

54. Pemeriksaan Fisik Jantung • Palpasi apeks menggunakan telapak tangan tengah untuk mendeteksi impuls apeks dan thrill. • Palpasi menggunakan telapak tangan bagian dekat pergelangan tangan untuk meraba heave. • Aliran darah yang turbulen atau murmur kadangkadang dapat dipalpasi dan disebut thrill murmur. • Heaving adalah denyut apeks jantung yang penuh tenaga dan menetap, biasa ditemukan pada pasien dengan stenosis aorta dan hipertensi.

55. Diabetes Mellitus • Kriteria diagnosis DM: 1. Glukosa darah puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau 2. Glukosa darah-2 jam ≥200 mg/dL pada Tes Toleransi Glukosa Oral dengan beban glukosa 75 gram, atau 3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL dengan keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, unexplained weight loss), atau

4. Pemeriksaan HbA1C ≥6,5% dengan metode HPLC yang terstandarisasi NGSP Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.

55. Diabetes Mellitus • Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM digolongkan ke dalam prediabetes (TGT & GDPT): – Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): • GDP 100-125 mg/dL, dan • TTGO-2 jam 7%

Insulin basal plus/bolus atau premix

Perkeni. 2015

• Kombinasi 3 obat

Tidak mencapai target

a. Obat efek samping minimal/ keuntungan lebih banyak • Metformin • Alfa glukosidase inhibitor • Dipeptidil peptidase 4inhibitor • Agonis glucagone like peptide-1

b. Obat yang harus digunakan dengan hati-hati • Sulfonil urea • Glinid • Tiazolidinedion • SGLT 2-i

Kombinasi 3 obat a. Metformin + SU + TZD atau a. DPP-4i b. SGLT-2i c. GLP-1 RA d. Insulin basal b. Metformin + TZD + SU atau a. DPP-4i b. SGLT-2i c. GLP-1 RA d. Insulin basal c. Metformin + DPP 4i + SU atau a. TZD b. SGLT-2i c. Insulin basal d. Metformin + SGLT 2i +SU a. TZD b. DPP-4i c. Insulin basal e. Metformin + GLP 1-RA + SU a. TZD b. Insulin basal f. Metformin + insulin basal +TZD atau a. DPP-4i b. SGLT-2i c. GLP-1 RA

HbA1C

Pengobatan

Keterangan

3 hari (skor 1) – Nyeri tekan terlokalisir sepanjang vena dalam (skor 1) – Seluruh kaki bengkak (skor 1) – Bengkak betis unilateral 3 cm lebih dari sisi asimtomatik (skor 1) – Pitting edema unilateral (skor 1) – Vena superfisial kolateral (skor 1) – Diagnosis alternatif yang lebih mungkin dari DVT (skor 2) Interpretasi: – >3: risiko tinggi – 1-2: risiko sedang – < 0: risiko rendah

56. Trombosis Vena Dalam • Pemeriksaan Fisik – Rasa tidak nyaman saat palpasi ringan betis bagian bawah – Edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superfisial teraba, distensi vena, diskolorasi, sianosis • Pemeriksaan penunjang – Lab : kadar FDP meningkat, titer D dimer meningkat – Radiologis: ultrasonografi kompresi, CT scan dengan injeksi kontras, venografi

56. DVT • Signs and symptoms of DVT include : – Pain in the leg – Tenderness in the calf (this is one of the most improtant signs ) – Leg tenderness – Swelling of the leg – Increased warmth of the leg – Redness in the leg – Bluish skin discoloration – Discomfort when the foot is pulled upward (Homan’s)

Complication of DVT • Pulmonary embolism – Most serious complication of DVT.

• Chronic venous insufficiency – Long-term DVT can degenerate the venous valve.

• Post-phlebitic syndrome – Long term complication which occurs due to damage and scarring to the vein  swelling, discomfort and skin pigmentation.

57. Leptospirosis Infection through the mucosa or wounded skin

Proliferate in the bloodstream or extracellularly within organ

Disseminate hematogenously to all organs Multiplication can cause: • Hepatitis, jaundice, & hemorrhage in the liver • Uremia & bacteriuria in the kidney • Aseptic meningitis in CSF & conjunctival or scleral hemorrhage in the aqueous humor • Muscle tenderness in the muscles Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.

57. Leptospirosis • Anicteric leptospirosis (90%), follows a biphasic course: – Initial phase (4–7 days): • sudden onset of fever, • severe general malaise, • muscular pain (esp calves), conjunctival congestion, • leptospires can be isolated from most tissues.

– Two days without fever follow. – Second phase (up to 30 days): • leptospires are still detectable in the urine. • Circulating antibodies emerge, meningeal inflammation, uveitis & rash develop.

– Therapy is given for 7 days: • Doxycycline 2x100 mg (DOC) • Amoxicillin 3x500 mg • Ampicillin 3x500 mg

• Icteric leptospirosis or Weil's disease (10%), monophasic course: – Prominent features are renal and liver malfunction, hemorrhage and impaired consciousness, – The combination of a direct bilirubin < 20 mg/dL, a marked  in CK, &  ALT & AST kerugian dokter 2. Mengobati pasien yang luka 3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia ) 4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien 5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek 6. Mengobati secara proporsional 7. Mencegah pasien dari bahaya 8. Menghindari misrepresentasi dari pasien 9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian 10. Memberikan semangat hidup 11. Melindungi pasien dari serangan 12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan

133. Justice Kriteria 1. Memberlakukan sesuatu secara universal 2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan 3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama 4. Menghargai hak sehat pasien 5. Menghargai hak hukum pasien 6. Menghargai hak orang lain 7. Menjaga kelompok yang rentan 8. Tidak melakukan penyalahgunaan 9. Bijak dalam makro alokasi 10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien 11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya 12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil 13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten 14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah 15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan 16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb

134. KASUS TENGGELAM • Pada kasus dugaan tenggelam, dapat dilakukan pemeriksaan luar, serta pemeriksaan dalam dan pemeriksaan laboratorium seperti: – Percobaan getah paru (lonset proef) – Pemeriksaan diatome (destruction test) – Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher test).

• Namun karena soal no.134 dokter bertugas di puskesmas, yang paling mungkin dilakukan adalah melakukan pemeriksaan luar untuk menentukan ada tidaknya tanda kekerasan.

135. Justice Kriteria 1. Memberlakukan sesuatu secara universal 2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan 3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama 4. Menghargai hak sehat pasien 5. Menghargai hak hukum pasien 6. Menghargai hak orang lain 7. Menjaga kelompok yang rentan 8. Tidak melakukan penyalahgunaan 9. Bijak dalam makro alokasi 10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien 11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya 12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil 13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten 14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah 15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan 16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb

OBSTETRI & GINEKOLOGI

136. Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis TIPE KOMPLIT • Perdarahan pervaginam setelah amenorea • Uterus membesar secara abnormal dan menjadi lunak • Hipertiroidism • Kista ovarium lutein • Hiperemesis dan pregnancy induced hypertension •

Peningkatan hCG 100,000 mIU/mL

T I P E PA R S I A L • Seperti tipe komplit hanya lebih ringan • Biasanya didiagnosis sebagai aborsi inkomplit/ missed abortion • Uterus kecil atau sesuai usia kehamilan • Tanpa kista lutein

Mola Hidatidosa: Hubungan dengan Hipertiroid

Hydatidiform Mole Extremely high hCG level  mimic TSH

Hyperthyroidism

Mola Hidatidosa: Diagnosis • Pemeriksaan kadar hCG  sangat tinggi, tidak sesuai usia kehamilan • Pemeriksaan USG  ditemukan adanya gambaran vesikuler atau badai salju – Komplit: badai salju – Partial: terdapat bakal janin dan plasenta

• Pemeriksaan Doppler  tidak ditemukan adanya denyut jantung janin

137. Mola Hidatidosa: Tatalaksana

138. Rumus Naegle (Hari Perkiraan Lahir) • Berlaku untuk wanita dengan siklus 28 hari sehingga ovulasi terjadi pada hari ke 14 • Menghitung umur kehamilan berlangsung selama 288 hari • Perhitungan kasar: HPHT + 288 hari  perkiraan kelahiran • Perhitungan berdasarkan siklus 28 hari – HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan + 9, Tahun tetap – HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan – 3, Tahun + 1 • Seorang wanita dengan siklus menstruasi 35 hari dari rumus Naegele maka taksiran persalinannya tanggal + 14 hari bukan 7 dan untuk wanita dengan siklus menstruasi 21 hari maka taksiran persalinannya tanggal tetap tidak perlu ditambah

139. Serologi Infeksi Rubella Serologi IgM

Serologi IgG

Interpretasi

Non Reaktif

Non Reaktif

Belum pernah terinfeksi

Reaktif

Non Reaktif

Terinfeksi dalam 2-6 minggu terakhir

Non Reaktif

Reaktif

Sudah pernah terkena Rubella, biasanya lebih dari 2 bulan yang lalu

http://www.tabletsmanual.com/wiki/read/rubella_igg_igm

140. Deteksi Masa Ovulasi • Perubahan konsistensi mukus serviks – Pada fase folikuler: mukus kental dan tebal – Pada masa ovulasi: • Mukus encer, menyerupai putih telur dan licin, dapat meregang hingga 10-15 cm • Bila dilihat pada kaca objek dan dikeringkan  gambaran pakis (ferning atau fern test)

141. Hiperemesis Gravidarum Emesis gravidarum: • Mual muntah pada kehamilan tanpa komplikasi, frekuensi 38 C • Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan ke-4 postpartum, namun dapat terjadi kapan saja selama menyusui

Faktor Predisposisi • • • • • •

Bayi malas menyusu atau tidak menyusu Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan Puting yang lecet Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui

Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana Tatalaksana Umum • Tirah baring & >> asupan cairan • Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas Tatalaksana Khusus • Berikan antibiotika : – Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari ATAU – Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14 hari • Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. Bila payudara yang sakit belum kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk mengeluarkan isinya. • Kompres dingin untuk > parah & bernanah  antibiotika • Rujuk apabila keadaan tidak membaik. • Terapi: insisi dan drainase • Periksa sampel  kultur resistensi dan pemeriksaan PA • Jika abses diperkirakan masih banyak tertinggal dalam payudara, selain drain, bebat juga payudara dengan elastic bandage  24 jam tindakan  kontrol kembali untuk ganti kassa. • Berikan obat antibiotika dan obat penghilang rasa sakit

154. Korioamnionitis • Etiologi dan Faktor Risiko – Infeksi ascending dari vagina (IMS, BV) – serviks pendek – – – – – –

Persalinan prematur Persalinan lama Ketuban pecah lama Pemeriksaan dalam yang dilakukan berulang-ulang Alkohol Rokok

• Gejala dan Tanda – Demam > 38 C (paling sering), takikardia ibu > 100 bpm, takikardia janin > 160 bpm, cairan ketuban/keputihan purulen atau berbau, nyeri fundus saat tidak berkontraksi, leukositosis ibu > 15.000

• Bila terdapat 2 atau lebih gejala dan tanda diatas  risiko sepsis neonatal >>> http://emedicine.medscape.com/article/973237-medication

Korioamnionitis: Tatalaksana • Bila diagnosis tegak  pikirkan terminasi kehamilan • Antibiotik  terutama yang dapat mencegah GBS (Guillain-Barre Syndrome) • Kortikosteroid pada kehamilan < 34 minggu

http://emedicine.medscape.com/article/973237-medication

Tatalaksana • Rujuk pasien ke rumah sakit. • Beri antibiotika kombinasi: ampisilin 2 g I tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgBB I setiap 24 jam. • Terminasi kehamilan. Nilai serviks untuk menentukan cara persalinan: – Jika serviks matang: lakukan induksi persalinan dengan oksitosin – Jika serviks belum matang: matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin, atau lakukan seksio sesarea

• Jika persalinan dilakukan pervaginam, hentikan antibiotika setelah persalinan. Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika dan tambahkan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.

155. TRIKOMONIASIS • Oval, panjang 4-32 μm dan lebar 2,4-14,4 μm, memiliki flagella • Tidak memiliki bentuk kista • Terapi Metronidazole – 2 gram, dosis sekali minum (single dose) – 250 mg 3 kali sehari selama 710 hari – 500 mg 2 kali sehari selama 5-7 hari – Dapat digunakan untuk kehamilan trimester berapapun (CDC)

Masase uterus segera setelah plasenta lahir (15 detik)

kompresi bimanual interna maks 5 menit

Jika terus berdarah, Kompresi bimanual eksterna + infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml NS/RL 40 tpm Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial, kemudian lanjutkan KBI

Tidak berhasil

Berhasil

Terkontrol Transfusi

Rujuk; Selama perjalanan Kompresi bimanual eksterna Kompresi aorta abdominalis Tekan segmen bawah atau aorta abdominalis; lanjutkan infus infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml NS/RL/ jam

Ligasi a. uterina & ovarika

Rawat & Observasi

HISTEREKTOMI

156. ATONIA UTERI: TATALAKSANA Identifikasi sumber perdarahan lain • Laserasi jalan lahir • Hematoma parametrial • Ruptur uteri • Inversio uteri • Sisa fragmen plasenta

Perdarahan masih

Transfusi

157. Perkiraan Tinggi Fundus Uterus

158. Konseling KB • Tujuan – Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi – Memilih metode KB yang diyakini – Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif – Memulai dan melanjutkan KB – Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia

• Prinsip – Percaya diri / confidentiality; Tidak memaksa / voluntary choice; Informed consent;Hak klien/ client’s rights dan kewenangan/ empowerment Arjoso, S. 2005. Rencana Strategis BKKBN.

159. Ketuban Pecah Dini • Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan (sebelum onset persalinan berlangsung) • PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes): ketuban pecah saat usia kehamilan < 37 minggu • PROM (Premature Rupture of Membranes): usia kehamilan > 37 minggu

• Kriteria diagnosis : – – – – –

Usia kehamilan > 20 minggu Keluar cairan ketuban dari vagina Inspekulo : terlihat cairan keluar dari OUE Kertas nitrazin menjadi biru Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa

• Pemeriksaan penunjang: USG (menilai jumlah cairan ketuban, menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan letak plasenta)

159. KPD: Tatalaksana KETUBAN PECAH DINI MASUK RS • • •





PPROM Observasi: • Temperatur • Fetal distress Kortikosteroid

Sectio Caesarea

Antibiotik Batasi pemeriksaan dalam Observasi tanda infeksi & fetal distress

PROM

• • • • • • • •

• • • • • •

Kelainan Obstetri Fetal distress Letak sungsang CPD Riwayat obstetri buruk Grandemultipara Elderly primigravida Riwayat Infertilitas Persalinan obstruktif

Gagal Reaksi uterus tidak ada Kelainan letak kepala Fase laten & aktif memanjang Fetal distress Ruptur uteri imminens CPD

Letak Kepala

• •

Indikasi Induksi Infeksi Waktu



Berhasil Persalinan pervaginam

160. Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan •

Merupakan kasus infeksi bakterial tersering pada kehamilan



Patofisiologi – Perubahan fisiologis kehamilan menyebabkan meningkatnya risiko stasis urin dan refluks vesikoureteral Dengan ukuran uretra yang pendek dan perut membesar memberikan tantangan tersendiri pada higiene dan sanitasi



Prinsip tatalaksana ISK pada kehamilan – Pemberian antibiotik, rehidrasi, rawat inap bila terdapat komplikasi



Tatalaksana – Higiene sanitasi pada saat sehabis buang air kecil

161. PCOS • Etiologi – hiperandrogenisme dan resistensi terhadap insulin

• Gejala PCOS – Gangguan siklus haid yaitu siklus haid jarang dan tidak teratur – Gangguan kesuburan dimana yang bersangkutan menjadi sulit hamil (subfertile) – Tumbuh bulu yang berlebihan dimuka, dada, perut, anggota badan dan rambut mudah rontok (hirsutisme) – Banyak jerawat – kegemukan (obesitas) – Pada USG ditemukan banyak kista di ovarium

162. TRIKOMONIASIS • Oval, panjang 4-32 μm dan lebar 2,4-14,4 μm, memiliki flagella • Tidak memiliki bentuk kista • Terapi Metronidazole – 2 gram, dosis sekali minum (single dose) – 250 mg 3 kali sehari selama 710 hari – 500 mg 2 kali sehari selama 5-7 hari – Dapat digunakan untuk kehamilan trimester berapapun (CDC)

163. Kandidosis pada Kehamilan • Definisi – Infeksi pada vagina yang disebabkan oleh jamur Candida sp.

• Diagnosis – – – –

Tanda dan gejala kandidiasis meliputi: Duh tubuh vagina putih kental dan bergumpal, tidak berbau Rasa gatal Disuria/nyeri berkemih

• Pemeriksaan – Pemeriksaan KOH 10% untuk melihat pseudohifa dan miselium

• Faktor Predisposisi – Penggunaan antibiotik spektrum luas, peningkatan kadar estrogen, diabetes melitus, HIV/AIDS, imunokompromais Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Drug of Choice pada Kehamilan Diagnosis

Terapi Pilihan

Pielonefritis

Ceftriaksone/Ampisilin/Gentamisin/Cefazolin/Cefotetan/Aztreon am

Kejang, eklampsia

Magnesium Sulfat

Skabies

Krim permetrin 5%

Sifilis

Benzatin Penisilin

Trikomoniasis

Metronidazol

Ulkus Gaster

Sukralfat, Ranitidine

Infeksi Saluran Kemih

Amoksisilin, cefiksim

Tromboemboli Vena

Low Molecular Weight Heparin ATAU Enoxaparin ATAU Dalteparin ATAU Tinzaparin

Kandidosis Vulvovagina

Hanya terapi azol topikal untuk3- 7 hari (rekomendasi: Terkonazol cream)

Tatalaksana Kandidosis WHO • Mikonazol atau klotrimazol 200 mg intra vagina setiap hari selama 3 hari ATAU • Klotrimazol, 500 mg intra vagina dosis tunggal, ATAU • Nistatin, 100.000 IU intra vagina setiap hari selama 14 hari

• Catatan: terapi pada ibu hamil diutamakan dengan terapi yang membutuhkan jangka waktu lebih lama karena kandidosis pada kehamilan dipengaruhi oleh perubahan fisiologis selama kehamilan sehingga eradikasi cenderung lebih sulit

164. Kehamilan Ektopik Terganggu • Kehamilan yang terjadi diluar kavum uteri • Gejala/Tanda: – Riwayat terlambat haid/gejala & tanda hamil – Akut abdomen – Perdarahan pervaginam (bisa tidak ada) – Keadaan umum: bisa baik hingga syok – Kadang disertai febris

165. Kista & Abses Bartholin: Terapi • Pengobatan tidak diperlukan pada wanita usia < 40 tahun kecuali terinfeksi atau simptomatik • Simptomatik – Kateter Word selama 4-6 minggu – Marsupialization: Alternatif kateter Word, biasanya dilakukan jika rekuren tidak boleh dilakukan bila masih terdapat abses  obati dulu dengan antibiotik spektrum luas – Eksisi: bila tidak respon terhadap terapi sebelumnya  dilakukan bila tidak ada infeksi aktif, jarang dilakukan karena menyebabkan disfigurasi anatomis serta nyeri

• Pada wanita > 40 tahun • Biopsi dilakukan untuk menyingkirkan adenocarcinoma kelenjar Bartholin http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p135.html

Kateter Word

166. Malaria dalam Kehamilan • Ditemukan parasit pada darah maternal dan darah plasenta

• Pengaruh pada Janin – IUFD, abortus, prematur, BBLR, malaria placenta/ malaria kongenital • Gambaran klinis pada wanita hamil – Non imun: ringan sampai berat – Imun : tidak timbul gejala  tidak dapat didiagnosa klinis

Penatalaksanaan Umum 1. Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan umum) 2. Monitoring vital sign setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya), kontraksi uterus dan DJJ juga harus dipantau 3. Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila perlu beri oksigen • Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia • Parasetamol 10 mg/kgBB/kali, dan dapat dilakukan kompres • Jika kejang, beri antikonvulsan: diazepam 5-10 mg iv (secara perlahan selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang; maksimum 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia diazepam, dapat dipakai fenobarbital 100 mg im/kali (dewasa) diberikan 2 kali sehari

Farmakologi Terapi Malaria dan Kehamilan • Malaria Falciparum – Trimester pertama: kina 3x2 tablet selama 7 hari atau 3x10mg/kgBB selama 7 hari ditambah dengan Klindamisin 2x300mg atau 2x10mg/kgBB selama 7 hari – Trimester II-III: artemisin based combination (ACT): DHP (dihidroartemisininpiperakuin) 1 x 3 tablet (BB 41-59 kg) / 1x4 tablet (BB ≥ 60 kg) selama 3 hari ATAU artesunat 1 x 4 tablet dan amodiakuin 1 x 4 tablet selama 3 hari.

• Malaria non Falciparum – Trimester I: kina3x2tabletselama7hari atau 3 x 10mg/kgBB selama 7 hari. – Trimester II & III: artemisin based combination (ACT): DHP (dihidroartemisininpiperakuin) 1 x 3 tablet (BB 41-59 kg) / 1x4 tablet (BB ≥ 60 kg) selama 3 hari ATAU artesunat 1 x 4 tablet dan amodiakuin 1 x 4 tablet selama 3 hari.

• Kontraindikasi: primakuin hemolisis sel darah merah, doksisiklin, tetrasiklin • Profilaksis – Klorokuin (sudah banyak resistensi), meflokuin (rekomendasi untuk semua trimester) – Kontraindikasi: doksisiklin dan primakuin

167. Suplementasi Kehamilan: Asam Folat • Kebutuhan Asam Folat • 50-100 μg/hari pada wanita normal • 300-400 μg/hari pada wanita hamil  hamil kembar lebih besar lagi

• Dosis – Pencegahan defek pada tube neural: Min. 400 mcg/hari – Defisiensi asam folat: 250-1000 mcg/hari – Riwayat kehamilan sebelumnya memiliki komplikasi defek tube neural atau riwayat anensefali: 4mg/hari pada sebulan pertama sebelum kehamilan dan diteruskan hingga 3 bulan setelah konsepsi

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Anensefali, Spina Bifida dan Hidrosefalus • Anensefali termasuk kedalam neural tube defect • Hidrosefalus mengenai 15-25% anak dengan mielomeningokel (suatu bentuk spina bifida) • Hidrosefalus dihubungkan dengan spina bifida dan stenosis akuaduktal

http://emedicine.medscape.com/article/937979-overview

168. Hipertiroid pada Kehamilan • DOC (PTU dan methimazole) – PTU (utama) • Efek teratogenik 16 minggu  infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tpm untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi. • Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat. • Pemeriksaan PA jaringan • Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin/6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang

170. Ginekologi Kista Bartholin

Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah vagina,di belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara kelenjar e.c trauma atau infeksi

Kista Nabothi (ovula)

Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks diganti dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit menonjol dengan permukaan licin (tampak spt beras)

Polip Serviks

Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai, ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai menonjol dari kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai introitus. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi dan perdarahan.

Karsinoma Serviks

Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjolbenjol, rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal menunjukkan suatu displasia atau lesi in-situ hingga invasif.

Mioma Geburt

Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami nekrosis dan ulserasi.

171. Amniotomi • Definisi – Tindakan untuk membuka selaput amnion dengan jalan membuat robekan kecil yang akan melebar spontan akibat adanya tekanan cairan dan rongga amnion

• Indikasi – Jika ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap – Akselerasi persalinan – Persalinan pervaginam menggunakan instrumen – Kasus solusio plasenta

Istilah untuk menjelaskan penemuan cairan ketuban/selaput ketuban • Utuh (U), membran masih utuh, memberikan sedikit perlindungan kepada bayi dalam uterus, tetapi tidak memberikan informasi tentang kondisi janin • Jernih (J), membran pecah dan tidak ada anoksia • Mekonium (M), cairan ketuban bercampur mekonium, menunjukkan adanya anoksia/anoksia kronis pada bayi • Darah (D), cairan ketuban bercampur dengan darah, bisa menunjukkan pecahnya pembuluh darah plasenta, trauma pada serviks atau trauma bayi • Kering (K), kantung ketuban bisa menunjukkan bahwa selaput ketuban sudah lama pecah atau postmaturitas janin

172. Gangguan Menstruasi: Etiologi Penyebab amenore primer: 1. Tertundanya menarke (menstruasi pertama) 2. Kelainan bawaan pada sistem kelamin (misalnya tidak memiliki rahim atau vagina, adanya sekat pada vagina, serviks yang sempit, lubang pada selaput yang menutupi vagina terlalu sempit/himen imperforata) 3. Penurunan berat badan yang drastis (akibat kemiskinan, diet berlebihan, anoreksia nervosa, bulimia, dan lain lain) 4. Kelainan bawaan pada sistem kelamin 5. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Turner atau sindroma Swyer) dimana sel hanya mengandung 1 kromosom X) 6. Obesitas yang ekstrim 7. Hipoglikemia

Gangguan Menstruasi: Etiologi Penyebab amenore sekunder: 1. Kehamilan 2. Kecemasan akan kehamilan 3. Penurunan berat badan yang drastis 4. Olah raga yang berlebihan 5. Lemak tubuh kurang dari 15-17% 6. Mengkonsumsi hormon tambahan 7. Obesitas 8. Stres emosional

I

Luasnya robekan hanya sampai mukosa vagina, komisura posterior tanpa mengenai kulit perineum. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik

II

Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum dan otot perineum. Jahit menggunakan teknik penjahitan laserasi perineum.

III

Robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum hingga otot sfingter ani.

IV

Mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot sfingter ani sampai ke dinding depan rektum. Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali keterampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke fasilitas rujukan

173. Ruptur Perineum

174. Toksoplasmosis: Pencegahan • Wanita hamil/ berencana hamil  Pemeriksaan darah untuk melihat kekebalan • Bila tidak kebal, maka perlu mengambil beberapa langkah untuk menghindari toksoplasmosis: – Jangan makan daging mentah atau setengah matang. Jika menyentuh daging mentah, jangan menyentuh mata, mulut dan hidung. Cuci tangan, talenan, pisau dengan sabun dan rendam dengan air hangat. – Cuci semua sayuran dan buah-buahan sebelum dikonsumsi. – Jangan membersihkan wadah kotoran kucing. – Jangan ada pasir di halaman rumah. Kucing dapat menggunakannya untuk membuang kotoran. – Jangan beri kucing daging mentah atau setengah matang. – Jangan biarkan kucing berburu tikus atau burung yang bisa saja sudah terinfeksi. – Kenakan sarung tangan saat berkebun. Jauhkan tangan dari mata, mulut, dan hidung. Cuci tangan ketika telah selesai. http://www.medkes.com/2014/12/gejala-penyebab-pencegahan-toksoplasmosis.html

175. Abses Payudara • Terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan baik  infeksi memberat  akumulasi nanah pada payudara • Gejala dan Tanda – – – –

Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah Payudara mengkilap dan berwarna merah Teraba fluktuasi dan dapat keluar nanah dari puting Pada lokasi payudara yang terkena akan tampak membengkak. Bengkak dengan getah bening dibawah ketiak nyeri dan teraba masa yang fluktuatif / ‘empuk – Sensasi rasa panas pada area yang terkena – Demam dan kedinginan, menggigil – Malaise, dan timbul limfadenopati pectoralis, axiller, parasternalis, dan subclavia

Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana Tatalaksana Umum • Tirah baring & >> asupan cairan • Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas Tatalaksana Khusus • Berikan antibiotika : – Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari ATAU – Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14 hari • Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. Bila payudara yang sakit belum kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk mengeluarkan isinya. • Kompres dingin untuk > parah & bernanah  antibiotika • Rujuk apabila keadaan tidak membaik. • Terapi: insisi dan drainase • Periksa sampel  kultur resistensi dan pemeriksaan PA • Jika abses diperkirakan masih banyak tertinggal dalam payudara, selain drain, bebat juga payudara dengan elastic bandage  24 jam tindakan  kontrol kembali untuk ganti kassa. • Berikan obat antibiotika dan obat penghilang rasa sakit

176 & 177. Partograf: Umum • Pencatatan dimulai saat fase aktif (bukaan 4 cm hingga lengkap) – Denyut jantung janin: setiap 1⁄2 jam – Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap 1⁄2 jam – Nadi: setiap 1⁄2 jam – Pembukaan serviks: setiap 4 jam – Penurunan: setiap 4 jam – Tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam – Produksi urin: setiap 2-4 jam – Aseton dan protein: sekali

178 & 179. Drug of Choice pada Kehamilan Diagnosis

Terapi Pilihan

Pielonefritis

Ceftriaksone/Ampisilin/Gentamisin/Cefazolin/Cefotetan/Aztreonam

Kejang, eklampsia

Magnesium Sulfat

Skabies

Krim permetrin 5%

Sifilis

Benzatin Penisilin

Trikomoniasis

Metronidazol

Ulkus Gaster

Sukralfat, Ranitidine

Infeksi Saluran Kemih

Amoksisilin, cefiksim

Bakterial vaginosis

PO: klindamisin 300 mg atau metronidazol 500 mg 2x/hari selama 7 hari

Tromboemboli Vena

Low Molecular Weight Heparin ATAU Enoxaparin ATAU Dalteparin ATAU Tinzaparin

Kandidosis Vulvovagina

Hanya terapi azol topikal untuk 7 hari (rekomendasi: Terkonazol cream), nystatin pervaginam

Diagnosis

Terapi Pilihan

Diabetes

Insulin

Gonorrhea; Genital, rektal, faring

Ceftriaxone 250 mg SD IM DAN/ATAU Azitromisin 1 g SD PO

Herpes

Asiklovir ATAU Valasiklovir

Hipotiroidisme

Levotiroksin

Hipertiroidisme

• Trimester I: PTU • Trimester II dan III: Metimazol • Beta adrenergik seperti propanolol untuk gejala hipermetabolik

ITP

Prednison, IVIG (bila steroid menjadi kontra indikasi)

Malaria

Klorokuin, meflokuin atau kombinasi kuinin sulfat + klindamisin bila terjadi resistensi klorokuin

Mual Muntah

• Diclegis (doxylamine succinate & pyridoxine hydrochloride) • Promethazine ATAU dimenhydrate • Metoklopromide (bila tidak ada respon)

Pedikulosis pubis

Permethrin 1% krim ATAU Pyrethrin dengan piperonyl butoxide

Pencegahan Preeklampsia

Aspirin dosis rendah (81 mg/d) setelah trimester pertama pada wanita risiko tinggi

180. Torsio Kistoma Ovarii • Patofisiologi – Mengenai ovarium yang membesar (kista) – 60% mengenai ovarium kanan – Torsio ovari  20 minggu – Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

• Preeklampsia Berat – Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu – Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai keterlibatan organ lain: • • • • • •

Trombositopenia ( 1,2 mg/dl

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

185. Newborn Baby USIA GESTASI • Neonatus Kurang Bulan (Pre-term infant) : Usia gestasi < 37 minggu • Neonatus Lebih Bulan (Post-term infant) : Usia gestasi > 42 minggu • Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) : Usia gestasi 37 s/d 42 BERAT LAHIR BERDASARKAN USIA GESTASI • Small for Gestational Age (SGA, Kecil Masa Kehamilan) : Berat lahir dibawah 2SD / persentil 10th dari populasi usia gestasi yang sama • Large for Gestational Age (LGA, Besar Masa Kehamilan) : Berat lahir diatas persentil 90 untuk populasi usia gestasi yang sama • Appropriate for Gestational Age (Sesuai Masa Kehamilan) : Diantaranya

BERAT BADAN* • BBL “rendah”: berat badan < 2500 • BBL “sangat rendah” : berat badan bayi baru lahir kurang dari 1500 gram. • BBL “sangat-sangat rendah” : berat badan bayi baru lahir kurang dari 1000 gram. *pembagian berat badan tanpa memandang masa kehamilan

The Fetus and the Neonatal Infant. Nelson Textbook of Pediatrics 17 th ed

Lubchenco Intrauterine Growth Curve

Week of Gestation (26 to 42 weeks) Intrauterine Growth as Estimated From Liveborn Birth-Weight Data at 24 to 42 Weeks of Gestation, by Lula O. Lubchenco et al,Pediatrics, 1963;32:793–8007:403

KULIT & KELAMIN, MIKROBIOLOGI, PARASITOLOGI

186. Nekatoriasis (Cacing Tambang) Gejala • Mual, muntah, diare & nyeri ulu hati; pusing, nyeri kepala; lemas dan lelah; anemia Telur • Dinding tipis & transparan, berisi 4-8 sel embrio atau embrio cacing • Diameter 40 dan 55 mcm

Nama cacing

Cacing dewasa

Telur

Obat

Dinding tebal 2-3 lapis, bergerigi, berisi unsegmented ovum

Mebendazole, pirantel pamoat

Taenia solium

kulit radial dan mempunyai 6 kait didalamnya, berisi onkosfer dan embriofor

Albendazole, prazikuantel, bedah

Enterobius vermicularis

ovale biconcave dengan dinding asimetris berisi larva cacing

Pirantel pamoat, mebendazole, albendazole

Ancylostoma duodenale Necator americanus

ovale dengan sitoplasma jernih Mebendazole, berisi segmented ovum/ lobus 4- pirantel pamoat, 8 mengandung larva albendazole

Schistosoma haematobium

coklat kekuningan, duri terminal, Prazikuantel transparan, ukuran 112-170 x 40-70 µm

Ascaris lumbricoides

Trichuris trichiura

Tempayan dengan 2 operkulum atas-bawah Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.

Mebendazole, albendazole

DOC Antihelmintik JENIS CACING

DOC ANTIHELMINTIK

Keterangan

Ascaris lumbricoides

• Mebendazol (95%)* 500 mg PO Pada infeksi gabungan askaris SD dan cacing tambang  DOC: • Albendazol (88%)* 400 mg PO SD Albendazol

Cacing Tambang

• Albendazol 400 mg PO SD/3 hari

Trichuris Trichiura

• Mebendazol 500 mg PO SD

Scistosoma japonicum

• Prazikuantel 20 mg/kg PO 3x/hari selama satu hari

Enterobius vermicularis

• Semua rejimen diulang dalam waktu 2 minggu • Mebendazol 100 mg PO SD • Albendazol 400 mg PO SD • Pyrantel Pamoat 11 mg/kg PO

Cacing pita

Prazikuantel 5-10 mg/kg SD http://emedicine.medscape.com/article/996482-medication#2

187. Schistosoma • Penyakit : skistosomiasis= bilharziasis • Spesies tersering: S. japonicum dan S. haematobium

• Morfologi dan Daur Hidup

– Hidup in copula di dalam pembuluh darah vena-vena usus, vesikalis dan prostatika – Di bagian ventral cacing jantan terdapat canalis gynaecophorus, tempat cacing betina – Telur tidak mempunyai operkulum dan berisi mirasidium, mempunyai duri dan letaknya tergantung spesies – Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung kencing – Telur menetas di dalam air mengeluarkan mirasidium

Daur Hidup Schistosoma sp.

Schistosoma Haematobium • Tersebar terutama di Afrika dan Timur Tengah • Ukuran telur: panjang 110-170 µm dan lebar 40-70 µm, memiliki tonjolan spinal • Telur mengandung mirasidium matur yang tersebar di urin

Schistosoma japonicum Telur • Bentuk : bulat agak lonjong dng tonjolan di bagian lateral dekat kutub • UKURAN : 100 x 65 µm • Telur berisi embrio • Tanpa operkulum

Serkaria Schistosoma sp Ekor bercabang

Gejala Klinis & Pemeriksaan Penunjang –

Efek patologis tergantung jumlah telur yang dikeluarkan dan jumlah cacing Keluhan

– •



S. mansoni & japonicum: demam Katamaya, fibrosis periportal, hipertensi portal, granuloma pada otak & spinal S. haematobium: hematuria, skar, kalsifikasi, karsinoma sel skuamosa, granuloma pada otak dan spinal

– –

Pada infeksi berat → Sindroma disentri Hepatomegali timbul lebih dini disusul splenomegali; terjadi 6-8 bulan setelah infeksi



Pemeriksaan Penunjang • •

Mikroskopik feses: semua spesies Mikroskopik urin: spesies haematobium Sumber: http://www.cdc.gov/dpdx/schistosomiasis/dx.html

Terapi Schistosomiasis

Sumber: http://www.cdc.gov/dpdx/schistosomiasis/dx.html

188. Kandidosis • Kandidosis: penyakit jamur bisa bersifat akut/subakut disebabkan oleh genus Candida • Klasifikasi – Kandidosis mukosa: kandidosis oral, perleche, vulvovaginitis, balanitis, mukokutan kronik, bronkopulmonar – Kandidosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia & onikomikosis, granulomatosa – Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis, pyelonefritis, septikemia – Reaksi id (kandidid)

• Faktor – Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan, obesitas, iatrogenik, DM, penyakit kronik), usia (orang tua & bayi), imunologik – Eksogen: iklim panas, kelembaban tinggi, kebiasaan berendam kaki, kontak dengan penderita

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Kandidosis kutis • Bentuk klinis: – Kandidosis intertriginosa: Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, sela jari, glans penis, dan umbilikus berupa bercak berbatas tegas, bersisik, basah, eritematosa. Dikelilingi ileh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula – Kandidosis perianal: Lesi berupa maserasi seperti dermatofit tipe basah – Kandidosis kutis generalisata: Lesi terdapat pada glabrous skin. Sering disertai glossitis, stomatitis, paronikia

• Pemeriksaan: KOH (selragi, blastospora, hifa semu), kultur di agar Sabouraud • Pengobatan: hindari faktor predisposisi, antifungal (gentian violet 0,5-1%, nistatin, amfoterisin B, grup azole) Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

• Morfologi koloni C. albicans pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa • Bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin • Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape.

Virulensi C. albicans • Mannoprotein: – Mempunyai sifat imunosupresif  mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas hospes  C. albicans tidak hanya menempel, namun juga melakukan penetrasi ke dalam mukosa.

• Enzim yang berperan sebagai faktor virulensi – Enzim-enzim hidrolitik: proteinase, lipase dan fosfolipase. • •

Tjampakasari, CR. Karakteristik Candida albicans. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; 151: 33-36 Fuberlin. Candida albicans Patogenicity. [Cited 2012 Jan 22].

189-190. Herpes Simpleks • Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat mukokutan • Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di daerah pinggang ke bawah terutama genital

• Gejala klinis: – Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab & eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik – Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis – Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.

Herpes Simpleks • Pemeriksaan – Ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck (ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear, glass cell)

Tipe II

• Pengobatan – doksuridin topikal (pada lesi dini), asiklovir 5 x 200 mg PO selama 5 hari

• Komplikasi – Meningkatkan morbiditas/mortalitas pada janin dengan ibu herpes genitalis Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.

Indication

Acyclovir

First episode

400 mg tid OR 200 mg 5 times/d (for 710 d)

1000 mg bid (for 7-10 d)

250 mg tid (for 7-10 d)

Recurrent

400 mg tid OR 800 mg PO bid (for 5 d) OR 800 mg PO tid (for 2 d)

500 mg bid (for 3 d) OR Valacyclovir 1 g orally once a day (for 5 days)

1000 mg bid (for 1 d)

400 mg bid

500 mg once daily or 1000 mg once daily (if >9 recurrences/y)

250 mg bid

Daily suppression

Valacyclovir

Famciclovir

Tzank Smear

http://emedicine.medscape .com/article/274874overview#aw2aab6b7 https://www.cdc.gov/std/tg2015/herpes.htm

191. Ulkus Mole/ Chancroid Ulkus Molle: Penyakit infeksi pada alat kelamin yang akut, setempat disebabkan oleh Haemophillus ducreyi. Ulkus: kecil, lunak, tidak ada indurasi, bergaung, kotor (tertutup jaringan nekrotik dan granulasi) PATOGENESIS : • Masa inkubasi : 1-3 hari

• Port d’entrée  merah  papul  pustula  pecah  ulkus • Ulkus :

 Multiple  Tidak teratur  Dinding bergaung  Indurasi +  Nyeri (dolen)  Kotor

Ulkus Pada IMS: Ulkus Mole

• Pewarnaan Gram: kokobasil, gram negatif, “school of fish”)

Ulkus Mole: Tatalaksana • Obat Sistemik – – – – – – –

Azitromycin 1 gr, oral, single dose Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari Amoksisilin + asam klavulanat 3x125 mg selama 7 hari Streptomisin 1 gr sehari selama 10 hari Kotrimoksasol 2x2 tablet selama 7 hari

• Topikal • Kompres dengan larutan normal salin (NaCl 0,9%) 2 kali sehari selama 15 menit

192-193. Kondiloma Akuminatum • PMS akibat HPV, kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa

• Gambaran klinis – Vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot dan bergabung membentuk seperti kembang kol

• Pemeriksaan – Bubuhi asam asetat  berubah putih

• Terapi – tingtura podofilin 25%, kauterisasi

Pemeriksaan Penunjang IMS ec Virus Penyakit

Pemeriksaan

Herpes Simpleks

• Tzank Test: Multinucleated giant cells • Cytopathic effect (+)

Genital Warts

• Tzank Test: Koilosit • Cytopathic effect (+)

Molluskum Kontagiosum

• Tzank Test: Badan inklusi intrasitoplasma • Cytopathic effect (+)

Gambaran

194. Moluskum Kontagiosum • Disebabkan oleh poxvirus berupa papul-papul, pada permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung badan moluskum • Transmisi: kontak langsung, autoinokulasi • Gejala – Masa inkubasi: satu hingga beberapa minggu – Papul miliar, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang ditengahnya terdapat lekukan, jika dipijat keluar massa yang berwarna putih seperti nasi – Predileksi: muka, badan, ekstremitas, pubis (hanya pada dewasa)

• Pemeriksaan – Sebagian besar berdasarkan klinis – Pemeriksaan mikroskopik badan moluskum (Henderson-Paterson bodies) – menggunakan pewarnaan Giemsa atau gram – Diagnosis pasti: biopsi kulit menggunakan pewarnaan HE

• Tata laksana: mengeluarkan massa (manual, elektrokauterisasi, bedah beku) Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. | Bhatia AC. Molluscum contagiosum. http://eme dicine.medscape.com/article/910570-overview

Treatment • In healthy patients – Generally self-limited and heals spontaneously after several months – Treatment may help to reduce autoinoculation or transmission to close contacts and improve clinical appearance – It may also be indicated if lesions persist

• Therapeutic options : – – – –

Benign neglect Direct lesional trauma Antiviral therapy Immune response stimulation

http://emedicine.medscape.com/article/910570-treatment#d14

• Benign neglect – – – –

http://emedicine.medscape.com/article/910570-treatment#d14

Leaving mollusca to spontaneously resolve especially in young children small numbers of mollusca facial lesions

• Direct lesional trauma – Disruption of the epidermal wall of Henderson-Paterson bodies – Modalities • Topical medication: – Cantharidin highly effective in treating – Tretinoin, salicylic acid, and potassium hydroxide,Cantharidin,silver nitrate,trichloroacetic acid, and phenol

• Physical trauma – CryotherapyFirst line for physical trauma – Curettage – Laser

• Immune Response Stimulation – Imiquimod cream, intralesional interferon alfa, and topical injections of streptococcal antigen have been shown to be effective in treating resistant molluscum contagiosum – The high cost of these products limits their use to more extensive or resistant infections. – Imiquimod cream applied 3 times per week for 16 weeks is an option in severe cases • The dosing schedule and length of treatment require further evaluation

• Antiviral Therapy – In immunocompromised patients, improvement of lesions has been observed in individual patients treated with ritonavir, cidofovir (intravenous and topical), [65, 66] and zidovudine

• Male, 50 years old, presented with a palpable subcutaneous lump 5 millimeters in size, soft and not tender on palpation. • Such lesions kept recurring for three months even when their prompt removal should have prevented self-inoculation to the surrounding areas • HIV, HBV and HCV infection was ruled out by serology • he was eventually administered acyclovir tablets 200 mg orally 5 times a day for 5 days and the lesions immediately stopped recurring. • The patient has been free from disease after 2 years of follow up

https://oatext.com/pdf/GOD-2-145.pdf , Glob Dermatol,2015

195. Reaksi Kusta: Klasifikasi (Terbaru) ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL) • Respon Imun humoral (kompleks imun) • Tidak terjadi perubahan tipe • Klinis – Nodus eritema (penanda) – Nyeri (predileksi lengan & tungkai) – Gejala konstitusi ringan sd berat – Dapat mengenai organ lain (iridosiklitis, neuritis akut, artritis, limfadenitis dll)

• Pada pengobatan tahun kedua

REAKSI REVERSAL/ REAKSI UPGRADING • Reaksi hipersensitivitas tipe lambat • Reaksi borderline (dapat berubah tipe) • Klinis – Sebagian/seluruh lesi yang telah ada bertambah aktif dan/ timbul lesi baru dalam waktu relatif singkat – Dapat disertai neuritis akut

• Pada pengobatan 6 bulan pertama

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015

Reaksi Kusta: Tipe 1 (Reaksi Reversal)

• Rekasi hipersensitivitas tipe IV (Delayed Type Hypersensitivity Reaction) • Terutama terjadi pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL) • Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama ataupun sedang mendapat pengobatan • Patofisiologi – Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman kusta dikulit dan syaraf  berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati akibat pengobatan yang diberikan

Reaksi Kusta: Tipe 2 • Reaksi tipe 2 (Reaksi Eritema Nodosum Leprosum=ENL) • Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III • Terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL) • • Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami episode ENL • Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy (MDT) • Patofisiologi: Manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah.

Faktor Pencetus

Reaksi Kusta: Pengobatan ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL) • Kortikosteroid – Prednison 15-30 mg/hari (dapat timbul ketergantungan)

• Klofazimin – 200-300 mg/hari – Khasiat lebih lambat dari kortikosteroid – Dapat melepaskan ketergantungan steroid – Efek samping: kulit berwarna merah kecoklatan (reversible)

REAKSI REVERSAL/ REAKSI UPGRADING

• Tanpa neuritis akut – Tidak ada pengobatan selain MDT

• Dengan neuritis akut – Prednison 40 mg/hari  lihat skema

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015

Reaksi Reversal: Pengobatan Minggu Pemberian Prednison • • • • • •

Minggu 1-2 Minggu 3-4 Minggu 5-6 Minggu 7-8 Minggu 9-10 Minggu 11-12

Dosis Harian yang Dianjurkan 40 mg 30 mg 20 mg 15 mg 10 mg 5 mg

• Pemberian Lampren – 300 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi – 200 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi – 100 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi – 50 mg/hari bila pasien masih dalam pengobatan MDT, atau stop bila penderita sudah dinyatakan RFT Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF