Pedoman Hak Pasien Dan Keluarga (Andis)
April 16, 2017 | Author: Andis Yuswanto | Category: N/A
Short Description
Download Pedoman Hak Pasien Dan Keluarga (Andis)...
Description
PANDUAN MENOLAK RESUSITASI Do-Not-Resuscitate (DNR) A. DEFINISI 1. DNR atau Do-Not-Resuscitate atau “jangan lakukan resusitasi” adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga medis untuk tidak melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO). Bila ada tanda DNR maka dokter, perawat, tidak akan melakukan usaha CPR bila pernapasan maupun jantung pasien berhenti. 2. Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO) atau CPR adalah suatu tindakan pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti napas, atau henti jantung. RJPO diindikasikan untuk: pasien yang tidak bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi; dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya. 3. Henti Nafas adalah kondisi pasien tanpa ada tanda - tanda pernafasan. 4. Henti Jantung adalah suatu kondisi di mana terjadi kegagalan jantung secara mendadak untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat. B. RUANG LINGKUP CPR dilakukan dengan memberikan ventilasi paru (pakai alat maupun tanpa alat) dan kompresi dinding dada. Dengan CPR perfusi ke jaringan organ vital untuk mempertahankan perfusi ke jaringan organ vital dipertahankan sembari upaya untuk mengembalikan respirasi dan ritme jantung yang spontan. Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di rekam medis pasien maupun di gelang pasien. Perintah DNR di rumah sakit memberitahukan kepada staf medis untuk tidak melakukan CPR sekalipun terjadi henti jantung. 1. Kriteria DNR a. Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten untuk mengambil keputusan terhadap dirinya setelah mendapat penjelasan dari dokternya. Bagi pasien yang tidak kompeten, misalnya bayi, anak, orang dengan gangguan kejiwaan atau pasien tidak sadar/koma, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat atau wali yang sah
yang ditunjuk oleh pengadilan atau oleh surrogate decision maker (Pengambil Keputusan/ Kerabat) b. Keputusan DNR diambil dengan pertimbangan sebagai berikut : 1) Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CPR hanya menunda proses kematian yang alami 2) Pasien tidak sadar secara permanen 3) Pasien berada pada kondisi terminal 4) Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian dibanding keuntungan jika resusitasi dilakukan. 2. Aspek hukum terkait DNR DNR sudah dikenal secara luas oleh tenaga kesehatan, kuasa hukum, pengacara, dsb. DNR adalah sah secara medis dan etik dengan ketentuan tertentu. Untuk beberapa pasien, CPR justru mendatangkan lebih banyak masalah daripada keuntungan, dan dapat bertentangan dengan keinginan atau harapan pasien itu sendiri. DNR merupakan salah satu keputusan yang paling sulit, yang menyangkut perawat ataupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini akan berhadapan dengan masalah moral atau pun etik, apakah akan mengikuti sebuah perintah jangan dilakukan resusitasi ataupun tidak. Jika tiba-tiba pasien mengalami henti jantung, perawat/dokter yang sudah handal dalam melakukan RJP membiarkan pasien mati dengan begitu saja tentunya bertentangan dengan hati nurani. Pasien atau keluarga yang tidak menginginkan resusitasi namun kita melakukan RJP, maka pasien dan keluarganya dapat menuntut petugas rumah sakit. Ini adalah sebuah dilema. C. TATA LAKSANA 1. Sebelum diputuskan DNR, dibutuhkan informed consent atau persetujuan pasien. Dokter berkewajiban bicara dan menjelaskan kepada pasien sebelum pasien dapat memutuskan DNR (bila pasien kompeten untuk mengambil keputusan). Seorang pasien dewasa dapat memberikan informed consent atau persetujuan untuk DNR secara oral atau tertulis
(seperti surat wasiat) kepada seorang dokter dengan setidaknya hadir dua saksi. 2.
Pasien mengisi formulir DNR. Tempatkan salinan pada rekam medis pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga dan caregiver (dokter, perawat yang menangani)
3. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di tempat-tempat yang mudah dilihat di sekitar pasien seperti headboard, bedstand, pintu kamar, atau kulkas. 4. Meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan atau kaki (jika memungkinkan). 5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR di rekam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) harus dilepaskan. 6. Catat dalam rekam medis. Bila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR dimusnahkan. 7. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini: a) Diagnosis b) Alasan DNR c) Kemampuan pasien untuk membuat keputusan d) Dokumentasi dalam rekam medis pasien 8. Perintah DNR hanyalah sebuah keputusan mengenai CPR dan tidak terkait dengan usaha pengobatan lainnya. Jika seorang pasien meminta DNR, seorang dokter harus menyetujui karena itu merupakan hak pasien atau jika dokter tidak setuju, maka dokter dapat melakukan hal sebagai berikut: a) Mentransfer pasien ke dokter lain b) Mencari solusi menyelesaikan masalah tersebut dengan meminta second opinion kepada sejawat lain yang dianggap lebih berkompeten di rumah sakit c) Jika keputusan masih belum dapat diambil dalam kurun waktu 72 jam, maka dokter harus mentransfer pasien ke dokter lain.
Jika seorang pasien sudah dinilai tidak kompeten untuk memutuskan tentang DNR, maka perintah. DNR dapat ditulis dengan consent dari seseorang yang dipilih oleh pasien, oleh anggota keluarga (pasangan hidup, orang tua, anak, maupun saudara kandung) atau teman terdekat atau orang yang ditunjuk dari pengadilan secara hukum. Dalam kasus ini ada dua pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Advance Directive adalah dokumen yang memuat keinginan dan keputusan pasien sekiranya di kemudian hari ia tidak mampu melakukannya. Dokumen ini dapat berbentuk surat wasiat yang menyebutkan keinginan atau keputusan pasien dengan jelas, atau berbentuk penunjukan orang lain yang spesifik secara khusus untuk mengambil keputusan medis atas diri pasien (durable power of attorney for health care). Ada beberapa kontroversi tentang bagaimana surat wasiat diinterpretasikan. Dalam beberapa kasus, surat wasiat bisa sudah dibuat jauh hari di masa lalu dan pandangan pasien sudah banyak berubah. Ada juga kasus di mana pasien berubah pikiran tentang keputusannya mengenai end-of-life ketika mereka benar-benar menghadapinya. Dalam kasus-kasus seperti ini surat wasiat ditinjau kembali berdasarkan komunikasi dengan anggota keluarga, teman terdekat, atau tenaga kesehatan yang memiliki hubungan yang panjang dengan pasien. Penulisan advance directive dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: a) Menggunakan formulir yang disediakan dari dokter b) Menuliskan keinginan sendiri c) Meminta formulir dari departemen kesehatan atau departemen pemerintah d) Memanggil pengacara e) Menggunakan software komputer khusus untuk dokumen legal (tergantung hukum masing-masing negara) f) Sebaiknya segala sesuatu yang sudah ditulis dicek kembali oleh dokter atau kuasa hukum untuk memastikan bahwa apa yang sudah pasien tulis dimengerti sebagaimana mestinya (mencegah pengertian ganda atau ambigu). Setelah semuanya selesai, sebaiknya melakukan
notarisasi jika memungkinkan dan dikopi untuk diserahkan pada keluarga dan dokter. 2. Surrogate decision maker dalam hal ketiadaan dokumen, orang terdekat pasien atau yang mengenal keinginan pasien dapat membantu. Meskipun pada praktiknya, semua anggota keluarga dapat dilibatkan dalam diskusi untuk mencapai kesepakatan, secara hukum dikenal hirarki hubungan untuk menentukan siapa yang akan menjadi wali atas pasien: a) Wali yang sah dengan otoritas membuat keputusan medis b) Individu yang ditunjuk langsung oleh pasien c) Pasangan hidup pasien d) Anak pasien yang sudah dewasa e) Orang tua pasien f) Saudara kandung pasien yang sudah dewasa Anggota keluarga atau teman terdekat dapat memberikan persetujuan atau consent untuk DNR hanya jika pasien tidak mampu memutuskan bagi dirinya sendiri dan pasien belum memutuskan/ memilih orang lain untuk mengambil keputusan tersebut. Contohnya, dalam keadaan: a) Pasien dalam kondisi sakit terminal b) Pasien yang tidak sadar secara permanen c) CPR tidak akan berhasil (medical futility) d) CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih buruk. Ada beberapa keadaan di mana CPR biasanya memberikan 0% kemungkinan sukses, misalnya pada kondisi klinis di bawah ini: a) Persistent vegetative state b) Syok septik c) Stroke akut dengan kerusakan otak yang masif d) Kanker stadium lanjut e) Pneumonia berat Siapapun yang mengambil keputusan bagi pasien harus mendasarkan keputusannya pada keinginan personal pasien, meliputi agama dan keyakinan dan kepercayaan moral pasien. Atau bila keinginan tidak diketahui, keputusan harus selalu didasarkan pada kepentingan pasien.
Di rumah. sakit, keluarga pasien dapat meminta untuk memediasi ketidaksetujuan. Dokter akan meminta mediasi dari pihak keluarga bila ia menemukan adanya ketidaksetujuan atau kesepakatan di antara anggota keluarga pasien. Bila pasien kehilangan kemampuannya untuk membuat keputusan tentang CPR dan tidak memiliki seorang pun yang bisa mengambil keputusan untuk dirinya. Keputusan DNR dapat ditulis jika ada dua dokter yang memutuskan bahwa CPR tidak akan berhasil atau jika pengadilan secara hukum mensyahkan DNR terhadap pasien tersebut. Pada pasien anak yang bisa memberikan persetujuan atau consent tentang DNR adalah orang tua pasien atau wali pasien anak tersebut. Jika seorang anak telah cukup umurnya untuk mengerti dan memutuskan tentang CPR, maka persetujuan dibuat atas consent anak yang bersangkutan. Pasien atau siapapun yang memberikan consent tentang DNR tersebut dapat membatalkan atau mencabut consentnya dengan memberitahu dokter atau perawat atau siapapun tentang keputusannya. Selama pada saat mengubah keputusan tersebut, pasien dalam keadaan kompeten yang berarti mampu berpikir rasional dan memberitahukan keinginannya dengan jelas. Perubahan itu sebaiknya disahkan secara hukum dan diketahui pula oleh dokter dan anggota keluarga. Bila pasien ditransfer ke tempat perawatan lain, DNR tetap berlaku sampai dokter yang memeriksa memutuskan lain. Bila hal itu terjadi, dokter tersebut wajib memberitahukan hal tersebut kepada pasien atau siapapun yang berwenang memutuskan untuk mendapatkan persetujuan. D. DOKUMENTASI 1. Formulir Penolakan Resusitasi atau DNR 2. Formulir Penolakan Tindakan Kedokteran
PANDUAN MENANGGAPI KELUHAN A. DEFINISI 1. Menanggapi Keluhan adalah respon terhadap ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit. 2. Keluhan adalah pernyataan ketidakpuasan para pengguna jasa pelayanan, secara tertulis maupun lisan tentang pelayanan yang dilakukan petugas/ staf instansi penyedia pelayanan. 3. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit 4. Pelayanan Publik atau Pelayanan Umum adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Pelayanan Pelanggan adalah bentuk pemberian layanan atau servis yang diberikan kepada pelanggan atau konsumen (pasien). Persaingan yang semakin ketat sekarang ini, dimana semakin banyak produsen (rumah sakit) yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan, menyebabkan setiap perusahaan harus menempatkan orientasi kepada pemenuhan kepuasan pelanggan sebagai tugas utama. B. RUANG LINGKUP 1. Karakteristik Penyelenggaraan Pelayanan Publik a. Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna. b. Posisi
tawar
pengguna/klien.
Semakin
tinggi
posisi
tawar
pengguna/klien, maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik. c. Tipe pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna /klien.
d. Lokus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan. e. Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih dominan. 2. Penyebab Keluhan Pelanggan a. Pengguna pelayanan diperlakukan seperti tidak ada artinya (kurang dihargai) b. Ketidakmampuan dan ketidakefisienan penyedia layanan dalam menangani masalah c. Karyawan (petugas penyedia layanan) tidak dapat bekerjasama dengan baik. d. Produk/pelayanan yang ditawarkan cacat, rusak atau tidak sesuai standar yang ada. e. Pasien tidak memperoleh jawaban atas masalah yang mereka hadapi. f. Pasien diperlakukan tidak adil, kasar dan harus menunggu tanpa alasan yang jelas dan penting. g. Telepon pasien tidak dijawab dengan segera. h. Pasien dibiarkan menunggu terlalu lama ketika menelpon hingga akhirnya nada sambung berakhir dengan sendirinya. i. Pasien cenderung berpindah-pindah dari satu orang ke orang lainnya (satu bagian ke bagian lainnya) ketika menelpon. j. Pelayanan yang tidak efisien. k. Pelayanan yang diberikan secara kasar , atau tidak membantu. l. Banyaknya pelayanan yang tertunda. 3. Manfaat Keluhan Menurut Philip Kotler (1997:36) Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dengan harapannya. Berdasarkan hal tersebut, maka semua keluhan yang masuk ke RSUD Dr
Soetomo akan ditanggapi dengan baik, sebab manfaat terhadap penanganan keluhan akan berakibat positif bagi pelayanan rumah sakit. Martin (1994) menyatakan bahwa:
“Mature organizations
encourage customers to complain. They seek to convert complaining customers into satisfied customers.” (organisasi yang mapan mendorong pelanggannya untuk menyampaikan keluhan. Mereka berupaya mengubah pelanggan yang mengeluh menjadi pelanggan yang puas). Walker (1997) menyatakan : Keluhan memberikan sejumlah kesempatan untuk Mengidentifikasikan kelemahan, Membenahi banyak hal, Menyelamatkan seorang pelanggan, Mendorong loyalitas, Sedangkan manfaat komplain menurut Islamy (na) adalah : Organisasi semakin tahu akan kelemahan atau kekurangannya dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, sebagai alat introspeksi diri organisasi untuk senantiasa responsif dan mau memperhatikan 'suara' dan 'pilihan' pelanggan, mempermudah organisasi mencari jalan keluar untuk meningkatkan mutu pelayanannya. Bila segera ditangani, pelanggan merasa kepentingan dan harapannya diperhatikan, dapat mempertebal rasa percaya dan kesetiaan pelanggan kepada organisasi pelayanan (RSUD Dr Soetomo). C. TATA LAKSANA Media penyalur komplain atau keluhan RSUD Dr Soetomo dapat melalui 4 (empat) cara, yaitu : 1. Menulis Keluhan Di Kotak Saran RSUD Dr. Soetomo menampung keluhan dan saran dengan menyediakan kotak saran. Kotak saran tersedia di setiap unit - unit pelayanan. Setiap saran/ keluhan yang masuk akan dianalisa untuk dilakukan perbaikan bagi pelayanan 2. Datang Langsung Ke Ruang Customer Service Adalah pengaduan mengenai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan yang disampaikan melalui customer service atau pelayanan pelanggan.
Berikut strategi menghadapi pelanggan/ pasien yang mengeluhkan pelayanan RSUD Dr. Soetomo:
3. Melalui Telepon/ Call Center Adalah pengaduan mengenai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan yang disampaikan melalui telepon. Pengaduan masuk ke RSUD Dr Soetomo diterima oleh petugas melalui telpon No. (031) 5501239, 5501259 dan 70813188. Telepon ke RSUD Dr. Soetomo juga dapat ditujukan langsung kepada koordinator pelayanan publik, yaitu Urip Murtejo, dr,SpBKL, PGD, Pall Med ECU (telp: 0811346418 & (031) 70181401) atau Sunarso Suyoso, dr.,SpKK(K) (telp: (031) 8663074 & 0818309742). Serta nomor kontak yang tercantum dalam poster “PENTING” yang dipasang diberbagai tempat di RSUD Dr. Soetomo. 4. Melalui Media Cetak Atau Elektronik Adalah pengaduan mengenai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan yang disampaikan melalui media massa (cetak/elektronik), surat, website dan email. Bertujuan memberikan pelayanan
publik
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan.
Pengaduan lewat website pada menu kontak RSUD Dr. Soetomo melalui www.rsuddrsoetomo.jatimprov.go.id. Pengaduan masyarakat baik yang melalui website/email maupun lewat media cetak/elektronik akan diproses/ dijawab dalam kurun waktu 5 (lima) hari kerja. Apabila ada pengaduan yang jawabannya tidak dapat diselesaikan dalam kurun waktu 5 x 24 jam hari kerja, maka pengadu dapat menindak lanjuti ke KPP. Pengaduan yang tidak dapat diselesaikan akan diberikan kompensasi sesuai kebijakan RSUD Dr. Soetomo. Jawaban ditulis didalam formulir laporan yang sudah ditetapkan.
D. DOKUMENTASI Dokumen menanggapi keluhan adalah: a. Semua data yang dikeluhkan kepada rumah sakit b. Semua keluhan yang berhasil diselesaikan oleh rumah sakit c. Form survey kepuasan kastemer
PANDUAN PELAYANAN DONASI ORGAN/JARINGAN TUBUH A. DEFINISI 1. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada resipien. 2. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat dan atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan. 3. Transplantasi Organ adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. 4. Organ Tubuh Manusia adalah kumpulan jaringan jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta fa'al fungsi tertentu untuk tubuh tersebut 5. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan fa'al (fungsi) yang sama dan tertentu. 6. Bank Jaringan Tubuh adalah suatu unit kedokteran yang bertugas untuk pengambilan, penyimpanan, dan pengawetan jaringan dan alat tubuh manusia untuk transplantasi dan penggantian (subsitusi) dalam rangka pemulihan kesehatan. 7. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehat maupun sakit. 8. Informed consent terdiri dari kata informed yang berarti telah mendapatkan informasi dan consent berarti persetujuan (ijin). Yang dimaksud dengan Informed consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan
kedokteran
yang
akan
dilakukan
terhadapnya
sesudah
mendapatkan informasi yang cukup tentang kedokteran yang dimaksud (informed).
9. Keluarga adalah adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya. 10. Ahli Waris adalah orang yang mendapatkan harta, wasiat dan lainnya dari orang meninggal dunia. B. RUANG LINGKUP Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 64 ayat (2), transplantasi mempunyai arti “rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Teknik transplantasi, dimungkinkan untuk memindahkan suatu organ atau jaringan tubuh manusia yang masih berfungsi baik, baik dari orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, ke tubuh manusia lain. Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transpalntasi tidak dapat dihindari dalam menyelamatkan nyawa si penderita. Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam usaha penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan dokter - dokter dalam melakukan transplantasi, upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya penyembuhan yang cepat dan tuntas. 1. Jenis Transplantasi a. Autotransplantasi yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri. b. Homotransplantasi yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain. c. Heterotransplantasi yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies lainnya. 2. Komponen Transplantasi a. Eksplantasi yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal. b. Implantasi yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
c. Adaptasi donasi yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan/organ. d. Adaptasi resepien yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan/organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan/organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi. 3. Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah sebagai berikut : a. Donor hidup Adalah orang yang memberikan jaringan/organnya kepada orang lain (resepien). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan/ organ yang telah dipindahkan. b. Jenazah dan donor mati, Disebut juga cadaveric adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau telah memberikan testimoni untuk memberikan jaringan/organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah meninggal. c. Keluarga dan ahli waris Kesepakatan keluarga donor dari resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah timbulnya rasa tidak puas kedua belah pihak. d. Resepien Adalah orang yang menerima jaringan/organ orang lain. Seorang resepien harus benar - benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat
memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. e. Tim transplan Untuk melakukan suatu transplantasi, Tim Transplan harus mendapat informed concent dari donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. informed concent tersebut diperoleh setelah tim transplan memberikan informasi mengenai hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. f. Menurut segi hukum Tranplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai tindakan mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia, sehingga secara material, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan g. Menurut segi etik Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. Tindakan ini wajib dilakukan apabila ada indikasi, berdasarkan beberapa pasal dalam KODEKI yaitu pasal 2, pasal 7D, dan pasal 11. h. Dari segi agama (Islam) Transplantasi organ diperbolehkan, selama tidak membahayakan donor dan tidak ada tujuan komersialisasi (jual-beli organ) i. Masyarakat Secara tidak langsung masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama rumah sakit dengan para cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan untuk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi.
4. Perkembangan Ilmu Transplantasi Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik transplantasi. Ilmu transplantasi makin berkembang dengan ditemukannya metode transplantasi, sebagai berikut : a. Pencangkokkan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner olah Dr. George E. Green. b. Pencangkokkan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari. c. Pencakokkan sel - sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund. Di RSUD Dr. Soetomo sendiri, telah dilakukan transplantasi seperti: a. Transplan Hati yang dilakukan pada tahuin 2010 kepada pasien anak yang mendapat donor hati dari ibunya, walaupun pada akhirnya reesipien tersebut meninggal dunia. b. Transplan Ginjal telah dilakukan sebanyak 34 kali sejak tahun 1998 sampai sekarang c. Autotransplantasi pada pasien yang menjalani “face off “ akibat mendapatkan luka serius diwajahnya. Pasien tersebut mendapat transplantasi yang berasal dari jaringan tubuhnya sendiri. d. Bone Marrow Stem Cell Transplant, yang dilakukan pada pasien Acute Myelogenous Leukemia Patient e. Lain - lain C. TATA LAKSANA Prosedur Donasi Organ di RSUD Dr Soetomo Di Indonesia, transplantasi diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1981, tentang Bedah Mayat Minis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Di RSUD Dr. Soetomo prosedur donasi diatur dengan memperhatikan undang - undang serta peraturan - peraturan pemerintah yang berlaku, sebagai berikut:
1. Pemberian Informasi Tata Cara Donasi Organ Persetujuan tertulis yang tertuang dalam informed consent harus diberikan oleh donor atau keluarganya yang terdekat setelah Tim Transplan memberikan
informasi
tentang
bagaimana
cara
memilih
untuk
menyumbangkan organ dan jaringan tubuh lainnya. Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh Tim transplan yang merawatnya mengenai sifat operasi, akibat akibat dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Tim Transplant yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut. Secara detail, berikut Informasi yang harus disampaikan: a. Penolakan alat atau jaringan tubuh donor oleh resipien. 1) Penolakan hiperakut, akut, dan kronik Penolakan hiperakut: tejadi dalam
beberapa
menit
sampai
jam
setelah
transplantasi.
Disebabkan oleh destruksi oleh antibodi yang sudah ada pada resipien sebelumnya. Antibodi mengaktifkan komplemen yang menimbulkan edem dan perdarahan interstitial dalam jaringan tandur sehingga mengurangi aliran darah ke seluruh jaringan. 2) Penolakan akut: pada resipien yang sebelumnya tidak disensitasi terhadap tandur. Terjadi sesudah beberapa minggu sampai bulan setelah tandur tidak berfungsi sama sekali dalam waktu 5-21 hari. 3) Penolakan kronik: hilangnya fungsi organ yang dicangkokkan secara perlahan beberapa bulan setelah berfungsi normal. Disebabkan oleh sensitivitas yang timbul terhadap antigen tandur karena timbulnya intoleransi terhadap sel T, terkadang juga diakibatkan sesudah pemberian imunosupresan dihentikan. b. Faktor yang berperan pada keberhasilan transplantasi, yaitu faktor yang berkaitan dengan donor dan resipien, faktor imunologi, faktor penanganan pra dan peri-operatif, serta faktor pascaoperatif.
1) Faktor terkait donor. Transplantasi dapat memanfaatkan jaringan donor hidup yang sehat atau jenazah. Pemeriksaan persiapan calon donor hidup dilakukan secara bertahap. Dengan prosedur penjaringan dan evaluasi, dipastikan bahwa donor ikhlas, dalam keadaan sehat dan mampu menjalani operasi serta mampu hidup normal setelah melakukan donasi, dan donor tidak boleh mengidap penyakit. 2) Faktor terkait resipien. Harus dipastikan terlebih dahulu apakah pasien memang membutuhkan transplantasi. Risiko dan tingkat keberhasilan transplantasi juga dipengaruhi berbagai faktor tertentu, seperti usia dan kondisi umum resipien. 3) Faktor imunologi. Pada transplantasi, sistem histokompatibilitas yang berperan adalah kesesuaian sistem golongan darah ABO dan HLA (human leucocyte antigen). Golongan darah ABO donor dan resipien harus sama agar tidak terjadi rejeksi vaskuler. 2. Pengawasan Transplantasi Organ Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi transplantasi organ, di satu sisi banyak membantu orang-orang yang mengalami kegagalan fungsi organ, tetapi disisi lain menjadi industri penjualan organ, yang cukup menjanjikan. Penjualan organ menjadi bisnis besar, bahkan menjadi mafia bisnis dan sasarannya adalah orang-orang tidak mampu, yang rela menjual organnya demi uang. Kasus penjualan organ banyak terjadi di negara India, China, Brazil, Afrika, Bahkan beberapa sendikat penjualan organ manusia berani memasang Man untuk mencari pendonor dengan imingiming uang dan bagi penerima organ. Mengacu pada isu tersebut, maka Tim Pengawas Transplantasi Organ/ Tim Bioetik RSUD Dr. Soetomo membuat prosedur yang harus dijalani sebagai berikut: a. Testimoni dari donor Ada dua sumber donor organ yaitu cadaveric donor organ maupun organ yang berasal dari donor yang masih hidup, kedua sumber
tersebut harus memberikan testimoni berupa persetujuan bersedia mendonorkan organ tubuhnya, atau bersedia menjadi cadaveric donor ketika dia meninggal (pada cadaveric organ) b. Memenuhi syarat kesehatan Tim Transplan mendiagnosis pasien yang mengalami kegagalan fungsi organ tertentu, dan apabila direkomendasi untuk mengikuti program transplantasi RSUD Dr. Soetomo, maka disini pasien akan dievaluasi kesehatannya, serta mencari donor yang cocok. c. Mendapat persetujuan dari Tim Bioetik Masalah transplantasi organ merupakan masalah yang makin mendapat perhatian di dunia. Karena secara langsung berhadapan dengan kepentingan kemanusiaan. tidak mengherankan bahwa masalah transplantasi menjadi masalah yang makin mengemuka dewasa ini. Sejalan dengan hal ini, perhatian dunia juga semakin besar dalam proteksi Hak Asasi Manusia, termasuk dalam hal perlindungan donor. Tranplantasi organ/ jaringan yang mengikutsertakan manusia harus memperhatikan aspek bioetik dalam kaitan menaruh hormat atas martabat manusia. Secara hukum hal ini tersurat dalam Peraturan Direktur tentang Kebijakan transplantasi organ sebagai berikut: 1) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang bekerja di RSUD Dr. Soetomo 2) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan. 3) Dalam rangka transplantasi donor mati (cadaveric donor) penentuan saat mati ditentukan oleh 3 (tiga) orang dokter yang tidak sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi. 4) Persetujuan tertulis/testimoni dibuat diatas kertas bermaterai dengan 2 (dua) orang saksi. 5) Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang
bersangkutan terlebih dahulu beri informasi oleh dokter yang merawatnya termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. 6) Dokter yang memberi informasi harus yakin benar, bahwa donor yang
bersangkutan
telah
menyadari
sepenuhnya
arti
dari
pemberitahuan tersbeut. 7) Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas sesuatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi. 8) Dilarang memperjual-belikan alat dan atau jaringan tubuh manusia di lingkungan RSUD Dr. Soetomo D. DOKUMENTASI 1. Formulir Persetujuan Perawatan atau Konsultasi 2. Formulir Persetujuan Penundaan Pelayanan 3. Persetujuan Tindakan Kedokteran 4. Formulir Persetujuan Anestesi
PANDUAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL (END of LIFE) A. DEFINISI 1. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk memperpanjang/ mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama proses penderitaan/sekarat pasien. 2. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin memburuk 3. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehat maupun sakit. 4. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. 5. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari. 6. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi saraf/neuronal intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan serebelum. 7. Alat Bantu Napas (Ventilator) adalah alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. 8. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup 9. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
10. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan penghentian bantuan hidup (Withdrowing life support) atau penundaan bantuan hidup (Witholdinglife support). 11. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup (informed) tentang kedokteran yang dimaksud. 12. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada resipien. 13. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal. B. RUANG LINGKUP 1. Aspek Keperawatan Banyak masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik yang aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskankan meninggal dunia atau mati. Seseorang dinyatakan meninggal / mati apabila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, selanjutnya organ-organ lain akan mati. Respon pasien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal. Menurut Elisabeth Kiibler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang kematian, yaitu : a. Denial (fase penyangkalan/pengingkaran diri) Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang parah dan dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan
mekanis pertahanan yang acapkali ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita mengejutkan tentang keadaan dirinya. b. Anger (fase kemarahan) Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan kemarahan. Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Umumnya pemberi pelayanan tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi dari frustasi yang dialaminya. Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah pengertian, bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung oleh karena kemarahannya. c. Bargaining (fase tawar menawar). Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan macam-macam hal kepada Tuhan, “Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu.” d. Depresion (fase depresi) Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi. Penderita merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan. e. Acceptance (fase menerima/pasrah) Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang ia alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat. Mereka mulai kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan persoalan-persoalan di sekitarnya.
Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun sosio-spiritual, antara lain: 1) Problem oksigenisasi; nafas tidak teratur, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi sekret, nadi ireguler. 2) Problem
eliminasi;
Konstipasi,
medikasi
atau
imobilitas
memperlambat peristaltik, kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal 3) Problem nutrisi dan cairan; asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecahpecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun 4) Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut 5) Problem sensori; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun. penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun. 6) Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan 7) Problem kulit dan mobilitas; seringkali tirah baring lama menimbulkan
masalah
pada
kulit
sehingga
pasien
terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering. 8) Masalah psikologis; pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi, perasaan marah dan putus asa.
2. Perawatan Paliatif Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of death. Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan sosial. Terkait hal ini, memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien sangat penting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan sembuh, sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang diakhir kehidupan pasien tersebut. 3. Aspek Medis Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun jantung mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator) dipertahankan. Akan tetapi banyak pula yang memakai konsep mati batang otak (MBO) sebagai pengganti MO dalam penentuan mati. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran maka banyak pilihan pengobatan yang berguna memberi bantuan hidup terhadap pasien tahap terminal. Pilihan ini seringkali menimbulkan dilema terutama bagi keluarga pasien karena mereka menyadari bahwa tindakan tersebut bukan upaya penyembuhan dan hanya akan menambah penderitaan pasien, Keluarga menginginkan sebuah proses di mana berbagai intervensi medis (misalnya pemakaian ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasien dengan harapan bahwa pasien akan meninggal akibat penyakit yang mendasarinya. Ketika keluarga/ wali meminta dokter menghentikan bantuan hidup (withdrowing life support) atau menunda bantuan hidup (withholding life support) terhadap pasien tersebut, maka dokter harus menghormati pilihan tersebut. Pada situasi tersebut, dokter memiliki legalitas dimata hukum dengan syarat sebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup dilaksanakan, tim dokter telah memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang kondisi terminal pasien dan pertimbangan keputusan keluarga/ wali tertulis dalam informed consent.
C. TATA LAKSANA 1. Aspek Keperawatan 1.1 Asesmen Keperawatan Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut: a. Asesmen tingkat pemahaman pasien &/ keluarga : 1) Closed Awareness: pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien akan segera sembuh. 2) Mutual Pretense: keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak membicarakannya lagi, Kadang-kadang keluarga menghindari
percakapan
tentang
kematian
demi
menghindarkan dari tekanan. 3) Open Awareness: keluarga telah mengetahui tentang proses kematian
dan
tidak
merasa
keberatan
untuk
memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit. Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan masalah - masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman. Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat menyampaikan isu yang sensitif bagi keluarga seperti autopsi atau donasi organ b. Asesmen faktor fisik pasien Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, pasien dihadapkan pada berbagai masalah menurunnya fisik, perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal meliputi: 1) Pernapasan (breath) a) Apakah teratur atau tidak teratur, b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing, stridor, crackles, dll, c) Apakah terjadi sesak napas d) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak
e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau dan
jenisnya
Apakah
memakai
ventilasi
mekanik
(ventilator) atau tidak 2) Kardiovaskuler (blood) a) Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler b) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan pucat c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah teraba, hilang timbul atau tidak teraba d) Apakah ada pendarahan atau tidak, bila ada domana lokasinya e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam CmH2O. f)
Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg,
g) Lain - lain bila ada 3) Persyarafan (brain) a) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik dan kesadaran pasien b) Berapa ukuran ICP dalam CmH2O c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil d) Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan e) Lain-lain bila ada 4) Perkemihan (blader) a) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/ hari c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan dower kateter d) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam, bagaimana warnanya, bagaimana baunya
5) Pencernaan (bowel) a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau e) Apakah ada mual atau muntah f) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak, bagaimana konsistensi,warna dan bau dari feses 6) Muskuloskeletal / intergumen a) Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas b) Bagaimana
warna
kulit,
apakah
ikterus,
sianotik,
kemerahan, pucat atau hiperpigmentasi c) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya d) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya e) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis lukanya f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis frakturnya h) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya c. Asesmen tingkat nyeri pasien Lakukan
assesmen
rasa
nyeri
pasien.
Bila
nyeri
sangat
mengganggu, maka segera lakukan manajemen nyeri yang memadai. d. Asesmen faktor kulturopsikososial 1) Tahap Denial : Asesmen pengetahuan
pasien,
kecemasan
pasien dan penerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
2) Tahap Anger: pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak terkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri. 3) Tahapan Bargaining: pasien mulai menerima keadaan dan berusaha untuk mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang. 4) Tahapan Depresi: Asesmen potensial bunuh diri, gunakan kalimat terbuka untuk mendapatkan data dari pasien 5) Tahapan Acceptance: Asesmen keinginan pasien untuk istirahat/menyendiri. e. Asesmen faktor spiritual Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang yang dapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang berada di tahapan bargaining. 1) Intervensi keperawatan a) Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien b) Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien c) Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas d) Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat e) Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/ infeksi kornea f) Lakukan oral hygiene g) Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase
pada
menggunakan
daerah minyak
penonjolan kayu
putih
tulang untuk
dengan mencegah
dekubitus h) Lakukan manajemen nyeri yang memadai i) Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien berdoa j) Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada keluarga yang berduka
k) Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap asuhan pasien, seperti penghentian bantuan hidup (withdrawing life support) atau penundaan bantuan hidup (withholding life support). 2) Aspek Medis 2.1 Intervensi Medis Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius,
maka
beberapa
intervensi
medis
dapat
memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut: a. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO) Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti napas atau henti jantung. RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas dan tidak menunjukan tanda-tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya. b. Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator) Pemakaian ventilator, ditujukan untuk keadaan tertentu karena penyakit yang berpotensi atau menyebabkan gagal napas. c. Pemberian Nutrisi 1) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan makanan lewat mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan feeding tube untuk memenuhi nutrisi pasien tersebut 2) Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim
nutrisi
secara
langsung
ke
dalam
pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien. d. Tindakan Dialisis Tindakan dialisis diberikan pada pasien terminal yang mengalami penurunan fungsi ginjal, baik yang akut maupun yang kronik dengan LFG < 15 mL/menit. Pada
keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai uremia. e. Pemberian Antibiotik Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada saluran pernapasan, saluran
kemih,
trauma/operasi.
peredaran Infeksi
darah, tersebut
atau
daerah
menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebab meningkatnya risiko infeksi ini bersifat multifaktorial,
meliputi
penurunan
fungsi
imun,
gangguan fungsi barrier usus, penggunaan antibiotik spektrum luas, katekolamin, penggunaan preparat darah, atau dari alat kesehatan yang digunakan (seperti ventilator). Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang buruk hendaknya diinformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima bila dilakukan resusitasi maupun ventilator. 2.2 Withdrawing life support & withholding life support Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing life support) dan penundaan bantuan hidup (withholding life support) yang dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang rawat intensif care (IRIR dan ROI I). Keputusan withdrawing / withholding adalah keputusan medis dan etis yang dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi dan 2 (dua) orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit. Adapun persyaratan withdrawing life support & withholding life support sebagai berikut :
a. Informed Consent Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya tindakan penghentian/ penundaan bantuan hidup (withdrawing/ withholding life support) pada seorang pasien, maka harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien. Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien harus diberikan secara tertulis (written consent) dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam Formulir Pernyataan Pemberian Informasi Kondisi Terminal yang disimpan dalam rekam medis pasien, dimana pernyataan tersebut diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim DPJP yang bersangkutan mengenai beberapa hal sebagai berikut: 1) Diagnosis: a) Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat tersebut b) Indikasi
dan
keadaan
klinis
pasien
yang
membutuhkan withdrawing/ withholding life support 2) Terapi yang sudah diberikan 3) Prognosis : a) Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam); b) Prognosis tentang fungsinya (ad functionam); c) Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam). b. Kondisi Terminal Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi
tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik/ paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri. c. Mati Batang Otak ( MBO ) Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi batang otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang ada terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua terapi dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru pasien diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil. Keputusan penentuan MBO dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit dengan prosedur pengujian MBO sebagai berikut: 1) Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas yang menetap (ireversibel) yaitu: a) Tidak ada respons terhadap cahaya b) Tidak ada refleks kornea c) Tidak ada refleks vestibule-okular d) Tidak ada respon motor terhadap rangsang adekuat pada area somatic e) Tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk karena rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakea. f) Tes henti nafas positif. 2) Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan positif, tes diulang lagi 25 menit kemudian 3) Bila tes tetap positif, maka pasien dinyatakan mati walaupun jantung masih berdenyut, dan ventilator harus segera dihentikan.
4) Pasien
dinyatakan
mati
ketika
batang
otak
dinyatakan mati dan bukan sewaktu mayat dilepas dari ventilator atau jantung berhenti berdenyut. 2.3 Donasi Organ Prosedur donasi organ pasien MBO, adalah sebagai berikut: a. Seseorang yang telah membuat testimoni donasi organ harus memberitahukan kepada Tim Rumah Sakit. b. Ventilator dan terapi diteruskan sampai organ yang dibutuhkan diambil. c. Khusus pada penentuan MBO untuk donor organ, ketiga dokter yang menyatakan MBO harus tidak ada sangkut paut dengan tindakan transplantasi. d. Penentuan MBO untuk donor organ hendaknya segera diberitahukan
kepada
tim
transplantasi,
dan
pembedahan dapat dilaksanakan sesuai kesepakatan tim operasi. Komunikasi dengan tim transplantasi dilakukan sedini mungkin jika ada donor organ dari pasien yang akan dinyatakan MBO. D. DOKUMENTASI 1. Formulir Asesmen Tahap Terminal 2. Formulir Informed Consent 3. Formulir Persetujuan Tindakan Kedokteran 4. Formulir Penolakan Tindakan Kedokteran 5. Formulir Pernyataan Pemberian Informasi Kondisi Terminal
PANDUAN PERLINDUNGAN PASIEN TERHADAP KEKERASAN FISIK A. DEFINISI 1. Kekerasan Fisik adalah ekspresi dari apa baik yang dilakukan secara fisik yang mencerminkan tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang. Kekerasan fisik dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang. 2. Perlindungan Pasien Terhadap Kekerasan Fisik adalah suatu upaya rumah sakit untuk melindungi pasien dari kekerasan fisik oleh pengunjung, pasien lain atau staf rumah sakit. 3. Bayi Baru Lahir (Neonatus) adalah bayi dalam kurun waktu satu jam pertama kelahiran. 4. Bayi Yang Lahir Normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram. 5. Anak - Anak adalah masa yang dimulai dari periode bayi sampai masa pubertas yaitu 13-14 tahun. 6. Lansia (Lanjut Usia) adalah periode dalam kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan fisik dan psikologis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 - 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. 7. Orang Dengan Gangguan Jiwa adalah orang yang mengalami suatu perubahan pada fungsi kejiwaan. keadaan ini ditandai dengan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. 8. Perempuan adalah seorang manusia yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui anak.
9. Kekerasan Pada Perempuan adalah segala bentuk kekerasan berbasis jender yang berakibat menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan. 10. Koma dalam istilah kedokteran adalah suatu kondisi tidak sadar yang sangat dalam, sehingga tidak memberikan respons atas rangsangan rasa sakit atau rangsangan cahaya. 11. Pasien Koma adalah pasien yang tidak dapat dibangunkan, tidak memberikan respons normal terhadap rasa sakit atau rangsangan cahaya, tidak memiliki siklus tidur-bangun, dan tidak dapat melakukan tindakan sukarela. Koma dapat timbul karena berbagai kondisi, termasuk keracunan, keabnormalan metabolik, penyakit sistem saraf pusat, serta luka neorologis akut seperti stroke dan hipoksia, gegar otak karena kecelakaan berat terkena kepala dan terjadi pendarahaan di dalam tempurung kepala. Koma juga dapat secara sengaja ditimbulkan oleh agen farmasentika untuk mempertahankan fungsi otak setelah timbulnya trauma otak lain. B. RUANG LINGKUP Kekerasan Fisik Di Rumah Sakit Dapat Dialami Oleh : 1. Bayi baru lahir (Neonatus) dan Anak-Anak Kekerasan terhadap bayi meliputi semua bentuk tindakan/ perlakuan menyakitkan secara fisik, pelayanan medis yang tidak standar seperti inkubator yang tidak layak pakai, penculikan, bayi tertukar dan penelantaran bayi. Menurut data dari Kementrian Kesehatan Kasus penculikan bayi menujukkan peningkatan dari 72 kasus di tahun 2011 menjadi 102 di tahun 2012, diantaranya 25% terjadi di rumah sakit, rumah bersalin, dan puskesmas. 2. Kekerasan pada anak (child abuse) di rumah sakit adalah perlakuan kasar yang dapat menimbulkan penderitaan, kesengsaraan, penganiayaan fisik, seksual,
penelantaran (ditinggal oleh orangtuanya di rumah sakit),
maupun emosional, yang diperoleh dari orang dewasa yang ada
dilingkungan rumah sakit. Hal tersebut mungkin dilakukan oleh orang tuanya sendiri, pasien lain atau pengunjung atau oleh staf rumah sakit. Terjadinya kekerasan fisik adalah dengan penggunaan kekuasaan atau otoritasnya, terhadap anak yang tidak berdaya yang seharusnya diberikan perlindungan. 3. Lansia Dalam kehidupan sosial, kita mengenal adanya kelompok rentan, yaitu semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Salah satu contoh kelompok rentan tersebut adalah orang-orang lanjut usia (lansia). Ternyata, walau sudah memiliki keterbatasan, lansia juga rentan terhadap kekerasan. Menurut statistik, lebih dari dua juta lansia mengalami kekerasan setiap tahunnya. Kekerasan pada lansia adalah suatu kondisi ketika seorang lansia mengalami kekerasan oleh orang lain. Dalam banyak kasus, kekerasan fisik datang dari orang-orang yang mereka percayai. Karenanya, mencegah kekerasan pada lansia dan meningkatkan kesadaran akan hal ini, menjadi suatu tugas yang sulit. Statistik dari Dinas Pelayanan di New Zealand menunjukkan bahwa kebanyakan, orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap lansia, merupakan anggota keluarga atau orang yang berada pada posisi yang mereka percayai, seperti: pasangan hidup, anak, menantu, saudara, cucu, ataupun perawat. Kekerasan fisik pada lansia di rumah sakit, yaitu bisa berupa perkosaan, pemukulan, dipermalukan/ diancam seperti anak kecil, diabaikan/ diterlantarkan, atau mendapatkan perawatan yang tidak standar. 4. Kekerasan pada Perempuan Kekerasan di rumah sakit dapat berupa perkosaan, yaitu hubungan seksual yang dilakukan seseorang atau lebih tanpa persetujuan korbannya. Namun perkosaan tidak semata-mata sebuah serangan seksual akibat pelampiasan dari rasa marah, bisa juga disebabkan karena godaan yang timbul sesaat
seperti melihat bagian tubuh pasien wanita yang tidak ditutupi pakaian atau selimut, mengintip pasien pada saat mandi dan sebagainya. 5. Orang dengan gangguan jiwa Pasien dengan gangguan jiwa terkadang tidak bisa mengendalikan perilakunya,
sehingga
pasien
tersebut
perlu
dilakukan
tindakan
pembatasan gerak (restraint) atau menempatkan pasien di kamar isolasi. Tindakan ini bertujuan agar pasien dibatasi pergerakannya karena dapat mencederai orang lain atau dicederai orang lain, Bila tindakan isolasi tidak bermanfaat dan perilaku pasien tetap berbahaya, berpotensi melukai diri sendiri atau orang lain maka alternatif lain adalah dengan melakukan pengekangan/pengikatan fisik (restraint). Kekerasan fisik pada pasien jiwa yang dilakukan restrain di rumah sakit, bisa disebabkan oleh tindakan restrain yang tidak sesuai prosedur, atau menggunakan pengikat yang tidak standar. Selain itu, pasien jiwa yang dilakukan restrain mudah menerima kekerasan fisik, baik dari pengunjung lain, sesama pasien jiwa, maupun oleh tenaga medis. Hal ini disebabkan oleh karena kondisi pasien yang “terikat” sehingga mudah mendapatkan serangan 6. Pasien koma Kekerasan fisik bagi pasien yang koma di rumah sakit, bisa disebabkan oleh pemberian asuhan medis yang tidak standar, penelantaran oleh perawat, diperlakukan secara kasar oleh tenaga kesehatan yang bertugas sampai pada menghentikan bantuan hidup dasar pada pasien tanpa persetujuan keluarga/wali C. TATA LAKSANA 1. Cara RSUD Dr. Soetomo melindungi pasien & keluarganya dari kekerasan fisik terutama pada pasien yang tidak mampu melindungi dirinya seperti bayi, anak-anak, manula, perempuan, pasien jiwa, pasien koma, penyandang cacat dan lain sebagainya. a.
Pengawasan terhadap lokasi pelayanan yang terpencil dan terisolasi, seperti pada : 1) Irna Bersalin (ruang cendrawasi)
2) IrnaAnak 3) Irna Jiwa 4) Poliklinik Rumatan metahadon 5) POSA b.
Pengawasan ketat terhadap ruang perawatan bayi dan anak - anak untuk mencegah penculikan dan perdagangan pada bayi dan anak anak, seperti pada : 1) Ruang foto therapy di Ruang Cendrawasih 2) Ruang bayi di Irna Anak 3) Ruang Nicu di IRD 4) Ruang Nicu di IRIR
c.
Penanganan pada bayi / anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya di RSUD Dr. Soetomo dengan merawat bayi tersebut agar sehat untuk selanjutnya diserahkan ke Dinas Sosial
d.
Semua pengunjung yang masuk ke RSUD Dr. Soetomo harus memakai identitas yang dapat dikeluarkan oleh Security/Satpol PP. Pengunjung yang mencurigakan diperiksa dan diinvestigasi oleh petugas, khususnya oleh Satpol PP.
e.
Semua pengunjung diluar jam kunjungan rumah sakit, baik di luar jam kantor, di luar jam pelayanan maupun di luar jam bezook di daftarkan dan dicatat oleh sekuriti/satpol PP.
f.
Kekerasan pada pada lansia, dapat dicegah dengan beberapa tindakan preventif, antara lain, menyediakan kamar mandi khusus, loket khusus, serta membangun Pusat Geriatri
g.
Membatasi jumlah pasien yang masuk ke ruang perawatan dengan menerapkan ketentuan hanya mereka yang menggunakan ID Card yang boleh memasuki ruang perawatan.
h.
Pada ruang perawatan wanita, pendamping pasien harus berjenis kelamin wanita
i.
Melindungi pasien dengan 3 (tiga) kode darurat non medis sebagai berikut:
No 1
CODE
2
KETERANGAN Situasi berbahaya berhubungan dengan kejahatan yang mengancam fisik
RESPON SEKUNDER Lindungi / pertahankan diri sendiri dan hubungi pusat komando untuk mengaktifkan Code Grey
RESPON PRIMER Berusaha untuk mengurangi tingkat risiko/ bahaya dengan memantau ketat daerah / ruang perawatan yang terpencil
Bayi / anak hilang / diculik dari Rumah Sakit
a.
Segera lakukan pemeriksaan pada seluruh area RS, jika sasaran terlihat jangan dihentikan sendiri hubungi pusat komando security dan laporkan lokasi temuan
b. c.
3
Adanya informasi ancaman bom lewat telepon atau SMS
a.
b. c.
Lakukan pemeriksaan secara berkala pada ruang rawat bayi / anak Monitor seluruh ruangan dengan CCTV Awasi ketat pintu keluar terhadap seluruh orang yang akan meninggalkan rumah sakit dengan anak / bayi Segera ke lokasi tempat barang yang dicurigai sebagai bom diletakkan Jangan di sentuh serta isolasi area / benda yang dicurigai Melaporkan kepada pos sekuriti untuk menghidupkan code black
a.
b.
c.
Melaporkan ke koordinator keadaan darurat gedung dan keamanan Koordinasi dengan kepolisian setempat Mempertim bangkan untuk mengevakuasi penghuni gedung
2. Cara RSUD Dr. Soetomo melindungi pasien dari kesalahan asuhan medis a. Memberikan asuhan medis sesuai panduan praktek klinis dan clinical pathway b. Mengupayakan sarana prasarana yang safety untuk asuhan medik dan keperawatan. c. Melakukan sosialisasi kepada semua tenaga kesehatan yang bertugas di RSUD Dr Soetomo.
D. DOKUMENTASI 1. Prosedur Menerima Pengunjung Rumah Sakit 2. Prosedur Perlindungan Terhadap Ancaman 3. Prosedur Pemantauan Terhadap Lingkungan Terpencil di RSUD Dr. Soetomo 4. Prosedur Perlindungan Terhadap Penculikan Bayi dan Anak
View more...
Comments