Pdt Rehab Medid uwkk

May 27, 2016 | Author: Denny Emilius | Category: Types, Legal forms
Share Embed Donate


Short Description

rehab medik...

Description

Komite Medik RSUD Bangil

UNIT REHABILITASI MEDIK Pendahuluan Upaya rehabilitasi medis merupakan serangakaian upaya medis yang di tujukan untuk mencegah terjadinya impairment, disability, dan handicap. Atau jika telah terjadi kecacatan maka upaya rehabilitasi medis di arahkan untuk meningkatkan kemampuan fungsional seseorang semaksimal mungkin dengan memanfaatkan kemampuan yang masih tersisa. Dikenal 3 ( tiga ) stadium kecacatan yaitu :  Impairment  Disability  Handicap Impairment (kelainan) Adalah terjadinya kehilangan atau kelainan dari struktur atau fungsi organ atau sistem yang bersifat anatomis, fisiologis ataupun psikologis, kondisi ini dapat pula menetap. Disabiliti (ketidakmampuan) Adalah kerterbatasan atau kurangnya kemampuan sebagai akibat adanya impairment‟ untuk melakukan kegiatan dengan cara dan batas – batas yang dianggap normal bagi setiap orang sesuai umur dan jenis kelamin. Kondisi disability merupakan gangguan yang terjadi pada tingkat diri seseorang (pribadi). Handicap (ketunaan) Adalah kondisi seseorang akibat adanya impairment dan disability yang membatasinya dalam memenuhi peranannya yang normal menurut umur, jenis kelamin serta faktor sosial dan budaya. Penatalaksanaan rehabilitasi mencakup berbagai penyakit yang dikelompokkan ke dalam beberapa subspesialisasi yaitu : 1. Rehabilitasi Muskuloskeletal 2. Rehabilitasi Neoromoskular 3. Rehabilitasi Pediatrik / anak 4. Rehabilitasi Kardiovaskuler 5. Rehabilitasi Pulmonal 6. Rehabilitasi Geriatri 7. Rehabilitasi cidera olah raga WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

Nama penyakit / diagnosis Amputasi anggota gerak atas : Meliputi : 1. Disartikulasi gelang bahu 2. Amputasi atas siku 3. Amputasi siku 4. Amputasi bawah siku 5. Disartikulasi pergelangan tangan 6. Disartikulasi telapak tangan + jari tangan Amputasi anggota gerak bawah Meliputi : 1. Hemikarparektomi 2. Disartikulasi sendi paha 3. Amputasi atas lutut 4. Disartikulasi lutut 5. Amputasi bawah lutut 6. Amputansi pergelangan kaki (syme tipe) 7. Amp[utasi telapak dan jari kaki Kriteria diagnosis / masalah rehabilitasi : Hilangnya bagian anggota gerak atas / bawah sebagian atau seluruhnya. Pemeriksaan penunjang : Konsultasi  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis Bedah Ortopedi  Dokter Spesialis Penyakit Dalam Perawatan RS Mengikuti perawatan operasi yang terkait Terapi  Latihan gerak sendi  Latihan penguatan otot  Perawatan puntung, stump bandage  Posisi yang benar selama istirahat  Mengurangi keluhan nyeri (phantom pain)  Latihan mobilisasi  Mengukur, pemasangan alat protesa dan latihan dengan alat protesa yang sesuai. Standar RS Tipe C -2-

Standart tenaga  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Profesi penunjang medis terkait Penyulit  Luka  Kontraktur Masa pemulihan Sampai dengan 3 bulan Luaran Mandiri WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

-3-

ARTHRITIS Termasuk di sini :  Artritis degeneratif : osteoatritis  Artritis reumatoid  Artritis metabolik  Reumatik jaringan lunak Kriteria diagnosis / masalah rehabilitasi Kelainan sendi dan otot disertai dengan gangguan : Nyeri sendi, nyeri tekan dan nyeri gerak sendi, bengkak, efusi sendi, panas dan kemerahan, keterbatasan gerak, laksitas sendi, kelemahan otot dan atrofi, deformitas, gangguan mobilitas Diagnosis banding Artritis infeksi Pemeriksaan penunjang  Radiologi  Laboratorium : DL (LED dan Lekosit) Konsultasi  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis Penyakit Dalam  Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Terapi Sesuai dengan masalah medis / rehabilitasi medis, jenis dan stadium artritis. Untuk mengatasi nyeri, gangguan sendi dan otot : a. Terapi panas (diathermi, ultrasound), terapi dingin (kompres dingin), TENS. b. Latihan (gerak sendi, penguatan otot, sikap) → disesuaiakan dengan kondisi penyakit c. Bidai d. Alat bantu / ortosis e. Proteksi sendi f. Konservasi energi Perawatan RS  Rawat jalan  Rawat inap

: apabila mobilitas memungkinkan : bila akut dengan gejala sistemis

Standar RS Seluruh tipe RS Standar tenaga  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis -4-

 Dokter Umum + pelatihan rehabilitasi  Profesi penunjang medis terkait  Penyulit  Kontraktur  Deformitas  Gangguan neurologis Masa pemulihan  Sesuai dengan perjalanan penyakit  2 minggu sampai 6 bulan bergantung remisi dan eksaserbasi Luaran  tak terjadi penyulit  Sembuh, mandiri, aktif bekerja WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

-5-

CEREBRAL PALSY Kriteria diagnosis Satu sindrom klinis, umunya berupa disfungsi neuromoskuler, disebabkan oleh kelainan non progresif, pada otak yang imatur. Dapat terjadi prenatal, perinatal atau pascanatal. Klasifikasi pola neurologis : 1. Flaksid (hipotonis) 2. Spastis 3. Diskinetik :  Atetosis  Distonia  Korea  Ballismus  Tremor 4. Ataksia 5. Mixed (kombinasi) :  Spastikatetoid  Spastikataksik Klasifikasi defisit motoris : 1. Monoplegia 2. Hemiplegis 3. Diplegia 4. Kuadriplegia Masalah rehabilitasi 1. Gerak (mobilitas) 2. Trasfer dan ambulasi 3. ADL 4. Komunikasi 5. Psiko sosial dan vokasional Diagnosis banding Pemeriksaan penunjang  Evaluasi psikologis  Analisis wicara  Gait analysis Konsultasi -6-

   

Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis Dokter Spesialis Anak (neurologi anak) Dokter Spesialis Bedah Saraf Dokter Spesialis Bedah Ortopedi

Perawatan RS  Rawat inap bila ada penyulit atau ada indikasi operasi  Rawat jalan Terapi / program rehabilitasi medis 1. Internesi dini Menekankan pada menejemen di rumah dalam hal interaksi keluarga dengan penderita (bayi / anak), serta lingkungan yang sesuai untuk anak tersebut 2. Terapi disfungsi motoris  Exercise Kombinasi berbagai bentuk teknik fasilitasi dengan latihan aktifitas moitoris fungsional sesuai tahap perkembangan kontrol kepala hingga berjalan  Splint dan orthosis Dilakukan resting atau night splint bila perlu, untuk memelihara lingkup gerak sendi terutama splint pada ankle (mencegah fleksi plantar) dan pada pergelangan tangan – jari tangan. AFO (ankle foot orthosis), untuk kontrol equinus spatis dan hiperekstensi lutut saat stance phase. Hip abduction orthosis, untuk menunda kontraktur aduktor panggul dan di pasang juga pada pasca operasi aduktor panggul.  Operasi ortopedi Dilakukan Ahli Bedah Ortopedi untuk memperbaiki fungsi dan penampilan serta mencegah dan memperbaiki deformitas 3. Terapi wicara 4. Terapi psikososial dan edukasional Penyulit Retardasi mental : 40 – 60 % Kejang : 50 % Defisit okuler dan visual, paling sering strabismus ( 20 – 60 % dari semua kasus). Gangguan komunikasi berkaitan dengan gangguan pendengaran, produksi motoris bicara, disfungsi sentral bahasa, defisit kognitif. Kesulitan makan dan kontrol air liur Standar tenaga  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis Lain  Dokter Umum yang mempunyai pengetahuan rehabilitasi medis  Psikologi  Pedagog  Fisioterapis  Terapis okupasi  Terapis wicara -7-

  

Perawat Petugas sosial medis Masyarakat

Lama perawatan Seumur hidup, bergantung berat kecacatan dan komplikasi Luaran Spastik hemiparesis Ambulasi umumnya pada usia 3 tahun Spastik diplegia Duduk pada usia 2 tahun merupakan tanda baik untuk prognosis ambulasi. Bila usia 4 tahun Belem dapat duduk, diperkirakan tidak akan ambulasi.. Refleksi infantil yang menetap estela usia 18 bulan, prognosis buruk untuk ambulasi. Spastik quadriparesis Duduk kurang dari usia 2 tahun dan refleks infantil sudah menghilang < 18 bulan, prognosis baik untuk kemungkinan jalan Diskinetik Sebagian besar kasus (75 %) mempunyai prognosis baik untuk kemungkinan jalan, walaupun jalan tidak stabil. 50 % dari yang dapat jalan tercapai pada usia 3 tahun. Total body involvement Komunikasi Suara dapat dimengerti < usia 2 tahun = baik Setiap metode mengungkapkan “ ya “ atau “ tidak “ < usia 2 tahun = baik untuk komunikasi nonverbal Activity of daily living (makan, toileting, dll) Kontrol volunteer minimla 1 tangan = baik Kontrol volunteer setiap bagian tubuh = dapat menggunakan alat teknik Walking (kemampuan bekerja) Tujuh tanda pada pemeriksaan usia > 12 bulan.  Extensor thrust (bila masih ada) = 1  Asymetrical tonic neck reflex (bila masih ada) = 1  Neck righting reflex (bila masih ada) = 1  Foot placement reaction (bila tidak ada) = 1  Parachute reaction (bila tidak ada) = 1  Symetrical tonic neck reflex (bila masih ada) = 1  Moro reflex (bila masih ada) = 1 Penilaian untuk skor di atas : Bila nilai > = prognosis buruk WEWENANG -8-



Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis.

UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

PASCA PATAH TULANG Kriteria diagnosis / masalah rehabilitasi  Edema pada lokasi fraktur  Nyeri  Gangguan gerak  Gangguan mobilitas, bergantung lokasi fraktur Diagnosis banding Pemeriksaan penunjang Radiologi Konsultasi  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Perawatan RS Sesuai indikasi Terapi Pasca fraktur stadium dini Prinsip terapi : mengurangi edema untuk secondary prevention disability. 1. Aktifitas fisik di mulai secepatnya pascareposisi fraktur, sesuai toleransi nyeri. 2. Elevasi bagian pasca fraktur 3. Terapi panas untuk mengurangi nyeri, melancarkan aliran darah, mencegah terbentuknya jaringan fibrosis. Modalitas : hot packs, infrared, whirl pool (superficial heating) 4. masase ringan kea rah jantung 5. Latihan lingkup gerak sendi : active assisted 6. Latihan penguat otot : isometric ataupun isotonis 7. latihan gerak terampil Pasca fraktur stadium lanjut Umumnya terjadi kontraktur sendi, nyeri gerak, atrofi, kelemahan otot, edema 1. 2. 3.

Terapi panas : whirpool, diathermi; ultrasound (superficial & deep heating) Masase : (deep stroking & compressor movement. Rheading & friction). latihan gerak sendi : active assisted, dilanjtkan dengan free motion dan resisteve exercise. -9-

4.

Bila gagal, konsul ke ortopedi untuk tindakan manipulation under anesthesia. Dilanjutkan program latihan intensif. Latihan okupasi terapi sesuai gangguan fungsi

Pasca fraktur femur proksimal, pemasangan protesia (Austinmore) 1. Latihan lingkup gerak sendi sedini mungkin Hindari fleksi panggul > 90 derajat dan hindari aduksi panggul melewati median 2. Latihan mobilisasi, jalan gradual, diawali di paralel bar, partial weight bearing 3. Bila sudah boleh full weight bearing, ambulasi dengan tripod, berangsur – angsur bebas alat bantu. Standar RS Tipe C Standar Tenaga  Dokter Umum  Profesi penunjang medis terkait Masa pemulihan Beberapa minggu sampai bulan, bergantung jenis dan lokasi fraktur Penyulit  Miositis osifikans  Atrofi  Sympathetic Dystrophy Reflex  Volkman’s Contractur Luaran  Tak terjadi penyulit  Sembuh total, aktif bekerja WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 10 -

GANGGUAN MEDUAL SPINALIS Kriteria diagnosis  Trauma  Tetra / paraplegi / pentaplegi  Gangguan sensoris  Gangguan defekasi dan miksi Diagnosis banding Pemeriksaan penunjang Foto vertebra AP, lateral, oblok Konsultasi  Bedah Tulang  Bedah saraf  Neurologi Perawatan RS Rawat inap Terapi / program rehabilitasi  Ada fraktur : Lihat Bedah Tulang  Tidak ada fraktur : Lihat Bedah Saraf / Neurologi Sedini mungkin mobilisasi  Rehabilitasi  Tirah baring  Posisi berganti tiap 2 jam  Bladder & bowel training  Mobilisasi bergantung fraktur ( + ) atau ( - ) Penyulit  Dekubitus  Kontraktur  Infeksi saluran urogenital  Autonimic dysreflexia  Heterotopic ossificans. - 11 -

Standar RS  Tipe A / B  RS khusus untuk cidera medula spinalis Standar tenaga  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Profesi penunjang medis terkait

Lama perawatan  Rawat inap  Rawat jalan

: sesuai indikasi : beberapa minggu

Luaran Menurut klasifikasi frankle Tipe A Lesi lengkap, seluruh fungsi motor dan sensort hilang pada lokasi di bawah vertebra yang cidera Tipe B Lesi tak lengkap, hanya sensasi saja yang utuh sedangkan fungsi motor volunter hilang Tipe C Lesi tak lengkap, hanya ada gerakan motoris yang yang tak fungsional, fungsi motoris volunter sangat minimal, dapat dimanfaatkan. Nilai kekuatan otot penggerak utama, kurang dari 3 Tipe D Lesi tak lengkap, hanya ada fungsi motoris. Sedangkan fungsi motoris volunter yang tersisa, dapat dimanfaatkan. Nilai kekuatan otot penggerak utama, sekurang – kurangnya 3. Tipe E Pemulihan lengkap semua fungsi motoris dan sensoris, tapi masih mungkin ada refleks abnormal WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 12 -

MIOPATI Meliputi : 1. Dystrophies 2. Congenital myopathies 3. Metabolic myopathies 4. Endrocine myiopathies 5. Toxic myopathic 6. Inflamatory myopathic Kriteria diagnosis Kelemahan otot atrofi Pada DMP → pseudohipertrofi otot, terjadi gangguan mobilisasi, ambulasi, aktifitas hari –hari, pekerjaan. Diagnosis banding  Poliomilitis  Neuropati Pemeriksaan penunjang  Enzim serum  Genetika  EMG  Biopsi otot Konsultasi  Dokter Spesialis Saraf  Dokter Ahli Patologi Klinik  Dokter Ahli patologi Anatomi  Dokter Ahli Biologi  Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Perwatan RS  Rawat jalan  Rawat inap untuk diagnosis dan jika timbul penyulit Terapi / program rehabilitasi - 13 -

Pada pemberian program perlu dipertimbangkan apakah kasusnya :  Mampu pulih (reversible) atau tidak mampu pulih (irreversible)  Stabil atau progresif dan bila progresif, kecepatan ?  Genetik atau di dapat Rehabilitasi tidak dapat mencegah patofisioplogi perjalanan penyakit tetapi setidaknya dapat memperbaiki fungsi supaya mandiri semaksimal mungkin yaitu melalui : Modalitas fisik : latihan fisik spesifik dan latihan mobilitas Latihan mobilitas bisa berupa :  Alat bantu  Ortosis > statis < dinamis  Kursi roda  Latihan menelan bila ada disfagia  Latihan pernapasan Penyulit Memburuk secara bertahap (kekuatan otot makin menurun) Lama perawatan Sesuai diagnosispasti, diperlukan rawat jalan dengan rehabilitasi seumur hidup Masa pemulihan Bergantung, penyakit lebih cenderung memburuk pelan – pelan Standar tenaga  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter spesialis lain  Perawat rehabilitasi  Respiratory therapist  Speech terapis  Okupasi terapis  Orthotist theraphist  Psikolog, dll Luaran Dengan perawatan dan reahabilitasi yang baik secara fungsional akan membaik WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 14 -

NEUROPATI/GANGGUAN NEUROGEN PERIFER Kriteria diagnosis Kelainan neurologis akibat gangguan saraf perifer motoris, sensoris dan autonom yang bersifat akut atau kronis, dapat terjadi monoparese / plegi dan gangguan – gangguan autonom Diagnosis banding Pemeriksaan penunjang  EMG  EKG Konsultasi  Dokter Spesialis Saraf  Dokter Spesialis Penyakit Dalam  Dokter Spesialis Bedah Saraf  Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Perawatan RS  Rawat inap  Rawat jalan / rawat inap

: neurologi akut : neurologi kronis

Terapi / program rehabilitasi Bisa merupakan satu atau lebih kriteria berikut :  Akut  Kronis  Gangguan autonom berat  Tidak autonom berat Terapi neuropati akut dan gangguan autonom Bila bersifat akut dan ada gangguan autonom terutama pernapasan maka terapi lebih di tujukan untuk latihan pernapasan ditambah dengan perawatan rehabilitasi lain yang bertujuan mencegah timbulnya dekubitus, kontruktur, dll. Terapi pada gangguan sensasi  Analgesik - 15 -

   

Penggunaan hidroterapi Desensitisasi massage TENS Edukasi

Terapi pada gangguan motor  Latihan – latihan  Biofeedback technic  Ortosis → statis → dinamis Terapi pada gangguan atonom Bladder / bower training Standar tenaga  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Perawat Rehabilitasi  Psikologi  Fisioterapi  Terapis okupasi  Pekerja sosial medis Penyulit  Terjadi progresifitas  Gangguan pernapasan  UTI Lama perawatan 2 minggu sampai 1 bulan Masa pemulihan Bergantung keadaan, dapat sampai 2 tahun, bisa terjadi relaps Luaran  Sembuh gejala sisa  Menetap → tidak bisa bekerja / pindah bekerja WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 16 -

SKOLIOSIS Kriteria diagnosis Adanya kelainan bentuk tulang belakang yang bengkok pada bidang fontal Pemeriksaan penunjang Foto rontgen, untuk mengetahui sudut skoliosis (Metode Cobb) Konsultasi  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Perawatan RS Mengikuti perawatan oleh spesialis lain (bedah ortopedi) Terapi  Latihan / senam skoliosis pada sudut cobb < 15 derajat  Latihan spinal dan spinal brace pada usia pertumbuhan sudut > 15 derajat  Terapi latihan pada usia lewat pertumbuhan sudut > 15 derajat  Konsul ortopedi untuk indikasi operasi pada sudut Cobb > 45 derajat Standar RS  Tipe A, B.  Tipe C bila fasilitas sudah ada Penyulit  Gangguan fungís pernapasan  Gangguan jantung pada skoliosis berat Standar tenaga  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Profesi penunjang medik terkait Lama perawatan Evaluasi berkala - 17 -

Masa pemulihan Bergantung hasil evaluasi berkala Luaran  Deformitas terkoreksi atau deformitas tak bertambah  Tak terjadi penyulit WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

STROKE GANGGUAN PEREDARAN DARAH OTAK Meliputi :  Nonhemorragis  TIA  RIND  Trombosis serebri  Emboli serebri Hemoragis  Perdarahan intraserebri  Perdarahan subarakhnoid Lokalisasi  Stroke pada korteks  Stroke subkorteks  Stroke batang otak Kriteria diagnosis / masalah rehabilitasi Kelainan neurologis fokal yang timbal mendadak akibat gangguan aliran darah lokaldi otak. Klinis berupa : hemiparesis / plegi, hemihipestesi, afasia, disfagia, gangguan saraf kranialis, neurogenic uninhibited bladder, disertai / tidak dengan gangguan kesadaran. Dioagnosis Banding  Trauma kapitis  Infeksi otak / selaput otak  Tumor otak Pemeriksaan penunjang  Laboratorium  CT scan otak  MRI Konsultasi - 18 -

  

Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis Dokter Spesialis Bedah Saraf Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Perawatan RS  Rawat inap  Rawat jalan Terapi / program rehabilitasi Stadium akut Lebih menekankan pada perawatan rehabilitasi yaitu pengaturan posisi saat berbaring atau duduk (mencegah dekubitus), b.a.k dan b.a.k yang tidak terkontrol, gangguan menelan dan nutrisi Stadium lanjut Melanjutkan apa yang sudah di capai pada 1 dan 2, resosialisasi + terapi, ikut dalam stroke club Penyulit Factor pencetus stroke / factor resiko  Diabetes Militus  Kelainan jantung  Hipertensi  Merokok  Gangguan agregasi trombosis Pada sendi  Subluksasi sendi bahu  Shoulder hand syndrome Gangguan fungsional  Gangguan komunikasi  Unilateral neglect  Dioasfagia, dll Degenerasi  Demensia  Osteoporosis  Parkinson Standar RS Tipe C Standar tenaga  Dokter Spesialis rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis lainnya  Dokter Umum dengan kemampuan rehabilitasi medis  Perawat rehabilitasi  Psikolog / neuropsikolog  Speech theraphist  Fisioterapi - 19 -

  

Terapis okupasi Ortotis / prostetis Terapis rekreasi

Lama perawatan  Seumur hidup  Bergantung berat kecacatan dan komplikasi Masa pemulihan 6 bulan bergantung penyulit / komplikasi Luaran Prognosis fungsional dari stroke hemoragis setelah berhasil melewati stadium akut lebih baik di bandingkan stroke non hemoragis. Bergantung luas dan lokasi lesi, target yang ingin di capai adalah :  Sembuh total, aktif bekerja  Sembuh parsial, aktif bekerja  Sembuh parsial, mampu menolong diri  Sembuh parsial, menolong diri dengan bantuan WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 20 -

TRAUMA KAPITIS Meliputi :  Komosio serebri  Kontusio serebri  Diffusi oxanal injury  Edema serebri  Perdarahan epidural  Perdarahan subdural  Perdarahan intraserebri  Dapat / tidak disertai fraktur tengkorak tertutup atau terbuka Kriteria diagnosis / masalah rehabilitasi Kelainan neurologis bisa fokal atau menyeluruh akibat trauma pada kepala baik primer atau sekunder yang disertai pingsan, muntah, bisa / tidak dengan penurunan kesadaran disertai defisit neurologis lainnya seperti kelumpuhan motorik, saraf cranialis, kejang – kejang, gangguan psikologis, gangguan kognitif dan disfungsi persepsi, bergantung letak lesinya. Diagnosis banding  Gangguan peredaran darah otak  Tumor otak  Epilepsi yang dicetuskan waktu trauma Pemeriksaan penunjang  Foto rontgen tengkorak  CT scan otak  MRI otak  Laboratorium Konsultasi  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis Saraf  Dokter Spesialia Bedah Saraf  Dokter Spesialis Bedah Ortopedi - 21 -

Perawatan RS  Rawat jalan  Rawat inap Terapi / program rehabilitasi Rawat inap harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain : a. Glasgow coma scale minimal antara 5 – 7 b. Pada pasien koma akibat trauma kapitis rancho los amigos scale minimal 3 / 4 (untuk program stimulasi koma). c. Juga ikut mempengaruhi luaran dari terapi yaitu :  Usia  Lama koma  PTA (posttraumatic amnesia)  Respon motoris  Eye sign) Stadium akut Program stimulasi koma, pada pasien koma. Lebih menekankan perawatan rehabilitasi untuk mencegah komplikasi seperti posisi saat berbaring atau duduk, latihan – latihan, perawatan kulit + hygiene, pembersihan jalan napas + latihan pernapasan, nutrisi, miksi dan defekasi, latihan menelan Stadium subakut Stimulasi kognitif, latihan disfagia, latihan wicara, latihan – latihan berupa redukasi otot, penguatan dan koordinasi, terapi okupasi, psikologi, ortosis bila perlu sesuai dengan defisit neurologis yang terjadi Stadium lanjut Meneruskan yang sudah di capai pada stadium subakut dan lebih menekankan pada terapi psikologis. Bila perlu konsul ortopedi Penyulit  Epilepsi pasca trauma  Gangguan metabolisme  Gangguan neurologis  Gangguan muskuloskeletal  Gangguan psikologis berat  Trauma pada sistem – sistem lain WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 22 -

TRAUMA SARAF PERIFER Meliputi :  Avulsi radiks  Lesi pleksus  Lesi saraf perifer Kriteria diagnosis Kelainan neurologist akibat trauma yaitu ditemukan adanya kelumpuhan yang sifatnya lower motor neuron dan bisa mengenai satu / beberapa saraf dengan gejala – gejala monoparese / plegi, berupa gangguan dalam mobilisasi, ambulasi, aktifitas hari – hari dan pekerjaan. Diagnosis banding  Mononeuropati akut  Polineuropati akut Pemeriksaan penunjang  Laboratorium  Foto  Mielografi  EMG  SSEP Konsultasi  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis Saraf  Dokter Spesialis Bedah Saraf  Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Perawatan RS  Rawat jalan  Rawat inap, bila ada trauma yang mengenai sistem lain atau penyulit Terapi / program rehabilitasi - 23 -

Terapi bergantung lokalisasi lesi, bisa non operatif (minimal 6 bulan pasca trauma dan tidak lebih 18 bulan pasca trauma) Tujuan  Menghilangkan / mencegah edema  Mempertahankan lingkup gerak sendi  Mencegah kontraktur  Menghilangkan nyeri  Menjaga / proteksi daerah dengan defisit sensoris  Menggunakan ortosis : statis, dinamis  Untuk kasus – kasus operasi dikonsulkan ke bagian ortopedi atau bedah saraf.

Standar RS Tipe C Standar tenaga  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis lain  Fisioterapi  Terapis okupasi  Ortotis prostetis  Psikolog  Pekerja sosial medis Penyulit  Bila ada trauma yang mengenai sistem yang lain.  Trauma pada saraf perifer yang berat (tidak dapat sembuh)  Gangguan psikologis Masa pemulihan 6 bulan Luaran Ringan → ada gejala sisa / keluhan - keluhan Sedang → ada gejala sisa / keluhan – keluhan Berat → fungsi nol di sebut flail anaesthetic limb Luaran  Sembuh dengan gejala sisa  Menetap → tidak bisa bekerja / pindah bekerja WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis - 24 -

UNIT TERKAIT

REHABILITASI KARDIOVASKULER Adalah upaya pemulihan fungsi jantung pembuluh darah dan derajat kesehatan penderita kepada aktifitas fisik dan mental yang sesuai dengan kapasitas fungsi jantung dan pembuluh darah Klasifikasi  Gangguan sirkulasi sistem koroner  Kelainan katup dan otot jantung (ventrikel dan atrium)  Gangguan jantung akibat tahanan sirkulasi yang meningkat (hipertensi arteriel) Kriteria diagnosis Problem medis  Penyakit jantung sendiri, hipotensi, denyut nadi naik  Atrofi otot, kontraktur sendi, turunnya fungsi paru, dekubitus Problem rehabilitasi  Mobilisasi duduk, berdiri dan jalan yang terbatas  Komunikasi, aktifitas, memelihara diri / ADI yang terbatas  Aspek psikososial dan vokasiopnal yang terhambat Pemeriksaan penunjang  EKG  Radiologi Konsultasi  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis Penyakit Dalam  Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Perawatan RS Rawat inap untuk perawatan di ICU, ICCU, ruang perawatan, URM Perawatan di luar rumah sakit setelah di pulangkan - 25 -

1. 2. 3.

Perawatan dan latihan di rumah Latihan di rumah sakit pada masa pemulihan (2 – 8 mg) Latihan di club jantung sehat setelah melalui tes pembebanan setelah 8 minggu (recovery secondary prevention)

Terapi Upaya pemulihan fungsi akibat penyakit kardiovaskuler harus memenuhi persyaratan dan sesuai dengan : (lihat tabel) 1. Stadium dan tahap penyakit 2. Perkiraan kapasitas jantung 3. Klasifikasi kegiatan 4. Dasar program kegiatan (isokaloris, klasiffikasi terapi dan kapasitas fungsi) 5. Resep program memenuhi syarat :  Jenis kegiatan latihan sesuai dengan kapasitas fungsi  Intensitas latihan sesuai dengan stadium pemulihan dan kapasitas fungsi  Lamanya latihan sesuai dengan kapasitas fungsi  Frekuensi latihan per hari dan per minggu sesuai dengan kapasitas fungsi  Harus dipahami oleh penderita dan keluarga agar dapat dilaksanakan dengan baik dan benar 6. Pelaksanaan program harus memperhatikan indikasi, kontraindikasi, precaution dan kapan latihan dihentikan Standar RS dan tenaga  Dokter Spesialis penyakit Dalam  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Umum yang mengerti rehabilitasi medis  Profesi penunjang medis / PPM (perawat mahir, fisioterapis)

RS Tipe C

    

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Doketr Spesialis Rehabilitasi Medis PPM (perawat mahir, fisioterapis, occupational terapist) Psikolog dan pekerja sosial medis

RS Tipe B

     

Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Dokter spesialis Rehabilitasi Medis atau Subspesialis rehabilitasi medis kardiovaskuler PPM (perawat mahir, fisioterapis kardiovaskuler, occupotional therapist) Psikolog dan pekerja sosial medis Pelatih fisik

RS Tipe A

Standar tenaga klub jantung Terdiri atas :  Dokter Keluarga  Dokter Olah Raga  Pelatih Fisik  Sebagai pengawas / konsultan adalah tim di rumah sakit. - 26 -

Penyulit Akibat istirahat lama dan latihan yang salah Informed consent Perlu dibuat sebelum program di laksanakan Lama perawatan  Sesuai dengan stadium pemulihan  2 – 8 minggu pada reconvalescence recovery  Umumnya setelah 6 bulan pemulihan diharapkan optimal pada post recovery / recovery secondery prevention setelah 8 minggu.

WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 27 -

GANGGUAN VASKULER Adalah rehabilitasi medis kelainan fungsi akibat gangguan pembuluh darah, kelenjar getah bening, berupa varises dan edema dan sakit anggota akibat penyempitan pembuluh darah. Etiologi 1. Lemahnya pembuluh darah dan valvula akibat tekanan, sumbatan, dan kelainan bawaan. 2. Lemahnya dinding dan valvula saluran limfe 3. Perubahan kadar elektrolit dan protein darah, dan adanya inflamasi pembuluh 4. Menyempitnya pembuluh darah arteri diperoleh atau bawaan Kriteria diagnosis  Terganggunya fungsi anggota gerak atas / bawah bakibat edema, varises atau nyeri.  Adanya kelainan pembuluhdarah vena arteri dan kelenjar getah bening Pemeriksaan penunjang  Pemeriksaan Occilometer  Pemeriksaan Doppler  Pemeriksaan arterivenogram  USG Konsultasi  Dokter Spesialis Penyakit Dalam  Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah  Dokter Spesialis Bedah Vaskuler Perawatan RS Rawat inap hanya kasus yang berat : bila di sertai inflamasi dan nyeri berat Terapi  Pemasangan perban elastis dan bagian distal ekstremitas yang sakit ditinggikan. - 28 -



Terapi anggota yang sakit bila tidak ada inflamasi atau penyempitan dengan alat Jobst Intermittent Compreession Unit.  Latihan khusus untuk varises, edema, spasme atau penyempitan pembuluh.  Hidroterapi atau terapi air untuk varises atau edema  Memakai stoking untuk varises dan edema Standar RS dan tenaga Sama dengan perawatan jantung  Dokter Spesialis penyakit Dalam  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis RS Tipe C  Dokter Umum yang mengerti rehabilitasi medis  Profesi penunjang medis / PPM (perawat mahir, fisioterapis)           

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Doketr Spesialis Rehabilitasi Medis RS Tipe B PPM (perawat mahir, fisioterapis, occupational terapist) Psikolog dan pekerja sosial medis Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Dokter spesialis Rehabilitasi Medis atau Subspesialis rehabilitasi medis kardiovaskuler RS PPM (perawat mahir, fisioterapis kardiovaskuler, occupotional therapist) Tipe A Psikolog dan pekerja sosial medis Pelatih Fisik

Penyulit Adanya emboli paru dan jantung Standar RS Tipe C Standar tenaga  Dokter Umum + pelatiha rehabilitasi medis  Profesi penunjang medis terkait Lama perawatan Sekitar 2 – 3 minggu Masa pemulihan Sampai optimal sekitar 3 bulan WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT - 29 -

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI Merupakan erminologi umum untuk beberapa penyakit paru menahun. Dapat terjadi pada :  Bronkitis kronis  Emfisema  Asma  Penyakit lain, seperti cystic fibrosis, bronkiektasis Kriteria diagnosis / masalah rehabilitasi medis  Peningkatan retensi sekret paru  Penyempitan dan obstruksi jalan napas  Gangguanstruktur alveoli Diagnosis banding Pemeriksaaan penunjang  Laboratorium  Radiologi  Spirometri Konsultasi  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis Penyakit Dalam  Dokter Spesialis Paru Perawatn RS Pada umumnya rawat jalan - 30 -

Terapi Farmakologi  Bronkodilator  Antibiotika  Humidifikasi Non farmakologis  Stop merokok, support psikologis  Latihan batuk  Postural drainage  Latihan relaksasi  Latihan pernapasan  Latihan mobilitas toraks  Latihan koreksi postur (sikap)  Latihan fisik dan endurance  Untuk asma perlu di tambah dengan : Hindari allergen Hindari latihan fisik yang berlebihan Standar RS Tipe C Standar tenaga  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Umum + pelatihan  Perawat  Fisioterapis  Psikolog Masa pemulihan Penyakit bersifat kronis Penyulit  Karena penyakit Latihan tak dilakukan teratur  Psikis Luaran Sembuh parsial, aktif bekerja. WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT - 31 -

PENYAKIT PARU RESTRIKTIF Dapat terjadi : Ekstrapulmonal  Penyakit pada pleura  Kekakuan dinding toraks (karena nyeri, skleroderma, deformitas)  Kelemahan otot pernapasan  Gangguan mobilitas diafragma (obesitas, asites) Pulmonal  Tumor  Pneumonia  Atelektasis  Penyakit Jantung Kriteria diagnosis  Penurunan tidal volume, ispirasi dan capacitas vital, capacitas total paru Takipnea  Gangguan pada inspirasi dalam Diagnosis Banding Pemeriksaan penunjang  Radiologi  Laboratorium  Spirometri  EKG - 32 -

Konsultasi  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis Penyakit Dalam  Dokter Spesialis Paru Perawatan RS Sesuai indikasi Terapi Ekstrapulmonal Pemeliharaan ventilasi dan ekspansi paru. Pemeliharaan ini untuk mencegah atelektasis dan pneumonia dengan latihan pernapasan, terutama pernapasan dalam. Postural drainage  Pemeliharaan sirkulasi pada kedua tungkai untuk cegah tromboflebitis.  Pemeliharaan gerak sendi bahu dan anggota gerak atas  Perubahan posisi secara teratur  Latihan ambulasi, latihan fisik dan endurance Pulmonal  Pneumonia  Medikamnetosa : antibiótica  Latihan pernapasan dalam  LPPB  Postural draunage  Latihan batuk Atelektasis  Postural drainage  Latihan batuk  Pernapasan segmental pada lokasi kolaps Estandar RS Tipe C Standar tenaga  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Umum dengan pelatihan  Fisioterapis  Perawat Masa pemulihan Bergantung penyakit utama Penyulit Karena penyakit  Atelektasis - 33 -

 

Pneumonia Tromboflebitis

Karena tindakan Komplikasi akibat berbaring lama Luaran Sembuh, aktif bekerja WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

GERIATRIC DECONDITIONING Karena inaktifitas rehabilitasi pada geriatra. Dapat terjadi pada kelainan karena brain disorder, gangguan muskuloskeletal, neuromuskuler, kardiopulmonal, dan penurunan fungsi seluruh organ tubuh akibat proses menua (aging process) Kriteria diagnosis Disabilitas yang timbal karena inaktifitas, dapat lebih berat dibandingkan disabilitas karena penyakit utama yang diderita. Perubahan Muskuloskeletal  Penurunan tonos, kekuatan dan endurance otot  Atrofi otot  Osteoporosis Gangguan neuromoskuler  Dimensia  Gangguan keseimbangan  Gangguan sensori Gangguan jalan (gait) Karena perubahan neuro-muskuloskelotal Gangguan penglihatan dan pendengaran Gangguan kardiovaskuler - 34 -

 

Hipotensi ortostatis Takikardia

Gangguan Pulmonal  Penimbunan sekret  Gangguan pola napas  Gangguan pengasatan paru (drense paru) Diagnosis banding Pemeriksaan penunjang  Laboratorium  Radiologi  Spirometri Konsultasi  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Spesialis Penyakit Dalam  Dokter Spesialis Saraf  Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Perawatan RS  Rawat jalan  Rawat inap atas indikasi penyakit utama  Perawatan panti wredha Terapi  Bersifat individual, dan harus diperhatikan kondisi proses menua pasien.  Stimulasi untuk pengenalan lingkungan dan intelektual  Latihan pemeliharaan / peningkatan kekuatan otot secara isotonis dan isometris  Perubahan posisi tubuh dan mobilisasi sendi secara teratur  Passive tilt (menuju posisi tegak) secara bertahap untuk adaptasi kardiovaskuler, Stimulasi sensori – propriceptif, serta tekanan aksial  Gunakan bebat elastik pada kedua tungkai untuk mencegah hipotensi ortostatis  Chest Physiotherapy : Latihan pernapasan Latihan batuk Latihan relaksasi Postural drainage (pengasatan paru)  Nutrisi adekuat, termasuk suplemen protein dan kalsium  Kebersihan kulit  Untuk lansia dengan tirah baring lama, latihan aktifitas di tempat tidur, bimanual, diawali dengan aktifitas 2 Metz, ditingkatkan sampai mencapai 6 – 7 Metz pada saat pulang.  Bladder / bowel training Standar RS Tipe C - 35 -

Penyulit Karena penyakit  UTI  Pneuomonia  Fraktur (osteoporosis)  Kontraktur Karena terapi Hipotensi ortostatis Standar tenaga  Dokter umum dan pelatihan  Fisioterapi  Perawat Lama perawatan Bergantung indikasi Luaran  Tak terjadi penyulit / komplikasi  Mampu ambulasi dan mandiri dalam aktifitas sehari – hari, aktif bekerja

WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 36 -

PASCA CIDERA OLAH RAGA Meliputi organ : tulang, sendi, jaringan sekitar sendi, otot, fasia, saraf. Kriteria diagnosis Nyeri, deformitas, gangguan fungsi gerak Diagnosis banding Pemeriksaan penunjang  Radiologi  EMG Konsultasi  Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis  Dokter Kedokteran Olah Raga  Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Perawatan RS Sesuai indikasi Terapi Fase I - 37 -

Atasi reaksi inflamasi (24 jam pertama) : kompres dingin, istirahat, imobilisasi / non weight bearing, balut / splint Fase II  Atasi nyeri dengan NSAID TENS / interferential  Akhir masa inflamasi dengan kompres panas dan kompres dingin (contrast bath) Fase III Perbaiki lingkup gerak sendi dengan latihan secara pasif → aktif TENS, ultrasound Fase IV Perbaiki kekuatan otot dengan latihan isometris / isotonis Fase V Latihan ketahanan otot (muscular endurance) Fase VI Latihan spesifik sesuai olah raga yang dipilih Fase VII Perbaiki ketahanan otot kardiovaskuler, latihan aerobik Fase VIII Program mempertahankan kesegaran jasmani Standar RS  Tipe untuk indikasi konservatif  Tindakan operatif : lihat orthopedi Standar tenaga  Dokter umum + pelatihan Rehabilitasi Medis  Profesi penunjang medis terkait (fisioterapis) Penyulit  Atrofi  Kontraktur  Psikis Luaran  Sembuh pasial, aktif bekerja, kembali ke olah raga semula bergantung jenis olahraga.  Sembuh total, aktif bekerja, kembali ke olah raga semula WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT - 38 -

AMPUTASI 1.

Definisi Amputasi adalah proses atau tindakan pembedahan untuk memotong/mengambil (sebagian atau keseluruhan)anggota gerak. Untuk ketiadaan (sebagian atau keseluruhan) anggota gerak sejak lahir (bawaan/kongenital) dipakai istilah ”Congenital Limb Defisiences”

2.

Gambaran Klinis Tiadanya sebagian/keseluruhan anggota gerak, yang bergantung kepada level amputasinya Level amputasi anggota gerak atas : a. Transphalangeal/interphalangeal b. Disartikulasi metacarpophalangeal c. Transmetacarpal d. Transcarpal e. Disartikulasi sendi pergelangan tangan f. Bawah siku (panjang, pendek, sangat pendek) g. Disartikulasi sendi siku h. Atas siku (panjang, pendek) i. Leher lengan atas (”humeral neck”) j. Disartikulasi sendi bahu k. “Forequarter” Level amputasi anggota gerak bawah - 39 -

a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. 3.

Transphalangeal/interphalangeal Disartikulasi metatarsophalangeal Transmetatarsal Disartikulasi tarsometatarsal Transtarsal Disartikulasi sendi pergelangan kaki (”syme”) Bawah lutut (panjang, sedang, pendek) Disartikulasi sendi lutut Atas lutut (panjang, sedang, pendek) Leher paha (”Femoral neck”) Disartikulasi sendi paha Disartikulasi sendi sakroiliaka (”helmypelvektomy) ”Hemicorporectomy”

Pemeriksaan IKFR A. Pre Operatif Dimulai saat diputuskan akan perlunya tindakan amputasi, baik akibat trauma, keganasan, penyakit ataupun adanya kelainan bawaan defisiensi skeletal pada anak-anak. Hasil optimum akan tercapai bila penderita calon amputasi dapat dievaluasi oleh ”tim prepostetik” sebelum dilakukan amputasi penderita tentang :  Kondisi umum fisik penderita, termasuk adanya tidaknya penyakit, gangguan atua kelainan yang dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik penderita.  Luas gerak sendi  Kekuatan otot  Status kejiwaan penderita  Kondisi sosial ekonomi B.

Pasca Operasi Pemeriksaan meliputi : 1. Puntung (stump) a. Luka operasi : proses penyembuhan; ada tidaknya perlengkatan, invaginasi (atau tetap datar/flat), penebalan atau keloid. b. Ukuran, bentuk dan ada tidaknya eksudasi 2. Pada saat pelaksanaan operasi Pelaksanaan ”immediete Post-Operative Fitting” 3. Pasca Operatif a. Pre prostetis  Pembalutan luka (”dressing”) dan pemberian analgetika yang adekwat  Program fisioterapi untuk pemeliharaan sistem kardiopulmonal & kebutuhan individual lainnya  Penyuluhan ke penderita untuk meningkatkan akan telah hilangnya (sebagian atau seluruh) anggota geraknya dan bagaimana merawat puntung secara benar.  Program latihan : mobilitas di tempat tidur, transfer, LGS, penguatan otot, keseimbangan (duduk & berdiri)  Waspadai & kontrol akan terjadinya edema puntung.  Latihan pengembalian ADL (secara bertahap) b. Saat pemasang protesa Perla topik tersendiri, pembahasannya luas - 40 -

Tujuan terapi : 1. Mempersiapkan penderita dalam menjalani amputasi 2. Mempersiapkan fisik & mental/kejiwaan penderita saat post operatif 3. Bersama penderita (dan keluarga) membahas & memutuskan goal program rehabilitasi serta penentuan jenis protesanya. Follow up 1. Pada saat masih MRS : asasmen KFR setiap hari merupakan bagian dari program penatalaksanaan secara keseluruhan. 2. Program terapi harus selalu di sesuaikan dari waktu ke waktu. Sesuai dengan hasil pemeriksaan dan kondisi saat itu. Sistem Rujukan Rujukan dilaksanakan apabila memang institusi yang merawat telah tidak mampu lagi melaksanakan program yang sedang maupun akan di jalankan, misalnya tentang ,pemasangan / pemberian proses“ Pencegahan komplikasi sekunder WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

SKOLIOSIS 1.

Definisi Kelainan tulang belakang (vertebra) berupa lengkungan ke lateral (samping).

2.

Gambaran Klinis : Adanya deviasi ke lateral dari tulang belakang. Dilihat dari posterior pada posisi berdiri/tegak.  Tinggi bahu simetris/tidak  Tubuh asimetris  Skapula menonjol/tidak  Adanya hump : torakal/lumbal  Pelvis sejajar/tidak  Panjang tungkai „actual leg length“ : sama/tidak  Buah dada simetris/tidak

3.

Pemeriksaan IKFR Anamnesa : Sebagai informasi dan kelengkapan riwayat penyakit, ditanyakan tentang : Deformitas tulang punggung  Onset (kapan diketahui)  Progresivitas - 41 -

-

 Efek dari deformitas (misal : gangguan respirasi atau nyeri) Riwayat penyakit  Penyakit yang pernah diderita  Operasi yang pernah dialami  Trauma yang pernah dialami  Riwayat keluarga : Adakah anggota keluarga lain yang mengalami seperti ini.  Maturasi : Kapan menarche (pada wanita) Pemeriksaan fisik dibagi dua : Umum :  Tanda patognomonis skoliosis non struktural : adanya cafe au lait, spina bifida, dekstrokardi, dll.  Tinggi badan dan arm span.  Tanda seks sekunder menurut Duvall Beaupere  Ekspansi dada setinggi aksila, aerola mamma dan kosta X Khusus :  Tinggi bahu  Penonjolan skapula  Hump  Panjang tungkai  Kemiringan pelvis  Posisi togok terhadap pelvis (ukur dengan plumb line)  Fleksibilitas kurva  Penonjolan otot – otot lumbal  Besar mama Pemeriksaan radiologi standar : Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk :  Menentukan etiologi : hemivertebrata, blok vertebra dll  Menentukan keadaan kurva : Bentuk : C/tunggal, S/ganda atau tripel Arah : kanan/kiri Besar, tinggi dan apeks : dengan metode Risser – Fergusin atau Cobb  Menentukan maturitas tulang  Menentukan adanya rotasi vertebra  Menentukan fleksibilitas kolumna vertebralis  Menentukan progresivitas perkembangan kurva Beberapa pedoman umum pemeriksaan radiologi untuk skoliosis :  X – Foto standar skoliosis Berdiri tegak A – P, jika mungkin duduk tegak A – P  Umumnya X – Foto diulang setiap 3 – 6 bulan pada terapi konservatif, sering kali sampai tulang vertebra matur. Pada kasus skoliosis yang progresif kadang-kadang pemantauan radiologi dilakukan setiap 3 bulan. - 42 -

Pada penderita skoliosis yang umumnya anak – anak yang sedang tumbuh, perlu dipikirkan bahaya radiasi. 4.

Diagnosa Impairment :  Skoliosis : idiopatik : infantiljuvenil/adolesen  Non idiopatik  Flkesibilitas : struktural/non struktural  Kurva C/S atau triple.  Servikal/serviko – T, T, TL, L atau LS  Kanan/kiri  Besar sudut Cobb  Balans/tidak Disability : Jarang di dapatkan, kecuali pada skoliosis yang berat Handicap :  Spikologis

5.

Prognosa Penderita skoliosis idiopatik yang tidak terapi, menurut penelitian Nilsonne adan Lundgren 1968, dari 113 penderita 50 tahun kemudian, didapatkan bahwa : 45% Penderita meninggal karena komplikasi paru dan jantung 76% Penderita wanita tidak kawin 100% Tidak bekerja pada aktifitas fisik berat 47% Pensiun karena sakit, dimana 30% tercatat karena deformitas tulang belakang 90% Tercatat mempunyai keluhan pinggang

6.

Prinsip pengelolaan 1. Tegakkan diagnosa 2. Program terapi :  Medikamentosa :  Rehabilitasi medik (non operatif) : terapi latihan, ortesa, TENS  Bedah ortopedi (operatif) : Cast/traksi/operasi Penatalaksanaan 1. Skoliosis non idiopatik Penanganan disesuaikan dengan masing-masing etiologinya 2. Skoliosis idiopatik Sebagai pedoman penatalaksanaan skoliosis dibagi sebagai berikut : a. Skoliosis ringan (kurva kurang dari 20º)  Observasi  Terapi latihan b. Skoliosis sedang (kurva antra 20º - 45º)  Ortesa  Terapi latihan di dalam dan luar ortesa c. Skoliosis berat (kurva lebih dari 45º) Indikasi tindakan bedah - 43 -

Jika menunggu maturasi tulang bisa di pakai ortesa/brace/cast dan terapi latihan. Tujuan terapi latihan 1. Memperbaiki postur 2. Meningkatkan fleksibilitas tulang 3. Mencegah progresivitas kurva 4. Memperbaiki sistem respirasi 5. Menghilangkan sakit punggung WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

SINDROMA DEKONDISI 1.

Definisi Kumpulan gejala/sindroma degenerasi fisiologis yang menyebabkan penurunan aktivitas dan dekondisi.

2.

Gambaran Klinis Sistem kardiovaskular Sistem pulmo Sistem muskuloskeletal Sistem neuropsikiatri Sistem integumentari Sistem Gastrointestinal Sistem Genitourinari

3.

: hipotensi postural, DVT, emboli : pneumonia, atelektasis : dekondisi muskuloskeletal, fraktur patologis, nyeri, deformitas : gangguan keseimbangan dan koordinasi, depresi, demensia. : risiko ulkus dekubitus : anoreksia, konstipasi dan impaksi fekai, inkontinensia alvi. : Inkontinensia urin, retensio, ISK, batu buli-buli

Pemeriksaan IKFR - 44 -

3.1 Anamnesa  KU, RPS, RPD  Anamnesis fungsi premobid (AKS, instrumental AKS)  Anamnesis lingkungan  Anamnesis support keluarga/pramurawat  Analisis finansial 3.2 Pemeriksaan fisik Status generalis : Vital sign → tekanan darah pada posisi tidur/duduk/berdiri (minimal 2 posisi) untuk mengetahui hipotensi postural Asesmen sistem - Sistem kardiopulmoner -

Sistem muskuloskeletal

: hipotensi postural Retensi sputum, lingkar dada : atrofi otot, LGS ↓, nyeri, deformitas.

Pola kontraktur yang sering : 1. Fleksi dan rotasi eksternal panggul 2. Fleksi lutut 3. Plantar fleksi 4. Fleksi eduksi dan rotasi bahu 5. Fleksi siku 6. Fleksi pergelangan tangan dan jari -

Sistem neuropsikiatri :  Gangguan koordinasi motorik  Gangguan keseimbangan (keseimbangan duduk, bangkit dari duduk, keseimbangan berdiri, keseimbangan waktu duduk kembali).  Penapisan depresi  Skoring dementia (bila ada gangguan memori)

-

Sistem integumentari Ulkus dekubitus pada tempat-tempat predileksi Lokasi, ukuran, derajat (1 – 4) Sistem GIT : fungsi menelan, paristaltik ↓

-

Asesmenm fungsional : AKS Pemeriksaan penunjang : Foto polos toraks (curiga pneumonia, atelektasis) Foto polos panggul (curiga fraktur patologis akibat osteoporosis) BMD (curiga osteoporosis) Urinalisa (ISK 4.

Diagnosis 4.1 Diagnosis penyakit Tergantung penyakit yang mendasari sindroma dekondisi Sistem muskuloskeletal : artritis, osteoporosis, fraktur, masalah pediatrik Sistem neuropsikiatri : stroke, penyakit Parkinson, Depresi, apatis Sistem kardiovaskuler : gagal jantung, CAD, penyakit pembuluh darah tepi - 45 -

Sistem pulmo : PPOK 4.2 Diagnosis fungsional : i. d. H Penurunan fungsi muskuloskeletal, fungsi kardiovaskular, fungsi pulmo, fungsi integumentari 5.

Prognosa 5.1 Penyakit Tergantung penyakit yang mendasari Harapan hidup Tergantung penyakit yang mendasari Usia Fungsionam Intervensi dini, hasilnya makin baik Fungsi premobid (makin baik, prognosis makin baik)

6.

Prinsip pengelolaan  Program remobilisasi  Terapi fisik dada termasuk inhalasi  Program kateterisasi urine atau latihan berkemih dengan urinoir/be-side commode/toilet  Latihan defekasi dengan stickpan  Latihan fungsi menelan  Edukasi pasien/keluarga/pramurawat Terapi diberikan sedini mungkin/segera setelah kondisi membaik program aktivitas di mulai di tempat tidur.  Latihan LGS, latihan penguatan otot, latihan peregangan sendi  Latihan dan aktivitas weight bearing : peningkatan ke posisi tegak secara bertahap  Terapeutik positioning : tiap 2 jam bila ulkus dekubitus (-) Tiap 1 jam bila ada ulkus dekubitus Follow up : Ruang rawat akut : lebih sering Ruang rawat kronik : tergantung kondisi pasien

WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 46 -

OSTEOATRITIS 1.

Definisi Kelompok penyakit yang mempunyai etiologi berbeda namun dengan keluaran biologic, morfologik dan klinis serupa. Proses penyakit mengenai tulang rawan sendi tulang subkondral, ligament, kapsul, membrane sinovium, otot periartikuler, akhirnya tulang rawan sendi mengalami degenerasi dengan fibrilasi, fisura, ulserasi dan seluruh ketebalan permukaan sendi hilang.

2.

Gambaran klinis klasifikasi : a. Idiopatik (primer) Terlokalisasi : tangan, kaki, panggul, tulang punggung, lain-lain. Menyeluruh (Generalized Osteoartritis) = GOA) : apabila 3 atau lebih sendi terkena b. Sekunder : trauma, kongenital atau perkembangan, metabolik, endokrin, penyakit penimbunan kalsium, penyakit tulang dan sendi, neuropati, lain-lain. OA paling sering diantara penyakit sendi / rematik, 10%-30% dengan keluhan nyeri dan ketidakmampuan (disabilitas) OA lutut yang terbanyak - 47 -

3.

Pemeriksaan HUR  Faktor resiko : usia, trauma (sendi besar), stres berulang dan pembebanan berlebihan pada sendi, obesitas, suku / ras, faktor genetik, wanita, defek kongenital atau perkembangan, penyakit radang sendi sebelumnya, gangguan metabolik / endokrin.  Sendi yang sering terkena OA sendi kecil di tangan tulang punggung, lutut, panggul, sendi metatarsofalangeal, sendi yang tersering terna : lutut 41%, tangan 30%, panggul 19%  Nyeri bersifat lokal, radikuler atau nyeri rujukan. Kekakuan sendi setelah  Inaktifitas kaku pagi hari < 30 menit  Krepitus : sensasi atau bunyi  Pembesaran sendi  Deformitas : varus, valgus, hipertrofi tulang, subluksasi  Gerak terbatas  Efusi panas  Herberden‟s & Bouchard‟s nodes di jari tangan  Pemeriksaan fungsi duduk, berdiri, jalan, tangan.  Pemeriksaan Standar Womac, Jette Fungsional Status Index  Pemeriksaan Penunjang  Foto Rontgen : posisi AP, lateral, Oblique KELLGREN-LAWRENCE (radiografik)

Grade O Grade I Grade II Grade III Grade IV      4.

Berat OA Tidak ada Ragu Minimal Sedang Berat

Tanda Radiografik Tak ada tanda OA Osteofit kecil, makna di ragukan Osteofit jelas, celah sendi tak rusak Celah sendi berkurang Celah sendi rusak/sempit, sklerosis tulang sub kondral

Khusus (skyline view untuk lutut) CT scan & MRI servikal, lumbosakral Artroskopi EMG & NCV (nyeri radikular Laboratorium (non spesifik)

Diagnosis 4.1 OA LUTUT (altman) Klinik : a. Nyeri sendi hampir sepanjang bulan sebelumnya b. Krepitus pada gerak aktif sendi c. Kaku pagi lama 30 menit d. Usia 38 tahun e. Pembesaran tulang lutut (pada pemeriksaan) CA ada apabila ditemukan no. 1,2,3 & 4 atau no. 1,2 & 5 atau no. 1 & 5, sensivitas 89%, spesifisitas 88% - 48 -

KLINIK, LABORATORIK dan RADIOGRAFIK : 1. Nyeri lutut hampir sepanjang bulan sebelumnya 2. Osteofit pada tepi sendi 3. Analisis cairan sendi khas OA 4. Usia 40 tahun 5. kaku pagi lama : 5 = 30 menit 6. Krepitus pada gerak aktif sendi OA ada apabila di temukan no. 1 & 2 atau no. 1,3,5 & 6 atau no. 1,4,5 & 6, sensivitas 94%, spesifisitas 88% 4.2 OA TANGAN (Altman) Klinik : 1. Nyeri tangan, sakit atau kaku hampir sepanjang bulan sebelumnya 2. Pembesaran jaringan keras dari ≥ 2 atau 10 sendi tangan terpilih 3. Kurang dari 3 sendi MCP bengkak 4. Pembesaran jaringan keras 2 atau lebih sendi DIP 5. Deformitas 2 atau lebih dari 10 sendi tangan terpilih OA ada, apabila ditemukan 10. 1,2,3 & 4 atau no. 1,2,3 & 5 sensitivitas 92%, spesifikasi 98% > 10 sendi tangan terpilih termasuk sendi DIP ke 2 & 3, sendi PIP ke 2 & 3 dan sendi CMC I dari setiap tangan. 4.3 Diagnosa OA PANGGUL (Altman) Klinik : 1. Nyeri panggul hampir sepanjang bulan sebelumnya 2. Osteofit femoral dan/atau asetabular pada radiografi 3. Laju endap darah 20 mm/jam OA ada apabila ditemukan no. 1& 2 atau no. 1,2 & 3 sensitivitas 91%, spesifikasi 89% 5.

Prognosis  Stabil  Regresi nyeri  Progresi Prognosis harapan hidup  Tidak berpengaruh Prognosis fungsional  Kualitas  Ambulasi : mandiri + ortosis  Transfer : mandiri alat bantu  Ketrampilan (makan, berpakaian, kebersihan) mandiri + ortosis/devices tergantung  Komunikasi tak bermakna

6.

Penatalaksanaan Farmakologi  Analgesik – Sistemik dan Topical (capsaicin) - 49 -

 Obat anti – inflamatori non – steroid (OAINS = NSAID)  Steroid intra articular  Disease – modifyng drugs for OA Bedah  Artroskopi : debridement, sinovektomi  Osteotomi  Joint replacement Kedokteran Fisik & Rehabilitasi Tujuan :  Mengurangi nyeri dan spasme  Memperbaiki rentang gerak sendi  Meningkatkan kekuatan otot  Memperbaiki fungsi  Meningkatkan kualitas hidup  Istirahat (bidai)  Terapi panas, dingin, listrik/TENS, Massage  Latihan (exercise) khusus  Ortosis/Assistive Device  Proteksi/pemeliharaan sendi  Penurunan berat badan/diet  Konseling / Psikologi Tindak lanjut :  Evaluasi keluhan  ROK MMT, Deformitos  Evaluasi fungsi Berkala tergantung berat – ringan penyakit Rujukan :  Ke Instalasi Rehabiltasi Medik lebih tinggi  Ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Rematologi  Ke Dokter Spesialis Bedah Orthopedi Pencegahan Komplikasi :  Edukasi  Terapi latihan  Ortosis WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT - 50 -

SINDROMA GUILLAIN - BARRE 1.

Definisi Adalah suatu imunopati yang ditandai dengan perjalanan klinis yang akut dan kadang-kadang sangat berat, yang pada dasarnya adalah proses demielinisasi dari akar-akar saraf spinal.

2.

Gambaran Klinis  Onset-nya akut dan pada bentuk yang berat seseorang yang semula tampak sehat secara mendadak dalam 2 – 3 hari menjadi lumpuh sama sekali.  Keadaan semakin memberat dalam waktu 10 – 12 hari. Titik nadir rata-rata terjadi dalam 8 hari sesudah onset.  40 – 60% penderita sebelumnya menunjukkan gejala-gejala seperti ”flu”, ISPA. Dapat juga di dahului oleh penyakit-penyakit virus lain (seperti Sitomegalovirus, virus EpsteinBarr, HIV) dan radang usus oleh Compylobacter jejeum.

- 51 -

     

3.

Gejala-gejala umumnya di dahului dengan parestesia di jari-jari kaki dan tangan. Dalam beberapa hari diikuti dengan kelemahan otot yang sifatnya simetris bilateral, dimulai dari otot-otot Ekstremitas atas, wajah dan orafaring. 30% kasus disertai kelemahan otot-otot wajah (Facial diplegia) Refleks-reflex tendon dalam (fisiologis) menurun atau menghilang Pada kasus berat disertai dengan kelemahan otot-otot untuk pernafasan, menelan dan ekstraokuler Sering juga disertai dengan keluhan nyeri dalam bentuk nyari iskialgia, nyeri pinggang dan nyeri punggung Gangguan sistem autonomik berupa gangguan denyut jantung, irama jantung dan tekanan darah.

Pemeriksaan IKFR 3.1 Anamnesa  Onset : akut / sangat akut ?  Didahului gejala-gejala infeksi (flu, ISPA) ?  Ada gangguan sensoris ? (umumnya minimal)  Gangguan kelemahan otot : Simetris bilateral, dimulai dari tungkai ?  Apakah ada gangguan /kesukaran dalam pernafasan, menelan dan berbicara ?  Apakah disertai nyeri ? dimana ? 3.2 Pemeriksaan Fisik 1. Sistem Motoris MMt dari ekstremitas bawah, tubuh, ekstremitas atas, otot-otot wajah, otot-otot ekstraokuler menurun. Refleks tendon dalam : Achilles, patella, biceps, triceps menurun, tonus otot menurun, atrofi otot positif. 2. Sistem sensoris Eksteroseptif dan proprioseptif bias menurun 3. Sistem Autonom Denyut jantung : Takikardi / Bradikardi ? Irama jantung : normal / abnormal ? Tekanan darah : hipertensi / hipotensi ?

Pemeriksaan penunjang : Elektrodiagnostik (NCV dan EMG) : F-Waves dan H-Reflex : memanjang / “No respose” ? NCV motor dan sensoris : menurun ? EMG : ada tanda-tanda denervasi otot ? (awas prognosa tidak baik) 4.

Diagnosis a. Penyakit Diagnosis SGB ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan elektrodiagnostik (NCV dan EMG) Gejala-gejala klinis yang Sangay menunjang diagnosis SGB hádala :  Gejala-gejala yang memberat dalam waktu beberapa hari s/d 4 minggu.  Gejala-gejala bilateral simetris, kelemahan otot-otot dengan tipe LMN  Gangguan sensorisnya minimal  Ada gangguan saraf kranialis terutama kelemahan otot-otot wajah bilateral simetris - 52 -



Gejala-gejala mulai membaik dalam waktu 2 – 4 minggu setelah perjalanan penyakit berhenti  Adanya disfungsi autonomik  Pada awal penyakit tidak disertai febris  Pemeriksaan Liquor Serebrospinalis : protein meningkat, sel normal  Edx : pemanjangan F waves dan H reflex Perlambatan NCV b.

Fungsional :  Impairment, Disability, dan Handicap semua dapat terjadi tergantung berat ringannya penyakit

5.

Prognosis a. Penyakit : umumnya cukup baik b. Harapan hidup Umumnya cukup besar, kecuali gauss berat yang menyangkut gangguan pernapasan yang memerlukan pertolongan dengan alat respirator (10 – 30%) Dari angka ini 5 – 10% akan tetap disable 3 – 8% akan meninggal c. Fungsional Sebagian besar umumnya Sangat baik prognosanya (komplit) hanya 5 – 10% penderita yang perbaikannya tidak komplit

6.

Prinsip pengelolaan  Pada waktu penderita dalam keadaan „bedridden‟ perhatian harus ditujukan terhadap kemungkinan terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi serius akibat imobilisasi lama, terutama : Ulkus dekubitus, DVT (Deep Venous Trombosis)  Pencegahan kontraktur sendi : latihan ROM pasti / aktif, mengatur posisi yang benar dan bila perla di pasang splint  Bila sudah mulai ada perbaikan kekuatan otot, maka latihan ROM aktif bisa ditingkatkan dengan selalu menghindari kelelahan. Bila otot sudah bisa melawan gravitasi program latihan penguatan semakin diintensifkan  Latihan berdiri tegak, kalau perla dimulai dengan latihan dengan menggunakan Tilt Table  Latihan ambulasi : dimulai dengan latihan berdiri → latihan berdiri dalam pararel bars → latihan berjalan di luar pararel bars dengan bantuan alat-alat bantu jalan (kruk, tongkat, welter, dan sebagainya)

WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 53 -

PARKINSON 1.

Definisi Penyakit Parkinson hádala penyakit yang secara patologis di tandai oleh adanya degenerasi ganglio basalis terutama di substansia nigra pars compacta yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies) Parkinsonism merupakan sindroma yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine akibat berbagai macam sebab.

2.

Gambaran Klinik 2.1 Gejala Umum  Gejala mulai pada satu sisi (hemiparkinsonism) - 54 -

    

Tidak di dapatkan gejala patologis lain Tidak dijumpai kelainan laboratorium & radiologi Perkembangan lambat Respon terhadap levodopa cepat & dramatis Gangguan refleks postural tak dijumpai pada awal penyakit

2.2 Gejala Khusus  Gejala motorik pada penyakit Parkinson Tremor Rigiditas Akinesia / bradikinesia Hilangnya refleks postural  Perjalanan penyakit diukur sesuai dengan pertahapan menurut Hoehn & Yahr  Komplikasi penyakit Hipokinesia Gangguan fungsi luhur Gangguan postural Gangguan mental Gangguan vegetatif Gangguan akibat efek camping obat 3.

Pemeriksaan IKFR 3.1 Anamnesis  Keluhan utama  Riwayat penyakit Semarang 3.2 Pemeriksaan fisik :  Keadaan umum  Ekspresi wajah  Bicara  Drooling, swallowing  Posture  Pola jalan 3.3 Pemeriksaan fungsional dengan Unified Parkinson Disease Rating Scale (UPDRS)

4.

Diagnosis 4.1 Diagnosis penyakit dideskripsikan berdasarkan kriteria Hughes  Posible  Probable  Definite 4.2 Diagnosis fungsional berdasarkan impairment, disability dan handicap

5.

Prognosis  Prognosis penyakit : kronik, progresif  Prognosis harapan hidup tergantung komplikasi (infeksi saluran kemih, dekubitus, aspirasi, pneumoni, sepsis)  Prognosis fungsionam tergantung progresivitas penyakit - 55 -

6.

Prinsip pengelolaan 6.1 Medikamentosa 6.2 Rehabilitasi Medis Tujuan program rehabilitasi  Meningkatkan kualitas hidup  Mempertahankan kemampuan yang ada selama mungkin  Mencegah komplikasi dan mengatasi bila ada Program rehabilitasi  Konseling dan edukasi  Terapi latihan  Meningkatkan kemampuan fungís paru  Memperbaiki kemampuan fungís paru  Memperbaiki kemampuan fungís menelan  Memperbaiki kemampuan dan bicara  Memperbaiki stabilitas jalan  Memperbaiki kemampuan aktifitas sehari-hari  Meningkatkan endurance dan kebugaran  Memperbaiki control fungís eliminasi  Psikoterapi 6.3 Nutrisi

WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

CEDERA MEDULLA SPINALIS 1.

Definisi Cedera Medulla Spinalis adalah kerusakan pada medulla spinalis yang dapat bersifat parcial (incomplit) atau komplit, disertai atau tanpa disertai adanya fraktur tulang belakang, yang menyebabkan gangguan fungsi motorik , sensorik dan autonomik di bawah level cedera yang disebabkan oleh trauma. Cedera medulla spinalis traumatis terjadi antara lain karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan olah raga atau akibat kekerasan (tertembak, tertusuk benda tajam). - 56 -

2.

Gambaran Klinis  Paraplegia/tetraplegia  Gangguan sensoris dibawah lesi  Gangguan autonomik  Gangguan fungsi seksual  Sindroma klinis : - Central cord syndrome - Brown sequard syndrome - Anterior cord syndrome - Conus modullaris syndrome - Cauda equina syndrome

3.

Pemeriksaan IKFR 3.1 Anamnesis  Makanisme cedera  Kapan terjadinya  Cara transportasi ke rumah sakit  Dimana dan apa yang telah dilakukan pada pertolongan pertama  Kondisi fisik sebelum cedera 3.2 Pemeriksaan fisik  Umum  Muskuloskeletal : - level skeletal (pada tulang belakang) - Cedera skeletal lain  Neurologis : - Level neurologis - Klasifikasi AIS (ASIA Impairment Scale) 3.3 Pemeriksaan penunjang  Laboratorium darah dan urin  Radiologi : Foto Roentgen, CT Scan, MRI bila diperlukan  Pemeriksaan Urodinamik  EMG, SSEP bila diperlukan 3.4 Pemeriksaan Fungsional  FIM (Functional Independence Measure)

4.

Diagnosis  Tetraplegia / paraplegia  Komplit / Inkomplit  Level neurologis  Klasifikasi A/S  Etiologi (level cedera skeletal)  Masalah gangguan fungsi Impairment, Disability and hebdicap sesuai dengan level cedera

5.

Prognosis 5.1 Prognosis penyakit : static 5.2 Prognosis harapan hidup  Tetraplegia lebih buruk dari pada paraplegia  Tetraplegia dengan cedera komplit lebih buruk dari pada dengan cedera inkomplit  Pernah mendapat program rehabilitasi lebih baik dari pada yang tidak pernah - 57 -



Harapan hidup penderita Cedera Medulla Spinalis lebih pendek dari pada orang normal. Penyebab kematian karena komplikasi (cardiovaskuler, pulmoner, renal) 5.3 Prognosis Fungsional  Tergantung level neurologis dan klasifikasi beratnya cedera (A/S) 6.

Prinsip pengelolaan 6.1 Penatalaksanaan pada fase akut Lebih diutamakan penatalaksanaan medis dan bedah Tujuan rehabilitasi :  Mencegah atau meminimalkan defisit neurologis  Mencegah komplikasi tirah baring Program rehabilitasi  Cegah kegagalan respirasi yang disebabkan oleh retensi sekresi bronchial  Pertahankan integritas kulit  Cegah komplikasi cardiovaskuler  Cegah distensi bladder, infeksi traktus urinarius 6.2 Penatalaksanaan pada fase pemulihan Penatalaksanaan rehabilitasi lebih aktif setelah masa akut lewat dan masalah medis dan atau bedah teratasi Tujuan rehabilitasi :  Mengatasi masalah yang timbul akibat cedera  Memaksimalkan fungsi yang ada untuk kemandirian  Memberikan kualitas hidup yang lebih baik  Mencegah komplikasi sekunder Program rehabilitasi Untuk paraplegia lama proses rehabilitasi umumnya sekitar 3 – 4 bulan untuk tetraplegia 4 – 6 bulan  Immobilisasi dan stabilisasi  Spinal orthosis bila perlu, sesuai level skeletal  Functionl Resting Splint untuk tangan tetraplegia  Terapi latihan persiapan untuk mobilisasi  Jalan dengan atau tanpa orthosis, dengan atau tanpa alat bantu  Kursi roda  Jenis kursi roda diresepkan sesuai level neurologis dan level kemandirian serta aktivitas penderita.  Terapi latihan persiapan untuk aktivitas sehari-hari  Self care  Leisure, hobby, olahraga  Pre vokasional  Splint khusus untuk meningkatkan fungsi tangan  Bowel Retraining  Bladder Retraining  Cegah komplikasi dan atasi bila ada masalah  Pulmoner  Cardiovaskuler  Gastrointestinal  Traktus Urinarius  Integritas Kulit - 58 -

6.3

6.4

6.5

6.6

 Heterotropic ossificans  Spastisitas  Nyeri  Osteoporosis  Autonomic dysreflexia  Psikososial  Sexual dan family planning Penatalaksaan pada fase lanjut Tujuan Rehabilitasi  Resosialisasi  Meningkatkan kualitas hidup  Mempertahankan kemampuan fungsional selama mungkin Program Rehabilitasi  Persiapan resosialisasi  Rujukan untuk vocational training  Konseling keluarga  Home program Follow up Evaluasi berkala setelah penderita selesai dengan penatalaksanaan rehabilitasi dilakukan setiap bulan selma 3 bulan pertama, setiap tiga bulan pada tahun pertama dan untuk selanjutnya disarankan untuk kontrol setiap tahun sekali. Pada saat kontrol dilakukan evaluasi :  Anamnesis : masalah yang timbul  Medis  Laboratorium rutin  Radiologi : USG, BNO-IVP, Thorax bila perlu  Psikososial  Fungsional Penanganan Rehabilitasi  Mengatasi masalah / komplikasi bila ada  Melakukan rujukan bila perlu  Edukasi dan home program Sistem rujukan  Rujukan spesialis lain bila diperlukan  Rujukan Rumah Sakit setempatuntuk observasi masalah medis tertentu bagi penderita yang bertempat tinggal jauh.  Pelatihan vokasional  Panti Sosial Bina Daksa Pencegahan komplikasi lanjut  Medikamentosa  Program latihan  Edukasi bagi penderita, keluarga atau ceregiver

WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI - 59 -



Bagian Ilmu Rehab Medis

UNIT TERKAIT

STROKE 1.

Definisi Kumpulan gejala kelainan neurologis fokal yang timbul mendadak akibat gangguan peredaran darah di otak, yang merupakan akibat berbagai penyakit atau keadaan lain yang juga merupakan faktor resiko dan dapat disertai atau tidak disertai dengan gangguan kesadaran, manifestasi klinis tergantung lokasi lesi neuronatomis sentral yang terkena.

2.

Klasifikasi 2.1 Berdasar lokasi lesi neuroanatomis - 60 -

2.2

2.3

2.4

2.5 2.6

 Kortikal  Subkortikal  Batang otak Berdasar letak gangguan sirkulasi di otak (Bamford Clinical Classification of Stroke)  Sirkulasi anterior total  Sirkulasi anterior parsial  Sirkulasi posterior  Sirkulasi lakunar Sisi dekstra atau sinistra atau bilateral Berdasar sifat gangguan aliran darah  Non hemoragik TIA RIND Trombosis Emboli  Hemoragik Perdarahan intracerebri Perdarahan subarachnoid Berdasar waktu terjadinya.  Stroke in progression  Completed stroke  Stroke pertama  Stroke berulang Berdasar ada tidaknya penyakit penyerta / faktor resiko Berdasar ada tidaknya komplikasi / faktor penyulit

3.

Gambaran Klinis  Hemiplegi / parese / satu sis atau bilateral  Hemihipesthesi, spastisitas  Disarthria, disphagia  Gangguan akibat lesi, saraf kranial  Aphasia dan gangguan / disfungsi cerebral luhur / kognisi lainnya  Gangguan fungsi berkemih seperti unhibited neurogenic bladder dan lain-lain  Tergantung lokasi lesi dengan derajat yang berbeda.

4.

Pemeriksaan IKFR 4.1 Anamnesa  Faktor-faktor resiko stroke  Gejala / tanda kelainan neurologis  Komplikasi / faktor penyulit  Diagnosis / catatan medis dan diagnosis deferensial dokter pengirim (bilaman ada) 4.2 Pemeriksaan fisik, dengan memperhatikan  Gejala-gejala / sindroma-sindroma beruap defisit neurologis baik bentuk fisik, psikis maupun perilaku termasuk kortikol luhur (behaviour neurology)  Komplikasi yang timbul akibat kejadian stroke maupun efek tirah baring lama  Pemeriksaan fisik meliputi : Pemeriksaan general (status umum) termasuk tanda – tanda vital, kardiovaskular dan respirasi - 61 -

-

Pemeriksaan khusus : o Pemeriksaan kesadaran : Glasglow Coma Scale o Fungsi cerebral luhur dengan test mini mental Penilaian gerak / mobilitas (volunter dan involunter), koordinasi keseimbangan dan analisa pola jalan. o Penilaian sensasi / persepsi, visuospasial o Penilaian mengunyah dan menelan o Penilaian fungsi komunikasi o Penilaian fungsi berkemih dan defekasi 4.3 Pemeriksaan penunjang  Index Bartel dengan modifikasi (Kisworowati)  Laboratorium darah dan urin  EKG  CT Scan  Sesuai kebutuhan / indikasi dan penyakit – penyakit dasarnya, bila perlu dan fasilitas memungkinkan neurosongrafi, MRI 5.

Diagnosis  Diagnosis medis  Diagnosis fungsiobal menurut WHO 1980 berdasarkan Klasifikasi International Classification of Impairment, Disabilities and Handicaps (IC, DH) yang meliputi patologi, impairment dan disabilitas dan handicaps dengan memperhatikan faktor resiko, usia, penyakit penyerta dan komplikasi.

6.

Prognosis 6.1 Prognosis penyakit : stroke berulang 6.2 Prognosis harapan hidup, tergantung :  Faktor resiko  Usia saat terkena  Penyakit penyerta  Komplikasi 6.3 Prognosis fungsional  Luas dan lokasi lesi neuroanatomis  Sifat, berat, ringannya gangguan peredaran darah / aliran darah otak  Proses pemulihan neuronal (plastisitas sentral)  Ada tidaknya penyakit dasar / penyerta  Komplikasi  Saran, Sumber Daya Manusia (SDM) pelayanan rehabilitasi Yang kesemuanya akan mempengaruhi prognosis penyakit, harapan hidup dan fungsional

7.

Prinsip pengelolaan Tujuan / goal yang diharapkan  Mandiri total, dapat bekerja kembali seperti semula  Mandiri untuk AKS, bekerja dengan supervisi atau pinda pekerjaan atau bekerja paruh waktu  Mandiri untuk AKS, tidak bekerja  Mandiri untuk AKS, dengan pengawasan - 62 -

  

Mandiri hanya pada perawatan diri tapi tergantung atau dibantu pada AKS yang lain Tergantung sebagian (dibantu sebagian) Tergantung total (dibantu seluruhnya)

7.1 Penatalaksanaan fase akut Kondisi medis terutama neurologis dan hemodinamis belum stabil lebih diutamakan penatalaksanaan perawatan rehabilitasi medik (nursing rehabilitation care) Tujuan rehabilitasi fase akut  Mencegah atau meminimalkan defisit neurologis  Mencegah komplikasi tirah baring Program rehabilitasi fase akut  Pengetahuan-pengetahuan tentang posisi untuk mencegah dekubitus dan kontraktur  Mempertahankan integritas kulit  Stimulasi multi sensoris yang lebih banyak bersifat pasif  Cegah komplikasi kardio-vaskular  Evaluasi fungsi menelan dan nutrisi  Evaluasi fungsi berkemih dan defekasi 7.2 Penatalaksanaan fase pemulihan Kondisi medis terutama neurologis dan hemodinamis sudah stabil  Tujuan rehabilitasi  Mengembalikan fungsi terutama AKS semaksimal mungkin dengan peningkatan program yang bersifat lebih aktif  Mencegah komplikasi sekunder  Program rehabilitasi fase pemulihan  Semua pada 7.1 ditambah dengan  Terapi bersifat stimulasi-fasilitasi-inhibisi sesuai fase pemulihan neurologis  Evaluasi fungsi serebral luhur (kognisi)  Evaluasi fungsi komunikasi  Evaluasi AKS, vokasioanal termasuk penggunaan alat bantu  Pelatihan / stimulasi fungsi menelan, berkemih dan defekasi  Cegah komplikasi 7.3 Penatalaksanaan Fase lanjut Merupakan tahap persiapan pulang  Tujuan rehabilitasi fase lanjut Resosialisasi kembali ke masyarakat Mempertahankan kemampuan fungsioanl selama mungkin Cegah stroke berulang  Program rehabilitasi Evaluasi situasi rumah, lingkungan dan pekerjaan (vokasional) Konseling keluarga Home program Catatan : pada tiap fase mediakmentosa yang digunakan di catat dan dievaluasi - 63 -

7.4 Follow up / tidak lanjut Tiap bulan selama tiga bulan pertama, setiap tiga bulan selama setahun pada tahun pertama dan untuk selanjutnya disarankan kontrol setiap enam bulan Pada saat follow up dilakukan evaluasi :  Anamnesis masalah yang timbul  Evaluasi medis dan neurologis  Laboratorium rutin  Laboratorium profil lemak darah, hemostasis, gula darah, urin, EKG, neruosonografi, foto X-ray, CT Scan, MRI (bila perlu dan fasilitas ada)  Psikososial  Fungsional  Evaluasi penanganan rehabilitasi  Mengatasi masalah / komplikasi  Melakukan rujukan bila perlu  Edukasi dan home program 7.5 Sistem rujukan  Rujukan spesialis lain bila perlu seperti dokter saraf, dokter bedah saraf, dokter jantung / penyakit dalam, endokrinologi, ortopedi dan lain-lain  Rujukan pada institusi / rumah sakit yang lebih lengkap 7.6 Pencegahan komplikasi  Dengan edukasi bagi pasien dan pelaku rawat  Mengendalikan faktor resiko  Supervisi program yang diberikan  Kontrol / evaluasi berkala dan bilamana perlu dilakukan rujukan Komplikasi / faktor penyulit : Faktor resiko yang memang sudah ada, subluksasi sendi bahu, gangguan menelan, komplikasi tirah baring lama, gangguan kognisi luhur (higher cerebral dysfunction) termasuk komunikasi dan lain-lainnya WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

DISTROPHIA MUSCULORUM PROGRESIFA (D-M-P) 1.

Definisi Kelainan distrofi otot yang bersifat progresif disebabkan abnormalitas ada beberpa tipe D.M.P yaitu :  Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) : pada laki-laki, diturunkan secara X-finked, abnormalitas pada gen Xp.21. Onset penyakit sekitar usia 3 – 6 tahun biasa meninggal pada dekade kedua. - 64 -

     

Becker Muscular Dystrophy (BMD) : kelainan ini sama seperti DMD, hanya onset penyakit lebih belakang dan perjalanan penyakit lebih ringan. Severe Childhood Autosomal Recessive Muscular Dystrophy (SCARMD). Prevalensi pada anak laki-laki sama dengan perempuan, onset sekitar usia 3 – 12 tahun, distribusi kelemahan sama dengan DMD, tetapi kurang progresif. Congenital Muscular Dystrophy (DMD) : ditandai hipotoni saat lahir, mengenai otot ekstremitas dan wajah. Progresif lambat, sering terjadi kontraktur. Fukuyuma CMD dihubungkan juga dengan retardasi mental, abnormalitas pada gen 9q 31 – 33. Facioscapulohumeral Muscular Dystrophy (FMD) : Distrofi otot terutama wajah dan gelang bahu, diturunkan secara autosom, dominant pada gen 4q 35. Emery Dreifus Muscular Dystrophy (EMD) Distrofi otot terutama pada otot bicep dan betis. Diturunkan secara X-linked resesif. Limb-Girdle Dystrophy (LGD) : predominan kelemahan pada bagian proksimal otot gelang panggul dari pada gelang abhu. Diturunkan secara autonom resesif, prevalensi pada anak laki-laki sama dengan perempuan.

2.

Gambaran Klinis  Biasa kelemahan otot baru diketahui saat anak sudah berjalan sekitar usia 3 – 6 tahun pada DMD dan belakang pada BMD, kecuali pada CMD yang terlihat hipotoni saat lahir.  Gejala berupa sering jatuh, kesulitan menaiki tangga dan “toe walking”. Umumnya mengeluh nyeri dan terlihat pembesaran otot terutama bagian betis. Kelemhan paling dahulu terlihat adalahfleksor leher pada usia prasekolah. Kelemahan bersifat umum tetapi predominal bagian progsimal lebih dahulu. Gelang panggul mendahului gelang bahu beberapa tahun sebelumnya. Dorsifleksor kaki lebih lemah dari plantar fleksor, abduktor lebih lemah dari adductor, ekstensor lebih lemah dari fleksor.  Kelemahan berlanjut sampai anak tidak dapat berjalan mandiri dan memerlukan kursi roda sekitar usia 7 – 13 tahun pada IMD. Bila sampai usia di atas 16 tahun masih ambulasi bukan termasuk kriteria DMD tetapi BMD.  50% DMD menderita scoliosis pada usia 12 – 15 tahun. Kelainan otot dijumpai juga pada mycardium.

3.

Pemeriksaan IKFR 3.1 Anamnesis  Orang tua sering cerita riwayat keterlambatan motorik dan hipotoni dari anaknya. Biasanya orang tua baru menyadari adanya kelainan saat anak sudah bisa berjalan.  Adanya kesulitan menaiki tangga, sering jatuh saat berjalan, toe walking.  Kelemahan otot-otot bertambah buruk dengan bertambahnya usia.  Kelainan dijumpai pada anak laki-laki (DMD, BMD, EMD)  Perlu ditelusuri saudara laki-laki dari jalur keturunan pihak ibu untuk mencari carrier X-linked (DMD, BMD, EMD)  Sedang pada CARMD, dan LGD yang bersifat autosom resesif kelainan bisa, terjadi pada anak laki-laki maupun perempuan, perlu ditelusuri saudara-saudara dan keluarga besar penderita (extended family) 3.2 Pemeriksaan Fisik  Inspeksi  Pola jalan : Toe Walking ”Trendelenburg / Gluteus Medius Gait”

- 65 -

        

Gower‟s sidn : kesulitan bangkit dari lantai (bertumpu pada lutut dan tangan, lutut ekstensi sementara lengan ke depan selanjutnya lengan mampu pada paha sementara bangkit ke posisi tegak sehingga, tercapai ekstensi hip maksimal) Posterior tubuh : pada posisi abduksi sendi bahu 90º dan siku fleksi 90º terlihat “linier” atau “oval depresi” pada lipat posterior axilla karena hipertrofi M. Infrespinatus inferomedial Hipertrofi otot betis Hipertrofi lidah (macroglosia) Pada FSH : wajah tanpa ekspresi karena kelemahan otot-otot orbicularis oculi, zygomaticus, orbicularis oris. Kesulitan menutup, mata tapi bukan ptosis. Scapular winging Hipertordosis lumbal, scoliosis Nadi ; aritmia, pernapasan : dangkal (restriktif) Jantung : bunyi jantung tidak normal Manual Muscle Test : - Otot ekstensor lebih aman dari fleksor - Otot evertor lebih aman dari invertor - Otot abductor lebih aman dari edductor

Lingkup gerak sendi (ukur dengan goniometri) sebab sering terjadio kontradur fleksi ekstrimitas inferior pada DMED yang memakai kursi roda sepanjang hari.

4.

3.3 Pemeriksaan penunjang Laboratorium : serum creatin kinase pada fase awal DMD & BMD, dapat  50 – 100 X normal, pada CMD, creatin kinase dapat normal atau sedikit  jenis lain  moderate. Elektrodiagnostik : EMG dan konduksi saraf Biopsi otot. Diagnosis Impairment otot lurik, otot jantung, sendi, paru-paru Disability Muskuloskeletal, kardiorespirasi Handicap Ambulasi, mobilsasi, psikososial

5.

Prognosis 5.1 Prognosis penyakit : progresif 5.2 Prognosis harapan hidup : tidak berpengaruh, keciali pada DMD meninggal sekitar dekade 2 5.3 Prognosis fungsional : Tahap-tahap fungsional DMD  Berjalan dan naik tangga tanpa bantuan  Berjalan dan naik tangga dengan bantuan “railling”  Berjalan dan naik tangga perlahan dengan bantuan”raifing” (8 langkah pada waktu > dari 25 detik)  Berjalan tanpa bantuan dan bangkit dari kursi tetapi tidak dapat naik tangga  Berjalan tanpa bantuan tapi tidak dapat bangkit dari kursi maupun naik tangga  Berjalan dengan bantuan atau tanpa bantuan tetapi pakai long leg brace  Berjalan dengan long leg brace tetapi perlu bantuan untuk keseimbangan  Berdiri dengan long leg brace, tidak dapat berjalan walau dengan bantuan  Hanya duduk di kursi roda di tempat tidur.

6.

Prinsip Pengelolaan - 66 -

6.1 Penatalaksanaan Tujuan : pencegahan dan mempertahankan / memperbaiki fungsi ketidakmampuan yang sudah terjadi Program latihan perlu terstruktur baik dengan tujuan akhir memperpanjang kualitas hidup yang mandiri dan ambulasi.  Latihan lingkup gerak sendi dan peregangan otot terutama M. Tensor fascia lata, M. Lliopsoas  M. Hamstring, Tendon Achilles, otot-otot fleksor lengan dan tangan, memelihara postur  Kesegarisan tubuh saat berdiri maupun duduk  Latihan penguatan otot dengan beban submaksimal. Berenang emrupakan latihan yang bagus untuk kondisi umum, lingkup gerak sendi dan pernapasan  Memelihara fungsi motorik ekstremitas superior dan aktifitas menolong diri sendiri  A.F.O atau KAFO berbahan ringan  Crutch, walker, kursi roda sesuai fungsional motorik individu  Sling untuk bahu, forearm ortosis  Modifikasi alat-alat di dalam rumah untuk mempermudah ambulasi dan mobilisasi  Psikosupportif : konseling untuk pasien dan keluarga 6.2 Tindak lanjut : Kesehatan umum : paru-paru, jantung  Monitor teratur lingkup gerak sendi baik oleh fisioterapis maupun okupasi terapis.  Monitor kemampuan fungsional pasien 6.3 Sistem rujukan  Kardiologi  Pulmonolog  Ortopedic 6.4 Pencegahan komplikasi sekunder  Medis : ditujukan untuk komplikasi kardiopulmoner  Latihan pernapasan rutin untuk mencegah komplikasi kardiopulmonar  Latihan lingkup gerak sendi, peregangan dan postur untuk pencegahan kontraktur sendi  Semua latihan diedukasikan kepada pasien dan keluarga WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS 1.

Definisi CTEV adalah kelainan bawaan bentuk kaki dengan posisi :  Kaki bagian depan : adduktus – inversi  Kaki bagian belakang : equino – varus - 67 -

2.

Gambaran Klinis Kelainan pada kaki bisa unilateral atau bilateral. Untuk melihat kedudukan tulang dapat dilakukan pemeriksaan rontgen (Ro) :  Menurut Turco : sudut talocalcaneal < 35º  Kaput os talus datar  Menurut Kite : sudut talocalcaneal < 20º  Sedangkan sudut talo metatrsal pararel

3.

Pemeriksaan IKFR 3.1 Anamnesis  Anak keberapa  Masa kehamilan : obat – obatan, trauma, penyakit  Riwayat kelahiran : prematur, atrem, kedudukan kepala sungsang  Adakah faktor keturunan baik dari pihak ayah atau ibu 3.2 Pemeriksaan fisik  Sesuai dengan orthopaedic check list :  Mulai dari kepala sampai dengan kaki berturut-turut : leher, ekstremitas atas, punggung, ekstremitas bawah  Kemudian khusus pada kelainan kaki : rekonstruksi letak janin posisi kaki (rectal position)  Rigiditas dengan melihat skin creases, kontraktur otot terkait

4.

Diagnosis 4.1 Pemeriksaan fisik  Kaki bagian depan : adduktus-inversi  Kaki bagian belakang : equino-varus 4.2 Diagnosis penyakit primer yang sering dengan CTEV :  Arthrogryposis  Myelomeningocele  Diastrophic dwarfism  Streeter’s dysplasia (anomali tangan)  Construction band  Cerebral palsy

5.

Prognosis  Qua ad vitam baik Qua ad sanationam dubia ad bonam Qua ad fungsionam dubia ad bonam  Tergantung kapan masalahnya mendapatkan tindakan terapi  Kelainan pada tulangnya terpengaruh oleh faktor jaringan lunak, perlu follow up yang teratur berkala dan lama sampai selesai tumbuh  Pasien dapat ambulasi jalan walaupun terdapat kelainan bentuk.

6.

Prinsip pengelolaan  ASAP (as soon as possible) - 68 -

  

Tindakan dini mulai dengan Stretching dan serial plaster, diganti tiap 1 – 2 minggu dengan mengingat perkembangan anak dan keadaan setempat Harus dapat dicapai pada usia 3 bulan Tindakan pembedahan bila belum terkoreksi 1. Posteromedial soft tissue release 2. Bony wedge osteotomy menurut Evans sesudah usia 4 tahun 3. Triple arthrodosis pada usia 10 – 12 tahun merupakan koreksi final

Tindak lanjut sampai selesai tumbuh  Komplikasi avaskuler nekrosis os navikular (Kohler)  Perlu stretching dan ortosis / bracing untuk mempertahankan kedudukan : - Dennis Brown Splint - Moulded shoes (outlai shoes, reverse Thomas heel) Diperhatikan hasil koreksi bentuk kaki :  Bean shape  Over correction (plano valgus)  Lingkup gerak : sendi tolakrural  Keluhan nyeri pada waktu jalan Mengenai fungsi diperhatikan : Gejala pada waktu kegiatan sehari-hari Lingkup gerak sempuna : Bentuk relatif normal Asimptomatik Aktivitas sehari-hari baik ROM : ankle 25º - 0º - 25º Substalar : 15º Cukup : Bentuk koreksi sebagian Betis kekuatan menurun tapi tidak menggaunggu kegiatan fungsional ROM : ankle 0º - 10º / 20º Perlu koreksi bedah lebih dari 1 kali Buruk : Bentuk tidak terkoreksi Betis kekuatan menurun, nyeri pada kegiatan sehari-hari ROM : ankle : kurang plantar flexion ROM : ankle : kurang plantar flexion Substalar : 5º - 0º

WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI - 69 -



Bagian Ilmu Rehab Medis

UNIT TERKAIT

PARALISIS SEREBRAL 1.

Definisi - 70 -

Kelumpuhan otak karena adanya lesi nonprogresif pada otak yang belum matur, mengakibatkan kumpulan gejala klinis yang heterogen, dengan karakteristik gangguan tonus otot, refleks tendon, refleks primitif dan reaksi postural yang menghasilkan pola gerakan abnormal. 2.

Gambaran Klinis  Panampilan motorik abnormal 1. Spastik (piramidal) : monoplegia, diplgia, triplegia, kuadriplegia, hemiplegia 2. Diskinetik (ekstrapiramidal) : etetosis, korea, koreoatetosis, distonia, ataksia 3. Campuran : spastik-diskinetik  Perkembangan anak terlambat  Kelainan lain yang selalu tidak menyertai : gangguan visual, pendengaran, bicara, mental retardasi

3.

Pemeriksaan IKFR  Anamnesis : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat prenatal, riwayat perinatal, riwayat perkembangan motorik-kasar-haluskomunikasi/wicara-personal sosial, riwayat psikososial, riwayat pendidikan, riwayat keluarga  Pemeriksaan fisik : keadaan umum, komunikasi/wicara, drooling, swalowing, chewing, nervi kranialis lainnya, posisi kepala terhadap leher dan tubuh  Thoraks, jantung, paru, abdomen, genitalia, tulang belakang, ekstremitas, LGS, MMT, refleks fisiologi, refleks primitif, tonus postural, reaksi tegak, keseimbangan, koordinsi, pola gerakan volunter/involunter  Pemeiksaan funfsional : tonggak perkembangan

4.

Diagnosis  Diagnosis penyakit dideskripsikan topografi, tipe dan etiologinya. Misal : paralisis serebral spastik diplegia prenatal  Diagnosis fungsional dideskripsikan impairmen, disabilitas dan handikapnya  Diagnosis usia perkembangan motorik kasar, halus, komunikasi/wicara, refleks, emosi, kognitif

5.

Prognosis  Prognosis penyakit : statik  Prognosis harapan hidup : ad bonam  Prognosis fungionam tergantung tipe tampilan motorik, perkembangan refleks, dan kemampuan kognitif

6.

Prinsip pengelolaan  Anak palsi serebral akan menjadi dewasa palsi serebral  Prioritas kemampuan yang harus dicapai berturut-turut : kepercayaan diri positif, komunikasi, AKS, kalau mungkin jalan (mobilisasi dependent atau independent)  Tindakan : posisi yang benar (inhibisi tampilan motorik abnormal), fasilitas dans timulasi. Pengelolaan komunikasi, feeding, psikososial, alat bantu, obat, edukasional, vokasional  Rujukan ke interdisipliner lain sesuai kebutuhan

WEWENANG - 71 -



Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis.

UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

REPAIR TENDON FLEXOR 1.

Definisi - 72 -

Adalah suatu repair primer atau sekunder dari suatu ruptur atau laserasi dari tendon flexor digital pada zone I sampai dengan V 2.

Gambaran Klinis Untuk mendapatkan ”gliding” aktif tendon flexor secara maksimal untuk mencapai lingkup gerak sendi jari tangan yang maksimal agar di dapat fungsi tangan yang optimal. Secara spesifik tujuan Rehabilitasi untuk :  Cegah kontaktur flexi, mengembalikan ROM sendi  Memacu penyembuhan tendon  Memungkinkan terjadinya ”giliding” tendon  Mengembalikan kepada tingkat fungsi tangan sebelumnya

3.

Pemeriksaan IKFR Anamnesa meliputi :  Penyebab terjadinya  Waktu kejadian dan waktu operasi  Pekerjaan dan hobby  Faktor penyulit yang lain seperti :  Kelainan sendi tangan / fraktur sisi yang sakit, cedera saraf, dll  Tangan dominan  Adanya faktor penyulit lainseperti DM, dll Pemeriksaan fisik :  Keaadn luka operasi  Edema  Ada tidaknya tindakan lain yang menyertai repair tendon  Pemeriksaan fungsional Kemampuan untuk melakukan flexi terminal. Standar pemeriksaan : goneometer jari, pinch dynamometer dan grip dynamometer

4.

Diagnosis Pasca Repair Tendon Flexor Masalah : perlunya fasilitas untuk terbentuknya ”tendon gliding”, tanpa gerakan / kontraksi penuh dari otot yang bersangkutan.

5.

Prognosis  Prognosis penyakit : statik  Prognosis harapan hidup : tidak berhubungan  Prognosis fungsional : umumnya baik, tercapai kemampuan fungsional

6.

Prinsip pengelolaan Penatalaksanaan Hari I : Pasca Operasi sampai dengan minggu keempat (1 – 4) Tujuan : penyembuhan luka : meminimalkan edema, mengurangi nyeri dan tercapainya maksimal tendon gliding. A. Splint. Hari I pasca operasi dilakukan pemasangan dorsal splint ”dynamic flexor splint”, dengan posisi wrist 20 – 30 derajat flexi, MP joint 70 derajat dan IP joint extensi penuh. - 73 -

B.

C.

Exercise : Program latihan  Flexi pasif jari-jari tangan sampai penuh, posisi tersebut ditahan selama ± 5 detik (5 hitungan), diikuti oleh relaxasi.  Dilanjutkan dengan ekstensi aktif jari-jari tangan, posisi tersebut di tahan selama 5 hitungan  Frekuensi latihan : 5 x / hari @ 20 – 30 kali gerakan Kontrol edema : posisi elevasi tangan Kontrol nyeri : medikamentosa NSAID Perawatan luka : setiap hari, bila perlu : antibiotika, antiinflamasi, roborantia.

Tujuan : tercapainya tendon gliding maksimal, mencegah terjadinya scar tissue, tercapainya ROM penuh semuam sendi-sendi tangan. Splint dirubah, wrist flexi 0 derajat, MP joint 0 derajat, IP joint ekstensi penuh Program latihan : lanjutkan program latihan hari I sampai dengan minggu ke 4 Akhir minggu ke 6 – minggu ke 8 : Tujuan : mampu melakukan aktifitas tangan dalam hal flexi dan ekstensi aktif a. Splint dilepas b. Exercise : gerakan flexi dan ekstensi aktif saja. Belum ada gerakan / aktifitas tangan untuk fungsi-fungsi ADL Akhir minggu ke 8 – minggu ke 12 : Tujuan : kembali ke arah aktifitas tangan semula Exercise : latihan ke arah aktifitas tangan semula dengan cara simulasi secara bertahap. Estela minggu ke 12 : Kembali ke aktifitas tangan secara penuh Tindak lanjut : Sesi I (pasca operasi) Pengelolaan luka :  Edema  Nyeri  Sensibilitas Pemahaman dan kemampuan dalam melakukan program latihan Sesi II ( minggu IV – VI ) Evaluasi AROM & PROM Sesi ke III ( minggu ke VI – VII ) Evaluasi kekuatan otot (lakukan tanpa tahanan) Sesi ke IV (minggu ke VIII – XII) Evaluasi kemampuan melakukan fungsi tangan ringan, meningkat secara bertahap Sesi ke V (minggu ke XII) Evaluasi kemampuan untuk melakukan fungsi tangan secara menyeluruh seperti semula Sistem rujukan : - 74 -

Bila dirasa perlu bila terjadi komplikasi kirim kembali kepada dokter operator. Pencegahan komplikasi sekunder :  Lakukan edukasi yang tepat kepada pasien  Supervisi program latihan  Kontral / evaluasi secara teratur Komplikasi pasca operasi :  Ruptur tendon  Minimal tendon gliding  Kontraktur flexi  Jaringan parut yang berlebihan  Nyeri  Edema  Infeksi

PPOK 1.

Definisi - 75 -

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversible atau reversible parsial, PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurangnya – kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding elveoli Etiologi : tidak jelas, faktor resiko :  Merokok (terpenting)  Polusi udara  Hiperaktiviti bronkus  Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang  Defisiensi antitripsin alfa-1 (jarang di Indonesia) Patofisiologi Bronkitis kronis : Pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, gerakan silia abnormal, inflamasi, hipertrofi otot polos saluran napas serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema : Pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan 3 jenis emfisema :  E,fisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus repiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai lobus atau paru, sering akibat kebiasaan merokok lama.  Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada lobus distal paru.  Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisis di septa atau dekat pleura, dapat membentuk bulla pada daerah apeks dan berkibat pnumotoraks. Jarang mengakibatkan obstruksi jalan napas. Kriteria diagnosis : Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan : a. Gambaran Klinik 1. Anamnesis :  Keluhan  Riwayat penyakit  Faktor resiko 2. Pemeriksaan fisik b. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan rutin :  Faal paru (spirometri dan uji bronkodilator)  Darah rutin : Hb, Ht, leukosit  Foto toraks PA dan lateral - 76 -

2. Pemeriksaan khusus :  Faal paru : DLCO, Raw  Uji provokasi bronkus  Analisis gas darah  CT-Scan resolusi tinggi  Elektrokardiografi  Pemeriksaan bakteriologi sputum  Kadara alfa-1 antitripsin Klasifikasi PPOK : Klasifikasi Penyakit RINGAN

SEDANG

BERAT

Gejala  Tidak ada gejala waktu istirahat atau aktivitas  Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi waktu ringan bila aktivitas sedang (jalan cepat, naik tangga)  Tidak ada gejala waktu istirahat, tetapi ada gejala bila aktivitas ringan (misal : berpakaian)  Gejala ringan pada istirahat  Gejala sedang pada waktu istirahat  Gejala berat pada saat istirahat  Tanda-tanda korpulmonal

Spirometri VEP1 > 80% prediksi VEP1 < 75% KVP

VEP1 30-80% prediksi VEP1 < 75% KVP VEP1 < 30% prediksi VEP1 < 75% KVP

Terdapat ketidaksesuaian antara nilai VEP1 dengan gejala penderita oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1 saja. 2.

Gambaran Klinis  Blue Bloater : gambraan khas pada bronkitis kronik. Penderita tampak gemuk sianosis, edema tungkai dengan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.  Pink puffer : gambaran khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernafasan pusedlip.  Pernapasan pusedlip spontan : bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi memanjang, sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

3.

Pemeriksaan IKFR Anamnesis  Sesak napas atau napas pendek (shotness of breath)  Batuk dengan atau tanpa dahak  Dahak sulit dikeluarkan / dibatukkan  Terbangun malam hari karena batuk atau banyak dahak atau sesak  Sulit tidur karena batuk atau sesak  Bila berjalan cepat letih atau sesak  Bila melakukan aktivitas cepat letih atau sesak  Aktifitas terganggu karena letih atau sesak  Bila naik tangga timbul sesak - 77 -

Pemeriksaan Fisik  Frekuensi pernapasan, skala Borg untuk sesak napas, frekuensi nadi 9reguler/irreguler), tensi, tinggi badan, berat badan (hitung BMI), JVP  Retraksi suprsternal, interkostal dan kontraksi otot abdominal, ekspresi memanjang  Spasme otot-oto napas sekunder, upper trapezius dan toraks bagian atas.  Perubahan postur : kiposis, kiposkoliosis, barrel chest.  Pergerakan napas (simetris/asimetris), ekspansi toraks (atas, tengah dan bawah), pernapasan paradoksal  Wheezing inspirasi/ekspirasi, ronki, dahak, gallop  Atrofi otot-otot ekstremitas, edema tungkai Pemeriksaan Fungsional Uji latih :  Uji jalan 6 menit (boleh sambil istirahat, dihitung total jarak)  Sepeda statik (incremental atau steadi state)  Treadmill (incremental atau steady state) Dari uji latih ditentukan kemampuan fungsional : meter / watt / VO2max Standar Pemeriksaan 1. Pemeriksaan faal paru 2. Skala Borg untuk sesak napas dan kelelahan otot tungkai bawah 3. Uji latih dengan / atau tanpa alat 4. Alat ukur kualitas hidup spesifik, misal : St George Respiratory Quisioner. 4.

Diagnosis Impairment :  Faktor local : penurunan fungsi paru akibat obstruksi jalan napas, kerusakan dinsing alveoli dan penurunan fungsi pompa ventilasi.  Faktor sistemik : penurunan fungsi otot akibat kerusakan / atrofi dan gangguan met5abolisme otot. Disability  Sesak napas atau napas pendek  Penurunan kapasitas fisik yang berakibat penurunan kemampuan berjalan, naik tangga, penurunan aktivitas kehidupan sehari-hari  Rasa cemas sampai depresi Handicap Gangguan pola tidur dan insomnia, penurunan rasa percaya diri, terganggunya aktivitas social, meningkatnya hari mangkir kerja.

5.

Prognosis Prognosis penyakit : progresif lambat Progresif harapan hidup : dipengaruhi oleh paparan dengan factor risiko (terutama merokok) Prognosis fungsional dipengaruhi oleh paparan dengan factor risiko (terutama merokok) Prognosis fungsional dipengaruhi oleh  Sering / tidaknya eksaserbasi akut  Kepatuhan pemakaian medikamentosa yang adekuat - 78 -

 

Keberhasilan penanganan rehabilitasi Nutrisi yang adekuat

Prognosis fungsional tidak berhubungan langsung dengan berat / ringannya klasifikasi PPOK 6.

Prinsip pengelolaan Fase akut : Tujuan :  Mengatasi sesak napas  Membantu ekspektorasi dahak bila perlu  Mencegah sindroma dekondisi Penatalaksanaan (dirumah sakit)  Medikamentosa untuk mengatasi sesak : oksigen (bila perlu), bronkodilator, steroid, mukolitik dan antibiotika (bila perlu) diberikan secara oral, parenteral atau inhalasi.  Edukasi untuk posisi mengurangi sesak (waktu berbaring, duduk, berdiri)  Relaksasi dengan imagery dan pernapasan pursedlip (dengan sugesti musik)  Latihan ankle pumping aktif / pasif  Latihan lingkup gerak sendi ke 4 ekstremitas  Postural drainage, vibrasi, assited coughing (bila perlu)  Mobilisasi dini bila sesak berkurang Fase pemulihan Tujuan : mencegah dan mengurangi frekuensi eksaserbasi, memperbaiki pola napas, meningkatkan toleransi latihan, meningkatkan kemampuan AKS / aktivitas kerja. Penatalaksanaan (dirumah sakit, rawat jalan, home program) : Edukasi :  Program berhenti merokok  Penggunaan obat dan tujuan / manfaat latihan  Strategi pernapasan optimal  Tehnik konservasi energi dan penyederhanaan kerja : - Posisi tubuh yang benar - Penyesuaian aktivitas dengan pola napas - Tehnik paced breathing - Perencanaan dan prioritas aktivitas / kerja - Pemakaian alat bantu Program latihan :  Latihan relaksasi pernapasan (PLB dan inspirasi dalam sesuai toleransi) dan toleransi jacobson  Terapi fisik dada :  Kelenturan otot leher, bahu dan mobilitas dinding dada serta koreksi postur (bila perlu)  Latihan pernapasan dalam dan torakal / diafragma, latihan pernapasan segmental  Postural drainage, vibrasi, huffing / coughing efektif (bila perlu)  Latihan kombinasi : active cycle breathing technique Latihan rekondisi :  Rekondisi kardiorespirasi : jalan, sepeda static, treadmill - 79 -

     

Rekondisi grup otot ekstremitas atas dan bawah Unsupported arm exercise training dengan atau tanpa beban ILatihan penguatan otot Quadriceps Latihan penguatan abdominal dengan half sit up Rekondisi otot pernapasan dengan parasat Muller atau incentive spirometri Pertimbangkan pemakaian oksigen selama latihan (bila perlu)

Fase lanjut Tujuan :  Mencegah eksaserbasi akut  Mempertahankan kapasitas fungsi / latihan optimal  Mempertahankan kapasitas AKS / aktivitas kerja / psikososial dengan coping skill yang optimal Penatalaksanaan (rawat jalan, home program, latihan kelompok di masyarakat) :  Edukasi : Pemakaian obat, kontrol faktor resiko, program latihan yang kontinyu terutama latihan rekondisi.  Melanjutkan latihan pada fase pemulihan. Untuk latihan rekondisi : meningkatkan intensitas, mempertahankan frekuensi dan durasi latihan Frekuensi : 3 – 5 x / minggu Durasi : 30 menit, dalam bentuk latihan kontinyu atau interval Intensitas ditentukan sesuai uji latihan berkala (2 – 3 bulan)  Mengikuti latihan kelompok senam asma Tindak lanjut / Evaluasi  Spirometri : setiap bulan, bila stabil setiap 3 bulan, atau bila eksaserbasi akut.  Kemampuan fungsional : dengan uji latih, bila stabil setiap 3 bulan  Kualitas hidup : alat ukur kualitas hidup spesifik St George Respiratory Quesioner (setiap 6 bulan), membaik bila nilai total makin rendah Sistim rujukan Spesialis paru bila eksaserbasi akut Spesialis jantung bila ada tanda-tanda korpulmonale Pencegahan komplikasi sekunder Medis : Vaksinasi influenza Terapi latihan : hindari over execise, nutrisi adekuat Edukasi : Hindari faktor resiko, support psikologi dan motivasi untuk melakukan latihan seumur hidup WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

LOW BACK PAIN - 80 -

1.

Definisi  Sindroma dengan manifestasi klinis berupa nyeri di daerah punggung bawah  Merupakan nyeri lokal daerah punggung bawah atau bersamaan dengan nyeri daerah lain atau dari daerah

2.

Gambaran Klinis Yang sering ditemui di klinik : a. Low Back Strain / Strain b. HNP c. Spondylosis / spondyloarthrosis d. Spondyolysthesis e. Sindroma miofascial dan fibromyalgia f. Stenosis spinalis g. Fraktur kompresi dan osteoporosis h. Spondylitis TBC i. Spondylitis ankilosa j. Tumor spinal k. Low Back Post-operative

3.

Pemeriksaan IKFR a. Anamnesa b. Pemeriksaan Fisik Umum c. Pemeriksaan Khusus  Tes SLR  Tes Braggart  Test Siccard  Tes Patrick / Fabere  Tes Gaenslen  Tes Pelvic Rocking / Compression d. Pemeriksaan penunjang  Radiologis  CSF  Darah, Urine sesuai indikasi

4.

Diagnosis a. Impairment b. Disability c. Handicap

5.

Prognosis  Dubia  Tergantung etiology, fase perjalanan penyakit dan terapi yang diberikan

6.

Prinsip pengelolaan  Penatalaksanaan KFR  Tujuan :  Menghilangkan nyeri - 81 -

              

Memperbaiki postur Mencegah komplikasi disuse & misuse Penguatan otot punggung abdomen & tungkai Cegah LBP berulang Istirahat Modalitas dingin Modalitas panas Traksi lumbal Masase Tens Akupuntur Laser Orthosis Alat bantu jalan Terapi latihan & Proper Back Mechanics

WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 82 -

ASMA BRONKHIALE PADA ANAK 1.

Definisi Asma adalah suatu penyakit obstruksi jalan nafas yang reversible timbul akibat adanya stimulus.

2.

Gambaran Klinis  Batuk bersin, hisung buntu selanjutnya menjadi batuk hebat, sesak, suara, mengi.  Bila serangan hebat, gelisah, berkeringat, mungkin sianosis  Dada mengembang, barrel chest, hiperinflasi, ekspirasi memanjang, hiperinflasi, ekspirasi memanjang, otot-otot intercostal, supraclavicula dan sternocleidomastoideus ikut bergerak. Gejala Klinis menurut alat tubuh khusus :  Hidung : bersin, pilek, buntu, gatal, mulut selalu terbuka  Telinga : gatal, otitis media berulang.  Tenggorok : gatal, batuk  Mata : gatal, hiperemi-lalcrimasi, konjungtiva vernalis  Dada : kiposis, ‟barrel chest‟, hipertrofi otot-otot perdoralis dan sternocleidomastoideus.  Waktu serangan asma, didapatkan ekspirasi yang memanjang, suara mengi (wheezing) ekspirasi dan ispirasi, hipersonor  Kulit-gatal, eksema pada pipi, leher, fossa poplitea, fossi cubiti, urtikaria  Pencernaan : kolik, „abdominal pain‟, gastroenteritis kronis

3.

Pemeriksaan IKFR 3.1 Anamnesa  Faktor lingkungan, musim, hewan peliharaan, makanan  Apakah keluhan sesak timbul berulang kali atau terus menerus 3.2 Standar pemeriksaan yang dipakai  X-Foto toraks  Menentukan faktor pencetus : dingin, olah raga (exercise induced bronchospasm / EIB)  Menentukan alergen : hirupan, makanan, obat – obatan, suntikan Cara pemeriksaan :  Uji kulit  Eliminasi – provokasi elergen  Hitung eosinofil

4.

Diagnosis Impairment Bronchospasm  Disabilitas : keterbatasan dalam olah raga apabila ada EIB  Pada umumnya anak tidak ada „functional disability‟, mengingat kegiatan anak, lari, lompat yang berkaitan dengan bermain  Handicap : faktor psikologis

- 83 -

5.

Prognosis Prognosis penyakit : berulang Prognosis harapan hidup : tidak berpengaruh Prognosis fungsional baik

6.

Prinsip Pengelolaan 6.1 Eliminasi alergen  Hindari debu rumah dan hewan penyebab  Hindari makanan penyebab  Hindari obat – obatan penyebab  Imunoterapi  Farmakologis 6.2 Farmakologis  Indikasi  Penanganan secara, imunologis belum dapat dilakukan  Alergen belum / tidak dapat ditemukan  Alergen sudah ditemukan, tetapi tidak dapat disingkirkan  Penyakit berat  Pada serangan akut  Adrenalin 0,1 – 0,2 cc larutan 1:1000 cc  Bila perlu diulang setiap 20 menit sampai 3 kali  Dilanjutkan sampai salah satu obat di bawah ini (per oral) a. Efedrin Salbutamol Terbutalin Orciplenalin b. Aminofilin Teofilin c. Prednison

0,5- mg/kg/dosis; 3 kah/24 jam 0,1-0,15 mg/kg/dosis; 3-4 kali/24 jam 0,075 mg/kg/dosis; 3-4 kali/24 jam 0,3-0,5 mg/kg/dosis; 3-4 kali/24 jam 4 mg/kg/dosis; 3-4 kali/24 jam 3 mg/kg/dosis; 3-4 kali/24 jam 0,5-2 mg/kg/hari;untuk 3 hari (pada serangan hebat)

6.3 Fase akut Pada saat serangan, anak tidak kooperatif Program :  Drainage postural  Perkusi & vibrasi Bila sesak berkurang, berikan  Breathing retraining (lower thoracic expansion) dan relaksasi  Latihan nafas  Latihan luas gerak sendi bahu 6.4 Fase sub akut  Latihan nafas  Drainase postural (untuk mengeluarkan secret sehingga mencegah atelektasis dan infeksi bronchial)  Perkusi dan vibrasi dada  Koreksi postur - 84 -



Latihan luas gerak sendi bahu

6.5 Fase kronis  Latihan nafas  Drainase postural  Metode realaksasi Jacobson  Koreksi postur  Renang  Latihan luas gerak sendi bahu dan mobilisasi dada  Class exercise untuk latihan fisik dan psikososial 6.6 Monitoring Sebelum selama dan sesudah drainase Postural, perlu monitor :  Volume, konsistensi dan warna, secret  Tanda-tanda vital 6.7 Sistem rujukan Pediatri bila terjadi status asmaticus 6.8 Edukasi keluarga Keluarga dianjurkan melalui drainase-postural apabila anak menunjukkan tanda tanda infeksi saluran nafas dan produksi secret yang meningkat. WEWENANG  Dokter Spesialis Rehab Medis, PPDS Rehab Medis, Dokter UGD dan Dokter Umum yang bekerja di bagian Rehab Medis. UNIT YANG MENANGANI  Bagian Ilmu Rehab Medis UNIT TERKAIT

- 85 -

- 86 -

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF