Peluang Dan Tantangan Bagi Lembaga Pendidikan Islam
December 8, 2018 | Author: Abdul Haarys Al-kahtani | Category: N/A
Short Description
peluang dan tantangan...
Description
Peluang Dan Tantangan Bagi Lembaga Pendidikan Islam
Globalisasi dapat dikaji berdasarkan aspek-aspek; ekonomi, sosial-politik, dan aspek kultural. Aspek ekonomi menunjukkan bahwa ekonomi bergerak ke arah; perdagangan bebas, perusahaan swasta, investasi asing, dan liberalisasi pembatas perdagangan. Pada aspek sosial-politik nampak bahwa politik pemerintahan bergeser dari sentralisasi ke desentralisasi, kehidupan politik dan masyarakat semakin demokratis, kebebasan berpendapat dan berserikat semakin berkembang, berlangsung pemilihan umum yang bebas, dan kontrol masyarakat, khususnya pers semakin kokoh. Aspek kultural ditunjukkan oleh adanya perubahan pola perilaku termasuk dalam konsumsi, semakin derasnya informasi antarbangsa, dan semakin intensnya komunikasi yang terjadi baik dalam skala nasional maupun internasional. Globalisasi bukanlah segala-galanya dan bukanlah sebuah era maju yang tanpa kelemahan dan kekurangan. Saul dalam bukunya The Coolapse Of Globalism mengatakan bahwa seolah-olah tanpa asal-usul, globalisasi muncul pada tahun 1970-an, tumbuh besar dan dewasa, diselimuti dengan aura inklusivitas. Para penganjur dan penganutnya dengan mantap mengatakan, melalui prima madzhab khusus ilmu ekonomi, bahwa rakyat diseluruh dunia akan ak an menempuh arah baru, baru , yang saling terkait erat dan positif. Misi ini diubah menjadi kebijakan dan hukum selama 20 tahun – tahun – 1980-an 1980-an dan 1990-an – 1990-an – dengan dengan ditopang oleh kekuatan keniscayaan. Era globalisasi bukannya tanpa konsekuensi. Oleh sebab itu perlu dicermati dampak positif maupun negatif dari era tersebut. Di antara dampak dari globalisasi ialah munculnya suatu masyarakat mega-kompetisi dimana setiap orang berlomba-lomba untuk membuat yang terbaik, mencapai yang terbaik. Dunia dalam era globalisasi adalah dunia yang mengejar kualitas dan keunggulan. Namun, era globalisasi dapat memperlihatkan diri di dalam bermacam-macam bentuk yang antara lain melahirkan budaya global yang merupakan ancaman terhadap budaya lokal atau budaya bangsa. 1 Dari fenomena-fenomena yang muncul akibat era globalisasi, maka lembaga pendidikan Islam baik madrasah, pesantren, maupun Universitas Islam dihadapkan dengan beberapa tantangan sebagai berikut:
1. Dunia tanpa batas (borderless (borderless world ) wajah abad ke 21 adalah abad kemajuan teknologi khususnya teknologi komunikasi yang melahirkan suatu bentuk dunia tanpa batas (border (border world ). ). Hal ini berarti komunikasi antar manusia menjadi begitu mudah begitu cepat dan begitu intensif sehingga batas-batas ruang menjadi sirna. Hal ini juga disebabkan oleh hancurnya sekat-sekat hubungan dagang antar bangsa dengan lahirnya dunia perdagangan bebas sehingga kemungkinan kerja sama menjadi lebih cepat dan intensif. Menghadapi kondisi semacam itu maka lembaga pendidikan islam dituntut mampu merespon secara 1
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III (Jakarta: Prenada Group, 2012).
akademik yakni melahirkan sarjana yang menguasai dan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan modern berbasis pada teknologi komunikasi dan sekaligus bertakwa kepada Allah.
2. Krisis moral dan etika (the crisis of moral and ethics ). Terlalu banyak peristiwa yang dapat diidentifikasi sebagai krisis moralitas dan etika yang melanda sebuah bangsa. Bermula dari krisis moneter (misalnya kasus Indonesia) – yang peristiwanya dipicu variabel global – kemudian terkuak berbagai krisis politik moralitas dan etika bahkan sebagai tingkat spiritualitas. Hal ini melanda kehidupan bangsa kita dalam berbagai tataran administrasi pemerintahan, pusat maupun daerah dan dalam berbagai sektor Negara dan swasta. Lembaga pendidikan Islam memegang teguh dan berbasis pada Islam dituntut untuk melahirkan sarjana yang menguasai bidang ilmunya dan mengamalkan ilmunya itu didasari oleh perilaku-perilaku yang terpuji dan baik dalam pandangan Islam. 3. Pudarnya identitas bangsa (the weakness of nation identity). Globalisasi tampil dengan aneka wajah; wajah yang damai dan ramah maupun wajah yang garam. Kemajuan teknologi informasi mendorong negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ke dalam “a world system in term of politically, socially and culturally ”. Dalam konteks ini berlaku – atau mungkin tidak bisa dihindari – adanya hegemoni dari kekuatan dunia yang unggul. Walaupun sebenarnya dalam tata hubungan global diperlakukan prinsip interdepedensi di antara negara-negara dan bangsa bangsa di dunia. Dalam rangka tata hubungan serupa ini identitas sebuah bangsa mengalami proses pemudaran. Komitmen politik bebas aktif tampak mulai canggung di panggung dunia, kesatuan dan persatuan bangsa dalam arti budaya dan sosial mengalami keretakan-keretakan. Sebagai lembaga pendidikan yang memiliki cirri khas keislaman, lembaga pendidikan Islam harus mampu menanamkan komitmen keislaman dan kebangsaan melalui proses-proses pengajarannya kepada para mahasiswa, sehingga setelah ia lulus menjadi lulusan mereka tetap berada dalam koridor sebagai lulusan yang menjunjung tinggi nilainilai keislaman dan tetap mencintai dan mengabdi kepada bangsanya. 4. Mega-kompetisi (mega-competition). Gelombang globalisasi melahirkan dunia yang terbuka telah mengubah semua aspek kehidupan manusia baik di dalam kehidupan perdagangan, politik, sosial, budaya serta hak-hak dan kewajiban manusia. Seluruh kekuatan ini melahirkan apa yang disebut dengan kesadaran global ( global consciousness). Kesadaran global bukan berarti melumatkan manusia itu menjadi partikel-partikel yang tidak berarti, tetapi justru menuntut sumbangan dari setiap individu dalam membina suatu masyarakat baru yaitu masyarakat yang lebih baik. Masyarakat yang lebih baik itu adalah hasil dari prestasi dan kreatifitas manusia yang muncul karena kompetisi. Lembaga Pendidikan Islam berdiri sejajar dengan lembaga pendidikan umum lainnya
dituntut mampu menghadapi persaingan global baik dalam bidang akademik maupun non akademik. 5. Masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society). Masyarakat abad 21 sebagai masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society) menuntut setiap individu menguasai atau setidaknya mempunyai pengertian tentang pengaruh ilmu pengetahuan di dalam kehidupan. Bukan berarti penguasaan terhadap ilmu pengetahuan membebaskan manusia dari nilai-nilai agama. Tetapi kedua nilai tersebut – ilmu pengetahuan dan agama – saling mengisi, saling mengembangkan dan membatasi. Untuk itu pendidikan tinggi bertugas untuk mendekatkan jarak keduanya melalui kajian-kajian ilmiah baik ilmu agama mauipun ilmu keislaman. Dikotomi antara Islam dan ilmu pengetahuan (science) dalam kajian keilmuan sudah harus diakhiri. Di sinilah pentingnya merubah pendekatan (metodologi) dan reorientasi kajian Islgyiuigam dan ilmu pengetahuan (science).2 Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003 dalam Bab II pasal 3 dinyatakan bahwa : “Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”3 Hal tersebut di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan dari pemahaman tentang pengertian dan fungsi dari pendidikan nasional itu sendiri. Itu juga berarti bahwa dalam meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia harus menempatkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan untuk menjadi akar atau pokok pendidikan yang merupakan skala prioritas utama dalam mencetak lulusan terdidik, tercerahkan, berpengetahuan, dan berkepribadian yang mantap. Dengan demikian, peranan lembaga pendidikan Islam tidak boleh dinomorduakan dalam sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu, Pendidikan Islam harus gencar dan memiliki keberanian untuk merumuskan langkahlangkah konkret untuk berubah pada setiap kesempatan yang ada, terutama dalam menghadapi krisis multidimensional ini. Peluang-peluang besar bagi pendidikan Islam untuk
2
A. Malik Fadjar, “Wacana Pengembangan Pendidikan Islam” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004) h.149-
153 3
Departemen Pendidikan Nasional , Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 Tahun 2003 (Cet.II; Bandung: Fokusmedia, 2003), h. 43.
menjadi pendidikan teratas dan berkualitas di Indonesia adalah suatu keniscayaan yang cukup beralasan, setidaknya peluang itu dapat dilihat dari: 4 1. Masyarakat pendukung pendidikan Islam di negeri ini jumlahnya besar dan menjadi asset bangsa untuk membangkitkan pendidikan Islam. Para pakar Islam harus mengembangkan komitmen yang kuat untuk mengolah pendidikan Islam dengan sebaik-baiknya 2. Lembaga pendidikan Islam sudah banyak mendapat pengakuan dengan bukti terakreditasi, sehingga kedudukan lembaga pendidikan Islam sudah bisa disejajarkan dengan lembaga pendidikan umum. Hal itu dapat tetap terjamin apabila kenyataan hari ini dijadikan sebagai faktor pemicu untuk terus berbuat lebih baik dalam meningkatkan kualitas pendidikan di lembaga pendidikan Islam, sehingga peranannya dalam kemajuan pendidikan nasional akan semakin nyata dan dirasakan lebih dekat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 3. Dewasa ini persepsi atau pemahaman masyarakat tentang pendidikan Islam sudah mengalami pergeseran sejalan dengan perbahan-perubahan yang terjadi secara makro. Sekalipun pada awalnya pendidikan Islam dipahami sebagai lembaga pendidikan yang hanya mengajarkan agama tetapi sekarang ini, persepsi masyarakat sudah berubah bahwa ternyata pada dasarnya pendidikan islam sama dengan pendidikan umum lainnya karena memiliki kurikulum yang sama, di sisi lain sudah dianggap sebagai lembaga pendidikan umum plus agama yang berciri khas Islam bahkan memiliki nilai lebih dibanding lembaga pendidikan umum karena “identitas keIslamannya”. 4. Arus globalisasi dan modernisasi yang demikian cepat perlu disikapi secara arif. Modernisasi dengan berbagai macam dampaknya perlu disiapkan manusia-manusia yang memiliki dua kompetensi sekaligus; yakni Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan nilai-nilai spiritualitas keagamaan (IMTAQ). Kelemahan di salah satu kompetensi tersebut menjadikan perkembangan anak tidak seimbang, yang pada akhirnya akan menciptakan pribadi yang pincang (split personality), sebab itu pontensi-potensi insaniyah yang meliputi kedua hal tersebut secara bersamaan harus diinternalisasi dan dikembangkan pada diri anak didik. Arus globalisasi dan modernisasi tersebut akhirnya berimplikasi pada tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pendidikan yang di samping dapat mengembangkan potensi-potensi akademik ilmu pengetahuan dan teknologi juga menginternalisasi nilai-nilai riligiusitas.
4
Susmihara, “TANTANGAN DAN PELUANG PENDIDIKAN ISLAM DALAM
jurnal.stain-sorong.ac.id/index.php/Al-Riwayah/article/download/96/69 h.8-10
KRISIS MULTIDIMENSI” http//: e-
DAFTAR PUSTAKA Fadjar, A Malik dkk. 2004. “Wacana Pengembangan Pendidikan Islam”. Pustaka Pelajar Yogyakarta Departemen Pendidikan Nasional. 2003.Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 Tahun 2003. Cet.II Fokusmedia Bandung Susmihara.
2012 TANTANGAN DAN PELUANG PENDIDIKAN ISLAM DALAM KRISIS Diambil dari: http////: e-jurnal.stainMULTIDIMENSI Volume 6, Nomor 1, Juni 2012. sorong.ac.id/index.php/Al-Riwayah/article/download/96/69 (6 Desember 2017)
View more...
Comments