Pemanfaatan Pemanfaatan Dan Pengolahan Batubara

April 29, 2017 | Author: 266870id | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

kkkkk...

Description

MAKALAH TEKNOLOGI BATUBARA TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA

Disusun oleh: Nama : 1. Ayu Ningrum

(13614012)

2. M. Fajar Ricky Pratama

(13614022)

3. Muhammad Amin

(13614017)

4. Rifki Fadhilah

(13614050)

Kelas : 4A – D3

TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA 2015 i

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................ ii RINGKASAN EKSEKUTIF .............................................. iv BAB

I

PENDAHULUAN ........................................... 1

BAB

II STUDI ............................................................ 4

1. PENGENALAN BATUBARA ................................ 4 1.1 Genesa Batubara ............................................... 4 1.2 Analisa dan Pengujian Batubara ....................... 14 1.2.1 Analisa Batubara .................................... 14 1.2.2 Pengujian Batubara................................. 15 2. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BATUBARA ....... 17 3. TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA .... 23 3.1 Pembakaran Batubara ....................................... 26 3.2 Karbonisasi........................................................ 32 3.3 Pencairan Batubara (Coal Liquefaction) .......... 33 3.4 Gasifikasi Batubara ........................................... 40 3.5 Briket Batubara ................................................. 45 BAB

III SOAL DAN JAWABAN ............................... 49

BAB

IV RINGKASAN ................................................ 54

DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 56 i

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberiakan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan buku “Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara.” Buku ini di sususn untuk melengkapi syarat memperoleh nilai akhir dari mata kuliah “Teknologi Batubara” pada program studi Petro dan Oleo kimia Politeknik Negeri Samarinda. Buku ini mengangkat judul tentang “Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara.” Hal ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa organisasi publik maupun bisnis saat ini dihadapkan pada suatu perubahan kondisi lingkungan yang semakin cepat. Keselarasan antara perencanaan pengolahan dan pemanfaatan batubara dapat membangun kinerja organisasi yang mampu mengadaptasi dengan perubahan tadi. Untuk merancang dan mengembangkan perencanaan pengolahan batu bara

yang

efektif

bukanlah

pekerjaan

yang

mudah,

membutuhkan suatu pemikiran, pertimbangan jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa tentang batubara yang saling terkait, seperti bahan bakar yang bertujuan yang digunakan untuk pembangkitan tenaga listrik ada yang berbentuk padat, cair, maupun gas. Bermacam-macam konsep dan pelaksanaan dikembangkan. Dengan adanya tuntutan palestarian alam yang ii

meningkat. Dalam pelaksanaannya, perencanaan pengolahan dan pemanfaatan batu bara harus disesuaikan dengan strategi tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisikan adanya pemborosan agar tujuan dapat dicapai. Dengan selesainya buku ini, kami ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan makalah ini. Semoga bermafaat. Samarinda, 27 Mei 2015 Penulis

Kelompok V (Lima)

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF Pemanfaatan energi alternatif batubara kini telah banyak digunakan oleh kalangan industri. Entah itu kalangan industri besar maupun kecil. Penggunaan secara terus menerus menyebabkanlimbah bekas pembakaran tersebut dibuang begitu tanpa melihat daerah sekitarnya. Pembuangantersebut kini telah dialihfungsikan menjadi suatu bahan yang berguna. Batubara adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tanaman dalam variasi tingkat pengawetan, diikat oleh proses kompaksi dan terkubur dalam cekungan-cekungan pada kedalaman yang bervariasi, dari dangkal sampai dalam. Batuan ini memiliki kandungan yang hampir mirip dengan minyak bumi dan limbah hasil pembakarannya dapat berguna bagi bahan konstruksi bangunan.Pengembangan batu bata yang terbuat dari abu bekas pembakaran batubara sedang ditingkatkan. Mengingat telah ditemukan cara penanganan yang tepat terhadap limbah tersebut dan dapat bernilai ekonomis. Pembakaran abu batubara melewati sistem. Sistem-sistem ini memungkinkan abu pembakaran batubara dapat seminimal mungkin agar penggunaan batubara lebih efisien. Abu batubara bekas pembakaran ini telah diteliti dan mengandung bahan-bahan yang tepat dan dinilai baik untuk bahan kosntruksi bangunan.

iv

BAB I PENDAHULUAN Pemanfaatan batubara sebagai sumber energi nasional harus segera dilakukan mengingat pesatnya konsumsi energi nasional saat ini yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi minyak bumi dalam negeri. Pemanfaatan ini diharapkan tidak hanya dalam bentuk bahan mentah tetapi batubara yang telah dinaikan nilai tambahnya (added value). Batubara sebagai sumber energi primer memiliki kelebihan dibandingkan dengan sumber energi lainya seperti minyak bumi kelebihan ini terletak pada bentuk dari penggunaan batubara yang dapat digunakan dalam hal apa saja seperti listrik, bahan bakar motor, dan gas kota. Selain dari pada itu cadangan yang tersedia masih melimpah dan akan mampu bertahan sampai 100 tahun kedepan. Serta keterdapatan dipasar global dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan minyak bumi. Perkembangan teknologi pengunaan batubara serta kondisi cadangan dari minyak bumi saat ini memungkinkan batubara kembali mengambil alih sumber energi dunia seperti yang telah dilakukan saat revolusi industri di inggris pada abad ke-19 dengan ditemukannya mesin uap, sehingga batubara digunakan secara besar-besaran namun dengan ditemukannya minyak bumi dengan harga yang murah serta nilai kalori yang 1

tinggi membuat dunia beralih ke minyak. Namun kali ini keadaan berbalik ketersediaan minyak bumi serta penurunan produksi minyak dunia sudah mulai dirasakan dengan berfluktuatifnya harga minyak dunia yang cenderung naik dan diperkirakan produksi maksimal minyak terjadi pada tahun 2043 dan setelah itu produksi minyak dunia mulai mengalami penurunan. Indonesia sendiri pun telah mulai merasakan penurunan produksi minyak bumi dimana pada tahun 2008 keluar dari organisasi eksportir minyak OPEC (Organization Of Petroleum Exporting Countries) dan cenderung mengimpor minyak untuk menutupi kebutuhan dalam negeri. Kelangkaan minyak bumi tidak dapat dihindari hal ini dikarenakan konsumsi dan eksploitasi secara besar-besaran dan tidak ada sumber energi lain yang mampu menstabilkan ketergantungan akan minyak bumi. Andaikan saja dunia mempunyai pilihan sumber energi untuk bahan bakar motor maka laju kelangkaan minyak bumi yang ditakuti saat ini dapat di hentikan sehingga keamanan energi dunia dapat terpenuhi. Pilihan tersebut terdapat pada batubara, sumber energi ini diharapkan mampu menghentikan

laju

kelangkaan

minyak

bumi

dengan

mengambil andil sebagai sumber energi untuk listrik, bahan bakar motor, serta gas perkotaan. Batubara berpotensi menggantikan minyak bumi sebagai sumber energi utama dunia hal ini dikarenakan cadangan 2

batubara yang melimpah dan mudah didapatkan dipasar dunia serta keterdapatannya yang hampir tersebar merata diseluruh dunia.Telah diperkirakan bahwa ada lebih dari 984 milyarton cadangan batu bara di seluruh dunia. Hal ini berarti ada cadangan batu bara yangcukup untuk menghidupi kita selama lebih dari 190 tahun. Batu bara berada di seluruh dunia, batu bara dapat ditemukan di setiap daratan di lebihdari 70 negara, dengan cadangan terbanyak di AS, Rusia, China dan India.(WCI, 2005) cadangan ini diperkirakan akan terus bertambah karena banyaknya ditemukan cadangan-cadangan baru didaerah yang belum dieksplorasi. Indonesia sendiri juga memiliki potensi yang besar terhadap batubara tercatat pada tahun 2008 cadangan batubara indonesia mencapai 65,4 milyar ton (DESDM, 2008 dalam Hasjim, 2010). Cadangan ini diperkirakan akan terus melonjak naik dan tercatat saat ini cadangan batubara indonesia mencapai kurang lebih 104,8 milyar ton(Sumber Daya Geologi, 2007 dalam Datin, 2010). Keadaan ini akan mampu menghidupkan listrik indonesia 100 tahun yang akan datang.

3

BAB II STUDI PUSTAKA 1. PENGENALAN BATUBARA 1.1 Genesa Batubara Batubara adalah suatu batuan sedimen tersusun atas unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Dalam proses pembentukannya, batubara diselipi batuan yang mengandung mineral. Bersama dengan moisture, mineral ini merupakan pengotor batubara sehingga dalam pemanfaatannya, kandungan kedua materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga jenis pemanfaatan batubara, yaitu sebagai pembuat kokas, bahan bakar, dan batubara konversi, pengotor ini harus diperhitungkan karena semakin tinggi kandungan pengotor, maka semakin rendah kandungan karbon, sehingga semakin rendah pula nilai panas batubara tersebut. Batubara Indonesia berada pada perbatasan antara batubara subbitumen dan batubara bitumen, tetapi hampir 59% adalah lignit. Menurut hasil eksplorasi pada tahun 1999 akhir, sumber daya batubara indonesia jumlahnya sekitar 38,8 miliar ton, dan sampai tahun 2003 sekitar 57,85 miliar ton. Kemajuan pesat teknologi industri khususnya sejak akhir tahun 1950-an membuat konsumsi energi meningkat sangat pesat. Hal ini membuat pemakaian bahan bakar fosil (minyak 4

bumi, gas alam dan batubara) secara besar-besaran tidak terhindarkan. Bahan bakar fosil yang mudah di eksplorasi dan dapat diperoleh dalam jumlah besar adalah batubara dengan biaya yang tidak terlalu tinggi menjadi sumber energi utama dunia selama berpuluh-pulu tahun.Tetapi pemakain bahan bakar batubara secara besar-besaran juga membawa dampak yang sangat serius terhadap lingkungan terutama isu global warming dan hujan asam. Batubara memiliki keunggulan dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, yaitu: 1. Jumlah batubara yang economically exploitable lebih banyak. 2. Distribusi batubara di seluruh dunia lebih merata. Batubara juga memiliki kelemahan, antara lain: 1. Karena komposisi coal adalah CHONS + Ash, coal identik dengan bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan. 2. Dibanding bahan bakar fosil lainnya, jumlah kandugan C per mol dari batubara jauh lebih besar. Hal ini menyebabkan pengeluaran CO2 dari batubara juga jauh lebih banyak. Demikian juga dengan kandungan sulfur (S) dn nitrogen (N) nya yang bila keluar ke udara bebas bisa menjadi H2SO4 dan HNO3 yang merupakan penyebab hujan asam.

5

1.1.1 Proses Pembentukan Batubara  Tahap Pertama : Pembentukan gambut Iklim bumi selama zaman batubara adalah tropis dan berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan subur di daerah rawa membentuk suatu hutan tropis. Setelah banyak tumbuhan yang mati dan menumpuk di atas tanah, tumpukan itu semakin lama semakin tebal menyebabkan bagian dasar dari rawa turun secara perlahan-lahan dan material tetumbuhan tersebut diuraikan oleh bakteri dan jamur. Tahap ini merupakn tahap awal dari rangkaian pembentukan batubara yang ditandai oleh reaksi biokimia yang luas. Selama proses penguraian tersebut, protein, kanji, dan selulosa mengalami penguraian lebih cepat bila dibandingkan dengan penguraian material kayu (lignin) dan bagian tetumbuhan yang berlilin (kulit ari daun, dinding spora, dan tepung sari). Karena itulah dalam batubara yang muda masih terdapat ranting, daun, spora, bijih, dan resin, sebagai sisa tumbuhan. Bagian-bagian tumbuhan itu terurai di bawah kondisi aerob menjadi karbon dioksida, air dan amoniak, serta dipengaruhi oleh iklim. Proses ini disebut proses pembentukan humus dan sebagai hasilnya adalah gambut.  Tahap Kedua : Pembentukan lignit Proses terbentuknya gambut berlangsung tanpa menutupi endapan gambut tersebut. Di bawah kondisi yang asam, dengan

6

di bebaskannya H2O, CH4, dan sedikit CO2. Terbentuklah material dengan rumus C65H4O30 yang pada keadaan kering akan mengandung karbon 61,7%, hidrogen 0,3% dan oksigen 38%. Dengan berubahnya topograpi daerah di sekelilingnya, gambut menjadi terkubur di bawah lapisan lanau (silt ) dan pasir yang diendapkan oleh sungai dan rawa. Semakin dalam terkubur,

semakin bertambah timbunan sedimen yang

menghimpitnya. Sehingga tekanan pada lapisan gambut bertambah serta suhu naik dengan jelas. Tahap ini

merupakan

tahap

kedua dari

proses

penbentukan batubara atau yang disebut Tahap metamorfik. Penutupan rawa gambut memberikan kesempatan pada bakteri untuk aktif dan penguraian dalam kondisi basa menyebabkan dibebaskannya CO2, sehingga kandungan hidrogen dan karbon bertambah. Tahap kedua dari proses pembentukan batubara ini adalah tahap pembentukan lignit, yaitu batubara rank rendah yang mempunyai rumus perkiraan C79H5,5O14,1. dalam keadaan kering, lignit mengandung karbon 80,4%, hidrogen 0,5%, dan oksigen 19,1%.  Tahap Ketiga : Pembentukan Batubara Subbitumen Tahap selanjutnya dari proses pembentukan batubara ialah pengubahan batubara bitumen rank rendah menjadi

7

batubara bitumen rank pertengahan dan rank tinggi. Selama tahap ketiga, kandungan hidrogen akan tetap konstan dan oksigen turun. Tahap ini merupakan tahap pembentukan batubara subbitumen (sub-bituminous coal).  Tahap Keempat : Pembentukan Batubara Bitumen Dalam tahap keempat atau tahap pembentukan batubara bitumen (bituminous coal), kandungan hidrogen turun dengan menurunnya jumlah oksigen secara perlahan-lahan, tidak secepat tahap-tahap sebelumnya. Produk sampingan dari tahap ketiga dan keempat ialah CH4, CO2, dan mungkin H2O.  Tahap Kelima : Pembentukan Antrasit Tahap kelima adalah antrasitisasi. Dalam tahap ini, oksigen hampir konstan, sedangkan hidrogen turun lebih cepat dibandingkan tahap-tahap sebelumnya. Proses pembentukan batubara terlihat merupakan serangkaian reaksi kimia. Kecepatan reaksi kimia ini dapat diatur oleh suhu dan atau tekanan. Susunan unsur gambut, lignit, batubara subbitumen, bitumen, dan

antrasit

8

Karbon

Volatile

Calorivic

Moisture

Matter

Value

Gambut

60%

> 53%

16,8

> 75%

Lignit

60-71%

53-49%

MJ/kg

insitu

Subbitumen

71-77%

49-42%

23,0

35%

Bitumen

77-87%

42-29%

MJ/kg

insitu

29,3

25-

MJ/kg

10%

36,3

insitu

MJ/kg

8% insitu

( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006)

1.1.2 Kandungan Batubara Disamping unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, belerang, dan nitrogen di dalam batubara ditemukan pula unsur-unsur logam yang berasal dari pengotor batubara, yaitu lapisan batubara yang tersisip dan terperangkap diantara lapisan batubara. Secara kimia, batubara tersusun atas tiga komponen utama, yaitu : 1. Air yang terikat secara fisika, dapat dihilangkan pada suhu sampai 105 0C, disebut moisture. 9

2. Senyawa batubara atau coal substance atau coal matter, yaitu senyawa organik yang terutama

terdiri atas atom

karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen. 3. Zat mineral atau mineral matter, yaitu suatu senyawa anorganik. a. Moisture Dalam batubara moisture paling sedikit terdiri atas satu senyawa kimia tunggal. Wujudnya dapat berbentuk air yang dapat mengalir dengan cepat dari dalam sampel batubara, senyawa teradsorpsi, atau sebagai senyawa yang terikat secara kimia. Sebagian moisture merupakan komponen zat mineral yang tidak terikat pada batubara. Moisture

didefinisikan

sebagai

air

yang

dapat

dihilangkan bila batubara dipanaskan sampai 105 0C. Semua batubara mempunyai pori-pori berupa pipa kapiler. Dalam keadaan alami, pori-pori ini dipenuhi oleh air. Didalam standar ASTM, air ini disebut moisture bawaan (inherent moisture). Ketika batubara ditambang dan diproses, air dapat teradsorpsi pada permukaan kepingan batubara, dan standar ASTM menyebutnya sebagai moisture permukaan (surface moisture). Moisture yang datang dari luar saat batubara itu ditambang

dan

diangkut

atau

terkena

hujan

selama

penyimpanan disebut free moisture (istilah ini dikemukakan dalam standar ISO) atau air dry loss (istilah yang digunakan 10

oleh ASTM). Moisture ini dapat dihilangkan dari batubara dengan cara dianginkan atau dikering-udarakan. Moisture in air dried sample (ISO) atau residual moisture (ASTM) ialah moisture yang hanya dapat dihilangkan bila sampel batubara kering-udara yang berukuran lebih kecil dari 3 mm (istilahnya batubara ukuran minus 3 mm atau -3 mm) dipanaskan hingga 105 0C. Penjumlahan antara free moisture dan residual moisture disebut total moisture. Dalam analisis batubara, yang ditentukan hanya moisture yang terikat secara fisika, sedangkan yang terikat secara kimia (air hidratasi) tidak ditentukan. Jenis-jenis moisture yang biasanya ditentukan dalam analisis batubara adalah : 1) Total Moisture (TM) 2) Free Moisture (FM) atau Air Dry Loss (ADL) 3) Residual Moisture (RM) atau Moisture in air dried sample (MAD) 4) Equilibrium moisture (EQM) atau Moisture holding capacity (MHC) 5) Moisture in the analysis sample (dalam analisis proksimat, disingkat Mad). Total Moisture (TM), disebut pula sebagai as received moisture (istilah yang digunakan oleh pembeli batubara) atau as sampled moisture (istilah yang digunakan oleh penjual batubara), menunjukkan pengukuran jumlah semua air yang 11

tidak terikat secara kimiawi, yaitu air yang teradsorpsi pada permukaan, air yang ada dalam kapiler (pori-pori) batubara, dan air terlarut (dissolved water). Total Moisture didefinisikan sebagai penjumlahan dari air dry loss (free moisture) dan residual moisture (misture in air dried sample). b. Zat mineral Zat mineral atau mineral matter terdiri atas komponenkomponen yang dapat dibedakan secara kima dan fisika. Zat mineral terdiri atas ash (abu) dan zat anorganik yang mudah menguap (inorganic volatile matter). Apabila batubara dibakar akan terbentuk ash yang terdiri atas berbagai oksida logam pembentuk batuan, sedangkan zat anorganik yang mudah menguap akan pecah menjadi gas karbon dioksida (dari karbonat-karbonat), sulfur (dari pirit), dan air yang menguap dari lempung. Material anorganik, yaitu mineral bukan karbonat yang merupakan bagian dari struktur tumbuhan, adalah zat mineral bawaan di dalam batubara yang persentasenya relatif kecil. Zat mineral dari luar yang kemungkinana berasal dari debu atau serpih yang tebawa air atau yang larut dalam air selama pembentukan

gambut

atau

tahapan

pembentukan

batubara

persentasenya

selanjutnya lebih

besar

dari dan

bervariasi, baik jumlah maupun susunannya.

12

Mineral terbanyak di dalam batubara, yaitu kaolin, lempung,

pirit,

dan

kalsit. Semua

mineral itu

akan

mempertinggi kadar silikon lainnya. Oksida alumunium, besi, dan kalsium, di dalam ash. Kemudian menyusul berbagai senyawa magnesium, natrium, kalium, mangan, fosfor, dan sulfur yang didapatkan dalam ash dengan persentase yang berbeda-beda. c. Senyawa batubara Senyawa batubara terdiri atas zat organik yang mudah menguap dan fixed carbon. Zat organik yang mudah menguap kebanyakan tersusun atas (1) gas-gas yang dapat terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan, (2) uap yang dapat mengembun, seperti tar dengan sedikit kandungan gas yang dapat terbakar, dan (3) uap seperti karbon dioksida dan air, yang terbentuk dari penguraian senyawa karbon secara termis. Kandungan volatile matter (gabungan zat organik dan anorganik yang mudah menguap) berkaitan sekali dengan peringkat batubara dan merupakan parameter yang penting dalam mengklasifikasikan batubara. Fixed carbon merupakan residu yang tersisa setelah moisture dan volatile matter dihilangkan. Senyawa ini yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen, dapat dibakar.

13

1.2 Analisa dan Pengujian Batubara 1.2.1 Analisa Batubara Pada prinsipnya dikenal dua jenis pengujian analisis untuk kualitas batubara yaitu Analisis Prosikmat (Proximate analysis) dan Analisis Ultimate (Ultimate Analysis/Elemental Analysis) 1. Analisis Proksimat Analisis

proksimat

batubara

bertujuan

untuk

menentukan kadar moisture (air dalam batubara) kadar moisture ini mencakup pula nilai free moisture serta toal moisture, ash (debu), volatile matters (zat terbang), dan fixed carbon (karbon tertambat). Moisture ialah kandungan air yang terdapat dalam batubara sedangkan abu (ash) merupakan

kandungan

residu

non-combustible

yang

umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida (SiO2), kalsium oksida (CaO), karbonat, dan mineral-mineral lainya volatile

matters

adalah

kandungan

batubara

yang

terbebaskan pada temperatur tinggi tanpa keberadaan oksigen. Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang terdapat dalam batubara setelah volatile matters dipisahkan dari batubara. 2. Analisis Ultimat Analisis ultimat dijalankan dengan analisis kimia untuk menentukan kadar karbon (C), Hidrogen (H2), 14

Oksigen (O2), Nitrogen (N2), dan Belerang (S). Keberadaan dan sifat dari unsur-unsur tersebut sebanding dengan peringkat batubara, semakin tinggi rank batubara semakin tinggi

kandungan

karbonnya,

sementara

kandungan

hidrogen dan oksigennya akan semakin berkurang. Sedangkan nitrogen merupakan unsur yang bersifat bervariasi begantung dari material pembentuk batubara. Analisis karbon pada ultimate tidak sama dengan analisis fixed carbon. Fixed carbon merupakan kadar karbon terlambat atau karbon tetap tertinggal bersama abu bila batubara telah dibakar tanpa oksigen dan setelah zat volatile habis. Fixed carbon merupakan kadar karbon yang pada temperatur penetapan voliatile matter tidak menguap sedangkan karbon yang menguap pada temperatur tersebut termasuk kedalam voliatile matter. 3. Analisis Steaming Coal a. Niai Kalori b. Ash Content 1.2.2 Pengujian Batubara Pengujian batubara adalah untuk menentukan mutu dari batubara tersebut. Ada 3 pengujian batubara, antara lain: 1. Pengujian mekanis Analisis pada komoditas batubara meliputi penentuan sifat fisik melalui pengujian mekanis. Sifatnya seperti kekerasan, 15

kekuatan, atau kekompakan partikel batubara yang diukur dengan indeks kekerasan. Sedangkan ukuran butiran batubara dapat diukur dengan ayakan (mesh). 2. Pengujian sifat pembakaran Pada sifat pembakaran kita menganalisis panas dari batubara dan titik leleh abu batubara. Panas yang dilepaskan batubara dalam proses pembakaran merupakan reaksi eksotermal yang melibatkan senyawa hidrokarbon, oksigen dan komponen lain. Berdasarkan standar ASTM titik leleh batubara ditetapkan pada kondisi reduksi dengan campuran gas CO + CO2 dan kondisi oksidasi dengan bantuan udara. Sedangkan menurut BS titik leleh abu batubara pada kondisi reduksi dengan campuran gas H2 + CO2 dan kondisi oksidasi dengan bantuan udara. 3. Pengujian sifat karbonisasi Karbonisasi adalah proses pemanasan batubara pada suhu tertentu tanpa oksigen untuk menghasilkan bahan-bahan seperti kokas, charcoal, tar, cairan yang mengandung amoniak,

gas

hidrokarbon,

dan

senyawa

lainnya.

Karbonisasi umumnya digunakan untuk pembuatan kokas dan proses pencairan ataupun gasifikasi.

16

2. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BATUBARA Batubara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batubara tertambang run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batubara membutuhkan batubara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batubara – juga disebut pencucian batubara (“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batubara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu. Pengolahan

tersebut

tergantung

pada

kandungan

batubara dan tujuan penggunaannya. Batubara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran. Untuk menghilangkan kandungan campuran, batubara terambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode ‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batubara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batubara menjadi 17

ringan, batubara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah. Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah tersebut. Metode alternatif menggunakan kandungan permukaan yang berbeda dari batubara dan limbah. Dalam ‘pengapungan berbuih’, partikel-partikel batubara dipisahkan dalam buih yang dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam rendaman air yang mengandung reagen kimia. Buih-buih tersebut akan menarik batubara tapi tidak menarik limbah dan kemudian buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan batubara halus. Perkembangan teknolologi belakangan ini telah membantu meningkatkan perolehan materi batubara yang sangat baik.  Pengangkutan Batubara Cara pengangkutan batubara ke tempat batubara tersebut akan digunakan tergantung pada jaraknya. Untuk jarak dekat, batubara umumnya diangkut dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batubara diangkut dengan menggunakan kereta api atau 18

tongkang atau dengan alternatif lain dimana batubara dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu dan diangkut melalui jaringan pipa. Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan

internasional

dalam

ukuran

berkisar

dari

Handymax (40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000 DWT) sampai kapal berukuran Capesize (sekitar 80,000+ DWT). Sekitar 700 juta ton (Jt) batubara diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90% dari jumlah tersebut diangkut melalui laut. Pengangkutan batubara dapat sangat mahal – dalam beberapa kasus, pengangkutan batubara mencapai lebih dari 70% dari biaya pengiriman batubara. Tindakan-tindakan pengamanan diambil di setiap tahapan pengangkutan dan penyimpan batubara untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan hidup.

2.1 Penghilangan air (coal upgrading/dewatering) Berbagai metode dan teknologi telah banyak digunakan untuk mengeringkan batubara baik itu buatan asli indonesia maupun buatan asing dan dari semua teknologi yang ada memiliki satu tujuan yaitu menciptakan teknologi batubara bersih, meningkatkan nilai kalori serta mengurangi kadar air ada yang menggunakan cara pemanasan, dicampurkan dengan berbagai larutan, dibakar tanpa O2, dll. Berikut ini akan dijelaskan berbagai teknologi pengeringan batubara serta 19

penelitian-penelitian mengenai pengeringan dan upgrading batubara yang sudah ada saat ini. A. UBC (upgraded brown coal) Kandungan air dalam batubara (air bebas maupun air bawaan) merupakan faktor penentu tinggi rendahnya nilai kalori batubara. Kandungan air yang tinggi menyebabkan tingkat pembakaran menjadi rendah akibatnya kandungan gas Co2 yang ditimbulkan menjadi tinggi yang tentunya berdampak buruk terhadap lingkungan. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan kalori dengan mengurangi kandungan air dalam batubara, salah satunya adalah Upgraded Brown Coal (UBC). UBC merupakan salah satu cara penghilangan kadar air dalam batubara melalui proses penguapan

(evaporasi).

Dibandingkan

dengan

teknologi peningkatan (upgrading) lainnya seperti,hot water drying (HWD) atau steam drying (SD) yang dilakukan pada temperatur diatas 275°C dan tekanan yang cukup tinggi 5.500 kpa. Proses UBC relatif lebih sederhana dan dapat dilakukan pada temperatur dan tekanan relatif rendah (temperatur antara 150° - 160° C, tekanan 2 -3 atm). Proses UBC adalah sebagai berikut :Air yang terkandung dalam batubara terdiri atas air bebas (free 20

moisture) dan air bawaan (inherent moisture). Air bebas adalah air yang terikat secara mekanik dengan batubara pada permukaan dalam rekahan atau kapiler yang mempunyai tekanan uap normal. Sedangkan air bawaan adalah air yang terikat secara fisik pada struktur

pori-pori

bagian

dalam

batubara

dan

mempunyai tekanan uap yang lebih rendah daripada tekanan normal. Kandungan air dalam batubara, baik air bebas maupun air bawaan, merupakan faktor yang merugikan karena memberikan pengaruh yang negatip terhadap proses pembakarannya. Penurunannya kadar air dalam batubara dapat dilakukan dengan cara mekanik atau perlakuan panas. Pengeringan cara mekanik efektif untuk untuk mengurangi kadar air bebas dalam batubara basah, sedangkan

penurunan

kadar

air

bawaan

harus

dilakukan dengan cara pemanasan. Salah satu proses dengan cara ini adalah UBC (Upgraded brown coal) yang diperkenalkan oleh Kobe Steel Ltd., Jepang. Bagan air proses UBC (Kobelco, Ltd., 2000) dapat dilihat pada Gambar 1.

21

Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Proses UBC dilakukan pada temperatur sekitar 150˚C sehingga pengeluaran tar dari batubara belum sempurna. Untuk itu perlu ditambahkan zat aditif sebagai penutup permukaan batubara, seperti kanji, tetes tebu (mollase), slope pekat (fuse oil), dan minyak residu. Untuk proses UBC, sebagai aditif digunakan minyak residu yang merupakan senyawa organik yang beberapa sifat kimianya mempunyai kesamaan dengan batubara. Dengan kesamaan sifat kimia tersebut, minyak residu yang masuk ke dalam pori-pori batubara akan kering, kemudian bersatu dengan batubara. B. BCB (binderless coal briquetting) C. Teknologi lainnya (Hot water drying, steam drying)

22

3. TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA Masalah energi berkaitan sangat erat dengan masalah kehidupan di muka planet bumi ini. Sepanjang sejarah kehidupan umat manusia telah mencatat bahwa pertumbuhan penduduk

dan

perkembangan

peraaban

mengakibatkan

meningkatkan permintaan energi. Sudah sejak berabad-abad lampau manusia menggunakan batubara sebagai mineral yang dapat dibakar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Sisa-sisa pengapian dengan batubara telah diurut sampai ke masa prasejarah. Manusia primitif di masa lampau mencari batubara untuk membuat tungku perapian. Batubara sudah ditambang di Tiongkok dan Yunani sejak berabad-abad sebelum masehi. Sedang di Jerman, batubara sudah mulai ditambang sejak lebih ari 1000 tahun lalu, di Inggris ditamban pada abad ke-13 para pandai bedi pada saat itu memanfaatkan batubara untuk pemanasan besi. Revolusi industri di Inggris pada pertengahan aba ke-18 telah menempatkan batubara sebagai sumber energi utama. Memasuki abad ke-18 telah menenpatkan batubara sebagai sumber energi utama. Memasuki abad ke-20 peran batubara mengalami pasang surut, namun tetap memegang peranan penting sebagai bahan bakar, lebih-lebih setelah minyak turun dan harganya naik. Sejak sekitar dua abad yang lampau 23

batubara mulai memegang peranan sebagai sumber energi utama dalam kehidupan umat manusia. Kini batubara merupakan salah satu sumber energi yang sangat penting, terutama

dalam

kaitannya

dengan

mesin

uap

untuk

membangkitkan tenaga listrik. Permintaan bahan bakar yang berasal dari fosil (batubara, minyak bumi, dan gas alam) terus menunjukkan peningkatan setiap 20 tahun sejak 1900. Permintaan bahan bakar itu jauh lebih cepat dibanding dengan peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan permintaan energi berkaitan langsung dengan pertumbuhan ekonomi. Saat ini batubara menyediakan sekitar 30% energi dunia, 22% dari jumlah itu dikonsumsi di Amerika Serikat. Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan sehingga mesin-mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Secara umum, parameter kualitas batubara

yang

lazim

digunakan

adalah

kalori,

kadar

kelembaban, kandungan zat terbang, kaar abu, kadar karbon, kadar sulfur, ukuran, dan tingkat ketergerusan disamping parameter lain seperti analisis unsur yang terdapat dalam

24

abu(SiO2, Al2O3, P2O5, Fe2O3 dan lain-lain), analisis komposisi sulfur dan titik leleh abu. a. Pemanfaatan sebagai bahan bakar langsung  Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio batubara dengan unggulan zeolit.  Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket biocoal untuk industri rumah tangga, pembakaran bata/genteng, boiler rotan dan pengering bawang.  Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga dengan bahan bakar batubara/briket bio batubara.  Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus menerus skala komersial dengan batubara halus menggunakan pembakar siklon.  Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar batubara.  Pembakaran kapur dalam tungku system berkala dengan kombinasi bahan bakar batubara – kayu.  Pembakaran bata-genteng dengan batubara.

b. Pemanfaatan sebagai bahan bakar tidak langsung  Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan untuk pembuatan karbon aktif.

25

 Daur ulang minyak pelumas bekas dengan menggunakan batubara peringkat rendah sebagai penyerap.

3.1 Pembakaran Batubara Saat ini konsumsi energi dunia, terutama ari bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam dan batubara), meningkat secara besar-besaran dan tak terhindarkan. Teknologi pemanfaatan dan eksplorasi bahan bakar fosil yang sudah mapan menyebabkan energi dapat dihasilkan dengan proses yang terjamin dengan harga yang relatif murah. Hal inilah yang menyebabkan bahan bakar fosil banyak disukai walaupun dewasa ini penelitian mengenai bahan bakar terbarukan terus digalakan dan pemanfaatannya mulai mendapatkan perhatian publik. Bahan bakar fosil tetap dipercaya sebagai sumber energi dunia setidaknya untuk 50 tahun de depan. Untuk itu, peningkatan efisiensi utilitasi bahan bakar harus terus dilakukan dengan terus memperhatikan faktor lingkungan. Salah satu jenis bahan bakar fosil ialah batubara. Dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, batubara mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya:  Batubara yang siap dieksploitasi secara ekonomi terdapat dalam jumlah banyak  Batubara terdistribusi secara merata diseluruh dunia

26

 Jumlah yang melimpah membuat batubara menjadi bahan bakar fosil yang paling lama dapat meyokong kebutuhan energi dunia Namun batubara juga memiliki kelemahan yaitu:  Identik sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan karena komposisinya yang terdiri dari C, H, O, N, S dan abu  Kandungan C per mol batubara jauh lebih besar dibandingkan

bahan

bakar

fosil

lainnya

sehingga

pengeluaran CO2 dari batubara jauh lebih banyak . Selain itu, kandungan S dan N batubara bisa terlepas sebagai SOx dan NOx dan menyebabkan terjadinya hujan asam. Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode baru dalam pemanfaatan batubara agar dapat meredam isu-isu lingkungan yang mungkin terjadi. Batubara banyak dipakai sebagai bahan bakar boiler akan tetapi penerapan yang paling penting adalah pada pembangkit tenaga listrik (PLTU). Suatu PLTU dibamgun dengan mendesain ketel uap (boiler)

berdasarkan

sifat-sifat

batubara

yang

akan

membakarnya atau istilah populernya berdasarkan spesifikasi batubara tertentu. Biasanya batubara yang akan dipasok jumlahnya harus cukup untuk pasokan selama 30 tahun sesuai umur dari PLTU . Bila ditengah jalan kehabisan pasokannya,

27

harus dicari batubara yang sama atau setidaknya mirip dengan batubara yang sifat-sifatnya dipakai untuk mendesain boiler. Konsep dasar suatu PLTU yang menggunakan bahan bakar adalah perubahan energi batubara menjadi energi listrik. Hal ini dapat dicapai dengan membakar batubara didalam ketel uap untuk membangkitkan uap yang digunakan dalam memutarkan turbin-alternator. Komponen-komponen utama yang berkaitan dengan peralatan PLTU berbahan bakar batubara menjadi energi listrik menurut tahapan prosesnya dimulai dari batubara datang, dibakar sampai terjadinya pembangkit listrik adalah sebagai berikut:  Pusat penanganan batubara (coal handling plant)  Pusat pelumatan batubara (pulveriser plant)  Ketel uap (boiler)  Pemanas udara (air heater)  Pengendap listrik statis (electostatic preciparator) atau karung penyaring (bag filter)  Pengontrolan emisi ke udara Hal pertama yang perlu diketahui oleh pembuat ketel adalah klasifikasi batubara yang akan diperlukan untuk menetapkan desain parameter-parameter ketel uap dan

28

pengaruh-pengaruh parameter terhadap peralatan pembangkit listrik adalah sebagai berikut: 1. Kalori (Calorofic Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/kg) CV

sangat

berpengaruh

terhadap

pengoperasian

pulveriser/mill, pipa batubara dan windbox, serta burner. Semakin tinggi CV maka aliran batubara setiap jamnya semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan. Untuk batubara dengan kadar kelembaban dan tingkat ketergerusan yang sama, maka dengan CV yang tinggi menyebabkan pulveriser akan beroperasi dibawah kapasitas normalnya (menurut desain) atau dengan kata lain operating rationya menjadi lebih rendah. 2. Kadar kelembaban (Moisture, satuan %) Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM) dan inherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya diseut dengan total moisture (TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Batubara berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan

udara

primer

lebih

banyak

untuk

mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output pulveriser. 3. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan %)

29

Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api. Penilaian tersebut didasarkan pada perbandingan antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang yang disebut dengan rasio bahan bakar (fuel ratio). Fuel ratio = Fixed Carbon / Volatile Matter Semakin tinggi nilai fuel ratio maka jumlah karbon didalam batubara yang tidak terbakar juga semakin banyak. Kemudian bila perbandingan tersebut nilainya lebih dari 1.2 pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan kecepatan pembakaran menurun. 4. Kadar Abu (Ash content, satuan %) Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan aerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai 80%, dan abu dasar sebanyak 20% . Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan dan korosi peralatan yang dilalui. 5. Kadar Karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan %) Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kaar karbon dan jumlah zat 30

terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio sebagaimana dijelaskan diatas. 6. Kadar Sulfur (Sulfur content, satuan %) Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur, dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur berpengaruh terhaap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi paa elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, disamping berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan abu paa peralatan electrostatic precipitator 7. Ukuran (Coal size) Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal atau dust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3mm, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran50mm. 8. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI) Kinerja pulveriser atau mill pada nilai HGI tertentu . Untuk HGI lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari nilai standarnya pula untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fineness) yang sama. 31

Ada dua masalah yang menyangkut pembakaran batubara dalam pembakaran antara lain: 1. Karena

batubara

itu

sendiri

kotor

sehingga

hasil

pembakarannya dapat mencemari lingkungan 2. Karena batubara itu sendiri berupa zat padat sehingga sukar dalam penggunaannya dan penerapannya terbatas Cara mengatasi adalah diupayakan konversi batubara agar dapat menghasilkan bahan bakar sintetis yang bertujuan: 1. Untuk mengeluarkan sulfur dan nitrogen yang dapat mengakibatkan pencemaran udara 2. Untuk meningkatkan nilai kalor pembakaran

3.2 Karbonisasi Karboinisasi batubara adalah salah satu proses konversi batubara yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan karbon. Prosea karbonisasi terjadi pada peruraian suhu 1500 oC. Hasil dari peruraian suhu tersebut adalah kokas. Kokas adalah bahan bakar untuk Tanur dan sebagai bahan pereduksi. Berdasarkan prosesnya karbonisasi dibagi atas: 1. Karbonisasi Suhu Rendah Mula-mula dikembangkan sebagai proses untuk mensuplai gas untuk tujuan penerangan dan menghasilkan bahan bakar yang tidak berasap. Karbonisasi suhu rendah berkisar antara 500oC – 700oC. 32

2. Karbonisasi Suhu Tinggi Proses karbonisasi terjadi pada peruraian suhu 7500 oC – 1500oC.Hasil dari peruraian suhu tersebut adalah kokas. Kokas adalah bahan bakar untuk tanur dan sebagai bahan pereduksi. Produk utama yang dihasilkan dari proses karbonisasi, antara lain: 1. Kokas 2. Ter (organik) 3. Gas (penerangan jalan) 4. Cairan (hidrokarbon cair)

3.3 Pencairan Batubara (Coal Liquefaction) Coal liquefaction adalah terminologi yang dipakai secara umum mencakup pemrosesan batubara menjadi BBM sintetik (synthetic fuel). Pendekatan yang mungkin dilakukan untuk proses ini adalah: pirolisis, pencairan batubara secara langsung (Direct Coal Liquefaction-DCL) ataupun melalui gasifikasi terlebih dahulu (Indirect Coal Liquefaction-ICL). Secara intuitiv aspek yang penting dalam pengolahan batubara menjadi bahan bakar minyak sintetik adalah: efisiensi proses yang mencakup keseimbangan energi dan masa, nilai investasi, kemudian apakah prosesnya ramah lingkungan sehubungan dengan emisi gas buang, karena ini akan mempengaruhi nilai 33

insentiv menyangkut tema tentang lingkungan. UndangUndang No.2/2006 yang mengaatur tentang proses pencairan batubara. Efisiensi pencairan batubara menjadi BBM sintetik adalah 1-2 barrel/ton batubara). Jika diasumsikan hanya 10% dari deposit batubara dunia dapat dikonversikan menjadi BBM sintetik, maka produksi minyak dunia dari batubara maksimal adalah beberapa juta barrel/hari. Hal ini jelas tidak dapat menjadikan batubara sebagai sumber energi alternatif bagi seluruh konsumsi minyak dunia. Walaupun faktanya demikian, bukan berarti batubara tidak bisa menjadi jawaban alternativ energi untuk kebutuhan domestik suatu negara. Faktor yang menjadi penentu adalah: apakah negara itu mempunyai cadangan yang cukup dan teknologi yang dibutuhkan untuk meng-konversi-kannya. Jika diversivikasi sumber energi menjadi strategi energi suatu negara, pastinya batubara menjadi satu potensi yang layak untuk dikaji menjadi salah satu sumber energi, selain sumber energi terbarukan (angin, solar cell, geothermal, biomass). Tetapi perlu kita ingat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mempertimbangkannya tidaklah tanpa batas, karena sementara negara2 lain sudah melakukan kebijakankebijakan konkret domestik maupun luar negeri untuk mengukuhkan strategi energi untuk kepentingan negaranya.

34

3.3.1 Pencairan Batubara Langsung (DCL)

Pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal Liquefaction-DCL, dikembangkan cukup banyak oleh negara Jerman dalam menyediakan bahan bakar pesawat terbang. Proses ini dikenal dengan Bergius Process, baru mengalami perkembangan lanjutan setelah perang dunia kedua. DCL adalah proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator. Prinsip dasar dari DCL adalah meng-introduksi-an gas

hydrogen

kedalam

struktur

batubara

agar

rasio

perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik cair. Pada tahun 1994 proses DCL kembali dikembangkan sebagai komplementasi dari proses ICL terbesar setelah dikomersialisasikan oleh Sasol Corp. Tahun 2004 kerjasama pengembangan teknologi upgrade (antara China Shenhua Coal Liquefaction Co. Ltd. dengan West Virginia University) untuk komersialisasi DCL rampung, untuk kemudian pembangunan pabrik DCL kapasitas dunia di Inner Mongolia. Dalam Phase pertama pabrik ini akan dihasilkan lebih dari 800.000 ton bahan bakar cair pertahunnya. Yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi adalah beberapa faktor dibawah:

35

 Pencapaian dari sebuah proses DCL sangat tergantung daripada jenis feedstock (spesifikasi batubara) yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.  Jenis

batubara

tertentu

mempunyai

kecenderungan

membentuk lelehan (caking perform), sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat membuat reaktor kehilangan tekanan dan gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal ini biasanya diatasi dengan mencampur komposisi batubara, sehingga pembentukan lelehan dapat dihindari.  Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu mempengaruhi berjalannya proses.  Termal frakmentasi merupakan phenomena yang terjadi dimana serpihan batubara mengalami defrakmentasi ukuran hingga berubah menjadi partikel-partikel kecil yang menyumbat jalannya aliran gas sehingga menggangu jalannya keseluruhan proses. Hal ini dapat diatasi dengan proses pengeringan batubara terlebih dahulu sebelum proses konversi pada reaktor utama (Lihat skema Brown Coal Liquefaction di bawah).

36

Proses Pencairan Batubara Muda Rendah Emisi (Low Emission Brown Coal Liquefaction) Tahapan proses pencairan batubara muda (Brown Coal Liquefacion): 1. Pengeringan/penurunan kadar air secara efficient 2. Reaksi pencairan dengan limonite katalisator 3. Tahapan hidrogenasi untuk menghasilkan produk oil mentah 4. Deashing Coal Liquid Bottom/heavy oil (CLB) 5. Fraksinasi/pemurnian light oil (desulfurisasi,pemurnian gas,destilasi produk) 3.3.2 Pencairan Batubara Tidak Langsung

Suatu blok diagram alir untuk sebuah plant indirect liquefaction yang memanfaatkan sintesis Fisher-Tropsch untuk menghasilkan bahan bakar liquid. Komponen utama dari plant ini adalah : Syngas Production – Bagian ini terdiri dari coal handling, drying dan grinding yang kemudian diikuti dengan gasifikasi. Unit pemisahan udara menyediakan oksigen untuk gasifier. Syngas cleanup terdiri dari proses hydrolysis, cooling, sour-water stripping, acid gas removal, dan sulfur recovery. Gas dibersihkan dari komponen sulfur dan komponen lain yang tidak diinginkan sampai pada level yang terendah untuk melindunginya dari downstream catalysts. Panas yang

37

dipindahkan pada gas-cooling step direcover sebagai steam, dan digunakan secara internal untuk mensuppli kebutuhan power plant. Proses sour-water stripping akan menghilangkan ammonia yang dihasilkan dari nitrogen yang ada pada batubara. Sulfur dalam batubara akan dikonversikan menjadi hydrogen sulfide (H2S) dan carbonyl sulfide (COS). Proses hidrolisis digunakan untuk mengkonversikan COS dalam syngas menjadi H2S, yang direcover pada acid-gas removal step dan dikonversikan menjadi elemental sulfur pada sebuah Claus sulfur plant. Sulfur yang diproduksi biasanya dijual sebagai low-value byproduct. Synthesis Gas Conversion – Bagian ini terdiri dari watergas shift, a sulfur guard bed, synthesis-gas conversion reactors, CO2 removal, dehydration dan compression, hydrocarbon dan hydrogen recovery, autothermal reforming, dan syngas recycle. A sulfur guard bed dibutuhkan untuk melindungi katalis konversi gas sintesis yang dengan mudah diracuni oleh trace sulfur pada cleaned syngas. Clean synthesis gas dipindahkan untuk mendapatkan hydrogen/carbon monoxide ratio yang diinginkan, dan kemudian secara katalitik dikonversikan menjadi bahan bakar gas. Dua cara utama melibatkan konversi ke hight-quality diesel dan distillate menggunakan Fischer-Tropsch route, atau konversi ke high-octane gasoline menggunakan proses metanol 38

menjadi gasoline (MTG) . Fischer-Trosch (F-T) syntesis menghasilkan spektrum dari hidrokarbon paraffin yang ideal untuk diesel dan bahan bakar. Katalis yang digunakan dalam Fischer-Trops adalah besi atau cobalt. Keuntungan katalist besi dengan cobalt berlebih untuk mengkonversi coal-derived syngas yang mana besi memiliki kemampuan mengaktivasi reaksi water-gas shift dan secara internal mengatur low H2/CO ratio dari coal derived syngas yang diperlukan dalam reaksi Fischer-Trops. Jenis reactor yang digunakan dalam reaksi F-T adalah fixed-bed tubular reactor dan teknologi ini diaplikasikan di Shell’s Malaysian GTL. Sasol juga mengkomersialisasikan teknologi CTL di Afrika Selatan yang menggunakan Fixed bed reactor, circulating-fluidized bed dan fixed-fluidized bed reactor. Syngas dan produk F-T yang tidak terkonversi harus dipisahkan setelah langkah sintesis F-T. CO2 dapat dipisahkan dengan menggunakan teknik absorbsi. CO2 dengan kemurnian tinggi biasanya dibuang langsung ke udara bebas. Proses pendinginan digunakan untuk memisahkan air dan hidrokarbon ringan (terutama metana, etana, dan propane) dari produk liquid hydrocarbon yang dihasilkan pada proses sintesis F-T. Gas hidrokarbon ringan dan gas sintesis yang tidak terkonversi dikirim ke proses hydrogen recovery.Purge dari fuel gas digunakan untuk menyuplai bahan bakar pada proses CTL. 39

Akhirnya sisa gas dialirkan ke autothermal reforming plant untuk mengkonversi hidrokarbon ringan menjadi syngas untuk direcycle ke reaktor F-T. Product Upgrading - FT liquid dapat dimurnikan menjadi LPG, gasoline, dan bahan bakar diesel. Pilihan lain adalah melalui partial upgrading seperti yang ditunjukkan dari gambar 2.4 untuk menghasilkan F-T syncrude. Kandungan wax yang tinggi di raw F-T liquid memerlukan hidroprosessing untuk membuat syncrude yang dapat dialirkan melalui pipa. Pilihan upgrading minimum termasuk hidrotreating dan hidrocracking dari F-T wax. Produk yang dihasilkan adalah FT LPG dan F-T syncrude, yang dapat dikirim ke conventional petroleum refinery untuk difraksinasi menghasilkan produk yang dapat diolah lebih lanjut. 3.4 Gasifikasi Batubara Proses gasifikasi batubara adalah proses yang mengubah batubara dari bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas. Dengan mengubah batubara menjadi gas, maka material yang tidak diinginkan yang terkandung di dalam batubara seperti senyawa sulfur dan abu, dapat dihilangkan dari gas dengan menggunakan metode tertentu sehingga dapat dihasilkan gas bersih dan dapat dialirkan sebagai sumber energi.

40

Sebagaimana diketahui, saat bahan bakar dibakar, energi kimia akan dilepaskan dalam bentuk panas. Pembakaran terjadi saat Oksigen yang terkandung dalam udara bereaksi dengan karbon dan hidrogen yang terkandung dalam batubara dan menghasilkan CO2 dan air serta energi panas. Dalam kondisi normal, dengan pasokan udara yang tepat akan mengkonversi semua energi kimia menjadi energi panas. Namun kemudian, jika pasokan udara dikurangi, maka pelepasan energi kimia dari batubara akan berkurang, dan kemudian senyawa gas baru akan terbentuk dari proses pembakaran yang tidak sempurna ini (sebut saja pembakaran “setengah matang”). Senyawa gas yang terbentuk ini terdiri atas H2, CO, dan CH4 (methana), yang masih memiliki potensi energi kimia yang belum dilepaskan. Dalam bentuk gas, potensi energi ini akan lebih mudah dialirkan dan digunakan untuk sumber energi pada proses lainnya, misalnya dibakar dalam boiler, mesin diesel, gas turbine, atau diproses untuk menjadi bahan sintetis lainnya (menggantikan bahan baku gas alam). Dengan fungsinya yang bisa menggantikan gas alam, maka gas hasil gasifikasi batubara disebut juga dengan syngas (syntetic gas). Dengan proses lanjutan, syngas ini dapat diproses menjadi cairan. Proses ini disebut dengan coal liquefaction (pencairan batubara). Metodenya ada bermacam-macam, antara lain Fischer-Tropch, Bergius, dan Scroeder. 41

Untuk dapat menghasilkan gas dari batubara dengan maksimal, maka pasokan oksigen harus dikontrol sehingga panas yang dihasilkan dari pembakaran “setengah matang” ditambah energi yang terkandung pada senyawa gas yang terbentuk setara dengan energi dari batubara yang dipasok. Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batu bara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini

karbon

monoksida

(CO),

karbon

dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah. Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan asam" “acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di 42

putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia. Namun saat ini telah dikenal Teknologi baru dalam proses coal gasification, yang dikenal dengan teknologi Underground Coal Gasification (UCG), mengkonversikan batubara menjadi gas bakar pada ruang bawah tanah, tidak pada gasifier atau reaktor pada permukaan tanah. Pada tahun-tahun awal, UCG dikenal dengan reputasi “ugly duckling” di USA karena menghasilkan gas yang kualitas nilai kalornya rendah dengan gas hidrogen yang terlalu banyak. Namun, sekarang bahan bakar hidrogen telah menjadi salah satu energi alternatif, dan orang telah menemukan kembali potensi dari teknologi UCG. Dari kegiatan gasifikasi batubara bawah permukaan (UCG) ini diharapkan dapat : 1. Mengoptimalkan penggunaan batubara nasional yang ramah lingkungan 2. Mendapatkan energi baru yang bersih 3. Menambahkan pasokan energi sehingga ketahanan energi nasional terjamin 4. Untuk itu perlu menjajaki kerjasama dengan pihak lain, baik perusahan yang menangani Batubara maupun Energi

43

Teknologi UCG tentunya akan dibandingkan dengan metode gasifikasi pada umumnya, yaitu dengan gasifier pada permukaan. Jika dibandingkan dengan metode gasifikasi pada umumnya, teknologi UCG tidak memberikan dampak pada lingkungan seburuk metode umumnya. Selain itu UCG tidak meninggalkan tanah yang terpolusi, yang tentunya akan membutuhkan harga yang mahal untuk membersihkannya. Creedy (2001) dan Hattingh (2008) memaparkan beberapa keunggulan UCG: 1. Potensial bagi teknologi gasifikasi yang lebih bersih 2. Mengurangi dampak debu, polusi suara, dan dampak visual pada permukaan tanah 3. Konsumsi air yang lebih sedikit 4. Resiko dari polusi air permukaan lebih kecil 5. Mengurangi emisi metana 6. Tidak ada penanganan yang kotor dan tidak ada pembuangan pada daerah tambang. 7. Tidak ada pencucian batubara 8. Tidak ada penanganan abu (ash) 9. Tidak perlu terdapat stok batubara dan transportasi batubara 10. Daerah

pekerjaan

yang

lebih

kecil

pada stasiun

pembangkit listrik 11. Faktor kesehatan dan keselamatan lebih baik

44

12. Berpotensi mengurangi biaya kapital dan biaya operasi secara keseluruhan (lebih ekonomis khususnya untuk skala yang lebih kecil) 13. Tingkat fleksibilitas untuk mengakses mineral tinggi 14. Sumber daya batubara yang dapat dimanfaatkan lebih besar Namun Hattingh (2008) juga memaparkan beberapa kelemahan teknologi UCG, yaitu: 1. Berpotensi untuk terjadinya kontaminasi 2. Memiliki banyak variasi tekanan operasi dalam rongga reaktor bawah tanah

3.5 Briket Batubara Briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan sedikit campuran seperti tanah liat dan tapioka. Bahan bakar padat ini merupakan bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti minyak tanah yang paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara massal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan relatif sederhana.

45

Sejarah Perkembangan Briket Batubara Teknologi pembuatan briket tidaklah terlalu rumit dan dapat dikembangkan oleh masyarakat maupun pihak swasta dalam

waktu

singkat.

Sebetulnya

di

Indonesia

telah

mengembangkan briket batubara sejak tahun 1994 namun tidak dapat berkembang dengan baik mengingat minyak tanah masih disubsidi sehingga harganya masih sangat murah, sehingga masyarakat lebih memilih minyak tanah untuk bahan bakar sehari-hari. Namun dengan kenaikan harga BBM per 1 oktober 2005, mau tidak mau masyarakat harus berpaling pada bahan bakar alternatif yang lebih murah seperti briket batubara. Jenis Briket Batubara  Jenis non karbonisasi (biasa) Jenis yang ini tidak mengalami karbonisasi sebelum diproses menjadi briket dan harganyapun lebih murah. Karena zat terbangnya masih terkandung dalam briket batubara maka apada penggunaannya lebih baik menggunakan tungku (bukan kompor) sehingga akan menghasilkan pembakaran yang sempurna dimana seluruh zat terbang yang muncul dari briket akan habis terbakar oleh lidah api dipermukaan tungku. Briket ini umumnya digunakan untuk industri kecil. Proses pembuatan briket batubara (jenis biasa)

46

Batubara

Pengerusan dan Pengayakan

Perekat

Pencampuran

Pengemasan Penyimpanan Pemasaran

Pencetakan

Uji Kualitas

Pengeringan

Jenis berkarbonisasi (super)  Jenis ini mengalami terlebih dahulu proses dikarbonisasi sebelum menjadi briket. Dengan proses karbonisasi zat-zat terbang yang terkandung dalam briket batubara tersebut diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan berasap, namun biaya produksi menjadi meningkat  Briket ini cocok untuk keperluan rumah tangga serta lebih aman dalam penggunaannya Pengembangan teknologi produksi briket biobatubara

47

Pembuatan briket biobatubara yang selama ini dikerjakan masih belum efektif dan efisien bila ditinjau dari sisi bahan baku maupun prosesnya. Beberapa kendala dalam proses pembuatan diusahakan untuk diatasi dan komposisi bahan juga diperbaiki untuk menghasilkan briket biobatubara yang tidak bersifat toksik apabila digunakan pada industri kecil. Bahan baku briket biobatubara berupa bagase yang diterima dari pabrik gula biasanya berukuran ± 6 cm. Sedangkan yang dikehendaki di pabrik percontohan awal. Unit pemotong bagase akan mengubah ukuran panjang bagase dari 30mm menjadi -3mm. Kemampuan mesin pemotong bagase sebagian besar (77,5%) berukuran > 1cm. Keluaran mesin pemotong bagase cukup baik dengan distribusi ukuran -3+1 cm mencapai 72,5%. Untuk mendapat hasil yang baik bagase tersebut perlu dikeringkan lebih dahulu dibawah sinar matahari. Untuk menghasilkan briket biobatubara yang kualitasnya baik untuk industri rumah tangga dengan 2 kuat tekanannya > 50 kg/cm dan tidak bersifat toksik apabila digunakan secara langsung diperlukan komposisi yang lebih sempurna. Dari percobaan apat disimpulkan bahwa hasil terbaik bisa dicapai dengan komposisi adonan batubara 80%, serbuk gergaji 15%, kapur 5% dan molase 6,5% dari jumlah batubara, serbuk gergaji dan kapur. Briket biobatubara yang dihasilkan tidak toksik dan dapat digunakan untuk memanggang makanan secara langsung. 48

BAB III SOAL DAN JAWABAN 1. Bagaimana cara pengolahan batubara? Jawab: Batubara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batubara tertambang run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batubara membutuhkan batubara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batubara – juga disebut pencucian batubara (“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batubara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu. Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batubara dan tujuan penggunaannya. Batubara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran. Untuk menghilangkan kandungan

campuran,

batubara

terambang

mentah

dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode ‘pemisahan 49

media

padatan’.

Dalam

proses

demikian,

batubara

dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batubara menjadi ringan, batubara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.

2. Bagaimana memanfaatkan batubara secara langsung dan tidak langsung? Jawab: a. Pemanfaatan sebagai bahan bakar langsung  Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio batubara dengan unggulan zeolit.  Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket biocoal untuk industri rumah tangga, pembakaran bata/genteng, boiler rotan dan pengering bawang.  Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga dengan bahan bakar batubara/briket bio batubara.  Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus menerus skala komersial dengan batubara halus menggunakan pembakar siklon.

50

 Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar batubara.  Pembakaran kapur dalam tungku system berkala dengan kombinasi bahan bakar batubara – kayu.  Pembakaran bata-genteng dengan batubara. b. Pemanfaatan sebagai bahan bakar tidak langsung  Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan untuk pembuatan karbon aktif.  Daur

ulang

minyak

pelumas

bekas

dengan

menggunakan batubara peringkat rendah sebagai penyerap.

3. Mengapa btubara tidak boleh diekploitasi secara berlebih? Jawab: batubara tidak boleh diekploitasi secara berlebih karena merupakan sumber daya alam atau bahan tambang yang termasuk kedalam sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yang jumlahnya terbatas dan akan habis bila dieksploitasi secara berlebihan atau terus-menerus sehingga harus dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin

4. Sebutkan jenis-jenis briket batubara Jawab:  Jenis non karbonisasi (biasa)

51

Jenis yang ini tidak mengalami karbonisasi sebelum diproses menjadi briket dan harganyapun lebih murah. Karena zat terbangnya masih terkandung dalam briket batubara maka apada penggunaannya lebih baik menggunakan tungku (bukan kompor) sehingga akan menghasilkan pembakaran yang sempurna dimana seluruh zat terbang yang muncul dari briket akan habis terbakar oleh lidah api dipermukaan tungku. Briket ini umumnya digunakan untuk industri kecil.  Jenis berkarbonisasi (super)  Jenis

ini

mengalami

terlebih

dahulu

proses

dikarbonisasi sebelum menjadi briket. Dengan proses karbonisasi zat-zat terbang yang terkandung dalam briket batubara tersebut diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan berasap, namun biaya produksi menjadi meningkat.  Briket ini cocok untuk keperluan rumah tangga serta lebih aman dalam penggunaannya.  Jenis bio briket Pembuatan briket biobatubara yang selama ini dikerjakan masih belum efektif dan efisien bila ditinjau dari sisi bahan baku maupun prosesnya. Beberapa kendala dalam proses pembuatan diusahakan untuk diatasi dan komposisi bahan juga diperbaiki untuk menghasilkan 52

briket biobatubara yang tidak bersifat toksik apabila digunakan pada industri kecil.

5. Sebutkan manfaat Underground Coal Gasification (UCG) dari segi ekonomi! Jawab: Manfaat UCG dari segi Ekonomi 

Tidak perlu untuk pertambangan batubara



Tidak perlu penanganan batubara



Tidak perlu untuk transportasi batubara



Tidak perlu mempersiapkan batubara yang akan dimasukkan ke dalam reaktor



Ada kebutuhan untuk pembuangan abu atau stroke



Karbon dioksida dapat ditangkap dan digunakan untuk enhanced oil recovery atau Enhanced Methane Recovery atau penyimpanan geologi permanen lainnya.

53

BAB IV RANGKUMAN  Pengolahan Batubara Batubara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batubara

tertambang

run-of-mine

(ROM),

seringkali

memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batubara membutuhkan batubara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batubara – juga disebut pencucian batubara (“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batubara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.  Pemanfaatan Batubara dapat dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Pemanfaatan sebagai bahan bakar langsung a. Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio batubara dengan unggulan zeolit. b. Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket biocoal untuk industri rumah tangga, pembakaran bata/genteng, boiler rotan dan pengering bawang. c. Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga dengan bahan bakar batubara/briket bio batubara. 54

d. Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus menerus skala komersial dengan batubara halus menggunakan pembakar siklon. e. Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar batubara. f. Pembakaran kapur dalam tungku system berkala dengan kombinasi bahan bakar batubara – kayu. g. Pembakaran bata-genteng dengan batubara. 2. Pemanfaatan sebagai bahan bakar tidak langsung a. Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan untuk pembuatan karbon aktif. b. Daur

ulang

minyak

pelumas

bekas

dengan

menggunakan batubara peringkat rendah sebagai penyera

55

DAFTAR PUSTAKA Ali, Ghifari. 2012. Abs Track Pemanfaatan Batubara. https://id.scribd.com/doc/259299745/Abs-Trackpemanfaatan-batu-bara Anonim. 22 Mei 2013. Teknologi Pengolahan Batubara dengan Under Ground Coal Gasification. http://chemicalengineering74.blogspot.com/2013/05/tek nologi-pengolahan-batubara-dengan.html Anonim. Pengolahan Batubara. http://1902miner. wordpress.com/pengolahan-bahan-galian-pbg-parti/pengolahan-batubara/ Anonim. Proses Pengolahan Batubara. https://scientific indonesia.wordpress.com/proses-pengolahan-batubara/ Fariz, Tirasonjaya. 7 Oktober 2006. LITBANG TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA. https://ilmubatubara.wordpress.com/ Hologram Technology. 29 November 2013. Batubara. http://batubara123.blogspot.com/2013/11/pengertianbatu-bara.html Rismayanti. 18 February 2012. Laporan Prakerin - Analisa BatuBara (General Analysis). http://rismayantianalisabatubara.blogspot.com/

56

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF