pembahasan analisis kadar ctm ekstraksi

December 15, 2018 | Author: Anastasia Keren | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

ctm dengan ekstraksi...

Description

Percobaan kali ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui kadar serta metode sederhana dan cepat dalam menganalisis obat CTM. Metode yang digunakan adalah metode spektrofotometri UV seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia IV. Dalam bidang farmasi, pemeriksaan mutu obat mutlak diperlukan agar obat dapat sampai pada titik tangkapnya dengan kadar yang tepat sehingga dapat memberikan efek terapi yang dikehendaki. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak layak dikonsumsi. Sampel yang akan dianalisis kadarnya pada percobaan kali ini adalah CTM. Monografi dari CTM adalah sebagai berikut :

2-[P-Kloro-a-[2-(dimetilamino)etil] piridina maleat (1:1)[113-92-8]

Chlorpheniramine Maleat mengandung tidak kurang 98,0% dan tidak lebih dari 100,5% C16H19CIN2C4H4O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian

: Serbuk hablur putih, tidak berbau, larut dalam etanol dan kloroform, sukar larut dalam etanol dan kloroform, sukar larut dalam eter dan d alam benzen.

Baku pembanding

: Chlorpheniramine Maleate BPFI; pengeringan pada suhu 1050C selama 3  jam sebelum digunakan.

Identifikasi

: Pada sejumlah tertentu serbuk tablet dalam tabung reaksi, dan ditambahkan beberapa tetes pDAB HCl terjadi warna biru lemah. (Anonim,1995).

CTM merupakan antihistamin H1  turunan alkilamin yang digunakan pada alergi rhinitis musiman, alergi konjungtivitas karena inhalasi alergen dan makanan, alergi kulit ringan manifestasi dari urtikaria dan angiodema. CTM mempunyai efek sedatif dan dapat menganggu

kewaspadaan saat melakukan pekerjaan yang berbahaya. CTM merupakan salah satu antihistamin H1 (AH1) yang mampu mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan demikian mampu meniadakan kerja histamin. CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek dengan efek samping dan toksisitas dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga dap at menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia. (Mutscher,1991). CTM dapat ditetapkan kadarnya melalui titrasi bebas air dan spektrofotometri UV. Dalam  penetapan kadar CTM ini dilakukan dengan metode spektrofotometri UV karena lebih mudah, lebih cepat dan lebih terbiasa mengunakan metode tersebut daripada dengan titrasi bebas air. Spektrofotometri UV menggunakan prinsip hukum Lambert-beer. Sinar yang diserap sebanding dengan konsentrasi CTM yang diukur. CTM mempunyai kromofor pada cincin piridin, cincin  benzena, dan ikatan rangkap terkonjugasi pada maleat dan juga mempunyai gugus auksokrom  pada Cl yang terikat langsung di cincin benzena. Dalam melakukan analisis kadar CTM dalam tablet CTM sebelumnya dilakukan uji keseragaman bobot tablet terlebih dahulu dengan langkah yang telah dijelaskan sebelumnya. Uji keseragaman bobot tablet ini bertujuan untuk mengetahui apakah bobot tablet seragam atau tidak, dengan adanya keseragaman bobot tablet, maka diharapkan bahwa efek terapi yang diberikan pun akan sama atau seragam. Didapatkan hasil bahwa rata- rata bobot dari 20 tablet CTM yang ditimbang adalah 185,2 mg, dengan nilai SD sebesar 2,25 sehingga didapat nilai CV sebesar 1.215%. Penimbangan keseragaman bobot tablet dapat disebut presisi jika nilai CV kurang dari 5%, dari hasil percobaan didapatkan nilai CV kurang dari 5% itu berarti sudah presisi. Kemudian dilihat keseragamannya menurut aturan keseragaman bobot tablet menurut Farmakope Indonesia III. Bobot tablet CTM yang didapat adalah 185,2 mg sehingga itu berarti ketentuan yang harus dipenuhi adalah tidak boleh lebih dari 2 tablet yang menyimpang 7,5% dari  bobot rata- rata yaitu sebesar 13,89 mg dan tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya menyimpang 15% dari bobot rata- rata yaitu sebesar 27,78 mg. Didapatkan hasil bahwa tidak ada satu tablet pun yang menyimpang 7,5% dari bobot rata- rata, semua tablet berada dalam rentang 171,31 mg ≤ x ≤ 199,09 mg, juga tidak ada satu tablet ta blet pun yang menyimpang 15% dari bobot ratarata rata, semua tablet berada dalam rentang 157,42 mg ≤ x ≤ 212,98 mg. 212,98 mg. Kedua, dilakukan pembuatan HCl 37%, dilakukan perhitungan:  N2 : 12,06 pada 100 ml maka :

V1 x N1 = V2 x N2 500 ml x 0,1 = V2 x 12,06 V2 = 4,146 Ketiga, dilakukan pembuatan NaOH 0,1 N maka dilakukan perhitungan :  N =

  ()

0,1 =

× ()  40×0,05

0,2 = g Jadi harus mengambil NaOH sebanyak 0,2 g dan ditambahkan aguades hingga 50 ml (0,05 L) Langkah selanjutnya adalah pembuatan larutan baku CTM. Larutan baku dibuat dengan menimbang seksama CTM baku tunggal sebanyak 20 mg, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Selanjutnya dilarutkan dengan HCl 0,1 N baku tadi sampai tanda tera pada labu takar. Digojog homogen hingga mendapat larutan yang jernih, pastikan semua serbuk CTM terlarut sempurna di dalam larutan HCl 0,1 N. Setelah itu, disiapkan labu takar berukuran 10 mL sebanyak 7 buah untuk dilakukan pengenceran dengan hasil akhir CTM yang memiliki berbagai konsentrasi yang telah ditentukan. Secara berturut –  berturut –  turut  turut larutan awal CTM tadi diambil sebanyak 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 ml. Setelah larutan seri kadar siap, dilakukan scanning panjang gelombang untuk menentukan  berapa panjang panjan g gelombang gelomban g yang akan kita gunakan dan memastikan serapan UV maksimal oleh larutan seri kadar tersebut. Karena dimungkinkan terjadi perubahan nilai panjang gelombang akibat perbedaan perlakuan selama preparasi larutan seri kadar. Pada proses ini dilakukan scanning  panjang gelombang dengan menggunakan larutan seri seri kadar yang paling kecil. Scanning dilakukan  pada panjang panjan g gelombang gelomban g 200 sampai 400 nm. Hal ini diharapkan pada kadar k adar terkecil terkec il pun masih dapat menyerap sinar UV secara maksimal pada panjang gelombang tertentu. Hasil yang diperoleh absorbansi maksimal pada panjang gelombang 265 nm. nm. Hasil absorbansi larutan bakunya secara  berurutan adalah 0,214; 0,301; 0,344; 0,398; 0,398; 0,452; 0,483; 0,529. Setelah itu dilakukan analisis kadar CTM dengan cara ekstraksi yaitu dengan menimbang CTM sebanyak 0,1854 gram lalu CTM dilarutkan pada HCl 0,1 N. CTM yang yang bersifat basa ketika ditambah asam akan membentuk garam, lalu ditambahkan dengan pelarut organik yaitu heksana dalam corong pisah. pisah. Heksana yang bersifat bersifat non polar maka penambahan heksana dimaksudkan untuk memisahkan garam CTM-HCl dari eksipien-eksipien tablet CTM yang non polar. Campuran

dari dua fase pelarut kemudian diekstraksi dengan cara digojog dengan corong pisah. Karena reaksi ini menghasilkan gas, maka selama penggojogan, kran corong pisah harus dibuka sewaktu waktu agar corong tidak meledak. Corong ini kemudian d idiamkan agar pemisahan antara dua fase  berlangsung dan akan terbentuk 2 fase yaitu fase air asam yang berada di bawah dan fase organik atau heksana yang ada di bagian atas. Dipisahkan air asam yang mengandung CTM-HCl dan heksana yang mengandung eksipien tablet. Fase air asam yang terkumpul dimasukkan dalam corong pisah, lalu ditambahkan NaOH untuk memunculkan kembali CTM dari bentuk terionkan ke bentuk basanya lagi. Kemudian ditambahkan heksana dan diekstrasi sehingga akan terbentuk fase organik (heksana) dan fase air (NaOH). CTM pada langkah ini bersifat basa, sehingga CTM tidak larut dalam air basa dan akan terdapat pada fase heksana. Fase heksana dikumpulkan, selanjutnya dilakukan ekstraksi kembali CTM dalam heksana menggunakan HCl, CTM akan berubah menjadi garam dan larut dalam HCl. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali agar tidak ada CTM yang tersisa dalam heksana. CTM dalam HCl kemudian diencerkan 10 kali, kali, kemudian dibaca absorbansinya pada spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 264 nm. nm. Seharusnya, ekstraksi dilakukan dengan replikasi sebanyak 3 kali sehingga akan diperoleh 4 data sampel. N amun, pada praktikum ini hanya dilakukan ekstraksi 1 data sampel dikarenakan karna hanya memahami langkah-langkah ekstraksi dalam melakukan analisis kadar CTM dengan ekstraksi ini juga tidak dilakukan tahap-tahap pencucian karna hanya memahami langkah-langkah ekstraksi saja, dan membandingkan harga absorbansi. Dari hasil pengukuran, diperoleh absorbansi sampel sebesar 0,270. Absorbansi yang diperoleh berada di antara 0,2  –   0,8 sehingga tidak lagi diperlukan pengenceran. Untuk mendapatkan kadar regresi sampel, maka nilai absorbansi tersebut dimasukkan ke dalam  persamaan kurva kurva baku yang telah telah didapatkan sebelumnya dan diperoleh hasil sebesar adalah 0,214; 0,301; 0,344; 0,344; 0,398; 0,452; 0,483; 0,529. Dikarenakan terdapat faktor pengenceran sebesar 10 kali maka masing-masing kadar regresi sampel dikalikan dengan faktor pengenceran dan diperoleh hasil sebesar 0,270. Sedangkan kadar CTM dalam tablet untuk setiap sampel berturut-turut sebesar 1,86138 mg/tablet. Hasil yang diperoleh ini tidak sesuai dengan kadar yang tertera pada etiket dan  persyaratan Farmakope Indonesia IV. Pada etiket, tertera keterangan bahwa kadar CTM dalam tablet sebesar 4 mg dan Farmakope Indonesia IV menyatakan bahwa tablet klorfeniramin maleat mengandung klorfeniramin maleat tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari

 jumlah yang tertera pada etiket. Sehingga jika jumlah yang tertera pada etiket sebesar 4 mg maka kandungan klorfeniramin maleat yang memenuhi syarat sebesar 3,72 mg ≤ x ≤ 4,28 mg. mg. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh tahap pencucian yang tidak dilakukan karna dalam tahap  pencucian dapat berfungsi untuk mengambil sisa CTM yang tertinggal saat ekstraksi pada tiap  pelarut.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF