Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas Wwonosobo i

March 10, 2017 | Author: iim bastari | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas Wwonosobo i...

Description

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan risiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang rasional. Salah satu perangkat untuk tercapainya penggunaan obat rasional adalah tersedia suatu pedoman atau standar pengobatan yang dipergunakan secara seragam pada pelayanan kesehatan dasar atau puskesmas, yaitu Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. Penerapan Pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan kerasionalan penggunaan obat, dan dengan demikian akan menunjang upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) 2015 dalam hal penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) serta Pemberantasan HIV/AIDS dan Penyakit Menular. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 296/Menkes/SK/III/2008 perlu direvisi dan disempurnakan secara berkala, tidak hanya menyesuaikan dengan kemajuan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran maupun farmasi, tetapi juga didasarkan pada pola penyakit yang ada di puskesmas. Pada revisi kali ini terdapat perubahan dan penambahan sejumlah diagnosis yang dianggap penting serta ditiap diagnosis dilengkapi dengan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yang bermanfaat baik untuk pasien maupun keluarganya. Beberapa kriteria dalam pemilihan diagnosis penyakit yang perlu disusun dalam kaitan mengukur mutu, yaitu: a. Penyakit tersebut mempunyai dampak fungsional yang besar. b. Merupakan penyakit yang jelas batas-batasnya dan relatif mudah mendiagnosisnya. c. Prevalensinya relatif cukup tinggi. d. Perjalanan penyakitnya dapat secara nyata dipengaruhi oleh tindakan medis yang ada. e. Pengelolaannya dapat ditetapkan secara jelas. f. Faktor non-medis yang mempengaruhinya sudah diketahui. g. Penyusunan diagnosis disesuaikan dengan kompetensi dokter dan sistem pelaporan yang ada. Tujuan dan Manfaat Pedoman Pengobatan Tujuan Pedoman Pengobatan. Tujuan Pedoman Pengobatan dikelompokkan dalam beberapa hal: Mutu Pelayanan Pengobatan. Oleh karena Pedoman Pengobatan hanya memuat obat yang terpilih untuk masing-masing penyakit / diagnosis. Standar Profesi. Senantiasa menjadi standar profesi setinggi-tingginya karena disusun dan diputuskan atas kesepakatan para ahli.

Perlindungan Hukum. Merupakan landasan hukum dalam menjalankan profesi karena disusun dan disepakati para ahli dan organisasi profesi kesehatan dan diterbitkan oleh pemerintah. Kebijakan dan Manajemen Obat. Perencanaan obat yang digunakan akan lebih tepat, secara langsung dapat mengoptimalkan pembiayaan pengobatan. Manfaat Pedoman Pengobatan. Beberapa manfaat dengan adanya pedoman pengobatan: a. Untuk pasien. Pasien hanya memperoleh obat yang benar dibutuhkan. b. Untuk Pelaksana Pengobatan. Tingkat profesionalisme tinggi karena sesuai dengan standar. c. Untuk Pemegang Kebijakan Kesehatan dan Pengelolaan Obat. Pengendalian biaya obat dan suplai obat dapat dilaksanakan dengan baik. C.

Ruang Lingkup Pedoman pengobatan dasar di Puskesmas meliputi pedoman penatalaksanaan terhadap jenis-jenis penyakit yang ada di Puskesmas. Dalam penatalaksanaan tersebut mengacu pada Standar Kompetensi Dokter. Standar Kompetensi Dokter telah diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006 dalam rangka memenuhi amanah Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Dengan dijadikannya Standar Kompetensi Dokter ini sebagai acuan dalam menyusun pedoman pengobatan dasar di Puskesmas, diharapkan seorang profesi dokter akan mampu : a. Mengerjakan tugas / pekerjaan profesinya. b. Mengorganisasikan tugasnya secara baik. c. Tanggap dan tahu yang dilakukan bila terjadi sesuatu yang berbeda. d.Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah di bidang profesinya. e. Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda. Dalam Standar Kompetensi Dokter ada beberapa komponen kompetensi, akan tetapi hanya kompetensi inti pada area pengelolaan masalah kesehatan terutama pada daftar penyakit yang dipilih menurut perkiraan data kesakitan dan kematian yang terbanyak di Indonesia pada tingkat pelayanan kesehatan dasar. Pengertian dan Tingkat Kemampuan pengelolaan penyakit: 

Tingkat Kemampuan 1 Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat mengenal gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini mengindikasikan overview level. Bila menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya, Dokter segera merujuk.



Tingkat Kemampuan 2 Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.



Tingkat Kemampuan 3 3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat). 3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).



Tingkat Kemampuan 4 Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

Pada tiap diagnosis penyakit dalam pedoman ini dilengkapi dengan tingkat kemampuan kompetensi dokter dan kode penyakit (ICD X) serta nomor kode penyakit pada sistem pelaporan. Untuk tingkat kemampuan pengelolaan penyakit (Kompetensi) 1, 2, 3a dan 3b, setelah pasien dirujuk ke dokter spesialis yang relevan di Rumah Sakit, maka dokter spesialis tersebut harus membuat rujukan balik ke Puskesmas tempat asal pasien berobat disertai dengan informasi tentang tindakan maupun pengobatan yang telah dilakukan terhadap pasien tersebut. Rujukan balik bisa berupa pasien melanjutkan pengobatan di Puskesmas, atau masih diperlukan rujukan lebih lanjut bagi pasien yang memerlukan pemeriksaan spesialistik. Dalam penatalaksanaan pengobatan pasien oleh tenaga medis, harus berpedoman pada 6 langkah pengobatan rasional sebagai berikut (WHO, 1994): 1. Definisikan masalah penyakit pasien 2. Tentukan tujuan pengobatan 3. Tentukan pilihan pengobatan (non farmakologi dan farmakologi) 4. Penulisan resep yang baik dan benar 5. Memberikan informasi dan edukasi yang memadai 6. Monitoring dan evaluasi pengobatan

BAB II PENATALAKSANAAN PENGOBATAN 1. KEJANG DEMAM Kompetensi : 4 dan 3A Laporan Penyakit :

ICD X : R56.0

a. Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38 oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah pengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.

b. Penyebab Faktor risiko berulangnya kejang demam: 1) Riwayat kejang demam dalam keluarga 2) Usia 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang, anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. b) Kejang fokal, adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. c) Kejang berulang, adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami kejang demam. d. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada kasus kejang untuk anak 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital dan karbamazepin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. 5) Pemberian obat rumat: a) Pemberian obat rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): (1) Kejang lama > 15 menit (2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus (3) Kejang fokal b) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila: (1) Kejang berulang >2x dalam 24 jam (1) Kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan (2) Kejang demam > 4x per tahun c) Pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Obat pilihan: asam valproat dosis 15-40 mg/kg/hari tiap 8-12 jam, atau fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam tiap 12-24 jam. h. KIE 1) Tujuan pengobatan: mengurangi/mencegah serangan. 2) Edukasi pada orang tua untuk mengurangi kecemasan: a) Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik b) Memberitahukan cara penanganan kejang c) Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali d) Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tapi perlu diingat adanya efek samping obat. 3) Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang: a) Tetap tenang dan tidak panik. b) Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher. c) Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lender di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut. d) Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang. e) Tetap bersama pasien selama kejang.

f) Berikan diazepam per rektal. Jangan berikan bila kejang telah berhenti. 4) Bawa ke Puskesmas atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih. 5) Vaksinasi: sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Dianjurkan untuk memberi diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian. Efek samping obat: diazepam dosis tinggi dapat menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. 6) Alasan rujuk: lihat penatalaksanaan. 2. TETANUS Kompetensi Laporan Penyakit

: 3B : 0305

ICD X : A-35

a. Definisi Penyakit sistem saraf yang disebabkan oleh Clostridium tetani, berlangsung akut dengan karakteristik spasme tonik persisten dan eksaserbasi singkat. b. Penyebab Bakteri anaerob Clostridium tetani. Spora dari Clostridium tetani dapat hidup selama bertahun-tahun di dalam tanah dan kotoran hewan. Jika bakteri tetanus masuk ke dalam tubuh manusia, bisa terjadi infeksi baik pada luka yang dalam maupun luka yang dangkal. Setelah proses persalinan, bisa terjadi infeksi pada rahim ibu dan pusar bayi yang baru lahir (tetanus neonatorum). Gejala-gejala infeksi ditimbulkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri, bukan bakterinya. c. Gambaran Klinis 1) Gejala khas: kejang pada otot-otot wajah menyebabkan ekspresi pasien seperti menyeringai (risus sardonikus) dengan kedua alis yang terangkat. 2) Gejala-gejala biasanya muncul dalam waktu 5–10 hari setelah terinfeksi, tetapi bisa juga timbul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah terinfeksi. 3) Gejala yang paling sering ditemukan adalah kekakuan rahang dan sulit dibuka (trismus) karena yang pertama terserang adalah otot rahang. 4) Gejala lain berupa gelisah, gangguan menelan, sakit kepala, demam, nyeri tenggorokan, menggigil, kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai. 5) Kekakuan atau kejang otot-otot perut, leher dan punggung bisa menyebabkan kepala dan tumit pasien tertarik ke belakang sedangkan badannya melengkung ke depan yang disebut epistotonus. 6) Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah bisa menyebabkan retensi urin dan konstipasi. 7) Gangguan-gangguan ringan seperti suara berisik, aliran angin atau goncangan, bisa memicu kejang otot disertai nyeri dan keringat berlebih. 8) Selama kejang pasien tidak dapat berbicara karena otot dadanya kaku atau terjadi kejang tenggorokan sehingga terjadi kekurangan oksigen yang menyebabkan gangguan pernapasan. Biasanya tidak terjadi demam. Laju pernapasan dan denyut jantung serta refleks-refleks biasanya meningkat. Tetanus juga bisa terbatas pada sekelompok otot di sekitar luka. Kejang di sekitar luka ini bisa menetap selama beberapa minggu. d. Diagnosis Diduga suatu tetanus jika terjadi kekakuan otot atau kejang pada seseorang yang memiliki luka. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pembiakan bakteri dari apusan luka.

e. Penatalaksanaan Pasien tetanus harus segera dirujuk ke rumah sakit karena ia harus selalu mendapat pengawasan dan perawatan. Sebelum dirujuk lakukan hal-hal di bawah ini: 1) Lakukan langkah-langkah ABC 2) Segera diberikan diazepam dosis 10 mg i.v. perlahan 2–3 menit. Dapat diulangi bila diperlukan. 3) Berikan IVFD dekstrose 5% : RL = 1 : 1 tiap 6 jam 4) Bila tersedia, berikan Antitoksin tetanus: a) Serum antitetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 UI/hari i.m. selama 3 – 5 hari. Tes kulit sebelumnya, atau b) Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG). Dosis 500-3.000 UI i.m. tergantung beratnya penyakit. Diberikan dosis tunggal.

5) Berikan penisilin prokain 2 juta UI i.m pada orang dewasa atau 50.000 UI/kgBB/hari selama 10 hari pada anak untuk eradikasi kuman. Bila tidak ada atau alergi terhadap Penilisin dapat diberikan: a) Eritromisin per oral 500 mg tiap 6 jam, atau b) Tetrasiklin per oral 500 mg tiap 6 jam.

6) Cegah penyebaran racun lebih lanjut dengan eksplorasi luka dan membersihkannya dengan H 202 3%. Port d’entre lain seperti OMSK atau gangren gigi juga harus dibersihkan dahulu. f.

KIE 1) Tujuan pengobatan: menghilangkan kejang, meningkatkan kualitas hidup, mencegah komplikasi, mencegah kematian. 2) Diberikan nutrisi dan makanan yang cukup. Bila perlu, diberikan melalui pipa nasogastrik. 3) Menghindari tindakan/perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk rangsangan suara dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten. 4) Mempertahankan/membebaskan jalan napas: pengisapan lendir oro/nasofaring secara berkala. 5) Posisi/letak pasien diubah-ubah secara periodik. 6) Pemasangan kateter bila terjadi retensi urin.

3. HIV-AIDS Kompetensi Laporan Penyakit

: 2 : 04

ICD X : B20-B24

a. Definisi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang merupakan golongan retrovirus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan penyakit AIDS. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome. “Acquired” artinya tidak diturunkan, tetapi ditularkan dari satu orang ke orang lainnya; “Immune” adalah sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit; “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang; dan “Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang muncul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh sehingga manusia menjadi rentan dan mudah tertular penyakit. b. Gambaran Klinis Stadium klinis HIV-AIDS menurut WHO dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Stadium Klinis HIV-AIDS menurut WHO Stadium Stadium (Asimtomatik,

Berat Badan Gejala (BB) I Tidak ada Tidak ada gejala atau hanya Limfadenopati penurunan Generalisata Persisten

Periode Jendela/ Window Period) Skala aktivitas : normal Stadium II (sakit ringan) Skala aktivitas : simtomatis, aktivitas normal

BB

Stadium III (sakit sedang) Skala aktivitas : selama 1 bulan terakhir tinggal ditempat tidur < 50%

Penurunan BB > 10%

Stadium IV (sakit berat) /AIDS Skala aktivitas : selama 1 bulan terakhir berbaring ditempat tidur > 50%

HIV wasting syndrome

Penurunan BB 5-10%

-

Luka sekitar bibir (cheilitis angularis) Lesi kulit yang gatal (seborrhea atau prurigo) Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir ISPA berulang, misal sinusitis, tonsillitis, otitis dan faringitis Sariawan berulang Bercak putih dimulut (oral hairy leukoplakia) Diare, kandidiasis vaginal, panas yang tidak diketahui penyebabnya > 1 bulan Infeksi bakterial yang berat (misalnya pneumonia) TB paru dalam 1 tahun terakhir kandidiasis esofagus herpes simpleks > 1 bulan limfoma toksoplasmosis otak diare kriptospridiosis > 1 bulan cytomegalovirus sarkoma kaposi ca cerviks infasif PCP TB ekstrapulmonal meningitis criptococcus ensefalopati HIV

c. Penularan Virus HIV terdapat didalam cairan tubuh terutama darah, cairan vagina, sperma dan air susu ibu. Penularan virus HIV dapat terjadi melalui: 1) Hubungan seksual yang tidak aman yaitu berganti-ganti pasangan tanpa pelindung (kondom) atau hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi HIV-AIDS tanpa menggunakan kondom. 2) Jarum suntik dan peralatan lain (alat kedokteran, jarum tatto, alat tindik, pisau cukur, dan lainlain) yang tidak steril dan digunakan bersama-sama. Selain itu penularan virus HIV melalui darah juga dapat terjadi melalui tranfusi darah dan transplantasi organ tubuh yang tercemar HIV. 3) Penularan dari ibu yang menderita HIV-AIDS ke anak selama kehamilan, persalinan dan menyusui. d. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Laboratorium dan Klinis (berdasarkan stadium klinis) serta penggalian faktor risiko. e. Infeksi Oportunistik (IO) – Penyakit terkait HIV Adalah infeksi yang mengambil manfaat dari melemahnya sistem kekebalan tubuh. Pada tahun-tahun pertama epidemi HIV-AIDS, IO menyebabkan banyak kesakitan dan kematian. Namun setelah ada terapi antiretroviral (ART), lebih sedikit orang yang meninggal akibat IO. IO yang paling umum terjadi adalah: 1) Kandidiasis (thrush) adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan atau vagina. Kandidiasis dapat meluas sampai esofagus pada pasien AIDS. 2) Virus Sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi virus yang menyebabkan penyakit mata yang dapat menimbulkan kebutaan. 3) Virus Herpes Simpleks dapat menyebabkan herpes pada mulut atau alat kelamin.

4) Malaria adalah umum di beberapa daerah di Indonesia. Penyakit ini menjadi lebih sering terjadi dan lebih parah pada orang yang terinfeksi HIV. 5) Mycobacterium Avium Complex (MAC/MAI) adalah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan demam kambuhan, rasa sakit yang umum, masalah pencernaan, dan kehilangan berat badan yang parah. 6) Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat menyebabkan pneumonia (radang paru) yang berbahaya. 7) Toksoplasmosis adalah infeksi protozoa otak. Nyeri kepala biasanya disebabkan toksoplasmosis. 8) Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat menyebabkan meningitis (radang selaput otak). f.

Penatalaksanaan rujuk RSU ART (Anti Retroviral Therapy) yaitu terapi yang diberikan kepada ODHA dengan menggunakan obat anti HIV (ARV=Anti Retro Viral). Tujuan utama ART adalah untuk menjaga agar jumlah virus HIV didalam tubuh pada tingkat yang rendah, dan mengurangi atau memulihkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV, sehingga dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat HIV serta meningkatkan mutu hidup pengidap ODHA. 1) Persyaratan pemberian ART: a) HIV positif dengan dokumentasi tertulis b) Memenuhi persyaratan medis Jika tes CD4 tersedia: (1) CD4 < 350 sel/mm3 pada tanpa memandang stadium klinisnya (2) Stadium klinik 3 dan stadium 4 tanpa memandang jumlah CD4 (3) Pemeriksaan jumlah CD4 diperlukan untuk mengidentifikasi pasien dengan stadium klinik 1 dan 2 yang perlu memulai terapi ARV (4) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif tanpa memandang jumlah CD4 Jika tes CD4 tidak tersedia (1) Stadium klinik 3 WHO (2) Stadium klinik 4 WHO c) IO sudah diobati atau stabil d) Pasien siap untuk pengobatan ARV e) Tersedia tim klinik yang mendukung perawatan kronik f) Ketersediaan obat yang dapat dipercaya 2) Jenis-jenis obat ART: a) Golongan NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) Berfungsi menghambat replikasi DNA virus. Cara kerja NRTI dengan mencegah perubahan genetik virus dari RNA menjadi DNA. Jenis obat yang termasuk golongan ini diantaranya : (1) AZT (Aksidiotimidin) atau ZDV (Zidovudin) (2) 3TC (Lamivudin) (3) D4T (Stavudin) (4) Tenofir b) Golongan NNRTI (Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) Berfungsi sama dengan NRTI tapi dengan cara yang berbeda. Cara kerja NNRTI dengan mencegah masuknya HIV kedalam inti sel yang terinfeksi, sehingga HIV tidak dapat membuat turunan-turunan virus. Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini adalah: (1) EFP (Efavirenz) (2) NVP(Nevirapin) (3) DLV (Delavirdin) c) Golongan PI (Protease Inhibitor)

Berfungsi memotong virus baru dengan potongan khusus sehingga tidak dapat dirakit menjadi virus yang siap bekerja. Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini adalah : (1) NTV (Nevinavir) (2) IDV (Indinavir) (3) RTV (Ritonavir) (4) APV (Amphenavir) (5) TAZ (Tazanavir) (6) LPV (Lopinavir) 3) Kepatuhan ART a) Kepatuhan dalam ART berhubungan erat dengan disiplin pribadi yang tinggi untuk menghindari resistensi obat. Dalam ART terdapat 5 kepatuhan yaitu: (1) Patuh dalam jenis obat yang tepat (2) Patuh dengan cara minum yang tepat (3) Patuh dengan waktu minum yang tepat (4) Patuh dengan dosis obat yang tepat. (5) Patuh dengan masa terapi yang tepat. b) Kepatuhan pengobatan (adherence) penting karena menentukan kesuksesan terapi, yaitu: (1) Viral load atau jumlah virus HIV menurun. (2) CD4 meningkat. (3) Angka kesakitan dan kematian menurun. c) Dampak dari adherence yang buruk adalah: (1) Resistensi terhadap obat. (2) Peningkatan biaya pengobatan. g. Penatalaksanaan HIV-AIDS di tingkat Puskesmas 1) Menyediakan layanan konseling pencegahan HIV-AIDS. 2) Menyediakan layanan kesehatan bagi ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS) dengan perawatan dasar berbasis masyarakat atau berbasis rumah serta memberikan dukungan kepatuhan berobat ARV. 3) Menyediakan layanan VCT atau konseling dan test HIV secara sukarela untuk memberikan dukungan psikologis dan informasi untuk merubah perilaku berisiko serta membuka akses untuk mendapatkan pelayanan perawatan dan pengobatan HIV-AIDS di tingkat layanan kesehatan rujukan. 4) Menyediakan layanan laboratorium rapid test dan hematologi lengkap. 5) Pelayanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (Prevention Mother to Child Transmission=PMTCT) di tingkat Puskesmas menyediakan layanan Prong 1 dan 2. a) Adapun kegiatan pada Prong I adalah konseling perubahan perilaku untuk mencegah penularan HIV-AIDS pada remaja dan mengurangi stigma/diskriminasi terhadap ODHA. b) Sedangkan kegiatan pada Prong II adalah promosi dan distribusi kondom pada kelompok risiko tinggi, konseling pasangan suami istri yang salah satunya terinfeksi HIV. 6) Pelayanan IO dan penatalaksanaan TB-HIV dibawah pengawasan dokter RS rujukan ODHA. 7) Menyediakan layanan ART dibawah pengawasan RS rujukan ART, berupa: a) Penentuan stadium klinis b) Memulai ARV, IO dan OAT. c) Kepatuhan pengobatan. d) Paduan (kombinasi) obat ARV. e) Identifikasi efek samping obat ARV. 8) Mengintensifkan penemuan kasus TB dan menjamin pengendalian infeksi TB, serta menyediakan layanan konseling dan testing HIV bagi pasien TB. 9) Menyediakan layanan perawatan paliatif bekerjasama dengan keluarga ODHA dan RS rujukan.

10) Menyediakan layanan konseling dan tatalaksana gizi pada ODHA. 11) Merujuk kasus HIV-AIDS dengan komplikasi berat ke RS rujukan ODHA. 12) Melakukan pencatatan dan pelaporan, serta monitoring dan evaluasi sesuai pedoman. h. KIE Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap yang dapat mendorong perubahan perilaku dalam mengurangi risiko terinfeksi HIV serta menyediakan dan memberikan informasi yang benar dan tepat guna. Peningkatan pengetahuan komprehensif tentang HIV-AIDS pada penduduk usia 15-24 tahun sangat penting sebagai bekal untuk mencegah terjadinya HIV-AIDS. Promosi Kondom pada kelompok perilaku seksual berisiko juga sangat penting untuk mencegah penularan HIV-AIDS. Pencegahan penularan HIV-AIDS yang terbaik adalah : 1) Pencegahan Pola “A” (Abstinance), yaitu Puasa Seks, artinya seseorang tidak melakukan hubungan seksual sebelum atau diluar nikah. 2) Pencegahan Pola “B” (Be faithful), yaitu saling setia dengan satu pasangan, artinya hubungan seksual dilakukan hanya dengan satu pasangan tetap (suami/istri). 3) Pencegahan Pola “C” (Condom). Kondom merupakan salah satu alat pencegah penularan HIV melalui hubungan seksual. 4) Pencegahan Pola “D” (Don’t inject), yaitu tidak menyalahgunakan narkoba suntik. Penyalahgunaan narkoba juga menjadi salah satu jalan yang potensial untuk menularkan HIV karena ada kebiasaan buruk diantara pengguna narkoba yaitu menggunakan jarum suntik secara bersama-sama. 5) Pencegahan Pola “E” (Education), yaitu pendidikan mengenai HIV-AIDS untuk menanggulangi penyebaran HIV-AIDS. i.

HIV PADA ANAK 1) Diagnosis Klinis: a) Gejala yang menunjukkan kemungkinan infeksi HIV. (1) Infeksi berulang: tiga atau lebih episode infeksi bakteri yang lebih berat (seperti pneumonia, meningitis, sepsis, selulitis) pada 12 bulan terakhir, (2) Thrush: eritema pseudomembran putih di langit-langit mulut, gusi dan mukosa pipi, pasca masa neonatal, ditemukannya thrush tanpa pengobatan antibiotik, atau berlangsung lebih dari 30 hari walaupun telah diobati, atau kambuh, atau meluas melebihi bagian lidah – kemungkinan besar merupakan infeksi HIV. Juga khas apabila meluas sampai di bagian belakang kerongkongan yang menunjukkan kandidiasis esophagus. (3) Parotitis kronik: pembengkakan parotitis unilateral atau bilateral selama ≥ 14 hari dengan atau tanpa diikuti rasa nyeri atau demam. (4) Limpadenopati generalisata: terdapat pembesaran kelanjar getah bening pada dua atau lebih daerah ekstra inguinal tanpa penyebab jelas yang mendasarinya. (5) Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas: tanpa adanya infeksi virus yang bersamaan seperti Sitomegalovirus. (6) Demam yang menetap dan/atau berulang: demam (>38°C) berlangsung ≥ 7 hari atau terjadi lebih dari sekali dalam waktu 7 hari. (7) Disfungsi neurologis: kerusakan neurologis yang progresif, mikrosefal, perkembangan terlambat, hipertonia atau bingung (confusion). (8) Dermatitis HIV: ruam yang eritematus dan popular, ruam kulit yang khas meliputi infeksi jamur yang ekstensif pada kulit, kuku dan kulit kepala dan molluscom contagiosum yang ekstensif. (9) Penyakit paru supuratif yang kronik (chronic suppurative lung disease).

b) Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga lazim ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV (1) Otitis media kronik: keluar cairan/nanah dan berlangsung ≥ 14 hari. (2) Diare persisten: berlangsung ≥ 14 hari (3) Gizi kurang atau gizi buruk: berkurangnya berat badan atau menurunnya pertambahan berat badan secara perlahan tetapi pasti dibandingkan dengan pertumbuhan yang seharusnya, sebagaimana tercantum dalam KMS, terutama pada bayi usia < 6 bulan yang disusui dan gagal tumbuh. c) Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV positif Diduga kuat infeksi HIV jika ditemukan hal berikut ini : pneumocystis carinii pneumonia (PCP), kandidiasis esophagus, lymphoid interstitial pneumonia (LIP) atau Sarkoma Kaposi. Keadaan ini sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV. 2) Konseling Indikasi untuk konseling HIV Konseling HIV perlu dilakukan pada situasi berikut: a) Anak yang status HIV-nya tidak diketahui yang menunjukkan tanda klinis infeksi HIV dan/atau faktor risiko (misalnya ibu atau saudaranya menderita HIV/AIDS) (1) Tentukan apakah akan dilakukan konseling atau merujuknya (2) Jika anda yang melakukan konseling sediakan waktu untuk sesi konseling ini. Minta saran pada konselor lokal yang berpengalaman, sehingga tiap nasihat yang diberikan akan konsisten dengan apa yang nantinya akan diterima ibu dari konselor profesional. (3) Jika akan dirujuk, jelaskan pada orang tuanya alasan mereka dirujuk ke tempat lain untuk konseling. b) Anak dengan infeksi HIV tetapi respon terhadap pengobatan kurang baik, atau membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Diskusikan hal berikut ini pada saat sesi konseling: (1) Pemahaman orang tua tentang infeksi HIV (2) Tatalaksana masalah yang ada saat ini (3) Peran pengobatan antiretroviral (4) Perlunya merujuk ke tingkat yang lebih tinggi, jika perlu (5) Dukungan dari kelompok di masyarakat, jika ada. c) Anak dengan infeksi HIV dengan respon yang baik terhadap pengobatan dan akan dipulangkan (atau dirujuk ke program perawatan di masyarakat untuk ke dukungan psikologis). Diskusikan hal berikut ini pada saat sesi konseling: (1) Alasan dirujuk ke program perawatan di masyarakat (2) Pelayanan tindak lanjut (3) Faktor risiko untuk sakit di kemudian hari. (4) Imunisasi dan HIV (5) Ketaatan dan dukungan pengobatan antiretroviral. 3) Pengobatan Antiretroviral (Antiretroviral theraphy = ART) Prinsip yang mendasari ART dan pemilihan lini pertama ARV pada anak pada umumnya sama dengan pada dewasa. Sangat penting untuk mempertimbangkan: a) Ketersediaan formula yang cocok yang dapat diminum dalam dosis yang tepat. b) Daftar dosis yang sederhana c) Rasa yang enak sehingga menjamin kepatuhan pada anak kecil d) Rejimen ART yang akan atau sedang diminum orang tuanya.

4. TENSION TYPE HEADACHE Kompetensi : 4A Laporan Penyakit :

ICD X : G44.2

a.Definisi Ten si o n t yp e h e a d ac h e di s e b u t j u g a n y er i k e p a l a t eg a n g , n ye r i k e p al a , k o n t r a k s i o t o t , n y e r i k e p a l a p s i k o m i o g e n i k , n y e r i s t r e s , n y e r i k e p a l a esensial, nyeri kepala idiopatik, nyeri kepala psikogenik. Tension type headache merupakan suatu keadaan yang melibatkan sensasi n y e r i a t a u r a s a t i d a k n y a m a n d i d a e r a h k e p a l a , k u l i t k e p a l a a t a u l e h e r yang biasanya berhubungan dengan ketegangan otot di daerah ini.

b. Epidemiologi - Nyeri kepala ini biasanya dimulai pada usia 20-40 tahun - Kejadiannya dominan pada wanita dan dapat pula terjadi pada segala usia. c. Etiologi – Patofisiologi Dari beberapa sumber, dikatakan bahwa salah satu respon tubuh terhadap keadaan stress dan kecemasan yang menyebabkan nyeri kepala tipe tegang adalah adanya reflex pelebaran pembuluh darah ekstrakranial serta kontraksi otot-otot rangka, kepala, leher, dan wajah. Namun, mekanisme ini juga belum begitu jelas. Sedangkan pada sumber lain dikatakan bahwa kebanyakan pasien dengan nyeri kepala tipe-tegang saat ini ditemukan bahwa otot-otot craniocervicalnya cukup relaks dan tidak menunjukkan adanya kontraksi persisten saat diukur dengan elektromiografi. Namun, Sakai et al melaporkan bahwa pada pasien nyeri kepala tipe tegang ditemukan kontraksi pada otot pericranial dan otot trapezius. Akhir-akhir ini, nitrit oksida dimasukkan dalam kejadian nyeri kepala tipe tegang, secara spesifik membuat sentrilisasi sentral pada stimulasi sensoris dari struktur cranial. Hipotesis lain yang baru juga mengatakan bahwa adanya keabnormalan sensitivitas terhadap nyeri pada trigeminal nuclear complex. Kompleks ini, berperan dalam menerima input dari struktur lain dalam otak, termasuk system limbik. d. Manifestasi Klinis - Rasa kencang di daerah bitemporal, bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala, rasa berat, dan tertekan. Nyeri kepala tidak berdenyut. - Nyeri kepala dapat menjalar sampai leher atau bahu. - Dapat bersifat episodic (bila serangan selama 15 hari per bulan). - Durasi serangan dapat berlangsung selama 30 menit hingga beberapa hari. - Tingkat keparahannya ringan – sedang dan tidak memberat dengan aktivitas fisik. - Tidak berhubungan dengan adanya nausea, fotofobia, atau fonofobia, dan biasanya tidak menghentikan pasien dalam aktivitas hariannya. e. Evaluasi Diagnostik Anamnesis dengan riwayat penyakit sangat penting karena tidak ditemukan adanya abnormalitas pada pemeriksaan neurologis dan ancillary test.

f. Terapi Farmakologis Terapi farmakologis dibagi menjadi 2 yaitu : 1 ) T e r a p i a b o r t i f , Terapi ini digunakan untuk menghentikan atau mengurangi intensitas serangan. Terapi abortif tersebut antara lain : aspirin 1000 mg/hari, acetam inophen 1000 mg/hari, NSAID (Naproxen 660-750 mg/hari, ketoprofen 25-50 mg/hari, tolfenamic 200-400 mg/hari, ibuprofen 800 mg/hari, diclofenac 50-100 mg/hari). 2 ) T e r a p i p r e v e n t i f , terapi preventif tersebut antara lain : Amitriptilin ( d o s i s 1 0 - 5 0 m g sebelum tidur) dan nortriptilin (dosis 25-75 mg sebelum tidur) yangmerupakan antidepresan golongan trisiklik yang paling sering dipakai. Selain itu juga, selective serotonin uptake inhibitor (SSRI) juga sering digunakan seperti fluoksetin, paroksetin, sertralin. g. KIE Terapi Non-Farmakologis D i s a m p i n g m e n g k o n s u m s i o b a t , t e r a p i n o n f a r m a k o l o g i s y a n g d a p a t dilakukan untuk meringankan nyeri tension type headache antara lain : 1) Kompres hangat atau dingin pada dahi. 2) Mandi air hangat 3) Tidur dan istirahat. Pencegahan Cara untuk mencegah terjadinya tension type headache adalah d e n g a n menghindari faktor pencetus seperti menghindari kafein dan nikotin, situasi yang menyebabkan stres, kecemasan, kelelahan, rasa lapar, rasa marah, dan posisi tubuh yang tidak baik. Perubahan gaya hidup yang diperlukan untuk m e n g h i n d a r i t e n s i o n t y p e h e a d a c h e k r o n i s d a p a t d i l a k u k a n d e n g a n beristirahat dan berolahraga secara teratur, berekreasi, atau merubah situasi kerja.

5. MIGREN Kompetensi Laporan Penyakit

: 3A : 21

ICD X : N13

a. Definisi Serangan nyeri kepala sesisi yang berulang, beragam beratnya, lamanya dan kekerapannya mungkin merupakan serangan migren. Migren klasik diawali selama + 60 menit. b. Penyebab Vasodilatasi pembuluh darah di otak. c. Gambaran Klinis 1) Nyeri kepala khas berdenyut, unilateral dan bertambah berat setelah aktivitas fisik. 2) Frekuensi lebih dari 5 kali serangan per hari dengan durasi masing-masing 4-72 jam. 3) Pasien mengeluh mual sampai muntah dan terdapat anoreksia, fotofobia atau fenofobia. 4) Migren dengan aura mempunyai gejala tambahan: a) Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral. b) Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual  5 menit dan/atau jenis aura yang lainnya  5 menit. c) Tiap gejala berlangsung  5 menit dan ≤ 60 menit. d. Diagnosis 1) Migren tanpa aura 2) Migren dengan aura 3) Status migrenosus e. Penatalaksanaan 1) Hindari faktor pencetus 2) Terapi serangan akut (abortif) 3) Serangan diatasi dengan: a) Obat spesifik: ergotamin tablet 1 mg kombinasi kafein, dosis disesuaikan kondisi penyakit. b) Obat nonspesifik: parasetamol 500 mg atau ibuprofen 400 mg c) Obat penunjang: metoklopramid tablet d) Obat profilaksis (keadaan tertentu): propanolol 10 mg tiap 8-12 jam atau asam valproat 500 mg tiap 12 jam. f.

KIE 1) Tujuan penatalaksanaan: menghilangkan serangan. 2) Pencegahan: hindari faktor pencetus seperti makanan tertentu (coklat, MSG), ketegangan emosi dan kelelahan fisik. Hal-hal itu harus diidentifikasi. 3) Alasan rujukan: pada kasus migren dengan aura, migren komplikata yang memerlukan terapi profilaksis, migren dengan intensitas dan frekuensi tinggi. 4) Efek samping pengobatan: palpitasi.

6. BELL’S PALSY Kompetensi : 4A Laporan Penyakit :

ICD X : G51.0

a. Definisi

Secara ilmiah Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis (saraf diwajah) akibat paralisis nervus fasial perifer (kelumpuhan saraf di wajah) yang terjadi secara akut (cepat) dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat (diluar otak dan saraf ditulang belakang) tanpa disertai adanya penyakit neurologis (saraf) lainnya. Bell’s palsy ditemukan oleh Sir Charles Bell, seorang dokter berkebangsaan Skotlandia pada abad ke 19. Gejala paling nyata wajah terlihat miring. Ketika senyum setengah wajah penderita Bell’s palsy tetap diam (tidak bisa tersenyum lebar). Orang-orang tua dulu menyebutnya sebagai penyakit akibat kena angin malam atau karena habis bertabrakan dengan makhluk halus. Bell’s palsy berbeda dengan stroke walau gejala kelumpuhannya mirip. b. Epidemologi Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut (kelumpuhan otot wajah yang proses munculnya gejala berlangsung cepat). Bell’s palsy dapay menyerang umur berapapun tapi lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Wanita dan laki-laki memiliki kemungkinan yang sama untuk terserang Bell’s palsy. Akan tetapi wanita muda yang berumur (10-19 tahun) lebih rentan terserang daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. 63% menyerang wajah sebelah kanan. Sedangkan di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati (kelumpuhan saraf) dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan. c. Etiology Bell’s palsy adalah penyakit autoimun, yaitu suatu keadaan dimana system imun menyerang tubuh kita sendiri. dalam hal ini, system imun menyerang nervus fasialis (saraf diwajah) sehingga menyebabkan kelumpuhan. Penyebab pasti autoimun tersebut masih belum diketahui (idiopatik). Akantetapi, ada beberapa hal yang diduga sebagai factor pencetus timbulnya Bell’s palsy. - Virus Herpes simplex. 60-70% kasus Bell’s palsy juga diikuti dengan hadirnya virus herpes simplex (studied by Dr. Shingo Murakami and others). Diduga virus ini sudah menyerang sejak anak-anak. Tetapi bisa juga menyebar lewat penggunaan handuk atau peralatan secara bersama dengang orang lain yang terlebih dahulu diserang. Beberapa virus lain juga diduga sebagai penyebabnya seperti cytomegalovirus, Epstein-Barr, rubella and mumps. - Kongenital. Bell’s palsy juga biasa nya terjadi karena bawaan lahir. Hal ini bisa disebabkan oleh karena sindroma moebius atau karena trauma lahir (seperti perdarahan intracranial/perdarahan didalam kepala atau fraktur tengkorak/patah tulang tengkorak). Keduanya terjadi pada saat proses kelahiran anak. - Riwayat terpapar udara dingin secara terus menerus. Kebanyakan penderita Bell’s palsy memiliki kesamaan riwayat, yaitu pernah terpapar udara dingin secara terus menerus. Misalnya

karena terpapar udara dingin karena setiap malam naik motor atau terkena angin AC secara langsung secara terus menerus. d. Gejala Klinik Awalnya biasanya terjadi kehilangan sensasi rasa pada lidah. Lidah terasa seperti ada yang menyelimuti. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa - Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmos). - Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell’s sign - Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat. Selanjutanya, gejala bell’s palsy tergantung dari lokasi lesi (tempat kerusakan sarafnya). a. Lesi di luar foramen stilomastoideus. Gejala yang muncul adalah mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat,makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang. lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus. b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani). Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi (produksi air liur) di sisi yang terkena berkurang. c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius). Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan adanya hiperakusis (sangat sensitif terhadap suara). d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum). Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Biasanya penderita merasa nyeri dan tidak tahan mendengar suara yang keras. e. Lesi di daerah meatus akustikus interna, Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d), ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus. e. Diagnosis A. Anamnesa (hasil wawancara dengan pasien) - Rasa nyeri - Gangguan atau kehilangan pengecapan. - Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan. - Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain. B. Pemeriksaan Fisik Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal : 1. Mengerutkan dahi 2. Memejamkan mata 3. Mengembangkan cuping hidung 4. Tersenyum 5. Bersiul 6. Mengencangkan kedua bibir

C. Pemeriksaan Laboratorium. (pengambilan darah) Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy. D. Pemeriksaan Radiologi. (foto, seperti x-ray, ct-scan, MRI) Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bell’s palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum. f. Pengobatan - Istirahat yang cukup. Seperti dikemukakan sebelumnya, 60-70% pencetus adalah virus, sementara virus bersifat self limiting disease (penyakit yang dapat sembuh sendiri jika kita memiliki system pertahanan tubuh yang baik). - Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis (saraf wajah) di dalam kanal fasialis (jalurnya) yang sempit. Kortikostiroid juga bersifat immunosupresan sehingga bisa menekan kinerja system imun. Mekanisme ini sesuai dengan penyebab utama bell’s palsy yaitu autoimun. - Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison.Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus (penggandaan virus). - Untuk perawatan mata dapat menggunakan air mata buatan atau menggunakan pelindung mata, seperti kacamata. - Fisioterapi sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot (kekuatan) yang lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan faradisasi. - Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial. Tindakan operatif dilakukan apabila tidak terdapat penyembuhan spontan atau tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison. - Penulis menyarankan agar pasien melakukan kompres air hangat disertai pemijatan pada bagian yang lumpuh pagi dan malam. Walaupun belum ada penilitian ilmiah terkait ini, tetapi pemberian paparan air hangat merupakan negasi (kebalikan) dari paparan udara dingin yang sering memapari penderita. Pemijatan juga berfungsi melatih gerakan-gerakan pada otot wajah. Penulis juga menyarakan agar setiap saat pasien melakukan menggerak-gerakkan wajahnya, seperti berlatih tersenyum, mengangkat alis ataupun menarik pipi ataupun alis. g. KIE - Hindari mandi di malam hari. - Hindari kebiasaan langsung mandi atau mencuci muka sehabis berolahraga . - Hindari terpaan angin langsung ke wajah, utamanya angin dingin. - Perbaiki system pertahanan tubuh (system imunitas).

7. VERTIGO (Benign paroxysmal positional vertigo) Kompetensi : 4A Laporan Penyakit :

ICD X :

a. Definisi Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo (sering juga disebut pusing berputar, atau pusing tujuh keliling) adalah kondisi di mana seseorang merasa pusing disertai berputar atau lingkungan terasa berputar walaupun badan orang tersebut sedang tidak bergerak. Vertigo adalah keadaan pusing yang dirasakan luar biasa. Seorang yang menderita vertigo perasaannya seolah-olah dunia sekeliling berputar (vertigo objektif) atau penderita sendiri merasa berputar dalam ruangan (vertigo subjektif). Bagi masyarakat awam vertigo disebut juga sebagai tujuh keliling. b. Patofisiologi Pada dasarnya keseimbangan tubuh dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi mengenai posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Vertigo biasanya timbul akibat gangguan telinga tengah dan dalam atau gangguan penglihatan. Gangguan pada otak kecil yang mengakibatkan vertigo jarang sekali ditemukan. Namun, pasokan oksigen ke otak yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Beberapa jenis obat, seperti kina, streptomisin, dan salisilat, diketahui dapat menimbulkan radang kronis telinga dalam. Keadaan ini juga dapat menimbulkan vertigo. Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan penyakit yang sering ditemukan, di mana vertigo terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 menit. Perubahan posisi kepala (biasanya terjadi ketika penderita berbaring, bangun, berguling di atas tempat tidur atau menoleh ke belakang) biasanya memicu terjadinya vertigo ini. Penyakit ini tampaknya disebabkan oleh adanya endapan kalsium di dalam salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam. Vertigo jenis ini mengerikan, tetapi tidak berbahaya dan biasanya menghilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau bulan. Tidak disertai hilangnya pendengaran maupun telinga berdenging. c. Penyebab Penyebab vertigo bermacam-macam. Vertigo bisa disebabkan karena adanya gangguan pada sistem vestibular perifer (ganguan pada telinga bagian dalam). Pusing juga bisa muncul sebagai akibat dari gangguan sistem vestibular sentral (misalnya saraf vestibular, batang otak, dan otal kecil). Pada beberapa kasus, penyebab vertigo tidak diketahui. Gangguan vestibular perifer meliputi Benign Paroksimal Positional Vertigo (BPPV; vertigo karena gangguan vestibular perifer yang paling banyak ditemui), sindrom Cogan (terjadi karena ada peradangan pada jaringan ikat di kornea, bisa mengakibatkan vertigo, telinga berdenging dan kehilangan pendengaran), penyakit Ménière (adanya fluktuasi tekanan cairan di dalam telinga/ endolimf sehingga dapat mengakibatkan vertigo, telinga berdenging, dan kehilangan pendengaran). ototoksisitas (keracuanan

pada telinga), neuritis vestibular (peradangan pada sel saraf vestibular, dapat disebabkan karena infeksi virus). Beberapa obat dan zat kimia (seperti timbal, merkuri, timah) dapat menyebabkan ototoksitas, yang mengakibatkan kerusakan pada telinga bagian dalam atau saraf kranial VIII dan menyebabkan vertigo. Kerusakan dapat bersifat temporer maupun permanen. Penggunaan preparat antibiotik (golongan aminoglikosida, yaitu streptomisin dan gentamisin) jangka panjang maupun penggunaan antineoplastik (misalnya cisplatin maupun carboplatin) dapat menyebabkan ototoksisitas permanen. Konsumsi alkohol, meskipun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan vertigo temporer pada beberapa orang Keadaan lingkungan, motion sickness (mabuk darat, mabuk laut) obat-obatan, alkohol, gentamisin, kelainan sirkulasi Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler. Kelainan ini terjadi karena gangguan keseimbangan baik sentral atau perifer, kelainan pada telinga sering menyebabkan vertigo. Untuk menentukan kelainan yang menyebabkan vertigo, dokter THT-KL biasanya akan melakukan pemeriksaan ENG (elektronistagmografi). d. Gejala Penderita merasa seolah-olah dirinya bergerak atau berputar; atau penderita merasakan seolah-olah benda di sekitarnya bergerak atau berputar. Perasaan pusing ini selain disertai rasa berputar kadang-kadang disertai mual dan muntah. Bila gangguan ini berat, penderita bahkan tak mampu berdiri atau bahkan terjatuh. Hal ini biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali. e. Diagnosis Sebelum memulai pengobatan, harus ditentukan sifat dan penyebab dari vertigo. Gerakan mata yang abnormal menunjukkan adanya kelainan fungsi di telinga bagian dalam atau saraf yang menghubungkannya dengan otak. Nistagmus adalah gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah. Arah dari gerakan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosa. Nistagmus bisa dirangsang dengan menggerakkan kepala penderita secara tiba-tiba atau dengan meneteskan air dingin ke dalam teling. Untuk menguji keseimbangan, penderita diminta berdiri dan kemudian berjalan dalam satu garis lurus, awalnya dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup. Tes pendengaran seringkali bisa menentukan adanya kelainan telinga yang mempengaruhi keseimbangan dan pendengaran. f. Penanganan Pengobatan tergantung kepada penyebabnya. Obat untuk mengurangi vertigo yang ringan adalah meklizin, dimenhidrinat, perfenazin dan betahistin mesilat. Betahistin mesilat terutama berfungsi untuk mencegah motion sickness, yang terdapat dalam bentuk plester kulit dengan lama kerja selama beberapa hari. Semua obat di atas bisa menyebabkan kantuk, terutama pada usia lanjut. Skopolamin dalam bentuk plester menimbulkan efek kantuk yang paling sedikit. Biasanya pemberian vitamin B12, B1, antihistamin, diuretika, dan pembatasan konsumsi garam dapat mengurangi keluhan.

8. GANGGUAN SOMATOFORM Kompetensi : 3A Laporan Penyakit : 0802

ICD X : F40-F48

a. Definisi Suatu atau kumpulan gejala fisik yang dirasakan berlebihan disertai dengan sindrom ansietas tanpa bukti adanya penyakit fisik. b. Penyebab Psikologis dan keprbadian individu, stresor psikososial, penyakit organik seperti hipertiroid, pheocromamocytosis. c. Jenis-jenis Gangguan Neurotik Gangguan neurotik yang sering dijumpai adalah sebagi berikut 1) Gangguan ansietas fobik seperti agorafobia, fobia sosial, fobia spesifik 2) Gangguan Panik 3) Gangguan Ansietas Menyeluruh. 4) Gangguan Obsesif Kompulsif 5) Gangguan Stres Pasca Trauma 6) Gangguan Penyesuaian 7) Gangguan Somatisasi d. Gambaran Klinik Sesuai dengan gejala dari masing-masing jenis neurotik, untuk memudahkan sebagai target terapi maka secara klinik perlu mengenali sindrom ansietas sebagai berikut: 1) Adanya perasaan cemas atau kuatir yang tidak realistik terhadap dua atau lebih hal yang dipersepsikan sebagai ancaman. Perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax) 2) Terdapat gejala-gejala berikut: a) Ketegangan motorik, seperti kedutan otot atau rasa gemetar, otot tegang/kaku/pegal, tidak bisa diam, atau mudah menjadi lelah b) Hiperaktivitas otonomik, seperti napas pendek/terasa berat, jantung berdebar-debar, telapak tangan basah dan dingin, mulut kering, kepala pusing/rasa melayang, mual, mencret, perut tak enak, muka panas/badan menggigil, buang air kecil atau sukar menelan/rasa tersumbat. c) Kewaspadaan berlebihan dan daya tangkap berkurang, seperti perasaan jadi peka/mudah ngilu, mudah terkejut/kaget, sulit berkosentrasi/berpikir fokus, sukar tidur atau mudah tersinggung 3) Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala seperti penurunan kemampuan kerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. e. Diagnosis Berdasarkan PPDGJ–III, maka pedoman diagnosis sesuai jenisnya sebagai berikut : 1) Gangguan Ansietas Fobik a) Kecemasan dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas, yang sebenarnya pada saat kejadian tidak membahayakan. b) Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan rasa terancam c) Secara subyektif, fisiologik dan tampilan perilaku tidak jauh berbeda dengan jenis ansietas lainnya 2) Gangguan Ansietas Panik a) Ditemukan adanya beberapa kali serangan cemas berat dalam masa kira-kira 1 bulan b) Keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya

c) Tidak terbatas pada situasi yang sudah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya 3) Gangguan Ansietas Menyeluruh a) Gambaran utama adalah adanya kecemasan yang menyeluruh dan menetap b) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, sulit konsentrasi dll) c) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, tidak dapat santai, gemetaran) d) Overaktivitas motorik (berkeringat dingin, berdebar-debar, pusing, mulut kering, nyeri ulu hati dll) e) Pada anak-anak terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta keluhan somatik yang berulang-ulang. 4) Gangguan Obsesif Kompulsif a) Ciri utama adalah adanya pikiran obsesif atau tindakan yang berulang, gejala obsesional atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hamper tiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut b) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri sendiri c) Sedikitnya ada satu tindakan atau pikiran yang masih tidak bias dilawan d) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut bukan merupakan hal yang memberikan kepuasan atau kesenangan e) Pikiran, bayangan atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan 5) Gangguan Stres Pasca Trauma a) Keadaan ini timbul sebagai respons yang berkepanjangan dan/atau tertunda terhadap kejadian atau situasi yang menimbulkan stress (baik singkat maupun berkepanjangan) yang bersifat katastrofik atau menakutkan, yang dapat menyebabkan ketegangan bagi tiap orang (misalnya bencana alam atau bencana yang dibuat oleh manusia seperti perang atau konflik masyarakat, kecelakaan, terorisme, korban penyiksaan/perkosaan dll) b) Diagnosis ditegakkan jika gangguan ini timbul dalam kurun waktu 2 minggu sampai 6 bulan setelah kejadian traumatik, dapat lebih dari 6 bulan asal saja gejala-gejala khasnya nampak c) Selain adanya kejadian trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik itu kembali secara berulang-ulang (flashback) d) Berusaha menghindari suasana atau kejadian yang menimbulkan trauma atau sesuatu yang dapat diasosiasikan dengan kejadian traumatik sebelumnya (misalnya pada bencana tsunami atau banjir bandang, seseorang jika melihat langit mendung dan hujan deras akan timbul rasa takut seakan peristiwa itu akan terjadi lagi) e) Ganggaun otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai diagnosis tapi tidak khas 6) Gangguan Penyesuaian a) Adanya faktor kejadian atau situasi yang stressful atau krisis kehidupan ( seperti menderita penyakit yang mengancam jiwa, suasana pekerjaan yang baru dan tidak menyenangkan) b) Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan setelah terjadinya kejadian yang stressful dan gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan c) Gangguan bervariasi mencakup afek cemas, depresif, campuran cemas dan depresif, gangguan tingkah laku yang disertai dengan adanya ketidakmampuan dalam kegiatan rutin sehari-hari 7) Gangguan Somatisasi a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung setidaknya 2 tahun b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya. f.

Penatalaksanaan 1) Untuk semua jenis gangguan neurotik dapat diberikan:

2) 3) 4) 5)

Antiansietas : Diazepam 2–5 mg tiap 8-12 jam Antidepresan : Amitriptilin 12,5 mg tiap 12-24 jam Antipsikotik : Haloperidol 0,5 mg tiap 12-24 jam Untuk Gangguan Panik sebaiknya diberikan Alprazolam 0,5 mg tiap 8-12 jam sehari jika obatnya tersedia. Obat utama adalah Diazepam yang diberikan secara tunggal. Penambahan dengan Amitriptilin 12,5 mg jika diserta gejala-gejala afek yang depresif dan atau haloperidol 0,5 mg jika gejala-gejalanya cukup berat yang disertai dengan banyaknya keluhan somatik dan atau pikiran-pikiran yang kurang rasional. Segera rujuk ke psikiater jika gangguan neurotik dalam 1 minggu pengobatan tidak memberi efek yang baik.

g. KIE 1) Selain pemberian obat sebaiknya memberi konseling kepada pasien, dengan cara: bersikap empati, memberi dukungan kepada pasien untuk mampu mengatasi sendiri masalahnya, bantu pasien mengenali stressor psikososialnya, lebih banyak mendengarkan keluhan pasien dan membiarkan untuk mengeluarkan unek-uneknya (ventilasi), jangan terlalu banyak memberikan nasehat, tidak terlalu cepat untuk menilai keadaan pasien dan jangan menyalahkan atau menghakimi atas sikap dan perilakunya. 2) Memberi penjelasan tentang penyakit yang dideritanya termasuk dalam gangguan jiwa ringan yang bisa diobati 3) Memberi penjelasan tentang efek samping sedasi dari obat-obat tersebut, sehingga tidak menjalankan kendaraan waktu meminum obat, atau sebaiknya minum obat saat mau tidur 4) Memberi penjelasan untuk tidak meminum obat tanpa resep dokter atau dosis yang sesuai dengan anjuran dokter karena beberapa obat antiansietas seperti diazepam dan alprazolam dapat menimbulkan ketergantungan 5) Menganjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan psikiater untuk mendapatkan pelayanan pengobatan yang lebih baik dan penanganan psikoterapi.

9. INSOMNIA Kompetensi Laporan Penyakit

: 4A :

ICD X : G47.0

a. Definisi Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun. b. Etiologi Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional,kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah. Dengan bertambahnya usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga berubah, dimana stadium 4 menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan pada semua stadium lebih banyak terjaga. Perubahan ini, walaupun normal, sering membuat orang tua berfikir bahwa mereka tidak cukup tidur. Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit untuk tertidur kembali. Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun, merupakan pertanda dari depresi. Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbalik, mereka tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur. Hal ini sering terjadi sebagai akibat dari:     

Jet lag (terutama jika bepergian dari timur ke barat). Bekerja pada malam hari. Sering berubah-ubah jam kerja. Penggunaan alkohol yang berlebihan. Efek samping obat (kadang-kadang).

Kerusakan pada otak (karena ensefalitis, stroke, penyakit Alzheimer). c. Gejala

Penderita mengalami kesulitan untuk tidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Awal proses tidur pada pasien insomnia mengacu pada latensi yang berkepanjangan dari waktu akan tidur sampai tertidur. Dalam Insomnia psiko-fisiologis, pasien

mungkin mengeluh perasaan cemas, tegang, khawatir, atau mengingat secara terus-menerus masalah-masalah di masa lalu atau di masa depan karena mereka berbaring di tempat tidur terlalu lama tanpa tertidur. Pada insomnia akut, dimungkinkan ada suatu peristiwa yang memicu, seperti kematian atau penyakit yang menyerang orang yang dicintai. Hal ini dapat dikaitkan dengan timbulnya insomnia. Pola ini dapat menjadi tetap dari waktu ke waktu, dan pasien dapat mengalami insomnia, berulang terus-menerus. Semakin besar usaha yang dikeluarkan dalam mencoba untuk tidur, tidur menjadi lebih sulit diperoleh. Menonton jam saat setiap menit dan jam berlalu hanya meningkatkan perasaan terdesak dan usaha untuk tertidur. Tempat tidur akhirnya dapat dipandang sebagai medan perang, dan tidur lebih mudah dicapai dalam lingkungan yang asing. d. Diagnosa Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:     

Pola tidur penderita sakit jiwa Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang. Tingkatan stres psikis. Riwayat medis. Aktivitas fisik.

Diagnosis berdasarkan kepada kebutuhan tidur secara individual.

e. Penatalaksanaan Pengobatan insomnia tergantung kepada penyebab dan beratnya insomnia. Jika penyebabnya adalah stres emosional, diberikan obat untuk mengurangi stres. Jika penyebabnya adalah depresi, diberikan obat anti-depresan seperti Amitriptilin 12,5 mg tiap 12-24 jam

Orang tua yang mengalami perubahan tidur karena bertambahnya usia, biasanya tidak memerlukan pengobatan, karena perubahan tersebut adalah normal. Jika gangguan tidur berhubungan dengan aktivitas normal penderita dan penderita merasa sehat, bisa diberikan obat tidur untuk sementara waktu. Alternatif lain untuk mengatasi insomnia tanpa obat-obatan adalah dengan terapi hipnosis atau hipnoterapi. f. KIE Penderita insomnia hendaknya tetap tenang dan santai beberapa jam sebelum waktu tidur tiba dan menciptakan suasana yang nyaman di kamar tidur; cahaya yang redup dan tidak berisik.

10. KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL Kompetensi : 4 Laporan Penyakit : 1005

ICD X : H10

a.

Definisi Konjungtivitis bakterial sering dijumpai pada anak-anak, biasanya dapat sembuh sendiri.

b.

Penyebab Infeksi ini umumnya disebabkan oleh bakteri Staph. epidermidis, Staph. aureus, Strep. pneumoniae dan H. influenza. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan sekret air mata yang terinfeksi.

c.

Gambaran Klinis Mata terlihat merah. Rasa mengganjal dan panas pada mata. Sekret yang banyak, pada saat bangun tidur kelopak mata lengket dan sulit dibuka. Kelopak mata bengkak dan berkrusta. Pada keadaan awal sekret berbentuk serosa (watery) menyerupai konjungtivitis virus, namun dalam beberapa hari sekret menjadi mukopurulen, kadang disertai dengan air mata berwarna merah (darah). 5) Injeksi konjungtiva dapat terlihat dengan jelas. 6) Pada pemeriksaan dengan membuka kelopak mata bawah dan membalik kelopak mata atas, tampak selaput (membran) yang dapat dilepaskan dengan menggunakan cottonbuds (sebelumnya diberikan tetes mata anestesi topikal). 1) 2) 3) 4)

d.

Diagnosis Sekret mukopurulen.

e.

Penatalaksanaan 1) Pemberian antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes mata dan salep mata. Kloramfenikol tetes mata 1-2 tetes tiap 4-6 jam. Salep mata kloramfenikol dapat diberikan untuk mendapatkan konsentrasi yang tinggi. Diberikan sebelum tidur agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, karena pemberian salep mata dapat mengganggu penglihatan. Contoh:Cendoxitrol,Aletrol 2) Antibiotik oral (amoksisilin) dapat diberikan bila radang meluas (terutama pada pasien anak). KIE 1) Tujuan pengobatan: menyembuhkan infeksi dan mencegah komplikasi. 2) Pembersihan sekret dengan kassa steril yang dibasahi dengan NaCl atau air matang. 3) Cara pemakaian tetes mata: setelah diteteskan, tutup mata, tekan daerah punctum lakrimal (kantus medial) di daerah nasal.

f.

11. KONJUNGTIVITIS VIRAL Kompetensi : 4 Laporan Penyakit : 1005

ICD X : B30

a.

Definisi Konjungitivitis Viral adalah peradangan pada konjungtiva yang biasanya disebabkan oleh Adenovirus. Penyakit ini sangat tinggi tingkat penyebarannya, melalui jalan napas atau sekresi air mata, baik secara langsung maupun melalui bahan pengantar seperti handuk, sapu tangan yang digunakan bersama.

b.

Penyebab Infeksi ini disebabkan Adenovirus.

c. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)

Gambaran Klinis Timbul secara akut Mata merah dan berair, biasanya mengenai dua mata Pada konjungtiva terlihat folikel dan sekret serosa (warna bening) Pada kasus berat dapat terjadi subkonjungtiva, kemosis dan pseudomembran Bila terjadi keratitis, akan terlihat lesi putih di kornea berbentuk pungtata di epitel atau sub-epitel, dalam keadaan berat dapat terjadi di stroma kornea. Dapat terjadi edema kelopak mata Dapat disertai dengan demam, batuk pilek Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening preaurikuler

d.

Diagnosis Edema palpebra, konjungtiva merah, sekret serosa, tidak terjadi penurunan visus.

e.

Penatalaksanaan 1) Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri. 2) Dapat ditambahkan antibiotik topikal seperti kloramfenikol tetes mata bila terdapat tanda infeksi sekunder, seperti sekret menjadi purulen.

f. 1) 2) 3) 4) 5)

KIE Tujuan pengobatan: penyembuhan dan mencegah komplikasi. Pasien harus istirahat, kurangi aktivitas membaca atau menonton tv. Pencegahan: hindari kontak dengan penderita. Pemberian kortikosteriod topikal merupakan kontraindikasi. Jika dalam 5-7 hari tidak ada perbaikan, rujuk ke dokter spesialis mata.

KONJUNGTIVITIS VERNAL Kompetensi : 4 Laporan Penyakit : 1004 a.

ICD X : H10

Definisi Konjungtivitis vernal adalah peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas (atopi). Keratokonjungtivitis vernal biasanya bersifat rekuren, bilateral dan terjadi pada masa anak-anak yang tinggal di daerah kering dan hangat. Onset terjadi pada usia > 5 tahun dan berkurang setelah masa pubertas. Pada umumnya didapatkan riwayat atopi pada pasien atau keluarga.

b. Penyebab Riwayat Alergi/Atopi. a. Gambaran Klinis 1) Gejala utama yang paling sering dikeluhkan adalah rasa gatal yang diikuti dengan lakrimasi, fotopobia, mengganjal dan rasa terbakar. 2) Pada anak dijumpai frekuensi berkedip yang meningkat. 3) Pada pemeriksaan dapat terlihat papil di konjungtiva tarsal superior. 4) Dalam keadaan berat dapat dijumpai Giant Papillae atau Cobblestone (bila kelopak mata atas dibalik, terlihat benjolan yang multipel). 5) Di daerah limbus, gambaran klinis yang terlihat adalah nodul berwarna putih (trantas dot) dan bila kornea terkena dapat terjadi Shield Ulceration (adanya ulkus di tengah kornea yang noninfeksius, karena gesekan dari cobblestone). c. Penatalaksanaan 1) Mast cell stabilizers seperti Natrium kromoglikat tetes mata 2% 1-2 tetes tiap 6-8 jam dapat diberikan untuk mencegah eksaserbasi akut. 2) Pemberian antihistamin oral dan steroid oral. d. KIE 1) Tujuan pengobatan: menghilangkan gejala dan mengurangi rekurensi. 2) Hindari faktor pencetus seperti debu, serbuk bunga, perubahan iklim 3) Jangan pernah memberikan kortikosteroid topikal untuk jangka panjang. 4) Alasan rujukan: bila masih terjadi eksaserbasi akut, kornea telah terkena atau lebih dari 2 minggu tidak ada perbaikan, segera rujuk ke dokter spesialis mata.

12. PERDARAHAN SUBKONJUNCTIVA Kompetensi : 4A Laporan Penyakit :

ICD X : H11.3

a. Latar Belakang Konjungtiva merupakan lapisan terluar yang melapisi sclera (konjungtia bulbi) dan palpebra bagian dalam (konjungtiva palpebra) yang bersifat basah dan tipis. Di konjungtiva banyak terdapat saraf dan pembuluh darah kecil yang rapuh. Pembuluh darah yang rapuh ini bisa pecah dan mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (daerah dibawah konjungtiva) yang tampak sebagai patch merah terang (paling banyak) atau merah gelap. b. Patofisiologi Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva. c. Etiologi Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi pada semua ras, umur, dan jenis kelamin dengan proporsi yang sama. Beberapa penyebab yang daat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva antara lain : 1. Spontan/idiopatik biasanya yang ruptur adalah pembuluh darah konjungtiva. 2. Batuk, berusaha, bersin, muntah. 3. Hipertensi. Pembuluh darah konjungtiva merupakan pembuluh darah yang rapuh,sehingga jika ada kenaikan tekanan mudah ruptur sehingga menyebabkan perdarahan subkonjungtiva. 4. Gangguan perdarahan yang diakibatkanoleh penyakit hati, diabetes, SLE, dan kekurangan vitamin C, gangguan faktor pembekuan. 5. Penggunaan antibiotik, NSAID, steroid, vitamin D, kontrasepsi. 6. Infeksi sistemik yang menyebabkan demam seperti meningococcal septicemia, scarlet fever, typhoid fever, cholera, rickettsia, malaria, dan virus (misal influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever). 7. Gejala sisa dari operasi mata. 8. Trauma. 9. Menggosok mata. d. Tanda dan Gejala Pasien datang dengan keluhan matanya yang bagian putih merah, pusing, berair, dalam waktu 24 jam sejak munculnya warna merah, bentuknya semakin membesar, kemudian mengecil, awalnya merah cerah

lama-lama berwarna agak gelap . Hal yang harus ditanyakan adalah adanya riwayat trauma, mengangkat benda berat, batuk kronis, hipertensi. Tanda yang tampak pada pemeriksaan antara lain 1. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal). 2. Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasnya peradangan yang ringan. 3. Lingkungan sekitar peradangan tampak normal. e. Pemeriksaan Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah 1. Penlight. Pada konjungtiva bulbi tampak adanya patch kemerahan. 2. Tekanan darah untuk mengetahui risiko hipertensi. 3. Cek darah lengkap untuk memastikan adanya gangguan pembekuan darah. f. Penatalaksanaan Perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak memerlukan pengobatan karena darah akan terabsorbsi dengan baik selama 3 -4 minggu. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon atau asam traneksamat (vasokonstriktor) dan multivitamin. Airmata buatan (Cendo Lyteers) untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.

13. MATA KERING Kompetensi : 4A Laporan Penyakit :

ICD X : H04

a. Definisi terjadi pada orang dengan produksi lapisan air mata tidak seimbang baik kualitas maupun kuantitasnya. Fungsi lapisan air mata memberikan pelumasan di permukaan bola mata sehingga menjadi jernih dan licin, maka orang dapat melihat dengan nyaman. b. Patofisiologi Lapisan air mata terdiri dari : 1. Lapisan Lemak/Minyak, merupakan lapisan terluar yang berhubungan dengan udara luar, dihasilkan oleh kelenjar kecil-kecil di pinggir kelopak mata yang disebut kelenjar meibom dan berfungsi untuk melicinkan permukaan mata dan mengurangi penguapan air mata. 2. Lapisan Air, terletak di bagian tengah dan dikenal sebai air mata, dihasilkan oleh kelenbjar kecil-kecil tersebar di konjungtiva (selaput halus tipis menyelubungi bola mata dan kelopak mata), selain itu juga dihasilkan oleh kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang berfungsi untuk membersihkan mata serta mengeluarkan benda asing atau irritan. 3. Lapisan Lendir, merupakan lapisan paling dalam yang kontak langsung dengan mata yakni komjungtiva dan kornea, dihasilkan oleh konjungtiva dan menyebabkan air mata menempel pada mata. c. Penyebab 1. Produksi Air Mata Berkurang a) Usia bertambah tua : sering dijumpai pada wanita yang sudah menopause, tetapi dapat juga terjadi pada usia berapapun baik laki-laki dan wanita. b) Akibat pemakain obat-obatan jangka panjang seperti antihistamin, antidepresan, kontrasepsi oral, obat tukak lambung, betabloker, obat-glaukoma dan obat anesthesi. c) Kelainan Kongenital 2. Penguapan Air Mata Berlebihan a) Lapisan lemak air mata terlalu tipis b) Kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna/normal, berkedip tidak normal (biasanya pada orang-orang hipertitoid atau pasca trauma) c) Lingkungan udara kering : AC, Hairdryer, iklim kering, polusi udara rokok, debu, angin dan gurun pasir d) Parut kornea, penderita alergi e) Penyakit kelenjar meibom d. Gejala & Tanda - mata terasa kering, gatal, panas, merah, pedih dan mata berair - lengket dan mengeluarkan kotoran berlendir, ada sensasi seperti "kelilipan" atau kemasukan benda asing - mata menjadi lebih sensitive terhadap asap rokok, panas matahari, angin, tempat ber-AC atau udara kering - mata mudah lelah jika untuk membaca, melihat TV atau di depan komputer.

- mata sering terasa kabur terutama di pagi dan sore hari dan akan ,enjadi lebih jelas setelah berkedip. e. Pemeriksaan 1. Dilakukan tes uji Schimer yang berguna untuk mengukur produksi air mata Kertas filter schimer ditempelkan pada kantung kelopak bawah selama 5 menit (Normal jika kertas filter basah pada angka 10-30 mm) 2. Dilakukan Tear Break Up Time (BUT) untuk mengukur kualitas kstabilan air mata Dikatakan normal jika mata diminta berkedip kemudian kedip ditahan apabila lapisan air mata tidak mengalami perubahan antara 20-30 detik. f. Penatalaksanaan Terapi antara pasien satu dengan yang lain berbeda tergantung dari seberapa berat kondisi mata keringnya dan apa penyebabnya. Dokter mata pada umumnya akan memberikan tetes mata buatan (artificial tears) seperti Cendo Lyteers yang membantu mengurangi gejala diatas (sebaiknya dipilih yang tanpa pengawet). Pengguna lensa kontak sebaiknya melepaskan kontak lensanya sebelum memberikan tetes mata air buatan. g. KIE - Memakai kacamata pelindung untuk mencegah tiupan angin dan panas matahari - Hindari tiupan AC-Hydryer langsung pada mata - Usahan kelrembaban rumah antara 30-50 % - Memakai obat tetes mata pelembab, lubrikan sediaan gel sebelum gejala memberat - Mata kadang dikompres dengan air hangat atau digosok dengan baby oil agar mendapatkan lipid lebih tebal - Jangan menahan berkedip, tutup mata selama 10 detik setiap 10 menit setelah mata terbuka sehingga akan memberikan rasa nyaman pada mata

14. BLEFARITIS Kompetensi Laporan Penyakit

: 4A : 1004

ICD X : H01.0

a. Definisi Blefaritis adalah suatu peradangan pada kelopak mata. Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit. b. Penyebab Terdapat 2 jenis blefaritis:  Blefaritis anterior : mengenai kelopak mata bagian luar depan (tempat melekatnya bulu mata). Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan ketombe pada kulit kepala.  Blefaritis posterior ; mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian kelopak mata yang lembab, yang bersentuhan dengan mata). Penyebabnya adalah kelainan pada kelenjar minyak. 2 penyakit kulit yang bisa menyebabkan blefaritis posterior adalah rosasea dan ketombe pada kulit kepala (dermatitis seboreik). Alergi atau infestasi kutu pada bulu mata juga bisa menyebabkan blefaritis. c. Gejala    

Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk sisik dan keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak mata. Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya. Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah. Bisa terjadi pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok. Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya terang. Bisa terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika keropeng dilepaskan, bisa terjadi perdarahan. Selama tidur, sekresi mata mengering sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.

d. Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata. e. Penatalaksanaan Untuk membantu membasmi bakteri kadang diberikan salep antibiotik (misalnya eritromisin atau sulfacetamide) atau antibiotik per-oral (misalnya: amoksilin) Jika terdapat dermatitis seboroik, harus diobati. Jika terdapat kutu, bisa dihilangkan dengan mengoleskan jeli petroleum pada dasar bulu mata. f. KIE Membersihkan pinggiran kelopak mata untuk mengangkat minyak yang merupakan makanan bagi bakteri. Bisa digunakan sampo bayi atau pembersih khusus.

15. HORDEOLUM Kompetensi Laporan Penyakit

: 3A : 1005

ICD X : H00-H01

a. Definisi Hordeolum adalah suatu infeksi pada satu atau beberapa kelenjar di tepi atau di bawah kelopak mata. Bisa terbentuk lebih dari 1 hordeolum pada saat yang bersamaan. Hordeolum biasanya muncul dalam beberapa hari dan bisa kambuh secara spontan. Hordeolum internum adalah abses akut pada kelopak mata yang disebabkan oleh infeksi Stafilokokus pada kelenjar Meibomian, dengan penonjolan mengarah ke konjungtiva. Hordeolum eksternum disebabkan oleh infeksi stafilokokus yang memberikan gambaran abses akut yang terlihat pada folikel bulu mata dan kelenjar Zeis atau Moll. Hordeolum eksternum sering ditemukan pada anak-anak. b. Penyebab Hordeolum adalah infeksi akut pada kelenjar minyak di bawah kelopak mata yang disebabkan oleh bakteri dari kulit (biasanya di sebabkan oleh bakteri stafilokokus). Hordeolum sama dengan jerawat kulit. Kadang timbul bersamaan dengan atau sesudah blefaritis, bisa juga secara berulang. c. Gambaran Klinis 1) Biasa berawal dengan kemerahan, nyeri bila ditekan dan nyeri pada tepi kelopak mata. 2) Mata mungkin berair, peka terhadap cahaya terang dan pasien merasa ada sesuatu di dalam matanya. Biasanya hanya sebagian kecil di daerah kelopak yang membengkak, meskipun ada seluruh kelopak membengkak. 3) Di tengah daerah yang membengkak sering kali terlihat bintik kecil yang berwarna kekuningan. 4) Bisa terbentuk abses yang cenderung pecah dan melepaskan sejumlah nanah. 5) Hordeolum Internum: a) Benjolan pada kelopak mata yang dirasakan sakit. b) Benjolan dapat membesar ke posterior (konjungtiva tarsal) atau anterior (kulit). 6) Hordeolum Eksternum: a) Benjolan yang dirasakan sakit pada kelopak di daerah margo palpebra. b) Penonjolan mengarah ke tepi kulit margo palpebra. c) Kemungkinan terjadi lesi multiple. d. Diagnosis Ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. e. Penatalaksanaan 1) Hordeolum bisa diobati dengan kompres hangat selama 10 menit sebanyak 4x sehari. Jangan mencoba memecahkan hordeolum. 2) Pemberian oksitetrasiklin salep mata chloramphenicol salep mata. 3) Kondisi akut: antibiotik sistemik oral, misalnya tetrasiklin, eritromisin. f.

KIE 1) Tujuan: mengatasi infeksi. 2) Pencegahan: selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh di sekitar mata, bersihkan minyak yang berlebihan di tepi kelopak mata secara perlahan.

3) Alasan rujukan: apabila keadaan nodul residual tetap ada (lebih dari 2 minggu) setelah infeksi akut perlu dilakukan rujukan untuk tindakan insisi dan kuretase.

16. TRIKIASIS a. Definisi Trikiasis merupakan kondisi dimana silia bulu mata melengkung ke arah bola mata. b. Penyebab Trikiasis biasanya merupakan akibat adanya inflamasi atau sikatrik pada palpebra setelah operasi palpebra, trauma, kalazion atau blefaritis berat. Trikiasis dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada orang dewasa.

c. Gambaran klinis - posisi palpebra dapat normal namun dapat pula berkaitan dengan adanya entropion (melipatnya margo palpebra kearah dalam sehingga bulu mata menggesek bola mata). - bulu mata tumbuh melengkung kedalam. - pasien akan mengeluhkan adanya sensasi benda asing (rasa mengganjal). - terjadi iritasi konjungtiva yang terjadi secara kronis karena gesekan bulu mata dengan permukaan konjungtiva. - gambaran yang sering ditemukan adalah injeksi konjungtiva, refleks epifora (nrocos), keluarnya cairan mukus, bila parah dapat terjadi abrasi kornea. d. Penatalaksanaan - jika hanya sedikit bulu mata yang tumbuh melengkung kedalam bola mata maka dapat ditangani dengan epilasi mekanik (pencabutan bulu mata). Observasi selama 1 minggu. Bulu mata akan tumbuh kembali sekitar 3-4 minggu sehingga harus dicabut kembali. - penanganan permanen dapat dilakukan dengan merusak folikel bulu mata yaitu dengan eksisi langsung, elektrolisis atau radiosurgery. Untuk mendapatkan penanganan permanen pasien perlu dirujuk k Rumah Sakit. - jika ada keterkaitan trikiasis dengan entropion maka sebaiknya dilakukan koreksi terhadap palpebra.

17. Episkleritis Episkleritis adalah suatu peradangan pada episklera. Sklera terdiri dari serat-serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata yang kuat.

Sklera dibungkus oleh episklera yang merupakan jaringan tipis yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi makan sklera. Di bagian depan mata, episklera terbungkus oleh konjungtiva.

PENYEBAB Penyebabnya tidak diketahui, tetapi beberapa penyakit berikut telah dihubungkan dengan terjadinya episkleritis: # Artritis rematoid # Sindroma Sjorgren # Sifilis # Herpes zoster # Tuberkulosis. GEJALA Biasanya peradangan hanya mengenai sebagian kecil bola mata dan tampak sebagai daerah yang agak menonjol, berwarna kuning. Gejala lainnya adalah: - nyeri mata - peka terahadap cahaya (fotofobia) - nyeri mata bila ditekan - mata berair. DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. PENGOBATAN Biasanya dalam waktu 1-2 minggu penyakit ini akan menghilang dengan sendirinya. Untuk mempercepat penyembuhan bisa diberikan tetes mata corticosteroid.

17. Episkleritis Pengertian Episkleritis Ini adalah penyakit dimana penderitanya mengalami kondisi berupa peradangan yang terjadi pada bagian episklera. Episklera dapat diartikan sebagai pembungkus sclera yang terdiri dari jaringan tipis dan mengandung pembuluh darah penyuplai makanan pada sclera. Episklera juga terbungkus lagi oleh konjungtiva. Sedangkan pengertian dari sclera adalah bagian pada mata yang terdiri dari serat-serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata. Penyebab Episkleritis Hingga sekarang belum diketahui secara pasti mengenai penyebab penyakit ini. Tapi diduga ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan resiko terjadinya penyakit ini, diantaranya adalah penyakit artritis rematoid, sindroma sj?gren, penyakit sifilis, herpes zoster, dan tuberkulosis.

Gejala Episkleritis Penderita penyakit ini akan merasakan gejala nyeri pada mata, terlalu peka terahadap cahaya atau dalam ilmu kesehatan dikenal dengan nama fotofobia, penderita merasakan nyeri pada matanya bila ditekan, dan mata penderita selalu berair. Diagnosa Episkleritis Sama halnya dengan penyakit lain, penyakit ini didiagnosis untuk mengetahui penyebab dan gejalanya, secara khusus pemeriksaan ini dilakukan pada daerah mata. Pengobatan Episkleritis Tujuan dari pengobatan yang dilakukan terhadap penderita adalah untuk mempercepat penyembuhan. Dan untuk melakukan pengobatan ini, penderita diberikan obat berupa tetes mata yang mengandung corticosteroid kepada para penderita episkleritis. Jika penyakit ini memang masih termasuk dalam stadium ringan, maka kemungkinan besar akan cepat untuk disembuhkan.

18. HIPERMETROPI A. PENGERTIAN Rabun dekat adalah cacat mata yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat benda pada jarak dekat. Titik dekat penderita rabun dekat akan bertambah, tidak lagi sebesar 25 cm tapi mencapai jarak tertentu yang lebih jauh. Penderita rabun dekat hanya dapat melihat benda pada jarak yang jauh. Mata hipermetropi disebabkan oleh keadaan fisik lensa mata yang terlalu pipih atau tidak dapat mencembung dengan optimal, oleh sebab itu bayangan yang dibentuk lensa mata jatuh di belakang retina. Rabun dekat dapat tolong menggunakan kaca mata lensa cembung, yang berfungsi untuk mengumpulkan sinar sebelum masuk mata, sehingga terbentuk bayangan yang tepat jatuh di retina. B. ETIOLOGI Penyebab dari hipermetropi adalah sebagai berikut : 1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek Biasanya terjadi karena Mikropthalmia, renitis sentralis, arau ablasio retina(lapisan retina lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).

2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah Terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa dan vitreus humor. Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropi adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksi menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan viterus humor. Misal pada penderita Diabetes Melitus terjadi hipermetopi jika kadar gula darah di bawah normal. 3. Kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat Kelengkungan kornea ataupun lensa berkkurang sehingga bayangan difokuskn di belakang retina. 4. Perubahan posisi lensa Dalam hal ini, posisi lensa menjadi lebih posterior. C.

TANDA GEJALA

Tanda dan gejala orang yang terkena penyakit rabun dekat secara obyektif klien susah melihat jarak dekat atau penglihatan klien akan rabun dan tidak jelas. Sakit kepala frontal. Semakin memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi dan sepanjang penggunaan mata dekat. 1. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) Terjadi ketika harus fokus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama. 2. Akomodasi akan lebih cepat lelah terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan. 3. Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh penglihatan jauh kabur. 4.

Penglihatan dekat lebih cepat buram, akan lebih terasa lagi pada keadaan kelelahan, atau

penerangan yang kurang. 5. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat jangka panjang. Jarang terjadi pada pagi hari, cenderung terjadi setelah siang hari dan bisa membaik spontan kegiatan melihat dekat dihentikan. 6. Eyestrain 7. Sensitive terhadap cahaya 8. Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp m. ciliaris diikuti penglihatan buram intermiten D. PATOFISIOLOGI

Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan lensa yang lebih lemah, dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar sejajar yang dating dari objek terletak jauh tak terhingga di biaskan di belakang retina.

E. DIAGNOSA Kelainan refraksi hipermetropi dapat di periksa dengan melakukan pemeriksaan Okuler a. Visual Acuity. Mempergunakan beberapa alat untuk mengetahui kemampuan membaca pasien hipermetropi dalam jarak dekat. Seperti Jaeger Notation, Snellen metric distance dan Lebehnson. b. Refraksi. Retinoskopi merupakan prosedur yang digunakan secara luas untuk menilai hipermetropia secara objektif. Prosedur yang dilakukan meliputi static retinoscopy, subjective refraction dan autorefraction.

c. Pergerakan Okuler, Pandangan Binokuler dan Akomodasi. Pemeriksaan ini diperlukan karena gangguan pada fungsi visual diatas dapat menyebabkan terganggunya visus dan performa visual yang menurun. d. Assesmen kesehatan okuler dan Skreening Kesehatan sistemik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa hipermetropia dapat berupa respon pupil, uji konfrontasi lapangan pandang, uji penglihatan warna, pengukuran tekanan intraokuler dan pemeriksaan posterior bola mata dan adnexa. e.

Kesehatan segmen anterior

Pada pasien dengan daya akomodasi yang masih sangat kuat atau pada anak-anak, sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan pemberian siklopegik atau melumpuhkan otot akomodasi. F. DIAGNOSA BANDING Diagnosis Banding hipermetropi adalah Presbiopi. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis hipermetropi adalah ophtalmoscope. H. PROGNOSIS Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan, pengobatan yang diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi diberikan sebelum saraf optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka prognosisnya lebih baik. I.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata. J. KLASIFIKASI 1. Hipermetropia manifest Adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata yang maksimal.

2. Hipermetropia Absolut Dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermatropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes. 3. Hipermetropia Fakultatif Dimana kelainan hipermatropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istrahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif. 4. Hipermetropia Laten Dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegi ( atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropi laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus menerus, teritama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat. 5. Hipermetropia Total Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia. Selain klasifikasi diatas ada juga yang membagi hipermetropia secara klinis menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Simple Hipermetropia, diakibatkan variasi biologis normal seperti etiologi axial atau refraksi. 2. Patological Hipermetropia, diakibatkan anatomi okuler yang berbeda yang disebabkan 3. Fungsional Hipermetropia, merupakan akibat dari paralisis akomodasi. Klasifikasi berdasar berat ringan gangguan 1. Hipermetropia ringan: gangguan refraksi dibawah +2D 2. Hipermetropia sedang: gangguan refraksinya +2.25- +5 D 3. Hipermetropia berat: gangguan refraksinya diatas 5D

K. PENATALAKSANAAN 1. Koreksi Optikal Untuk mendapatkan koreksi optikal penderita dirujuk ke Rumah Sakit. Hipermetropia dikoreksi dengan kacamata berlensa plus (konveks) atau dengan lensakontak. Pada anak kecil dengan kelainan berderajat rendah yang tidak menunjukan gejala sakit kepala dan keluhan lainnya, tidak perlu diberi kacamata. Hanya orang-orang yang derajat hipermetropianya berat dengan atau tanpa disertai mata juling dianjurkan menggunakan kacamata. Pada anak-anak dengan mata juling ke dalam (crossed eye) yang disertai hipermetropia, diharuskan memakai kacamata berlensa positif. Karena kacamata berlensa plus ini amat bermanfaat untuk menurunkan rangsangan pada otot-otot yang menarik bolamata juling ke dalam. Biasanya sangat memuaskan apabila power yang lebih tipis (1 D) daripada total fakultatif dan absolute hyperopia yang diberikan kepada pasien dengan tidak ada ketidak seimbangan otot ekstraokular. Jika ada akomodatif esotrophia (convergence), koreksi penuh harus diberikan. Pada exophoria, hyperopianya harus dikoreksi dengan 1-2D. Jika keseluruhan refraksi manifest kecil, misalnya 1 D atau kurang, koreksi diberikan apabila pasien memiliki gejala-gejala. 2. Terapi Penglihatan. Terapi ini efektif pada pengobatan gangguan akomodasi dan disfungsi binokuler akibat dari hipermetropia. Respon akomodasi habitual pasien dengan hipermetropia tidak akan memberi respon terhadap koreksi dengan lensa, sehingga membutuhkan terapi penglihatan untuk mengurangi gangguan akomodasi tersebut. 3. Terapi Medis. Agen Antikolinesterase seperti diisophropylfluorophospate(DFP) dan echothiopate iodide (Phospholine Iodide,PI) telah digunakan pada pasien dengan akomodasi eksotropia dan hipermetropia untuk mengurangi rasio konvergensi akomodasi dan akomodasi(AC/A). 3. Merubah Kebiasaan Pasien. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah pengunaan cahaya yang cukup dalam aktivitas, menjaga kualitas kebersihan mata dan apabila pasien adalah pengguna komputer sebaiknya menggunakan komputer dengan kondisi ergonomis. 5. Bedah Refraksi. Terapi pembedahan refraksi saat ini sedang dalam perkembangan Terapi pembedahan yang mungkin dilakukan adalah HOLIUM:YAG laser thermal keratoplasty, Automated Lamellar

Keratoplasty, Spiral Hexagonal Keratotomy, Excimer Laser dan ekstraksi lensa diganti dengan Intra Oculer Lens. Akan tetapi pembedahan masih jarang digunakan sebagai terapi terhadap hipermetropia. L. PENCEGAHAN 1. duduk dengan posisi tegak ketika menulis. 2. Istirahatkan mata setiap 30-60 menit setelahmenonton TV, komputer atau setelah membaca. 3. Aturlah jarak baca yang tepat (> 30 cm). 4. Gunakan penerangan yang cukup 5. Jangan membaca dengan posisi tidur.

19. MIOPIA RINGAN ( RABUN JAUH ) Definisi Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Miopia tinggi adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih.1,6,7 Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.8 2.1.2 Tipe Miopia 7,9 1. Miopia aksial Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri. 2. Miopia kurfatura Kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada keratokonus dan kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga menyebabkan miopia kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6 dioptri.

3. Miopia indeks refraksi Peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada penderita diabetes melitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. 4. Perubahan posisi lensa Perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama glaukoma berhubungan dengan terjadinya miopia. Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam:6 1. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri 2. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri 3. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri 4. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri 5. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri Pemanjangan bola mata yang biasa terjadi pada penderita miopia terbatas pada kutub posterior, sedang setengah bagian depan bola mata relatif normal. Bola mata membesar secara nyata dan menonjol kebagian posterior, segmen posterior sklera menipis dan pada keadaan ekstrim dapat menjadi seperempat dari ketebalan normal.7 Hubungan antara miopia dan kenaikan tekanan bola mata telah banyak menjadi bahan publikasi. Tekanan intraokuli mempunyai peranan penting pada pertumbuhan dan perkembangan bola mata. Mata mempunyai respon terhadap peningkatan tekanan intraokuli dengan cara bertambahnya ukuran bola mata terutama diameter aksial dengan akibat berkembangnya suatu miopia.Tekanan bola mata rata-rata pada penderita miopia secara nyata mempunyai tendensi lebih tinggi dari mata emetrop dan hipermetrop. Prevalensi miopia diantara penderita glaukoma bervariasi, Gorin G menyatakan 38%, Huet Jf 25%, tetapi Davenport melaporkan 7,4% diantara 1500 penderita glaukoma. Miopia tinggi dapat menjadi predisposisi terhadap glaukoma sudut terbuka.7 Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti miopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi ini mengelilingi papil yang disebut annular patch. Dijumpai degenerasi dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer (degenerasi latis).7,8 Degenerasi latis adalah degenerasi vitreoretina herediter yang paling sering dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik-bintik kuning keputihan (Gambar 1). Perkiraan insiden sebesar 7% dari populasi umum. Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina. Tanda utama penyakit adalah retina yang tipis yang ditandai oleh batas tegas dengan perlekatan erat vitreoretina di tepinya.10,11

Patogenesis degenerasi latis tidak sepenuhnya dimengerti, meskipun beberapa teori telah dikemukakan. Tidak adanya pertumbuhan regional membran limitan interna retina ditambah dengan adanya tarikan abnormal dari vitreoretinal merupakan teori yang banyak digunakan saat ini. 12 Adanya degenerasi latis semata-mata tidak cukup memberi alasan untuk memberikan terapi profilaksis. Riwayat ablasio retina pada keluarga, ablasio retina di mata yang lain, miopia tinggi dan afakia adalah faktor-faktor risiko terjadinya ablasio retina pada mata dengan degenerasi latis, dan mungkin diindikasikan terapi profilaksis dengan bedah beku atau fotokoagulasi laser. 10 Miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.8 Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Dapat juga ditemukan bercak Fuch erupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan lebih lanjut akan terjadi degenerasi papil saaraf optik. Miopia maligna dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Pada anak-anak diagnosis sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya miopia dalam waktu yang relatif pendek.6,8 Etiologi dari miopia maligna sampai saat ini belum jelas. Biasanya faktor utama untuk menentukan tipe miopia adalah kelemahan dan ketidakmampuan sklera untuk mempertahankan tekanan intraokular tanpa kontraksi dan relaksasi. Umumnya perubahan fundus disebabkan oleh kontraksi tetapi perubahan ini lebih dipengaruhi oleh kelainan perkembangan genetik yang mempengaruhi seluruh segmen posterior mata. Perubahan yang terjadi tidak begitu berbeda dengan miopia simpleks. Miopia maligna berhubungan dengan penyakit sistemik seperti Marfan’s syndrome, prematur retinopati, Ehler’s-Danlos sindrom dan albinisme.11 Patogenesis dari miopia maligna masih belum jelas. Sebelumnya pernah diidentifikasi adanya lokus autosomal dominan miopia maligna pada gen 18p11.31. pada penemuan selanjutnya, ditemukan adanya gen heterogen miopia maligna yang terkait dengan lokus kedua dari gen 12q2123.8 Miopia maligna terdiri dari dua stadium:6 1. Stadium developmen Kerusakan pada stadium ini disebabkan pemanjangan dari aksis diikuti dengan kerusakan vaskular. Pemanjangan dari aksis bola mata, yang disebut staphyloma posterior, timbul akibat penipisan sklera. Ekstasia sklera yang progresif terbentuk pada kutub posterior (diskus nervus optikus dan makula), bagian inferior, nasal, atau dalam bentuk multipel. Kerusakan pada membran Bruch disertai dengan atropi khoroid membentuk lesi yang disebut Lackuer cracks. Hal ini berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya neovaskularisasi pada khoroid.

2. Stadium degenerasi

Stadium ini merupakan tahap akhir dari stadium developmen. 2.1.3 Etiologi dan Patogenesis Etiologi dan patogenesis pada miopia tidak diketahui secara pasti dan banyak faktor memegang peranan penting dari waktu kewaktu misalnya konvergen yang berlebihan, akomodasi yang berlebihan, lapisan okuler kongestif, kelainan pertumbuhan okuler, avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori miopia menurut sudut pandang biologi menyatakan bahwa miopia ditentukan secara genetik.13 Pengaruh faktor herediter telah diteliti secara luas. Macam-macam faktor lingkungan prenatal, perinatal dan postnatal telah didapatkan untuk operasi penyebab miopia. 13 2.1.4 Gejala Klinis Gejala subjektif miopia antara lain: 8 a. Kabur bila melihat jauh b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi ) d. Astenovergens Gejala objektif miopia antara lain: 8 1. Miopia simpleks : a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik. 2. Miopia patologik : 8,11 a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada 1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia 2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur 3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula. 4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer 5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid. Kesalahan pada saat pemeriksaan refraksi biasa mendominasi gejala klinik yang terjadi pada miop tinggi. Hilangnya penglihatan secara tiba-tiba mungkin disebabkan karena perdarahan

makular pada bagian fovea dimana membrana Bruch mengalami dekompensasi. Kehilangan penglihatan secara bertahap dan metamorpopsia terjadi oleh karena rusaknya membrana Bruch.14 Dikatakan miop tinggi apabila melebihi -8.00 dioptri dan dapat labih tinggi lagi hingga mencapai -35.00 dioptri. Tingginya dioptri pada miopia ini berhubungan dengan panjangnya aksial mIopia, suatu kondisi dimana belakang mata lebih panjang daripada normal, sehingga membuat mata memiliki pandangan yang sangat dekat.15 2.1.5 Koreksi Miopia Tinggi a. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting. Meskipun banyak pasien miopia tinggi menggunakan lensa kontak, kacamata masih dibutuhkan. Pembuatan kacamata untuk miopia tinggi membutuhkan keahlian khusus. Bingkai kacamata haruslah cocok dengan ukuran mata. Bingkainya juga harus memiliki ukuran lensa yang kecil untuk mengakomodasi resep kacamata yang tinggi. pengguanaan indeks material lensa yang tinggi akan mengurangi ketebalan lensa. Semakin tinggi indeks lensa, semakin tipis lensa. Pelapis antisilau pada lensa akan meningkatkan pengiriman cahaya melalui material lensa dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi yang lebih tinggi.15 b. Koreksi Miopia Tinggi dengan Menggunakan Lensa Kontak Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia tinggi adalah lensa kontak. Banyak jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang telah tersedia lebih dari -16.00 dioptri.15 Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa kontak lunak disusun oleh hydrogels, HEMA (hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan lensa kontak keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate).16 Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai untuk sementara waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman penglihatan yang tidak maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu mengoreksi astigmatisme, kurang awet serta perawatannya sulit.16 Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus yang baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu mengoreksi astigmatisme kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah memerlukan fitting yang lama, serta memberikan rasa yang kurang nyaman.16 Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu dilewati gas O2. Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dk-nya semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut. 16 Lensa Kontak Ditinjau dari Segi Klinis 1. Lapang Pandangan Karena letak lensa kontak yang dekat sekali dengan pupil serta tidak memerlukan bingkai dalam pemakaiannya, lensa kontak memberikan lapang pandangan yang terkoreksi lebih luas dibandingkan kacamata. Lensa kontak hanya sedikit menimbulkan distorsi pada bagian perifer.16 2. Ukuran Bayangan di Retina

Ukuran bayangan di retina sangat tergantung dari vertex distance (jarak verteks) lensa koreksi. Jika dibandingkan dengan pemakaian kacamata, dengan koreksi lensa kontak, penderita miopia memiliki bayangan yang lebih besar di retina, sedangkan pada penderita hipermetropia bayangan menjadi lebih kecil.16 3. Akomodasi Dibandingkan dengan kacamata, lensa kontak meningkatkan kebutuhan akomodasi pada penderita miopia dan menurunkan kebutuhan akomodasi pada penderita hipermetropia sesuai dengan derajat anomali refraksinya.16 Pemilihan Lensa Kontak Tabel 2.1 Perbandingan Indikasi Pemakaian Lensa Kontak Lunak dan Keras (Dikutip dari: kepustakaan 16) Lensa Kontak Lunak

Lensa Kontak Keras

Pemakaian lensa kontak pertama kali

Gagal dengan lensa kontak lunak

Pemakaian sementara

Iregularitas kornea

Bayi dan anak-anak

Alergi dengan bahan lensa kontak lunak Dry eye

Orang tua Terapi terhadap kelainan kornea (sebagai bandage)

Astigmatisme Keratokonus Pasien dengan overwearing problem

c. Koreksi Miopia Tinggi dengan LASIK LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme).17 Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:17 a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak b. Kelainan refraksi: Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri. Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri. Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri c. Usia minimal 18 tahun d. Tidak sedang hamil atau menyusui e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun

f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6 (enam) bulan g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak, glaukoma dan ambliopia h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens) Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:17 a. Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil. b. Sedang hamil atau menyusui c. Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis. d. Riwayat penyakit glaukoma. e. Penderita diabetes mellitus. f. Mata kering g. Penyakit : autoimun, kolagen h. Pasien Monokular i. Kelainan retina atau katarak Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan konsultasi atau pemeriksaan dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan pasti mengenai prosedur / tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Setelah melakukan konsultasi / pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian mata anda akan diperiksa secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi (computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak untuk menjalankan tindakan LASIK.17 Persiapan calon pasien LASIK:17 a. Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan finduskopi b. Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan c. Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea sehingga bisa dilakukan Custumize LASIK d. Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan LASIK menunjukan hasil yang sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana seperti pada semua prosedur atau tindakan medis lainnya, kemungkinan adanya resiko akibat dari prosedur atau tindakan LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil dari beberapa pasien antara lain:12 a. Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction). Diketahui setelah pasca tindakan LASIK akibat dari kurang atau berlebihan tindakan koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan LASIK ulang / Re-LASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil dalam kurun waktu lebih kurang 3 bulan setelah tindakan. b. Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa bergeser (Free flap, button hole, decentration flap). Flap ini akan melekat cukup kuat kira-kira seminggu setelah tindakan.

c.

Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama seminggu setelah tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan semacam lubrikan tetes mata. d. Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan pupil mata yang besar dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Komplikasi sangat jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 13 bulan. Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain:17 a. Anestesi topikal (tetes mata) b. Pemulihan yang cepat (Magic Surgery) c. Tanpa rasa nyeri (Painless) d. Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless) e. Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy) f. Komplikasi yang rendah g. Prosedur dapat diulang (Enhancement) Untuk mendapatkan koreksi optikal, penderita Miopi dirujuk ke Rumah Sakit. Komplikasi Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa ablasio retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.7,8

20. Astigmatisma Definisi

Ketajaman normal mata manusia untuk dapat melihat gambar atau tulisan pada jarak 6 meter. Selain itu, mata juga bisa melihat dengan jelas pada sudut pandang visualis 5 derajat. Jika seseorang tidak bisa melihat dengan standar tersebut maka kemungkinan matanya mengalami kelainan. Salah satu kelainan pada mata itu, salah satunya adalah mata asigmatisma. Penyebab Kelainan mata ini disebabkan penderita tidak dapat melihat sama jelas pada gambar disatu bidang datar. Penyebabnya kelengkungan kornea, pasca infeksi, dan pasca bedah kornea. Gejala Tidak dapat melihat gambaran/bayangan garis vertikal dengan horizotal secara bersamaan. Pengobatan Kelainan ini dapat disembuhkan dengan lensa silinder. Untuk mendapatkan koreksi optikal,penderita astigmatisma dirujuk ke Rumah Sakit.

21. PRESBIOPIA ( MATA TUA ) Definisi : Presbiopia terjadi secara alami dimana penglihatan jarak dekat menjadi buram, dan sulit untuk fokus pada saat membaca, menggunakan handphone atau bekerja pada komputer. Hal ini bukan merupakan penyakit, pada kenyataannya hal ini merupakah hal biasa pada usia ini.

Penyebab Presbiopia

Pada usia muda, lensa mata masih lembut dan fleksible, bisa berubah bentuk pada saat melihat objek dari jarak yang berbeda. Pada usia tua, lensa crystaline dalam mata Anda menjadi keras dan kehilangan elastisitasnya. Pada saat kehilangan elastisitasnya, mata Anda akan mejadi berkurang untuk bisa fokus pada objek yang dekat.

Gejala Presbiopia Orang banyak salah paham dari gejala presbiopia untuk rabun dekat. Kondisi nya memiliki perbedaan yaitu rabun dekat merupakan hasil dari bentuk kornea yang berubah, dimana presbiopia ini merupakan hilangnya fleksibilitas di dalam lensa mata.

Penanganan Ada beberapa pilihan untuk yang memiliki Presbyopia, termasuk lensa kontak. Teknologi terkini membuat orang yang memiliki presbyopia bisa memakai lensa kontak di bandingkan dengan bifocals atau kaca mata baca. Untuk mendapatkan koreksi optikal, penderita dirujuk ke Rumah Sakit Penanganan umum untuk Presbyopia termasuk :  

Pembesaran Kaca mata bifokal atau vanifokal



Kaca mata baca



Lensa kontak

22. BUTA SENJA / RABUN SENJA

Definisi Rabun Senja Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga menyebutnya sebagai rabun ayam, mungkin didasari fenomena dimana ayam tidak dapat melihat jelas di senja atau malam hari. Rabun senja merupakan penyakit dengan keluhan tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan gelap (waktu senja). Rabun senja ini merupakan manifestasi defisiensi vitamin A yang paling awal. Pada rabun senja, mata terlihat normal hanya saja penglihatan menjadi menurun saat senja tiba atau tidak dapat melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya. Rabun senja paling banyak dialami oleh anak-anak, pada anak berusia 1 sampai 3 tahun hal ini bisa terjadi karena tidak lama setelah disapih anak tersebut diberikan makanan yang tidak mengandung vitamin A. (Sommer 1978). Etiologi Rabun Senja Rabun senja terjadi karena kerusakan sel retina yang semestinya bekerja saat melihat benda pada lingkungan kurang cahaya. Banyak hal yang dapat menyebabkan kerusakan sel tersebut, tetapi yang paling sering akibat dari kekurangan vitamin A. Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang, reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya tingkat rendah. Oleh karena itu, defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin, mengganggu fungsi batang sehingga menimbulkan rabun senja. Penyebab lain adalah mata minus, katarak, retinitis pigmentosa, obatobatan, dan bawaan sejak lahir. Untuk mengetahui penyebabnya, biasanya dokter mata melakukan serangkaian pemeriksaan, baik fisik maupun laboratorium. Kelompok yang rentan terkena xerophthalmia adalah bayi yang tidak mendapatkan ASI ekslusif / tidak mendapatkan pengganti ASI yang baik dan cukup baik dari segi jumlah maupun kualitasnya), bayi yang lahir dengan berat badan rendah (BBLR) kurang dari 2,5 kg, anak-anak yang kekurangan gizi, anakanak yang menderita infeksi (TBC, campak, diare, pneumonia), anak-anak yang kurang / jarang

makan makanan yang mengandung vitamin A. Selain bayi dan anak-anak, ibu hamil dan menyusui juga rentan terkena xerophthalmia. Tanda dan Gejala Rabun Senja Rabun senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Tanda dan gejala pada penderita rabun senja adalah pada daya pandang menurun, terutama pada senja hari atau saat ruangan keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang remang-remang atau kurang setelah lama berada di cahaya terang. Penglihatan menurun pada senja hari, yaitu penderita tidak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut juga buta senja. Terjadi kekeringan mata, dan bagian putih menjadi suram, dan sering pusing. (Wijayakusuma 2008). Rabun senja dapat dideteksi jika anak sudah bisa berjalan, anak tersebut akan sering membentur atau menabrak benda yang berada di depannya karena tidak dapat melihat maka dapat dicurigai bahwa anak tersebut menderita rabun senja. Jika anak belum dapat berjalan, agak susah mendeteksinya. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila didudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya (Sommer 1978). Patofisiologi Rabun Senja Bentuk penyimpanan dalam hati dalam bentuk retinol sebagai asupan dari vitamin A dan beta carotene. Ketika asupan vitamin A melebihi 300-1200 µg/hari, kelebihan akan disimpan dan cadangan di hati meningkat. Ketika asupan vitamin A kurang dari jumlah yang dibutuhkan, cadangan retinol dalam hati akan dikeluarkan untuk memelihara serum retinol pada tingkat normal (di atas 200 µg)). Ketika asupan vitamin A terus menerus berkurang untuk jangka waktu yang lama, cadangan dalam hati akan menipis, tingkat serum retinol akan turun, fungsi epitel terganggu, dan tanda-tanda xerophthalmia terlihat. Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang, yaitu reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya tingkat rendah. Defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin, mengganggu fungsi batang sehingga menimbulkan rabun senja. Durasi ketidakcukupan asupan terjadi tergantung dari jumlah vitamin A yang dicerna, tingkat penyimpanan hati, dan tingkat penggunaan vitamin A yang digunakan oleh tubuh.

Anak-anak dengan status gizi buruk, asupan vitamin A yang sangat sedikit akan memiliki cadangan yang terbatas. Ketika asupan vitamin A tidak ada dari diet atau terjadi gangguan penyerapan dan terjadi peningkatan kebutuhan. metabolisme dapat secara cepat menghabiskan cadangan retinol dalam hati dan merusak kornea, walaupun mata pada saat itu masih terlihat normal. Ketersediaan vitamin A juga tergantung pada status gizi anak secara keseluruhan. Jika asupan protein kurang maka sintesis RBP pun akan menurun. Serum Retinol akan menurun walaupun cadangan di hati normal. Akhirnya, hati tidak dapat menyimpan lagi vitamin A atau mensisntesis RBP secara normal (Sommer 1978). Pengobatan Rabun senja atau nyctalopia merupakan kondisi dimana sulit atau tidak dapat melihat di kala malam atau di cahaya yang redup. Rabun senja dapat terjadi karena kongenital (bawaan), rabun dekat (hipermetropia) yang tidak dikoreksi, penyakit mata (retinitis pigmentosa, glaukoma, katarak), dan defisiensi (kekurangan) vitamin A. Pengobatan yang dilakukan akan tergantung dari penyebab dasar dari rabun senja. Sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter spesialis mata untuk dilakukan pemeriksaan mata secara lengkap dan diberikan pengobatan sesuai penyebab. Pengobatan rabun senja tergantung pada penyebabnya. Jika karena kekurangan vitamin A, maka harus diberikan vitamin A dalam jumlah yang cukup, baik berupa suplemen maupun dari makanan sehari-hari. Jika karena katarak, maka katarak sebaiknya dioperasi. Semua anak yang beresiko pada kerusakan kornea yang dikaitkan dengan defisiensi vitamin A harus diidentifikasi secara jelas, diantaranya semua yang telah terbukti mengalami xerophthalmia (rabun senja hingga keratomalacia). Menginjeksikan vitamin A secara intramuscular sebanyak 55 mg retinol palmitat (100.000 IU). Jika secara parenteral tidak tersedia, dapat diberikan sebanyak 110 mg retinol palmitat (200.000 IU) dalam air atau minyak, melalui mulut. Sebagai tambahan, 110 mg retinol palmitat (200.000 IU) dapat diberikan melalui mulut pada hari berikutnya untuk memastikan pengobatan yang cukup. Dosis sebaiknya berkurang setengah dari jumlah yang seharusnya pada anak berusia kurang dari satu tahun. Sebaiknya pengobatan dilakukan selama 2-6 bulan. Salep antibiotik kadang digunakan setiap 8 jam untuk mengurangi resiko infeksi bakteri. Antibiotik yang digunakan sebaiknya dipilih yang sesuai dengan jenis organism, seperti Staphylococcus dan Pseudomonas. Reaksi pengobatan terlihat dalam 1-2 hari setelah diberikan kapsul vitamin A (Sommer 1978).

Anjuran Gizi pada Rabun Senja Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang vital untuk menjaga kesehatan. Vitamin A tidak hanya bertanggung jawab pada kesehatan mata, tapi juga kekebalan tubuh. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan rendahnya respons imun, kesuburan, ganggguan pada pertumbuhan, serta rendahnya perkembangan mental. Selain itu kelainan pada mata (xerophthalmia) dan buta senja merupakan sebagian contoh kekurangan vitamin A. Xerophthalmia yang tidak segera diobati dapat menyebabkan kebutaan. Salah satu upaya untuk mencegah kekurangan vitamin A adalah dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A, seperti nabati (karoten), hewani (retinol). Sayuran berdaun hijau (kangkung, bayam, daun pepaya, dll), buah-buahan yang berwarna orange (wortel, pepaya), susu, daging, hati, telur. Vitamin A juga dapat ditemukan di suplemen, seperti susu bubuk, kapsul vitamin A. Menurut hasil temuan para ahli di bawah koordinasi WHO (tahun 2000) dan pertemuanpertemuan yang dikoorinasi oleh IVACG (International Vitamin A Consultative Group), anjuran pemberian vitamin A adalah sebagai berikut : 1. Bayi 0 hingga 6 bulan adalah sebanyak 3 x 50.000 IU. 2. Bayi 6 hingga 11 bulan adalah sebanyak 100.000 IU (kapsul biru). 3. Bayi 12 hingga 59 bulan adalah sebanyak 200.000 IU (kapsul merah) 4. Ibu masa nifas adalah sebesar 400.000 IU (2X 200.000 IU pada hari yang berbeda). 5. Ibu setelah masa nifas (ada juga kemungkinan sebagian hamil) adalah sebesar 10.000 IU/ hari atau 25.000 IU/ minggu (Hutahuruk 2009).

23. OTITIS EKSTERNA Pendahuluan Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor ini penyebab timbulnya otitis eksterna ini, kelembaban, penyumbatan liang telinga, trauma local dan alergi. Faktor ini menyebabkan

berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma local yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat. Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah pseudomonas (41 %), strepokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan bakteroides (11%).1 Istilah otitis eksterna akut meliputi adanya kondisi inflasi kulit dari liang telinga bagian luar. 2,3 Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang dapat menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang telinga terlibat, tetapi pada furunkel liang telinga luar dapat dianggap pembentukan lokal otitis eksterna. Otitis eksterna difusa merupakan tipe infeksi bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh pseudomonas, stafilokokus dan proteus, atau jamur.4 Penyakit ini sering diumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang pada iklim-iklim sejuk dan kering. Patogenesis dari otitis eksterna sangat komplek dan sejak tahun 1844 banyak peneliti mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini seperti Branca (1953) mengatakan bahwa berenang merupakan penyebab dan menimbulkan kekambuhan. Senturia dkk (1984) menganggap bahwa keadaan panas, lembab dan trauma terhadap epitel dari liang telinga luar merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis eksterna. Howke dkk (1984) mengemukakan pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi kapas dapat menyebabkan terjadi otitis eksterna baik yang akut maupun kronik. Umumnya penderita datang ke Rumah Sakit dengan keluhan rasa sakit pada telinga, terutama bila daun telinga disentuh dan waktu mengunyah. Bila peradangan ini tidak diobati secara adekuat, maka keluhan-keluhan seperti rasa sakit, gatal dan mungkin sekret yang berbau akan menetap.2 Batasan Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yang disebabkan oleh kuman maupun jamur (otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa tidak enak di liang telinga, deskuamasi, sekret di liang telinga dan kecenderungan untuk kambuhan. Pengobatan amat sederhana tetapi membutuhkan kepatuhan penderita terutama dalam menjaga kebersihan liang telinga.8

Etiologi Swimmer’s ear (otitis eksterna) sering dijumpai, didapati 4 dari 1000 orang, kebanyakan pada usia remaja dan dewasa muda.Terdiri dari inflamasi, iritasi atau infeksi pada telinga bagian luar. Dijumpai riwayat pemaparan terhadap air, trauma mekanik dan goresan atau benda asing dalam liang telinga. Berenang dalam air yang tercemar merupakan salah satu cara terjadinya otitis eksterna (swimmer’s ear).3 Bentuk yang paling umum adalah bentuk boil (Furunkulosis) salah satu dari satu kelenjar sebasea 1/3 liang telinga luar. Pada otitis eksterna difusa disini proses patologis membatasi kulit sebagian kartilago dari otitis liang telinga luar, konka daun telinga penyebabnya idiopatik, trauma, iritan, bakteri atau fungal, alergi dan lingkungan. Kebanyakan disebabkan alergi pemakaian topikal obat tetes telinga. Alergen yang paling sering adalah antibiotik, contohnya: neomycin, framycetyn, gentamicin, polimixin, anti bakteri (clioquinol, Holmes dkk, 1982) dan anti histamin. Sensitifitas poten lainnya adalah metal dan khususnya nikel yang sering muncul pada kertas dan klip rambut yang mungkin digunakan untuk mengorek telinga. Infeksi merupakan penyakit yang paling umum dari liang telinga luar seperti otitis eksterna difusa akut pada lingkungan yang lembab.2 Patofisiologi Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud (kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana. Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur. 7 Klasifikasi Otitis Eksterna 4.1. Penyebab tidak diketahui :  Malfungsi kulit : dermatitis seboroita, hiperseruminosis, asteotosis  Eksema infantil : intertigo, dermatitis infantil.  Otitis eksterna membranosa.  Meningitis kronik idiopatik

 Lupus erimatosus, psoriasis

4.2. Penyebab infeksi  Bakteri gram (+) : furunkulosis, impetigo, pioderma, ektima, sellulitis, erisipelas.  Bakteri gram (-) : Otitis eksterna diffusa, otitis eksterna bullosa, otitis eksterna granulosa, perikondritis.  Bakteri tahan asam : mikrobakterium TBC.  Jamur dan ragi (otomikosis) : saprofit atau patogen.  Meningitis bullosa, herpes simplek, herpes zoster, moluskum kontangiosum, variola dan varicella.  Protozoa  Parasit 4.3. Erupsi neurogenik : proritus simpek, neurodermatitis lokalisata/desiminata, ekskoriasi, neurogenik. 4.4. Dermatitis alergika, dermatitis kontakta (venenat), dermatis atopik, erupsi karena obat, dermatitis eksamatoid infeksiosa, alergi fisik. 4.5. Lesi traumatika : kontusio dan laserasi, insisi bedah, hemorhagi (hematom vesikel dan bulla), trauma (terbakar, frosbite, radiasi dan kimiawi). 4.6. Perubahan senilitas. 4.7. Deskrasia vitamin 4.8. Diskrasia endokrin.2

Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel/ bisul) Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi bermula dari folikel rambut di liang telinga yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan menimbulkan furunkel di liang telinga di 1/3 luar. Sering timbul pada seseorang yang menderita diabetes.

Gejala klinis otitis eksterna sirkumskripta berupa rasa sakit (biasanya dari ringan sampai berat, dapat sangat mengganggu, rasa nyeri makin hebat bila mengunyah makanan). Keluhan kurang pendengaran, bila furunkel menutup liang telinga. Rasa sakit bila daun telinga ketarik atau ditekan. Terdapat tanda infiltrat atau abses pada 1/3 luar liang telinga. Penatalaksanaan otitis eksterna sirkumskripta : 8  Lokal : pada stadium infiltrat diberikan tampon yang dibasahi dengan 10% ichthamol dalam glycerine, diganti setiap hari. Pada stadium abses dilakukan insisi pada abses dan tampon larutan rivanol 0,1%.

 Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup berat. Diberikan pada orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid. Anak-anak diberikan dosis 40-50 mg per kg BB.  Analgetik : Parasetamol 500 mg qid (dewasa). Antalgin 500 mg qid (dewasa). Pada kasus-kasus berulang tidak lupa untuk mencari faktor sistemik yaitu adanya penyakit diabetes melitus.8 Otitis Eksterna Difus Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri. Umumnya bakteri penyebab yaitu Pseudomonas. Bakteri penyebab lainnya yaitu Staphylococcus albus, Escheria coli, dan sebagainya. Kulit liang telinga terlihat hiperemis dan udem yang batasnya tidak jelas. Tidak terdapat furunkel (bisul). Gejalanya sama dengan gejala otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul). Kandang-kadang kita temukan sekret yang berbau namun tidak bercampur lendir (musin). Lendir (musin) merupakan sekret yang berasal dari kavum timpani dan kita temukan pada kasus otitis media. 5 Pengobatan otitis eksterna difus ialah dengan memasukkan tampon yang mengandung antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotika sistemik. 6 Otomikosis Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di daerah tersebut. Yang tersering ialah jamur aspergilus. Kadang-kadang ditemukan juga kandida albikans atau jamur lain.

Gejalanya biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering pula tanpa keluhan. Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 25% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadangkadang diperlukan juga obat anti-jamur (sebagai salep) yang diberikan secara topical, fenol gliserol tetes telinga. 6 Gejala Klinis

Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala sering mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan bahwa kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun telinga akan dihantarkan kekulit dan tulang rawan dari liang telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh penderita otitis eksterna. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap awal dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan nyeri tekan daun telinga. Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik merupakan keluhan utama.

Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan kedalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara.2 Tanda-Tanda Klinis Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi : 4 1. Otitis Eksterna Ringan : kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga menyempit. 2. Otitis Eksterna Sedang : liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat positif 3. Otitis Eksterna Komplikas : Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak 4. Otitis Eksterna Kronik : kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif.

Menurut Senturia HB (1980) : Eritema kulit, sekret yang kehijau-hijauan dan edema kulit liang telinga merupakan tanda-tanda klasik dari otitis diffusa akuta. Bau busuk dari sekret tidak terjadi. Otitis eksterna diffusa dapat dibagi atas 3 stadium yaitu : 2 1. “Pre Inflammatory“ 2. Peradangan akut (ringan/ sedang/ berat) 3. Radang kronik

Diagnosis Banding Diagnosis banding dari keadaan yang serupa dengan otitis eksterna antara lain meliputi : - Otitis eksterna nekrotik - Otitis eksterna bullosa - Otitis eksterna granulosa - Perikondritis yang berulang - Kondritis - Furunkulosis dan karbunkulosis - dermatitis, seperti psoriasis dan dermatitis seboroika.

Karsinoma liang telinga luar yang mungkin tampak seperti infeksi stadium dini diragukan dengan proses infeksi, sering diobati kurang sempurna. Tumor ganas yang paling sering adalah squamous sel karsinoma, walaupun tumor primer seperti seruminoma, kista adenoid, metastase karsinoma mamma, karsinoma prostat, small (oat) cell“ dan karsinoma sel renal. Adanya rasa sakit pada daerah mastoid terutama dari tumor ganas dan dapat disingkirkan dengan melakukan pemeriksaan biopsi.2 VI. TERAPI 1. Kausatif : - Antibiotik sistemik Amoksisilin 3x500 mg - Antibiotik local Ottopain 2-4 x sehari 4-5 tetes. 2. Simptomatis : - Analgetik Asam mefenamat 3x500 mg - Antiinflamasi Dexamethasone 3 x 0,5 mg. 3. Edukatif : - Kontrol jika obat habis - Minum obat secara teratur, antibiotic harus dihabiskan. - Telinga jangan kemasukan air. - Mengurangi kebiasaan mengotek telinga dengan cotton bud.

VII. PROGNOSIS Dubia at Bonam

24. OTITIS MEDIA AKUT (OMA) Kompetensi Laporan Penyakit

: 3A : 1101

ICD X : H65-H66; H72

a. Definisi Otitis Media Akut (OMA) adalah radang akut telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas. b. Penyebab Kuman penyebab OMA adalah bakteri pirogenik seperti: Streptococcus hemolitikus, Pneumococcus atau Haemophylus influenza. c. Gambaran Klinik 1) Keluhan dan gejala yang timbul tergantung dari stadium OMA yaitu: a) Stadium oklusi tuba b) Stadium hiperemis c) Stadium supurasi d) Stadium perforasi e) Stadium resolusi 2) Gejala OMA adalah: a) Anak gelisah atau ketika sedang tidur tiba-tiba terbangun, menjerit sambil memegang telinganya. b) Demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan kadang-kadang sampai kejang. c) Kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare. d. Diagnosis Tanda OMA adalah: 1) OMA Stadium oklusi tuba Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani suram, refleks cahaya memendek dan menghilang. 2) OMA Stadium hiperemis Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani hiperemis dan edem serta refleks cahaya menghilang. 3) OMA Stadium supurasi Keluhan dan gejala klinik bertambah hebat. Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani menonjol keluar (bulging) dan ada bagian yang berwarna pucat kekuningan. 4) OMA Stadium perforasi Anak yang sebelumnya gelisah menjadi lebih tenang, demam berkurang. Pada pemeriksaan otoskopik tampak cairan di liang telinga yang berasal dari telinga tengah. Membran timpani perforasi. 5) Stadium resolusi Pemeriksaan otoskopik, tidak ada sekret/kering dan membran timpani berangsur menutup. e. Penatalaksanaan Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan stadiumnya.

1) Stadium oklusi tuba a) Berikan antibiotik selama 7 hari: Amoksisilin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 8 jam atau Eritromisin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 6 jam. b) Obat tetes hidung nasal dekongestan. c) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi. d) Antipiretik. 2) Stadium hiperemis a) Berikan antibiotik selama 10–14 hari: Amoksisilin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 8 jam atau Eritromisin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 6 jam. b) Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari. c) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi. d) Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya. 3) Stadium supurasi. a) Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan. Berikan antibiotik ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi parenteral selama 3 hari. Bila ada perbaikan dilanjutkan dengan pemberian antibiotik peroral selama 14 hari. b) Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis THT untuk dilakukan miringotomi. 4) Stadium perforasi a) Berikan antibiotik selama 14 hari. b) Cairan telinga dibersihkan dengan Solutio H2O2 3% 2–3 kali. f.

KIE 1) Tujuan pengobatan: eradikasi dan mencegah timbulnya komplikasi 2) Pencegahan: Pada stadium supurasi dan perforasi, hindari berenang atau masuknya air ke dalam hidung dan telinga. 3) Alasan rujuk: bila tidak ada perbaikan, ada komplikasi, atau diperlukan miringotomi rujuk ke dokter spesialis THT.

25. SERUMEN PROP Definisi : Serumen adalah hasil produksi kelenjar seromusinosa yang terdapat di liang telinga luar, yang berguna untuk melicinan dinding liang telinga, dan mencegah masuknya serangga kecil ke liang telinga. Faktor yang menyebabkan serumen terkumpul dan mengeras di liang telinga, sehingga menyumbat antara lain ialah: 1. Dermatitis kronis liang telinga luar 2. Liang telinga sempit 3. Produksi serumen banyak dan kental 4. Adanya benda asing di liang telinga 5. Adanya eksostosis (pertumbuhan jinak dari permukaan tulang) liang telinga 6. Serumen terdorong oleh jari tangan atau ujung handuk setelah mandi, atau kebiasaan mengorek telinga. Gejala yang timbul akibat sumbatan serumen dapat berupa rasa telinga tersumbat,

sehingga pendengaran berkurang. Rasa nyeri dapat timbul apabila serumen keras membatu, dan menekan dinding liang telinga. Telinga berdengung (tinitus) dan pusing dapat timbulapabila serumen telah menekan membran timpani, terkadang dapat disertai batuk, oleh karena rangsangan nervus vagus melalui cabang aurikuler. Penatalaksanaan a. Serumen yang masih lunak, dapat dibersihkan dengan kapas yang dililitkan oleh aplikator (pelilit). b. Serumen yang sudah agak mengeras dikait dan dibersihkan dengan alat pengait. c. Serumen yang lembek dan letaknya terlalu dalam, sehingga mendekati mebran timpani, dapat dikeluarkan dengan mengirigasi liang telinga (spooling). d. Serumen yang telah keras membatu, harus dilembekkan terlebih dahulu dengan karbol gliserin 10 %, 3 kali 3 tetes sehari, selama 2-5 hari (tergantung keperluan), setelah itu dibersihkan dengan alat pengait atau diirigasi (spooling). Teknik Irigasi Liang Telinga Dalam melakukan tindakan irigasi liang telinga (spooling) ada beberapa hal yang harus diketahui dan diperhatikan oleh tenaga medis sebelum melakukan tindakan tersebut, antara lain : • Pasien tidak mempunyai riwayat sakit telinga yang menyebabkan rupture gendang telinga, seperti riwayat congekan (OMSK), maupun riwayat trauma gendang telinga. • Pasien tidak sedang mengalami sakit telinga luar (otitis eksterna). Prosedur Tindakan Spooling (Irigasi) telinga adalah : A. Persiapan Alat : 1. Alat Spooling atau Spuit 20 cc. 2. Kom berisi air hangat kuku secukupnya. 3. Bak Bengkok untuk menampung kotoran telinga. 4. Handuk sebagai alas pelindung . 5. Sarung tangan disposable. 6. Otoscope 7. Cotton bud secukupnya. 8. Cairan NaCl hangat atau air hangat. 9. Cairan H2O2 3 % dalam tempatnya. B. Persiapan pasien : 1. Jelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan (inform consent), dan minta kepada pasien agar bersikap kooperatif. 2. Posisikan pasien dengan terlentang dan kepala miring ke sisi berlawanan dengan telinga yang akan dibersihkan. 3. Tindakan

a. Tetesi telinga pasien dengan H2O2 3 % (jika masih ada yang keras), tunggu sampai kotoran hancur atau larut kira-kira 10 – 15 menit. b. Tempatkan bak bengkok dibawah telinga yang dibersihkan, dan beri alas handuk untuk mencegah tetesan air mengenai pasien. c. Perintahkan pasien agar bangun dan duduk tegak d. Semprot telinga pasien dengan Cairan NaCl hangat secara perlahan sampai telinga bersih. e. Eksplorasi dengan otoscope.

Serumen adalah substansi lengket berwarna kekuningan sampai coklat, yang ada di liang telinga. Substansi tersebut adalah hasil produksi dari kelenjar minyak dan modifikasi kelenjar keringat dinding telinga. Serumen tersebut terdiri dari 60% keratin*, 12-20% asam lemak*, alkohol, squalene*, dan 6-9% kolesterol. Komposisi ini menentukan wujud serumen itu sendiri.

Serumen ini secara umum dibagi menjadi: Tipe basah: o Serumen putih (White/Flaky Cerumen), sifatnya mudah larut bila diirigasi. o Serumen coklat (light-brown), sifatnya seperti jeli, lengket. Tipe kering: o Serumen gelap/ hitam, sifatnya keras, biasanya erat menempel pada dinding liang telinga bahkan menutup liang sehingga menimbulkan gangguan pendengaran. Serumen tipe basah lebih dominan dibandingkan tipe kering. Serumen diproduksi tubuh dengan tujuan: Pembersihan Dinding dalam telinga, membrane tympani (gendang telinga) setiap hari menghasilkan epitel mati. Serumen membantu pengeluaran epitel-epitel tersebut sehingga tidak menumpuk dengan bantuan gerakan rahang mulut. Lubrikasi/ pelicin Serumen mencegah terjadinya desikasi/ kekeringan, rasa gatal, dan panas dalam liang telinga. Antibakterial dan antijamur Kemampuan antibacterial dan antijamur serumen karena serumen bersifat asam, mengandung enzim lysozyme*, dan adanya asam lemak. Produksi serumen dipengaruhi oleh stres fisik dan stres psikis. Bila produksi serumen berlebihan, serumen dapat menumpuk dan menyumbat liang telinga, dan menyebabkan penurunan pendengaran. Diperkirakan 60-80% keluhan penurunan pendengaran disebabkan oleh sumbatan serumen (cerumen prop).

Metode Pembersihan Serumen

  

Kuretase*, dengan alat khusus pengangkat serumen, atau dengan cotton bud Irigasi, menggunakan air hangat dan alat khusus Vakum*

Pembersihan serumen yang terlalu sering, justru merangsang produksi serumen lebih banyak. Seruminolisis adalah proses untuk melisiskan (meluruhkan) serumen, biasanya menggunakan agen seruminolitik yang diteteskan ke liang telinga. Biasanya agen ini akan membuat serumen mencair, atau bila terlalu keras maka akan lebih melunakkan serumen sehingga lebih mudah diangkat dengan metode pembersihan yang sesuai. Agen seruminolitik yang tersedia adalah       

Minyak zaitun, minyak almond, minyak mineral, baby oil, gliserol, Peroksida karbamid(6.5%) Larutan sodium bicarbonate, atau sodium bicarbonate B.P.C. (sodium bicarbonate dan glycerine) Cerumol (arachis oil, turpentine dan dichlorobenzene) Cerumenex (Triethanolamine, polypeptides dan oleate-condensate) Exterol (urea, hydrogen peroxide dan glycerine) Docusate sodium Hidrogen Peroksida 3%

Agen-agen ini dipakai 2-3 kali sehari selama 3-5 hari. Pemberian agen-agen ini justru lebih baik daripada manipulasi telinga secara pribadi karena malah mungkin mengakibatkan perlukaan dinding liang telinga. Penggunaan cotton bud pun harus dilakukan secara hati-hati. Sebaiknya sebelum digunakan untuk membersihkan serumen, kapas cotton bud dibasahi dengan baby oil, atau air bersih, atau dibuat lembab, supaya kapas cotton bud tidak mudah lengket dengan serumen yang bisa mengakibatkan kapas terlepas dari batangnya. 26. MABUK PERJALANAN Definisi : Mabuk perjalanan atau istilah kerennya motion sickness merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari kepala pusing, mual sampai muntah dan keluar keringat dingin yang terjadi saat dalam kendaraan yang berjalan. Tak hanya pada anak-anak, orang dewasa pun juga berisiko mengalami mabuk perjalanan. Mabuk perjalanan bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gangguan sesaat yang dipicu oleh adanya gangguan koordinasi di otak akibat adanya rangsangan dari luar yang diterima oleh panca indra secara bersamaan dan diteruskan ke dalam otak. Mabuk perjalanan terjadi jika sistem vestibular (pusat keseimbangan di telinga bagian dalam) terganggu. Gangguan ini dapat disebabkan rangsangan yang terus menerus oleh gerakan-gerakan atau getaran-getaran yang terjadi selama perjalanan sehingga keseimbangan

tubuh terganggu. Terganggunya pusat keseimbangan di telinga bagian dalam ini akan merangsang produksi zat histamin yang akan merangsang otak sehingga menimbulkan reaksi mual dan muntah. Misalnya ketika berada dalam perjalanan, posisi duduk tidak pernah seimbang. Atau sedang membaca di dalam kendaraan yang sedang melaju. Faktor yang Mempengruhi : Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga Anda mengalami mabuk selama di perjalanan. 1. Faktor keturunan. Artinya, kalau orangtuanya selalu mabuk perjalanan, maka anaknya juga berisiko mengalami hal yang sama. 2. Kondisi tubuh yang sedang tidak sehat atau daya tahan tubuh yang tengah menurun, sehingga si kecil rentan sekali dengan perubahan-perubahan yang menimpa tubuhnya. 3. Perut dalam kondsi yang kosong saat melakukan perjalanan. Perut kosong berarti lambungnya kosong, sehingga produksi asam berlebihan. Produksi asam yang berlebihan akan mengiritasi lambung, dan ini akan merangsang reflek mual. 4. Sistem suspensi mobil yang tidak nyaman sehingga menimbulkan goncangan pada penumpangnya. 5. Kondisi jalanan yang tidak rata. Berikut ini tips untuk mencegah terjadinya mabuk kendaraan, biasanya banyak orang bepergian keluar kota baik menggunakan jalur darat, laut dan udara. 1. Perhatikan makanan anda. Hindari makanan yang berlemak, alkohol, dan makanan yang lama dicerna seperti mie, sebelum perjalanan jauh. 2. Hindari makanan yang berbau menyengat. 3. Bawalah selalu buah, terutama jeruk. Jika Anda mulai merasakan gejala mual, aroma dan rasa jeruk cukup menolong dan kembali menyegarkan tubuhnya. 4. Jika tidak ada buah, cobalah untuk mengepalkan tangan dan lemaskan jemari tangan dan kaki berulang-ulang untuk menggiatkan peredaran darah. Selain itu, berikan pijatan pada jemari dan telapak tangan untuk membantu menghilangkan pusing ringan 5. Pilihlah tempat duduk yang mengalami goncangan terkecil dan tempat yang cukup nyaman selama perjalanan. Tempat duduk di tengah sekitar sayap pesawat adalah daerah yang paling sedikit guncangannya. Dalam kapal laut, daerah terbawah dan ditengah mengalami guncangan lebih kecil dari pada di lantai atas dan di bagian luar. 6. Jangan menghadap membelakangi arah perjalanan. 7. Jika di dalam mobil, pilihlah tempat duduk di depan. 8. Buka kaca mobil untuk mensirkulasikan udara segar ke dalam kabin mobil. Jika rasa mual makin hebat, menepi dan berhentilah sejenak. Keluar dan lakukan senam ringan, atau berjalan di sekitar mobil untuk menetralkan efek akumulasi getaran pengganggu. Cara ini amat efektif untuk mencegah mual dan muntah, terutama bagi anak-anak. 1. Jangan membaca saat di perjalanan. 2. Pada perjalanan dengan perahu tataplah jauh ke langit dan cakrawala untuk mengurangi rasa

pusing. 3. Anda bisa membuka jendela mobil untuk mendapatkan udara segar jika memungkinkan. 4. Menjauhlah dari orang yang mungkin juga akan mabuk kendaraan, apabila mereka muntah, bisa jadi anda juga ikut muntah. 5. Mengkonsumsi obat anti mabuk, dimenhidrinat diminum setengah jam sebelum naik kendaraaan.

27 FURUNKEL PADA HIDUNG Definisi Furunkel Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya yang sering terjadi pada daerah bokong, aksila, dan badan. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih dari satu tempat disebut furunkulosis. Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut dikulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya. Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh Staphylococcus aureus, yang disertai oleh peradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak bawah kulit. 2.2. Etiologi Furunkel Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh karena iritasi, tekanan, gesekan, hiperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, dan beberapa faktor yang lain, sehingga kerusakan dari kulit tersebut dipakai sebagai jalan masuknya Staphylococcus aureus maupun bakteri penyebab lainnya. Penularannya dapat melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi penderita. Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor predisposisi antara lain, alcohol, malnutrisi, diskrasia darah, iatrogenic atau keadaan imunosupresi termasuk AIDS dan diabetes mellitus. Jadi, furunkel dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Iritasi pada kulit 2. Kebersihan kulit yang kurang terjaga 3. Daya tahan tubuh yang rendah 4. Infeksi oleh Staphylococcus aureus 2.3. Patofisiologi Furunkel Infeksi dimulai dari peradangan pada folikel rambut pada kulit (folikulitis) yang menyebar pada jaringan sekitarnya. Radang nanah yang dekat sekali dengan kulit disebut pustule. Kulit diatasnya sangat tipis, sehingga nanah di dalamnya dapat dengna mudah mengalir keluar. Sedangkan bisulnya sendiri berada pada daerah kulit yang lebih dalam. Kadang-kadang nanah yang berada dalam bisul diserap sendiri oleh tubuh tetapi lebih sering mengalir sendiri melalui lubang pada kulit. 2.4. Faktor Resiko Furunkel 1.

Kurang terjaga kebersihan

Faktor kebersihan memegang peranan penting. Bila lingkungan kurang bersih, infeksi akan mudah terjadi. Karena itu, pada bayi, gejala bisul mudah dijumpai. Bayi dan anak-anak identik dengan dunia eksplorasi dalam bermain, apalagi bila terkena benda kotor misalnya tanah. Belum lagi setelah main, anak tidak dicuci tangannya sehingga akan mempermudah terjadinya bisul. Pada dasarnya bisul muncul karena adanya kuman. Orang tua yang tidak menjaga kebersihan tubuh bayi dan lingkungannya dengan baik, otomatis lebih berpeluang terpapar kuman penyebab bisul. Tak heran kalau mereka yang tinggal di daerah pemukiman padat, di daerah pengungsian, dimana faktor kebersihannya terabaikan akan lebih mudah bisulan. Namun harus diingat, walaupun tinggal di tempat yang bersih tapi kalau jarang dimandikan dan dijaga kebersihkanya, dengan sendirinya kuman pun akan bersarang. 2. Daerah tropis Secara geografis, Indonesia termasuk daerah tropis, dimana udaranya panas sehingga dengan mudah bayi akan berkeringat. Keringat pun bisa menjadi salah satu pemicu munculnya bisul. Terutama bisul yang terjadi pada kelenjar keringat. 3. Faktor gizi Gizi yang kurang dapat memengaruhi timbulnya infeksi. Bila gizi kurang, berarti daya tahan tubuh menurun, sehingga akan mempermudah timbulnya infeksi. Terlebih pada bayi, kekebalan tubuhnya kurang dibandingkan orang dewasa. 2.5. Tanda dan Gejala Furunkel Mula-mula nodul kecil yang mengalami peradangan pada folikel rambut, kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus keluar. Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya dihidung dan lubang telinga luar. Bisa timbul gejala seperti badan demam, malaise, dan mual. Furunkel dapat timbul di banyak tempat dan dapat sering kambuh. Tempat terjadinya furunkel biasanya yaitu pada muka, leher, lengan, pergelangan tangan, jari-jari tangan, dan pantat. Namun, gejala yang timbul dari adanya furunkel bervariasi tergantung dari beratnya penyakit. Gejala yang sering ditemui pada furunkel adalah : 1. Nyeri pada daerah ruam 2. Ruam pada derah kulit yang berbentuk kerucut dan memiliki pustule 3. Pustule dapat melunak dan mengalami nekrosis 4. Setelah seminggu kebanyakan akan pecah sendiri dan sebagian dapat menghilang dengan sendirinya 2.6. Diagnosa Furunkel 1. Anamnesa Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul tersebut meningkat dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise. 2. Pemeriksaan Fisik Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal (single follicular orifices). Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan. 2.8. Penatalaksanaan Furunkel Tergantung dari keadaan penyakit yang dialaminya. 1. Kebanyakan furunkel tidak membutuhkan pengobatan dan akan sembuh dengan sendirinya 2. Pemeliharaan kebersihan daerah yang mengalami furunkel serta daerah sekitarnya

3. 4. 5. 6 7.

Pengobatan topical, lakukan kompres . Bila lesi masih basah/kotor dikompres dengan Solusio Sodium Chloride 0,9% atau Solusio Rivanol 0,1%. Jangan memijat furunkel Insisi bila telah supurasi Bila lesi telah bersih, diberikan Neocitrin ointment (Basitrasina dan Polimiksina B) atau Framisitin Sulfat kasa steri. Pemberian analgetik,antibiotic oral maupun local ( salep ) Tutuplah luka dengan kain kasa kering

28. RHINITIS AKUT DEFINISI : Rinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan gejala gejala rhinorea, obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala umum malaise dan suhu tubuh naik (Adams et al, 2007). Rinitis disebabkan oleh infeksi virus (Rhinovirus, Myxovirus, virus Coxsakie dan virus ECHO) atau infeksi bakteri terutama Haemophylus Influensa, Steptococcus, Pneumococcus, dan sebagainya (Adams, 2007; Sobol, 2007; Soepardi, 2007). Di samping virulensi, faktor predisposisi memegang peranan penting yaitu faktor eksternal atau lingkungan yang terpenting adalah faktor dingin atau perubahan temperatur dari panas ke dingin yang mendadak, dan faktor internal meliputi daya tahan tubuh yang menurun dan daya tahan lokal cavum nasi (Moore, 2003; Nizar, 2003, Seikh, 2009) Perubahan pada mukosa nasi meliputi stadium permulaan yang diikuti stadium resolusi. Pada stadium permulaan terjadi vasokonstrinsik yang akan diikuti vasodilatasi, udem dan meningkatnya aktifitas kelenjar seromucious dan goblet sel, kemudian terjadi infiltrasi leukosit dan desguamasi epitel. Secret mula mulamula encer, jernih kemudian berubah menjadi kental dan lekat (mukoid) berwarna kuning mengandung nanah dan bakteri (makopurulent). Toksin yang berbentuk terbentuk terserap dalam darah dan lymphe, menimbulkan gejala-gejala umum. Pada stadium resolusi terjadi proliferasi sel epithel yang telah rusak dan mukosa menjadi normal kembali (Adams, 2007; Dhingran, 2007; Rolla, 2009). GEJALA KLINIS : Gejala terdiri dari 1. Stadium Prodromal Kering (stadium awal), di mana penderita merasakan gejala umum seperti menggigil dengan rasa panas dingin berselingan (meriang), nyeri kepela, pucat, kurang nafsu makan, kadang suhu subfebril atau tidak terlalu panas, tapi sering juga terjadi suhu yang tinggi apalagi pada anak-anak yang disertai rasa gatal, panas, rasa kering pada hidung dan tenggorokan, iritasi hidung. Mukosa hidung biasanya pucat dan kering.

2. Stadium Kataralis (stadium lanjutan), pada saat ini biasanya dimulai beberapa jam setelah sekret mencair, obstruksi atau penyumbatan hidung, kehilangan penciuman sementara, lakrimalisasi atau airmata terus-menerus meleleh, dan keadaan bisa berangsur-angsur menjadi lebih buruk. Mukosa hidung memerah, bengkak, dan terdapat sekret atau ingus yang banyak. Setelah beberapa hari, terjadi fase yang di sebut fase mukus. Fase mukus ini gejalanya bermula dengan sekret yang mengental, penciuman membaik dan gejala lokal berkurang. Pada kondisi ideal dengan daya tahan tubuh yang baik, perbaikan seharusnya dicapai dalam satu minggu. Infeksi bakteri sekunder mungkin saja dapat terjadi. Sekret atau ingus kemudian berwarna kuning kehijauan dan penyakit akan lebih lama membaik. Awal stadium kataralis dapat terjadi pada influensa dan infeksi bersama jenis virus lain seperti parainfluenza, adenovirus, rheovirus, coronovirus, enterovirus, myxovirus, dan virus saluran nafas lainnya. Gejalanya seperti yang terjadi di atas tapi lebih berkomplikasi dengan manifestasi lainnya seperti menginfeksi seluruh saluran nafas, saluran pencernaan sehingga menyebabkan diare, meningitis, perikarditis, serta gangguan pada ginjal dan otot. rinitis akut pada masa prodromal mempunyai gejala yang mirip dengan sindroma alergi yaitu: bersin-bersin, rhinorea dan obstruksi nasi. PENATALAKSNAAN : Tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis akut selain istirahat dapat diberikan obat-obat simptomatis seperti analgetik, obat dekongestan, pseudoefedrin, (Settipane,2012). Antibiotik hanya diberikan jika terdapat infeksi sekunder oleh bakteri (Settipane, 2012). Pada pasein ini terdapat infeksi sekunder bakteri (terefleksi dari sekret mukopurulen) sehingga diberikan antibitiotik cefadroxyl 500 mg 3 x sehari. Pasien diberikan k-diclofenac 50 mg 3 x sehari sebagai analgetik dan antiinflamasi (NSAID) untuk proses peradangannya, dan untuk dekongestan diberikan pseudoefedrin 60 mg 3 x sehari karena terjadi hipertrofi konka dan keluhan hidung tersumbat. Vitamin C diberikan sebagai terapi ajuvan untuk menjaga daya tahan tubuh. Anjuran pada pasien yaitu istirahat yang cukup untuk menjaga daya tahan tubuh karena faktor reskio dari rinitis akut adalah penurunan daya tahan tubuh, dan berolahraga teratur. Olahraga selain untuk menjaga daya tahan tubuh juga dapat meringankan gejala karena mempunyai efek vasokonstriksi ringan sehingga hipertorpi atau gejala hidung tersumbat dapat dikurangi. Efek vasokonsriksi dari olahraga didapatkan karena terjadi releas hormon adrenalin saat olahraga

Cara mencegah rhinitis akut atau influensa Sementara tidak ada bukti kuat bahwa profilaksis/ pencegahan dapat diberikan, kemungkinan peningkatan imunitas secara umum dapat membantu. Hal ini termasuk meningkatkan daya tahan tubuh seperti dengan mandi sauna, spa, hidroterapi, olahraga, minum vitamin C, higiene yang baik terutama bila kontak dengan anak kecil. Secara invasif Adenoidektomi mungkin perlu dilakukan pada anak. Immunisasi melawan virus coryza belum dapat dilakukan tapi ada vaksin untuk melawan influenza.

RHINITIS VASOMOTOR Kompetensi :4 Laporan Penyakit : 1302 ICD X : J.30.0 Definisi Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis, bukan suatu reaksi alergi atau inflamasi. Penyebab Belum diketahui, diduga akibat gangguan keseimbangan vasomotor. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai hal:  Obat – obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin, klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokonstriktor lokal.  Faktor fisik, seperti: iritasi asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan bau yang merangsang.  Faktor endokrin, seperti: kehamilan, pubertas dan hipotiroidisme.  Faktor psikis, seperti: rasa cemas dan tegang. Gambaran Klinis  Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi pasien.  Terdapat rinorea yang mukus atau serosa, kadang agak banyak.  Jarang disertai bersin, dan tidak disertai gatal di mata.  Gejala memburuk pada pagi hari saat bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, asap rokok, dan sebagainya. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala. Berdasarkan gejala yang menonjol dibedakan menjadi golongan obstruksi dan rinorea. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaan dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Namun pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak. Penatalaksanaan Dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rhinitis alergi. Terapi bervariasi, tergantung faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara umum terbagi atas:  Menghindari penyebab  Pengobatan simptomatis, dengan dekongestan oral (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolamin) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.selama ……..hari

RHINITIS ALERGIKA Kompetensi Laporan Penyakit ICD X

:4 : 1302 : J.30

Definisi Rinitis alergika adalah suatu kelainan hidung yang disebabkan oleh proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh hipersensitivitas atau alergi tipe 1 dengan gejala karakteristik berupa hidung gatal, bersin-bersin, rinorhea dan hidung tersumbat yang bersifat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Penyebab Berdasarkan terdapatnya gejala dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Rinitis alergi intermiten, bila gejala 4 minggu. Serbuk sari di dalam udara yang menyebabkan rinitis alergika bervariasi, tergantung kepada daerah dan individu. Tanaman yang sering menyebabkan rinitis alergika adalah pohon-pohonan, rumput, bunga dan rumput liar. Selain kepekaan individu dan daerah tempat tumbuhnya tanaman, faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya rinitis alergika adalah jumlah serbuk yang terkandung di dalam udara. Cuaca panas, kering dan berangin lebih banyak mengandung serbuk, cuaca dingin, lembab dan hujan menyebabkan serbuk terbuang ke tanah. Gambaran Klinis Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersinbersin dan hidung meler. Beberapa pasien mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada kelopak mata bagian dalam dan pada bagian putih mata (konjungtivitis). Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik berupa gambaran klinis diatas. Penatalaksanaan Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin. Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolamin) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada pasien tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat. Pemberian amoksisilin 3x500mg atau eritromisin 4x500mg selama 3 – 5 hari jika ada infeksi sekunder.

Selama ....... hri,Jika keadaan kronis rujuk ke dokter spesialis THT.

BENDA ASING (CORPUS ALIENUM) DI HIDUNG Kompetensi Laporan Penyakit ICD X

:4 : : T.17

Definisi Benda asing di hidung adalah terdapatnya sumbatan pada hidung yang diakibatkan oleh benda asing yang masuk ke lubang hidung. Sering terjadi pada anak – anak usia 2 – 4 tahun atau pasien dengan keterbelakangan mental. Penyebab Sumbatan benda asing pada lubang hidung, dapat berupa binatang serangga atau benda lainnya. Gambaran Klinis Hidung tersumbat oleh sekret mukopurulen yang banyak dan berbau busuk di satu sisi rongga hidung, tempat adanya benda asing. Setelah sekret dibersihkan, benda asing akan tampak dalam cavum nasi. Kadang disertai rasa nyeri, demam, epistaksis dan bersin. Diagnosis Pada pemeriksaan tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi ulserasi. Tampak benda asing dalam cavum nasi. Penatalaksanaan Benda asing dengan permukaan kasar dapat dikeluarkan menggunakan forsep hidung. Bila benda asing bulat dan licin, misalnya manik – manik, digunakan pengait yang ujungnya tumpul. Bagian pengait yang bengkok dimasukkan ke dalam hidung bagian atas, menyusuri atap cavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Kemudian pengait diturunkan sedikit sampai ke belakang obyek, kemudian ditarik keluar. Bila tidak ada alat yang sesuai, sebaiknya dirujuk ke spesialis THT. Benda asing yang lunak dapat dikeluarkan dengan pinset hidung. Pemberian antibiotik per oral (Amoksisilin 3x500 mg atau Kotrimoksazole 2x960mg) selama 5 – 7 hari hanya bila ada infeksi hidung dan sinus. Tidak dianjurkan mendorong ke arah nasofaring dengan tujuan agar masuk ke mulut karena dapat masuk ke laring dan saluran napas bawah, sehingga timbul sesak nafas dan kegawatan.

BENDA ASING (CORPUS ALIENUM) DI TELINGA Kompetensi Laporan Penyakit ICD X

:4 : : T.16

Definisi Benda asing di telinga adalah terdapatnya sumbatan pada telinga yang diakibatkan oleh benda asing yang masuk ke liang telinga. Penyebab Benda asing yang masuk ke liang telinga Gambaran Klinis Rasa tidak enak di telinga, tersumbat dan pendengaran terganggu. Bila benda asing tersebut adalah serangga dan melukai dinding liang telinga, maka akan menimbulkan rasa nyeri. Diagnosis Pada inspeksi telinga dengan atau tanpa corong telinga akan tampak benda asing tersebut. Penatalaksanaan Benda asing dikeluarkan dengan cara dijepit dengan pinset dan ditarik keluar. Pada pasien anak, kepala harus dipegang hingga tidak dapat bergerak. Binatang di liang telinga dimatikan dulu dengan meneteskan phenol glyserol, alkohol atau rivanol selama 10 menit ke dalam liang telinga sebelum dikeluarkan. Kemudian diirigasi dengan NaCl atau air bersih untuk mengeluarkannya, atau dengan menggunakan pinset telinga.

EPISTAKSIS Kompetensi Laporan Penyakit ICD X

:4 : :

Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan. Penyebab Penyebab epistaksis dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Penyebab Lokal a. Trauma, misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung, trauma pembedahan atau iritasi gas yang merangsang. b. Infeksi hidung dan sinus paranasal, seperti rhinitis, sinusitis, serta granuloma spesifik seperti lepra dan sifilis. c. Tumor, baik jinak maupun ganas pada hidung, sinus paranasal dan nasofaring. d. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan mendadak atau udara yang sangat dingin. e. Benda asing dan rhinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan disertai ingus berbau busuk. f. Idiopatik, merupakan epistaksis ringan yang berulang pada anak dan remaja. 2. Penyebab Sistemik a. Penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah. b. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia dan leukemia. c. Gangguan endokrin, seperti pada kehamilan, menarche dan menopause. d. Kelainan kongenital, seperti pada penyakit Osler. Gambaran Klinis Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior.

1. Epistaksis anterior, perdarahan berasal dari plexus Kiesselbach (paling sering ditemukan pada anak – anak), atau dari arteri ethmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak hebat, bila pasien duduk, darah akan keluar dari lubang hidung. Sering berhenti spontan dan mudah diatasi. 2. Epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior. Sering terjadi pada usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan. Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat dan dengan memperhatikan gambaran klinis penyakit. Penatalaksanaan Prinsip utama penanggulangan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan rekurensi serta mencari etiologi. Sampai dengan 90% kasus epistaksis dapat berhenti spontan.    

 

    

Perhatikan keadaan umum pasien, pastikan pasien tidak dalam keadaan syok. Jika pasien dalam keadaan syok, segera pasang infus dan pemberian obat – obatan yng diperlukan untuk memperbaiki keadaan umum. Bersihkan lubang hidung dari darah atau bekuan darah Lakukan tindakan vasokonstriksi dan analgesi lokal dengan memasukkan kassa yang telah di basahi dengan lidokain 2% dan adrenalin ke dalam lubang hidung selama 5 – 10 menit. Tentukan sumber perdarahan, di bagian anterior atau posterior. Jika perdarahan tidak berhenti dan sumber perdarahan terletak di bagian anterior, pasang tampon anterior, yaitu kassa yang menyerupai pita dengan lebar 0,5 cm yang telah dibubuhi salep antibiotika dan diletakkan berlapis – lapis mulai dari dasar hidung sampai puncak hidung. Tampon yang dipasang harus menekan sumber perdarahan. Beri antibiotika oral dan obat simptomatis lain yang diperlukan ( asam tranexamat,vit.k 3x1). Tampon diangkat setelah 2 – 3 hari. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan menekan kedua cuping hidung selama beberapa menit. Jika sumber perdarahan tidak diketahui dan perdarahan tidak berhenti, kemungkinan sumber perdarahan di bagian posterior. Segera rujuk pasien ke spesialis THT setelah dilakukan penstabilan keadaan umum pasien.

INFLUENZA (COMMON COLD) Kompetensi Laporan Penyakit ICD X

:4 : 1302 : J.00

Definisi Influenza tergolong infeksi saluran napas akut (ISPA) yang biasanya terjadi dalam bentuk epidemi. Disebut common cold atau selesma bila gejala di hidung lebih menonjol, sementara “influenza” dimaksudkan untuk kelainan yang disertai faringitis dengan tanda demam dan lesu yang lebih nyata. Penyebab Banyak macam virus penyebabnya, antara lain Rhinovirus, Coronavirus, virus Influenza A dan B, Parainfluenza, Adenovirus. Biasanya penyakit ini sembuh sendiri dalam 3 – 5 hari. Gambaran Klinis  Gejala sistemik khas berupa gejala infeksi virus akut yaitu demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nafsu makan hilang, disertai gejala lokal berupa rasa menggelitik sampai nyeri tenggorokan, kadang batuk kering, hidung tersumbat, bersin, dan ingus encer.

  

Tenggorokan tampak hiperemia. Dalam rongga hidung tampak konka yang sembab dan hipermia. Sekret dapat bersifat serus, seromukus atau mukopurulen bila ada infeksi sekunder.

Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan  Anjuran istirahat dan banyak minum sangat penting pada influenza ini.  Pengobatan simtomatis diperlukan untuk menghilangkan gejala yang terasa berat atau mengganggu.  Parasetamol 500 mg 3 x sehari atau asetosal 300 – 500 mg 3 x sehari baik untuk menghilangkan nyeri dan demam.  Untuk anak, dosis parasetamol adalah : 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari  Antibiotik Amoxicillin 3x500 mg atau Erithromycin 4x500mg selama 3 – 5 hari hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder.  Untuk anak dosis Amoxicillin adalah 25 – 50 mg/kgBB/ hari, dosis Erithromycin adalah 30 -50 mg/kgBB/hari.

PERTUSIS Kompetensi Laporan Penyakit ICD X

: 4 dan 3 B : 0304 : A.37

Definisi Pertusis (Batuk Rejan) adalah penyakit akut pada saluran pernapasan. Didapatkan pada anakanak yang berumur kurang dari 5 tahun, terutama pada anak umur 2 – 3 tahun. Penyebab Pertusis disebabkan oleh kuman gram negatif Bordetella pertusis. Gambaran Klinis

Gejala penyakit ini timbul 1 – 2 minggu setelah berhubungan dengan penderitanya dan didahului masa inkubasi selama 7 – 14 hari. Biasanya, penyakit ini berlangsung selama 6 minggu atau lebih. Itulah sebabnya penyakit tersebut dinamakan batuk seratus hari. Dalam perjalanannya, pertusis meliputi beberapa stadium, yaitu 1) Stadium Kataralis Ditandai timbulnya batuk ringan, terutama pada malam hari, disertai demam dan pilek ringan. Stadium ini berlangsung 1 – 2 minggu. Pada stadium kataral tak dapat dibedakan dengan ISPA yang disebabkan oleh virus. 2) Stadium Spasmodik Berlangsung 2 – 4 minggu. Gejalanya, batuk lebih sering, penderita berkeringat, dan pembuluh darah di muka-leher melebar. Serangan batuknya panjang biasanya diakhiri dengan bunyi melengking yang khas (whooping caugh) dan disertai muntah. Sering terjadi perdarahan subkonjungtiva dan / atau epistaksis. Kuku dan bibir penderita menjadi kebiruan karena darah kekurangan oksigen. Di luar serangan, penderita tampak sehat. 3) Stadium Konvalesensi Terjadi selama dua minggu. Gejalanya, penderita mereda batuknya dan berangsur-angsur mulai bertambah nafsu makannya. Diagnosis  Meningkatnya serum Ig A spesifik Bordatella pertusis  Terdeteksi Bordatella pertusis dari spesimen nasofaring  Kultur swab nasofaring ditemukan Bordatella pertusis Penatalaksanaan  Pengobatan pertusis ditujukan pada kuman penyebabnya dengan pemberian antibiotika yang sesuai, seperti eritromisin 30 – 50 mg/kgBB 4 x sehari.  Untuk batuk dapat diberikan kodein 0,5 mg/umur ( tahun )/kali.  Pertusis dapat dicegah dengan imunisasi DPT, yaitu Difteri-Pertusis-Tetanus. Imunisasi ini diberikan tiga kali berturut-turut pada bayi usia tiga,empat, lima bulan.

FARINGITIS Kompetensi Laporan Penyakit ICD X

:4 : 1302 : J.02

Definisi Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut orofaring yaitu tonsilo faringitis akut, atau bagian dari influenza (rinofaringitis).

Penyebab Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.  Virus (yaitu rhinovirus, adenovirus, parainfluenza, coxsackievirus, Epstein – Barr virus, herpes virus)  Bakteria (yaitu, grup A ß-hemolytic Streptococcus [paling sering]), Chlamydia, Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoea.  Jamur (yaitu Candida); jarang kecuali pada penderita imunokompromis (yaitu mereka dengan HIV dan AIDS).  Iritasi makanan yang merangsang sering merupakan faktor pencetus atau yang memperberat. Gambaran Klinis Perjalanan penyakit bergantung pada adanya infeksi sekunder dan virulensi kumannya serta daya tahan tubuh penderita, tetapi biasanya faringitis sembuh sendiri dalam 3 – 5 hari. 1. Faringitis yang disebabkan bakteri :  Demam atau menggigil  Nyeri menelan  Faring posterior merah dan bengkak  Terdapat folikel bereksudat dan purulen di dinding faring  Mungkin batuk  Pembesaran kelenjar getah bening leher bagian anterior  Tidak mau makan / menelan  Onset mendadak dari nyeri tenggorokan  Malaise  Anoreksia 2. Faringitis yang disebabkan virus :  Onset radang tenggorokannya lambat, progresif  Demam  Nyeri menelan  Faring posterior merah dan bengkak  Malaise ringan  Batuk  Kongesti nasal Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan  Perawatan dan pengobatan tidak berbeda dengan influenza.  Untuk anak tidak ada anjuran obat khusus.



Untuk demam dan nyeri: 1. Dewasa Parasetamol 250 atau 500 mg, 1 – 2 tablet per oral 4 x sehari jika diperlukan, atau Ibuprofen, 200 mg 1 – 2 tablet 4 x sehari jika diperlukan. 2. Anak Parasetamol diberikan 3 kali sehari jika demam  di bawah 1 tahun : 60 mg/kali (1/8 tablet)  1 - 3 tahun : 60 - 120 mg/kali (1/4 tablet)  3 - 6 tahun : 120 - 170 mg/kali (1/3 tablet)  6 - 12 tahun : 170 - 300 mg/kali (1/2 tablet)



Antibiotik hanya diberikan pada pasien dengan minimal 3 dari 4 gejala (kriteria McIssac/kriteria Centor): 1) demam menggigil >38,5oC, 2) eksudat dan purulen di dinding faring, 3) pembesaran kelenjar getah bening anterior 4) pengobatan simtomatik tidak sembuh dalam 3 hari 1. Dewasa  Amoksisilin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari  Eritromisin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari 2. Anak  Amoksisilin 30 - 50mg/kgBB perhari selama 5 hari  Eritromisin 20 – 40 mg/kgBB perhari selama 5 hari

GASTROENTERITIS GASTROENTERITIS A. Pengertian

Gastroenteritis adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 2003).

Menurut WHO (1980) gastroenteritis adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Gastroenteritis ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996) B. Etiologi

1. a)

Faktor infeksi

Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama gastroenteritis, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi

parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans) b) Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan gastroenteritis seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. 2.

Faktor Malabsorbsi

Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab gastroenteritis yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein. 3.

Faktor Makanan:

Gastroenteritis dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.

4.

Faktor Psikologis

Gastroenteritis dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas) C. Patofisiologi Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis ialah: Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah

patofisiologi D. Manifestasi klinis Manifestasi klinis klien dengan gangguang gastroenteritis :



Diare yang berlangsung lama (berhari-hari atau berminggu-minggu) baik secara menetap atau

      

berulang à panderita akan mengalami penurunan berat badan. Berak kadang bercampur dengan darah. Tinja yang berbuih. Konsistensi tinja tampak berlendir. Tinja dengan konsistensi encer bercampur dengan lemak Penderita merasakan sekit perut. Rasa kembung. Kadang-kadang demam.

E. Komplikasi  Dehidrasi  Renjatan hipovolemik  Kejang  Bakterimia

 Mal nutrisi  Hipoglikemia  Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus. F. Pemeriksaan diagnostic Pemeriksaan diagnostic pada klien dengan gastroenteritis : 1. Laboratoris (pemeriksaan darah) Peningkatan LED (pada penyakit Chron dan kolitis). Anemia terjadi pada penyakit malabsorbsi. Di jumpai pula hipokalsemia dan avitaminosis D, peningkatan serum albumin, fosfatase alkali dan masa protrombin pada klien dengan malabsorbsi. Penuruna jumlah serum albumin pada klien penyakit chron. 2. Radiologis - Barrium Foloow through à penyakit chron. - Barrium enema skip lession, spasme pada sindroma kolon iritable. 3. Kolonoskopi Pemeriksaan ini di anjurkan pada pasien yang menderita peradangan kolon. G. Penatalaksanaan Medis  Pemberian cairan.  Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :

a) Memberikan asi. b) Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih. c) Obat-obatan.

-

Racecordil adalah Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf

-

pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat motilitas

-

saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide

-

bekerja lokal pada saluran pencernaan. Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus. Keterangan: Pemberian cairan,pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.

 cairan per oral. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.  Cairan parenteral . Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

GERD ( Gastroesofagus Refluk Disease )

Definisi Penyakit refluks gastoesofageal (gastroesofageal reflux desease/ GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung kedalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring, laring dan saluran nafas. Patofisiologi Apabila katup gastoesofageal tak berfungsi dengan baik, yaitu pintu ini tak tertutup rapat atau longgar, maka asam lambung pun dapat mengalir balik ke atas, menuju kerongkongan. Hal ini yang menjadi penyebab terjadi GERD. Esophagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi LES. Pada orang normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antergrad yang terjadi pada saat proses menelan atau aliran retrograde pada saat terjadinya sendawa atau muntah. Aliran balik dari gasterke esophagus melalui LES hanya terjadi jika tonus LES tidak ada atau sangat rendah (4.5 4. Whiff Test positif (bau amis timbul setelah pada cairan vagina diteteskan larutan KOH - potassium hydroxide Konfirmasi diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 4 kriteria diatas 2 Pengecatan Gram Alternatif diagnosis adalah dengan melakukan pengecatan gram pada hapusan vagina dengan kriteria Hay/Ison atau Kriteria Nugent Kriteria Hay/Ison : (Hay et al., 1994) Grade 1 (normal) : predominasi dari morfotipe laktobasilus Grade 2 (intermediate) : Flora campuran dengan sejumlah kecil laktobasilus dan Gardnerella dan Mobiluncus

Grade 3 (vaginosis bakterial) : predominasi dari Gardnerella dan atau morfotipe Mobiluncus. Latobasilus minimal atau tak ditemukan Standard untuk penelitian adalah menggunakan Kriteria Nugent. Kriteria ini menggunakan skoring 0 – 10 Skore 0 – 3 , diagnosis VB negatif Skore 4 – 6 , intermediate Skore > 7 , diagnosis VB positif Penelitian terbaru membandingkan antara pengecatan gram dengan kriteria Nugent dan Hibridisasi DNA Affirm VPIII dalam penegakkan diagnosa VB. Test Affirm VPIII dapatb mendeteksi 93% sediaan vagina yang positif VB melalui pemeriksaan pengecatan Gram. Sensitivitas Affirm VPIII test adalah 87.7% dan spesifisitas nya 96% dan dapat digunakan untuk penegakkan diagnosa VB secara cepat pada penderita VB. Terapi Antibiotika Metronidazole atau clindamycin peroral atau lokal adalah trerapi yang efektif13 Namun angka kekambuhan juga cukup tinggi 6 Regimen medikamentosa umum adalah Metronidazol 500 mg 2 dd 1 (setiap 12 jam) selama 7 hari14 Dosis tunggal tidak dianjurkan oleh efektivitasnya erendah. Tidak diperlukan terapi pada pasangan seksual. Komplikasi Meningkatnya kepekaan terhadap IMS termasuk infeksi HIV dan komplikasi pada ibu hamil. Epidemiologi Diperkirakan 1 dari 3 wanita terserang dengan VB dalam satu episode kehidupan mereka 18

72. SALPINGITIS Kompetensi : 3A Laporan Penyakit : -

ICD X : N70

a. Definisi Infeksi saluran tuba uterina b. Penyebab Salpingitis akut kebanyakan disebabkan oleh infeksi gonore. Salpingitis kronik dapat berbentuk sebagai piosalping, hidrosalping atau salpingitis ismika nodosa. Pada salpingitis akut perlu dipikirkan kemungkinan kehamilan ektopik atau apendisitis sebagai diagnosis banding. c. Gambaran Klinis

1) Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah, unilateral atau bilateral. Nyeri ini bertambah pada gerakan. 2) Kadang terdapat perdarahan di luar siklus dan sekret vagina berlebihan. 3) Pada yang akut terdapat demam yang kadang disertai keluhan menggigil. 4) Terdapat nyeri tekan di abdomen bagian bawah disertai nyeri pada pergerakan serviks. Parametrium nyeri unilateral atau bilateral. d. Diagnosis Nyeri tekan dan kaku daerah tuba pada pemeriksaan dalam ginekologi. e. Penatalaksanaan 1) Pasien dianjurkan untuk tirah baring pada posisi Fowler. 2) Berikan antibiotik spektrum luas dalam dosis yang tinggi: a) Ampisilin 2 g i.v, kemudian 1 g tiap 6 jam. b) ditambah gentamisin 5 mg/kgBB i.v dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg i.v tiap 8 jam. c) Lanjutkan antibiotik ini sampai pasien tidak demam selama 24 jam. 3) Pilihan lain: doksisiklin 100 mg tiap 12 jam selama 10 hari. 4) Jika pasien menggunakan AKDR, maka AKDR tersebut harus dicabut. 5) Jika tata laksana ini tidak menolong, pasien sebaiknya dirujuk.

73. Kehamilan Normal Proses Kehamilan Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Pembuahan Pembuahan (Konsepsi) adalah merupakan awal dari kehamilan, dimana satu sel telur dibuahi oleh satu sperma. Ovulasi (pelepasan sel telur) adalah merupakan bagian dari siklus menstruasi normal, yang terjadi sekitar 14 hari sebelum menstruasi. Sel telur yang dilepaskan bergerak ke ujung tuba falopii (saluran telur) yang berbentuk corong , yang merupakan tempat terjadinya pembuahan. Jika tidak terjadi pembuahan, sel telur akan mengalami kemunduran (degenerasi) dan dibuang melalui vagina bersamaan dengan darah menstruasi. Jika terjadi pembuahan, maka sel telur yang telah dibuahi oleh sperma ini akan mengalami serangkaian pembelahan dan tumbuh menjadi embrio (bakal janin). Jika pada ovulasi dilepaskan lebih dari 1 sel telur dan kemudian diikuti dengan pembuahan, maka akan terjadi kehamilan ganda, biasanya kembar 2. Kasus seperti ini merupakan kembar fraternal. Kembar identik terjadi jika pada awal pembelahan, sel telur yang telah dibuahi membelah menjadi 2 sel yang terpisah atau dengan kata lain, kembar identik berasal dari 1 sel telur. Pada saat ovulasi, lapisan lendir di dalam serviks (leher rahim) menjadi lebih cair, sehingga sperma mudah menembus ke dalam rahim. Sperma bergerak dari vagina sampai ke ujung tuba falopii yang berbentuk corong dalam waktu 5 menit. Sel yang melapisi tuba falopii mempermudah terjadinya pembuahan dan pembentukan zigot (sel telur yang telah dibuahi). Implantasi dan Perkembangan Plasenta Implantasi adalah penempelan blastosis ke dinding rahim, yaitu pada tempatnya tertanam. Blastosis biasanya tertanam di dekat puncak rahim, pada bagian depan maupun dinding belakang. Dinding blastosis memiliki ketebalan 1 lapis sel, kecuali pada daerah tertentu terdiri dari 3-4 sel. Sel-sel di bagian dalam pada dinding blastosis yang tebal akan berkembang menjadi embrio, sedangkan sel-sel di bagian luar tertanam pada dinding rahim dan membentuk plasenta (ari-ari). Plasenta menghasilkan hormon untuk membantu memelihara kehamilan dan memungkin perputaran oksigen, zat gizi serta limbah antara ibu dan janin. Implantasi mulai terjadi pada hari ke 5-8 setelah pembuahan dan selesai pada hari ke 9-10. Dinding blastosis merupakan lapisan luar dari selaput yang membungkus embrio (korion). Lapisan dalam (amnion) mulai dibuat pada hari ke 10-12 dan membentuk kantung amnion. Kantung amnion berisi cairan jernih (cairan amnion) dan akan mengembang untuk membungkus embrio yang sedang tumbuh, yang mengapung di dalamnya. Tonjolan kecil (vili) dari plasenta yang sedang tumbuh, memanjang ke dalam dinding rahim dan membentuk percabangan seperti susunan pohon.

Susunan ini menyebabkan penambahan luas daerah kontak antara ibu dan plasenta, sehingga zat gizi dari ibu lebih banyak yang sampai ke janin dan limbah lebih banyak dibuang dari janin ke ibu. Pembentukan plasenta yang sempurna biasanya selesai pada minggu ke 18-20, tetapi plasenta akan terus tumbuh selama kehamilan dan pada saat persalinan beratnya mencapai 500 gram. Perkembangan Embrio Embrio pertama kali dapat dikenali di dalam blastosis sekitar 10 hari setelah pembuahan. Kemudian mulai terjadi pembentukan daerah yang akan menjadi otak dan medulla spinalis, sedangkan jantung dan pembuluh darah mulai dibentuk pada hari ke 16-17. Jantung mulai memompa cairan melalui pembuluh darah pada hari ke 20 dan hari berikutnya muncul sel darah merah yang pertama. Selanjutnya, pembuluh darah terus berkembang di seluruh embrio dan plasenta. Organ-organ terbentuk sempurna pada usia kehamilan 12 minggu (10 minggu setelah permbuahan), kecuali otak dan medulla spinalis, yang terus mengalami pematangan selama kehamilan. Kelainan pembentukan organ (malformasi) paling banyak terjadi pada trimester pertama (12 minggu pertama) kehamilan, yang merupakan masa-masa pembentukan organ dimana embrio sangat rentan terhadap efek obat-obatan atau virus. Karena itu seorang wanita hamil sebaiknya tidak menjalani immunisasi atau mengkonsumsi obat-obatan pada trimester pertama kecuali sangat penting untuk melindungi kesehatannya. Pemberian obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan malformasi harus dihindari. Pada awalnya, perkembangan embrio terjadi dibawah lapisan rahim pada salah satu sisi rongga rahim, tetapi pada minggu ke 12, janin (istilah yang digunakan setelah usia kehamilan mencapai 8 minggu) telah mengalami pertumbuhan yang pesat sehingga lapisan pada kedua sisi rahim bertemu (karena janin telah memenuhi seluruh rahim) . Hormon pada Kehamilan Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Pada saat hamil produksi hormon tersebut menjadi lebih banyak dan masing-masing hormon berguna untuk mengatur pertumbuhan janin selama kehamilan. Beberapa jenis hormon dan fungsinya yang telah dikenal adalah : 1. HCG (human chorionic gonadotrophin) Hormon ini dihasilkan oleh embrio. Berfungsi untuk mencegah haid dan meningkatkan kadar progesteron. Kadar HCG yang tinggi pada tiga bulan pertama diperkirakan penyebab morning sickness 2. Estrogen dan Progesteron Hormon ini merupakan salah satu hormon penting dalam kehamilan yang mengatur kehamilan. Progesteron mempersiapkan lapisan rahim untuk menerima telur yang sudah dibuahi, merangsang perkembangan jaringan tubuh serta menimbulkan rasa tenang. Bersama dengan estrogen, hormon progesteron juga berguna untuk merangsang perkembangan kelenjar air susu, memperbesar buah dada, dan membuat areola melebar dan lebih gelap. 3. Relaxin Hormon ini melembutkan rahim dan mengendorkan otot panggul untuk persiapan kelahiran. 4.

Oksitosin

Hormon ini berfungsi untuk merangsang kontraksi rahim untuk mendorong bayi keluar. Oksitosin juga berguna untuk membantu rahim mengkerut ke ukuran normal setelah melahirkan dan merangsang produksi air susu selama proses menyusui. 5. Prostaglandin Bertugas untuk merangsang kehamilan. Wanita memproduksi hormon ini ketika janin siap lahir. Cairan semen yang dikeluarkan pria ketika ejakulasi juga mengandung hormon Prostaglandin 6. Endorfin Hormon endorfin menimbulkan rasa tenang dan menghilangkan rasa sakit. Hormon endorfin meningkat selama kehamilan dan memuncak saat persalinan/kelahiran Tanda dan Gejala Awal Kehamilan Tanda dan gejala pada masing-masing wanita hamil berbeda-beda. Ada yang mengalami gejala-gejala kehamilan sejak awal, ada yang beberapa minggu kemudian, atau bahkan tidak memiliki gejala kehamilan dini. Namun, tanda yang pasti dari kehamilan adalah terlambatnya periode menstruasi. Selain itu didapatkan tanda-tanda lain yaitu : 1. Nyeri atau payudara yang terasa membesar, keras, sensitif dengan sentuhan. Tanda ini muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah konsepsi (pembuahan). Dalam waktu 2 minggu setelah konsepsi, payudara seorang wanita hamil akan mengalami perubahan untuk persiapan produksi ASI yang dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron. 2. Mual pagi hari (morning sickness) umum terjadi pada triwulan pertama. Meskipun disebut morning sickness, namun mual dan muntah dapat terjadi kapan saja selama kehamilan. Penyebab mual dan muntah ini adalah perubahan hormonal yang dapat memicu bagian dari otak yang mengontrol mual dan muntah. Gejala ini dialami oleh 75% wanita hamil. 3. Mudah lelah, lemas, pusing, dan pingsan adalah gejala kehamilan yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah dalam kehamilan atau kadar gula darah yang rendah. 4. Sakit kepala pada umumnya muncul pada minggu ke-6 kehamilan yang disebabkan oleh peningkatan hormon.

5. Konstipasi (sulit BAB) terjadi karena peningkatan hormon progesteron yang menyebabkan kontraksi usus menjadi lebih pelan dan makanan lebih lambat melalui saluran pencernaan. 6. Perubahan mood karena pengaruh hormon. 7. Bercak perdarahan. Terjadi ketika telur yang sudah dibuahi berimplantasi (melekat) ke dinding rahim sekitar 10-14 hari setelah fertilisasi (pembuahan). Tipe perdarahan umumnya sedikit, bercak bulat, berwarna lebih cerah dari darah haid, dan tidak berlangsung lama. Perkembangan Janin Selama Kehamilan Minggu 4 Bayi membentuk embrio yang memproduksi hormon kehamilan. Pembentukan otak dan tulang belakang serta jantung dan aorta. Minggu 5

Terbentuk 3 lapisan, yaitu ectoderm (lapisan paling atas yang akan membentuk sistem syaraf pada janin lalu membentuk otak, tulang belakang, kulit dan rambut), mesoderm (lapisan tengah yang akan membentuk organ jantung, buah pinggang, tulang dan organ reproduksi), dan endoderm (lapisan paling dalam yang akan membentuk usus, hati, pankreas, dan kandung kemih). Minggu 8 Seluruh organ tubuh utama bayi telah terbentuk meskipun belum berkembang sempurna. Mata dan telinga mulai terbentuk. Jantung berdetak kuat. Dengan ultrasound kita dapat melihat jantung janin berdenyut. Minggu 12 Panjang janin sekarang sekitar 6,5 cm dan bobotnya sekitar 18 gram. Kepala bayi menjadi lebih bulat dan wajah telah terbentuk sepenuhnya. Jari-jari tangan dan kaki terbentuk dan kuku mulai tumbuh. Bayi mulai menggerak-gerakkan tungkai dan lengannya, tetapi ibu belum dapat merasakan gerakan-gerakan ini. Minggu 16 Panjang janin sekarang sekitar 16 cm dan bobotnya sekitar 35 gram. Dengan bantuan scan, kita dapat melihat kepala dan tubuh bayi, kita juga dapat melihatnya bergerak-gerak. Ia menggerak-gerakkan seluruh tungkai dan lengannya, menendang dan menyepak. Inilah tahap paling awal di mana ibu dapat merasakan gerakan bayi. Rasanya seperti ada seekor kupu-kupu dalam perutmu. Tetapi, ibu tidak perlu khawatir jika belum dapat merasakan gerakan ini. Jika si bayi adalah anak pertama, biasanya ibu agak lebih lambat dalam merasakan gerakannya. Minggu 20 Bayi masih berenang-renang dalam lautan air ketuban. Ia tumbuh dengan pesat, baik dalam bobot maupun panjangnya yang sekarang telah mencapai 25 cm, yaitu separuh dari panjangnya ketika ia dilahirkan nanti dan bobotnya sudah sekitar 340 gram. Bayi membuat gerakan-gerakan aktif yang dapat dirasakan ibu. Mungkin ibu memperhatikan ada saat-saat di mana bayi tampaknya tidur, dan saat-saat lain di mana ia melakukan banyak gerak. Minggu 24 Sekarang panjang bayi sekitar 32 cm dan bobotnya 500 gram. Ibu dapat merasakan bagian-bagian tubuh bayi yang berbeda yang menyentuh dinding perutnya. Otot rahim ibu meregang dan terkadang ibu merasakan sakit di bagian perutnya. Minggu 30 Kepala bayi sekarang sudah proporsional dengan tubuhnya. Ibu mungkin mengalami tekanan di bagian diafrakma dan perut. Sekarang bobot bayi sekitar 1700 gram dan panjangnya sekitar 40 cm. Minggu 36 Bayi sudah hampir sepenuhnya berkembang. Sewaktu-waktu ia dapat turun ke rongga pinggul ibu. Kulit bayi sudah halus sekarang dan tubuhnya montok. Apabila ia bangun, matanya terbuka dan ia dapat membedakan antara terang dan gelap. Sekarang panjang bayi sekitar 50 cm dan bobotnya berkisar antara 2500 hingga 4500 gram.

Minggu 37-42 Bayi siap lahir. Ibu tidak perlu khawatir jika bayinya tidak lahir tepat pada waktu yang telah diperkirakan. Persentasenya hanya 5% bayi lahir tepat pada tanggal yang diperkirakan. Waktu yang telah lama dinanti hampir tiba dan si bayi akan segera melihat dunia. Sementara itu, rambut lanugo (= rambut badan) bayi telah lenyap meskipun mungkin masih ada yang tersisa di punggung dan dahinya. Sebagian bayi lahir agak terlalu cepat, sebagian lainnya agak sedikit terlambat. Antenatal Care Ante Natal Care adalah merupakan cara penting untuk memonitoring dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan dan asuhan antenatal (Prawirohardjo. S, 2006 :52). Standart Pelayanan Ante Natal Care (ANC) Standar 1 : Metode Asuhan Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah : Pengumpulan data dan analisa data, penentuan diagnosa perencanaan, evaluasi dan dokumentasi. Standar 2 : Pengkajian Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis. Standar 3: Identifikasi Ibu Hamil Bidan melakukan kunjungan rurnah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur. Standar 4: Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal Bidan memberikan sedikitnya 4x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS (Penyakit Menular Seksual) / infeksi HIV (Human Immuno Deficiency Virus) ; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh Puskesmas. Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan rnerujuknya untuk tindakan selanjutnya. Standar 5: Palpasi Abdominal Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan; serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu. Standar 6: Pengelolaan Anemia pada Kehamilan

Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan/atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsi lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya. Standar 8 : Persiapan Persalinan Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi kadaan gawat darurat. Bidan hendaknya kunjungan rumah untuk hal ini. Penatalaksanaan Ante Natal Care (ANC) Pelayanan Ante Natal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan Ante Natal Care (ANC), selengkapnya mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik baik umum dan kebidanan, pemeriksaan laboratorium atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus sesuai dengan resiko yang ada. Namun dalam penerapan operasionalnya dikenal standar minimal ”7T” untuk pelayanan Ante Natal Care (ANC) yang terdiri atas: (Timbang) berat badan Ukuran berat badan dalam kg tanpa sepatu dan memakai pakaian yang seringan-ringannya. Berat badan kurang dari 45 kg pada trimester III dinyatakan ibu kurus kemungkinan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Ukur (tekanan) darah Untuk mengetahui setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda-tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya. Ukur (tinggi) fundus uteri Pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan; serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu. Kunjungan Ante Natal Care (ANC) Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan Ante Natal Care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi adalah setiap kontak tenaga kesehatan baik diposyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah dengan ibu hamil tidak memberikan pelayanan Ante Natal Care (ANC) sesuai dengan standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil (Depkes RI, 2001:31)

Kunjungan ibu hamil Kl Kunjungan baru ibu hamil adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Kunjungan ulang Kunjungan ulang adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya, untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar selama satu periode kehamilan berlangsung. K4 K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke empat atau lebih untuk mendapatkan pelayanan Ante Natal Care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat: 1) Satu kali dalam trimester pertama (sebelum 14 minggu). 2) Satu kali dalam trimester kedua (antara minggu 14-28) 3) Dua kali dalam trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan setelah minggu ke 36). 4) Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan-keluhan tertentu Suplemen yang dianjurkan selama kehamilan 1. Asam folat. Asam folat yang dikonsumsi sebelum hamil dan selama kehamilan melindungi dari gangguan saraf pada janin (anensefali, spina bifida). Wanita hamil disarankan mengkonsumsi asam folat 400 μg/hari selama 12 minggu kehamilan karena kebutuhan asam folat tidak dapat dipenuhi hanya dari makanan. 2. Zat besi. Zat besi adalah komponen utama dari hemoglobin yang bekerja mengangkut oksigen di dalam darah. Selama kehamilan, suplai darah meningkat untuk memberikan nutrisi ke janin. Suplemen besi yang dibutuhkan adalah 30 – 50 mg/hari dan disarankan pada wanita hamil dengan hemoglobin < 10 atau 10,5 g/dl pada akhir kehamilan. Selain suplemen, zat besi juga terkandung pada daging, telur, kacang, sayuran hijau, gandum, dan buah-buahan kering. Suplemen besi sebaiknya dikonsumsi diantara waktu makan dengan perut yang kosong atau diikuti jus jeruk untuk meningkatkan penyerapan. 3. Kalsium. Kalsium penting di dalam mengatur kekuatan tulang wanita hamil dan pertumbuhan tulang bagi janin. Kalsium yang disarankan sebanyak 1.200 mg untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin. Kalsium sebaiknya dikonsumsi ketika sedang makan, diikuti dengan jus buah yang kaya vitamin C untuk meningkatkan penyerapan.

74. Aborsi Spontan Komplit Macam-macam Abortus adalah: 1. Abortus spontan 2. Abortus yang disengaja 3. Abortus tidak aman 4. Abortus septik Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas (usia kehamilan 22 minggu). Tahapan abortus spontan meliputi : 1. Abortus imminens (kehamilan dapat berlanjut). 2. Abortus insipiens (kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang menjadi abortus inkomplit atau abortus komplit). 3. Abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan). 4. Abortus komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan). Abortus yang disengaja adalah suatu proses dihentikannya kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas. Abortus tidak aman adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau keduanya. Abortus septik adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi-sepsis dapat berasal dari infeksi jika organisme penyebab naik dari saluran kemih bawah setelah abortus spontan atau abortus tidak aman. Sepsis cenderung akan terjadi jika terdapat sisa hasil konsepsi atau terjadi penundaan dalam pengeluaran hasil konsepsi. Sepsis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada abortus tidak aman dengan menggunakan peralatan. Penanganan Jika dicurigai suatu abortus tidak aman terjadi, periksalah adanya tanda-tanda infeksi atau adanya perlukaan uterus, vagina dan usus, lakukan irigasi vagina untuk mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, obatobat lokal atau bahan lainnya. Penanganan abortus imminens : 1. Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total. 2. Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual. 3. Jika perdarahan : - Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan penilaian jika perdarahan terjadi lagi. - Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut, khususnya jika ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola. 4. Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (misalnya salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah abortus. Penanganan abortus insipiens : 1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :

- Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu). - Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus. 2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu : - Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi. - Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi. 3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan. Penanganan abortus inkomplit : 1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per oral. 2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan : - Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia. - Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu). 3. Jika kehamilan lebih 16 minggu : - Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. - Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg). - Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus. 4. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan. Penanganan abortus komplit : 1. Tidak perlu evaluasi lagi. 2. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak. 3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan. 4. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah. 5. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut. Pemantauan Pasca Abortus Insidens abortus spontan kurang lebih 15% (1 dari 7 kehamilan) dari seluruh kehamilan. Syarat-syarat memulai metode kontrasepsi dalam waktu 7 hari pada kehamilan yang tidak diinginkan : 1. Tidak terdapat komplikasi berat yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. 2. Ibu menerima konseling dan bantuan secukupnya dalam memilih metode kontrasepsi yang paling sesuai.

75. Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil Anemia adalah kehamilan dengan kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11% pada trimester 1 dan 3 atau kadar 35 tahun. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. Wintrobe (1987) menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya. Muhilal et al (1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin besar 2. Pendarahan akut 3. Pendidikan rendah 4. Pekerja berat 5. Konsumsi tablet tambah darah < 90 butir 6. Makan < 3 kali dan kurang mengandung zat besi GEJALA ANEMIA PADA KEHAMILAN Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, palpitasi, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular DAMPAK ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atoni), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lainlain).Pencegahan dan penanganan anemia PENANGANAN & PENCEGAHAN ANEMIA 1) Pemberian tablet besi Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan dalam program suplementasi, dosis yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu tablet mengandung 60 mg Fe dan 200 mg asam folat) yang dimakan selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi (Daemeyer, 1995). 2) Pendididkan

Konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti para wanita hamil harus diberikan pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemi dan harus pula diyakini bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi (Arisman, 2004). 3) Modifikasi makanan Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara, pertama pemastian konsumsi makanan yang cukup makanan yang cukup kalori sebesar yang dikonsunsi. Kedua meningkatkan ketersediaan zat besi yang dimakan yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi. (Arisman, 2004) 4) Pengawasan penyakit infeksi Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang tidak diinginkan. Tindakan yang penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung adalah mendidik keluarga penderita tentang cara makan yang sehat selama dan sesudah sakit. Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat, pencegahan seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi dan kebersihan perorangan ( Arisman, 2004). 5) Fortifikasi makanan Merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi. Kelompok masyarakat yang dijadikan target harus (dilatih) dibiasakan mengkonsumsi makanan fortifikasi ini serta harus memiliki kemampuan untuk mendapatkannya (Arisman, 2004) . hasil olahan makanan fortifikasi yang paling lazim adalah tepung gandum roti, makanan yang terbuat dari jagung serta jagung giling dan hasil olahan susu meliputi formula bayi dan makanan sapihan (tepung bayi) (Daemeyer, 1995)

76. RUPTUR PERINEUM TINGKAT 1-2 Pengertian dan Penanganan Ruptur Perineum Pengertian Ruputur Perineum (Menurut Harry Oxorn.1998.Ilmu Kebidanan.Patologi dan Fisiologi,Yayasan Esesentia Medika)Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum vagina, servik dan robekan uterus. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat arteril atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam atau speculum. Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan. Jika perlukan hanya mengenai bagian luar (superficial) saja atau jika perlukan tersebut tidak mengeluarkan darah, biasanya tidak perlu dijahit. Hanya perlukan yang lebih dalam dimana jaringannya tidak bisa didekatkan dengan baik atau perlukan yang aktif mengeluarkan darah memerlukan suatu penjahitan. Tujuan dari penjahitan perineum adalah : a. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar proses penyembuhan bisa terjadi. Proses penyembuhan bisa terjadi, proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan jaringan. b. Untuk menghentikan perdarahan Robekan perineum dibagi menjadi 4 tingkat : a. Tingkat I : Robekan terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa kulit perineum b. Tingkat II : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot pernei aranseralis, tetapi tidak mengenai otot sfingerani. c. Tingkat III : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani d. Tingkat IV : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rectum. Robekan derajat pertama : Robekan derajat pertama meliputi mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum tepat dibawahnya. Perbaikan robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin, tujuannya adalah merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostass. Pada rata-rata kasus, beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum sudah memadai. Jika pendarahannya banyak, dapat digunakan jahitan angka 8. jahitan terputus yang di simpul secara longgar, paling baik bagi kulit karena jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih mnyenangkan bagi pasiennya. Ruptur Perineum Derajat Dua Pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka. Pada robekan perineum tingkat dua, setelah diberi anesthesia lokal otot-otot diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-jaringan dibawahnya. a. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan 1) Wadah berisi : sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit, benang jahit, kasa steril, pincet Rasionalisasi : Ditempatkan dalam satu wadah agar memudahkan pekerjaan. 2) Kapas DTT Rasionalisasi : Untuk membersihkan perineum dari lendir dan darah 3) Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam wadah DTT Rasionalisasi : Menghindari adanya kontaminasi dari tangan penolong

4) Patahkan ampul lidokain Rasionalisasi ; Lindokain untuk anestesi luka jalan lahir b. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi ditepi tempat tidur Rasionalisasi : Agar luka terlihat dan penjahitan lebih mudah dilakukan c. Pasang kain bersih dibawah bokong ibu Rasionalisasi : Menghindari terjadinya infeksi karena kain untuk persalinan sudah kotor oleh lendir dan darah. d. Atur lampu sorot atau senter kearah vulva / perineum ibu Rasionalisasi : Untuk dapat melihat dengan jelas luka perineum e. Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir Rasionalisasi : Mencuci tangan termasuk dalam upaya pencegahan infeksi dan di air mengalir karena mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang di air yang tidak mengalir f. Pakaian satu sarung tangan DTT pada tangan kanan Rasionalisasi : Untuk mengambil spuit yang ada pada wadah DTT g. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi tabung suntik dengan lidokain dan letakkan kembali kedalam wadah DTT Rasionalisasi : Untuk memudahkan pekerjaan dan menjaga agar spuit tidak tersentuh oleh alat-alat onsteril h. Lengkapi pemakaian sarung tangan pada tangan kiri Rasionalisasi : Pemakaian sarung tangan termasuk dalam pencegahan infeksi i. Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah dari vulva ke perineum Rasionalisasi : Untuk mencegah kontaminasi kotoran tinja j. Periksa vagina, servik, dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi hanya merupakan derajat satu atau dua Rasionalisasi : Karena jika laserasi derajat II dan IV, jangan mencoba untuk menjahit siapkan rujukan segera. Etiologi Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersama dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. Banyak wanita mengalami robekan perineum pada saat melahirkan anak pertama, pada sekitar separuh dari kasus-kasus tersebut, robekan ini akan amat luas. Laserasi harus diperbaiki dengan cermat Penyebab Maternal Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong Pasien tidak mampu berhenti mengejan Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan. Edema dan kerapuhan pada perineum Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior. Peluasan episiotomi Faktor-faktor janin : Bayi yang besar Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan occipitoposterior Kelahiran bokong Ekstrasksi forceps yang sukar Dystocia bahu

Anomali congenital, seperti hydrocephalus. Laserasi derjat kedua merupakan luka robekan yang lebih dalam, luka ini terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Acapkali musculus peirneus transverses turut terobek dan robekan dapat turun tapi tidak mencapai sphincter recti. Biasanya robekan meluas ke atas disepanjang mukosa vagina dan jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkan laserasi yang berbentuk segitiga ganda dengan dasar pada fourcheffe, salah satu apex pada vagina dan apex lainnya di dekat rectum. Perbaikan Perbaikan pada laserasi derajat dua dilakukan lapis demi lapis Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan untuk merapatkan tepi mukosa vagina dan submukosanya Otot-otot yang dalam corpus perineum dijahit menjadi satu dengan jahitan terputus Jahitan subcutis bersambung atau jahitan terputus, yang disimpul secara longgar, menyatukan kedua tepi kulit Pemberian Anestesi Lokal 1. Pilihan obat (biasanya lidokain) 2. Dosis obat (20-30 ml) 3. Pemeriksaan obat (nama, kekuatan, dan dosis sebelum diberikan) 4. Teknik infiltrasi (tepat dibawah kulit) a. Pasang jarum 1 ½ inci ukuran 22 pada spuit 20 cc b. Isi spuit dengan lidokain c. Suntikkan keseluruhan panjang jarum ke dalam robekan vagina tepat dibawah kulit. Tarik batang penghisap spuit dan lihat jika ada darah (jika anestesi lokal diinjeksikan langsung ke dalam pembuluh darah, maka dapat menyebabkan denyut jantung irregular). Injeksikan bersamaan saat anda menarik spuit. d. Lakukan hal tersebut pada kedua sisi robekan vagina e. Ulangi prosedur pada kedua sisi robekan perineum. Terapi 1. 2.

Amoksisilin oral 3x1 Analgetik kuat 3x1

77. Abses Folikel Rambut Adalah sekumpulan nanah (neutrofil mati) yang telah terakumulasi di rongga di jaringan setelah terinfeksi sesuatu (umumnya karena bakteri atau parasit) atau barang asing (seperti luka tembakan/tikaman). Bisul adalah reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya barang asing di tubuh. Organisme atau barang asing membunuh sel sekitarnya, mengakibatkan keluarnya toksin. Toksin tersebut menyebabkan radang, sel darah putih mengalir menuju tempat tersebut dan kemudian meningkatkan aliran darah di tempat tersebut. Struktur terakhir bisul adalah dinding bisul yang terbentuk oleh sel sehat untuk mencegah barang asing tersebut masuk ke dalam tubuh dan mencegah terkena nya sel lain. Namun, enkapsulasi ini berfungsi untuk mencegah sel imun untuk menyerang bakteri atau barang asing di bisul. Bisul harus dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang telah ada sebelumnya secara normal, sedangkan bisul mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang baru terbentuk melalui proses terjadinya bisul tersebut. Penyebab Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Sreptococcus atau keduanya, species bakteri yang tersering adalah S. aureus dan Streptococcus Beta Haemolitycus, sementara sebagai flora normal juga bisa menyebabkan infeksi meskipun jarang. Staphylococcus dan Streptococcus merupakan penyebab infeksi tersering, namun sebenarnya juga dapat disebabkan oleh kuman gram negative seperti Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, E coli dan Kleibsella Bisul (furunkel) Bisul (furunkel) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan subkutaneus di sekitarnya. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus, tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri lainnya atau jamur. Paling sering ditemukan di daerah leher, payudara, wajah dan bokong. Akan terasa sangat nyeri jika timbul di sekitar hidung atau telinga atau pada jari-jari tangan. Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah. Lalu benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning (membentuk pustula). Bisul bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan nanahnya, kadang mengandung sedikit darah. Bisa disertai nyeri yang sifatnya ringan sampai sedang. Kulit di sekitarnya tampak kemerahan atau meradang. Kadang disertai demam, lelah dan tidak enak badan. Jika furunkel sering kambuhan maka keadaannya disebut furunkulosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Pembiakan contoh jaringan kulit bisa dilakukan untuk memastikan bahwa penyebabnya adalah stafilokokus. Jika bisul timbul di sekitar hidung biasanya akan diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) karena infeksi bisa dengan segera menyebar ke otak

Karbunkel Karbunkel adalah sekumpulan bisul yang menyebabkan pengelupasan kulit yang luas serta pembentukan jaringan parut. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus. Pembentukan dan penyembuhan karbunkel terjadi lebih lambat dibandingkan bisul tunggal dan bisa menyebabkan demam serta lelah karena merupakan infeksi yang lebih serius. Lebih sering terjadi pada pria dan paling banyak ditemukan di leher bagian belakang. Karbunkel juga cenderung mudah diderita oleh penderita diabetes, gangguan sistem kekebalan dan dermatitis. Beberapa bisul bersatu membentuk massa yang lebih besar, yang memiliki beberapa titik pengaliran nanah. Massa ini letaknya bisa lebih dalam di bawah kulit dibandingkan dengan bisul biasa. Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke bagian tubuh lainnya dan bisa ditularkan ke orang lain. Tidak jarang beberapa orang dalam sebuah rumah menderita karbunkel pada saat yang sama. Faktor risiko terjadinya karbunkel adalah: tingkat kebersihan yang buruk keadaan fisik yang menurun gesekan dengan pakaian pencukuran. Pada kulit yang terkena ditemukan beberapa bisul yang bersatu disertai nyeri yang sifatnya ringan atau sedang. Kulit tampak merah dan membengkak. Karbunkel yang pecah akan mengeluarkan nanah lalu mengering dan membentuk keropeng. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk menentukan penyebabnya, bisa dilakukan biopsi atau pembiakan contoh jaringan yang terinfeksi. Untuk mengendalikan infeksi diberikan sabun anti-bakteri, antibiotik topikal (salep atau krim) dan antibiotik per-oral. Kompres hangat bisa membantu mempercepat penyembuhan. Jangan pernah memencet atau mencoba memecahkan karbunkel di rumah, karena bisa memperburuk dan menyebarkan infeksi. Jika nanahnya sudah mengering, luka yang tertinggal harus sering dibersihkan dan sesudah menangani karbunkel, tangan harus dicuci bersih-bersih. Pencegahan Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat anti-bakteri merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah penularan. Bisul bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa saja, namun yang paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak. Jadi salah kalau bisul itu disebabkan kebanyakan makan telur. Bila lingkungan kurang bersih, infeksi pun akan mudah terjadi. Sementara yang namanya anak, identik dengan dunia bermain, termasuk main yang kotor-kotor semisal main tanah. Belum lagi habis main si anak langsung pegang ini-itu tanpa cuci tangan lebih dulu. "Nah, kalau kebersihan anak dan bayi tak dijaga dan diperhatikan oleh orang tua, ya, susah. Itu akan mempermudah terjadinya bisul,Selain itu, anak-anak biasanya sering menggaruk karena rasa gatal yang ditimbulkan akibat banyak keringat dan biang keringat. Padahal, , garukan tersebut dapat merusak kulit sehingga memudahkan masuknya kuman dan timbullah

infeksi. "Itulah mengapa anak yang sering berkeringat, apalagi keringat buntet, mudah timbul bisulan." Yang pasti, karena penyebabnya infeksi maka bisul termasuk penyakit menular. "Menularnya bisa karena garukan tangan, sehingga memindahkan kumannya dari satu tempat ke tempat lain." Tak heran awam sering menyebut bisulnya jadi beranak. "Itu menunjukkan daya tahan tubuh anak kurang sekali." Jangan dipencet Seringkali bisul dibiarkan saja, tak segera diobati. Tunggu sampai istilahnya "matang". Padahal, justru sebetulnya kalau bisa bisul jangan sampai bernanah, "Karena bisa terjadi kerusakan jaringan yang lebih parah dan banyak lagi. Kulit bisa berongga. Jika bisul hanya satu atau beberapa dan masih kecil di permukaan biasanya bisa disembuhkan dengan salep antibiotik. Pemakaian obat dalam bentuk salep atau krim yang dioleskan di kulit lebih efektif ketimbang pengobatan jenis lain. Obat-obatan semacam salep ini sangat dianjurkan untuk kulit karena dibuat dengan daya serap yang cukup efektif terhadap kulit. Tapi, jika sudah membesar, agak dalam dan banyak, anak perlu diberi obat antibiotik yang diminumkan juga. Penisilin juga merupakan salah satu obat pilihan. Cuma, bakteri staphylococcus aureus penyebab bisul bisa mengakibatkan resisten terhadap penisilin, karena kuman tersebut mengeluarkan enzim sehingga penisilinnya tak berfungsi lagi. Akibatnya banyak yang menjadi resisten. Karena itu, anjur itu lebih baik berikan obat antibiotik yang tahan terhadap enzim yang dikeluarkan kuman tadi, supaya efektif. Selain itu, penisilin juga merupakan salah satu obat yang relatif sering menimbulkan reaksi alergi. Bila sudah terjadi abses, sebaiknya nanahnya dikeluarkan. Biasanya dokter akan menginsisi/mengiris dengan pisau tajam sehingga penyembuhannya akan lebih sempurna. Bila pecah sendiri akan menimbulkan kerusakan kulit dan akan berbekas. Begitu pula bila dipaksa dikeluarkan, misalnya dengan dipencet, penyembuhannya akan menimbulkan bekas yang tak sedap dipandang. "Bekas pada jaringan kulitnya akan meninggalkan parut, bisa lekukan atau yang lebih tinggi lagi. Tak mungkin akan normal kembali. Walaupun pada anak kulitnya masih berkembang, namun tetap saja tak akan normal kembali karena jaringannya yang rusak akan membekas," Manifestasi Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, yakni: kemerahan (rubor), panas (calor), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor), dan hilangnya fungsi. Abses dapat terjadi pada setiap jaringan solid, tetapi paling sering terjadi pada permukaan kulit, pada paru-paru, otak, gigi, ginjal, dan tonsil. Komplikasi mayor abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal (meskipun jarang) apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakhea. Tatalaksana Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen, dan kuretase.

Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgesik dan mungkin juga antibiotik. Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Hal ini dinyatakan dalam sebuah aforisme Latin: Ubi pus, ibi evacua. Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Drainase abses paru dapat dilakukan dengan memposisikan penderita sedemikian hingga memungkinkan isi abses keluar melalui saluran pernapasan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit. Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline. Adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain bahwa antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah. Terapi 1. Ampicillin atau Amoksisillin 4x 500 mg 2. Golongan obat penicillin resisten-penisilinase (oksasilin, kloksasilindikloksasilin) 3x250 3. Klindamisin 4x250 pada infeksi berat 4x300-400mg, Linkomisin 3x500, selama 5-7 hari 4. Eritromisin, 4x500 mg 5. Sefadroksil 2x 500 mg

78. Mastitis Mastitis merupakan masalah yang sering dijumpai pada ibu menyusui. Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui dapat mengalami mastitis. Terdapat dua hal penting yang mendasari kita memperhatikan kasus ini. Pertama, karena mastitis biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk berhenti menyusui. Kedua, karena mastitis berpotensi meningkatkan transmisi vertikal pada beberapa penyakit (terutama AIDS). Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir (paling sering pada minggu ke2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang masa menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak menyusui. Definisi dan Diagnosis Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi. Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau karena payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi. Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut: Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC Menggigil Nyeri atau ngilu seluruh tubuh Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri. Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asin Timbul garis-garis merah ke arah ketiak. . Patofisiologi Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi. Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%. Faktor risiko Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain: Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya. Puting lecet. Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek. Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.

Pengosongan payudara yang tidak sempurna Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna. Ibu atau bayi sakit. Frenulum pendek. Produksi ASI yang terlalu banyak. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada mobil. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan lain-lain. Penggunaan krim pada puting. Ibu stres atau kelelahan. Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah. Pencegahan Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 – 4 jam dengan cara memerah dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI. Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat, meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan. Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal lainnya. Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan. Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila: pengobatan dengan antibiotik tidak — memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari terjadi mastitis berulang mastitis terjadi di rumah sakit penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat. Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri. Tata laksana Tata laksana suportif Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut. Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu. Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung.

Penggunaan obat-obatan Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi. Analgesik Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis. Antibiotik Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 – 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan klindamisin. Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 – 14 hari. Biasanya ibu menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina. Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik disertai dengan pengosongan payudara pada mastitis mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan pengosongan payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan bahwa pemberian Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus gasseri mempercepat perbaikan kondisi klinik pada kasus mastitis yang sementara mendapat antibiotik. Pemantauan Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan respon klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi yang adekuat termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten, adanya abses atau massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.

Komplikasi Penghentian menyusui dini Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini. Abses Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya. Mastitis berulang/kronis Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benarbenar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui Infeksi jamur Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama. Kesimpulan Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir. Diagnosis mastitis ditegakkan bila ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak. Beberapa faktor risiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik. Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis. Selain itu ibu perlu beristirahat, banyak minum, mengkonsumsi nutrisi berimbang dan bila perlu mendapat analgesik dan antibiotik.

79. Cracked Nipple (Putting Susu Lecet) Puting susu lecet dapat disebabkan trauma pada puting susu saat menyusui, selain itu dapat pula terjadi retak dan pembentukan celah-celah. Retakan pada puting susu bisa sembuh sendiri dalam waktu 48 jam. Penyebab 1. Teknik menyusui yang tidak benar. 2. Puting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat ibu membersihkan putting susu. 3. Moniliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu. 4. Bayi dengan tali lidah pendek (frenulum lingue). 5. Cara menghentikan menyusui yang kurang tepat. Penatalaksanaan 1. Cari penyebab puting susu lecet. 2. Bayi disusukan lebih dulu pada putting susu yang normal atau lecetnya sedikit. 3. Tidak menggunakan sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat membersihkan payudara. 4. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam). 5. Posisi menyusui harus benar, bayi menyusu sampai ke kalang payudara dan susukan secara bergantian diantara kedua payudara. 6. Keluarkan sedikit ASI dan oleskan ke puting yang lecet dan biarkan kering. 7. Pergunakan BH yang menyangga. 8. Bila terasa sangat sakit boleh minum obat pengurang rasa sakit Ibuprofen 2x400mg 9. Jika penyebabnya monilia, diberi pengobatan dengan tablet Nystatin. 10. Jika ditemui infeksi sekunder Amoksisilin 4x 500mg atau Klindamicin 2x 150mg

80. Inverted Nipple Definisi Puting susu terbenam adalah puting susu yang tidak dapat menonjol dan cenderung masuk kedalam, sehingga ASI tidak dapat keluar dengan lancar. Etiologi a. Penyebab yang sering terjadi - Faktor menyusui: 1. Penyusuan yang tertunda. 2. Perlekatan yang tidak baik. 3. Penyusuan yang jarang atau dilakukan dalam waktu singkat. 4. Tidak menyusui pada malam hari. 5. Pemberian botol atau empeng. 6. Pemberian minuman lain selain ASI. - Faktor psikologis ibu: 1. Kurang percaya diri 2. Ibu khawatir / terlalu stres 3. Ibu terlalu lelah 4. Ibu tidak suka menyusui 5. Ibu mengalami baby blues b. Penyebab yang jarang terjadi - Kondisi fisik ibu: 1. Penggunaan pil kontrasepsi, obat diuretik 2. Kehamilan berikutnya semasa menyusui 3. Kekurangan gizi yang cukup berat 4. Ibu minum minuman yang mengandung alkohol, atau merokok 5. Tersisanya jaringan plasenta dalam rahim 6. Payudara yang kurang berkembangan. - Kondisi bayi: 1. Bayi sakit. 2. Bayi memiliki kelainan, seperti bibir sumbing sehingga bayi menjadi sulit menghisap Adapun Inverted Nipple terbagi menjadi tiga kondisi, yang diantaranya adalah: Grade 1 : Puting susu tertarik ke dalam, namun masih mudah untuk ditarik dan dapat bertahan cukup lama tanpa perlu tarikan. Namun tekanan lembut di sekitar areola atau cubit lembut pada kulit dapat menyebabkan puting tertarik ke dalam kembali. Grade 2: Adalah ketika kondisi Puting yang tertarik ke dalam dan masih bisa ditarik keluar, namun tidak semudah grade 1. Setelah tarikan dilepas, puting akan masuk ke dalam kembali. Grade 3: Kondisi Puting jenis ini adalah ketika posisinya sangat tertarik ke dalam dan sulit untuk ditarik keluar apalagi untuk mempertahankan tetap terlihat. Ketiga kondisi tersebut, paling sering diakibatkan karena pendeknya saluran ASI (duktus laktiferus ), yang terjadi sejak lahir. Permasalahan Puting Wanita ini juga bisa terjadi setelah menyusui. Hal ini dikarenakan kulit payudara di sekitar puting menjadi longgar sehingga membuat puting terlihat masuk ke dalam.

Teknik tatalaksana 1. Calon ibu bisa menarik putting keluar pada saat hamil trimester akhir (lebih dari 7 bulan) dengan cara memegang payudara tepatdiujung areola dengan jempol dan telunjuk, pijat dengan lembut kearah puting sampai putting keluar. 2. Pasca melahirkan dan sesaat sebelum menyusui lakukan tekanan atau hisapan manual untuk menonjolkan putting agar mudah dihisap bayi, caranya pegang putting dan pijat putting antara jempol dan jari telunjuk selama 30 detik, kemudian sentuh dengan kain basah dingin segera setelah menyusui

81 – 82 DIABETES MELITUS Kompetensi : 3A;4 Laporan Penyakit : 55-59

ICD X : E10-E14

a. Definisi Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolik menahun yang ditandai oleh kadar gula darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi etiologis DM yaitu: 2) Diabetes Melitus tipe 1 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel beta pankreas karena suatu sebab tertentu yang menyebabkan produksi insulin tidak ada sama sekali sehingga pasien sangat memerlukan tambahan insulin dari luar. 3) Diabetes Melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau fungsi insulin (resistensi insulin). 4) Diabetes Melitus tipe lain adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM. 5) Diabetes Melitus tipe Gestasional adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan kadar gula darah kembali normal. b. Penyebab Kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Insufisiensi fungsi insulin yang disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. c. Gambaran Klinis 1) Keluhan Klasik, berupa: sering kencing, cepat lapar, sering haus dan berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas. 2) Keluhan lainnya, berupa: kesemutan, gatal di daerah alat kelamin, keputihan, infeksi sulit sembuh, bisul yang hilang timbul, penglihatan kabur, cepat lelah dan mudah mengantuk. d. Diagnosis Berdasarkan gejala diabetes dengan 3P (polifagia, poliuria, polidipsia). Diagnosis dapat dipastikan dengan reduksi urin dan penentuan kadar gula darah. 1) Bila kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL 2) Glukosa darah puasa >126 mg/dL 3) Pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan kadar gula darah 2 jam >200 mg/dL sesudah pemberian glukosa 75 g. e. Penatalaksanaan Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus: 1) Edukasi a) Pengertian Diabetes Melitus

b) c) d) e) f) g) h)

Perencanaan makanan Bentuk aktivitas fisik yang dianjurkan Pemeliharaan kaki DM di bulan Ramadhan Obat untuk mengendalikan kadar gula darah Pemantauan gula darah Komplikasi DM

2)

Terapi gizi medis Perencanaan Makanan: sebaiknya melakukan rujukan untuk mendapatkan perencanaan makan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. a) Makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 45-65%, protein 10-15% dan lemak 20-25%. b) Prinsip: (1) Anjuran makan seimbang seperti makan sehat pada umumnya (2) Tidak ada makanan yang dilarang, hanya dibatasi sesuai kebutuhan kalori (tidak berlebih) (3) Menu sama dengan menu keluarga (4) Teratur dalam jadwal, jumlah dan jenis makanan. Dapat dilihat dalam Pedoman Program Pengendalian Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik.

3)

Aktivitas fisik/latihan jasmani Aktivitas fisik seperti berjalan kaki ke pasar, berkebun, menggunakan tangga, dan lain-lain. Latihan jasmani seperti: bersepeda santai, berjalan kaki, jogging dan berenang. Dilakukan 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30-60 menit. Hal-hal yang perlu diperhatikan: b) Hal yang dapat memperburuk gangguan metabolik orang dengan diabetes: (2) Beratnya penyakit dan komplikasinya (penyakit jantung, koroner, hipertensi, gangguan penglihatan, gangguan fungsi ginjal dan hati, kelainan kaki). (3) Kadar gula darah 250 mg%, jangan lakukan latihan berat (misalnya: latihan beban, olah raga kontak tinju dan lain-lain, bulu tangkis, sepak bola, dan olah raga permainan yang lain). (4) Berlatih pada suhu terlalu panas/dingin. c) Gangguan pada kaki: (1) Kenakan sepatu yang sesuai (2) Kaki diusahakan agar selalu bersih dan kering (3) Periksa kedua kaki tiap sebelum dan sesudah latihan d) Cedera muskuloskeletal: (1) Pilih olah raga yang sesuai dan tepat (2) Tingkatkan intensitas latihan sedikit demi sedikit dan bertahap (3) Lakukan pemanasan dan pendinginan (4) Hindari olah raga berat dan berlebihan. e) Berlatihlah bersama keluarga, teman atau tetangga dalam suatu kelompok untuk menjaga agar dorongan untuk berolah raga selalu tinggi.

4)

Pengobatan Apabila kadar gula darah belum mencapai sasaran, diberikan obat hipoglikemik oral (OHO), secara tunggal atau kombinasi.

Pemberian OHO untuk pengobatan jangka pendek dan jangka panjang dapat dilakukan di Puskesmas. b)

Diabetes Melitus tipe 2: Lini 1: Biguanid yaitu metformin, 500 mg tiap 8-24 jam bersama atau sesudah makan (2) Lini 2: Sulfonilurea yaitu glibenklamid, dimulai dengan dosis 2,5 mg tiap 12-24 jam sebelum makan. lalu dinaikkan secara bertahap, maksimal 10 mg/hari. (3) Lini 3: Kombinasi metformin dan glibenklamid, diberikan secara bertahap. (4) Lini 4: insulin c) Diabetes Melitus tipe 1: Selalu dengan insulin, tidak dianjurkan diberikan OHO. (1) Insulin kerja cepat (rapid) (2) Insullin kerja pendek (short acting) (3) Insulin kerja menengah (intermediate) (4) Insulin kerja panjang (long acting) (1)

f.

Pengendalian DM Keberhasilan terapi DM dapat menggunakan kriteria kendali DM yang telah dikeluarkan oleh PERKENI (Tabel 4). Tabel 4. Pengendalian DM Baik Sedang Buruk Glukosa darah puasa (mg/dL) Glukosa darah 2 jam (mg/dL) A1C (%) Kolesterol Total (mg/dL) Kolesterol LDL (mg/dL) Kolesterol HDL (mg/dL) Trigliserida (mg/dL) IMT (kg/m2) Tekanan darah (mmHg)

80130

150-199 23-25 >130-140/ >80-90

>200 >25 >140/90

Keterangan: Angka diatas adalah hasil pemeriksaan plasma vena. Perlu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma vena. g. KIE Lihat pilar penatalaksanaan 1) Tujuan pengobatan: a) Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM dan tercapainya target pengendalian gula darah. b) Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM c) Selain itu perlu juga mengendalikan tekanan darah, berat badan dan profil lipid. 2) Memberikan informasi perilaku sehat bagi penyandang diabetes yaitu: a) Mengikuti pola makan sehat b) Meningkatkan kegiatan jasmani

c) d) e) f)

Menggunakan obat diabetes secara teratur Melakukan perawatan kaki secara berkala Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi kedaan sakit akut dengan tepat Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada

3) Efek samping obat: a) Glibenklamid: hipoglikemia, hati-hati pada pasien usia lanjut, berat badan naik; b) Metformin: mual, muntah (dyspepsia), diare; c) Insulin: berat badan naik, hipoglikemia. 4) Penanganan hipoglikemia: a) Jika ada tanda–tanda hipoglikemia berupa kaki dan tangan terasa dingin, sakit kepala, keringat dingin, gemetaran, segera diajarkan minum air gula atau makan kemudian laporkan pada dokter. Pada hipoglikemia berat dimana kesadaran menurun sampai koma: b) Hipoglikemi pada dewasa: segera berikan dekstrosa (glukosa) 40% i.v. 25–50 mL, terus menerus sampai pasien sadar. Diikuti dengan infus glukosa 10% 500 mL dalam 6 jam, kemudian gula darah diperiksa tiap 1 jam sampai 2 X berturut-turut sampai kadar gula darah di atas 100 mg/dL. Atau setelah pasien sadar langsung dirujuk. c) Hipoglikemi pada anak : diberikan dekstrosa 10% sebanyak 2-5 mL/kgBB. Jika digunakan dekstrosa 20% maka diberikan dengan dosis 1-2,5 mL/kgBB, kemudian gula darah diperiksa tiap 1 jam sampai 2x berturut-turut sampai kadar gula darah di atas 100 mg/dL. Atau setelah pasien sadar langsung dirujuk. 5) Pencegahan: a) Pencegahan Primer: mencegah timbulnya penyakit DM pada populasi berisiko dengan mengendalikan faktor risiko diabetes dengan melakukan gaya hidup sehat, dengan menekankan kepatuhan. b) Pencegahan Sekunder: mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi dengan melakukan rujukan untuk melakukan : (1) Pemeriksaan A1C tiap 3-6 bulan (2) Pemeriksaan mikroalbuminuria, kreatinin, albumin/globulin dan ALT, kolesterol (total, LDL, HDL dan trigliserida), EKG, foto sinar-X dada, funduskopi tiap 1 (satu) tahun. (3) Pemeriksaan ankle brachial index, yaitu membandingkan tekanan darah sistolik pada arteri dorsalis atau arteri tibialis posterior terhadap tekanan darah sistolik pada arteri brachialis. Jika nilai 36,5°C. c. Atasi/cegah dehidrasi Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali keadaan syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan pelan-pelan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. Gunakan larutan garam khusus yaitu Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition atau penggantinya). d.Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan. Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula. e.Koreksi defisiensi nutrien mikro Berikan setiap hari: Tambahan multivitamin Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama) Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari Tembaga (Cu) 0,2 mg/kgBB/hari Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/gBB/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kgBB/hari Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14: f. Mulai pemberian makan Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat berhati-hati karena keadaan sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi metabolisme basal. Prinsip pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi, adalah: Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa Oral atau nasogastrik (jangan mulai dengan nutrisi parenteral) Energi: 100 kkal/kgBB/hari Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari Cairan: 130 ml/kg/BB/hari (100 ml/kgBB bila ada edema berat) Kegagalan pengobatan tercermin pada: 1.Tingginya angka kematian Bila mortalitas > 5%, perhatikan apakah kematian terjadi pada: Dalam 24 jam: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis terlambat atau tidak diatasi, atau proses rehidrasi kurang tepat Dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan formula tidak tepat Malam hari: kemungkinan hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi makan 2. Kenaikan berat badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi Penilaian kenaikan BB: Baik : > 10 g/kgBB/hari Sedang : 5-10 g/kgBB/hari Kurang : < 5 g/kgBB/hari Kemungkinan kenaikan BB, antara lain: Pemberian makanan tidak adekuat Defisiensi nutrien tertentu: vitamin, mineral Infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati HIV/AIDS Masalah psikologik

Penanggulangan KEP a.

Pelayanan gizi

Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status gizinya, selain melihat tandatanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai berikut : · KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun. · Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b) Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya. · KEP berat : harus dirawat inap dan dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya. B.Analisa Gizi dan Penilaian status gizi Subyektif : Anamnesa : identitas pasien, riwayat penyakit umum dan riwayat gizi Riwayat Gizi : -Riwayat asupan sehari-hari sebelum sakit -Kebiasaan makan -Pantangan -Keadaan penyakit dan faktor yang mempengaruhi status gizi, penurunan nafsu makan, tanda-tanda hipermetabolisme (contoh flushing, tremor, palpitasi, keringat berlebihan, frekuensi buang air besar meningkat dan gelisah) dan hipometabolisme (tanda yg berlawanan dari hiper-) - Lamanya penurunan nafsu makan (bila nafsu makan menurun, perlu ditanyakan lama penurunan terjadi) - Penurunan berat badan (berat badan sebelum sakit) - Bowel habit : kebiasaan buang air besar (BAB), ada tidaknya diare, ada tidaknya perubahan bentuk feses, obstipasi dan sakit perut - Toleransi makanan : untuk mengetahui reaksi tubuh terhadap makanan, apakah terjadi gangguan pada saat atau sesudah mengkonsumsi makanan, terutama di saluran gastrointestinal (misal mual,muntah,kembung, kramp, diare) atau kelainan sistemik lainnya (misal timbul reaksi alergi) Obyektif: Pemeriksaan fisik Antropometrik : Tinggi badan dan berat badan serta indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus IMT adalah berat badan (kg)/ kuadrat tinggi badan (m2) Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO :Klasifikasi IMT (kg/ m2) Malnutrisi berat < 16,0 Malnutrisi sedang 16,0 – 16,7 Berat badan kurang/ malnutrisi ringan 17,0 – 18,5 Berat badan normal 18,5 – 22,9 Berat badan kurang ≥ 23 Dengan resiko 23 – 24,9 Obes I 25 – 29,9 Obes II ≥ 30

Kurang Energi Protein, secara umum dibedakan menjadi marasmus dan kwashiorkor. - Marasmus : hilangnya massa lemak dan massa otot yang berat, akibat dari defisiensi kalori yang kronis - Kwashiorkor :pada umumnya disebabkan keadaan akut dan stres berat Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stres akut dan kegiatan jasmani. Biasanya digunakan rumus Broca. Rumus Broca : Berat badan idaman (BBI,kg) = [Tb (cm) -100] – 10% Pengecualian untuk laki-laki < 160 cm dan wanita < 150 cm, maka perhitungan BBI tidak dikurangi 10%. Jumlah kalori yang diberikan per hari diperhitungkan dari BBI dikali kebutuhan kalori basal (30 kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kkal/kgBB untuk wanita) ditambah kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-30%) dan koreksi status gizi (ditambah kalau berat badan kurang dan dikurangi kalau berat badan berlebih) serta koreksi kalau ada stres akut. Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dalam pengaturan jadual makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk mengubah pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita

1. ERISIPELAS a. Definisi Erisipelas adalah infeksi kulit. b. Penyebab Streptococcus beta-haemolyticus. c. Gambaran Klinis 1) Pasien biasanya demam sampai menggigil, disertai malaise. 2) Bagian kulit yang terinfeksi tampak merah, edematus dan berkilat dengan batas yang tegas serta nyeri tekan. 3) Pada kulit yang edematus itu sering tumbuh vesikel dan bula. 4) Kelenjar getah bening regional sering membesar dengan nyeri tekan. d. Diagnosis Tanda-tanda peradangan kulit. e. Penatalaksanaan 1) Eritromisin 250-500 mg tiap 6 jam, pada anak 20-50 mg/kgBB selama 5–7 hari. 2) Kasus yang berat sebaiknya dirujuk ke rumah sakit. f. KIE 1) Tujuan pengobatan: eradikasi. 2) Efek samping eritromisin: diare, mual dan muntah. 3) Pencegahan: menjaga sanitasi lingkungan dan higiene perorangan. 4) Alasan rujukan: kasus yang berat.

2.

HERPES SIMPLEKS

a. Definisi Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang menulari manusia. Infeksi virus H. simplex ditandai dengan vesikel berkelompok di daerah mukokutan dengan kulit yang memerah. Kelainan dapat terjadi secara primer maupun sekunder. Herpes simpleks menyebabkan luka-luka yang sangat sakit pada kulit. b. Penyebab Penularan melalui kontak langsung. Virus H. simplex tipe 1 (HSV-1) adalah penyebab umum untuk luka-luka demam (cold sore) di sekeliling mulut. HSV-2 biasanya menyebabkan herpes kelamin. Namun HSV-1 dapat menyebabkan infeksi pada kelamin dan HSV-2 dapat menginfeksikan daerah mulut melalui hubungan seks. c. Gambaran Klinis 1) Infeksi virus ini mempunyai ciri adanya lesi primer lokal, latensi dan adanya kecenderungan rekurensi lokal. 2) Dua agen penyebab, HSV tipe 1 dan 2, umumnya menimbulkan sindrom klinis yang jelas, tergantung pada tempat masuknya. a) HSV tipe 1: (1) Infeksi primer mungkin ringan dan umumnya terjadi pada masa anak-anak dini sebelum usia 5 tahun. (2) Sekitar 10% infeksi primer menyebabkan bentuk penyakit yang lebih berat yang bermanifestasi demam dan malaise. (3) Ini bisa berlangsung selama seminggu atau lebih, dan dihubungkan dengan adanya lesi vesikuler dalam mulut, infeksi mata atau erupsi kulit generalisata yang memperberat eksema kronik. (4) Reaktivasi infeksi laten mengakibatkan adanya cold sore yang muncul sebagai vesikel bening pada dasar yang eritematus, biasanya di wajah dan bibir, yang berkrusta dan sembuh dalam beberapa hari. (5) Reaktivasi ini mungkin ditimbulkan oleh trauma, demam atau adanya penyakit lain yang sedang diderita. b) HSV tipe 2: (1) Virus ini adalah penyebab herpes genitalis, walau ini juga dapat disebabkan oleh virus tipe 1. (2) Herpes genitalis terjadi terutama pada orang dewasa dan ditransmisikan secara seksual. (3) Infeksi primer dan rekuren dapat terjadi, dengan atau tanpa gejala. d. Diagnosis Berdasarkan gambaran klinis. e. Penatalaksanaan Pengobatan:

1) Terapi mencakup: a) Salep dan larutan povidon-iodin. b) Asiklovir untuk herpes genitalis awal dan rekuren, 5 x 200 mg sehari, selama 5-10 hari. 2) Perawatan setempat untuk herpes simpleks sebaiknya termasuk membersihkan lukanya dengan air garam dan menjaganya tetap kering. f. KIE 1) Tujuan pengobatan: mengobati kelainan kulit dan mencegah penularan. 2) Pencegahan: hindari kontak dengan kelainan kulit yang terbuka. 3) Alasan rujuk: jika mengenai daerah kelamin, mata, atau berisiko ensefalitis.

3. HERPES ZOSTER a. Definisi Penyakit yang menyerang saraf perifer atau saraf tepi dan bermanifestasi di kulit. b. Penyebab Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella-zoster yang tinggal di ganglia paraspinal sesudah infeksi varicella. c. Gambaran Klinis 1) Mula-mula pasien mengalami demam atau panas, disertai nyeri yang terbatas pada satu sisi tubuh, terjadi paling sering pada badan atau wajah, jarang pada ekstremitas, yang nantinya timbul bercak. Beberapa hari kemudian (tiap orang tidak sama), muncul bercak kemerahan di bagian tubuh yang nyeri tadi makin hari menyebar dan membesar sampai sebesar biji jagung. 2) Makin lama, mengelupas dan tetap nyeri. 3) Setelah kering (ada yang seminggu, ada pula 2 atau 3 minggu) dan sembuh, kadang masih menyisakan nyeri. Sisa-sisa nyeri adakalanya masih muncul bertahun-tahun kemudian. Keadaan ini disebut nyeri post herpetic. 4) Bila pasien menderita demam dan ruam di satu dermatom di satu sisi tubuh, penyebabnya mungkin infeksi herpes simpleks. 5) Bila mengenai area mata, gejala berupa mata merah, kelopak mata bengkak, berair dan mengeluarkan sekret bening (serous) sampai purulen bila sudah terinfeksi bakteri. d. Diagnosis Vesikel yang berisi cairan jernih di salah satu sisi tubuh. e. Penatalaksanaan 1) Pengobatan lebih diarahkan untuk mengurangi gejala, misalnya pemberian antinyeri atau penurun panas atau obat untuk mengurangi rasa gatal pada periode masa penyembuhan. 2) Hingga kini belum ada obat spesifik. Pemakaian anti virus yang oleh beberapa ahli dikatakan bisa menghilangkan nyeri post herpetic ternyata masih memerlukan penelitian tapi tetap menjadi obat pilihan: Asiklovir 800 mg 5 kali sehari selama 7 hari

3) Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder, misalnya kulit jadi bernanah atau terkelupas. 4) Pada mata, berikan tetes mata kloramfenikol sebagai preventif dan pengobatan infeksi bakteri. f. KIE 1) Tujuan penatalaksanaan: mengobati kelainan kulit dan mencegah penularan. 2) Pencegahan: hindari kontak dengan kelainan kulit yang terbuka. 3) Jangan berikan kortikosteroid topikal pada kasus infeksi mata

4. KUSTA a. Definisi Kusta atau lepra adalah suatu penyakit kulit menular menahun yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Serangan kuman yang berbentuk batang ini biasanya pada kulit, saraf tepi, mata, selaput lendir hidung, otot, tulang dan buah zakar. b. Penyebab Kuman Mycobacterium leprae. c. Gambaran Klinis Tanda utama (Cardinal sign): 1) Kelainan pada kulit, berupa bercak yang berwarna putih (hipopigmentasi) yang tak berasa atau kemerahan (eritematosus) yang mati rasa (makula anestesia). 2) Penebalan saraf tepi. 3) Gejala pada kulit, pasien kusta adalah pada kulit terjadi benjol-benjol kecil berwarna merah muda atau ungu. Benjolan kecil ini menyebar berkelompok dan biasanya terdapat pada mata dan mungkin juga timbul di hidung hingga menyebabkan perdarahan. 4) Gejala pada saraf, berkurangnya perasaan pada anggota badan atau bagian tubuh yang terkena. Kadang-kadang terdapat radang saraf yang nyeri. Adakalanya kaki dan tangan berubah bentuknya. Jari kaki sering hilang akibat serangan penyakit ini. Pasien merasa demam akibat reaksi penyakit tersebut. 5) Gejala pada mata, ditandai dengan mata merah, kehilangan alis, adanya sekret, dapat disertai dengan penurunan visus. 6) Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk. Bentuk leproma mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Bentuk ini menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman. 7) Ada juga bentuk tuberkuloid yang mempunyai kelainan pada jaringan saraf yang mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan kulitnya mengandung sedikit kuman. Di antara bentuk leproma dan tuberkuloid ada bentuk peralihan yang bersifat stabil dan mudah berubah-ubah. 8) Penyakit ini ditularkan melalui kontak erat dari kulit ke kulit dalam waktu yang cukup lama. Namun ada dugaan bahwa penyakit ini juga dapat ditularkan melalui udara pernapasan dari pasien yang selaput hidungnya terkena. Tidak semua orang yang

berkontak dengan kuman penyebab akan menderita penyakit kusta. Hanya sedikit saja yang kemudian tertulari, sementara yang lain mempunyai kekebalan alami. 9) Masa inkubasi penyakit ini dapat sampai belasan tahun. Gejala awal penyakit ini biasanya berupa kelainan kulit seperti panau yang disertai hilangnya rasa raba pada kelainan kulit tersebut. d. Diagnosis Dari gejala klinik dan tes sensitivitas. e. Penatalaksanaan Klasifikasi Kusta menurut WHO untuk memudahkan pengobatan di lapangan: 1) PB ( Pauci Bacillery), lesi 5, ditemukan basil Prinsip Multi Drug Treatment (pengobatan kombinasi Regimen MDT-Standar WHO) 1) Regimen MDT-Pausibasiler a) Rifampisin - Dewasa : 600 mg/bulan, disupervisi - Berat badan < 35 kg : 450 mg/bulan - Anak 10 – 14 tahun : 450 mg/bulan (12–15 mg/kgBB/hari) Rifampisin: diminum di depan petugas (Hari pertama) - Dewasa : 600 mg/bulan - Anak 10 – 14 tahun : 450 mg/bulan - Anak 5 – 9 tahun : 300 mg/bulan Dapson : - Dewasa : 100 mg/hari - Anak 10 – 14 tahun : 50 mg/hari - Anak 5 – 9 tahun : 25 mg/hari Diberikan dalam jangka waktu 6 – 9 bulan. b) Dapson - Dewasa : 100 mg/hari - Berat badan < 35 kg : 50 mg/hari - Anak 10 – 14 tahun : 50 mg/hari (1–2 mg/kgBB/hari) - Lama pengobatan: diberikan sebanyak 6 regimen dengan jangka waktu maksimal 9 bulan. 2) Regimen MDT-Multibasiler a) Rifampisin - Dewasa : 600 mg/bulan, disupervisi Dilanjutkan dengan 50 mg/hari - Anak 10–14 tahun : 450 bulan (12 – 15 mg/kgBB/bulan) Rifampisin: diminum di depan petugas (Hari pertama) - Dewasa : 600 mg/bulan - Anak 10–14 tahun : 450 mg/bulan - Anak 5–9 tahun : 300 mg/bulan Klofazimin :

- Dewasa : 300 mg/bulan - Anak 10–14 tahun : 150 mg/bulan - Anak 5–9 tahun : 100 mg/bulan Dapson : - Dewasa : 100 mg/hari - Anak 10–14 tahun : 50 mg/hari - Anak 5–9 tahun : 25 mg/hari Diberikan sebanyak 12 blister dengan jangka waktu 12–18 bulan. b) Klofazimin - Dewasa : 300 mg/bulan, disupervisi Dilanjutkan dengan 50 mg/hari - Anak 10–14 tahun : 200 mg/bulan, disupervisi. Dilanjutkan dengan 50 mg selang sehari c) Dapson - Dewasa : 100 mg/hari. - Berat badan < 35 kg: 50 mg/hari - Anak 10-14 tahun : 50 mg/hari(1–2 mg/hari/kgBB/hari) - Lama pengobatan : diberikan sebanyak 24 regimen dengan jangka waktu maksimal 36 bulan sedapat mungkin sampai apusan kulit menjadi negatif. Bila sudah mengenai mata, dapat dilakukan pembersihan sekret disertai pemberian kloramfenikol tetes mata 1-2 tetes tiap 6 jam. Bila terjadi penurunan visus, rujuk ke spesialis mata.

f. KIE 1) Tujuan pengobatan: untuk pengobatan dan memutuskan rantai penularan. 2) Efek samping klofazimin: kulit berwarna coklat kemerahan dan akan pulih pasca pengobatan. 3) Pencegahan: melaporkan kasus kusta yang ditemukan. 4) Bila ditemukan kasus reaksi kusta segera dirujuk. 5) Berikan motivasi bahwa penyakit kusta dapat sembuh total. 6) Perlu diberikan pemeriksaan pada seluruh anggota keluarga pasien kusta. 7) Alasan rujukan: bila terjadi penurunan visus, rujuk ke spesialis mata.

5. MORBILI (Campak) a. Definisi Morbili ialah penyakit infeksi virus akut yang bermanifestasi dalam 3 stadium yaitu stadium kataral, erupsi dan konvalens. b. Penyebab

Penyebab penyakit campak adalah virus campak atau morbili. Pada awalnya, gejala campak agak sulit dideteksi. c. Gambaran Klinis Secara garis besar penyakit campak dibagi menjadi 3 fase: 1) Fase pertama disebut masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10–12 hari. Pada fase ini anak sudah mulai terkena infeksi tapi pada dirinya belum tampak gejala apapun. Bercakbercak merah yang merupakan ciri khas campak belum keluar. 2) Pada fase kedua (fase prodormal) barulah timbul gejala yang mirip penyakit flu seperti batuk, pilek dan demam. Mata tampak kemerah-merahan dan berair. Bila melihat sesuatu, mata akan silau (fotofobia). Di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3–4 hari. Terkadang anak juga mengalami diare. 1–2 hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38–40,5oC. 3) Fase ketiga ditandai dengan keluarnya bercak merah seiring dengan demam tinggi yang terjadi. Namun bercak tak langsung muncul di seluruh tubuh melainkan bertahap dan merambat. Bermula dari belakang telinga, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Warnanya pun khas; merah dengan ukuran yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil. Bercak-bercak merah ini dalam bahasa kedokterannya disebut makulopapuler. Biasanya bercak memenuhi seluruh tubuh dalam waktu sekitar 1 minggu, tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing anak. Umumnya jika bercak merahnya sudah keluar, demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun makin lama menjadi kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya. Periode ini merupakan masa penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu. d. Diagnosis Bercak kemerahan terutama pada bagian atas badan. e. Penatalaksanaan Penanganan yang benar 1) Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya berat atau sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit. 2) Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan penyakitnya kepada yang lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang belum mendapat imunisasi campak. 3) Beri pasien asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna karena anak campak rentan terjangkit infeksi lain seperti radang tenggorokan, flu atau lainnya. Masa rentan ini masih berlangsung 1 bulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh pasien yang masih lemah. 4) Pengobatan secara simtomatik sesuai dengan gejala yang ada. 5) Pemberian fortivikasi vitamin A 50.000 UI untuk anak
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF