Pembahasan Seminar Optima Batch Ags 2016 Part I

October 12, 2017 | Author: Muammar Rizqi Unoe | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

ukdi...

Description

SEMINAR OPTIMAPREP BATCH AGUSTUS 2016

Part I No. 1 - 175

1. Kolera • Infeksi usus oleh Vibrio cholerae – Bakteri anaerobik fakultatif, – batang gram negatif yang melengkung berbentuk koma, – tidak membentuk spora – Memiliki single, sheathed, polar flagellum

• Gejala klinis (sangat cepat (24-48 jam)): – Diare sekretorik profuse, tidak berbau, bersifat tidak nyeri, seperti warna air cucian beras – Muntah  tidak selalu ada – Dehidrasi  berlangsung sangat cepat, dengan komplikasi gagal ginjal akut, syok, dan kematian – Abdominal cramps Thaker VV. Cholera. http://emedicine.medscape.com/article/962643-overview

PATHOPHYSIOLOGY OF CHOLERA V. cholerae accumulates in stomach

increase cAMP

activation of ion channels

Produces exotoxins

G- protein stuck in "on" position

NaCl influx into intestinal lumen to drag water into lumen

Toxins will bind to Gprotein coupled receptor (ganglioside receptor)

Inactivation of GTPase

lead to watery diarrhea

TERAPI • Rehidrasi sesuai dengan status dehidrasi pasien • Antibiotik, diindikasikan pada pasien dengan dehidrasi berat di atas 2 tahun. • Antibiotik yang sensitif untuk strain vibrio cholerae : Tetrasiklin, doksisiklin, kotrimoksazol, eritromisin, dan kloramfenikol • Erythromycin 12.5 mg/kg/ 6 hours for 3 days. • azithromycin, 20 mg/kg, in a single dose, without exceeding 1 g • Tetrasiklin: – 12 years - 150 mcg/day – Pregnant women & Lactating women - 200 mcg/day – Children aged 7-12 years - 120 mcg/day – Children aged 2-6 years – 90 mcg/day – Infants – 50 mcg/day

• defisiensi iodium postnatal pada bayi dan anak bisa mengganggu perkembangan mental dan psikomotorik ( terutama kemampuan memori dan bahasa) • Retardasi mental yang disebabkan karena kekurangan iodium posnatal bisa bersifat reversible dengan terapi hormon tiroid. • Retardasi mental karena kekuraan iodium prenatal bersifat ireversibel

36. Cushing syndrome

SDS= standard deviation score

37. Pubertas Prekoks • Definisi: tanda-tanda maturasi seksual sebelum usia 8 tahun pada perempuan dan 9 tahun pada laki-laki • Lebih banyak pada perempuan • Perempuan  idiopatik; laki-laki  kelainan CNS

• GnRH dependent (central) : early reactivation of Hypothalamus-pitutarygonad axis • GnRH independent (peripheral): autonom sex steroid , not affected by Hypothalamuspitutary-gonad axis • Variant – thelarche prematur – adrenarche prematur

Etiologi GnRH dependent (sentral) • idiopatik • kelainan SSP – tumor – non-tumor: pasca infeksi, radiasi, trauma, kongenital

• Iatrogenik • keterlambatan diagnosis pada GIPP

GnRH independent (perifer) • Lelaki (isoseksual) – adrenal: tumor, CAH – testes : tumor sel Leydig, familial testotoksikosis – gonadotropin-secreting tumor: • non SSP: hepatoma, germinoma, teratoma • SSP: germinoma, adenoma (LH secreting)

• Heteroseksual – peningkatan aromatisasi perifer Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan

Etiologi GnRH independent (perifer) • perempuan (isoseksual)

Stadium Tanner

– McCune Albright – Hipotiroid berat

• heteroseksual – adrenal: tumor, CAH – Tumor ovarium:arrhenoblasto ma Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan

Gejala + Tanda GnRH Dependent Precoccious Puberty • Selalu isoseksual • perkembangan tanda-tanda pubertas • mengikuti pola stadium pubertas normal • gambaran hormonal: peningkatan aktivitas hormonal di seluruh poros

GnRH Dependent Precoccious Puberty • Isoseksual atau heteroseksual (late onset CAH, tumor adrenal) • perkembangan seks sekunder tidak sinkron (volume testes tidak sesuai dengan stadium pubertas lebih kecil) • peningkatan kadar seks steroid tanpa disertai peningkatan kadar GnRH dan LH/FSH

Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan

Gejala Klinis akibat Peningkatan Hormon Seks Steroid • Efek estrogen → – ”tall child but short adult” karena penutupan epifisis tulang dini – ginekomastia

• Efek testosteron – hirsutism – Acne – male habitus

• Efek umum – sexual behavior – agresif Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan

38. Hepatitis Viral Akut • Hepatitis viral: Suatu proses peradangan pada hati atau kerusakan dan nekrosis sel hepatosit akibat virus hepatotropik. Dapat akut/kronik. Kronik → jika berlangsung lebih dari 6 bulan • Perjalanan klasik hepatitis virus akut – Fase inkubasi – Stadium prodromal/ preikterik: flu like syndrome, – Stadium ikterik: gejala-gejala pada stadium prodromal berkurang disertai munculnya ikterus, urin kuning tua – Stadium konvalesens/penyembuhan

• Anamnesis Hepatitis A : – Manifestasi hepatitis A: • Anak dicurigai menderita hepatitis A jika ada gejala sistemik yang berhubungan dengan saluran cerna (malaise, nausea, emesis, anorexia, rasa tidak nyaman pada perut) dan ditemukan faktor risiko misalnya pada keadaan adanya outbreak atau diketahui sumber penularan.

Pedoman Pelayanan Medis IDAI Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.

Hepatitis A • Virus RNA (Picornavirus) ukuran 27 nm • Kebanyakan kasus pada usia 2 bulan) melalui membran timpani yang tidak intak. • Mekanisme perforasi kronik mengakibatkan infeksi persisten: – Kontaminasi bakteri ke telinga tengah secara langsung melalui celah – Tidak adanya membran timpani yang intak menghilangkan efek "gas cushion" yang normalnya mencegah refluks sekresi nasofaring.

• Petunjuk diagnostik: – Otorea rekuren/kronik – Penurunan pendengaran – Perforasi membran timpani

1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Otitis Media Supuratif Kronik Klasifikasi OMSK:

• Tipe benign/mucosal: – Tidak melibatkan tulang. – Tipe perforasi: sentral. – Th/: ear wash with H2O2 3% for 3-5 days, ear drops AB & steroid, systemic AB

Large central perforation

• Tipe malignant/tulang: – Melibatkan tulang atau kolesteatoma. – Tipe perforasi: marginal atau attic. – Th/: mastoidektomi. 1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Cholesteatoma at attic type perforation

Otitis Media Supuratif Kronik • Tanda dini OMSK tipe maligna: – Adanya perforasi marginal atau atik, – Tanda lanjut • abses atau fistel aurikular, • polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah, • terlihat kolesteatoma pada telinga tengah (sering terlihat di epitimpanum), • sekret berbentuk nanah & berbau khas, • terlihat bayangan kolesteatoma pada foto mastoid.

Terapi OMSK • OMSK tipe benigna: – Secara umum terapi OMSK jinak adalah konservatif. – Obat yang dapat digunakan berupa obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari, antibiotik (penggunaan antara 1-2 minggu) dan antibiotik oral. – Miringoplasti atau timpanoplasti dapat dilakukan setelah dua bulan ketika keadaan sekret sudah kering.

• OMSK tipe Maligna – Terapi medis OMSK bertujuan mengeringkan penyakit sebelum operasi atau menangani komorbiditas – Antibiotik yang digunakan adalah fluorokuinolon (tetes) karena tidak ototoksik.

Otitis Media • Tujuan operasi otitis media kronik: – Eradikasi infeksi dan sekret, memperbaiki membran timpani, memperbaiki pendengaran, membuang kolesteatoma.

• Jenis-jenis operasi pada OMSK: – Timpanoplasti tanpa mastoidektomi – Attikotomi – Timpanomastoidektomi Handbook of otolaryngology–head and neck surgery. Thieme Medical Publishers, Inc. 2011.

60. Otitis Media Otitis Media Akut • Etiologi: Streptococcus pneumoniae 35%, Haemophilus influenzae 25%, Moraxella catarrhalis 15%. 

Perjalanan penyakit otitis media akut: 1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram. 2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema. 3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran

timpani membonjol. 4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang. 5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali normal. Jika perforasi  sekret berkurang. 1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

61. Otitis Media Otitis media efusi – Obstruksi tuba Eustachius  tekanan negatif  transudasi – Penurunan pendengaran, tidak nyeri jika tidak terinfeksi atau perubahan tekanan yang cepat – Jika masih ada udara  perubahan posisi kepala menimbulkan sensasi lembab dengan suara gelembung – Bisa ada tinnitus, desiran/gemuruh nada rendah, atau tinitus pulsatil dari suara arteri.

1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

61. Otitis Media •

Chronic serous otitis media/glue ear/mucous OM – If a serous effusion continues for weeks  the mucous glands of the middle ear & eustachian tube tend to proliferate & secrete more actively  the fluid can progressively thicken “glue” (gelatinous mucus). – Findings: • As fluid increases & thickens, with loss of any air content, the drum may look darker, thick, or dull. • The serous and mucous ear effusions are usually sterile & do not cause the diffuse thick redness . • Audiometry will document conductive hearing loss.

– Th: myringotomy & inserting ventilation pipe (Grommet)

1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Menner, a pocket guide to ear. 2003.

Hipertrofi Adenoid • Gejala: – – – –

Obstruksi nasal Rinorea Mendengkur Nafas lewat mulut

• Hipertrofi adenoid akan menyebabkan oklusi tuba sehingga terjadi otitis media efusi

62. Abses Leher Dalam Diagnosis

Clinical Features

Abses peritonsil

Odynophagia, otalgia, vomit, foetor ex ore, hypersalivation, hot potato voice, & sometimes trismus.

Abses parafaring

1.Trismus, 2. Angle mandible swelling, 3. Medial displacement of lateral pharyngeal wall.

Abses Retrofaring

In children: irritability,neck rigidity, fever,drolling,muffle cry, airway compromise In adult: fever, sore throat, odynophagia, neck tenderness, dysnea

Submandibular abscess

Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue. Trismus often found. If spreading fast  bilateral, cellulitis  ludwig angina

Ludwig/ludovici angina

Swelling bilaterally, hypersalivation, airway obstrution caused by retracted tongue, odynophagia, trismus, no purulence (no time to develop)

1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.

Abses Leher Dalam Peritonsillar abscess

Inadequately treated tonsillitis  spread of infection  pus formation between the tonsil bed & tonsillar capsule

Symptoms & Signs Quite severe pain with referred otalgia Odynophagia & dysphagia  drooling Irritation of pterygoid musculature by pus & inflammation  trismus unilateral swelling of the palate & anterior pillar  displace the tonsil downward & medially  uvula toward the opposite side

Therapy Needle aspiration: if pus (-)  cellulitis  antibiotic. If pus (+)  abscess . If pus is found on needle aspirate, pus is drained as much as possible.

Abses Leher Dalam • Peritonsillar abscess



Parapharyngeal abscess



Retropharyngeal abscess

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Aja r THT-KL FKUI; 2007.

63. Kelainan Telinga Luar • Noninfected pits – Pinpoint hole in front of the ear or above tragus – Nondraining – Lacks swelling

http://emedicine.medscape.com/article/845288-overview#a8

Cysts – Slowly enlarging preauricular mass – Usually nontender if uninfected – Associated pit usually adjacent to cyst http://emedicine.medscape.com/article/845288-overview#a8

• Preauricular Cyst – A less severe congenital condition, the preauricular cyst and/or sinus tract, may occur just anterior to a normally formed external ear. – This usually presents as a small fistula in the skin anterior to the helix at the upper tragus. – The associated sinus tract can develop a dilated cyst with repeated infection and abscess formation. – In problem cases, surgical excision, with complete removal of the tract, is the answer.

Infected pits - Cellulitis and abscess • Red, swollen • Draining purulent material • Granulation around pit • Tender

64. Tuberculous Laryngitis • Its a chronic layngitis • Secondary infection spread from the initial site in the lungs • Tubercular nodule-like growths are formed in the larynx tissue • usually seen in the 3rd to 4th decade in male • Risk factors: – – – – –

consumption of tobacco Alcohol malnutrition, immunodeficiency being homeless.

• Laryngeal involvement affects the posterior portion of the true vocal cords, the arytenoid cartilages, and the intraarytenoid space – nodular, exophytic lesion or an area of mucosal ulceration – Formation of granulation tissue and cellular swellingpseudo oedem

• Most infection are sputogenic, few are hematogenous, rarely lymphogenous • Hematogenous mostly seen in patients suffering from miliary tuberculosis

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3476812/pdf/12070_2008_Article_111.pdf

Clinical Manifestation • Hoarseness of voice • Dysphagia or odynophagia • Stridor • Otalgia • Cough • Weight loss • Fever • Night sweating

• Diagnosis: – – – –

Clinical manifestation Sputum examination Chest X-Ray Biopsy: • Caseous necrosis and multiple granuloma

• Treatment: – Same as primary pulmonary TB

http://emedicine.medscape.com/article/763767-overview#a8

65. Benda Asing di Hidung • Benda asing yang sering: – Penghapus, pil, baterai, cincin, ssedotan, kelereng

• Gejala: – Nyeri – Perdarahan – Efek iritasirinitis, sinusitis, otitis media akut, tetanus, perforasi septum nasii

• Tata laksana: – Bila benda dapat terlihat dan terjaangkau dengan mudah • Instrumen  Pinset bayonet, alligator forsep, hooked probe

– Benda yang kecil dan bulat • Balloon catheters memakai folley catheters no. 5-8F

– Benda yang besar dan menyumbat total • Tekanan positifekspiratory paksa pada hidung yang terkena

– Benda yang berbentuk sferis, licin dan mudah terlihat • Suction Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed.

Pinset bayonet Balloon catheters

Pinset telinga

Cerumen hook

Alligator forcep

66. Epistaksis • Epistaksis anterior: – Epistaksis tersering pada anak, terletak pada kavum nasi anterior – Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis anterior – Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah dihentikan. – Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan pembuluh darah & menghentikan perdarahan. – Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan AgNO3, jika tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

67. Uji Penala • Uji pendengaran dengan garputala dapat membedakan ketulian karena tuli konduktif Tes Rinne

Tes Weber

Tes Swabach

Diagnosis

Positif

Tidak ada lateralisasi

Sama dengan pemeriksa

normal

Negatif

Lateralisasi ke telinga yang sakit

memanjang

Tuli konduktif

Positif

Lateralisasi ke telinga yang sehat

memendek

Tuli

68. Pembagian Komplikasi Otitis Media (Souza dkk, 1999) • Komplikasi Otitis Media dibagi menjadi: – Komplikasi Intratemporal  telinga tengah, rongga mastoid, telinga dalam – Komplikasi Ekstratemporal : • Komplikasi intrakranial  abses ekstradura, abses subdura, abses otak, meningitis, tromboflebitis sinus lateralis, hidrosefalus otikus • Komplikasi ekstrakranial  abses retroaurikuler, abses Bezold’s, abses zigomatikus

http://www.medscape.com/viewarticle/463782_3

Abses Bezolds • •

A rare complication of mastoiditis Pathogenesis: – The mastoid tip is composed of thinwalled air cells – Accumulation of pus from the mastoiditis, erodes the thin medial side of mastoid tip



Clinical manifestation: – The symptoms may present with acute or chronically, with time of symptom onset to diagnosis ranging from 3 days to 3 years – neck pain – neck mass – post auricular pain – Otalgia – Otorrhea – hearing loss – Less commonly, fever, headache, hearing loss, facial paralysis, or cervical lymphadenopathy.

69. Audiologic Testing in Pediatric • Brainstem evoked response audiometry: – BERA is a series of scalp-recorded electrical potentials generated in the auditory nerve and brainstem during the first 10 to 20 ms after the onset of a transient stimulus. – Can be used in infant, children, adults, & comatose patient.

Buku ajar THT KL FKUI Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. McGraw-Hill.

Audiologic Testing in Pediatric • Behavioral observation audiometry – Behavioral reflex audiometry: to observe reflex evoked by sound  eye widening, grimacing, auropalpebral reflex, moro reflex, cessation reflex. – Behavioral response audiometry (5-6 month)  to evoke spesific response: moving head toward sound.

• Play audiometry (2-5 year) – a kid is trained to do spesific task (games) when hearing sound stimulus. Buku ajar THT KL FKUI Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. McGraw-Hill.

Audiologic Testing in Pediatric • Tympanometry: – To assess middle air condition by placing probe tone in ear canal to sense the pressure based on the sound energy reflected from middle ear.

• Otoacoustic emission: – objective, noninvasive, and rapid measures used to determine cochlear outer hair cell function. – Evoked OAE are acoustic signals generated by the cochlea in response to auditory stimulation. Buku ajar THT KL FKUI Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. McGraw-Hill.

Audiologic Testing in Pediatric • Pure tone audiometry: – The audiogram is a graph that depicts threshold as a function of frequency. Threshold is defined as the softest intensity level that a pure tone (single frequency) can be detected 50% of the time.

70. Difteri • Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae • Organisme: – Basil batang gram positif – Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped) – Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina atau palisade

• Gejala: – Gejala awal nyeri tenggorok – Bull-neck (bengkak pada leher) – Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring, tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan sekitarnya edema. – Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview

http://4.bp.blogspot.com/

Difteri • Pemeriksaan : – Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput pseudomembran – Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale  medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae – Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tuahitam. – Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan media perbenihan Loeffler dalam tabung Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview

• Pemeriksaan : Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput pseudomembran • Obat: – Antitoksin: 40.000 Unit ADS IM/IV, skin test – Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per hari selama 7 hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi 3 dosis selama 14 hari – Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran repirasi (Pemberian oksigen dengan nasal prongs dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi) – oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan tindakan trakeostomi. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.

Difteri • Obat (cont…) – Jika anak demam (≥ 39o C) beri parasetamol. – Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa nasogastrik. – Indikasi krikotirotomi/ trakeostomi/intubasi : Terdapat tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat – Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan kortikosteroid pada difteri. • Dianjurkan pada kasus difteria yang disertai dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak bullneck) dan bila terdapat penyulit miokarditis. • Pemberian kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata tidak terbukti. • Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, po tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14 hari.

Tindakan Kesehatan Masayarakat • Rawat anak di ruangan isolasi • Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai dengan riwayat imunisasi • Berikan eritromisin pada kontak serumah sebagai tindakan pencegahan (12.5 mg/kgBB, 4xsehari, selama 3 hari) • Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga serumah Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.

71. Component of the Facial Nerve Innervation to muscles derived from the 2nd branchial arch: 1. Stapedius muscle -- dampens movement of the ossicles (inserts on stapes of middle ear) 2. Posterior auricular muscle -- posterior movement of pinna 3. Stylohyoid muscle -- elevates hyoid bone 4. Posterior belly of digastric -- elevates hyoid bone, depresses mandible 5. Muscles of facial expression -- blinking, smiling, frowning, facial movements

1. The Stapedius muscle dampens movement of the ossicles

Stapedius muscle dampens movement of the ossicles protecting the inner ear from damage from loud noises

72. TULI Rinne

Weber

Schwabach Sama dengan pemeriksa

Diagnosis

Positif

Tidak ada lateralisasi

Negatif

Lateralisasi ke telinga Memanjang yang sakit

Tuli konduktif

Positif

Lateralisasi ke telinga Memendek yang sehat

Tuli sensorineural

• Tes bisik – Panjang ruangan minimal 6 meter – Nilai normal: 5/6-6/6 Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Normal

73. Vertigo • Dizziness/pusing: – Vertigo/vestibular dizziness • Sensasi badan terasa berputar • Penyebab: sistem vestibuler

– Nonvertiginous/nonvestibular dizziness • Imbalance, disekuilibrium (rasa akan jatuh), sinkop/presinkop (rasa akan pingsan, seperti melayang) • Penyebab: sistem nonvestibular – Sistem propriospetif, sistem visual – Kardiovaskular (hipotensi, anemia, aritmia) – Psikogenik, hiperventilasi

Vertigo

• Sistem vestibular: – Perifer: kanalis semisirkularis & organ otolitik (sakula dan utrikula), nervus vestibularis – Sentral: batang otak, serebelum, lobus temporal.

Vertigo • Perbedaan vertigo sentral & perifer

• Oscillopsia: sensasi pandangan yang bergerak menjauh & mendekat (osilasi)

Vertigo • Vertigo of central origin Condition

Details

Migraine

Vertigo may precede migraines or occur concurrently

Vascular disease

Ischemia or hemorrhage in vertebrobasilar syndrome can affect brainstem or cerebellum function

Multiple sclerosis

Demyelination disrupts nerve impulses which can result in vertigo

Vestibular epilepsy

Vertigo resulting from focel epileptic discharges in the temporal or parietal association cortex

Cerebellopontine tumours

Benign tumours in the interal auditory meatus

Dismetria • Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk memulai atau menghentikan suatu gerak motorik halus. • Terjadi akibat adanya gangguan pada serebelum atau saraf – saraf propioseptif. • Untuk menguji adanya suatu dismetria bisa dilakukan beberapa pemeriksaan: – finger to nose test – Disdiadokinesis – Rebound test

74. GANGGUAN PENDENGARAN • Otosklerosis – Spongiosis tulang stapes (tersering)  rigid  tidak bisa menghantarkan suara ke labirin – Otosklerosis terkait faktor genetik, ¼-2/3 pasien memiliki saudara dengan kelainan serupa. – Rasio perempuan: laki-laki 2:1. – Ketulian mulai timbul pada usia 10-30 tahun dan bersifat progresif.

• Gejala & tanda: – – – –

Tuli bilateral progresif, tetapi asimetrik Tinnitus Paracusis Willisii: mendengar lebih baik pada ruangan ramai Schwarte sign: membran timpani eritema karena vasodilatasi pembuluh darah promontorium. – Tuba Eustachius intak, tidak ada riwayat trauma atau penyakit telinga lain

• Terapi: stapedectomy atau stapedomy; diganti dengan prosthesis.

75. Disorders of Tongue • Glossitis- presents as pain, irritation or burning, hypogeusia, or dysgeusia • Atrophic glossitis – Due to filiform de-papillation – Mild patchy erythema to a completely smooth, atrophic, beefy-red surface – Etiology - pernicious anemia, protein and other nutritional deficiencies, chemical irritants, drug reactions, amyloidosis, sarcoidosis, vesiculobullous diseases, oral candidiasis and systemic infections – Moeller or Hunter glossitis of pernicious anemia affects the lateral aspects and tip of the tongue respectively

Condition Median rhomboid glossitis

Clinical presentation Causes Smooth, shiny, erythematous, Often associated with candidal sharply circumscribed, rhomboid infection shaped plaque; usually asymptomatic, but burning or itching possible; dorsal midline location

Atrophic glossitis

Smooth, glossy appearance with Caused by underlying disease, red or pink background medication use, or nutritional deficiencies (e.g., iron, folic acid, vitamin B12, riboflavin, niacin)

oral hairy leukoplakia

White, hairy appearing lesions on lateral border of tongue

Geographic tongue

Bare patches on dorsal tongue Associated with fissured tongue, surrounded by serpiginous, inversely associated with tobacco raised, slightly discolored border use

Tongue-tie (ankyloglossia)

Shortened frenulum limiting Congenital, adhesion of frenulum tongue protrusion, breastfeeding difficulties

Epstein-Barr virus super infection; associated with immunocompromise, human immunodeficiency virus infection

http://emedicine.medscape.com/article/1075227-clinical

Kandidosis Oral

JENIS

KLINIS

Kandidosis Pseudomembran Akut (Thrush)



Plak putih serupa susu pada mukosa --> Diangkat --> dasar eritema

Kandidosis Eritematosa Atrofik Akut dan Kronik



Area eritematosa terutama pada hard palate, namun dapat pula pada dorsum lidah atau mukosa bukal berkaitan dengan pemakaian denture





Plak putih yang tidak dapat diangkat

Denture Related Stomatitis



Eritema dan edema kronik pada mukosa yang berkontak dengan denture

Kelitis Angular

• •

Lesi pada sudut mulut perih, eritema dan fissura

Kandidosis Hiperplasia Kronik • • • •

Kandidosis Oral Kronik (Leukoplakia Kandida) Sindrom Kandidosis Endokrin Kandidosis Mukokutaneus Terlokalisasi Kronis Kandidosis Kronik Difus

GAMBARAN KLINIS

Disorders of Tongue… Median rhomboid glossitis

Atrophic Glossitis

Disorders of Tongue… Geographic Tongue

Ankyloglossia

Disorders of Tongue… Hairy tongue

Oral hairy leukoplakia

SEMINAR KULIT

76. Askariasis (Cacing Gelang) • Gejala – Rasa tidak enak pada perut (gangguan lambung); kejang perut, diselingi diare; kehilangan berat badan; dan demam.

Albendazole • Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang • Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing  produksi ATP sebagai sumber energi 50%), infeksi, vaksinasi, graft vs host disease, neoplasma, radiasi • Reaksi hipersensitivitas tipe 2 • Trias kelainan – Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula – Kelainan mukosa orifisium: vesikel/bula/pseudomembran pada mukosa mulut (100%), genitalia (50%). Berkembang menjadi krusta kehitaman – Kelainan mata: konjungtivitis

• Komplikasi: bronkopneumonia, gangguan elektrolit, syok • Pengobatan: KS sistemik-oral, antibiotik, suportif Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Steven Johnson Syndrome treatment

UK Guidelines 2016 British Journal of Dermatology (2016)174

Recommendations • The SJS/TEN MDT should be coordinated by a specialist in skin failure, usually dermatology and/or plastic surgery, and should include clinicians from intensive care, ophthalmology and specialist skincare nursing • barrier-nursed in a side room controlled for humidity, on a pressure-relieving mattress, with the ambient temperature raised to between 25 °C and 28°C UK Guidelines 2016 British Journal of Dermatology (2016)174

• Monitor fluid balance carefully; catheterize if appropriate/necessary. • Fluid replacement can be guided by urine output and other end-point measurements  lactate • After establishing adequate IV fluid replacement initially, oral administration of fluids should be progressively increased,if tolerated UK Guidelines 2016 British Journal of Dermatology (2016)174

• Respiratory symptoms and hypoxaemia on admission should prompt urgent discussion with an intensivist and rapid transfer to the ICU or burn centre, as deterioration requiring mechanical ventilation is likely • There is no conclusive evidence to demonstrate the benefit of any one (corticosteroids, IVIG, Cyclosporine) intervention over conservative management UK Guidelines 2016 British Journal of Dermatology (2016)174

Penggunaan Kortikosteroid pada SSJ • Keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh – Prednison 30-40 mg sehari

Ilmu Kulit dan Kelamin, 2007

• Lesi menyeluruh dengan KU buruk – Dexametason 4-6 x 5 mg sehari – Selama 2-3 hari – Tappering off setiap hari dikurangi 5 mg – Setelah 5 mg sehariganti prednison oral, tappering off 20 mg sehari, 10 mg sehari, berhenti setelah 10 hari

84. Melasma •

Etiologi – Paparan matahari, kehamilan, terapi hormon (pil KB dll), obat dan produk kecantikan, hipotiroidism



Efloresensi – Makula hiperpigmentosis, umumnya simetris, warna coklat muda-tua, predileksi di daerah pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu



Tatalaksana – – – –

Hentikan terapi hormon (bila ada), gunakan sunblock & produk kecantikan yang lembut Hidrokuinon 2-4% (krim atau lotion) selama 2-4 bulan Krim/gel/lotion asam azelaik 2x/hari (aman untuk kehamilan) Kortikosteroid krim

http://www.dermnetnz.org/colour/melasma.html

Manifestasi klinis • Makula hiperpigmentasi berwarna kecoklatan, bahkan kadang biru atau hitam • Distribusi 1 dari 3 – Centrofacial  dahi, dagu, pipi, hidung dan bibir atas – Malar  hidung dan pipi – Mandibula  ramus mandibula

• Lampu wood  melanin dapat divisualisasi

Melasma: Diagnosis Banding MELASMA

SUN-DAMAGE PIGMENTATION

• Melanosit merespon perubahan hormonal  kronik dan sulit sembuh • Dapat mengenai dermis • Plak coklat muda-tua di dahi, pipi, dagu, atas bibir • Simetris • Diskolorisasi pekat dan mengenai epidermis-dermis • Berhubungan dengan hormonal • Paparan matahari, panas, dan kelembaban dapat memperparah

• Lentigo, keratosis seboroik, freckles, sun spots, liver spots) • Hanya dipermukaan kulit • Muncul acak di semua area wajah • Tidak simetris • Berhubungan dengan perubahan tekstur kulit (keriput, garis) • Tidak berhubungan dengan hormon namun paparan matahari • Respon baik terhadap terapi laser • Tidak termasuk kondisi kronik

http://www.celibre.com/difference-between-melasma-and-sun-damage.aspx

Seborrheic keratosis • The most common benign skin neoplasm. • Occur in aging population (>40 yo) • Diagnosis is easy to make clinically, biopsy is usually not necessary • Tend to occur on trunk most often, but can appear on head and extremities • tend to occur in sun-exposed areas • Lesions contained entirely in epidermis

Pigment accumulating in the skin cells (keratinocytes)

Freckles

Localised proliferation of melanocytes

Lentigo Nevus

85. Dermatitis Seboroik/Ptiriasis Sika • Segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan berpredileksi di tempat-tempat seboroik • Etiologi: belum diketahui pasti – – – –

Kelainan konstitusi berupa status seboroik yang diturunkan Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang berlebihan Proliferasi epidermis yang meningkat Faktor predisposisi: kelelahan, stres emosional, infeksi, defisiensi imun

• Gejala: eritema, skuama agak kekuningan yang berminyak • Predileksi: kepala, scalp, dahi, postaurikular, leher, lipat nasolabial, liang telinga luar, dada, areola mammae, lipatan mammae, interskapular, umbilikus, lipat paha, anogenital

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Faktor Risiko • Genetik. • Faktor kelelahan. • Stres emosional. • Infeksi. • Defisiensi imun. • Pria > wanita • Usia bayi bulan 1 dan usia 18-40 tahun. • Kurang tidur.

Dermatitis Seboroik Fakto Risiko • • • • •

Hormonal Malassezia sp. Pada kulit Kekurangan nutrisi Gangguan SSP Genetik

Dermatitis Seboroik: Terapi • Anti inflamasi (imunomodulator) – Steroid topikal atau inhibitor calcineuron – Shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio steroid topikal, losio yang dioleskan pada kulit kepala atau krim pada kulit

• Keratolitik – Tar, asam salisiklik dan shampo zinc pyrithion

• Anti Fungi – Gel ketokonazol (Nizoral) 1x/hari dalam dua minggu – Satu kali sehari regimen desonide (Desowan) dermatitis seboroik pada wajah – Shampo selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai 23x/minggu – Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan terbinfin (Lamisil) oral dapat berguna – Anti jamur topikal lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan flukonazole (Diflucan)  mempunyai efek anti inflamasi juga

86. Reaksi Kusta • Suatu episode akut di dalam perjalanan klinik penyakit kusta yang ditandai dengan terjadinya reaksi radang akut (neuritis) yang kadang- kadang disertai dengan gejala sistemik

• Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi terutama gangguan fungsi sensorik (anestesi) sehingga dapat menimbulkan kecacatan pada pasien kusta. • Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat pengobatan, pada saat pengobatan, maupun sesudah pengobatan  paling sering terjadi pada 6 bulan sampai satu tahun sesudah dimulainya pengobatan.

Reaksi Kusta: Jenis REAKSI

DESKRIPSI

Pure neuritis leprosy

Jenis lepra yang gejalanya berupa neuritis saja

Lepra Tuberkuloid

Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih ringan. Tipe yg termasuk TT (Tuberkuloid polar), Ti ( Tuberkuloid indenfinite), BT (Borderline Tuberkuloid)

Reaksi Reversal

Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama menjadi kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum pada tipe PB

Eritema Nodusum Leprosum

Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan dan tungkai, Umum pada MB

Fenomena Lucio

Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis serta ulserasi yg nyeri

Reaksi Kusta: Tipe 1 (Reaksi Reversal)

• Rekasi hipersensitivitas tipe IV (Delayed Type Hypersensitivity Reaction) • Terutama terjadi pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL) • Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama ataupun sedang mendapat pengobatan • Patofisiologi – Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman kusta dikulit dan syaraf  berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati akibat pengobatan yang diberikan

Reaksi Kusta: Tipe 2 • Reaksi tipe 2 (Reaksi Eritema Nodosum Leprosum=ENL) • Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III • Terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL) • Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami episode ENL • Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy (MDT) • Patofisiologi: Manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah.

http://emedicine.medscape.com/article/1075227-clinical

87. Kandidosis Oral

JENIS

KLINIS

Kandidosis Pseudomembran Akut (Thrush)



Plak putih serupa susu pada mukosa --> Diangkat --> dasar eritema

Kandidosis Eritematosa Atrofik Akut dan Kronik



Area eritematosa terutama pada hard palate, namun dapat pula pada dorsum lidah atau mukosa bukal berkaitan dengan pemakaian denture





Plak putih yang tidak dapat diangkat

Denture Related Stomatitis



Eritema dan edema kronik pada mukosa yang berkontak dengan denture

Kelitis Angular

• •

Lesi pada sudut mulut perih, eritema dan fissura

Kandidosis Hiperplasia Kronik • • • •

Kandidosis Oral Kronik (Leukoplakia Kandida) Sindrom Kandidosis Endokrin Kandidosis Mukokutaneus Terlokalisasi Kronis Kandidosis Kronik Difus

GAMBARAN KLINIS

Kandidosis Oral • Pemeriksaan – Luka di mulut di kerok untuk diambil sampelnya – Kultur saliva kuantitatif – Pewarnaan sediaan dengan PAS atau Gridley stain (terwarna pink), atau GMS (terwarna coklat-hitam)

• Terapi – Pasien imunosupresi (HIV, kemoterapi, prolonged antibiotik)  antifungal profilaksis – Obat kumur oral (0,12% chlorhexidine) untuk pengguna denture atau sebagai kontroler terhadap kandidosis oral

Risk Factors • HIV/AIDS • Cancer treatments • Organ transplantation • Diabetes • Corticosteroid use • Dentures • Broad-spectrum antibiotic use • Heavy Smoking

http://emedicine.medscape.com/article/1075227-treatment

Oral Leukoplakia • Definition: a whitish patch or plaque that cannot be characterized clinically or pathologically as any other disease, and is not associated with any physical or chemical causative agent, except the use of tobacco. • between 5% and 25% of these lesions are premalignant

Etiology No etiologic factor can be identified for most persistent oral leukoplakias (idiopathic leukoplakia). Known causes of leukoplakia include the following: – Trauma (eg, chronic trauma from a sharp or broken tooth or from mastication may cause keratosis) – Tobacco use: Chewing tobacco is probably worse than smoking. – Alcohol – Infections (eg, candidosis, syphilis, Epstein-Barr virus infection): Epstein-Barr virus infection causes a separate and distinct non–premalignant lesion termed hairy leukoplakia. – Chemicals (eg, sanguinaria) – Immune defects: Leukoplakias appear to be more common in transplant patients.

Histopathology • Features highly variable – Ranging from hyperkaratosis and hyperplasia to atrophy and severe dysplasia – Significant intrapathologist and interpathologist variation in diagnosing dysplasia – Molecular studies indicated

• Pada pemeriksaan kerokan leukoplakia, tidak ditemukan jamur

Erythroleukoplakia

Verrucous or Nodular Leukoplakia

Carcinoma(leukoplakia appearing)

Leukoplakia Treatment • Stopping risk faktor such as tobacco, alcohol • Surgical treatment if persists – scalpel, laser or freezing (cryotherapy) – Hystopathologic review of the tissue

• Medical treatment not effective

88.Paronychia • Localized superficial infection or abcess of the lateral nail fold • Most common infection in the hand • Caused by frequent trauma to area – – – –

Nail biting Manicuring Dishwashing Finger sucking (children

• Swelling and tenderness of the soft tissue next to the nail fold • May have associated cellulitis

• If extends to overlying proximal nail: eponychia • S. aureus

– Thumb sucking/nail biting – anaerobes – Chronic – candida

Management: • If no frank abscess frequent hot soaks & antibiotics • If pus is present incision and drainage – Follow up 24-48 h. – Most resolve in 5-10 days • If pus has tracked beneath the nail remove an adjacent longitudinal section • If eponychia is resulted remove the entire nail plate

89. Cutaneous Anthrax • 95% of all cases globally • Incubation: 2 to 3 days • Spores enter skin through open wound or abrasion • Papule → vesicle → ulcer → eschar • Case fatality rate 5 to 20% • Untreated – septicemia and death Center for Food Security and Public Health, Iowa State University, 2011

Day 6

Day 2

Day 4

Day 6 Day 6

Day 10 Center for Food Security and Public Health, Iowa State University, 2011

The Organism • Bacillus anthracis • Large, gram-positive, nonmotile rod • Two forms – Vegetative, spore

• Over 1,200 strains • Nearly worldwide distribution Center for Food Security and Public Health, Iowa State University, 2011

Terapi Cutaneous Anthrax • Penularan dari alam: – Penicillin V 500 mg, PO, 4x/hari selama 7–10 hari

• Penularan akibat bioterorism (aerosol, hirup): – Ciprofloxacin 500 mg, PO, 2x/hari atau levofloxacin 500 mg, IV)/PO per 24 jam × 60 hari

Sumber: http://cid.oxfordjournals.org/content/early/2014/06/14/cid.ciu296.full

90. Cutaneous Larva Migrans (Creeping Eruption)

• Peradangan berbentuk linear, berkelok-kelok, menimbul dan progresif • Penyebab: Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum • Larva masuk kulit, menimbulkan rasa gatal dan panas, diikuti lesi linear berkelok-kelok, menimbul, serpiginosa membentuk terowongan • Gatal hebat pada malam hari • Th/: – Topikal: Tiabendazol cream 1015%,salep albendazol 2%, kloretil spray – Oral: Albendazol 400mg dosis tunggal selama 3 hari berturut

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

91. Tatalaksana Malaria

Tatalaksana Malaria Vivaks dan Ovale • Lini pertama – Menggunakan ACT: artesunat + amodiakuin atau dihydroartemisinin piperakuin (DHP) – Dosis: sama seperti malaria falciparum, namun primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0.25 mg/kgBB

• Lini kedua (bila resisten terhadap lini pertama) – Kina + primakuin – Dosis: • Kina: 10 mg/kgBB/kali, 3x/hari, PO, selama 7 hari • Primakuin: 0.25 mg/kgBB/hari selama 14 hari (0.5 mg bila relaps)

Tatalaksana Malaria Malariae dan Malaria Mix (Falciparum + Vivaks) • Malaria malariae – ACT 1x/hari selama 3 hari

• Malaria Mix – ACT – Dosis primakuin hari pertama 0.75 mg/kgBB – Hari 2-14 primakuin dosis 0.25 mg/kgBB

92. Neurodermatitis • Nama lain: Liken Simplek kronikus/Liken Vidal  sebuah peradangan kulit kronis, gatal, sirkuskripta • Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang • Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit)  garukan berulang  trauma mekanis  likenifikasi • Daerah – Kulit kepala, belakang leher, tungkai atas atau bawah, vulva dan skrotum

• Etiologi – Tercetus oleh alergi atau stress

• Terapi – Steroid topikal – Atasi penyebab http://emedicine.medscape.com/article/1123423-treatment

Etiopatogenesis • Etiology – Multiple; Atopic dermatitis, insect bite, psychogenic

Dasar

pruritus

garukan

likenifikasi

ok pelepasan mediator / aktivitas enzim Peneliti lain :

Garukan

respon thdp stres emosional

Neurodermatitis: Tatalaksana • Tata laksana neurodermatitis: – Edukasi bahwa garukan akan memperburuk lesi – Antipruritus: antihistamin dengan efek sedatif – Kortikosteroi topikal atau intalesi – Ter yang mempunyai efek antiinflamasi

96. LIKEN SIMPLEK KRONIS Sinonim

– Neurodermatitis Sirkumkripta – Liken Vidal

Definisi – – – –

Peradangan kulit kronis Gatal >>> Sirkumskrip Likenifikasi

ok garukan / gosokan berulang

Gejala Klinis Subjektif :

• Sangat gatal

– malam → gangguan tidur

Objektif

: Lokasiditemukan pada daerah yang mudah digaruk

tengkuk, sisi leher, tungkai bawah, pergelangan/punggung kaki, kepala, paha medial, ekstensor lengan, skrotum / vulva

Bentuk : lonjong

Ukuran : lentikular – plakat Lesi

:

tunggal / multipel

Efloresensi

Std awal : edem, eritem, papul berkelompok Std lanjut : likenifikasi, hiperpigmentasi, skuama kering

PENGOBATAN UMUM

– Garukan  / -

KHUSUS

:

Antihistamin efek sedatif

Topikal

KS : potensi kuat KS + TER KS intra lesi

93. Tuberkulosis Kutis: Klasifikasi • Berdasarkan penyebaran infeksi – Eksogen, endogen, limfogen, dan hematogen

• Berdasarkan Banyaknya BTA (mikroskop biopsi kulit) – Multibasiler dan pausibasiler

• Berdasarkan riwayat tuberkulosis – Primer (belum pernah terinfeksi TB) dan Sekunder

Tuberkulosis Kulit: Gambaran Klinis JENIS TB KUTIS Tuberkulosis Inokulasi Primer (Chancre)

GAMBARAN KLINIS • • •

Skrofuloderma • •

EFLORESENSI

Pada orang yang belum pernah terinfeksi TB Inokulasi bakteri langsung pada kulit Lesi awal berupa papul/nodul  2-3 minggu  ulkus: keras, dangkal, tidak nyeri, dasar granulasi Penyebaran pada kelenjar limfe, terutama superfisial (leher, lipat paha, ketiak) Pembesaran KGB tanpa nyeri & tanda radang  membesar & berkonfluensi  lunak & kenyal (abses dingin)  pecah  fistel  ulkus memanjang: livid, bergaung, dasar berupa jaringan granulasi & pus seropurulen, ada jembatan kulit

TB Orifisialis

• • •

TB kutis sekitar orifisium Akibat kontak langsung dengan sputum Nyeri, tepi tidak rata (punched-out), dasar tertutupi pseudomembran fibrin & mudah berdarah

TB Miliaris Akut

• • • •

Pada TB paru yang sudah menyebar (meningen) Lokasi tersering: badan Makula & papul eritema multipel, ukuran < 5 mm, meninggalkan sikatrik PX/ diaskopi: apple jelly colour

http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf

Tuberkulosis Kulit: Gambaran Klinis JENIS TB KUTIS

GAMBARAN KLINIS

TB Gumosa

• •

Infiltrasi subkutan, lunak, berbatas tegas, kronis, destruktif Akibat penyebaran mikrobakteria yang dorman secara hematogen

TB Verukosa Kutis

• • • • • •

Infeksi eksogen pada individu yang pernah terinfeksi Terjadi pada tempat yang mudah mengalami trauma Plak hiperkeratosis atau plak verukosa dengan tepi inflamasi yang tidak nyeri Meluas secara perlahan Permukaan kulit mengalami fisura dengan eksudat & krusta Bagian tepi tersusun serpiginosa, bagian tengah mengalami involusi

Lupus Vulgaris

• • • • • •

TB kutis paling sering Hematogen atau limfogen Papul/plak merah kecoklatan, batas tegas atau Ulkus/nodul hiperkeratosis Diaskopi: Aplle jelly colour Kronis: skar, deformitas, KSS

Tuberkulid

• • •

Reaksi hipersensitivitas terhadap bakteri Terjadi pada host dengan imunitas baik, tes tuberkulin (+) Varian: eritema induratum of Bazin (Nodular tuberculid), tuberkulid papulonekrotik, Lichen Skrofulosorum

http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf

http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf

TB KUTIS: SKROFULODERMA • Penjalaran perkontinuitatum dari organ dibawah kulit yang diserang penyakit TB (kelenjar getah bening, sendi, tulang) • Lokasi – leher : dari tonsil atau paru – ketiak : dari apeks pleura – lipat paha : dari ekstremitas bawah  KGB Inguinal lateral

• Perjalanan penyakit: – Awal : limfadenitis TB • KGB membesar tanpa tanda radang akut

– Periadenitis • perlekatan kelenjar dengan jaringan sekitar sekitar

– Perlunakan tidak serentak cold abses  Pecah – Fistelmemanjang, tidak teratur, sekitarnya livide menggaung tertutup pus seropurulen – Sikatrik  skin bridge

• DD/ : limfosarkoma, limfoma malignum, hidradenitis supurativa LGV

Limfadenitis TB

Periadenitis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Cold Abses

Fistel

Sikatrik → skin bridge

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Tuberculous Chancre • Afek primer : papul, pustule, ulkus indolen, menggaung, disekitarnya livide • Masa tunas: 2-3 minggu Limfangitis, limfadenitis setelah afek primer • (tuberculin positif) Semua di atas: komplek primer Ulkus dengan indurasi

TUBERKULOSIS KUTIS VERUKOSA • Berbeda dgn skrofuloderma, penjalaran tipe verukosa terjadi secara eksogen • Kuman masuk melalui kulit pada orang yang sudah terinfeksi TB (primer) • Predileksi : punggung tangan, tungkai bawah, kaki (tempat yang lebih sering terkena trauma) • Gambaran klinisnya khas sekali: Bentuk bulan sabit akibat penjalaran serpiginosa • Papul lentikuler diatas kulit yang eritematosa • Dapat pula menjalar ke perifer sehingga terbentuk sikatriks di tengah

TB Kutis Verukosa

TB Kutis Gumosa • Secara hematogen (dari paru) infiltrate subkutan, batas tegas, menahun melunak, destruktif • DD: guma sifilis, frambusia, mikosis profunda

TB Kutis Orifisialis/ ulserosa • Di sekitar orifisium: – TB paru ulkus di mulut, bibir – TB saluran cerna ulkus di sekitar anus – TB saluran kemih ulkus pada genital

• Disebabkan karena kekebalan sangat kurang • Didapatkan ulkus menggaung, dinding livide

94. Ulkus pada Tungkai Bawah Penyakit

Keterangan

Ektima

• Infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik berbentuk krusta disertai ulserasi • Ulkus superfisial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi

Ulkus tropikum

• Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada tungkai bawah, dan lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di daerah tropik • Bentuk ulkus lonjong atau bulat, tertutup oleh jaringan nekrotik dan secret serosanguinolen yang banyak dan meleleh

Ulkus Varikosum /stasis vena

• Dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa. Dapat juga terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitarnya tampak merah kecoklatan akibat hemosiderin • Kulit sekitar luka mengalami indurasi, mengkilat, dan fibrotik • Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis, tetapi cenderung timbul di sekitar maleolus medialis

Ulkus Statis/varikosum (Eksem Venosum) • Ulkus pada tungkai bawah, yang disebabkan oleh gangguan aliran darah vena • Predileksi – Maleolus medialis

• Faktor risiko – Usia tua, obesitas, trauma pda tungkai, DVT, flebitis,

• Soliter, dangkal, tertutup jaringan nekrotik, tepi tidak meninggi, jaringan sekitar hiperpigmentasi • Terapi – Elevasi tungkai, antibiotik, atasi penyebab

Buku Ajar ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-5

Ulkus Venosum

Ulkus Venosus • Elevasi Kaki: – Meningkatkan venous return akibat gravitasi – Mengurangi tekanan pada jaringan – Meningkatkan aliran arteriol – Meringankan gejala insufisiensi vena (mengurangi nyeri dan pembengkakan)

EVALUATION CHARACTERISTICS

VENOUS

ARTERIAL

APPEARANCE

Irregular, dark pigmentation, sometimes fibrotic, granulation, usually shallow.

Irregular, smooth edge, minimum to no granulation, usually deep with a punched out appearance.

LOCATION

Distal lower leg, medial malleolus.

Distal lower leg/feet/toes, lateral malleolus, anterior tibial area.

PEDAL PULSES

Usually present.

May be diminished or absent.

PAIN

May be present. Usually improves with leg elevation.

Usually painful especially with leg elevation.

DRAINAGE

Moderate to large.

Minimal to none.

TEMPERATURE

May be increased.

May be decreased.

SKIN CHANGES

Flaking, dry, hyperpigmented.

Thin, shiny, hairless, yellow nails. 3.

95.

CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013

96. Kusta/Morbus Hansen • Penyakit infeksi kronik akibat infeksi Mycobacterium leprae • Gejala klinis:

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Tuberculoid •



• • •

Makula hipopigmentasi hipestesi yang berbatas tegas, berjumlah beberapa lesi. Makula memiliki tepi yang meninggi dengan ukuran dari yang kecil hingga dapat menutupi seluruh badan. Tepi Eritematosa atau keunguan dengan hipopigmentasi pada bag. tengah. Berbatas tegas dan meninggi, seringkali annular dan membesar pada ba.tepi, dengan daerah sentral menjadi atropi atau terdepresi. Lesi lanjut anestetik, tidak adanya adneksa kulit (sweat glands, hair follicles).  test pinprick, temperature, vibration Dapat mengenai berbagai daerah termasuk muka. May be a thickened nerve on the edge of the lesion; large peripheral nerve enlargement frequent (ulnar).

Lepromatous • • •





Nodul atau papul sewarna dengan kulit atau sedikit eritematosa. Lesi membesar; Lesi baru muncul dan berkonfluens. Later: symmetrically distributed nodules, raised plaques, diffuse dermal infiltrate, which on face results in loss of hair (lateral eyebrows and eyelashes) and leonine facies (lion's face). Bilaterally symmetric involving earlobes, face, arms, and buttocks, or less frequently the trunk and lower extremities. More extensive nerve involvement

Wolff K. Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of clinical dermatology, 5th ed. McGraw-Hill; 2007.

Tipe

Lesi

Batas

Permukaan

BTA

Lepromin

I

Makula hipopigmentasi

Jelas

Halus agak berkilat, anestesi

-

+

TT

Makula eritematosa bulat/lonjong, bagian tengah sembuh

Jelas

Kering bersisik, anestesi

-

+ kuat

BT

Makula eritematosa tidak teratur, mulamula ada tanda kontraktur

Jelas

Kering bersisik, anestesi

+/-

+ lemah

BB

Plakat, dome-shaped, punched-out

Agak jelas

Agak kasar, + agak berkilat

-

BL

Makula infiltrat merah Agak jelas

Halus berkilat

+

-

LL

Makula infiltrat difus berupa nodus simetri, saraf terasa sakit

Halus berkilat

+ kuat

-

Tidak jelas

97. Malaria the disease • Malaria tertiana: 48h between fevers (P. vivax and ovale) • Malaria quartana: 72h between fevers (P. malariae) • Malaria tropica: irregular high fever (P. falciparum)

98. Fascioliasis • Biasanya menginfeksi duktus biliaris dan hati, namun dapat mengenai bagian tubuh yang lain • 50% asimptomatik, dapat muncul gejala dalam beberapa hari sampai beberapa minggu • Fase Akut: gejala muncul akibat migrasi parasit dari intestinal ke dan melewati hati • Gejala dan Tanda – Masalah GI seperti mual, muntah, nyeri perut, – Demam, ruam, dan sulit bernapas dapat terjadi

http://web.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2001/fascioliasis/Fasciola.htm

Fase Infeksi



Acute Phase – Rarely seen in humans – Occurs only when a large number of metacercariae are ingested at once. – After 4-7 days after ingestion: Fever, tender hepatomegaly, and abdominal pain the most frequent symptoms – vomiting, diarrhea, urticaria (hives), anemia, and may all be present. – Caused by the migration of the F. hepatica larvae throughout the liver parenchyma., the larvae penetrate the liver capsule – Migration continues for 6-8 weeks until the larvae mature and settle in the bile ducts.



Chronic Phase – Much more common in human populations – Biliary cholic, abdominal pain, tender hepatomegaly, and jaundice, severe anemia (In children) – These symptoms reflect the biliary obstruction and inflammation caused by the presence of the large adult worms and their metabolic waste in the bile ducts. – Inflammation of the bile ducts eventually leads to fibrosis and a condition called "pipestem liver", a term describing the white appearance of the biliary ducts after fibrosis portal cirrhosis and death.



Halzoun – a type of Fasciola hepatica infection in which the worm settles in the pharynx – This occurs when an individual consumes infected raw liver. – The young adult worms then attach themselves to the pharyngeal mucosa which causes considerable pain, edema, and bleeding that can interfere with respiration – The adults can live in the biliary ducts, causing symptoms for up to 10 years.



Ectopic Infection – Ectopic infections through normal transmission are infrequent but can occur in the peritoneal cavity, intestinal wall, lungs, subcutaneous tissue, and very rarely in other locations.

Fasciola Hepatica: Siklus Hidup

Fasciola Hepatica: Telur pada Mikroskopik

A, B, C: Telur Fasciola hepatica. Pengecatan: iodine. A,B bentuk membulat; C. Terlihat operculum pada terminal

Fasciola Hepatica: Tatalaksana • DOC: Triclabendazole – Dosis: 10 mg/kg/dosis, dalam 2 dosis terpisah 1224 jam

• Alternatif: Nitazoxanide – Untuk fase kronik – 2x500 mg/hari selama 7 hari

Nama cacing

Gejala Klinis

Morfologi

Fasciola hepatika

Gangguan GIT mual, muntah, nyeri abdomen, demam Peradangan, penebalan,sumbatan sal.empedusiroris periporta

• Cacing pipih spt daun • Cacing dewasa memiliki batil isap kepala dan perut • Telursulit dibedakan dengan F.buski, sdkt melebar pada abopercular • Telur dikeluarkan belum matang, matang dalam air berisi mirasidium

Fasciolopsis buski

Sebagian besar asimptomatik. Nyeri perut (epigastrium),diare kronik diselingi konstipasi,tinja berisi makanan yang tidak tercerna,anemia akibat perdarahan ulkus/abses,reaksi alergi thdp komponen cacing,obstruksi usus

• Cacing dewasa memiliki batil isap kepala dan perut • Telurelips,dinding transparan,operkulum kecil nyaris tidak terlihat,imatur(tidak ada embrio)

Bentuk

99. Urinary Tract Infection (UTI) Pathophysiology 1. Infection spreads from renal pelvis to renal cortex 2. Kidney grossly edematous; localized abscesses in cortex surface 3. E. Coli responsible organism for 85% of acute pyelonephritis; also Proteus, Klebsiella Manifestations 1. Demam dan menggigil yang tiba-tiba 2. Malaise 3. muntah 4. Nyeri pinggang 5. Nyeri dan nyeri ketok Costovertebral 6. Urinary frequency, dysuria

99. Mikrobiologi

SIM : Sulfide indole motility

1. 2. 3. 4.

Gram negatif, dapat memfermentasi laktosa Gram negatif, dapat memfermentasi laktosa Gram positiftidak tumbuh koloni Gram negatif, tidak dapat memfermentasi laktosa

Tes indentifikasi (IMViCIndol, metil, Voges,citrat) Identifikasi bakteri enterobactericeae • Tes indoluntuk membedakan bakteri batang gram negatif dalam famili Enterobacteriaceaemerubah triptofan menjadi indole – tes indol + • Escherichia coli • Haemophilus influenzae • Proteus sp. (not P. mirabilis and P. penneri) • Vibrio sp

– Tes indol – • • • • •

most Bacillus sp. Enterobacter sp. most Klebsiella sp. Proteus mirabilis, Pseudomonas sp.

http://www.eplantscience.com/index/microbiology_methods/diagnostic_microbiology_in_action/isolation_techniques_for_enteric_pathogens. php

Proteus mirabilis dan ISK • Bakteri batang gram negatif, berflagella (bergerak aktif) • Proteus dapat memfermentasi glukosa dengan menghasilkan gas, namun tidak dapat memfermentasi laktosa, sehingga berwarna putih kekuningan pada agar Mc Conkey • Infeksi saluran kemih dan mengeluarkan zat yang dapat memfasilitasi pembentukan batu di saluran kemih • Patogenesis: – Produksi enzim urease  hidrolisis urea menjadi amonia  urin >> basa  memicu pembentukan kristal sitruvit & kalsium karbonat – Endotoksin  induksi respon inflamasi  hemolisin

• Gejala: sistitis, urgensi, hematuria

Swarming Phenomenon • Swarming adalah terbentuknya zona konsentrik pada pertumbuhan bakteri yang menutupi permukaan media pertumbuhan agar darah • Ditemukan pada P. mirabilis dan P. vulgaris • Bakteri tsb memiliki flagela dan bersifat sangat motil sehingga menimbulkan pola pertumbuhan yang khas dan aroma ikan asin

100. Mobus Hansen Pausibasilar

Multibasilar

Lesi kulit (makula datar, papul meninggi, nodus)

•1-5 lesi •Hipopigmentasi/eritema •Distribusi tidak simetris •Hilangnya sensasi yang jelas

•>5 lesi •Distribusi lebih simetris •Hilangnya sensasi kurang jelas

Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya sensasi/kelemahan otot yang dipersarafi)

Hanya satu cabang saraf

Banyak cabang saraf

• Kriteria Diagnosis Lepra: • Lesi hipopigmentasi dengan gangguan sensibilitas • Penebalan saraf • BTA (+) • Pemeriksaan – Bakterioskopik: Ziehl-Neelsen – Histopatologik: sel datia Langhans, atau sel Virchow – Dengan biopsi kulit – Serologik: MLPA, ELISA, ML dipstick

ILMU PENYAKIT MATA

101. Blepharitis • Blefaritis  peradangan pada kelopak mata • Blefaritis terdiri atas dua jenis : – Blefaritis Anterior  peradangan pada tepi kelopak mata bagian luar tepatnya pada daerah tumbuhnya bulu mata • Etiologi : infeksi bakteri (stafilokokus), seboroik, alergi atau infeksi tungau • Gejala klinis : kelopak merah, gatal, bersisik terdapat ulkus-ulkus kecil sepanjang tepi palpebra, bulu mata cenderung rontok  stafilokokus

– Blefaritis posterior  mengenai tepi bagian dalam kelopak mata yang langsung bersentuhan dengan konjungtiva bulbi • Terjadi akibat kelenjar meibom memproduksi sebum secara iregular Terdapat peradangan muara meibom, sumbatan muara oleh sekret kental  terjadi overgrowth bakteri • Akne rosasea dan seboroik

Blepharitis

102. Contact Lens Related Eye Infection • Keratitis is the most serious complication of contact lens wear • Approximately 90% of MK in CL wearers is associated with bacterial infection • Symptomps – Blurry vision, unusual redness of the eye, pain in the eye, tearing or discharge from eye, fotofobia, foreign body sensation

• Risk Factor : – Extended wear lenses – Sleeping in your contact lenses – Reduced tear exchange under the lens – Enviromental factor poor hygiene

Microbacterial keratitis related contact lens wear • Etiology : – The most common bacterial pathogens associated with MK : Staphylococcus and Pseudomonas species  more frequent in temperate climate regions. – Fungal keratitis  is more frequent in tropical or sub-tropical climates. Fusaria are the most common fungal pathogen associated with CL related fungal keratitis. – Acanthamoeba keratitis seems to be a growing clinical problem in CL wearers, – viral keratitis is poor understood

Dyavaiah M, et.al Microbial Keratitis in Contact Lens Wearers. JSM Ophthalmol 3(3): 1036 (2015)

Bacterial keratitis

Fungal keratitis

Acanthamoba

Risk factor

- Sleeping with CLs among CL wearers - Patients with diabetes mellitus, dementia or chronic alcoholism appeared to be at higher risk - Trauma was rarely a factor

Possible risk factors of fungal keratitis are ocular injury, long-term therapy with topical or systemic steroids, immunosuppressive agents, and underlying diseases such as pre-existing corneal surface abnormality and wearing CLs

CL storage cases and poor hygiene practices such as usage of homemade saline rinsing solutions and rinsing of lenses with tap water Other risk factors include CL solution reuse/topping off, rub to clean lenses, shower wearing lenses, lens replaced (quarterly), age of case at replacement (21 mm Hg), conjunctival injection, corneal epithelial edema, mid-dilated nonreactive pupil, elderly, suffer from hyperopia, and have no history of glaucoma

Open-angle (chronic) glaucoma

Unknown

History of eye pain or redness, Multicolored halos, Headache, IOP steadily increase, Gonioscopy Open anterior chamber angles, Progressive visual field loss

Congenital glaucoma

abnormal eye development, congenital infection

present at birth, epiphora, photophobia, and blepharospasm, buphtalmus (>12 mm)

Secondary glaucoma

Drugs (corticosteroids) Eye diseases (uveitis, cataract) Systemic diseases Trauma

Sign and symptoms like the primary one. Loss of vision

Absolute glaucoma

end stage of all types of glaucoma, no vision, absence of pupillary light reflex and pupillary response, stony appearance. Severe eye pain. The treatment  destructive procedure like cyclocryoapplication, cyclophotocoagulation,injection of 100% alcohol

http://emedicine.medscape.com/articl e/1206147

Mekanisme Glaukoma

Angle-closure (acute) glaucoma • The exit of the aqueous humor fluid is sud • At least 2 symptoms: – ocular pain – nausea/vomiting – history of intermittent blurring of vision with halos

• AND at least 3 signs: – – – – –

IOP greater than 21 mm Hg conjunctival injection corneal epithelial edema mid-dilated nonreactive pupil shallower chamber in the presence of occlusiondenly blocked http://emedicine.medscape.com/article/798811

Open-angle (chronic) Glaucoma • Most common type • Chronic and progressive → acquired loss of optic nerve fibers • Open anterior chamber angles • Visual field abnormalities • An increase in eye pressure occurs slowly over time → pushes on the optic nerve • Funduskopi: cupping and atrophy of the optic disc • Risk factors – elevated intraocular pressure, advanced age, black race, and family history

http://emedicine.medscape.com/article/1206147

Tatalaksana Glaukoma Akut • •

Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal dan mata tenang → operasi Supresi produksi aqueous humor – Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20 menit, reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan) – Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut sudut tertutup. – Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari – Brimonidine: 0.2% dua kali sehari – Inhibitor karbonat anhidrase: • Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari) • Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4 jam) Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

Tatalaksana Glaukoma Akut •









Fasilitasi aliran keluar aqueous humor – Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan travoprost 0.004% (1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari – Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine – Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam – Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal – Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah serangan Pengurangan volume vitreus – Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan 20% atau urea IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50% – isosorbide oral, urea iv Extraocular symptoms: – analgesics – antiemetics – Placing the patient in the supine position → lens falls away from the iris decreasing pupillary block Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007. & emedicine

108. Normal Tension Glaukoma • Normal Tension Glaukoma yang terdapat pada satu ujung spektrum glaukoma sudut terbuka kronis merupakan bentuk yang tersering menyebabkan pengecilan lapangan pandang bilateral progressif asimptomatik yang muncul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapangan pandang yang ekstensif. • Tipe glaukoma dimana nervus optic rusak dan kehilangan kemampuan melihat dan lapangan pandang, muncul pada glaukoma sudut terbuka namun tekanan intra okuler yang normal (0.2) • Enlarged C:D Ratio (>0.5) • Pallor Areas

Advanced Changes: • Notch/Thinning of neuroretinal rim • Pallor of neuroretinal rim • Superficial disc haemorrhages • Cupping of disc • Bayonetting Sign • Lamellar Dot Sign Glaucomatous optic atrophy: • Neural disc is destroyed • Optic nerve head appears white and deeply excavated

Increased C:D Ratio

Cupping of discs and Bayonetting sign Thinning of neuroretinal rim

Bayonetting sign

109-110. PTERIGIUM • • • • •

• •

Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva, bersifat degeneratif dan invasif Terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea Mudah meradang Etiologi: iritasi kronis karena debu, cahaya matahari, udara panas Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah, mungkin terjadi astigmat (akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium), tajam penglihatan menurun Tes sonde (-)  ujung sonde tidak kelihatan pterigium Pengobatan : konservatif; Pada pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah

DERAJAT PTERIGIUM • Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea • Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea • Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak • melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm) • Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan

PTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING

111. MENENTUKAN JENIS ASTIGMATISME BERDASARKAN KEDUDUKANNYA DI RETINA

• Prinsipnya: selalu lihat besarnya sferis di kedua rumus baik rumus silinder plus maupun silinder minus (makanya kenapa harus tahu transposisi) • Contoh: OD rumusnya ∫-4,00 C+1,00 X 1800  sferis= -4D (MIOP di aksis 180) dan rumus satu lagi ∫-3,00 C-1,00 X 90  sferis= -3D (MIOP di aksis 90) untuk mata kanan. • Bayangan di kedua aksis jatuh di depan retina maka jenis astigmatnya miopik kompositus, bukannya astigmat mikstus

Soal • Pada soal diketahui OD dikoreksi dengan lensa S-4.00 C-1.50 dengan aksis (90o) • Jika di transposisi maka menjadi S-5.5 C+1.50 aksis (180o) Artinya satu titik jatuh di depan retina (miopia)

S-4.00 S-5.5 Artinya satu titik jatuh di depan retina (miopia)

C+1.50 dengan aksis (90o) C-1.50 aksis (180o) Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa OS pada pasien tersebut memiliki astigmatisma miop kompositus

112. KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA • MIOPIA  bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi (dalam kondisi cahaya atau benda yang jauh)





• Etiologi: – Aksis bola mata terlalu panjang  miopia aksial – Miopia refraktif  media refraksi yang lebih refraktif dari rata-rata: kelengkungan kornea terlalu besar • Dapat ditolong dengan menggunakan kacamata negatif (cekung)



Miopia secara klinis : –

Simpleks: kelainan fundus ringan, < -6D



Patologis: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia progresif, adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik, > -6D

Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa :



Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri



Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.



Berat : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.

Miopia berdasarkan umur : –

Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.



Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.



Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 thn.



Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).

KELAINAN REFRAKSI – KOREKSI MIOPIA •





Pada miopia, pemilihan kekuatan lensa untuk koreksi prinsipnya adalah dengan dioptri yang terkecil dengan visual acuity terbaik. Pemberian lensa dgn kekuatan yg lebih besar akan memecah berkas cahaya terlalu kuat sehingga bayangan jatuh di belakang retina, akibatnya lensa mata harus berakomodasi agar bayangan jatuh di retina. Sedangkan lensa dgn kekuatan yg lebih kecil akan memecah berkas cahaya dan jatuh tepat di retina tanpa lensa mata perlu berakomodasi lagi.

113. Presbiopia Pemeriksaan dengan kartu Jaeger untuk melihat ketajaman penglihatan jarak dekat.

• Koreksi→ lensa positif untuk menambah kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia • Kekuatan lensa yang biasa digunakan: + 1.0 D → usia 40 tahun + 1.5 D → usia 45 tahun + 2.0 D → usia 50 tahun + 2.5 D → usia 55 tahun + 3.0 D → usia 60 tahun

– The card is held 14 inches (356 mm) from the persons's eye for the test. A result of 14/20 means that the person can read at 14 inches what someone with normal vision can read at 20 inches.

http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg

114. Herpes Zooster Ophtalmicus • Herpes zoster ophthalmicus occurs when the varicella-zoster virus is reactivated in the ophthalmic division of the trigeminal nerve • The virus damages the eye and surrounding structures by secondary perineural and intraneural inflammation of sensory nerves • Although herpes zoster ophthalmicus most often produces a classic dermatomal rash, a minority of patients may have only ophthalmic findings, limited mainly to the cornea Shaikh S, Cristopher N. Evaluation and Management of Herpes zooster ophtalmicus. (Am Fam Physician 2002;66:1723-30,1732.

115-116. Konjungtivitis Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of the membrane lining the eyelids (conjunctiva) Pathology

Etiology

Feature

Bacterial

staphylococci streptococci, gonocci Corynebacter ium strains

Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics burning sensation, usually bilateral Artificial tears eyelids difficult to open on waking, diffuse conjungtival injection, mucopurulent discharge, Papillae (+)

Viral

Adenovirus herpes simplex virus or varicellazoster virus

Unilateral watery eye, redness, discomfort, photophobia, eyelid edema & pre-auricular lymphadenopathy, follicular conjungtivitis, pseudomembrane (+/-)

http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html

Treatment

Days 3-5 of → worst, clear up in 7–14 days without treatment Artificial tears →relieve dryness and inflammation (swelling) Antiviral →herpes simplex virus or varicella-zoster virus

Pathology

Etiology

Feature

Treatment

Fungal

Candida spp. can cause conjunctivitis Blastomyces dermatitidis Sporothrix schenckii

Not common, mostly occur in immunocompromised patient, after topical corticosteroid and antibacterial therapy to an inflamed eye

Topical antifungal

Vernal and atopic

Allergy

Chronic conjungtival bilateral inflammation, associated atopic family history, itching, photophobia, foreign body sensation, blepharospasm, (cobblestone pappilae, Hornertrantas dots in vernal); papillae (in Atopic)

Removal allergen Topical antihistamine Vasoconstrictors

Inclusion

Chlamydia trachomatis

several weeks/months of red, irritable eye with mucopurulent sticky discharge, acute or subacute onset, ocular irritation, foreign body sensation, watering, unilateral ,swollen lids,chemosis ,Follicles

Doxycycline 100 mg PO bid for 21 days OR Erythromycin 250 mg PO qid for 21 days Topical antibiotics

117. KONJUNGTIVITIS VERNAL • Nama lain: – spring catarrh – seasonal conjunctivitis – warm weather conjunctivitis

• Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit diidentifikasi) • Epidemiologi: – Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10 tahun sejak awitan – Laki-laki > perempuan – Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah – Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir tidak ada) Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

• Gejala & tanda: – Rasa gatal yang hebat, dapat disertai fotofobia – Sekret ropy – Riwayat alergi pada RPD/RPK – Tampilan seperti susu pada konjungtiva – Gambaran cobblestone (papila raksasa berpermukaan rata pada konjungtiva tarsal) – Tanda Maxwell-Lyons (sekret menyerupai benang & pseudomembran fibrinosa halus pada tarsal atas, pada pajanan thdp panas) – Bercak Trantas (bercak keputihan pada limbus saat fase aktif penyakit) – Dapat terjadi ulkus kornea superfisial

• Komplikasi: • Blefaritis & konjungtivitis stafilokokus

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

118. Keratitis Herpes Simpleks • Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren. • Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan. • Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti banyak. • Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa . • Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007

• Tanda dan gejala: – Infeksi primer biasanya berbentuk blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa menyebabkan kerusakan mata yang signifikan. – Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata, penurunan penglihatan, anestesi pada kornea, demam. – Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat bilateral – Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion -dendritic ulcer -- Geographic ulcer • Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV. Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan tes flurosensi. • Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt amuba Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007

• Tatalaksana: – Dokter umum: RUJUK SEGERA – Debridement – Antivirus topikal, kortikosteroid (pertimbangan khusus) • Topical antiviral: trifluridine 1% 8x/day (watch for epithelial toxicity after 1 week fo therapy), acyclovir 3% drops initially 5x/day gradually tapering down but continued for at least 3 days after complete healing; if resistant, consider ganciclovir 0.15% gel initially 5x/day.

– Bedah – Mengontrol reaktivasi HSV: hindari demam, pajanan sinar matahari berlebihan, imunosupresi, dll

Keratitis herpes zoster • Bentuk rekuren dari keratitis Varicella • Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)

Keratitis varicella • Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella • Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea dan uveitis Keratitis marginal • Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus • Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea

Keratitis bakteri • Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata org yang menggunakan kontak lens • Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion

119. ULKUS KORNEA • Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea • ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. • Etiologi: Infeksi, bahan kimia, trauma, pajanan, radiasi, sindrom sjorgen, defisiensi vit.A, obatobatan, reaksi hipersensitivitas, neurotropik



A

Gejala Subjektif – – – – – – – – –

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva Sekret mukopurulen Merasa ada benda asing di mata Pandangan kabur Mata berair Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus Silau Nyeri nfiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

• Gejala Objektif – –



Injeksi siliar Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat Hipopion

• Ulkus kornea pneumokokal – Streptokokus pneumonia – Muncul 24-48 jam setelah inokulasi pd kornea yg abrasi – Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea (serpinginous). – Ulkus bewarna kuning keabuabuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. – Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia. – Efek merambat  ulkus serpiginosa akut – Obat: mofifloxacin, gatifloxacin, cefazolin

Ulkus kornea Bakterial • Ulkus kornea stafilokokus – – –



Ulkus sering indolen, mungkin disertai sedikit infiltrat dan hipopion Ulkus seringkali superfisial Obat: vankomisin

Ulkus kornea pseudomonas – – – – – – –

Pseudomonas aeruginosa Awalnya berupa infiltrat kelabu/ kuning di tempat yang retak Terasa sangat nyeri Menyebar cepat ke segala arah krn adanya enzim proteolitik dr organisme Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna hijau kebiruan Berhubungan dengan penggunaan soft lens Obat: mofifloxacin, gatifloxacin, siprofloksasin, tobramisin, gentamisin

An inflammatory or more seriously, infective condition of the cornea involving disruption of its epithelial layer with involvement of the corneal stroma Causative Agent

Feature

Treatment

Fungal

Fusarium & candida species, conjungtival injection, satellite lesion, stromal infiltration, hypopion, anterior chamber reaction

Protozoa infection (Acanthamoeba)

associated with contact lens users swimming in pools

Viral

HSV is the most common cause, Dendritic lesion, decrease visual accuity

Acyclovir

Staphylococcus (marginal ulcer)

Tobramycin/cefazol in eye drops, quinolones (moxifloxacin)

Streptococcus

Rapid corneal destruction; 24-48 hour, stromal abscess formation, corneal edema, anterior segment inflammation. Centered corneal ulcers. Traumatic events, contact lens, structural malposition

connective tissue disease

RA, Sjögren syndrome, Mooren ulcer, or a systemic vasculitic disorder (SLE)

Pseudomonas

Natamycin, amphotericin B, Azole derivatives, Flucytosine 1%

120. Komplikasi keratitis • • • • •

Chronic corneal inflammation Chronic or reccurant viral infection of cornea Corneal ulcers Permanent vision loss Irregular astigmatism: Another possible complication of these infections is uneven healing of the stroma, resulting in irregular astigmatism. • Corneal perforation: This is one of the most feared complications of bacterial keratitis that may result in secondary endophthalmitis and possible loss of the eye.

121. Keratitis/ulkus Fungal • Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama berkurang krn saraf kornea mulai rusak. • Pemeriksaan oftalmologi : – Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma – Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal – Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas infiltrat stroma

• Faktor risiko meliputi : – Trauma mata (terutama akibat tumbuhan) – Terapi steroid topikal jangka panjang – Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.

Keratitis/ ulkus Fungal • Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan keratitis fungal dengan bakteri. – Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance” yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.

• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal tissue biopsy).

Stromal infiltrate

Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada keratitis jamur Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.

122. DAKRIOSISTITIS • Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies, after trauma or due to granulomatous diseases. • Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum, fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth • Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and culture • Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy

DAKRIOSISTITIS – ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS

123. Xeroftalmia XN. NIGHT BLINDNESS • Vitamin A deficiency can interfere with rhodopsin production, impair rod function, and result in night blindness. • Night blindness is generally the earliest manifestation of vitamin A deficiency. • “chicken eyes” (chickens lack rods and are thus night-blind) • Night blindness responds rapidly, usually within 24—48 hours, to vitamin A therapy

Xerophthalmia (Xo) Stadium : XN X1A X1B X2 X3A X3B XS XF

: night blindness (hemeralopia) : xerosis conjunctiva : xerosis conjunctiva (with bitot’s spot) : xerosis cornea : Ulcus cornea < 1/3 : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea : Corneal scar : Xeroftalmia fundus

X1A, X1B. CONJUNCTIVAL XEROSIS AND BITOT’S SPOT • The epithelium of the conjunctiva in vitamin A deficiency is transformed from the normal columnar to the stratified squamous, with loss of goblet cells, formation of a granular cell layer, and keratinization of the surface. • Clinically, these changes are expressed as marked dryness or unwettability, the affected area appears roughened, with fine droplets or bubbles on the surface.

• Conjunctival xerosis first appears billateraly, in the temporal quadrant, as an isolated oval or triangular patch adjacent to the limbus in the interpalpebral fissure.

124. Trichiasis • Suatu kelainan dimana bulu mata mengarah pada bola mata yang akan menggosok kornea atau konjungtiva • Biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit lain seperti pemfigoid, trauma kimia basa dan trauma kelopak lainnya, blefaritis, trauma kecelakaan, kontraksi jaringan parut di konjungtiva dan tarsus pada trakoma • Gejala : – Konjungtiva kemotik dan hiperemi, keruh – Erosis kornea, keratopati dan ulkus – Fotofobia, lakrimasi dan terasa seperti kelilipan – blefarospasme

Trichiasis • Tatalaksana: – Yang utama: bedah – Lubrikan seperti artificial tears dan salep untuk mengurasi iritasi akibat gesekan – Atasi penyakit penyebab trikiasis, cth SSJ, ocular cicatrical pemphigoid)

• Tatalaksana Bedah trikiasis segmental (fokal) – Epilasi: dengan forsep dilakukan pencabutan beberapa silia yang salah letak, dilakukan 2-3 kali. Biasanya dicoba untuk dilakukan epilasi terlebih dahulu. Trikiasis bisa timbul kembali. – Elektrolisis/ elektrokoagulasi, ES: nyeri – Bedah beku (krioterapi): banyak komplikasi – Ablasi denga radiofrekuensi: sangat efektif, cepat , mudah, bekas luka minimal

• Tatalaksana bedah untuk trikiasis yg disebabkan krn kelainan anatomi: – Entropion: dilakukan tarsotomi – Posterior lamellar scarring: Grafting

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

125. KATARAK-SENILIS •

• •

Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak Etiologi :belum diketahui secara pasti  multifaktorial:  Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik  Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.  Faktor imunologik  Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.  Gangguan metabolisme umum



• • •

4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at this stage, lens may become swollen due to continued hydration  ‘intumescent cataract’), matur, hipermatur Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang Penyulit : Glaukoma, uveitis Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)

OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

126. Kontrasepsi: Kondom • Terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang digulung rata • Standar kondom: ketebalan 0,02 mm • Cara Kerja – Mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi wanita – Sebagai alat kontrasepsi – Pelindung terhadap infeksi atau transmisi mikroorganisme penyebab PMS

• Manfaat – – – – –

Angka kegagalan rendah (2-12 kehamilan/100/tahun) Tidak mengganggu ASI dan hormon lainnya Mencegah penularan PMS Mengurangi insiden kanker serviks Mencegah ejakulasi dini dan imunoinfertiitas

127. Efek Samping KB Suntik Depo provera (progesteron)

• Medroxyprogesterone – Menghambat ovulasi, pengentalan mukus dan lapisan uterus, dapat meringankan nyeri endometriosis

• Efektivitas: 99% • Sebaiknya penggunaan tidak > 2 tahun  pengeroposan tulang • Diberikan IM/3 bulan • Efek samping – Siklus menstruasi iregular atau tidak haid (paling sering) – Sakit kepala, depresi, pusing, jerawat, perubahan napsu makan, kenaikan BB https://www.drugs.com/depo-provera.html

128. Kontrasepsi AKDR • Efektifitasnya tinggi (0,6-0,8 % kehamilan) • Efektif segera setelah pemasangan • Metode jangka panjang ( 10 tahun proteksi dari CuT -380A dan tidak perlu diganti) • Tidak mempengaruhi hubungan seksual • Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil • Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A) • Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI • Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (bila tidak terjadi infeksi) • Digunakan pada usia produktif (15-49 tahun) sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir ) • Tidak ada interaksi dengan obat-obat

129. AKDR: Infeksi • Infeksi yang terjadi > 20 hari setelah pemasangan  kemungkinan bukan karena IUD • Pap smear: untuk mendeteksi etiologi • Aff IUD: tidak diharuskan, hanya pada kasus tertentu atau terbukti STD • Aff IUD dilanjutkan dengan copper IUD atau KB jenis lain http://www.medscape.com/viewarticle/718183_5

DIAGNOSIS

PERDARAHAN

SERVIKS

BESAR UTERUS

GEJALA LAIN

Abortus imminens

Sedikit-sedang

Tertutup lunak

Sesuai usia kehamilan

• • •

Tes kehamilan + Nyeri perut Uterus lunak

Abortus insipiens

Sedang-banyak

Terbuka lunak

Sesuai atau lebih kecil

• •

Nyeri perut >> Uterus lunak

Abortus inkomplit

Sedikit-banyak

Terbuka lunak

Lebih kecil dari usia kehamilan

• • •

Nyeri perut >> Jaringan + Uterus lunak

Abortus komplit

Sedikit-tidak ada

Tertutup atau terbuka lunak

Lebih kecil dari usia kehamilan





Sedikit atau tanpa nyeri perut Jaringan keluar ± Uterus kenyal



Abortus septik

Perdarahan berbau

Lunak

Membesar, nyeri tekan

• •

Demam leukositosis

Missed abortion

Tidak ada

Tertutup

Lebih kecil dari usia kehamilan



Tidak terdapat gejala nyeri perut Tidak disertai ekspulsi jaringan konsepsi



130 & 131

132. Jenis Abortus • Dua jenis abortus – Abortus spontan dan abortus provokatus

• Abortus spontan – terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis, disebut juga keguguran (miscarriage)

• Abortus provokatus – Sengaja sengaja dilakukan tindakan (Cunningham dkk.,2010)

Abortus Provokatus: Bentuk • Abortus provokatus medisinalis – Dilakukan atas dasar indikasi vital – Tindakan harus disetujui oleh tiga orang dokter yang merawat ibu hamil (Dokter yang sesuai dengan indikasi penyakitnya, Dokter anestesi, Dokter ahli Obstetri dan Ginekologi) – Indikasi vital • Penyakit ginjal, jantung, penyakit paru berat, DM berat, karsinoma

• Abortus provokatus kriminalis – Tenaga yang tidak terlatih  sering menimbulkan ‘trias’ komplikasi: perdarahan, trauma alat genitalia/jalan lahir, infeksi hingga syok sepsis

133. Persalinan dengan Alat Bantu: Vakum Alat bantu berupa cup penghisap yang menarik kepala bayi dengan lembut

INDIKASI

KONTRA INDIKASI

• Ibu

• Ibu

– Kelelahan ibu  masih kooperatif dan dapat mengejan – Partus tak maju – Toksemia gravidarum – Ruptur uteri iminens – Memperpendek persalinan kala II, penyakit jantung kompensasi, penyakit fibrotik

• Janin – Adanya gawat janin (ringan)

• Waktu – Kala persalinan lama

– Ibu dengan resiko tinggi ruptur uteri – Kondisi ibu tidak boleh mengejan – Panggul sempit (CPD)

• Janin – Bayi prematur (belum memiliki moulage yang baik  kompresi forceps  perdarahan periventrikular) – Letak lintang, presentasi muka, presentasi bokong, kepala janin menyusul

Persalinan dengan Vakum Syarat • Pembukaan lengkap atau hampir lengkap • Presentasi kepala • Cukup bulan (tidak premature) • Tidak ada kesempitan panggul • Anak hidup dan tidak gawat janin • Penurunan hodge II/III • Kontraksi baik/ terdapat his • Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

EKSTRAKSI VAKUM VS EKSTRAKSI FORCEPS

KEUNGGULAN VAKUM • Tehnik pelaksanaan relatif lebih mudah • Tidak memerlukan anaesthesia general • Ukuran yang akan melewati jalan lahir tidak bertambah (cawan penghisap tidak menambah ukuran besar bagian anak yang akan melwati jalan lahir) • Trauma pada kepala janin relatif rendah

KERUGIAN VAKUM • Proses persalinan membutuhkan waktu yang lebih lama • Tenaga traksi pada ekstraktor vakum tidak sekuat ekstraksi cunam • Pemeliharaan instrumen ekstraktor vakum lebih rumit • Ekstraktor vakum lebih sering menyebabkan icterus neonatorum

134. Persalinan dengan Alat Bantu: Forceps • Janin dilahirkan dengan tarikan cunam/ forceps di kepalanya • Forceps/cunam: Logam, terdiri dari sepasang sendok (kanan-kiri)

INDIKASI

KONTRA INDIKASI

• Ibu

• Ibu

– Sama dengan ekstraksi vakum, hanya ibu sudah tidak mampu mengejan/ his tidak adekuat

• Janin – Adanya gawat janin

• Waktu – Nullipara: 3 jam dengan anelgesi lokal, 2 jam tanpa anelgesi lokal – Multipara: 2 jam dengan anelgesi lokal, 1 jam tanpa anelgesi lokal

– Sama seperti pada ekstraksi vakum

• Janin – Sama seperti pada ekstraksi vakum

135. Pil KB • Apabila lupa minum pil KB satu hari  minum begitu ingat • Apabila lupa minum pil KB dalam 2 hari  minum 2 pil sekaligus di hari saat ingat dan 2 pil lagi keesokan harinya • Bila lupa minum lebih dari 2 hari  gunakan kondom saat berhubungan dan ganti dengan kontrasepsi lain (kontrasepsi darurat)

136. Plasenta Previa Plasenta Previa • Gejala dan Tanda • Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang • Darah: merah segar • Bagian terbawah janin belum masuk PAP dan atau disertai dengan kelainan letak karena letak plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro, 2002).

• Pemeriksaan • Risiko plasenta akreta >> pada kehamilan dengan plasenta previa • USG: >> lakuna plasenta pada 1520 minggu  gambaran motheaten atau swiss cheese http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-onObstetric-Practice/Placenta-Accreta

137. Distosia Kelainan Tenaga • His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus dan disertai relaksasi yang merata

• Jenis Kelainan His – Inersia Uteri (Kontraksi Uterus Hipotonik) • His lemah, pendek, jarang  tidak adekuat untuk mebuka serviks dan mendorong janin

– His terlalu kuat (Kontraksi Uterus Hipertonik) • His terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga persalinan terlalu cepat

– Incoordinate uterine contraction • Tidak ada koordinasi antara kotraksi bagian atas, tengah dan bawah; tidak ada dominasi fundus

• Faktor predisposisi – Primigravida, terutama primi tua – Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks – Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion

Inersia Uteri: Tatalaksana 1.

Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan keadaan janin

2.

Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan

3.

Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan misalnya pada letak kepala : a. b.

a. b.

Oksitosin drips 5-10 IU dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai dengan 12 tpm, dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tpm. Tujuan: agar serviks dapat membuka. Bila his tidak >> kuat setelah pemberian oksitosin  stop  istirahat Pada malam hari berikan obat penenang (valium 10 mg)  ulang lagi pemberian oksitosin drips Bila inersia uteri + CPD  seksio sesaria Bila semula his kuat  inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam (primi) dan 18 jam (multi) oksitosin drips tidak berguna  Selesaikan partus sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

138. Inversio Uteri • • •



G E J A L A & TA N DA Syok Fundus uteri sama sekali tidak teraba atau teraba lekukan pada fundus Kadang tampak sebuah massa yang merah diluar vulva  fundus yang terbalik; atau teraba massa berpermukaan kasar dalam vagina Perdarahan

TERAPI • Reposisi dalam anestesi setelah syok teratasi • Bila plasenta belum lepas  plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum reposisi  dapat menimbulkan perdarahan banyak • Reposisi dapat dilakukan manual atau operasi

139. Prolaps Uteri Definisi •Penurunan uterus dari posisi anatomis yang seharusnya •Insidens: meningkat dengan bertambahnya usia Gejala dan Tanda •Manifestasi klinis yang sering didapatkan adalah keluarnya massa dari vagina dan adanya gangguan buang air kecil hingga disertai hidronefrosis •Sitokel (BAK sedikit-sedikit, tidak tuntas, stres inkontinensia), rektokel (konstipasi), koitus terganggu, leukorea (ec jongesti daerah serviks), luka gesek pada portio, enterokel (rasa berat dan penuh pada panggul), servisitis (bisa menyebabkan infertilitas), menoragia ec bendungan Komplikasi •Keratinasi mukosa vagina dan portio, ulkus dekubitus, hipertrofi serviks, gangguan miksi & stres inkontinensia, ISK, infertilitas, gangguan partus, hemoroid, inkarserasi usus

140. Asam Folat dan Kehamilan • Kebutuhan akan folic acid sampai 50-100 μg/hari pada wanita normal dan 300-400 μg/hari pada wanita hamil sedangkan hamil kembar lebih besar lagi • Dosis – Untuk defisiensi asam folat: 250-1000 mcg (microgram) per hari – Untuk wanita hamil dalam menghindari defek pada tube nerual: Minimal 400 mcg asam folat per hari – Wanita dengan riwayat kehamilan sebelumnya memiliki komplikasi defek tube neural biasanya mengkonsumsi 4mg asam folat per hari pada sebulan pertama sebelum kehamilan dan diteruskan hingga 3 bulan setelah konsepsi

Spina bifida

141. Induksi & Akselerasi Persalinan • Definisi – Induksi: upaya menstimulasi uterus untuk memulai persalinan – Augmentasi atau akselerasi: meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan. (Saifuddin, 2002)

• Indikasi (Oxford, 2013) – KPD, kehamilan lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis, PEB, hipertensi akibat kehamilan, IUFD) dan PJT, insufisiensi plasenta, perdarahan antepartum, dan umbilical abnormal arteri doppler

• Kontraindikasi (Cunningham, 2013 & Winkjosastro, 2002) – CPD, plasenta previa, gamelli, polihidramnion, riwayat sectio caesar klasik, malpresentasi atau kelainan letak, gawat janin, vasa previa, hidrosefalus, dan infeksi herpes genital aktif

• a

Proses Induksi/Akselerasi • Kimia – Prostaglandin E2 (PGE2) gel atau pesarium – Prostaglandin E1 (PGE1): misoprostol atau cytotec tab 100200 mcg – Oksitosin IV • Protokol dosis rendah (1 – 4 mU/menit) atau dosis tinggi (6 – 40 mU/menit)

• Mekanik – – – – –

Kateter Transservikal (Kateter Foley) Dilator Servikal Higroskopik (Batang Laminaria) Stripping membrane Induksi Amniotomi Stimulasi putting susu

142. Kehamilan Ektopik Terganggu • Kehamilan yang terjadi diluar kavum uteri

• Gejala/Tanda: – Riwayat terlambat haid/gejala & tanda hamil – Akut abdomen – Perdarahan pervaginam (bisa tidak ada) – Keadaan umum: bisa baik hingga syok – Kadang disertai febris – Tidak ada kantong gestasi

143. Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis TIPE KOMPLIT • Perdarahan pervaginam setelah amenorea • Uterus membesar secara abnormal dan menjadi lunak • Hipertiroidism • Kista ovarium lutein • Hiperemesis dan pregnancy induced hypertension •

Peningkatan hCG 100,000 mIU/mL

T I P E PA R S I A L • Seperti tipe komplit hanya lebih ringan • Biasanya didiagnosis sebagai aborsi inkomplit/ missed abortion • Uterus kecil atau sesuai usia kehamilan • Tanpa kista lutein

Mola Hidatidosa: Diagnosis • Pemeriksaan kadar hCG  sangat tinggi, tidak sesuai usia kehamilan • Pemeriksaan USG  ditemukan adanya gambaran vesikuler atau badai salju – Komplit: badai salju – Partial: terdapat bakal janin dan plasenta

• Pemeriksaan Doppler  tidak ditemukan adanya denyut jantung janin

144. Mola Hidatidosa: Tatalaksana Tatalaksana Kuret •Kuretase dengan kuret tumpul  seluruh jaringan hasil kerokan di PA •7-10 hari sesudahnya  kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisasisa trofoblas yang dapat ditemukan

145. Menopause

• Premenopause • Pada akhir premenopause: respon ovarium thd FSH
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF