PDF Papdi Final Dan Logo

January 16, 2017 | Author: giggs_libra | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download PDF Papdi Final Dan Logo...

Description

STANDAR PELAYANAN MEDIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM (PAPDI)

EDITOR

PROF. DR.H.A. AZIZ RANI, SpPD, KGEH DR. SIDARTAWAN SOEGONDO, SpPD, KEMD DR. ANNA UJAINAH NASIR, SpPD, KP

EDISI 2004

1 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

STANDAR PELAYANAN MEDIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM (PAPDI)

EDITOR

PROF. DR.H.A. AZIZ RANI, SpPD, KGEH DR. SIDARTAWAN SOEGONDO, SpPD, KEMD DR. ANNA UJAINAH NASIR, SpPD, KP

EDISI 2004

2 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

KATA PENGANTAR

Dalam rangka menghadapi globalisasi dan menempuh pelayanan optimal sesuai dengan profesionalisme dalam menjalankan tugas profesi Dokter Spesialis Penyakit Dalam, maka Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM telah menginventarisasi dan menyusun Standar Pelayanan Medis dan Panduan Standar Operasional Prosedur Tindakan Dalam Pelayanan sehingga dapat diterapkan sebagai panduan kerja yang bermutu dan dapatdipertanggungjawabkan. Standar Pelayanan Medis di susun pertama kali dan telah dilaksanakan sejak tahun 1985. Pada tahun 1996 diadakan penyesuaian, perbaikan dan ditetapkan penggunaanya pada November 1996 dengan penanggung jawab Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM. Dengan berkembangnya Standar Pelayanan Medis dan berubahnya RSUPN-CM menjadi Perjan RSCM, maka pada tahun 2004 dilakukan penyesuaian dan perbaikan kembali dan ditetapkan penggunaanya oleh PB PAPDI pada Juli 2004. Tujuan dari perubahan dan penyesuaian tersebut oleh PB PAPDI agar buku Standar Pelayanan Medis (SPM) tersebut dapat dijadikan rujukan untuk seluruh Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang bekerja di rumah sakit seluruh Indonesia. Pada kesempatan ini, PB PAPDI berterima kasih kepada para Ketua Divisi dan Staf atas revisi yang diberikan untuk perbakan konsep SPM. Penghargaan juga diberikan kepada tim penyusun yang diketuai dr.Anna ujainah Nasir dan seluruh anggotanya. Semoga SPM ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Jakarta, Juli 2004 Ketua Umum PB PAPDI

Prof.Dr.H.A.Aziz Rani, SpPD, KGEH

3 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar Langkah-langkah Penyusunan Standar Pelayanan Medik Pendahuluan Fasilitas Pelayanan Sub-Bagian Tatalaksana Poliklinik Tatalaksana Rawat Inap Tatalaksana Perawatan Tugas dan Wewenang Dokter di Poliklinik Tugas dan Kewajiba Dokter di Ruangan SMF IPD Tugas dan Kewajiban Dokter Jaga di SMF IPD

Standar Pelayan Medik: Reumatologi: Artritis Rematoid (RA) Arthritis Gout Sistemik Lupus Eritematosus Osteo Arthritis (OA) Scleroderma Prosedur Tindakan Injeksi Intra Artikuler Aspirasi cairan sendi Hepatologi: Sirosis Hati Hepatoma Hepatitis Akut Hepatitis Virus Kronik Cholecystitis Abses Hati Fatty Liver Tindakan Prosedur Biopsy Hati Aspriasi Pungsi Ascites ERCP Tropik dan Infeksi: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Demam Tifoid Sepsis Leptospirosis FUO Metabolik-Endokrin: 4 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

Diabetes Mellitus Tirotoksikosis Ketoasidosis (KAD) Hipoglikemia Dislipidemia Gangren DM SNNT Kista Tiroid Ca Thyroid Cushing Syndrome Prosedur Tindakan Pungsi Kista FNAB Perawatan Ulkus DM Kardiologi: Arhytmia Congestive Heart Failure (CHF) Sindrom Koroner Akut (SKA) Endokarditis Infektif Prosedur Tindakan Catheterisasi Treadmill PTCA Pungsi Perikard Pemasangan Pace Maker Alergi dan Immunologi: Asthma Syok Anafilaktik HIV/AIDS Prosedur Tindakan Skin Test Provokasi Test Gastroenterologi: Hematemesis Melena Diare Kronik Pankreatitis Akut Ileus Paralitik Dispepsia Hematoskezia Ca Colon Ca Rectum Ca Gaster Peptic Ulcer Prosedur Tindakan Endoskopi 5 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

Kolonoskopi Flokker Ligasi Skleroterapi Businasi Ginjal dan Hipertensi: Sindrom Nefrotik (SN) Penyakit Ginjal Kronik Infeksi Saluran Kemih (ISK) Gagal Ginjal Akut Hipertensi Prosedur Tindakan Hemodialisa/ HD Biopsy Ginjal Peritonialdialisis/ PD Hematologi-Onkologi Medik: Lymphoma Anemia Aplastik Leukemia Akut Leukemia Kronik Sindrom Lisis Tumor Idiopathic Trombositopenic Purpura (ITP) Deep Vein Thrombosis (DVT) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) Prosedur Tindakan FNAB Kemoterapi Apheresis Phlebotomi Aspirasi Sumsum Tulang/ Bone Marrow Puncture (BMP) Biopsi Sumsum Tulang Nutricath Transfusi Darah Psikosomatik: Depresi Berorientasi Organ Ansietas Berorientasi Organ Pulmonologi: Hemoptisis Efusi Pleura Pneumothoraks Pneumonia Didapat di Masyarakat (CAP) Pneumonia Nosokomial Pneumonia Atipic Pneumonia Aspirasi 6 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

Gagal Napas Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) TB Paru Ca Paru Emboli Paru Prosedur Tindakan Pungsi Cairan Guided USG FNAB TTB Pleurodesis Bronkoskopi Spirometri Geriatri: Pneumonia Dehidrasi Acute Confusional State (ACS) Incontinentia Urin Penutup Lampiran: Jadwal Kegiatan Departemen Jadwal Kegiatan Sub-Bagian Daftar Staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM Alur Konsul dari Departemen Lain Alur Pasien Rawat Jalan Surat Keputusan Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM No. 469/PT02.FK25/cbu-93/2003 Penetapan Tim Revisi Standard Operating Procedure (SCP). Surat Keputusan Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM No. 682a/PT02.FK25/cbt-131/1996 Penetapan Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam.

7 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

KATA PENGANTAR

Dalam rangka menghadapi globalisasi dan menempuh pelayanan optimal sesuai visimisi RSCM, maka Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM telah menginventarisasi dan menyusun Standar Pelayanan Medis dan Panduan Standar Operasional Prosedur Tindakan Dalam Pelayanan sehingga dapat diterapkan sebagai panduan kerja yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan. Standar Pelayanan Medis di susun pertama kali dan telah dilaksanakan sejak tahun 1985. Pada tahun 1996 diadakan penyesuaian, perbaikan dan ditetapkan penggunaanya pada November 1996 dengan penanggung jawab Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM. Dengan berkembangnya Standar Pelayanan Medis dan berubahnya RSUPN-CM menjadi Perjan RSCM, maka pada tahun 2003 dilakukan penyesuaian dan perbaikan kembali dan ditetapkan penggunaanya oleh PB PAPDI pada Desember 2003. Pada kesempatan ini, PB PAPDI berterima kasih kepada para Ketua Sub Bagian atas revisi yang diberikan untuk perbakan konsep SPM. Penghargaan juga diberikan kepada tim penyusun yang diketuai dr.Uyainah Zaini Nasir dan anggotanya dr.M. Syafiq, dr.Ikhwan Rinaldi, dr. Johanes, dr.Purwita, dr.Dyah, dan dr.Ariani. Semoga SPM ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Jakarta, Desember 2003 Ketua Departemen/KSMF Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM

Dr.H.A.Aziz Rani, SpPD, KGEH NIP 130 422 576

8 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MEDIK ILMU PENYAKIT DALAM TAHUN 2003

Dalam Penyusunan Standar Pelayanan Medik (SPM) Ilmu Penyakit Dalam ada beberapa langkah yang ditempuh untuk mencapai hasil yang makasimal, sebagai berikut: 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam bersama Koordinator Pelayanan Medik membentuk tim khusus penyusun SPM tahun 2003 yang terdiri dari: 1. Satu orang staf Penyakit Dalam dari Koordinator Pelayanan Medik sebagai Koordinator. 2. Enam orang PPDS Ilmu Penyakit Dalam sebagai anggota. 3. Dua orang secretariat dari Koordinator Pelayanan Medik IPD. 2. Pembuatan SK Penugasan Penyusunan SPM Penyakit Dalam tahun 2003 oleh Ketua Departemen. PROSES PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MEDIK ILMU PENYAKIT DALAM TAHUN 2003 1. Menentukan latar belakang penyusunan SPM. 2. Menentukan masalah yang ada dalam pelayanan di Departemen Penyakit Dalam. 3. Menentukan topik-topik yang perlu dimasukkan ke dalam SPM Topik-topik ditentukan berdasarkan: a. Sepuluh penyakit terbesar dari setiap subbagian. b. Penyakit-penyakit yang dianggap penting walaupun angka kejadian kecil. c. Penyakit-penyakit yang memerlukan tindakan emergensi. 4. Pembagian topic kepada 6 orang PPDS, dengan ketentuan 2 subbagian untuk masingmasing PPDS (ada 12 subbagian). PEMBAGIAN TOPIK: 1. dr.Muh.Syafiq & Dwi Hargiati:  Psikosomatik : - Depresi - Anxietas  Reumatologi : - OA (Osteoarthritis) - RA (Arthritis Rheumatoid) - SLE (Systemic Lupus Eritematosus) - Arthritis Gout - Scleroderma  Tindakan/prosedur : - Injeksi Intra Artikuler - Aspirasi Cairan Sendi 9 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

2. dr.Purwita Wijaya Laksmi & Dwi Hargiati:  Ginjal- Hipertensi : - Penyakit Ginjal Kronik. - Sindrom Nefrotik (SN) - Gagal Ginjal Akut. - Hipertensi. - ISK (Infeksi Saluran Kemih)  Tindakan/prosedur : - Hemodialisa/HD. - Biopsi Ginjal. - Peritonialdialisis (PD).  Tropik- Infeksi : - DHF (Dengue Haemorrhagic Fever). - Typhoid Fever (Demam Tifoid). - Leptospirosis. - Sepsis. - FUO.

3. dr.Dyah Purnamasari & Dwi Hargiati:  Hepatologi : - SH (Sirosis Hati). - Hepatoma. - Hepatitis Akut. - Hepatitis Virus Kronik. - Cholecystitis. - Abses Hati. - Fatty Liver.  Tindakan/prosedur : - Biopsi Hati. - Aspirasi. - Pungsi Ascites. - ERCP.  Hematologi-Onkologi Medik : - Lymphoma. - Anemia Aplastik. - Leukemia Akut. - Leukemia Kronik. - Sindrom Lisis Tumor. - ITP (Idiopathic Trombositopenic Purpura). - DVT (Deep Vein Thrombosis). - DIC. 10 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004



Tindakan/prosedur : -

FNAB. Kemoterapi. Apheresis. Phlebotomi. BMP (Aspirasi Sumsum Tulang). Biopsi Sumsum Tulang. Nutricath. Transfusi Darah.

4. dr.Ikhwan Rinaldi & Arti Lestari, SKM:  Kardiologi : - Arhtymia. - CHF (Congestive Heart Failure). - SKA (SIndrom Koroner Akut). - Endokarditis Infektif.  Tindakan/prosedur : - Catheterisasi. - Treadmil. - PTCA. - Pungsi Perikard. - Pemasangan Pace Maker.  Alergi- Imunologi : - Asthma. - Syok Anafilaktik. - HIV/SIDA.  Tindakan/prosedur : - Skin Test. - Provokasi Test. 5. dr.Ariani Intan Wardhani & Arti Lestari, SKM:  Gastroenterologi : - Haematemesis Melena. - Diare Kronik. - Pankreatitis Akut. - Ileus Paralitik. - Dispepsia. - Haemtoskezia. - Ca Colon. - Ca Recti. - Ca Gaster. - Peptic Ulcer.  Tindakan/prosedur : - Endoskopi. 11 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

-



Geriatri

Kolonoskopi. Flokker. Ligasi. Skleroterapi. Businasi.

:

- Pneumonia. - Dehidrasi. - ACS (Acute COnfusional State). - Incontinensia Urin. 6. dr.Johanes Poerwoto & Arti Lestari, SKM:  Metabolik- Endokrinologi: - Diabetes Mellitus. - Tirotoksikosis. - KAD (Ketoasidosis). - Hipoglikemia. - Dislipidemia. - Gangren DM. - SNNT. - Kista Thyroid. - Ca Thyroid. - Cushing Syndrome.  Tindakan/prosedur : - Pungsi Kista. - FNAB. - Perawatan Ulkus DM.  Pulmonologi : - Hemoptisis. - Effusi Pleura. - Pneumothoraks. - Pneumonia. - Gagal Nafas. - PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). - TB Paru. - Ca Paru. - Emboli Paru.  TIndakan/prosedur : - Pungsi Cairan. - Guided USG. - FNAB. - TTB. 12 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

- Pleurodesis. - Bronkoskopi. 5. Pembagian tugas secretariat yaitu 1 orang secretariat untuk 3 orang PPDS yang bertugas menfollow-up, mengingatkan PPDS dan membantu proses kelancaran dalam menyusun SPM. 6. Menyusun sistematika penulisan SPM yaitu sebagai berikut: I. Penyakit Terdiri Dari: (1) Pengertian. (2) Diagnosis. (3) Differensial Diagnosis. (4) Pemeriksaan Penunjang. (5) Terapi. (6) Komplikasi. (7) Prognosis. (8) Wewenang. (9) Unit Terkait. II. Tindakan Terdiri Dari: (1) Pengertian. (2) Tujuan. (3) Indikasi. (4) Kontra Indikasi. (5) Persiapan. (6) Prosedur Tindakan. (7) Lama Tindakan. (8) Komplikasi. (9) Wewenang. (10) Unit Terkait 7. SPM meliputi pelayanan subbagian rawat jalan, rawat inap, dan kegawatdaruratan. 8. Menyusun SPM yang telah dibuat oleh 6 orang PPDS menjadi satu bentuk tulisan yang kemudian di koreksi oleh staf subbagian terkait yang ditunjuk oleh masingmasing subbagian. 9. Menyusun keseluruhan SPM yang telah dibuat mencakup didalamnya (SPM pelayanan subbagian, rawat jalan, rawat inap, kegawatdaruratan, dan SPM yang telah dikoreksi oleh masing-masing subbagian terkait) menjadi satu bentuk tulisan utuh. 10. Ketua Departemen mengirimkan SPM yang telah jadi ke subbagian-subbagian terkait untuk dikoreksi kembali. 11. Memperbaiki SPM yang telah dikoreksi oleh masing-masing subbagian. 12. Ketua Departemen menyetujui SPM yang telah diperbaiki, pembuatan SPM tahun 2003 selesai. 13. Sosialisasi SPM kepada seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan PPDSIPD. 14. Pelaksanaan SPM dilaksankan oleh seluruh Staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan PPDS-IPD dengan penuh tanggung jawab. I. PENDAHULUAN 13 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

Rumah Sakit Perjan Dr.Cipto Mangunkusumo (RSCM) adalah satu-satunya rumah sakit rujukan utama (top Referal) milik Pemerintah Indonesia. Selain itu RSCM juga merupakan rumah sakit pendidikan (Teaching hospital) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), baik untuk pendidikan dokter umum (S1), dokter spesialis (S2/Sp I, Sp II) dan doctor (S3). Visi dari RSCM adalah Rumah Sakit Pendidikan yang mandiri dan terkemuka di ASEAN Tahun 2005 dan di Asia Pasifik tahun 2010. Salah satu misi RSCM adalah memberikan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu, dan terjangkau. Sedangkan salah satu tujuannya adalah tercapainya pelayanan prima yang menjamin kepuasan konsumen. Sebagai salah satu rumah sakit rujukan utama Perjan RSCM member pelayanan untuk hampir semua jenis cabang ilmu kedokteran. Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM terdiri dari 12 subbagian, mempunyai 81 orang staf konsultan subspesialisasi dan tenaga ahli, termasuk diantaranya 14 orang guru besar dan 5 orang doctor/PhD/MSc. Selain itu terdapat 117 dokter asisten ahli, yang sedang menjalani pendidikan spesialis I. Pelayanan yang diberikan oleh Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM selalu ditekankan pada penanganan medis berdasarkan masalah (Problem Oriented Medical Management) dan Memperhatikan cost effectiveness. Dalam melayani pasien selalu diupayakan menegakkan permasalahan yang ada berdasarkan data-data yang didapat, dan dilakukan sintesis dan analisis untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. Begitupula pemeriksaan dan pengobatan yang direncanakan selalu dipilih berdasarkan pertimbangan indikasi yang tepat dan biaya yang hemat. Konsultasi dengan Departemen lain akan dilakukan bila diperlukan sehingga pasien mendapat pelayanan yang Optimal terpadu, dan berkesinambungan. Pertimbangan utama dari setiap tindakan adalah kepentingan pasien. Selain di RSCM, pelayanan Departemen Ilmu Penyakit Dalam juga dilakukan di RS Persahabatan dan RSUD Tangerang.

14 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

II.

CARA MENDAPATKAN PELAYANAN DI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM (IPD) RSCM

Sesuai dengan fungsinya sebagai rujukan utama, pelayanan di RSCM diutamakan sebagai rujukan. Pengertian ini berarti pasien yang dikirim ke Departemen IPD (RSCM) sebelumnya sudah diperiksa oleh dokter praktek umum, dokter puskesmas, dokter spesialis di Kabupaten dan Propinsi secara optimal. Departemen IPD RSCM juga melayani konsultasi baik dari dokter praktek umum maupun spesialis swasta. Bagi seorang pegawai negeri pada surat rujukan Asuransi Kesehatan (ASKES). Hal yang perlu dilakukan untuk rujukan ke Departemen IPD RSCM adalah sebagai berikut: 1. Membawa surat pengantar dari:  Dokter luar (Puskesmas/ RS Pemda/Klinik Swasta/ RS Swasta).  Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSCM.  Dokter Departemen lain di RSCM. 2. Membeli karcis di loket yang telah disediakan. 3. Bagi peserta ASKES diminta mengisi formulir khusus. 4. Mendaftar ke loket Poliklinik Penyakit Dalam yaitu 2 jenis: a) Bagi pasien yang membwa rujukan dari dokter umum/Departemen lain, setelah mendaftar di loket Poli Penyakit Dalam, menunggu panggilan dari Poliklinik Penyakit Dalam, Apabila dikonsulkan ke polklinik subspesialis penyakit dalam, yang bersangkutan mendaftar kembali di Poliklinik Penyakit Dalam berdasarkan surat konsul tersebut, selanjutnya menunggu panggilan dari Poliklinik Subspesialis yang dituju. b) Bagi Pasien yang membawa rujukan dari dokter spesialis penyakit dalam luar yang ditujukan untuk subspesialis, setelah mendaftar di loket Poli Penyakit Dalam, langsung menuju panggilan dari Poliklinik subbagian yang dituju. Untuk penanganan kasus-kasus gawat darurat, bagian gawat darurat Departemen IPD RSCM selalu siap 24 jam sehari sepanjang tahun termasuk hari libur. Pelayanan subbagian di Departemen IPD RSCM: 1. Alergi Imunologi Klinik. 2. Metabolik – Endokrinologi. 3. Ginjal – Hipertensi. 4. Gastroenterologi. 5. Hepatologi. 6. Pulmonologi. 7. Hematologi- Onkologi Medik. 8. Tropik- Infeksi. 9. Reumatologi. 10. Kardiologi. 15 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

11. Psikosomatik. 12. Geriatri. III.

TATA LAKSANA POLIKLINIK

Jenis Pasien: 1. Dengan surat pengantar. 2. Tanpa surat pengantar.

A. Dengan surat pengantar dari:  Dokter luar (Puskesmas/ RS Pemda/ Klinik Swasta/ RS Swasta).  Instalasi Gawat Darurat RSCM.  Dokter Departemen lain di RSCM. Dapat ke: 1. Poliklinik Spesialis Penyakit Dalam: a. Langsung berobat/konsultasi di polilklinik spesialis penyakit dalam. b. Pada setiap konsultasi dilakukan pemeriksaan dan pembuatan status serta konsep surat jawaban konsultasi oleh peserta PPDS. c. Setiap surat jawaban konsul atau surat rawat harus di ketahui dan di tanda tangani oleh supervisor (c.q. Pelaksana harian yang bertugas). d. Pelaksana harian pada Poliklinik Spesialis Penyakit Dalam, bertanggung jawab kepada Supervisor Poliklinik Penyakit Dalam. e. Bila dianggap perlu peserta PPDS dapat meminta konsultasi SMF lain sepengetahuan Pelaksana Harian/ Supervisor. f. Atas Indikasi, pasien dapat dikonsulkan ke Poli Subspesialis. 2. Poliklinik Subspesialis: a. Pasien dapat berobat langsung ke Poliklinik Subspesialis apabila surat pengantar langsung ditujukan ke Poliklinik Subspesialis. b. Setiap konsultasi dilakukan pemeriksaan dan pembuatan status serta konsep jawaban konsul oleh peserta PPDS. c. Setiap permintaan dan jawaban konsul harus diketahui dan ditandatangani oleh/bersama konsulen subbagian yang bersangkutan. d. Bila diperlukan tindakan khusus/ prosedur diagnostic/ terapi, dibuatkan surat pengantar ke Ruang Prosedur dan Pasien harus mendaftar di loket khusus. Poliklinik Subspesialis terdiri dari: 1. Alergi dan Imunologi Klinik. 2. Tropik Infeksi. 3. Reumatologi. 16 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

4. Pulmonologi. 5. Ginjal dan Hipertensi. 6. Psikosomatik. 7. Hepatologi. 8. Metabolik dan Endokrin. 9. Gastroenterologi. 10. Jantung. 11. Hematologi- Onkologi Medik. 12. Geriatri. B. Tanpa surat pengantar: 1. Poliklinik Penyakit Dalam: a. Pasien harus berobat pada poliklinik penyakit dalam terlebih dahulu dan bila perlu dikonsulkan ke poliklinik subspesialis atau Departemen lain di RSCM. b. Dokter Poliklinik Penyakit Dalam yang akan merawat pasien harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan pelaksana harian yang bertugas. 2. Instalasi Gawat Darurat: a. Menerima pasien yang gawat. b. Pasien mendaftar di loket IGD. c. Setiap pelayanan dilakukan pemeriksaan , pengobatan, dan pembuatan status serta pencatatan medik oleh PPDS (dokter jaga). d. Bila ada masalah/ kasus sulit yang belum terselesaikan dokter jaga harus melakukan konsul melalui telepon kepada konsulen jaga penyakit dalam dan atau konsulen subspesialis di Departemen Ilmu Penyakit Dalam. e. Bila ada indikasi, dokter jaga IGD bersama Chief jaga dapat langsung menyetujui perawatan pasien. f. Bila ada indikasi, pasien dapat dikonsulkan ke Departemen lain yang terkait. g. Bila ada indikasi, pasien dapat ditempatkan di ruang isolasi, IW, HCU. IV. 1. 2. 3.

4.

5.

ALUR PASIEN RAWAT JALAN Pasien langsung mendaftar ke loket Poliklinik Penyakit Dalam sesuai dengan surat pengantar (Pembayaran sesuai kebijakan RSCM dan IPD: Umum/ Askes). Di Poliklinik Penyakit Dalam dilakukan pemeriksaan dan pembuatan staus serta pencatatan medik oleh PPDS. Bila ada indikasi, pasien dapat dikonsulkanke Poliklinik Subspesialis di Penyakit Dalam. Kemudian Pasien mendaftar kembali ke loket Poliklinik Penyakit Dalam (Pembayaran sesuai kebijakan RSCM dan IPD: Umum/ Askes). Bila ada indikasi, pasien dapat dikonsulkan ke Departemen lain yang terkait (Pendaftaran langsung ke Poliklinik Departemen lain yang dituju, dengan pembayaran sesuai kebijakan RSCM dan Departemen lain yang terkait: Umum/ Askes). Bila diperlukan tindakan khusus/ prosedur diagnostik/ terapi, dibuatkan surat pengantar ke Ruang Prosedur dan Pasien harus mendaftar di loket khusus tindakan

17 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

subbagian yang dituju (Pembayaran sesuai pembayaran sesuai kebijakan IPD dan Subbagian yang terkait dengan persetujuan RSCM: Umum/ Askes). 6. Hasil pembayaran dilaporkan ke ko/Admin ke IPD RSCM kemudian ke YanMed RSCM. V. ALUR KONSUL DARI DEPARTEMEN LAIN (ANTAR DEPARTEMEN) 1. Jika Konsul dilakukan pada jam Kerja: a. Bila surat pengantar diberikan untuk Poliklinik Penyakit Dalam, pasien mendaftar di Poliklinik Penyakit Dalam (Poliklinik Konsul PD) (Pembayaran sesuai kebijakan RSCM dan IPD: Umum/ Askes). b. Bila surat pengantar diberikan untuk Poliklinik Subspesialis Penyakit Dalam, pasien mendaftar di Poliklinik Penyakit Dalam (Poliklinik Konsul PD) (Pembayaran sesuai kebijakan RSCM dan IPD: Umum/ Askes). c. Bila ada indikasi alih rawat dan kondisi pasien sangat emergency/ perawatan intensif (Mengancam nyawa) maka pasien dapat ditempatkan di ICU, ruang rawat khusus, atau ruang resusitasi/ IGD lantai 1. d. Bila masalah emergency teratasi maka pasien dirawat lanjutan di ruang rawat Penyakit Dalam. e. Jika ruang rawat penuh, maka dapat dilakukan rawat bersama (disusulkan konsul lanjutan di subbagian terkait) dengan melapor terlebih dahulu ke supervisor/konsulen subbagian. f. Bila ada indikasi alih rawat tetapi kondisi pasien tidak emergency dan tempat penuh maka dapat dilakukan rawat bersama (disusulkan konsul lanjutan ke subbagian terkait) dan dilaporkan terlebih dahulu ke supervisor/ konsulen subbagian. g. Bila diperlukan, pasien dapat rawat bersama (disusulkan konsul lanjutan di subbagian dengan terlebih dahulu lapor ke supervisor/konsulen subbagian). 2. Jika Konsul dilakukan di luar jam Kerja: a. Pasien dikonsulkan ke dokter jaga. b. Bila ada indikasi alih rawat dan kondisi pasien sangat emergency/ perawatan intensif (Mengancam nyawa) maka pasien dapat ditempatkan di ICU, ruang rawat khusus, atau ruang resusitasi/ IGD lantai 1. c. Bila masalah emergency teratasi maka pasien dirawat lanjutan di ruang rawat Penyakit Dalam. d. Jika ruang rawat penuh, maka dapat dilakukan rawat bersama (disusulkan konsul lanjutan di subbagian terkait) dengan melapor terlebih dahulu ke supervisor/konsulen subbagian. e. Bila ada indikasi alih rawat tetapi kondisi pasien tidak emergency dan tempat penuh maka dapat dilakukan rawat bersama (disusulkan konsul lanjutan ke subbagian terkait) dan dilaporkan terlebih dahulu ke supervisor/ konsulen subbagian. f. Bila diperlukan, pasien dapat rawat bersama (disusulkan konsul lanjutan di subbagian dengan terlebih dahulu lapor ke supervisor/konsulen subbagian). 18 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

VI. FASILITAS PELAYANAN SUB-BAGIAN: A. SUB-BAGIAN ALERGI IMUNOLOGI KLINIK: 1. Poliklinik: Kegiatan yang dilakukan di sini adalah pemeriksaan, pengobatan, pemantauan serta penyuluhan penyakit alergi dan imunologi (misalnya Lupus Eritematosus Sistemik/ Systemic Lupus Erythematosus/ SLE), disamping menjawab konsultasi dari departemen/ rumah sakit lain, konsultasi dokter praktek umum dan spesialis di luar rumah sakit maupun rujukan dari daerah. Kegiatan Poliklinik Subbagian ini dilakukan hari Selasa dan Kamis di lantai IV gedung Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM). 2. Pemeriksaan Khusus: Pemeriksaan yang bisa dilakukan di sub-bagian ini mencakup uji faal paru (Spirometri), uji CMI (Cell Mediated Immunity/ Imunitas yang dihantarkan sel), uji kulit, uji provokasi obat, uji provokasi histamine. Uji CMI dan faal paru dilakukan setiap Senin, Rabu, dan Jum’at. Uji kulit dilakukan setiap hari Selasa, sementara uji provokasi obat dan histamin sesuai perjanjian. 3. Pengobatan: Di Poliklinik gedung IRM lantai IV dilakukan juga pengobatan inhalasi. 4. Rawat Inap: Rawat Inap dilakukan sesuai indikasi. B. SUB-BAGIAN METABOLIK-ENDOKRIN: 1. Poliklinik: 1.1. Poliklinik Penyakit Endokrin: Di poliklinik ini dilakukan penanganan penyakit endokrin secara menyeluruh, yaitu deteksi dini, pemantauan sampai penilaian komplikasinya. Hari kerja Poliklinik adalah Setiap Senin, Selasa, Kamis, dan Jum’at bertempat di gedung Poliklinik Departemen Penyakit Dalam Lantai II, pada jam kerja. 1.2. Poliklinik Penyakit Diabetes Mellitus: Di poliklinik ini dilakukan penanganan penyakit Diabetes Mellitus secara menyeluruh, yaitu deteksi dini, pemantauan sampai penilaian komplikasinya. Pelayanan juga mencakup tatalaksana diabetes pada kehamilan dan pada penyakit lain. Hari kerja Poliklinik adalah Setiap Selasa dan Jum’at bertempat di gedung Poliklinik Departemen Penyakit Dalam Lantai II, pada jam kerja. 1.3. Poliklinik Lipid dan Obesitas: Di poliklinik ini dilakukan penanganan penyakit Lipid dan Obesitas secara menyeluruh, yaitu deteksi dini, pemantauan sampai penilaian komplikasinya. Hari kerja Poliklinik adalah Rabu bertempat di gedung Poliklinik Departemen Penyakit Dalam Lantai II, pada jam kerja. 19 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

1.4. Klinik Penyuluhan Diabetes: Di poliklinik ini dilakukan penyuluhan pasien baru, pasien lama dengan masalah, konsultasi dari luar RSCM untuk penurunan glukosa darah, mengenal komplikasi seperti hipoglikemia dan merupakan rujukan klinik diabetes yang ada disekitar Pulau Jawa. 1.5. Klinik Perawatan Kaki Diabetes: Di Poliklinik ini dilakukan penanganan perawatan kaki diabetes. 2. Pemeriksaan Khusus: 2.1. Tindakan Diagnostik Penyakit Tiroid Meliputi USG, Biopsi, Aspirasi Tiroid untuk mencari diagnostik etiologik. Pemeriksaan dilakukan sesuai perjanjian. 2.2. Tes Dinamika Hormon Pertumbuhan, Adrenal, dan Hipofisis. 2.3. Pemeriksaan Laboratorium untuk Kadar Glukosa Darah dan tes toleransi glukosa, dilakukan Selasa dan Jum’at bersama Poliklinik Penyakit Diabetes Mellitus. 2.4. Pemeriksaan Laboratorium untuk kadar kolesterol dan lipid darah, dilakukan pada hari Poliklinik Lipid dan Obesitas yaitu Rabu. 3. Rawat Inap: Rawat Inap dilakukan sesuai indikasi.

C. SUB-BAGIAN GINJAL HIPERTENSI: 1. Poliklinik: Kegiatan yang dilakukan di sini adalah pemeriksaan, pengobatan, pemantauan serta penyuluhan penyakit Ginjal dan Hipertensi, disamping menjawab konsultasi dari Departemen/ rumah sakit lain, konsultasi dokter praktek umum dan spesialis di luar rumah sakit maupun rujukan dari daerah. Kegiatan Poliklinik Subbagian ini dilakukan hari Senin, Rabu, dan Jum’at di gedung Poliklinik Departemen Penyakit Dalam lantai II sayap kanan. 2. Pemeriksaan Khusus: 2.1.Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini diperlukan untuk melihat struktur ginjal dan saluran kemih sebagai pemeriksaan penunjang diagnostik dan perencanaan tindakan selanjutnya. Tindakan dilakukan sesuai perjanjian. 2.2.Biopsi Ginjal Tindakan diagnostik ini diperlukan untuk menilai struktur jaringan ginjal dengan tuntunan USG. Tindakan dilakukan sesuai perjanjian. 2.3.Renogram Effective Renal Plasma Flow (ERPF), Glomerular Filtration Rate (GFR), arteriografi, dan BPN dilakukan bekerjasama dengan Departemen Radiologi. 3. Hemodialisis (Cuci Darah):

20 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

Sub-bagian Ginjal Hipertensi mempunyai ruangan khusus untuk tindakan ini yang dilakukan setiap Senin sampai Sabtu mulai jam 8 pagi sampai jam 8 malam termasuk hari libur. Tindakan hemodialisis dilakukan pada kasus dengan Chronic Kidney Disease Stadium 4 dan 5, atau ginjal akut dengan indikasi tertentu. 4. CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis/ Dialisis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan): Dengan bimbingan dari tenaga medis dan paramedik dari sub-bagian Ginjal Hipertensi, dialysis cara ini bisa dilakukan sendiri oleh pasien. 5. Transplantasi (Cangkok) Ginjal: Tindakan penuh tantangan dan ketelitian ini sudah dilakukan di RSCM bekerjasama dengan Departemen Bedah Urologi. 6. Rawat Inap: Rawat Inap dilakukan sesuai indikasi. D. SUB-BAGIAN GASTROENTEROLOGI: 1. Poliklinik: Kegiatan yang dilakukan di sini adalah pemeriksaan, pengobatan, pemantauan serta penyuluhan penyakit saluran cerna, disamping menjawab konsultasi dari Departemen/ rumah sakit lain, konsultasi dokter praktek umum dan spesialis di luar rumah sakit maupun rujukan dari daerah. Kegiatan Poliklinik Subbagian ini dilakukan hari Selasa dan Kamis di gedung Poliklinik Departemen Penyakit Dalam lantai II. 2. Pemeriksaan Khusus: Tindakan peneropongan saluran cerna dengan optik fiber ini bisa dilakukan untuk 2 fungsi yaitu diagnostik dan terapi. Tindakan diagnostic mencakup Esofago Gastro Duodenoskopi, ERCP (Bekerjasama dengan Departemen Radiologi) dan Kolonoskopi. Sedangkan tindakan terapi adalah untuk dilatasi esophagus (Bouginasi), pemasangan protesa esophagus, dilatasi pylorus, PEG (Percutaneus Endoscopic Gastroenterostomy/ Gastroenterostomi Endoskopi Perkutaneus). Kalau diperlukan, tindakan ini juga bisa dilanjutkan dengan pemasangan stent, polipektomi, skleroterapi hemoroid, dan ligasi hemoroid. 3. Rawat Inap: Rawat Inap dilakukan sesuai indikasi. E. SUB-BAGIAN HEPATOLOGI: 1. Poliklinik: Kegiatan yang dilakukan di sini adalah pemeriksaan, pengobatan, pemantauan serta penyuluhan penyakit hati, disamping menjawab konsultasi dari Departemen/ rumah sakit lain, konsultasi dokter praktek umum dan spesialis di luar rumah sakit maupun rujukan dari daerah. 21 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

Kegiatan Poliklinik Subbagian ini dilakukan hari Senin dan Rabu di gedung Poliklinik Departemen Penyakit Dalam lantai II 2. Pemeriksaan Khusus: 2.1.Ultrasonografi (USG): Pemeriksaan ini diperlukan untuk melihat struktur hati dan bagian sistem pencernaan lainnya seperti limpa dan kandung empedu sebagai pemeriksaan penunjang diagnostik dan dasar perencanaan tindakan selanjutnya. Prosedur ini bisa dilanjutkan dengan intervensi seperti aspirasi untuk kasus abses hati amuba ataupun piogenik. Tindakan dilakukan sesuai perjanjian. 2.2.Biopsi Hati: Tindakan diagnostik ini dilakukan dengan panduan USG, diperlukan untuk menilai struktur Patologi Anatomis jaringan hati misalnya pada kelainan hati kronis akibat virus ataupun non-virus, nodul di hati,dll. Penjadwalan dilakukan sesuai perjanjian. 2.3.Laparoskopi: Pemeriksaan ini dilakukan dengan peneropongan untuk melihat struktur permukaan organ dalam rongga perut. Prosedur ini bisa dilanjutkan dengan biopsi atas indikasi. 3. Rawat Inap: Rawat Inap dilakukan sesuai indikasi.

F. SUB-BAGIAN PULMONOLOGI: 1. Poliklinik: Kegiatan yang dilakukan di sini adalah pemeriksaan, pengobatan, pemantauan serta penyuluhan penyakit saluran nafas, disamping menjawab konsultasi dari Departemen/ rumah sakit lain, konsultasi dokter praktek umum dan spesialis di luar rumah sakit maupun rujukan dari daerah. Kegiatan Poliklinik Subbagian ini dilakukan hari Senin, Rabu, dan Jum’at di gedung Poliklinik Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM) lantai V. 2. Pemeriksaan Khusus: 2.1.Spirometri: Merupakan uji faal paru yang sangat berguna dalam menilai toleransi operasi, dan pemantauan terapi penyakit paru kronik. Pemantauan ini dilakukan setiap hari poliklinik, yaitu Senin, Rabu, dan Jum’at. 2.2.Bodyplethysmography: Pemeriksaan ini sangat bermanfaat dalam penilaian fungsi paru yang belum terdeteksi dengan spirometri (Standard). Pemeriksaan ini dilakukan setiap hari poliklinik, yaitu Senin, Rabu, dan Jum’at atau dengan perjanjian. 22 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

2.3.Bronkoskopi: Pemeriksaan dengan teropong serabut optik ini dilakukan untuk menilai keadaan permukaan jalan nafas, bisa dilanjutkan dengan bilas bronkoalveolar, sikatan bronkus, atau biopsi transbronkial. Pemeriksaan ini dilakukan atas indikasi. Pemeriksaan ini dilakukan setiap hari Selasa, dan Kamis, atau dengan perjanjian. 2.4.Punksi Cairan Pleura: Pengambilan cairan pleura ini berdasarkan indikasi sebagai penunjang diagnostik dan tindakan terapetik. Pemeriksaan ini dilakukan setiap hari Selasa dan Kamis, atau dengan perjanjian. 2.5.Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB): Aspirasi jarum halus dilakukan pada pembesaran Kelenjar Getah Bening, massa tumor di leher, subclavicula, ataupun ketiak untuk analisis sitologi keganasan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap hari Selasa dan Kamis, atau dengan perjanjian. 2.6.Biopsi Trans Torakal (Trans Thoracal Biopsy/ TTB): Biopsi trans torakal dilakukan pada tumor paru yang letaknya perifer. Pemeriksaan ini dilakukan setiap hari Selasa dan Kamis, atau dengan perjanjian. 2.7.Biopsi Pleura: Biopsi pleura ini dilakukan untuk penunjang diagnostic. Pemeriksaan ini dilakukan setiap hari Selasa dan Kamis, atau dengan perjanjian. 3. Rawat Inap: Rawat Inap dilakukan sesuai indikasi. G. SUB-BAGIAN HEMATOLOGI-ONKOLOGI MEDIK: 1. Poliklinik: Kegiatan yang dilakukan di sini adalah pemeriksaan, pengobatan, pemantauan serta penyuluhan penyakit darah dan keganasan, disamping menjawab konsultasi dari Departemen/ rumah sakit lain, konsultasi dokter praktek umum dan spesialis di luar rumah sakit maupun rujukan dari daerah. Kegiatan Poliklinik Subbagian ini dilakukan hari kerja di gedung Poliklinik Subbagian Penyakit Dalam Lantai II Sayap kiri. 2. Pemeriksaan Khusus: 2.1. Pemeriksaan darah perifer/tepi lengkap (DPL) termasuk sitomorfologi. 2.2. Analisis sitomorfologi dan pewarnaan khusus serta sitokimia sumsum tulang melalui Aspirasi (BMP) dan Biopsi Sumsum Tulang untuk mendapatkan data histopatologi (PA dari Departemen Patologi Anatomi. 2.3. Sitologi cairan tubuh (Cairan Pleura, Asites, Cairan Otak dsb) dengan teknik Cytospin. 2.4. Biopsi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy/ FNAB) terhadap Kelenjar Getah Bening atau Massa Tumor untuk Analisis Sitologi Keganasan. 2.5. Pemeriksaan pembekuan darah (Hemostasis Lengkap) dan agregrasi trombosit. 2.6. Analisis limfosit T dan B dengan Antibody Monoclonal dengan Immunofluoresensi untuk menilai kekebalan seluler dan diagnosis imunologik leukaemia (Immunofenotyping). 23 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

2.7. Deteksi virus HIV dalam darah. 2.8. Pemeriksaan sitogenetika untuk mencari kelainan kromosom pada keganasan dari darah tepi, aspirat sumsum tulang maupun jaringan tumor padat. 3. Pengobatan: 3.1. Poliklinik: Pelayanan transfusi komponen darah, flebotomi maupun pemberian sitostatika secara Perawatan Sehari (One Day Care). 3.2. Rawat Inap Khusus Kamar Steril: Perawatan dalam ruangan isolasi khusus/bebas kuman untuk pengobatan induksi sitostatika dan transplantasi sumsum tulang. 3.3. Pelayanan Hemaferesis Atau Pemisahan Komponen Darah: Berupa Terapi (Misalnya lekosit atau trombosit berlebihan) dan penambah untuk orang lain yang memerlukan. 4. Pengobatan: 4.1. Merancang: Memberikan dan melakukan penyediaan kemoterapi sitostatika pada penyakit keganasan (Misalnya Leukemia, limfoma malignum, myeloma multiple). 4.2. Berkerjasama: Dengan disiplin/sub-bagian terkait dalam pengelolaan medic penyakit kanker padat/ non-hematologik, baik secara konsultatif maupun tim/rawat bersama. 5. Rawat Inap: Rawat Inap dilakukan sesuai indikasi. H. SUB-BAGIAN TROPIK INFEKSI: 1. Poliklinik: Pelayanan sub-Bagian Tropik Infeksi dilakukan di RSUPN-CM dan RSUP Persahabatan Kegiatan yang dilakukan di kedua tempat adalah pemeriksaan dan pengobatan penyakit Tropik-Infeksi, disamping menjawab konsultasi dari Departemen/ Rumah Sakit lain, konsultasi dari Dokter Praktek Umum dan Spesialis di Luar Rumah Sakit maupun rujukan dari daerah. Kegiatan di RSUPN-CM dilakukan setiap hari kerja di gedung Poliklinik Departemen Penyakit Dalam Lantai II sayap kanan, sementara di RSUP Persahabatan di lantai II gedung Poliklinik. . 2. Pemeriksaan Khusus: Pemeriksaan Laboratorium dilakukan setiap hari diantaranya:  Serologi Malaria.  Serologi Leptospirosis.  Serologi Widal.  Serologi Dengue.  Kultur Bakteriologi.  Mikologi. 24 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

3. Rawat Inap: Perawatan juga dilakukan di RSCM dan RSUP Persahabatan. Pelayanan sub-bagian ini di RSUP Persahabatan mempunyai fasilitas perawatan dan pelayanan khusus untuk diare. I. SUB-BAGIAN REUMATOLOGI: 1. Poliklinik: Kegiatan yang dilakukan di sini adalah pemeriksaan, pengobatan, pemantauan serta penyuluhan penyakit Reumatologi, disamping menjawab konsultasi dari Departemen/ rumah sakit lain, konsultasi dokter praktek umum dan spesialis di luar rumah sakit maupun rujukan dari daerah. Kegiatan Poliklinik Subbagian ini dilakukan hari Selasa dan kamis di gedung Poliklinik Departemen Penyakit Dalam lantai II. 2. Pemeriksaan Khusus: Tindakan ini mencakup fungsi cairan sendi dan analisanya, pemeriksaan CRP, faktor rematoid, Autoantibodi (Latex, Rose Wahler), ANA, anti ds-DNA, anti scl 70, SS-A, SS-B, anti SN-RNP. 3. Terapi: Tercakup di sini adalah fungsi cairan sendi, injeksi steroid intraartikuler, dan terapi rehabilitasi (Kerjasama dengan Instalasi Rehabilitasi Medik). 4. Rawat Inap: Perawatan dilakukan sesuai indikasi. J. SUB-BAGIAN KARDIOLOGI: 1. Poliklinik: 1.1.Poliklinik Kardiologi: Kegiatan yang dilakukan di sini adalah pemeriksaan, pengobatan, pemantauan serta penyuluhan penyakit Jantung, disamping menjawab konsultasi dari Departemen/ rumah sakit lain, konsultasi dokter praktek umum dan spesialis di luar rumah sakit maupun rujukan dari daerah. Poliklinik ini melayani pasien setiap hari pada jam kerja. 1.2.Poliklinik Aritmia: Poliklinik ini melayani pasien 2 kali seminggu pada jam kerja. 2. Pemeriksaan Khusus: 2.1. Ekokardiografi Doppler dan Warna: Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi. Gambaran pemeriksaan bisa dipantau bersama pasien melalui monitor komputer. Indikasi pemeriksaan antara lain adalah didapatkannya perikarditis, efusi pericardial, prolaps katup mitral (Mitral Valve Prolapse, MVP), kelainan katup, kerusakan sekat serambi dan bilik (Atrial Septal Defect, ASD dan Ventricular Septal Defect, VSD), Fungsi jantung. Waktu tindakan disesuaikan dengan perjanjian. 2.2. Ekokardiografi Trans-Esofagus (Transesophagus Echocardiography/ TEE): 25 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

2.3.

2.4. 2.5. 2.6. 2.7.

3. 3.1. 3.2. 4.

5.

Pemeriksaan ini di-indikasikan terutama untuk pasien muda yang menderita stroke dimana didapatkan kecurigaan adanya thrombus di appendage atrium kiri, melihat lebih jelas adanya kelainan katup, aorta, VSD, ASD. Waktu tindakan sesuai perjanjian. Ekokardiografi Stress: (Stress Echocardiography): Ini berguna untuk melihat hasil uji stress dengan lebih teliti. Treadmill (Uji Beban Jantung). Monitor Hotter (Melihat Aritmia). Fonokardiografi (Visualisasi Kelainan Bunyi Jantung). Kateterisasi Jantung. Pemeriksaan ini merupakan cara mengukur tekanan di ruang-ruang jantung, aliran balik (Regugirtasi), melihat kondisi kelianan bawaan, katup, dan stenosis pembuluh koroner. Kateterisasi juga bisa digunakan sebagai terapi seperti pada PTCA (Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty/ Angioplastik Koroner Intralumen Perkutan), BMV (Ballon Mitral Valvuloplasti/ Mitral dengan Balon), EPS (Electro Physiology Study/ Pemantauan Elektrofisiologi). Tindakan ini juga bisa dilanjutkan dengan ablasi, pemasangan stent dan alat pacu jantung baik yang sifatnya temporer (Sementara) maupun yang permanen (Tetap). Perawatan: Rawat Inap: Fasilitas ini digunakan untuk pasien dengan kelainan jantung yang perlu dirawat. Unit Perawatan Jantung Intensif (Intensive Coronary Care Unit, ICCU): Unit ini melakukan perawatan jantung secara intensif berdasarkan indikasi. Rehabilitasi Jantung: Pelayanan ini dilakukan bersama Yayasan Jantung Mas Isman, dilakukan di beberapa tempat di Jakarta. Rawat Inap: Rawat Inap dilakukan sesuai indikasi.

K. SUB-BAGIAN PSIKOSOMATIK: Departemen Penyakit Dalam RSUPN-CM selalu memegang prinsip bahwa penatalaksanaan pasien harus holistic, yaitu secara keseluruhan, tidak memandang jasad dan jiwa sebagai hal yang terpisah. Ada 4 Keadaan yang Berhubungan dengan gangguan psikosomatik: 1. Gejala Fisik yang penyebabnya murni psikis. 2. Gejala Fisik/ Organik yang disebabkan factor psikis lama. 3. Gangguan Fisik dan Psikis yang dijumpai bersama-sama tapi keduanya tak berhubungan (Koinsidensi). 4. Gangguan fisik lama yang menyebabkan gangguan psikis (Misalnya pada Arthritis Reumatoid, Diabetes, Penyakit Keganasan, atau Penyakit Jantung yang sudah lama. 26 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

Fasilitas Pelayanan Yang Ada: 1. Poliklinik: Kegiatan yang dilakukan di sini adalah pemeriksaan, pengobatan, pemantauan serta penyuluhan penyakit Psikosomatik, disamping menjawab konsultasi dari Departemen/ rumah sakit lain, konsultasi dokter praktek umum dan spesialis di luar rumah sakit maupun rujukan dari daerah. Kegiatan Poliklinik Subbagian ini dilakukan hari Senin, Selasa, dan Kamis di gedung Poliklinik Departemen Penyakit Dalam lantai V IRM (Instalasi Rehabilitasi Medik). 2. Pemeriksaan/ Uji Laboratorium: Pemeriksaan yang bisa dilakukan di sub-bagian ini mencakup uji insulin, uji adrenalin, dan uji air yang bertujuan menilai adanya ketidakseimbangan saraf otonom vegetative. 3. Rawat Inap: Perawatan dilakukan sesuai indikasi. L. SUB-BAGIAN GERIATRI: Memasuki usia lanjut tidak berarti hanya menjadi jompo dengan sederet penyakit dan segenggam obat yang harus tiap kali diminum. Geriatri adalah seni tersendiri dalam bidang penyakit dalam yang memerlukan tindakan holistic inter/multidisiplin. 1. Poliklinik: Kegiatan yang dilakukan di sini adalah pemeriksaan, pengobatan, pemantauan serta penyuluhan penyakit Geriatric, disamping menjawab konsultasi dari Departemen/ rumah sakit lain, konsultasi dokter praktek umum dan spesialis di luar rumah sakit maupun rujukan dari daerah. Edukasi dan latihan jasmani adalah hal yang tak kalah pentingnya. Kegiatan Poliklinik Subbagian ini dilakukan hari Senin, Selasa, Kamis, dan Jum’at di gedung Poliklinik Geriatric Departemen Penyakit Dalam. 2. Perawatan Sehari: Kegiatan ini dilakukan pada setiap hari Senin. Dalam proses ini dilakukan pengkajian (assessment) menyeluruh pada pasienpasien Geriatrik. Pelayanan ini dilakukan bersama-sama dokter dari Departemen Terkait seperti Unit Rehabilitasi Medik, Jiwa, dan Instalasi Gizi. 3. Penyuluhan: Kegiatan ini dilaksanakan sekali sebulan dengan pokok bahasan masalah-masalah yang sering dijumpai. 4. Rawat Inap: Perawatan dilakukan sesuai indikasi. 5. Kunjungan ke Panti Werdha Untuk Pemeriksaan dan Penyuluhan pada Pasien-paien di tempat tersebut. VII.

TATA LAKSANA RAWAT INAP

27 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

A. TATA CARA PERAWATAN a. Tata Cara Perawatan di Ruang Kelas IIB dan III: Pasien yang akan dirawat di ruang kelas II B dan III harus mendapat persetujuan lebih dahulu dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pasien yang berasal dari poliklinik umum mendapat persetujuan dari pelaksana harian supervisor poliklinik spesialis penyakit dalam (PHS PSPD). 2. Pasien yang berasal dari poliklinik Spesialis Penyakit Dalam mendapat persetujuan dari pelaksana harian supervisor poliklinik spesialis penyakit dalam (PHS PSPD). 3. Pasien yang berasal dari poliklinik spesialis harus mendapat persetujuan dari konsulen poliklinik subspesialis. 4. Pasien yang berasal dari Instalasi Gawat Darurat (Pada jam Kerja) mendapat persetujuan dari Dokter Instalasi Gawat Darurat. 5. Pasien yang berasal dari Instalasi Gawat Darurat (Diluar jam Kerja) mendapat persetujuan dari Dokter Jaga Utama Penyakit Dalam 6. Pasien yang berasal dari ruang perawatan Departemen lain (di luar Departemen Penyakit Dalam) dipindahkan setelah mendapat persetujuan dari Pelaksana Harian Supervisor Poliklinik Spesialis Pada waktu jam kerja, dan diluar jam kerja mendapat persetujuan dari Dokter Jaga Utama Penyakit Dalam. b. Tata Cara Perawatan di Ruangan kelas I dan II: Pasien yang akan dirawat di ruang kelas I dan II harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Pasien pribdi staf Departemen Penyakit Dalam yang membawa surat dari dokter pribadinya dan datang pada jam kerja, dapat dirawat setelah mendapat persetujuan dari P3RN. 2. Pasien pribadi dari dokter staf Departemen Penyakit Dalam yang membawa surat dari dokter pribadinya dan datang di luar jam kerja, diperiksa dahulu oleh dokter jaga Penyakit Dalam IGD dan dapat dirawat setelah memenuhi persyaratan administrative. Dokter jaga memberitahukan ke staf tersebut bahwa pasiennya dirawat. 3. Pasien yang datang dengan indikasi rawat yang datang ke:  Poliklinik Umum dan Poliklinik Spesialis Penyakit Dalam tanpa pengantar surat pengantar dokter pribadi, dapat dirawat setelah mendapat persetujuan dari pelaksana harian supervisor poliklinik umum.  Poliklinik Subspesialis tanpa surat pengantar dari dokter pribadi atau konsulen poliklinik subspesialis dapat dirawat setelah mendapat persetujuan dari P3RN. 4. Pasien dengan indikasi rawat yang datang di IGD pada jam kerja tanpa surat pengantar dokter pribadi, boleh memilih dokter yang dikehendaki, dan bila tidak maka pasien dirawat atas nama Koordinator Pelayanan Medik Setelah mendapat persetujuan P3RN. 28 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

5. Pasien dengan indikasi rawat yang datang di IGD pada jam jaga tanpa surat pengantar dokter pribadi, dapat dirawat atas nama Koordinator Pelayanan Medik Setelah menyelesaikan persyaratan administrasi. 6. Pasien yang masuk rawat di luar jam kerja penanganannya sementara dapat dilakukan oleh dokter jaga. VIII. TATA LAKSANA PERAWATAN A. Pasien di ruang perawatan Kelas III: 1. Masuk Rawat Pada Jam Kerja: a. Setelah pasien tiba di ruangan maka dokter ruangan bersama dokter kepala ruangan (DKR) memeriksa penderita dan segera menetapkan kondisi pasien: baik, sedang, berat, kritis. b. Bila Kondisi Pasien Berat atau Kritis, maka:  Masalah segera ditegakkan.  Segera diatasi masalahnya dengan menetapkan keadaan vital (Vital sign) pemberian diet, cara perawatan, cara pemberian cairan I.V. dan medikamentosa, pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya serta instruksi khusus (Konsultasi, perawatan khusus, tindakan khusus, dsb).  Selanjutnya dokter ruangan bersama-sama dokter kepala ruangan segera melaporkan kepada supervisor dan bila perlu ke subbagian yang bersangkutan.  Ringkasan pada waktu pasien masuk harus segera diisi dan catatan medic lengkap harus diselesaikan dalam waktu 24 jam. c. Bila pasien dalam kondisi baik atau sedang maka:  Dokter ruangan bersama-sama dengan dokter kepala ruangan memeriksa pasien dan menegakkan masalah kemudian menetapkan diet, cara perawatan, medikamentosa, pemeriksaan laboratorium, dan penunjang.  Melaporkan kepada supervisor ruangan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.  Catatan medik lengkap harus diselesaikan dalam waktu 2 jam. d. Supervisor mengkoordinasikan dan mengawasi kondisi pasien dan perkembangannya, rencana pemeriksaan penunjang dan pengobatan dengan menghubungkan “Cost Effectiveness” dan etik kedokteran dengan cara mengadakan ronde ruangan minimal 2x/ minggu. e. Bila pasien yang tiba di ruangan dalam keadaan baik, kemudian tiba-tiba jatuh dalam keadaan berat atau kritis maka dokter ruangan dan dokter kepala ruangan segera menetapkan tindakan dan pengobatan dan segera melaporkan pada supervisor. f. Bila pasien meninggal maka dokter ruangan membuat resume perawatan, dan bersama-sama dokter ruangan yang lain dan supervisor mendiskusikannya dalam suatu pertemuan yang diadakan oleh supervisor (Minimal 1x minggu). g. Pemulangan pasien ditentukan oleh supervisor. Dokter ruangan berkewajiban membuat surat pengantar kepada dokter yang mengirim/ Puskesmas/ 29 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

Poliklinik Sub-Spesialis, dan surat tersebut harus diketahui oleh supervisor ruangan. 2. Masuk Rawat Diluar Jam Kerja (Jam Jaga): a. Setelah pasien tiba di ruangan maka dokter jaga junior bersama-sama dokter jaga senior menetapkan kondisi pasien, karena umumnya yang dirawat pada jam jaga ialah pasien yang berat atau kritis maka langkah seperti dalam ad 1 segera dilaksanakan. b. Formulir status dan pengobatan/ tindakan yang dilakukan segera ditulis dan ditandatangani oleh yang bersangkutan dengan mencantumkan nama jelas. c. Keesokan harinya dokter jaga junior segera menimbang terimakan pada dokter ruangan. Dokter ruangan bersama-sama dokter kepala ruangan segera melaporkan kepada supervisor. 3. Segala sesuatu yang terjadi pada pasien yang baru tiba, pasien lama yang gawat atau meninggal dan setiap tindakan harus dicatat dalam catatan medik dan ditandatangi oleh yang bersangkutan disertai nama jelas. B. Pasien di ruang perawatan Kelas II: Prinsip tatalaksana perawatan sama dengan pasien ruang perawatan kelas III. C. Pasien di ruang perawatan kelas I: Karena pasien di ruangan kelas I tidak ada dokter kepala ruangan dan dokter ruangan, maka pasien ditujukan ke subbagian terkait apabila kasusnya sudah jelas dan ditujukan ke coordinator pelayanan masyarakat apabila kasusnya belum jelas.

30 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

STANDAR PELAYANAN MEDIK PENYAKIT

31 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

REUMATOLOGI NO

ARTRITIS PIRAI Hal

1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3. 4.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

No. Dokumen

No.Revisi

Hal.

Penyakit yang disebabkan oleh deposisi kristalmonosodium urat(MSU) yang terjadi akibat supersaturasi cairan ekstra selular dan mengakibatkan satu atau beberapa manifestasi klinik. Kriteria ACR (1977): A. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam cairan sendi, atau B. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam tofus, atau C. Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut: 1. Inflamasi maksimal pada hari pertama 2. Serangan artritis akut lebih dari 1 kali 3. Artiritis monoartikular 4. Sendi yang terkena berwarna kemerahan 5. Pembengkakan sendi simetris pada gambaran radiologik 6. Serangan pada sendi MTP unilateral 7. Serangan pada sendi Tarsal Unilateral 8. Tofus 9. Hiperurisemia 10. Pembengkakan sendi asimetris pada gambaran radiologik 11. Kista subkortikal tanpa erosi pada gambaran radiologik 12. Kultur bakteri cairan sendi negative 1.Pseudogout khusus: Artritis Septik, Artritis Reumatoid  LED, CRP  Analisis cairan sendi  Asam Urat darah dan urin 24 jam  Ureum, Kreatinin, CCT  Radiologi Sendi 1. Penyuluhan 2. Pengobatan Fase Akut: a. Kolkisin. Dosis 0,5 mg diberikan tiap jam sampai terjadi perbaikan inflamasi atau terdapat tanda-tanda toksik atau dosis tidak melebihi 8mg/24 jam. b. Obat Antiinflamasi Non Steroid (NSAID) c. Glukokortikotoid dosis rendah bila ada kontraindikasi 3. Pengobatan Hiperurisemia: a. Diet Rendah Purin b. Obat penghambat Xantin oksidase (untuk tipe produksi berlebih), misalnya Allopurinol c. Obat Urikosurik (untuk tipe sekresi rendah) Catatan: Obat antihiperurisemik tidak boleh diberikan pada stadium akut.

32 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

6.

Komplikasi

7. 8.

Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

NO Hal 1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3. 4.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

 Tofus  Deformitas Sendi  Nefropati Gout, Gagal Ginjal Bonam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam- Subbagian Reumatologi

ARTRITIS REUMATOID No. Dokumen No.Revisi

Hal.

Penyakit inflamasi sistemik kronik yang terutama mengenai sendi diartrodial. Termasuk penyakit autoimun dengan etiologi yang tidak diketahui Kriteria Diagnosis (ACR,1987) 1. Kaku Pagi, sekurangnya 1 jam 2. Artritis pada sekurangnya 3 sendi 3. Artiritis pada sendi pergelangan tangan, metacarpophalanx (MCP) dan Proximal Interphalanx (PIP). 4. Artritis yang Simetris. 5. Nodul Reumatoid 6. Faktor Reumatoid serum positif 7. Gambaran Radiologik yang spesifik Catatan: Untuk diagnosis AR, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut diatas, criteria 1-4 harus minimal diderita selama 6 minggu. Spondiloatropati seronegatif, sindrom Sjogren  LED,CRP  Faktor Reumatoid serum. Hasil positif dijumpai pada sebagian besar kasus (85%), sedangkan hasil negative tidak menyingkirkan adanya AR.  Analisis Cairan Sendi. Dapat terlihat peningkatan jumlah leukosit diatas 2000/mm3. Analisis ini sekaligus digunakan untuk menyingkirkan adanya artropati Kristal.  Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berupa pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh Osteoporosis juxta-articular dan erosi pada bare area tulang. Keadaan lanjut terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis difus, erosi meluas sampah daerah subkondral.  Biopsi sinovium/nodul rheumatoid.  Penyuluhan  Proteksi Sendi, terutama pada stadium akut  Obat antiinflamasi non-steroid  Obat remitif(DMARD), misalnya klorokuin dengan dosis 1x250mg/hari, metrotreksat dosis 7,5-20 mg sekali seminggu, salazopirin dosis 3-4x 500mg/hari, garam emas per oral dosis 3-9 mg/hari, atau subkutan dosis awal 10 g, dilanjutkan seminggu

33 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004







6.

 

Komplikasi

7. 8.

Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

NO Hal 1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3. 4.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

kemudian dengan dosis 25 mg/minggu, dan dinaikan menjadi 50 mg/minggu selama 20 minggu, selanjutnya diturunkan setiap 4 minggu sampai dosis kumulatif 2g. Glukokortikoid, dosis seminimal mungkin dan sesingkat mungkin, untuk mengatasi keadaan akut atau kekambuhan Dapat diberikan prednisone dengan dosis 20mg dosis terbagi dan segera Tappering off. Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular seperti Triamcinolone Acetonide 10 mg atau metilprednisolon 20-40 mg. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis. Operasi untuk memperbaiki deformitas. Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar) Sindrom Terowongan Karpal

 Dubia Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam-Subbagian Reumatologi Departemen Bedah-Orthopedi

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK No. Dokumen No.Revisi

Hal.

Penyakit autoimun yang ditandai produksi antibody terhadap komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. Kriteria Diagnosis ACR 1982. Diagnosis ditegakkan bila didapatkan 4 dari 11 kriteria dibawah ini. 1. Ruam Malar 2. Ruam Diskoid 3. Fotosensitivitas 4. Ulserasi di mulut atau nasofaring 5. Artritis 6. Serositis (pleuritis dan perikarditis) 7. Kelainan ginjal (proteinuri>0,5g/hari), atau (silinder sel) 8. Kelainan Neurologi, kejang-kejang atau psikosis. 9. Kelainan Hematologi, anemia hemolitik, atau leucopenia, atau limfopenia, atau trombopenia. 10. Kelaian imunologik, Sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti Sm positif, tes serologis untuk sifilis positif palsu. 11. Antiboid Antinuklear (ANA) positif. Mixed Connective Tissue Disease, Sindrom Vaskulitis  LED, CRP  C3 dan C4  ANA, ENA (Anti dsDNA dsb)  Coomb Test, bila ada AIHA

34 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

  

5.

Terapi

6.

Komplikasi

7. 8.

Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

NO Hal 1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3. 4.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

BIopsi Kulit Penyuluhan Proteksi terhadap sinar matahari, sinar ultraviolet, kadang-kadang juga sinar fluoresein  Pada manifestasi non-organ vital(kulit, sendi, fatigue) dapat diberikan klorokuin 4 mg/kg/BB/hari.  Bila terdapat peradangan terbatas pada 1-2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular  Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat diberikan pulse metilprednisolon 1g/hari IV selama 3 hari berturut-turut, lalu diberikan prednisone 4060mg/hari per oral  Bila Pemberian glukokortikoid selama 4 minggu tidak memuaskan , maka dimulai pemberian imunosupresif lain, missal siklofosfamid 500-1000 mg/m2 sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian tiap 3 bulan sampai 2 tahun.  Imunosupresan lain yang dapat diberikan adalah azatioprin, siklosporin-A Anemia hemolitik, thrombosis, lupus serebral, nefritis lupus, infeksi sekunder, osteonekrosis. Dubia Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam- Subbagian Rematologi Departemen Kulit & Kelamin.

ARTRITIS SEPTIK No. Dokumen No.Revisi

Hal.

Artritis yang disebabkan oleh adanya infeksi berbagai mikroorganisme (bakteri,non-gonokokal)  Nyeri Sendi Akut, umumnya monoartikular.  Umumnya terdapat penyakit lain yang mendasari  DItemukan bakteri dari kultur cairan sendi. Artiritis gonokokal, bursitis septio  Analisis Cairan Sendi  Pewarnaan Gram dan kultur cairan Sendi  Radiografi sendi yang terserang.  LED,CRP, leukosit darah  Kultur darah, bila ada tanda-tanda sepsis. 1. Aspirasi Cairan Sendi 2. Antibiotik berspektrum luas sebelum ada hasil kultur dan diubah setelah hasil kultur diperoleh. 3. Drainase sendi yang terinfeksi 4. Indikasi Tindakan bedah: a. Infeksi Koksa pada anak-anak. b. Infeksi mengenai sendi yang sulit dilakukan drainase secara adekuat. c. Terdapat Bukti Osteomielitis d. Infeksi Berkembang ke jaringan lunak sekitarnya

35 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

6. 7. 8.

Komplikasi Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

NO Hal 1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3.

Diagnosis Banding

4.

Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

6.

Komplikasi

Osteomielitis, sepsis Dubia Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam- Subbagian Rematologi Departemen Bedah- Orthopedi

OSTEOARTRITIS No. Dokumen No.Revisi

Hal.

OA merupakan penyakit degenerative yang mengenai rawan sendi. Penyakit ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang baru pada trabekula subkondral dan tepi tulang (Osteofit) Osteoartritis sendi lutut: 1. Nyeri lutut, dan a. Usia > 50 tahun b. Kaku Sendi < 30 menit c. Krepitasi+ Osteofit 2. Salah satu dari 3 kriteria berikut: Osteoartritis sendi tangan: 1. Nyeri tangan atau kaku, dan 2. Tiga dari 4 kriteria berikut: a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu (DIP II dan III ki&ka, CMC I ki&ka). b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP. c. Pembengkakan pada 5) Ruptur Abses (ke Pleura, Paru, Perikardium, usus, Intraperitoneal atau kulit), Perdarahan dalam abses, sepsis Bonam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam- Subbagian Hepatologi

KOLESISTITIS AKUT No. Dokumen No.Revisi

Hal.

Reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. Anamnesis: Nyeri Epigastrium atau perut kanan atas, dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam Pemeriksaan fisik: Teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal, tanda Murphy (+), ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik. Laboratorium: Leukositosis USG: Penebalan dinding kandung empedu, seringkali ditemukan pula sludge atau batu. Angina Pektoris, Infark Miokard Akut, Appendisitis Akut Retrosaekal, tukak peptik, perforasi, pankreatitis akut, Obstruksi Intestinal. Laboratorium: DPL, AST, ALT, ALP, bilirubin, kultur

39 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

5.

Terapi

6.

Komplikasi

7. 8.

Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

NO Hal

darah, USG hati. Tirah baring, puasa sampai nyeri berkurang/hilang Pengobatan suportif (Antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi kelainan elektrolit) Antibiotika parenteral Kolesistektomi bila diperlukan. Gangren/Empiema kandung empedu, perforasi kandung empedu, fistula, peritonitis umum, abses hati, kolesistitis kronis Bonam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam- Subbagian Hepatologi Departemen Bedah Digestif.

PERLEMAKAN HEPATITIS NON ALKOHOLIK No. Dokumen No.Revisi

1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3. 4.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

6. 7. 8.

Komplikasi Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

Hal.

Suatu sindrom klinis dan patologis akibat perlemakan hati ditandai oleh berbagai tingkat perlemakan, peradangan dan fibrosis pada hati Anamnesis: Rasa mengganjal di perut kanan atas Pemeriksaan Fisik: Kelebihan berat badan USG: Gambaran Bright Liver. Biopsi Hati: Ditemukan perlemakan hati, perdangan lobulus, kerusakan hepatoseluler, hialin Mallory dengan atau tanpa fibrosis. Hepatitis Virus Kronik Laboratorium: Gula darah, profil lipid, AST, ALT, ALP, Gamma GT, Seromarker Hepatitis, ANA, anti dsDNA Biopsi Hati Mengoreksi Faktor risiko (Penurunan berat badan, kontrol gula darah, memperbaiki profil lipid dan olah raga) Sirosis hati Bonam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam- Subbagian Hepatologi Departemen Patologi Anatomi.

TROPIK INFEKSI 40 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

NO Hal 1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3. 4. 5.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Terapi

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) No. Dokumen No.Revisi

Hal.

Penyakit Demam Akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD. Kriteria Diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi:  Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.  Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini:  Uji Tourniquet positif (>20 petekie dalam 2,54 cm2)  Peteki, ekimosis, atau purpura  Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain.  Hematemesis atau melena.  Trombositopenia (≤100.000/mm3)  Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage:  Hematokrit meningkat ≥20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama.  Hematokrit turun hingga ≥20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan  Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan hipoproteinemia Derajat I: Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya berupa uji tourniquet positif dan/atau mudah memar. II: Derajat I disertai perdarahan spontan. III: Terdapat kegagalan sirkulasi: nadi cepat dan lemah, atau hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah. IV: Renjatan: Tekanan darah dan nadi tidak teratur DBD derajat III dan IV digolongkan dalam sindrom renjatan dengue Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia Hb,Ht, Leukosit, Trombosit, Serologi Dengue. Nonfarmakologis: Tirah baring, makanan lunak Farmakologis:  Simtomatis: Antipiretik parasetamol bila demam  Tatalaksana Terinci dapat dilihat pada lampiran protokol tatalaksana DBD  Cairan Intravena: Ringer Laktat atau Ringer Asetat 4-6 jam/kolf koloid/ plasma ekspander pada DBD Stadium III dan IV bila diperlukan.  Tranfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi.  Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV dengan koagulasi Intravaskular Diseminata (KID)

41 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

6. 7. 8.

Komplikasi Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

NO Hal 1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3. 4.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

Renjatan, Perdarahan, KID Bonam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam- Subbagian TropikInfeksi

DEMAM TIFOID No. Dokumen

No.Revisi

Hal.

Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhi Anamnesis: Demam naik secara bertangga lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. PF: ebris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif( peningkatan suhu 1 C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia) Lab: Dapat ditemukan leukopenia, Leukositosis, atau leukosit normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, Anemia ringan, Trombositopenia, gangguan Fungsi hati. Kultur Darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal ≥ 4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis. Hepatitis tifosa : bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosiat 1. Hepatomegali. 2. Ikterik, 3. Kelainan Laboratorium antara lain:  Bilirubin >30,6 umol/l,  Peningkatan SGOT/SGPT  Penurunan indeksi PT 4. Kelainan histopatologi Tifoid Karier: ditemukannya kuman Salmonella Typhii dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid. Infeksi virus, malaria DPL,Test fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu) NonFarmakologis: Tirah baring, makanan lunak renda serat Farmakologis:  Simtomatis  Antimikroba  Pilihan Utama: Kloramfenikol 4 x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam.

42 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

 

Alternatif lain: Tiamfenikol 4 x 500 mg (Komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan Kloramfenikol)  Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu.  Ampisilin dan amoksisilin 50 -150 mg/kg/BB selama 2 minggu.  Sefalosporin generasi III, yang terbukti efektif adalah Seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama ½ jam per infus sekali sehari, selama 3-5 hari.  Dapat pula diberikan Sefotaksim 2-3 x 1 gram,  Sofeperazon 2 x 1 gram  Florokuinolon (Demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV): o Norfloksasin 2x 400 mg/hari selama 14 hari. o Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari. o Oflofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari. o Peflofloksasin 400mg/hari selama 7 hari. o Flerofloksasin 400 mg/hari selama 7 hari. Kasus Toksik Tifoid (Demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg. Kombinasi Antibiotika hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, renjatan septik. Steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tidoid yang mengalami renjatan septik dengan dosis 3x5 mg Kasus Tifoid Karier: Tanpa Kolesitasis  Pilihan rejimen terapi selama 3 bulan:  Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari  Amoksisilin 100mg/kgBB/hari +Probenesid 30 mg/kgBB/hari  Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari Dengan Kolelitiasis  kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari atau kolesistektomi + salah satu rejimen:  Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari  Norfloflaksasin 2 x 400 mg/hari Dengan infeksi Shicstosoma Haematobium pada traktur urinarius Eradikasi Schistosoma Haematobium:  Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau  Metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila diperlu diberikan 3 43 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

dosis interval 2 minggu. Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas.

6.

Komplikasi

7. 8.

Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

NO Hal 1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3.

Diagnosis Banding

4.

Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

Perhatian: Pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksasol tidak boleh digunakan. Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester III, Tiamfenikol tidak dianjurkan pada Trimester I, Obat yang dianjurkan golongan beta laktam: Ampisilin, amoksisilin dan sefalosporin generasi III(Seftriakson) Intestinal: Perdarahan intestinal, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis. Ekstra-Intestinal:Kardiovaskular (Kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, tromboflebitis), hematologik ( Anemia hemolitik, trombositopenia, KID), Paru (Pneumonia, empiema, pleuritis), Hepatobilier ( Hepatitis, Kolesistitis), Ginjal 7 (Glomerulonefritis, Pielonefritis, Pernefritis), Tulang (Osteomielitis, Periosistitis, Spondilitis, Artritis), Neuropsikiatrik (Toksik Tifoid). Bonam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam- Subbagian Tropik Infeksi Departemen Bedah- Subbagian Bedah Digestif.

LEPTOSPIROSIS No. Dokumen

No.Revisi

Hal.

Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta patogen dari famili Leptospiraceae Anamnesis: Demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, Mual, muntah, diare. PF: Injeksi konjungtiva. Ikterik, fotofobia, hepatomegali, splenomegali, penurunan kesadaran Lab: Dapat ditemukan leukositosis, peningkatan amilase,lipase, dan CK, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal Serologi leptospira positif (titer I ≥100 atau terdapat peningkatan ≥ 4 kali pada titer ulangan). Hepatitis tifosa, ikterus obstruktif, malaria,kolangitis, hepatitis fulminan DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, elektrolit, amilase, lipase, serologi leptospira Non Farmakologis: Tirah baring,makanan/ cairan tergantung pada komplikasi organ yang terlibat. Farmakologis:  Simtomatis  Antimikroba:  Pilihan utama: Penisilin G 4 x 1,5 juta unit selamat 5- 7 hari.  Alternatif: Tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, sefalosporin generasi III, fluorokuinolon.

44 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

6.

Komplikasi

7. 8.

Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

NO Hal 1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3. 4.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

Gagal ginjal, pankreatitis, miokarditis, perdarahan masif, meningitis aseptik. Bonam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam- Subbagian Tropik Infeksi Departemen Penyakit Dalam- Subbagian Ginjal Hipertensi

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK No. Dokumen No.Revisi

Hal.

Sepsis: Sindrom respon inflamasi Sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi. Renjatan septik: sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS 40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obatobatan yang dapat menurunkan TD 1. SIRS ditandai dengan 2 gejala awal atau lebih berikut:  Suhu badan C  Frekuensi denyut jantung >90x/menit  Frekuensi Pernapasan >24x/menit atau PaCO2 12.000/mm3 atau 10% sel batang 2. Adanya fokus infeksi yang bermakna untuk menyebabkan sepsis 3. Gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran, gangguan fungsi hati, ginjal, paru-paru, dan asidosis metabolik. Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah dan infeksi fokal (urin,pus, sputum dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti mikroba, foto toraks.  Eradikasi fokus infeksi  Antimikroba empirik, sesuai dengan  Tempat infeksi  Dugaan kuman penyebab  Profil antimikroba (Farmakokinetik dan farmakodinamik)  Antimikroba Definitif: bila hasil kultur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme.  Suportif:Resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi (sesuai indikasi) pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan respon secepatnya.  Resusitasi Cairan  Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu pada respon klinis (respon terlihat

45 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

6.

Komplikasi

7. 8.

Prognosis Wewenang

dari peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin dan perbaikan kesadaran) dan perlu diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan cairan (peningkatan JVP, ronki, galop S3 dan penurunan saturasi oksigen). Sebaiknya dievaluasi dengan CVP (dipertahankan 1012 cmH2O), dengan mempertimbangkan kebutuhan kalori perhari.  Oksigenasi sesuai kebutuhan. Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang progresif, hiperkapnia, gangguan neurologis, atau kegagalan otot pernapasan.  Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk mencapai tekanan darah sistolik ≥90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin dipertahankan > 30 ml/jam. Dapat digunakan vasopresor seperti dopamin dengan dosis > 8 mcg/kgBB/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kgBB/menit, fenilefrin 0,5-8 mcg/kgBB/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kgBB/menit. Bila terdapat disfungsi miokard, dapat digunakan inotropik seperti dobutamin dengan dosis 2- 28 mcg/kgBB/menit, Dopamin 3-8 mcg/kgBB/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kgBB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan milrinon).  Transfusi komponen darah sesuai indikasi  Koreksi gangguan metabolik: Elektrolit, gula darah, dan asidosis metabolik( secara empiris dapat diberikan bila pH 1500/ul dan trombosit >100.000/ul 7. Partial:

148 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004



Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit 5-10% pada sitologi aspirat sumsum tulang.  Pada darah tepi dapat ditemukan sel blas. 8. Tidak Respon:  Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit >10% pada sitologi aspirat sumsum tulang. 6.

Komplikasi

7. 8.

Prognosis Wewenang

9.

Unit Yang Menangani

10.

Unit Yang Terkait

NO

Sindrom lisis tumor, infeksi neutropenia, dan perdarahan trombopenia/ KID. Malam. Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Subbagian HematologiOnkologi Medik

SINDROM LISIS TUMOR Hal

1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3. 4.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

No. Dokumen

No.Revisi

Hal.

Sindrom yang ditandai berbagai kombinasi antara hiperurisemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, asidosis laktat, dan hipokalsemia yang disebabkan oleh pengrusakan sejumlah besar sel neoplasma yang sedang berproliferasi secara cepat. Anamnesis: Riwayat mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari terakhir, jenis tumor yang diderita (Limfoma Burkitt, leukemia limfoblastik akut, dan limfoma derajat tinggi lainnya). Pemeriksaan Fisik: Tidak khas, sesuai dengan kelainan yang terjadi ( misalnya: pernafasan kussmaul pada asidosis laktat, oliguria/anuria bila terjadi gagal ginjal, aritmia ventrikel pada hiperkalemia). Laboratorium: Peningkatan LDH, asam urat darah, kalium darah, fosfat darah ,penurunan kalsium darah, analisa gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolik, urinalisa menunjukkan pH urin 7 dengan pemberian Na bikarbonat. 4. Allopurinol 300 mg/m2 per hari. 5. Monitor fungsi ginjal, elektrolit, AGD, dan asam urat. 6. Bila secara konservatif tidak berhasil dan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut (K>6 mEq/l, asam urat >10mg/dl, kreatinin >10 mg/dl, F>10 mg/dl, atau semakin meningkat, hipokalsemia simtomatik) maka

149 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

6. 7. 8.

Komplikasi Prognosis Wewenang

9.

Unit Yang Menangani

10.

Unit Yang Terkait

NO

1. 2.

dilanjutkan hemodialisa. Gagal ginjal akut, aritmia ventrikel, kematian mendadak. Malam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Subbagian HematologiOnkologi Medik

IDIOPATIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA (ITP) Hal No. Dokumen No.Revisi Pengertian Diagnosis

Hal.

Untuk menyingkirkan kemungkinan ITP sekunder: 1. Anamnesis:  Riwayat obat-obatan (Heparin, alkohol, sulfonamides, kuinidin/ kuinin, aspirin) dan bahan kimia.  Gejala sistemik: pusing, demam ↓BB.  Gejala penyakit autoimun:artralgia, rash kulit, rambut rontok, riwayat perdarahan (lokasi, banyaknya, lamanya), risiko infeksi HIV, status kehamilan, riwayat transfusi, riwayat pada keluarga( Trombositopenia, gejala perdarahan, dan kelainan autoimun).  Penyakit, penyerta yang dapat, ↑ risiko perdarahan (kel. Gastrointestinal, kel. Sistem saraf pusat, dan kel. Urologi).  Kebiasaan/hobi: Aktivitas yang traumatik. 2. Pemeriksaan Fisik:  Perdarahan (Lokasi dan beratnya).  Jarang ditemukan organomegali, tidak ditemukan jaundice atau stigmata penyakit hati kronik.  Tanda infeksi (Bakteremia/ infeksi HIV).  Tanda Penyakit Autoimun (Artritis, Goiter, Nefritis, Vaskulitis). 3. Pemeriksaan Penunjang:  Darah tepi: Hitung trombosit 30.000/ul, asimtomatik/ purpura minimal  tidak diterapi rutin. 2. Trombosit > 20.000 dengan perdarahan bermakna atau 6 bulan dengan dosis 10.000 U/hari. Tergantung penyebab, pada yang tidak disertai komplikasi baik. Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Subbagian Hematologi- Onkologi Medik Departemen Radiologi, Departemen Bedah-Bedah Vaskuler.

KOAGULASI INTRAVASKULAR DISSEMINATA (KID/ DIC) No. Dokumen No.Revisi

Hal.

Aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis secara berlebihan dan terjadi bersamaan. Klinis: Dapat ditemukan gejala-gejala umum seperti demam, hipotensi, asidosis, hipoksia, proteinuria dll. Adanya tanda-tanda perdarahan (Petekie, purpura, ekimosis, hematoma, hematemesis-melena, hematuria, epistaksis, dll). Trombosis  gagal organ (Paru, ginjal,hati, dll). Merupakan akibat dari kausa primer yang lain: Bidang Obstetri (Emboli cairan amnion, IUFD, Abortus Septik). Bidang Hematologi (Reaksi Transfusi, Hemolisis berat, Leukemia). Infeksi (Septisemia, gram (-), gram (+); virus HIV, hepatitis, dengue; parasit malaria). Trauma, penyakit hati akut, luka bakar. Pemeriksaan penunjang: Darah tepi:Trombositopenia atau normal, burr cell (+) Pemeriksaan hemostasis pada KID.

155 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

3. 4. 5.

6. 7. 8. 9. 10.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Terapi

Komplikasi Prognosis Wewenang Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

Pemeriksaan Kompensasi Hiperkompensasi Dekompensasi Trombosit N N ↓ PTT N /↑ ↑ PT N /↑ ↑ Fibrinogen N /↑ ↓ d-Dimer +/↑ +/↑ ++/↑↑ Fibrinolosis primer, penyakit hati berat, pseudo KID. Laboratorium: DPL, hemostasis lengkap (PT, APTT, fibrinogen, ddimer). A. Suportif:  Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik.  Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah.  Membebaskan jalan nafas.  Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan asam basa.  Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan elektrolit. B. Mengobati Penyakit Primer: C. Menghambat Proses Patologis:  Antikoagulan  Heparin IV bolus tiap 6 jam dosis 5000 IU, evaluasi APTT dengan target 1,5-2,5 x kontrol pada jam kedua dan keempat.  Bila pada Jam Kedua:  APTT 2,5 x kontrol, evaluasi APTT pada jam keempat, bila:  APTT 2,5 x kontrol, heparin dikurangi menjadi 2500 U>  Transfusi sesuai komponen darah sesuai indikasi (PRC, TC, FFP, Kriopresipitat). Gagal organ, syok/ hipoperfusi, DVT, KID fulminan. Malam. Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Subbagian Hematologi- Onkologi Medik

156 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

NO

AFERESIS Hal

1.

Pengertian

2.

Tujuan

3.

Indikasi

No. Dokumen

No.Revisi

Hal.

Prosedur pemisahan komponen darah seseorang secara langsung dengan menggunakan mesin pemisah komponen darah. Mengeluarkan sebagian komponen darah, dapat berupa sel (Cytapheresis) atau plasma (plasmapheresis/ plasma exchange). A. Terapeutik: 1. Sitoferesis. 2. Eritroferesis: Sickle cell anemia, malaria dengan parasitemia. 3. Tromboferesis: Trombositema simtomatik. 4. Leukoferesis: Leukemia dengan hiperkleukositosis, arthritis rheumatoid ( Dalam keadaan tertentu). 5. Plasmafaresis:  Kelainan paraprotein (Sindrom hiperviskositas, krioglobulinemia, penyakit cold agglutinin),  Kelainan akibat metabolik toksik (Penyakit Refsum, penyakit Fabry, hiperkolesterolemia familial),  Kelainan imunologis (Sindrom goodpasture, miastenia gravis, sindrom eaton-lambert, sindrom guilain barre, pemfigus, ITP, inhibitor faktor koagulasi),  Vaskulitides (SLE, glomerulonefritis mesangiokapiler, granulomatosis wagener),  Defisiensi faktor plasma (TTP), keracunan obat atau bahan racun lainnya. B. Donor: 1. Untuk memenuhi kebutuhan komponen darah pasien: 2. Tromboferesis. 3. Plasmaferesis. 4. Leukoferesis, untuk mendukung program PBSCT.

4.

Kontra Indikasi

5.

Persiapan

1. Aferesis terapeutik :  Pasien dengan kondisi buruk dan gangguan hemodinamik, 2. Aferesis Donor:  Kadar trombosit/ leukosit/ albumin/ hemoglobin/ hematokrit di bawah normal.  Golongan ABO-Rh tidak cocok, cross matching hasil (+).  Mengandung HbsAg/ anti HCV/ HIV/ VDRL dan Malaria.  Berat badan kurang, usia tua, anak-anak.  Menderita penyakit jantung, paru-paru, gagal ginjal kronik atau penyakit akut lainnya. A. Bahan dan Alat: 1. Mesin aferesis.

157 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

6.

Prosedur Tindakan

7. 8.

Lama Tindakan Komplikasi

9.

Wewenang

Sel Aferesis disposable, set trombofaresis, set plasmaferesis, set leukaferesis, set eritositaferesis. Antikoagulan ACD-A. Akses intravena. AV fistula. Heparin injeksi. Infus Salin(NaCl) 0,9%. Albumin (Untuk plasmaferesis). Obat-obat darurat: Injeksi Ca glukonas, inj adrenalin, inj. Kortikosteroid, inj. Antihistamin, infuse salin, plasma expander, oksigen, alat resusitasi, dan obat darurat untuk resusitasi.

B. Pasien: 1. Penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalani. 2. Pemeriksaan:  Fisik: Hemodinamik, berat badan, tinggi badan.  Laboratorium: Gol. Darah ABO-Rh, crossmatching, DPL, HbsAg, anti HCV. 3. Informed Consent:  Menelan tablet kalsium sehari sebelumnya. 1. Mesin aferesis dihidupkan dan dinilai apakah layak beroperasi, 2. Memasang set aferesis disposable (set tunggal atau ganda) pada mesin aferesis, beserta infus NaCl 0,9%, antikoagulan ACD-A, 3. Melakukan koleksi komponen darah dari donor via vena di lengan kanan, kiri (set ganda) atau satu lengan, 4. Mengisi data donor pada komputer mesin, 5. Menghubungkan mesin set dan sel aferesis disposable dengan donor, memulai prosedur. 6. Prosedur donor trombosit dan plasma berlangsung 100 menit, 7. Sedangkan prosedur donor sel asal darah dalam darah tepi berlangsung 4-8 jam. 8. Bila prosedur selesai dilakukan, start rinseback mode, kemudian lepaskan set aferesis dari donor, trombosit yang dikoleksi segera diberikan ke pasien atau bila disimpan harus diatas blood rotator (yang bergoyang) selama maksimal 5 hari. 9. Selama prosedur aferesis berjalan, dokter dan perawat harus mengawasi keluhan, dan bila perlu menilai hemodinamik. 10. Untuk aferesis terapeutik, prosedurnya sama dengan aferesis donor, namun khusus untuk plasmaferesis, awasi kemungkinan syok hipovolemik, dan tidak lupa memberikan infus albumin, saat pertengahan prosedur serta awasi 1-2 jam setelah prosedur untuk mencegah kemungkinan syok. Hipokalsemia (Kesemutan bibir dan jari tangan, dada rasa tertekan, pandangan gelap), gangguan hemodinamik dan penurunan kesadaran. Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit

158 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

10.

Unit Yang Menangani

11.

Unit Yang Terkait

Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Subbagian HematologiOnkologi Medik Bank darah.

PSIKOSOMATIK NO

DEPRESI Hal

1.

Pengertian

2.

Diagnosis

3.

Diagnosis Banding

4.

Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

6.

Komplikasi

No. Dokumen

No.Revisi

Hal.

Gangguan afektif yang ditandai adanya mood depresi (sedih) A. Gejala utama:  Perasaan sedih (depresif), tidak bisa menikmati hidup.  Kurang atau tidak ada perhatian pada lingkungan.  Mudah lelah. B. Gejala lain:  Konsentrasi dan perhatian kurang.  Harga diri dan kepercayaan diri kurang.  Perasaan bersalah/ tidak berguna.  Pandangan masa depan suram/ pesimis.  Tidur terganggu.  Nafsu makan kurang/ bertambah. C. Diagnosis ditegakkan apabila ada gejala-gejala tesebut dengan ataupun tanpa gejala somatik. D. Derajat Depresi: 1. Ringan : 2 gejala A dan 2 gejala B. 2. Sedang: 2 gejala A dan 3 gejala B. 3. Berat: 3 gejala A dan 4 gejala B. Gangguan campuran ansietas dan depresi, ansietas, gangguan somatisasi, kelainan organ yang ditemukan (koinsidensi).  Hb,Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi hati, urin lengkap.  Analisis gas darah, K, Na, Ca, T3,T4, TSH, sesuai indikasi.  Foto toraks.  Elektrokardiogram,elektromiogram, elektroensefalogram, bila perlu.  Endoskopi, kolonoskopi, ultrasonografi. Semua pemeriksaan diatas dilakukan bila perlu, sesuai indikasi/ sesuai keluhan pasien. A. Non Farmakologis : Edukasi, reassurance, psikoterapi. B. Farmakologis : a. Antidepresan: Maprotilin, amineptin; moklobemid; dan obat golongan SSRI seperti Sertralin, paroksetin, dan lain-lain. b. Simtomatik, sesuai indikasi. Kurang/ tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari

159 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

7. 8.

Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

NO

(bekerja), bunuh diri. Bonam. Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Subbagian Psikosomatik

ANSIETAS Hal

1. 2.

Pengertian Diagnosis

3.

Diagnosis Banding

4.

Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

No. Dokumen

No.Revisi

Hal.

Fenomena psikologis yang kompleks. A. Perasaan cemas yang berlebihan, subyektif, dan tidak realistis. B. Tedapat keluhan dan gejala-gejala:  Ketegangan motorik:Kedutan otot, kaku, pegal, sakit dada, sakit persendian dan lain-lain.  Hiperreaktif autonom: Sesak napas, jantung berdebar, telapak tangan basah, mulut kering, rasa mual, mules, diare, dan lain-lain.  Bila ditemukan adanya kelainan organik pada umumnya keluhan tidak sebanding dengan kelainan organ yang ditemukan.  Kewaspadaan berlebihan dan daya tangkap berkurang: Mudah terkejut, cepat tersinggung, sulit konsentrasik suka tidur, dan lain-lain. C. Aktivitas sehari-hari terganggu: kemampuan kerja menurun, hubungan sosial terganggu, kurang merawat diri, dan lain-lain. D. Ada 5 varian Ansietas: Gangguan cemas menyeluruh (GAD), Gangguan panik, Obsesifkompulsif, Fobia, dan Gangguan stress pasca trauma. E. Gangguan cemas menyeluruh ditandai oleh?  Gangguan campuran ansietas dan depresi?  Depresi.  Gangguan somatisasi.  Kelainan organik yang ditemukan (koinsidensi).  Darah lengkap, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi hati, urin lengkap.  Analisis Gas Darah, K, Na, Ca, T3, T4, TSH.  Foto toraks,  Elektrokardiogram, elektromiogram, elektroensefalogram,  Endoskopi, kolonoskopi, ultrasonografi. Semua pemeriksaan diatas dilakukan bila perlu, sesuai indikasi/ sesuai keluhan pasien. 1. Non Farmakologis : Edukasi, reassurance, psikoterapi. 2. Farmakologis : a. Benzodiazepin:  Diazepam;  Alprazolam;

160 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

 Clobazam; b. Non Benzodiazepin:  Buspiron. c. Penyekat Beta (Beta Blocker):Bila gejala hiperaktivitas autonom menonjol. d. Simtomatik: sesuai indikasi. 6.

Komplikasi

7. 8.

Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

Kurang atau tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (bekerja). Tergantung jenis kelainan/glomerular. Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam- Subbagian Psikosomatik Departemen Neurologi, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa.

PULMONOLOGI NO

HEMOPTISIS Hal

No. Dokumen

No.Revisi

Hal.

1.

Pengertian

Ekspektorasi darah dari saluran pernafasan. Darah bervariasi dari dahak disertai bercak/lapisan darah s/d batuk berisi darah saja. Batuk darah masih = batuk darah > 100 mL s/d >600 ml darah dalam 24 jam.

2.

Diagnosis

A. Anamnesis: 1. Batuk, darah berwarna merah segar, bercampur busa, 2. Batuk sebelumnya, dahak (jumlah, bau, penampilan), demam, sesak, nyeri dada, riwayat penyakit paru, penurunan berat badan, anoreksia. 3. Penyakit komorbid, riwayat penyakit sebelumnya. 4. Kelainan perdarahan, penggunaan obat antikoagulen/ obat yang dapat menginduksi trombositopenia. 5. Kebiasaan: Merokok. B. Pemeriksaan Fisik: 1. Orofaring, nasofaring: Tidak ada sumber perdarahan, 2. Paru: Ronkhi basah, atau kering, pleural friction rub, 3. Jantung: Tanda-tanda hipertensi pulmonal, mitral stenosis, gagal jantung. C. Pemeriksaan Penunjang: 1. Foto Thoraks : Menentukan lesi paru (fokal/difus), kardiak, 2. Laboratorium:  DPL, LED, Ureum, Creatinin, Urine Lengkap.  Hemostasis (aPTT): Bila perlu.

161 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004



Sputum: Pemeriksaan BTA langsung dan kultur pewarnaan Gram, kultur MOR,

3.

3.

Diagnosis Banding

4.

Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

Bronkoskopi: Menentukanlokasi sumber perdarahan dan diagnosis. 4. CT Scan Thoraks: Menemukan bronkiektasis, malformasi AV, 5. Angiografi: Menemukan emboli paru, malformasi AV. A. Sumber Trakeobronkial:  Neoplasma (Karsinoma bronkogenik, tumor metastasis endobronkial, dll).  Bronkitis (Akut dan Kronik).  Bronkiektasis.  Bronkiolitiasis.  Trauma.  Benda Asing. B. Sumber Parenkim Paru:  Tuberkulosis Paru.  Pneumonia.  Abses Paru.  Mycetoma (Fungus Ball).  Sindrom Goodpasture.  Granulomatosis Wegener.  Pneumonitis lupus. C. Sumber Vaskular:  Peningkatan tekanan vena pulmonal (MS).  Emboli Paru.  Malformasi AV.  Hematemesis.  Perdarahan nasofaring.  Koagulopati,pengobatan trombolitik/antikoagulan. A. Foto Thoraks B. Laboratorium:  DPL, LED, ureum, creatinin, urine lengkap.  Hemostasis: Bila perlu.  Sputum: Pemeriksaan BTA, pewarnaan Gram, Kultur MOR. C. Bronkoskopi: Bila perlu. D. CT Scan Thoraks: Bila Perlu. A. Hemoptisis Masif: Tujuan terapi: Mempertahankan jalan napas, proteksi paru yang sehat, menghentikan perdarahan. 1. Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh miring ke sisi sakit. 2. Oksigen. 3. Infus, bila perlu transfusi darah. 4. Medikamentosa:  Antibiotika.  Kodein tablet untuk supresi batuk.  Koreksi koagulopati: Vitamin K IV. 5. Bronkoskopi:

162 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004



Diagnostik dan terapeutik topikal (bilas air es, instilasi epinefrin), 6. Intubasi selektif pada bronkus paru yang tidak berdarah. (bila perlu). 7. Indikasi Operasi pada pasien batuk darah masif:  Batuk darah ≥ 600 cc/24 jam. Pada Observasi tidak berhenti.  Batuk darah 100-250 cc/24jam. Hb < 10 g/dL Pada Observasi tidak berhenti.  Batuk darah 100-250 cc/24 jam. Hb> 10 g/dL, Pada Observasi 48 jam tidak berhenti. B. Hemoptisis Non-Masif: Tujuan: Mengendalikan penyakit dasar. Terapi konservatif sesuai penyakit dasar. 6. 7. 8.

Komplikasi Prognosis Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

Asfiksia, Atelektasis, Anemia. Tergantung pada penyebabnya. Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Subbagian Pulmonologi.  Departemen Bedah – Subbagian Bedah Thoraks.  Departemen Radiologi- Subbagian Radiodiagnostik.

Referensi: 1. Uyainah A. Hemoptisis. Dalam : Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, (eds). Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI 1999:p 215-6. 2. Approach to the Patient. In Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM (eds). ishman’s Manual of Pulmonary Diseases and Disorders rd ed. New York:McGraw-Hill, 2002: 16-21. 3. Weinberger SE, Braunwald E. Cough and Hemoptysis. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine 15th ed. New York: McGraw- Hill, 2001:203-7. NO

EFUSI PLEURA Hal

1.

Pengertian

No. Dokumen

No.Revisi

Hal.

Adanya cairan di rongga pleura > 15 ml, akibat:  Ketidakseimbangan gaya Starling.  Abnormalitas struktur endotel & mesotel,  Drainase limfatik terganggu,  Abnormalitas site of entry (Defek diafragma). Tipe Efusi Pleura: 1. Efusi transudatif: Cairan pleura bersifat transudat (kandungan konsentrasi protein atau molekul besar lain rendah). Efusi transudatif terjadi karena perubahan

163 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura. Penyebab:  Gagal jantung kongestif,  Sindrom Nefrotik,  Sirosis Hati,  Sindrom Meigs,  Hidronefrosis,  Dialisis peritoneal,  Efusi pleura maligna/ paramaligna: Karena atelektasis pada obstruksi bronkial, atau stadium awal obstruksi limfatik. 2.

Efusi Eksudatif: Cairan pleura bersifat eksudat (konsentrasi protein lebih tinggi dari transudat). Efusi eksudatif terjadi karena perubahan faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura. Penyebab:  Tuberkulosis.  Efusi parapneumonia: Efusi pada pneumonia.  Keganasan: Metastasis (Karsinoma paru, kanker mammae, limfoma, ovarium, dll), Mesothelioma.  Emboli paru.  Penyakit abdomen: Penyakit pankreas, abses intraabdominal, hernia diafragmatika.  Penyakit kolagen (SLE,dll).  Trauma.  Chylothorax  Uremia.  Radiasi.  Sindrom Dressler.  Pasca CABG.  Penyakit pleura diinduksi obat: Amiodarone, bromocriptine,  Penyakit perikardium.

3.

Chylothoraks: Timbul bila terjadi disrupsi ductus thoracicus dan akumulasi chylus di rongga pleura. Disebabkan trauma, atau tumor mediastinum. Hemothoraks: Cairan pleura mengandung darah, dan Ht cairan pleura > 50% Ht darah tepi. Disebabkan trauma atau ruptur pembuluh darah atau tumor. Efusi Pleura Maligna: Bila ditemukan sel-sel ganas yang terbawa pada cairan pleura atau ditemukan pada jaringan pleura saat biopsi pleura. Efusi Pleura Para Maligna: Efusi yang disebabkan keganasan, tetapi sel-sel neoplasma tidak dapat ditemukan pada cairan pleura atau jaringan pleura. Efusi paramaligna. Dapat berupa cairan transudat.

4.

5.

6.

2.

Diagnosis

A. Keluhan:  Nyeri.  Sesak.  Demam. B. Pemeriksaan Fisik:

164 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004



Restriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dada.  Bila > 300ml cairan:  Bagian bawah/ daerah cairan: Perkusi :Redup. Fremitus taktil &fokal: Menghilang. Suara nafas :Melemah s/d menghilang. Fremitus (saat awal). Trakea :Terdorong ke kontralateral.  Di atas dari cairan: Penekanan paru/ konsolidasi. C. Foto Thoraks:  PA: Sudut kostofrenikus tumpul (bila>500 ml cairan).  Lateral : Sudut kostofrenikus tumpul (>200ml cairan).  PA/ Lateral: Gambaran perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah, biasanya relatif radioopak, permukaan atas cekung. D. USG: Menentukan adanya & lokasi cairan di rongga pleura, membimbing aspirasi efusi terlokulasi (terutama bila ketebalan efusi 0,6. 165 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004



3.

Diagnosis Banding

4.

Pemeriksaan Penunjang

5.

Terapi

Kadar LDH > 200 IU atau > 2/3 batas atas nilai normal serum.  Jika Efusi pleura Eksudat, selanjutnya diperiksakan:  Kadar glukosa.  Kadar Amilase.  pH.  Hitung Jenis.  Kadar lipid: Trigliserida.  Pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi.  Amylase.  Tes bakteriologi: Pewarnaan gram, kultur MOR, pemeriksaan BTA langsung, dan kultur BTA.  Sitologi. Transudat, eksudat, chylothoraks, empiema (lihat di atas). Foto Thoraks PA, lateral dan lateral dekubitus,  Analisa cairan pleura.  Pemeriksaan cairan pleura: BTA langsung, kultur BTA, kultur mikroorganisme+ Resistensi.  Sitologi cairan pleura (Dengan atau tanpa cytospin).  USG thoraks.  CT Scan. 1. Efusi karena gagal Jantung:  Diuretik.  Thoracocentesis diagnostik bila:  Efusi menetap dengan terapi diuretik.  Efusi unilateral.  Efusi bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna.  Efusi + febris.  Efusi + Nyeri dada pleuritik. 2. Efusi Parapneumonia/Empiema: Thoracocentesis + Antibiotika ± Drainase (Lihat lampiran algoritme). 3. Efusi Pleura karena pleuritis TB:  Obat anti TB (minimal 9 bulan)  (+) Kortikosteroid dosis 0,75 – 1 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu, setelah ada respons diturunkan bertahap.  (+) Thoracocentesis terapeutik, bila sesak atau efusi tinggi dari sela iga III. 4. Efusi pleura keganasan:  Drainase dengan chest tube + pleurodesis kimiawi, kandidat yang baik untuk pleurodesis ialah:  Terjadi rekurens yang cepat.  Angka harapan hidup: Minimal beberapa bulan.  Pasien tidak debilitasi.  Cairan pleura dengan pH > 7,30.  Alternatif pasien yang tidak dapat dilakukan pleurodesis ialah pleuroperitoneal shunt.  Terapi kanker paru (lihat SOP kanker paru).

166 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004



6.

Komplikasi

7.

Prognosis

8.

Wewenang

9. 10.

Unit Yang Menangani Unit Yang Terkait

Kemoterapi Sistemik pada limfoma, kanker Mammae dan karsinoma paru small cell.  Radioterapi pada limfoma dan chylotorax limfomatous dengan keterlibatan KGb mediastinum.  Pasien dengan lama harapan hidup pendek atau keadaan buruk: thoracocentesis terapeutik periodik. 5. Chylothoraks: Chest tube/ thoracostomy sementara, selanjutnya dipasang pleuroperitoneal shunt. 6. Hemothoraks: Chest tube/ thoracostomy, Bila Perdarahan > 200 ml/jam, pertimbangkan thoracotomy. 7. Efusi karena Penyebab lain: Atasi Penyakit primer. Efusi pleura berulang, efusi pleura terlokalisir, empiema, gagal nafas. Dubia: Tergantung penyebab, dan penyakit komorbid. Prognosis buruk pada efusi pleura maligna. Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Subbagian Pulmonologi.  Departemen Bedah- Subbagian Bedah Toraks.  Departemen Radiologi- Subbagian Radiodiagnostik.  Dep

Referensi: 1. Uyainah A. Efusi Pleura. Dalam : Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, (eds). Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI 1999:p 210-1. 2. Rosenbluth DB. Pleural Effusions: Nonmalignant and Malignant. In Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM (eds). ishman’s Manual of Pulmonary Diseases and Disorders 3rd ed. New York:McGraw-Hill, 2002: 487-506. 3. Light RW. Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine 15th ed. New York: McGraw- Hill, 2001:1513-6.

167 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004

Algoritme Penatalaksanaan Efusi Parapneumonia

Tersangka efusi Parapneumonia atau Empiema.

Thoracosentesis +Antibiotik. Cairan Purulen Ya

Tidak Simple Parapneumonic Effusion (pH >7, glukosa ≥ 60; Empiema LDH 140 x/m,  Hipotensi,  Takipneu, pernafasan berat,  Sianosis,  Diaphoresis,  Deviasi trakea ke sisi kontralateral,  Distensi Vena leher; Foto Thoraks:  Tepi luar pleura viseral terpisah dari pleura parietal oleh ruangan lusen,  PA tegak pneumothoraks kecil: Tampak ruangan antara paru, dan dinding dada pada apex.  Bila perlu foto saat ekspirasi: Mediastinal shift, depresi diafragma, ekspansi rib cage,

169 | Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam edisi-2004



CT Scan:Membedakan pneumothoraks terlokulasi dari kista atau bullae.  AGD:Hipoxemia, mungkin disertai hipokarbia (Karena hiperventilasi) atau hiperkarbia.  Penyakit Tromboemboli paru.  Pneumonia.  Infark Miokardium.  PPOK Eksaserbasi akut.  Efusi Pleura.  Kanker Paru. Foto Thoraks. CT Scan Thoraks. Analisa Gas Darah (AGD): Bila Diperlukan A. Pneumothoraks unilateral kecil (20: 1, Perubahan TD sistolik Ortostatik > 20 mmHg, Perubahan Mental akut, Hipoksia (Saturasi gas darah arteri pada udara kamar < 90% atau PO2
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF