Pelaporan Keuangan Non Regulasi - Pertimbangan Teori Berorientasi Sistem.docx

April 4, 2018 | Author: Renny N | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Pelaporan Keuangan Non Regulasi - Pertimbangan Teori Berorientasi Sistem.docx...

Description

PELAPORAN KEUANGAN NON-REGULASI: PERTIMBANGAN TEORI-TEORI BERORIENTASI SISTEM Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Akuntansi Keuangan yang Diampu oleh Bapak Imam Subekti, Ph.D., Ak., CA.

Disusun Oleh: Yosi Anita Putri B.

145020300111017

Fahrika Arsy Utami

145020301111027

Fani Anggraini

145020301111039

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

BAB VIII PELAPORAN KEUANGAN NON-REGULASI: PERTIMBANGAN TEORI-TEORI BERORIENTASI SISTEM

Argumen teoritis seperti mengapa manajemen perusahaan memilih untuk secara sukarela memberikan informasi tertentu kepada pihak luar organisasi didasari oleh Teori Akuntansi Positif. Perspektif teoritis alternatif yang mengatasi masalah ini diantaranya dengan menggunakan teori legitimasi (legitimacy theory) dan teori pemangku kepentingan (stakeholder theory). Gray, Owen dan Adams (1996) menyatakan bahwa suatu organisasi dan masyarakat yang berorientasi ke sistem akan memungkinkan kita melihat peran informasi pada hubungan yang terjadi antara organisasi, negara, individu, dan grup.

Gambar 8.1: Organisasi yang diperlihatkan sebagai bagian dari perluasan sistem sosial. “Systems-oriented theories” adalah teori legitimasi dan teori stakeholder. Dalam systems-based perspective, suatu entitas diasumsikan dipengaruhi oleh dan juga mempengaruhi masyarakat. Gray, Owen dan Adams (1996) menyatakan bahwa suatu organisasi dan masyarakat yang berorientasi ke sistem akan memungkinkan kita melihat peran informasi pada hubungan yang terjadi antara organisasi, negara, individu, dan grup. Berdasarkan teori legitimasi dan teori pemangku kepentingan, kebijakan pengungkapan akuntansi dipandang sebagai strategi untuk mempengaruhi hubungan organisasi dengan pihakpihak lain. Teori legitimasi dan teori pemangku kepentingan diaplikasikan untuk menjelaskan mengapa perusahaan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunannya. Teori ini juga dapat untuk menjelaskan mengapa perusahaan memilih mengadopsi teknik akuntansi tertentu.

A. Teori Ekonomi Politik (Political Economy Theory) Teori legitimasi dan teori pemangku kepentingan adalah teori yang diderivasi dari teori ekonomi politik (Gray, Owen dan Adams,1996). Gray mendefinisikan ekonomi politik sebagai kerangka pikir yang mengaitkan masalah sosial, politik dan ekonomi. Masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan tanpa memperhatikan masalah sosial. Dengan menggunakan ekonomi politik seorang peneliti dapat memperhatikan isu-isu (sosial) yang lebih luas yang berdampak pada perusahaan, dan informasi apa yang harus diungkapkan. Guthrie dan Parker (1990) menyatakan bahwa perspektif ekonomi politik memandang pelaporan akuntansi sebagai dokumen sosial, politik, dan ekonomi. Pelaporan akuntansi digunakan sebagai alat untuk pembangunan, penjagaan, dan legitimasi institusiinstitusi ekonomi dan politik. Pengungkapan mempunyai kapasitas untuk menyalurkan makna-makna sosial, politik, dan ekonomi bagi pembaca laporan yang plural. Guthrie dan Parker menyatakan lebih lanjut bahwa laporan perusahaan tidak dapat dipertimbangkan sebagai laporan yang netral dan tidak memihak (disajikan dengan adil) seperti yang dikatakan oleh profesi akuntan, namun laporan perusahaan tersebut hanya sebagai produk pertukaran diantara perusahaan dengan lingkungan sekitarnya untuk menengahi dan mengakomodasi berbagai bagian kepentingan. Owen & adam (1996) mengatakan bahwa teori ekonomi politik telah dibagi ke dalam dua bagian besar. Dua bagian tersebut diberi label “klasik dan borjuis” pada teori ekonomi klasik. Ekonomi politik klasik adalah berkaitan dengan karya filsuf seperti Karl Mark dan kelas-kelas kepentingan, konflik struktural, ketimpangan, dan peran Negara (Owen & Adams, 1996). Bertolak belakang dengan label “borjuis”, teori ekonomi politik menurut Kouhy dan lavers (1995) mengabaikan unsur-unsur yang lebih besar dan, sebagai hasilnya, adalah konten untuk melihat dunia sebagai dasarnya pluralistik.

B. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) Teori legitimasi menyatakan organisasi secara keberlanjutan mencari cara agar beroperasi dalam batas norma-norma masyarakat, artinya bahwa operasi perusahaan dipandang oleh orang lain sebagai hal yang sah. Norma yang ada selalu berubah, sehingga perusahaan harus menyesuaikan. Lindblom (1994) membedakan legitimasi sebagai status atau kondisi, dan legitimasi sebagai proses yang mengarah ke sebuah organisasi yang dinyatakan sah. Teori legitimasi didasarkan pada ide bahwa ada kontrak sosial antara perusahaan dengan masyarakat. Masyarakat sekarang mengharapkan perusahaan untuk melakukan

pencegahan kerusakan lingkungan, menjamin adanya keamanan bagi konsumen, karyawan. Oleh karena itu, perusahaan dengan lingkungan sosial yang jelek akan sulit menjalankan

usahanya.

Teori

legitimasi

ini

menekankan

perusahaan

untuk

mempertimbangkan hak-hak publik. Kegagalan untuk memenuhi harapan sosial (kontrak sosial) ini akan menimbulkan sanksi dari masyarakat. Kontrak sosial merupakan harapan implisit dan eksplisit bahwa hal yang dimiliki masyarakat sekitar yaitu bagaimana perusahaan harus melakukan kegiatan operasionalnya melalui persyaratan hukum yang mungkin memberikan persyaratan eksplisit kontrak, sementara yang lain mewujudkan harapan masyarakat yang implisit. Namun hal tersebut dapat ditentang ketika sebelumnya, memaksimalkan keuntungan dipersepsikan menjadi ukuran kinerja perusahaan yang baik (Ramanathan, 1976; Abbot dan Monsen, 1979; Heard dan Bolce, 1981; Patten, 1991, 1992). Setelah berjalannya waktu, ekspetasi publik terhadap sebuah perusahaan menjadi faktor yang sangat penting. Cara atau alat perusahaan untuk melegitimasi menurut Dowling dan Pfeffer, antara lain: 1) Perusahaan harus menyesuaikan output, tujuan, dan metode operasinya sesuai norma legitimasi masyarakat. 2) Perusahaan harus menggunakan alat komunikasi untuk mengubah pandangan masyarakat. 3) Perusahaan harus mengkomunikasikan maksudnya agar sesuai dengan simbol-simbol legitimasi masyarakat. Lindblom (1994) menyatakan bahwa suatu perusahaan mungkin menerapkan empat strategi legitimasi ketika menghadapi berbagai ancaman legitimasi. Oleh karena itu, untuk menghadapi kegagalan kinerja perusahaan dilakukan: 1) Mencoba untuk mendidik pemangku kepentingannya tentang tujuan perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya. 2) Mencoba untuk mengubah persepsi pemangku kepentingan terhadap suatu kejadian (tetapi tidak mengubah kinerja aktual organisasi). 3) Mengalihkan (memanipulasi) perhatian dari masalah yang menjadi perhatian (mengkonsentrasikan terhadap beberapa aktivitas positif yang tidak berhubungan dengan kegagalan). 4) Mencoba untuk mengubah ekspetasi eksternal tentang kinerjanya. Sesuai dengan Dowling dan Pfeffer, perusahaan dapat menggunakan laporan tahunan perusahaan sebagai pengungkapan publik (public disclosure). Pengungkapan publik dalam

penempatan sebagai laporan tahunan, laporan berkelanjutan, dan website dapat digunakan untuk menerapkan setiap strategi legitimasi dalam perusahaan. Hal ini berdasarkan perspektif dari beberapa peneliti laporan pertanggungjawaban sosial. Misalnya, perusahaan menyediakan informasi untuk menangkal berita negatif. Hurst (1970) menyatakan bahwa salah satu fungsi akuntansi adalah untuk melegitimasi eksistensi perusahaan. Perusahaan yang beroperasi tidak sesuai dengan norma atau harapan masyarakat akan kena penalti. Istilah “lisensi beroperasi” merujuk ke pengertian “kontrak sosial”.

C. Uji Empiris Teori Legitimasi (Empirical Tests of Legitimacy Theory) Uji empirik terhadap teori legitimasi digunakan oleh banyak peneliti meneliti praktek pelaporan sosial dan lingkungan. Uji empirik terhadap teori legitimasi juga digunakan untuk mencoba untuk menjelaskan pengungkapan dan untuk menjelaskan perubahan pola pengungkapan. Pengungkapan merupakan bagian dari strategi portofolio dilakukan untuk membawa legitimasi atau mempertahankan legitimasi organisasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hogner (1982), corporate social reporting dalam laporan tahunan pada US Steel Corporation selama 8 tahun menunjukkan bahwa luasnya social disclosure dari tahun ke tahun bervariasi, dan variasi tersebut mungkin karena harapan masyarakat yang juga berubah. Bagaimana cara perusahaan menentukan harapan-harapan masyarakat? Caranya dengan meneliti melalui koran atau media. Media biasanya bisa membentuk opini harapan masyarakat. Brown dan Deegan menyatakan bahwa liputan media terhadap isu tertentu merupakan ukuran hal-hal yang menjadi perhatian masyarakat. Semakin tinggi liputan media berkorelasi dengan semakin tingginya pengungkapan dalam laporan tahunan. Teori legitimasi memperlihatkan hubungan antara pengungkapan perusahaan dengan perkiraan masyarakat. O’Donovan (1999) memperlihatkan bukti-bukti dimana manajer perusahaan percaya bahwa media akan membentuk pendapat masyarakat dan pengungkapan laporan tahunan merupakan jaminan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat setelah ulasan penolakan media. Teori legitimasi sangat mirip dengan political cost hypothesis yang ada dalam teori akuntansi positif. Selain ada kemiripan, ada juga perbedaanya, yaitu teori legitimasi tidak berdasarkan pada asumsi ekonomi dimana semua tindakan didorong oleh kepentingan pribadi (maksimisasi kesejahteraan) serta tidak menggunakan asumsi efisiensi pasar.

D. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory) Teori pemangku kepentingan mempunyai dua cabang yaitu cabang yang moral atau normatif (ethical) dan cabang positif (manajerial). Kedua teori secara eksplisit mempertimbangkan berbagai kelompok (dari pemangku kepentingan) yang ada dalam masyarakat, bagaimana harapan dari kelompok pemangku kepentingan tertentu dapat mempunyai lebih (kurang) pengaruh pada strategi perusahaan. Hal ini dapat mempunyai implikasi bagaimana harapan pemangku kepentingan dipertimbangkan dan dikelola oleh perusahaan. 1) Teori Moral atau Normatif (Ethical) Teori ini menyatakan semua pemangku kepentingan mempunyai hak untuk diperlakukan secara adil oleh perusahaan. Siapapun pemangku kepentingan harus diperlakukan dengan baik. Pemangku kepentingan mempunyai hak instrisik yang tidak boleh dilanggar (seperti gaji yang wajar). Definisi stakeholder (Freeman & Reed) adalah grup atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan. Clarkson membagi pemangku kepentingan menjadi dua yaitu pemangku kepentingan primer dan sekunder. Pemangku kepentingan primer adalah pihak yang mempunyai kontribusi nyata terhadap perusahaan, tanpa pihak ini perusahaan tidak akan bisa hidup. Sedangkan, pemangku kepentingan sekunder adalah pihak yang tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan secara langsung. Menurut Clarkson, pemangku kepentingan primer harus diperhatikan oleh manajemen agar perusahaan bisa hidup. Namun pernyataan ini ditentang oleh teori pemangku kepentingan cabang etika yang beragumentasi bahwa semua pemangku kepentingan mempunyai hak yang sama untuk diperhatikan oleh manajemen. Semua pemangku kepentingan mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai bagaimana dampak perusahaan bagi mereka. Berkaitan dengan hak informasi, Gray menyarankan menggunakan perspektif model akuntabilitas. Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyediakan laporan atas tindakan mereka sebagai wujud tanggungjawabnya. Akuntabilitas meliputi dua kewajiban, yaitu: 

Kewajiban/tanggungjawab melakukan tindakan tertentu.



Tanggungjawab menyediakan laporan akibat tindakan tersebut. Dengan model akuntabilitas tersebut, maka pelaporan dianggap dipicu oleh

tanggungjawab, bukan dipicu karena permintaan.

2) Teori Positif (Managerial) Teori ini lebih terpusat pada organisasi (organization-centered). Perusahaan harus mengidentifikasi perhatian para pemangku kepentingan. Semakin penting pemangku kepentingan bagi perusahaan, semakin banyak usaha yang harus dikeluarkan untuk mengelola hubungannya dengan pemangku kepentingan ini. Informasi adalah elemen penting yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk mengelola (memanipulasi) pemangku kepentingan agar terus mendapatkan dukungan. Perusahaan tidak akan memperhatikan semua kepentingan pemangku kepentingan secara sama, tetapi hanya kepada yang berkekuatan saja. Kekuatan yang dimiliki oleh pemangku kepentingan (kreditor, pemilik, dan sebagainya) dipandang sebagai fungsi tingkat kontrol pemangku kepentingan terhadap sumber daya perusahaan. Semakin tinggi tingkat kontrol pemangku kepentingan terhadap sumber daya perusahaan, maka semakin tinggi perhatian perusahaan terhadap pemangku kepentingan ini. Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang dapat memuaskan permintaan berbagai keinginan pemangku kepentingan.

E. Uji Empiris Teori Pemangku Kepentingan (Empirical Tests of Stakeholder Theory) Manfaat teori ini adalah digunakan untuk menguji kemampuan pemangku kepentingan dalam mempengaruhi pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan (disclosures corporate social responsibility). Roberts (1992) menemukan bahwa ukuran kekuatan pemangku kepentingan dan kebutuhan informasi yang terkait dapat menjelaskan mengenai level dan tipe pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Neu, Warsame, dan Pedwell (1998) juga mendukung temuan bahwa sekelompok pemangku kepentingan tertentu dapat menjadi lebih efektif dari pada kelompok yang lain dalam meminta

pengungkapan

pertanggungjawaban

sosial

perusahaan.

Hasil

ini

mengindikasikan bahwa perusahaan menjadi lebih responsif terhadap permintaan pemangku kepentingan keuangan dan pemerintah (regulator) dibandingkan pemangku kepentingan pemerhati lingkungan. Ini menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi situasi dimana para pemangku kepentingan saling bersaing kepentingannya, maka perusahaan akan memilih pemangku kepentingan yang paling penting. Sayangnya, teori pemangku kepentingan manajerial tidak secara langsung memberikan resep mengenai informasi apa yang harus diungkapkan. Sehingga ini akan menimbulkan masalah “siapa pemangku kepentingan yang paling penting (powerfull), dan informasi apa yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan”.

DAFTAR PUSTAKA

Deegan, Craig. 2004. Financial Accounting Theory. New South Wales: McGraw-Hill Australia.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF