pd. T-14-2004-A
July 14, 2019 | Author: Ariskoe Bdg | Category: N/A
Short Description
Download pd. T-14-2004-A...
Description
Pd T-14-2004-A
Konstruksi dan Bangunan
Analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa
Kep Men Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004
DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH
Pd T-14-2004-A
Prakata
Pedoman ini termasuk dalam Gugus Kerja Geoteknik, Bendungan dan Waduk pada Sub Panitia Teknik Bidang Sumber Daya Air yang berada di bawah Panitia Teknik Bidang Konstruksi dan Bangunan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Penulisan pedoman ini mengacu kepada Pedoman BSN No.8 Tahun 2000 dan telah mendapat masukan dan koreksi dari ahli bahasa. Perumusan pedoman ini dilakukan melalui proses pembahasan pada Gugus Kerja, Prakonsensus dan Konsensus pada tanggal 10 September 2003 di Pusat Litbang Sumber Daya Air Bandung serta proses penetapan pada Panitia Teknik yang melibatkan para narasumber dan pakar dari berbagai instansi terkait. Pedoman ini mengacu Selecting Seismic Parameter for Dam Projects, USCOLD, 1985 dan standar serta pedoman terkait lainnya seperti dijelaskan dalam bab 2, yaitu acuan normatif. Pedoman ini bertujuan memberikan keseragaman dalam analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa dengan penjelasan tentang petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain bendungan dan bangunan air (faktor-faktor umum, pemilihan besaran gempa, pemilihan parameter gempa, pengaruh pemilihan parameter, metode analisis stabilitas), penentuan beban gempa menggunakan peta zona gempa, dan metode perhitungan analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa, metode analisis likuifaksi, dan gempa imbas.
i
Pd T-14-2004-A
Daftar Isi
Prakata
...............................................................................................................
i
Daftar isi
.............................................................................................................
ii
Pendahuluan
......................................................................................................
iv
1
Ruang lingkup
..............................................................................................
1
2
Acuan normatif
.............................................................................................
1
3
Istilah dan definisi
........................................................................................
1
4
Petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain bendungan
5
6
7
4
...................
4
..........................................
6
..............................................................
7
4.1
Faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam desain
4.2
Pemilihan besaran gempa untuk analisis
4.3
Pemilihan parameter gempa
4.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan parameter evaluasi gempa
11
4.5
Analisis stabilitas bangunan pengairan lainnya.......................................
15
Peta zona gempa
.........................................................................................
5.1
Risiko gempa (seismic risk)
5.2
Prosedur pembuatan peta zona gempa
5.3
Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah
................................................................
5.4
Ragam percepatan gempa desain
.............................................
15 15 16
..........................
24
.....................................................
26
Proses likuifaksi dan gempa imbas
.............................................................
29
6.1
Likuifaksi pada tanah pasiran
.............................................................
29
6.2
Pengaruh gempa imbas pada waktu pengisian waduk
......................
30
........................................
31
...............................................................................
31
...........................................................................
31
......................................................................
35
Penentuan parameter dinamik tanah dan batuan 7.1
Penjelasan umum
7.2
Metode uji lapangan
7.3
Metode uji laboratorium
7.4
Metode empiris dari hasil uji laboratorium
7.5
Hubungan antara modulus penormalan G/Gmax dan rasio redaman dengan regangan geser
8
......
..........................................
.......................................................................
Metode analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa
39 45
............
49
8.1
Tinjauan umum........................................................................................
49
8.2
Analisis potensi likuifaksi
49
8.3
Analisis dengan cara koefisien gempa (pseudostatic analyses)
8.4
Analisis dengan cara dinamik
.................................................................... ........
49
.............................................................
50
ii
Pd T-14-2004-A
Lampiran A Bagan alir analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa
53
Lampiran B Frekuensi kejadian gempa dan parameter gempa
........................
56
....................................................................
71
Lampiran C Formulasi alihan tetap
Lampiran D Contoh-contoh aplikasi stabilitas dinamik bendungan
..................
76
..............................................................
85
............................................................................................................
86
Lampiran E Daftar nama dan lembaga Bibliografi
iii
Pd T-14-2004-A
Pendahuluan
Desain suatu bendungan tipe urugan yang menahan air dalam volume yang besar harus mempertimbangkan faktor keamanan terhadap pengaruh kestabilan bendungan. Sampai sekarang, pedoman mengenai metode analisis kestabilan bendungan tipe urugan akibat beban gempa belum ada di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dibuat pedoman yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pendesain bendungan tipe urugan dengan pertimbangan analisis desain stabilitas akibat beban gempa. Pedoman ini menguraikan petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain bendungan dan bangunan air, penentuan beban gempa dengan menggunakan peta zona gempa, metode perhitungan proses likuifaksi dan pengaruh gempa imbas, penentuan parameter dinamik untuk tanah dan batuan, dan metode analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa. Prinsip-prinsip yang diuraikan dalam pedoman ini akan menjadi pegangan dalam analisis stabilitas untuk desain bangunan pengairan tahan gempa khususnya bendungan tipe urugan beserta bangunan pelengkap, termasuk penanganan aspek gempa untuk evaluasi perilaku bendungan. Dengan adanya keseragaman dan pegangan dalam desain bendungan, diharapkan akan bermanfaat bagi semua pihak terkait (pemilik, pendesain dan instansi berwenang) terutama dalam bidang desain bendungan tipe urugan tahan gempa ataupun dalam pembangunan bendungan urugan umumnya.
iv
Pd T-14-2004-A
Analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa
1 Ruang lingkup Pedoman ini menjelaskan analisis stabilitas lereng bendungan tipe urugan akibat beban gempa, yang diuraikan secara singkat dalam bagan alir pada lampiran Gambar A.1. Pedoman ini terdiri atas : 1) petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain bendungan dan bangunan pengairan. 2) penentuan beban gempa yang menggunakan peta zona gempa dengan cara menentukan percepatan gempa maksimum di permukaan tanah untuk desain bendungan beserta bangunan pelengkapnya dan bangunan air lainnya. 3) penjelasan proses likuifaksi jika terjadi gempa bumi dan pengaruh gempa imbas pada waktu pengisian waduk. 4) penentuan parameter dinamik untuk tanah dan batuan dengan cara uji lapangan, uji laboratorium dan cara empiris. 5) metode analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa dengan cara koefisien gempa dan cara dinamik. Pedoman ini tidak menguraikan pengaruh sesaran-sesaran aktif yang mungkin terjadi di sekitar lokasi rencana bendungan besar, yang memerlukan studi gempa tersendiri.
2 Acuan normatif RSNI T- 01-2002 RSNI M-02-2002
Tata Cara Desain Tubuh Bendungan Tipe Urugan. Metode Analisis dan Cara Pengendalian Rembesan Air Untuk Bendungan Tipe Urugan. RSNI M-03-2002 Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Tipe Urugan U.S Dept. of the Interior (1987), Design standards, Embankment dams no. 13, Chapter 4, Static Stability Analyses, U.S Bureau of Reclamation. U.S Dept. of the Interior (1984), Design standards, Embankment dams no. 13, Chapter 13, Seismic design and analysis, US Bureau of Reclamation. USCOLD 1985, Selecting Seismic Parameter for Dam Projects.
3 Istilah dan definisi 3.1 Beban gempa ialah beban atau gaya inersia yang timbul sebagai akibat adanya goncangan gempa di permukaan tanah. 3.2 Gempa bumi tektonik ialah gempa yang terjadi jika kekuatan geser batuan (batu dan tanah) tidak dapat lagi menahan tegangan, yang meningkat secara perlahan-lahan dalam suatu lempeng tektonik atau pada sesaran aktif. 3.3 Magnetudo atau kebesaran gempa ialah tingkat besaran gempa yang berhubungan dengan pelepasan enersi regangan pada saat terjadi patahan batuan sepanjang garis sesaran, yang terdiri atas berikut ini : 1 dari 87
Pd T-14-2004-A
1) ML ialah kebesaran gempa yang diperkenalkan pertama kali oleh Richter (1935) dan disebut kebesaran gempa lokal. Kebesaran ini diperoleh sebagai logaritma dari amplitudo maksimum yang tercatat dengan alat Wood Anderson Torsion Seismometer pada jarak episentrum 100 km. Untuk jarak yang lain, kebesaran ini harus dikoreksi. Persamaan umumnya ialah ML = Log (A/A0) ………………………………………………. (1) dengan : ML : kebesaran gempa lokal A : amplitudo maksimum yang terekam oleh alat Wood A0 : amplitudo 1/1000 mm. 2) Ms ialah kebesaran gempa yang didasarkan atas gelombang permukaan (surface waves) yang diperkenalkan oleh GUTENBERG (1945). Skala kebesaran ini berlaku untuk setiap seismograf dan diperoleh dengan persamaan Ms= Log A + C1 Log d + C2
………………………………….(2)
dengan : A : amplitudo yang terekam C1 dan C2 : konstanta d : jarak episentrum 3) Mb atau m ialah kebesaran gempa yang didasarkan atas gelombang badan (body waves) dan pada umumnya digunakan untuk gempa-gempa dalam karena tidak menghasilkan amplitudo yang cukup besar. 3.4 Intensitas gempa ialah suatu angka yang menunjukkan pengaruh kehebatan suatu gempa bumi terhadap bangunan buatan manusia di atas permukaan tanah, sehingga merupakan suatu bentuk kualitatif dari besar goncangan dan kerusakan di suatu tempat tertentu. 3.5 Fokus gempa (hiposentrum) ialah titik pada sesaran atau lempeng tektonik ketika patahan mulai terjadi. 3.6 Episentrum ialah titik di permukaan bumi yang tepat di atas fokus gempa (lihat gambar 1).
Gambar 1 Episentrum dan hiposentrum pada waktu terjadi gempa bumi
2 dari 87
Pd T-14-2004-A
3.7 Jarak episentrum ialah jarak horisontal dari suatu lokasi bangunan terhadap episentrum gempa. 3.8
Jarak hiposentrum ialah jarak dari suatu tempat terhadap fokus gempa.
3.9 Risiko gempa ialah peluang terjadinya gempa dengan besaran gempa (percepatan, kecepatan, dan lama goncangan) serta kebesaran gempa pada periode ulang rata-rata tertentu selama masa guna bangunan yang dinyatakan dengan RN. 3.10 Masa guna bangunan ialah umur teknis suatu bangunan yang secara struktural masih dapat berfungsi dengan baik dan aman. 3.11 Risiko tahunan ialah peluang tahunan suatu gempa yang dapat dicapai atau dilewati suatu besaran gempa tertentu yang dinyatakan dengan RA. 3.12 Periode ulang rata-rata suatu gempa ialah jumlah pengulangan suatu periode dari besaran gempa setiap tahun. 3.13 Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah (maximum ground acceleration, ag) ialah percepatan gempa yang diperoleh dari hasil analisis risiko gempa dengan menggunakan rumus empiris dari Fukushima-Tanaka, tetapi belum dikoreksi terhadap pengaruh jenis tanah setempat. 3.14 Percepatan gempa maksimum terkoreksi (peak ground acceleration, PGA= ad) ialah percepatan gempa maksimum di permukaan tanah yang dihitung berdasarkan koreksi pengaruh jenis tanah setempat. 3.15 Periode predominan (predominant period) suatu perlapisan tanah ialah periode natural dari perlapisan tanah. 3.16 Ragam percepatan gempa (acceleration spectrum) ialah ragam sambutan dinamik maksimum yang dialami oleh suatu sistem linier berderajat kebebasan tingkat satu pada waktu digetarkan atau digoncangkan oleh suatu percepatan gempa di permukaan tanah. 3.17 Ragam percepatan gempa penormalan (normalized acceleration spectrum) ialah ragam percepatan gempa yang dinormalisasikan dengan cara membagi nilai-nilai percepatan gempa pada setiap periode dengan nilai percepatan gempa maksimum terkoreksi (ad). 3.18 Gempa bolehjadi maksimum (Maximum Credible Earthquake, MCE) ialah gempa terbesar yang dapat atau mungkin terjadi sepanjang sesaran atau di daerah subduksi yang ditentukan secara geografis dan telah diketahui atau diperkirakan sebelumnya. Gempa ini merupakan batas atas dari besaran gempa atau pada kasus khusus sebagai batas atas dari intensitas Modified Mercally. Kejadiannya bervariasi antara periode ulang 100 tahun sampai dengan dengan puluhan ribu tahun. Setiap sesaran aktif di daerah geologi regional atau geologi lokal akan terkait dengan suatu gempa maksimum bolehjadi. Jika ditinjau secara geologi penentuan besaran gempa maksimum bolehjadi sangat penting jika dibandingkan dengan kejadian gempa pendek dengan sistem pendekatan Paleoseismisiti dan sangat berguna untuk memperkirakan perilaku sesaran aktif tertentu untuk jangka panjang. 3.19 Gempa bolehjadi maksimum penentu (Controlling maximum credible earthquake, CMCE) ialah gempa maksimum bolehjadi paling kritis yang dapat mempengaruhi suatu lokasi studi. CMCE ini ditentukan sesudah diperkirakan besarnya gempa maksimum boleh jadi yang terjadi sepanjang sesaran atau di daerah tektonik terdekat dengan daerah studi. Untuk daerah tektonik dengan laju aktivitas yang rendah dan tanda3 dari 87
Pd T-14-2004-A
tanda identifikasi yang kurang nyata, konsep CMCE merupakan gempa maksimum boleh jadi yang menjadi signifikan di daerah studi. Evaluasi untuk kondisi ini sebaiknya dilakukan dengan cara probabilistik bencana gempa. 3.20 Gempa desain maksimum (Maximum design earthquake, MDE) ialah gempa yang memberikan goncangan terbesar di lokasi studi yang akan digunakan untuk desain atau analisis. Untuk bendungan yang keruntuhannya akan mengancam kehidupan, gempa desain maksimum sebaiknya diambil pada batas yang sama dengan CMCE, untuk mempertahankan kapasitas pengisian waduk. Jika keruntuhan bendungan tidak mengancam kehidupan, dapat diambil gempa yang lebih kecil dari CMCE sebagai MDE. 3.21 Gempa dasar operasi (Operating basis earthquake, OBE) ialah gempa dengan batasan goncangan di permukaan tanah pada lokasi studi dengan 50% kemungkinan tidak terlampaui dalam 100 tahun, yang sebaiknya ditentukan secara probabilistik. Bendungan dan bangunan pelengkap serta peralatannya harus tetap berfungsi dengan baik dan mudah perbaikannya jika terjadi gempa dasar operasi, tetapi tanpa memperhitungkan tinjauan keamanan terhadap kehidupan manusia. 3.22 Proses likuifaksi (liquefaction) ialah proses meningkatnya tekanan air pori dalam bahan pasiran (tanah lanau pasiran atau pasir lanauan) sehingga kekuatan gesernya mengalami penurunan. 3.23 Gempa imbas (Reservoir induced earthquake, RIE) ialah gempa bumi yang terjadi akibat pengisian waduk yang memberikan tingkat goncangan permukaaan maksimum di lokasi bendungan. Pengaruh gempa imbas hanya dipertimbangkan pada bendungan yang lebih tinggi dari 100 m atau waduk yang sangat besar dengan kapasitas lebih dari 109 m3 dan pada bendungan baru dengan ukuran lebih kecil di daerah yang sensitif terhadap pergerakan tektonik. Meskipun terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai gempa imbas pada waduk, RIE harus tetap dipertimbangkan untuk menentukan beban gempa pada bendungan tinggi dengan waduk yang mengandung sesaran aktif di daerah hidrauliknya. Meskipun sesaran di daerah waduk tidak aktif terhadap tektonik, tetapi gempa imbas tidak boleh diabaikan, jika geologi lokal ataupun regional serta kegempaan bersifat signifikan. Besaran gempa imbas ditentukan berdasarkan MCE dan OBE, lokasi bendungan, dan kondisi seismotektonik sehingga gempa imbas dapat menjadi lebih kecil atau sama, ataupun lebih besar dari OBE, atau sama dengan MDE. 3.24 Bangunan pelengkap ialah fasilitas yang dibangun pada suatu bendungan yang berkemampuan untuk mengambil dan mengeluarkan air, antara lain, bangunan pelimpah untuk menjaga keamanan bendungan, bangunan pengeluaran untuk memenuhi fungsi bendungan, bangunan pengeluaran untuk pemeliharaan aliran di bagian hilir, serta bangunan pengeluaran untuk inspeksi, perbaikan, operasi dan pemeliharaan. 3.26 Bangunan pengairan ialah fasilitas yang perlu dibangun untuk pemanfaatan dan pengendalian suatu sistem pengairan, antara lain bangunan sadap, bangunan silang, tanggul penutup, tanggul banjir, tembok penahan dan lain-lain.
4
Petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain bendungan
4.1 Faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam desain Faktor utama dalam pemilihan parameter desain bendungan tahan gempa tergantung pada kondisi geologi dan kegempaan di daerah sekitar bendungan. Uraiannya mencakup faktorfaktor penting yang relatif lengkap, tetapi format dan terperinciannya harus tetap fleksibel dan disesuaikan dengan kondisi lokal, dimensi bendungan, fungsi bangunan, serta konsekuensi kerusakan atau keruntuhan total. 4 dari 87
Pd T-14-2004-A
Pada hakekatnya pemilihan parameter gempa untuk evaluasi keamanan bendungan baru ataupun lama merupakan proses bertahap yang minimal harus mencakup persyaratan yang akan diuraikan berikut ini.
4.1.1 Geologi regional Studi geologi dan kegempaan umumnya dilakukan dengan cara mempertimbangkan aspekaspek regional dan kondisi lokal. Untuk mengerti keseluruhan masalah geologi dan sejarah kegempaan di suatu tempat, diperlukan adanya suatu pendekatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi regional pada beberapa tempat yang mencakup seluruh kondisi geologi utama dan mempertimbangkan kondisi khusus lainnya. Studi geologi regional harus mencakup radius minimum sekitar 200 km dari lokasi bendungan dan dapat juga diperluas sampai dengan dengan 300 km yang mencakup adanya sesaran utama atau karakteristik atenuasi khusus. Data geologi yang ditinjau ulang harus mencakup : 1) identifikasi phisiographi dan kegempaan pada lokasi studi; 2) sejarah geologi daerah studi; 3) penjelasan formasi geologi, jenis batuan dan deposit tanah; 4) lokasi struktur geologi regional utama termasuk lipatan, pola rekahan dan kekar; 5) interpretasi mekanisme regional kegempaan dan jenis sesaran yang berkaitan; 6) lokasi dan pemerian sesaran daerah remukan (hancuran) serta penilaian terhadap sesaran yang dapat menimbulkan gempa, atau peralihan akibat gempa. Dokumentasi harus meliputi ada atau tidak adanya sejarah aktivitas gempa dari setiap sesaran ; 7) kecepatan gempa dan derajat aktivitas sesaran yang terkait dengan daerah studi, misalnya laju rata-rata geseran, geseran (slip) per satuan waktu, interval waktu antara gempa kuat dan lain-lain. 4.1.2 Sejarah kejadian gempa Untuk keperluan identifikasi pola kejadian gempa dari suatu daerah, dan penyediaan data dasar untuk memperkirakan batas bawah dari besaran goncangan gempa pada lokasi yang ditinjau, diperlukan pengumpulan data tentang sejarah kejadian gempa. Hal ini didasarkan atas anggapan bahwa kejadian serupa yang pernah terjadi pada masa lalu dapat terulang di dekat lokasi yang sama. Kekurangan atau ketidak lengkapan data sejarah kejadian gempa tidak berarti bahwa daerah tersebut bukan daerah gempa. Oleh karena itu, harus dilengkapi dengan catatan khusus tentang data kejadian gempa. Katalog gempa yang dihasilkan oleh BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia), Direktorat Geologi (Bandung), USGS (United States Geological Survey) dan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration USA) menyajikan informasi tentang besaran gempa, lokasi dan terperincian parameter lain, seperti kedalaman pusat gempa dan jarak dari lokasi yang ditinjau. Katalog yang berisi daftar data tersebut harus diperiksa ketelitian, kelengkapan dan cakupannya sebelum digunakan untuk analisis. Data kejadian gempa yang dikumpulkan harus mencakup daerah dengan radius minimum 200 km dan berpusat di lokasi bangunan yang ditinjau. Kejadian gempa khusus dapat diperluas lebih dari 200 km agar mencakup data terkait lainnya, misalnya sesaran kuat yang aktif. Setiap data kejadian gempa yang tersedia harus mencakup : 1) koordinat episentrum; 2) magnetudo (intensitas pusat gempa); 3) tanggal dan waktu kejadian; 4) kedalaman pusat gempa; 5) mekanisme pusat gempa; 6) daerah yang terpengaruh; 7) efek pada permukaan tanah; 8) pengaruh intensitas di lokasi rencana bendungan. 5 dari 87
Pd T-14-2004-A
Peta intensitas dengan kontur isoseismal pada waktu terjadi gempa-penting tetap menjadi salah satu cara terbaik untuk memperoleh fungsi atenuasi intensitas pada saat diperoleh data lain. Kontur isoseismal ialah garis yang menghubungkan lokasi-lokasi dengan besaran kerusakan yang sama atau daerah pengaruh efek gempa yang sama. Sejarah kejadian gempa dan pertimbangan geologi dapat digunakan untuk menentukan besarnya laju aktivitas gempa (jumlah kejadian setiap tahun) pada daerah yang diteliti, jika mungkin untuk setiap sesaran atau daerah sumber gempa di daerah studi. Data sejarah kejadian gempa harus diproses secara statistik untuk mendapatkan hubungan regional dengan frekuensi kejadian gempa, sebagai contoh, penggambaran (plotting) hubungan antara jumlah kejadian gempa dan magnetudo yang sama atau lebih besar pada skala logaritma. Sumber gempa yang telah diolah secara statistik untuk Indonesia dapat diperiksa pada lampiran B.1 Lokasi episentrum dapat dipilih dengan menggunakan urutan kronologis dan penambahan jarak dari lokasi yang ditinjau. Penentuan atau penggambaran (plotting) lokasi pusat gempa yang berkaitan dengan lokasi bendungan diperlukan untuk memberikan penilaian visual terhadap lokasi dan kejadian gempa yang ditinjau. 4.1.3 Geologi lokal Informasi geologi di lokasi tinjauan diperlukan untuk menentukan karakteristik goncangan tanah dasar yang akan terjadi di tempat bendungan dan untuk mengevaluasi potensi gerakan sesaran utama pada fondasi bendungan. Setiap kondisi geologi pada atau di dekat lokasi tinjauan yang mengidentifikasi adanya gerakan sesaran atau aktivitas gempa yang baru terjadi harus didokumentasikan. Data geologi lokal dapat diperoleh dari literatur, laporan teknik tentang proyek tersebut, inspeksi di lokasi tinjauan, eksplorasi lapangan dan pengamjikan serta uji contoh batuan dan tanah. Data tersebut di atas harus mencakup : 1) definisi dari tipe, penyebaran, tebal, macam endapan atau formasinya serta karakteristik stabilitas dari satuan batuan dan endapan tanah. 2) lokasi dan kronologi dari sesaran lokal, termasuk jumlah dan tipe perubahan yang diperkirakan dari sejarah kejadian dan data stratigrafi, waktu akhir rekahan, laju aktivitas, laju tarikan, laju geseran dan lain-lain. Pada beberapa kasus disarankan menggunakan teknik penyelidikan khusus seperti penentuan umur batuan dengan menggunakan unsur karbon. 3) interpretasi dari struktur geologi termasuk orientasi dan jarak kekar, perlapisan, kemiringan dan jurus satuan geologi, lipatan serta batuan intrusi dan batuan lelehan. 4) penentuan kondisi geohidrologi, termasuk lokasi muka air tanah, tekanan air tanah dan kondisi aliran, serta karakteristik kelulusan air dari formasi yang tercakup. 5) evaluasi potensi timbulnya goncangan gempa dan longsoran lereng waduk; 6) penentuan kondisi fondasi dan ebatmen. 7) inventarisasi rekaman goncangan gempa kuat (strong motion) dari sejarah kejadian gempa yang terjadi di dekat lokasi tinjauan atau di daerah yang kondisi geologi dan tektoniknya sama. 4.2 Pemilihan besaran gempa untuk analisis 4.2.1 Penjelasan umum Untuk keperluan analisis, besaran gempa harus ditentukan untuk memilih parameter gempa yang sesuai, seperti percepatan, ragam sambutan gempa, durasi dan lainnya. Proses pemilihan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan, baik prosedur deterministik ataupun evaluasi probabilitas bencana gempa. Pemilihan parameter evaluasi gempa, besaran dan jarak tidak dapat ditentukan dengan prosedur deterministik seperti yang dijelaskan dalam subbab 4.2.3. Besaran gempa yang diperkirakan akan terjadi pada daerah sumber gempa (umumnya pada sesaran aktif atau daerah subduksi) lebih cocok ditentukan dengan cara probabilistik, seperti diuraikan pada subbab 4.3.2 sampai dengan 4.3.5. 6 dari 87
Pd T-14-2004-A
Evaluasi probabilitas bencana gempa harus diperhitungkan untuk menentukan jumlah kontribusi goncangan gempa di lokasi bendungan. Goncangan gempa tergantung pada seluruh sumber gempa dengan besaran minimum (besaran tipikal ialah 4 atau 5) sampai dengan besaran maksimum. Evaluasi probabilitas ini termasuk besaran gempa yang mungkin terjadi pada bagian dari lokasi sumber gempa. 4.2.2 Evaluasi penentuan beban gempa Beban gempa yang akan digunakan untuk desain bendungan baru atau evaluasi keamanan bangunan yang ada diperoleh dari MDE, OBE dan kadang-kadang RIE. Tergantung pada kondisinya, suatu bendungan dapat dievaluasi terhadap satu atau beberapa beban gempa. Persyaratan utama desain bendungan tahan gempa ialah dapat memberikan perlindungan terhadap keamanan umum, kehidupan ataupun harta benda. Pada umumnya bendungan harus dapat menahan goncangan gempa kuat atau pergerakan sesaran yang mungkin terjadi di lokasi bendungan sehingga tidak terjadi pelimpahan air waduk yang tidak terkontrol (bobol). Pada kasus CMCE, jika terjadi kerusakan pada bendungan yang cukup besar, bendungan harus tetap dalam batasan keamanan yang dapat ditoleransi, dan tidak terjadi bencana banjir (overtopping). Selain itu, faktor-faktor yang dibutuhkan untuk evaluasi keamanan bendungan terhadap gempa antara lain : 1) tingkat bencana gempa di lokasi bendungan (periksa subbab 4.4.2); 2) tipe bendungan; 3) kebutuhan fungsional; 4) tingkat risiko bendungan dan waduk yang telah selesai; 5) konsekuensi perkiraan risiko. Sebagai contoh, pembangunan bendungan besar dengan penekanan fungsi ekonomis perlu dianalisis dengan ketentuan beban MDE, OBE dan RIE. Bendungan yang cukup tinggi dengan waduk yang digunakan untuk penyediaan air minum di daerah permukiman harus didesain dengan mempertimbangkan persyaratan beban baik pada MDE ataupun OBE. Bangunan yang rendah faktor ekonomisnya, tetapi keruntuhannya akan menyebabkan kehilangan nyawa manusia harus tetap dievaluasi dengan MDE. Untuk bendungan buri (tailing dams), bendungan limbah atau bangunan pengendali banjir dapat diperhitungkan hanya terhadap OBE, karena bendungan semacam ini kerap kali dikeringkan pada masa operasionalnya. Penentuan analisis bendungan dengan menggunakan besaran MDE, OBE, dan atau RIE harus ditentukan bersama dengan pemilik bendungan, pendesain, dan instansi berwewenang lainnya berdasarkan pertimbangan utama, yaitu kepentingan umum. 4.3 Pemilihan parameter gempa. 4.3.1 Umum Parameter gempa dapat terdiri atas salah satu atau beberapa karakteristik goncangan di permukaan tanah dasar, seperti percepatan, kecepatan atau alihan, dan ragam sambutan atau sejarah waktu percepatan gempa yang memberikan karakteristik tersendiri bagi MDE, OBE dan RIE. Pemilihan parameter dapat dilakukan secara deterministik atau secara probabilistik bencana gempa atau kombinasi keduanya. Sebagai contoh, hubungan percepatan gempa dengan periode ulang untuk menentukan MDE, dan dengan OBE terdiri dari percepatan gempa maksimum (Peak ground acceleration, PGA) dan bentuk sambutan gempa (spektrum) yang spesifik. Parameter gempa yang mencerminkan besaran MDE, OBE atau RIE sering digunakan sebagai data masukan untuk analisis numerik pada bendungan. Hasil dari analisis numerik tersebut digunakan untuk evaluasi perilaku bendungan dan keamanan bendungan yang menghasilkan besaran goncangan.
7 dari 87
Pd T-14-2004-A
Banyak faktor yang mempengaruhi goncangan tanah dan parameter gempa, tetapi belum dapat dipahami sepenuhnya. Goncangan tanah dasar biasanya dipengaruhi oleh kondisi sumber gempa, jalur transmisi, dan kondisi lokal. Sumber gempa dipengaruhi antara lain oleh tipe sesaran, dimensi retakan, mekanisme arah, kedalaman pusat, penurunan tegangan (stress drop) dan besarnya pelepasan enersi. Pengaruh jalur transmisi merupakan faktor yang berhubungan dengan sebaran geometri dan penyerapan enersi gempa pada waktu gelombang berjalan menjauhi sumbernya. Yang termasuk fenomena ialah tipe batuan, tidak homoginnya kerak bumi, lapisan aluvium yang dalam dan efek arah jalur gelombang terhadap arah meluasnya retakan sesaran. Pengaruh kondisi lokal berasal dari kondisi topografi dan geologi yang ada di lokasi dan kemungkinan yang ada antara bangunan dan media di sekitarnya. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam persyaratan parameter gempa ialah : 1) klasifikasi tempat (aluvium atau batuan); 2) parameter fisik (physical properties) dan ketebalan lapisan fondasi; 3) pengaruh dekatnya jarak terhadap sesaran (near field effects); 4) jarak dari daerah pelepasan enersi; 5) pemilihan magnetudo untuk desain. Faktor-faktor lain seperti arah propagasi retakan sesaran (pengaruh arah), tipe sesaran (normal, reverse atau strike slip) dan topografi cukup penting, tetapi sampai dengan saat ini tidak secara rutin tercakup dalam studi kegempaan pada bendungan. Penentuan evaluasi gempa sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pertimbangan ketergantungan lokasi (site dependent); yaitu dengan menggunakan pengetahuan yang ada dan pengukuran aktual terhadap rekaman gempa pada lokasi-lokasi dengan karakteristik yang sama. Jika data pada lokasi yang diterapkan kurang banyak, maka harus digunakan karakteristik goncangan tanah dasar yang tidak tergantung pada lokasi. Idealnya seluruh faktor yang mempengaruhi goncangan tanah dasar harus dipertimbangkan, tetapi pada umumnya tidak praktis untuk memasukkan seluruh faktor tersebut dalam memperkirakan parameter gempa. Biasanya hanya dipertimbangkan faktor dari satu sumber besaran dan satu jalur transmisi jarak. Pengaruh lokal sering diabaikan atau dibatasi sampai dengan perbedaan antara lokasi batuan atau aluvial serta kemungkinan pertimbangan pengaruh kedekatan lokasi (near field) Susunan yang digunakan untuk menentukan karakteristik parameter evaluasi gempa dijelaskan berikut ini. 4.3.2
Parameter goncangan maksimum di tanah dasar (Peak ground motion parameter) Goncangan tanah dasar dapat ditandai dengan nilai maksimum dari perkiraan percepatan, kecepatan dan alihan. Hubungan empiris diperoleh dari data gempa yang tersedia dengan persamaan fungsi atenuasi yang berupa hubungan antara goncangan tanah maksimum dengan jarak dari pusat pelepasan enersi dan magnetudo gempa. Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah (PGA) dengan tidak memperhatikan pengaruh kedekatan lokasi (near field) atau banyaknya kejadian gempa dengan frekuensi tinggi tetap merupakan faktor penting yang digunakan untuk mencari karakteristik parameter gempa untuk bendungan. Pada akhir-akhir ini banyak persamaan atenuasi yang telah dikembangkan untuk memperkirakan variabel tersebut. Pedoman ini tidak memberikan saran penggunaan persamaan tertentu untuk memperoleh besaran percepatan gempa maksimum PGA, tetapi harus dipertimbangkan penggunaan nilai rata-rata yang paling tepat seperti diuraikan pada referensi berikut (periksa lampiran B.2). 1) Rumus Fukusima dan Tanaka (1990) 2) Idriss (1991) 3) Sadigh (1993) 4) Joyner and Boore (1993) 5) Crouse (1991) 8 dari 87
Pd T-14-2004-A
6) Youngs (1997) 7) Kenneth W. Campbell Pada umumnya, untuk memperoleh besaran PGA sebaiknya didasarkan pada batuan dasar, seperti diuraikan dalam buku referensi dengan menggunakan persamaan atenuasi. Kemudian, besaran PGA disesuaikan keperluan dengan memperhitungkan kondisi lokasi khusus, misalnya aluvium dalam, yaitu dengan percepatan pada daerah bebas (free field) umum mempunyai enersi yang lebih besar jika dibandingkan dengan lokasi batuan. Prosedur desain terbaru untuk bendungan cenderung menggunakan nilai PGA rata-rata jika dibandingkan dengan nilai ekstrem. Hal ini disebabkan oleh keperluan konservatif yang sering digunakan untuk berbagai masalah, misalnya pada ordinat spektral (periksa subbab 2.3.4). Hingga kini, beberapa parameter yang berkaitan dengan persamaan atenuasi telah dikembangkan untuk kecepatan puncak. Hal ini karena adanya indikator yang lebih baik bagi intensitas goncangan tanah akibat pengaruh kedekatan lokasi (near field), alihan puncak atau komponen vertikal goncangan tanah yang biasanya mempengaruhi kedekatan lokasi. Untuk lokasi dengan jarak jauh atau pertengahan (far field and intermediate), maka PGA vertikal dapat diambil cukup konservatif, yaitu sebesar 2/3 atau 1/2 dari PGA horisontal. 4.3.3 Durasi gempa Durasi gempa yang berakibat langsung pada tingkat kerusakan bendungan merupakan salah satu parameter yang sangat penting untuk desain bendungan. Durasi gempa dapat diperkirakan dengan berbagai cara, tetapi yang terpenting ialah waktu pengukuran antara kejadian pertama sampai dengan akhir dengan percepatan lebih besar dari 0,05 g (bracketed duration), frekuensi di atas 2 Hz dan durasi getar sesuai dengan jumlah total enersi yang dilepaskan. Chang dan Krinitzsky (1977) telah meninjau ulang beberapa hubungan empiris antara magnetudo gempa dan durasi gempa serta mengembangkan kurva-kurva yang berhubungan dengan durasi gempa, magnetudo gempa dan jarak episentrum yang terjadi pada batuan dan tanah dasar. 4.3.4 Ragam sambutan gempa Ragam sambutan gempa menggambarkan hubungan sambutan dinamik maksimum pada percepatan, kecepatan atau alihan sebagai fungsi dari frekuensi percepatan gempa di permukaan tanah dan redaman yang dialami oleh suatu sistem berderajat kebebasan tingkat satu. Ragam sambutan gempa pada MDE, OBE dan RIE dapat ditentukan berdasarkan pertimbangan terhadap percepatan gempa maksimum, kecepatan dan alihan. Seed, Ugas dan Lysmer (1974) telah mengembangkan bentuk umum ragam sambutan sebagai nilai ratarata dan nilai rata-rata yang ditambah satu standar deviasi untuk digunakan pada lokasi batuan ataupun tanah lainnya. Hasil tersebut digunakan jika besaran gempa desain mendekati 6,5, dan data dasar mempunyai kisaran magnetudo gempa 6,5. Studi serupa telah dilakukan pula oleh Mohraz (1976), Kiremidjian, dan Shah (1978). Mohraz (1978) memperluas studinya untuk evaluasi pengaruh dari magnetudo gempa dan waktu getar terhadap bentuk ragam sambutan gempa. Joyner dan Boore (1982), Donovan (1982) dan Idriss (1985) mengemukakan prosedur untuk mengembangkan bentuk-bentuk ragam sambutan gempa yang tergantung pada besaran gempa dan jarak, serta bentuk-bentuk ragam sambutan gempa vertikal. Bentuk ragam sambutan gempa biasanya tersedia dalam bentuk penormalan dengan PGA. Untuk keperluan analisis bendungan, dianjurkan menggunakan bentuk rata-rata atau ratarata yang ditambah satu standar deviasi. Alternatif lain dari bentuk ragam sambutan gempa ialah persamaan atenuasi untuk amplitudo. Amplitudo dapat secara langsung menentukan parameter ragam sambutan sebagai fungsi dari magnitude gempa, jarak, frekuensi, dan pengaruh jenis tanah.
9 dari 87
Pd T-14-2004-A
Tingkat koefisien redaman dengan ragam sambutan yang telah ditentukan untuk memberi gambaran dari MDE, OBE dan RIE, harus mencakup kisaran nilai yang dapat diterapkan terhadap tipe bendungan dan tingkat getaran tanah yang ditinjau. Besaran koefisien redaman untuk analisis bendungan tipe urugan berkisar antara 5% sampai dengan dengan 20%. Untuk analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa dapat digunakan ragam percepatan gempa desain yang dibahas pada subbab 5.4. 4.3.5 Sejarah waktu percepatan gempa (Acceleration time history) Dalam analisis bendungan dengan metode nonlinier tetap diperlukan data rekaman gempa berupa sejarah waktu percepatan gempa. Dalam desain disarankan untuk menggunakan beberapa sejarah waktu percepatan gempa untuk menggambarkan besaran MDE, OBE, dan RIE. Sejarah waktu percepatan gempa dapat berupa getaran horisontal atau vertikal, dan sebaiknya berupa rekaman akselerogram aktual dari lokasi yang kondisinya sama seperti di lokasi bendungan. Data rekaman akselerogram untuk gempa kuat yang tersedia pada saat ini tidak mencakup keseluruhan kisaran dari berbagai kondisi yang mungkin terjadi sehingga dalam desain perlu dirancang suatu rekaman akselerogram buatan yang sesuai dengan kondisi di lokasi bendungan. Rekaman akselerogram buatan ini dapat dikembangkan dengan metode superposisi, proses stokastik atau simulasi matematik dari rekahan sesaran (Fault Rupture Model) yaitu : 1) Metode superposisi ialah cara sederhana untuk memperoleh rekaman akselerogram buatan dengan durasi getar, percepatan gempa puncak dan interval waktu akselerogram tertentu. Metode ini diperoleh dengan menggunakan beberapa segmen dari rekaman akselerogram yang pernah terjadi dan diskalakan dalam amplitudo dan interval waktu rekaman sesuai dengan keperluan dengan faktor yang tepat. Metode yang dikenal ialah cara Seed-Idriss (1968). Penerapannya harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena akselerogram buatan yang diperoleh kadang-kadang kurang realistis. 2) Proses stokastik ialah suatu cara untuk memperkirakan rekaman akselerogram dengan menggunakan white noise, filtered white noise, atau non stationary filtered white noise. 4.3.6 Evaluasi probabilistik bencana gempa (Probabilistic Seismic Hazard Evaluation) Evaluasi probabilistik bencana gempa meliputi cara mendapatkan parameter goncangan gempa dengan proses matematik dan statistik, hubungan antara parameter goncangan permukaan tanah dasar dan kemungkinan terlampauinya pada periode ulang tertentu di lokasi bendungan dengan umur bendungan tertentu. Parameter yang akan digunakan untuk evaluasi keamanan bendungan ditentukan berdasarkan kriteria bangunan dan lokasinya. Lokasi yang aktif atau berpotensi aktif, sesaran-sesaran dan daerah kejadian gempa disebut sebagai daerah sumber gempa. Hubungan laju aktivitas pada setiap daerah sumber gempa dapat membentuk elemen dasar model bencana pada lokasi yang ditinjau. Model tersebut harus konsisten dengan kondisi geologi dan tektonik daerah yang kejadian gempanya sedang ditinjau. Evaluasi bencana gempa di suatu tempat akibat sumber tunggal mencakup hubungan tiga fungsi probabilitas (Cornell, 1968; Mc.Guire, 1976; Donovan-Bornstein, 1977; Der-Kiurghian and Ang, 1977; Kulkarni dkk, 1979) yaitu : 1) probabilitas terjadinya gempa dengan besaran tertentu pada suatu sumber gempa dalam interval waktu yang ditentukan. 2) probabilitas terjadinya rekahan yang berkaitan dengan sumber gempa dan suatu kejadian dengan besaran dan jarak tertentu dari lokasi yang ditinjau. 3) probabilitas terjadinya goncangan gempa di tanah dasar dengan suatu besaran gempa dan jarak tertentu yang akan melebihi tingkat yang telah ditentukan pada lokasi itu.
10 dari 87
Pd T-14-2004-A
Dengan kombinasi ketiga fungsi tersebut, untuk setiap sumber gempa dan pengaruh dari seluruh sumber gempa, maka probabilitas terlampauinya tingkat tertentu dari suatu goncangan di tanah dasar pada lokasi yang ditinjau harus dihitung pada interval waktu yang ditentukan. Keuntungan menggunakan evaluasi probabilistik bencana gempa, ialah sebagai berikut: 1) Termasuk kontribusi gempa yang berkisar antara besaran terkecil sampai dengan terbesar (maksimum) dari setiap sumber gempa. 2) Termasuk kontribusi seluruh sumber gempa dan seluruh jarak. 3) Hasilnya dapat digunakan untuk memilih parameter gempa desain dengan membandingkan derajat risiko pada dua lokasi atau lebih. Probabilitas tahunan yang disarankan untuk desain bendungan dalam menentukan goncangan di permukaan tanah pada MCE berkisar antara 1/3000 sampai dengan dengan 1/10000 yang tergantung pada tingkat risiko bangunan (subbab 4.4.3). 4.4
Faktor- faktor yang mempengaruhi pemilihan parameter evaluasi gempa
4.4.1 Umum Dalam pemilihan parameter dipertimbangkan yaitu :
untuk
evaluasi
gempa
ada
tiga
faktor
yang
perlu
1) tingkat kerusakan di lokasi bendungan. 2) tingkat risiko dari bangunan yang sudah selesai dibangun. 3) tipe bendungan dan potensi tipe keruntuhan. Dalam menentukan metode yang paling tepat untuk evaluasi bendungan dan menentukan parameter gempa berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas, diperlukan keputusan teknik dan pengalaman profesi yang memadai. 4.4.2 Pengaruh tingkat kerusakan Secara geografis, jika beberapa tempat cenderung mengalami goncangan gempa lebih tinggi dibandingkan dengan tempat lain. Klasifikasi tingkat kerusakan dapat dibuat berdasarkan percepatan gempa maksimum (PGA) yang mungkin terjadi pada MDE. Penentuan ini dapat dilakukan dengan menggunakan peta zona gempa yang diuraikan dalam bab V. Tabel 1 dapat diterapkan pada lokasi dengan material fondasi yang baik (batuan), namun, pada lokasi dengan material fondasi lanau pasiran lunak atau pasir lepas dengan kepadatan relatif rendah yang berpotensi mengalami likuifaksi harus diterapkan lebih berhati-hati. Tingkat kerusakan yang diuraikan dalam tabel 1 dapat digunakan sebagai indikasi awal untuk menentukan parameter gempa yang berupa evaluasi awal, yaitu sebagai berikut. Tabel 1 Tingkat kerusakan menurut besarnya percepatan gempa maksimum pada MDE Percepatan gempa maksimum (PGA=ad) PGA < 0,1 g 0,10 ≤ PGA < 0,25g PGA ≥ 0,25g Tidak terdapat sesaran aktif dalam jarak 10km dari lokasi PGA ≥0,25g Sesaran aktif lebih dekat dari 10 km dari lokasi
11 dari 87
Klasifikasi tingkat kerusakan I (Rendah) II ( Moderat) III (tinggi) IV (ekstrem)
Pd T-14-2004-A
1) Pada lokasi dengan tingkat kerusakan I, parameter percepatan gempa maksimum terkoreksi pada MDE yang dapat digunakan untuk analisis di samping metode analisis sederhana dengan cara koefisien gempa. Jika sudah dianalisis dengan menggunakan MDE, maka pertimbangan terhadap besaran OBE ataupun RIE tidak diperlukan lagi. 2) Pada lokasi dengan tingkat kerusakan II, parameter gempa dapat ditentukan dengan percepatan gempa maksimum terkoreksi, ragam sambutan gempa, atau sejarah waktu percepatan gempa. Selain itu, masih harus dipertimbangkan pengaruh tipe bendungan dan risiko tingkat bencana di hilir yang akan dijelaskan pada subbab selanjutnya. Pertimbangan terhadap OBE tidak diperlukan karena bendungan-bendungan yang didesain dengan baik pada tingkat kerusakan III harus dapat menahan gempa MDE dengan asumsi hanya terjadi kerusakan sedikit. 3) Pada lokasi dengan tingkat kerusakan III, sebaiknya parameter gempa ditentukan dengan menggunakan sejarah waktu percepatan gempa meskipun kemungkinan sudah cukup dengan ragam sambutan gempa. Biasanya masih dibutuhkan pertimbangan secara terpisah untuk OBE dan RIE. 4) Pada lokasi dengan tingkat kerusakan IV, sejarah waktu percepatan gempa digunakan untuk menentukan dan memberikan dampak sesaran terhadap kedekatan lokasi (near field) atau pengaruh arah. 4.4.3 Pengaruh tingkat risiko bangunan Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pengaruh tingkat risiko bangunan, meliputi klasifikasi kelas risiko dan kriteria beban gempa untuk desain bendungan urugan. 4.4.3.1 Klasifikasi kelas risiko Kelas risiko beban gempa yang harus digunakan dalam desain ditentukan oleh tingkat risiko bangunan seperti diperlihatkan dalam tabel 2. Tabel 2 Kriteria faktor risiko untuk evaluasi keamanan bendungan Faktor Risiko 6
3
Kapasitas (10 m ) (FRk) Tinggi (m) (FRt) Kebutuhan evakuasi (jumlah orang) (FRe) Tingkat kerusakan hilir (FRh)
Ekstrem
Angka bobot dalam kurung Tinggi Moderat
Rendah
>100 (6)
100-1,25 (4)
1,00-0,125 (2)
< 0,125 (0)
> 45 (6) > 1000 (12) Sangat Tinggi (12)
45-30 (4) 1000-100 (8) Tinggi Agak (10) Tinggi (8)
30-15 (2) 100-1 (4) Moderat (4)
< 15 (0) 0 (0) Tidak Ada (0)
Empat faktor risiko yang harus dipertimbangkan dalam analisis ialah kapasitas waduk, tinggi bendungan, kebutuhan evakuasi dan kerusakan di hilir. Tiap-tiap faktor risiko terbagi lagi dalam kondisi risiko ekstrem, kondisi risiko tinggi, kondisi risiko moderat dan kondisi risiko rendah dengan nilai bobot seperti yang tertera dalam kurung. Penentuan kelas beban gempa dilakukan dengan menghitung faktor risiko total (FRtot) yang merupakan penjumlahan dari faktor risiko pengaruh kapasitas waduk (FRk), tinggi bendungan (FRt), kebutuhan evakuasi (FRe) dan pengaruh tingkat kerusakan di hilir (FRh ) dengan persamaan: FRtot = FRk + FRt + FRe + FRh ……………………….. (3) dengan : FRtot adalah faktor risiko total (bobot) FRk adalah faktor risiko pengaruh kapasitas waduk (bobot) FRt adalah faktor risiko pengaruh tinggi bendungan (bobot) FRe adalah faktor risiko kebutuhan evakuasi (bobot) FRh adalah faktor risiko tingkat kerusakan hilir (bobot), diperoleh dari Pedoman Klasifikasi Bahaya pada Bendungan 12 dari 87
Pd T-14-2004-A
4.4.3.2 Kriteria beban gempa untuk desain bendungan Menurut faktor risiko total, kelas risiko untuk desain seperti diuraikan dalam tabel 3 terbagi atas kelas I (rendah), kelas II (moderat), kelas III (tinggi), dan kelas IV (ekstrem). Kriteria beban gempa ditinjau berdasarkan tabel 4 dan ditentukan menurut kelas risiko. Analisis dilakukan dengan dua tingkat gempa, yaitu sebagai berikut. Tabel 3 Kelas risiko bendungan dan bangunan air Faktor risiko total (0-6) (7-18) (19-30) (31-36)
Kelas risiko I (Rendah) II (Moderat) III (Tinggi) IV (Ekstrem)
1) Persyaratan tanpa kerusakan dengan periode ulang T ditentukan (OBE), sehingga beban gempa dapat diperoleh dari peta zona gempa (bab V). Analisis dilakukan dengan cara koefisien gempa. Kestajikan bendungan harus lebih tinggi dari faktor keamanan minimum yang dipersyaratkan, bendungan tidak mengalami kerusakan yang serius, dan masih tetap beroperasi, serta tidak diperlukan pekerjaan perbaikan yang menyeluruh. 2) Persyaratan yang diperkenankan ada kerusakan tanpa terjadi keruntuhan dengan periode ulang T ditentukan untuk kelas I, II, III, dan IV sehingga percepatan gempa maksimum di permukaan tanah dapat diperoleh dari peta zona gempa (bab V). Analisis dilakukan dengan cara dinamik dengan menggunakan ragam sambutan gempa atau sejarah waktu percepatan gempa. Bendungan harus mampu menahan gempa desain MDE tanpa keruntuhan atau diperkenankan ada kerusakan dengan alihan tetap tidak melampaui 50 % dari tinggi jagaan. Tabel 4 Kriteria beban gempa untuk desain bendungan Kelas risiko dengan masa guna
Persyaratan tanpa kerusakan
Persyaratan diperkenankan ada kerusakan tanpa keruntuhan
IV N=50-100
T (thn) 100 – 200 ad ≥ 0,1 g
Metode Analisis Koef Gempa
T (tahun) 10.000 (MDE)
Metode Analisis Koef.gempa atau dinamik *
III N=50-100
50 – 100 ad ≥ 0,1 g
Koef Gempa
5000 (MDE)
Koef. gempa atau dinamik *
II N=50-100
50-100 ad ≥ 0,1 g
Koef Gempa
3000 (MDE)
Koef. gempa atau dinamik *
I N=50-100
50-100 ad ≥ 0,1 g
Koef Gempa
1000 (MDE)
Koef. gempa atau dinamik *
Catatan : 1) Untuk bendungan besar dengan kondisi geologi setempat yang khusus, Peta Zona Gempa dalam bab V tidak dapat digunakan, dan perlu dilakukan studi gempa tersendiri. 2) Analisis dinamik dapat dilakukan dengan analisis ragam sambutan gempa atau sejarah waktu percepatan gempa. *) Penjelasan lebih terperinci periksa tabel 17.
4.4.4 Pengaruh tipe bendungan Pengaruh tipe bendungan, tipe keruntuhan, tingkat bahaya kerusakan pada lokasi dan kelas risiko bangunan harus dipertimbangkan dalam menentukan parameter gempa. Pengalaman profesi sangat diperlukan untuk menentukan faktor-faktor, yang dapat mempengaruhi persyaratan parameter evaluasi gempa. Buku pedoman ini tidak secara khusus menguraikan metode analisis bendungan yang paling sesuai terhadap pengaruh kombinasi beban gempa 13 dari 87
Pd T-14-2004-A
dengan beban lainnya serta kriteria evaluasi perilaku yang dapat diterapkan. Tetapi, pengaruh dari berbagai macam analisis dan tipe bendungan urugan serta kemungkinan tipe keruntuhan yang diterapkan terhadap pemilihan parameter evaluasi gempa akan ditinjau secara umum dalam uraian berikut ini. Metode yang paling lengkap untuk menentukan beban gempa ialah metode dengan menggunakan tiga komponen goncangan gempa yang saling tegak lurus, yaitu dua horisontal dan satu vertikal. Ketiga komponen tersebut tidak selalu diperlukan seluruhnya karena tergantung dari analisis yang digunakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pengaruh beban gempa pada desain bendungan urugan meliputi : aspek keamanan dan pencegahan kerusakan serta keruntuhan bendungan. 4.4.4.1 Aspek keamanan Berbagai macam ketidakstajikan bendungan urugan yang dilanda goncangan gempa meliputi tiga tipe, yaitu: 1) ketidakstajikan akibat penurunan kekuatan geser material urugan atau material fondasi yang disebabkan oleh peningkatan tekanan air pori sehingga mengakibatkan terjadi proses likuifaksi. 2) ketidakstajikan akibat deformasi yang berlebihan berupa longsoran lereng secara rotasi dan planar, perosokan, dan retakan pada bendungan yang disebabkan oleh peningkatan tegangan geser akibat beban gempa. 3) ketidakstajikan akibat gelombang tinggi pengaruh gempa yang dapat menyebabkan terjadinya pelimpahan yang melewati tubuh bendungan. Untuk mengetahui tingkat kestajikan bendungan dapat dilakukan analisis dengan metode simplifikasi, misalnya dengan cara koefisien gempa, cara Newmark (1968), Makdisi & Seed (1978), atau prosedur terpeterperinci yang menggunakan cara elemen hingga dengan anggapan material berperilaku linier atau nonlinier. Jika tidak dicurigai adanya penurunan kuat geser material yang disebabkan oleh peningkatan tekanan air pori sehingga tidak mengakibatkan terjadi proses likuifaksi, maka prosedur analisis dapat dilakukan dengan cara simplifikasi. Untuk memperkirakan perilaku bendungan urugan pada kelas risiko ataupun tingkat kerusakan tinggi, sebaiknya digunakan prosedur analisis yang terperinci misalnya cara analisis elemen hingga (finite element method). Dalam analisis ini diperlukan data sejarah waktu percepatan gempa sebagai parameter evaluasi gempa. Bendungan urugan mempunyai periode predominan yang berkisar antara 0,5 sampai dengan dengan 1,5 detik, sehingga untuk penggunaan dalam analisis elemen hingga, interval bacaan asselerogram desain bervariasi antara 0,01 detik sampai dengan dengan 0,05 detik. 4.4.4.2 Desain pencegahan kerusakan bendungan Dalam desain bendungan yang kemungkinan mengalami permasalahan keruntuhan diperlukan pencegahan dengan analisis yang kompleks. Penerapan secara sederhana dari langkah-langkah penangkal yang baik untuk mencegah pengaruh kerusakan akibat gempa bumi, antara lain: 1) tinggi jagaan yang cukup untuk mengatasi penurunan berlebihan atau pergeseran sesaran aktif. 2) zona transisi yang cukup lebar yang terbuat dari material nonkohesif untuk mencegah retakan berkelanjutan dan pengaruh gelombang air. 3) drainase tegak di bagian tengah (inti) bendungan tanah. 4) Zona drainase yang cukup lebar untuk mencegah kemungkinan aliran air rembesan mengalir melalui daerah yang retak. 5) zona inti yang cukup lebar dari material yang cukup plastis supaya tidak mudah retak. 6) gradasi filter yang baik di sebelah udik dan hilir zona inti untuk menghambat kemungkinan adanya retakan. 14 dari 87
Pd T-14-2004-A
7) 8) 9) 10) 11) 12) 13)
puncak bendungan yang tinggi yang akan mencegah erosi di dalam setiap kejadian pelimpahan dan pengaruh gelombang air. pelebaran bagian inti bendungan pada bidang kontak di ebatmen. penempatan inti yang baik untuk memperkecil derajat kejenuhan dari material. kestabilan lereng hilir waduk untuk mencegah menggesernya ke arah waduk pengadaan terperinci yang khusus untuk mencegah kemungkinan adanya potensi pergeseran sesaran antara permukaan fondasi bendungan. penyediaan kualitas bahan urugan batu yang baik sehingga air dapat mengalir dengan bebas. penggaliani material fondasi yang berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian hari (misalnya lanau pasiran dan pasir lepas yang berpotensi mengalami likuifaksi).
4.5 Analisis stabilitas bangunan pengairan lainnya Untuk desain bangunan pengairan tahan gempa lainnya, seperti bangunan sadap, bangunan silang, tanggul penutup (tanggul banjir), dan tembok penahan lainnya perlu dilakukan analisis stabilitas bangunan dengan mengikuti prosedur yang dianjurkan pada tabel 5. Tabel 5 Prosedur analisis yang dianjurkan untuk bangunan pengairan No. 1
Jenis Bangunan
Kelas Risiko Dengan Masa guna
Periode Ulang T (tahun)
Metode Analisis
V N=20-50
20-50
Ba
Bangunan Pengairan Permanen seperti : • bangunan sadap, • bangunan silang, • tanggul penutup, • tanggul banjir, • tembok penahan, • lain-lain.
2
Bangunan Pengairan VI Tidak perlu Semi Permanen : dianalisis Catatan : Ba = Untuk bangunan pengairan dengan H ≤ 15m, analisis dilakukan dengan metode koefisien gempa dengan persamaan (48) dan (49); jika H > 15m analisis harus menggunakan kelas risiko IV pada tabel 17.
5
Peta zona gempa
5.1 Risiko gempa (seismic risk) Peta percepatan gempa boleh jadi untuk periode ulang 10, 20, 50, 100, 200, 500, 1000, 5000, dan 10000 tahun yang kemudian digabungkan menjadi satu peta zona gempa dapat digunakan untuk memprediksi percepatan gempa untuk periode ulang tertentu. Tetapi, dalam prakteknya kadang-kadang diperlukan probabilitas terjadinya atau terlampauinya suatu percepatan gempa maksimum di permukaan tanah untuk suatu masa guna bangunan. Beberapa persamaan penting yang dapat digunakan untuk menghitung probabilitas atau risiko diuraikan sebagai berikut : Tabel 6 Risiko gempa untuk berbagai masa guna dan periode ulang T RN (%) dengan masa guna bangunan dalam tahun (thn) 10 20 50 100 200 500 1000 5 10 20 50 100 200 500 1000 2000 5000 10000
89,3 65,1 40,1 18,3 9,6 4,9 2,0 1,0 0,5 0,2 0,1
98,9 87,8 64,2 33,2 18,2 9,5 3,9 2,0 1,0 0,4 0,2
100 98,5 92,3 63,6 39,5 22,2 9,5 4,9 2,5 1,0 0,5
100 100 99,4 86,7 63,4 39,4 18,1 9,5 4,9 2,0 1,0
15 dari 87
100 100 100 98,2 86,6 63,3 33,0 18,1 9,5 3,9 1,6
100 100 100 100 99,3 91,8 63,3 39,4 22,1 9,5 4,9
100 100 100 100 100 99,3 86,5 63,2 39,4 18,1 9,5
Pd T-14-2004-A
T = 1/ RA .....................…………………………………….(4) RN = 1 – (1 – RA)N ...........…………………………………….(5) dengan : T adalah periode ulang rata-rata (tahun) RA adalah risiko tahunan atau annual risk (-) N adalah masa guna bangunan (tahun) RN adalah risiko atau probabilitas terjadinya percepatan gempa dalam waktu N tahun (-). Pada tabel 6 diperlihatkan hubungan antara RN, N dan T. Jika untuk desain ditentukan probabilitas terjadinya RN ialah 10% dalam 50 tahun (N), maka dari tabel 6 dapat diperoleh T= 475 tahun. Dengan demikian untuk memperkirakan percepatan gempa maksimum di permukaan tanah, maka dapat dipilih peta percepatan gempa boleh jadi dengan periode ulang yang mendekati 475 tahun atau peta dengan T=500 tahun. 5.2 Prosedur pembuatan peta zona gempa Dalam penyusunan peta zona gempa untuk Kepulauan Indonesia telah dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Pemilihan fungsi atenuasi dilakukan dengan memilihnya dari berbagai literatur. Dalam penyusunan peta ini digunakan persamaan atenuasi dari Fukushima & Tanaka (1990), seperti diperlihatkan pada persamaan (6) berikut ini : Log10 (ag)=0,41Ms–Log10(R + 0,032 x 100,41M) – 0,0034 R + 1,3 ……(6) dengan : ag adalah percepatan gempa maksimum di permukaan tanah (gal = cm/det2) R adalah jarak hiposentrum (km) Ms adalah magnetudo gempa. 2) Penentuan daerah sumber gempa pada zona subduksi diperoleh dengan menggunakan peta frekuensi kejadian gempa untuk Ms≥5; Ms≥6; Ms≥7 yang datanya diperoleh dari USGS untuk gempa dangkal (< 100km) dengan lama pengamatan 100 tahun. Peta ini dapat dilihat dari hasil studi yang telah dilakukan [Najoan, 1996]. Untuk pekerjaan analisis ini, kepulauan Indonesia dibagi dalam 5 wilayah yaitu sebagai berikut : a) Wilayah Sumatera dengan daerah sumber gempa berjumlah 138, periksa gambar 2. Setiap daerah sumber gempa mempunyai parameter jumlah kejadian gempa n per 100 tahun observasi untuk interval Ms = 5,5, 6,5 dan 7,5. Data ini merupakan data masukan yang akan digunakan dalam program SEISRISK III untuk menghitung nilai β = -2,303b (b ialah konstanta sifat tektonik daerah sumber gempa dari model Gutenberg-Richter) dan jumlah kejadian gempa tahunan N1(M). b) Wilayah Jawa dengan daerah sumber gempa berjumlah 35, periksa gambar 3. c) Wilayah Bali, Nusa Tenggara dan Timor Timur dengan daerah sumber gempa berjumlah 48, periksa gambar 4. d) Wilayah Kalimantan dan Sulawesi dengan daerah sumber gempa berjumlah 118, periksa gambar 5. e) Wilayah Irian Jaya dengan daerah sumber gempa berjumlah 56, periksa gambar 6. 3) Penentuan parameter aktivitas gempa pada sesaran aktif diperoleh menggunakan persamaan dari Wells dan Coppersmith (1994) sebagai berikut: Mmax = 5,08 + 1,16 Log L ………………………. (7) ………………….. Tmax =(1000/slip-rate)x10 (-5,46 + 0,82 x Mmax) (8) (a – b. Mmax) N1(Mmax) = 1/ Tmax = 10 …….. (9) 16 dari 87
dengan
Pd T-14-2004-A
dengan : Mmax L Tmax Slip rate a, b N1(Mmax)
adalah magnetudo gempa maksimum yang dapat terjadi adalah panjang segmen patahan (km) adalah periode ulang dari gempa maksimum (tahun) adalah pergerakan sesaran (mm/tahun) adalah konstanta adalah jumlah kejadian gempa dengan Mmax per tahun.
Untuk menghitung periode ulang pada magnetudo lainnya, dapat digunakan persamaan (8) dengan memasukkan nilai Mmax sama dengan nilai yang diinginkan (misalnya M = 5, 6 dan 7). Konstanta a dan b dapat diperoleh dari persamaan (9) dengan menggunakan 2 nilai magnetudo yaitu pada Mmax dan Ms=5. Data sesaran aktif yang digunakan untuk analisis risiko gempa dapat dilihat di wilayah Sumatera, yaitu berjumlah 14 segmen (gambar 2), di wilayah Jawa 2 segmen (gambar 3), dan di wilayah Irian Jaya 8 segmen (gambar 6). Parameter dari setiap segmen sesaran dapat diperiksa pada tabel 7. 4) Data yang diuraikan pada 1), 2) dan 3) merupakan data masukan untuk analisis risiko gempa yang menggunakan program SEISRISK III (BENDER & PERKINS 1987). Perhitungan dilakukan pada berbagai koordinat yang penting di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Timor Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya, dengan tujuan agar dapat dibuat peta kontur percepatan gempa maksimum bolehjadi di permukaan tanah untuk periode ulang 10, 20, 50, 100, 200, 500, 1000, 5000 dan 10000 tahun. Peta percepatan gempa maksimum boleh jadi ini tidak dilampirkan dalam pedoman ini. 5) Dalam penggunaannya, percepatan gempa maksimum dari hasil perhitungan pada setiap koordinat di Kepulauan Indonesia dibagi dengan percepatan gempa maksimum yang terjadi di Jakarta pada periode ulang 10, 20, 50, 100, 200, 500,1000, 5000, dan 10000 tahun. Rasio rata-rata dari percepatan gempa maksimum di tiap-tiap koordinat dengan percepatan gempa maksimum di Jakarta untuk periode ulang 10 sampai dengan dengan 10000 tahun digambarkan berupa kontur koefisien zona dalam peta zona gempa untuk daerah Indonesia yang dapat diperiksa pada gambar 7. Berdasarkan kontur pada zona gempa, daerah Indonesia dapat dibagi menjadi 6 zona gempa, yaitu zona A, B, C, D, E dan F. Besarnya nilai koefisien zona tersebut dapat dilihat pada tabel 8. Dari peta zona gempa dapat diperoleh percepatan gempa maksimum di permukaan tanah dengan menggunakan persamaan (10).
17 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 2 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa untuk Sumatera
18 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 3 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa untuk Jawa
19 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 4 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa untuk Bali dan Nusa Tenggara 20 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 5 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa untuk Kalimantan dan Sulawesi
21 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 6 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa untuk Maluku dan Irian Barat
22 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 7 Peta zona gempa Indonesia
23 dari 87
Pd T-14-2004-A
Tabel 7 Parameter sesaran aktif yang digunakan untuk analisis risiko gempa No Sesa ran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama sesaran
L (km)
Mmax
Sunda Ranau Keruh Dempo Kaba Sumbing-Kataun Keterperinci Singkarak Bukittinggi Lubuksikaping Sorik-Merapi Toba Alas Aceh La Teuba Lembang Banyumas Sorong (01)
52,2 158 82,9 73,3 149,1 165,8 55,3 64,4 256,6 143,7 210,2 174,2 210,2 79,5 24,9 100,4 268,8
7,0725 7,6304 7,3055 7,2435 7,6012 7,6547 7,1016 7,1783 7,8747 7,5826 7,7743 7,6796 7,7743 7,2844 6,6996 7,4020
18
Yapen (02)
168,0
19 20 21 22 23 24 25
Yapen (03) Meervlakte (4A) Meervlakte (4B) Meervlakte (4C) Meervlakte (4D) Meervlakte (4E) Tarera Aduma(05)
190,4 78,40 112,0 134,4 201,6 168,0 134,4
7,898 1 7,661 4 7,360 6,974 7,457 7,549 7,753 7,661 7,550
Slip rate (mm/thn ) 11 11 11 11 11 11 11 11 16 5 27 27 10 10 2 2 21
Tmax
N1(Mmax)
N1(M=5)
b
a
N1(M=6)
N1(M=7)
198,6 569,6 308,4 274,3 539,0 596,3 209,8 242,6 621,1 1144 304,5 254,6 822,0 326,0 540,3 2035 494,6
0,005034 0,001756 0,003242 0,003645 0,001855 0,001677 0,004766 0,004123 0,00161 0,000873 0,003285 0,003927 0,001216 0,003067 0,001851 0,000491 0,00202
0,251995 0,251995 0,251995 0,251995 0,251995 0,251995 0,251995 0,251995 0,366539 0,114543 0,618534 0,618534 0,229087 0,229087 0,045817 0,045817 0,481082
0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,76 0,95 0,68 0,67 0,84 0,84 0,83 0,82 0,82
3,51 3,50 3,50 3,50 3,50 3,50 3,50 3,50 3,38 3,82 3,19 3,16 3,54 3,55 2,84 2,76 3,88
0,0381 0,0381 0,0381 0,0381 0,0381 0,0381 0,0381 0,0381 0,0555 0,0173 0,0936 0,0936 0,0347 0,0347 0,0069 0,0069 0,07281
0,00577 0,00577 0,00577 0,00577 0,00577 0,00577 0,00577 0,00577 0,00840 0,00262 0,01417 0,01417 0,00525 0,00525 0,00105 0,00105 0,01102
21
316,3
0,003164
0,481082
0,82
3,78
0,07281
0,01102
21 21 21 21 21 21 21
179,1 86,39 215,0 255,8 376,0 316,1 256.3
0,005585 0,011575 0,004650 0,003909 0,002659 0,003164 0.003901
0,481082 0,481082 0,481082 0,481082 0,481082 0,481082 0.481082
0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0.82
3,78 3,78 3,78 3,78 3,78 3,78 3.94
0,07281 0,07281 0,07281 0,07281 0,07281 0,07281 0.07281
0,01102 0,01102 0,01102 0,01102 0,01102 0,01102 0.01102
((tahun)
Tabel 8 Koefisien zona pada zona A,B,C,D,E,F Koefisien zona Z Zona A B C D E F
0,10-0,30 0,30-0,60 0,60-0,90 0,90-1,20 1,20-1,40 1,40-1,60
5.3 Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah Perhitungan percepatan gempa maksimum di permukaan tanah dapat langsung diperoleh dengan menggunakan peta zona gempa dengan cara sebagai berikut : 1) Daerah Indonesia dibagi dalam enam zona gempa yaitu A, B, C, D, E dan F dengan tiaptiap koefisien gempanya. 2) Percepatan gempa diperoleh berdasarkan pada peta zona gempa, koefisien zona gempa, dan percepatan gempa dasar yang dihitung dengan persamaan berikut. ad = Z x ac x v
………………………….. (10)
dengan : ad adalah percepatan gempa maksimum yang terkoreksi di permukaan tanah (gal) ac adalah percepatan gempa dasar, periksa tabel 9. Z adalah koefisien zona, periksa gambar 7. v adalah koreksi pengaruh jenis tanah setempat, periksa tabel 10.
24 dari 87
Pd T-14-2004-A
Tabel 9 Percepatan gempa dasar untuk berbagai periode ulang T (tahun)
(gal)
ac
10 20 50 100 200 500 1000 5000 1000
90 120 160 190 220 250 280 330 350
Tabel 10 Faktor koreksi pengaruh jenis tanah setempat Kelompok
Jenis Tanah
Periode predominan Ts(detik)
1
Batuan a) Perlapisan terbentuk sebelum periode kuarter disebut batuan. b) Lapisan diluvial di atas lapisan batuan dengan tebal kurang dari 10 m Diluvium a) Lapisan diluvial di atas lapisan batuan dengan tebal lebih dari 10 m b) Lapisan aluvial di atas lapisan batuan dengan tebal kurang dari 10 m. Aluvium a) Lapisan aluvial di atas lapisan batuan dengan tebal kurang dari 25 m b) Lapisan aluvial di atas lapisan batuan dengan tebal kurang dari 25 m dan lapisan aluvial lunak kurang dari 5 m. Aluvium lunak a) Lapisan tanah pasiran jenuh air dengan tebal kurang dari 10m dari permukaan dengan NSPT ≤ 10 pkl/30cm penetrasi. b) Lapisan tanah kohesif atau lanauan lunak ditemukan mulai pada kedalaman 3 m dari 2 permukaan dengan nilai cu ≤ 0,25 kg/cm dari uji lapangan.
Ts ≤ 0,25
0,80
0,25 < Ts ≤ 0,50
1,00
0,50 < Ts ≤ 0,75
1,10
Ts > 0,75
1,20
2
3
4
Koreksi (v)
Catatan : (1) Yang termasuk dalam lapisan diluvial ialah lapisan pasir padat, kerikil pasiran, kerikil bongkahan, dan lempung keras. (2) Yang termasuk dalam lapisan aluvial ialah lapisan endapan baru seperti endapan sungai, dan longsoran.
3) Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah harus dikoreksi terhadap pengaruh jenis tanah setempat yang berdasarkan a) periode predominan dari perlapisan tanah yang dibagi dalam 4 kelompok, seperti diperlihatkan pada tabel 10. b) nilai periode predominan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Ts
=
1,25 Tp
Tp = ∑ni=1
4Hi ( ) Vsi
……………………………. (11) …………………………… (12)
Vs dihitung dengan menggunakan persamaan (13) dan (14) atau diuji di laboratorium dengan menggunakan uji kolom resonansi (resonant column test) atau diuji di lapangan dengan uji lubang silang (cross hole test). Vs = 100 N1/3 ; untuk tanah kohesif …………….. (13) Vs = 80 N1/3 ; untuk tanah nonkohesif ………… (14) dengan : Ts adalah periode predominan perlapisan tanah dengan regangan besar pada waktu terjadi gempa (detik) Tp adalah periode predominan perlapisan tanah dengan regangan kecil (detik) 25 dari 87
Pd T-14-2004-A
Hi Vsi NSPT Vs n
adalah tebal perlapisan ke i (m) adalah cepat rambat gelombang geser pada lapisan tanah ke i (m/detik) adalah nilai uji penetrasi standar (SPT) adalah cepat rambat gelombang geser (m/detik) adalah jumlah lapisan.
c) Bagi batuan dasar yang merupakan batas terdalam harus ditentukan lapisan yang mempunyai nilai Vs lebih dari 280 m/detik. 5.4 Ragam percepatan gempa desain Dalam analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa pada umumnya digunakan data ragam percepatan gempa desain yang diperoleh dari hasil pencatatan akselerograf. Oleh karena itu, telah dikumpulkan hasil pencatatan akselerograf dari Jepang, yang berupa 277 rekaman berasal dari 68 kejadian gempa dengan besarnya gempa berkisar antara 4,5 sampai dengan 8,0 dan kedalaman fokusnya kurang dari 60 km. Data ragam percepatan gempa desain perlu diubah terlebih dahulu menjadi ragam percepatan gempa penormalan dengan cara membagi nilai ragam percepatan gempa pada setiap periode percepatan gempa maksimum yang tercatat. Ragam percepatan gempa penormalan dibagi dalam empat kelompok (sesuai dengan penggolongan dalam tabel 10) yang setiap kelompoknya mempunyai satu ragam percepatan gempa penormalan dengan koefisien redaman D = 5 % (lihat gambar 8, 9 10, dan 11). Ragam percepatan gempa penormalan dengan D≠ 5% dikoreksi dengan menggunakan persamaan berikut. San = Sa5 x Cn ………………….. (15) dengan : San adalah ragam percepatan gempa penormalan untuk D ≠ 5% (-) Sa5 adalah ragam percepatan gempa penormalan untuk D = 5% (-) Cn adalah koefisien koreksi untuk D≠ 5% dengan menggunakan gambar 12 (-). 3.0 2.5 D = 5%
2.0 1.5
1.0 0.5
Ï Sa/ad 0
0
0.5
1.0
1.5
2.0
TÎ
2.5
3.0
3.5
4.0
Gambar 8 Ragam percepatan gempa penormalan untuk fondasi batuan (Ts ≥ 0,25 detik) 26 dari 87
Pd T-14-2004-A 3.0 2.5 D = 5%
2.0 1.5
1.0 0.5 Ï Sa/ad 0
0
0.5
TÎ
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
Gambar 9 Ragam percepatan gempa penormalan untuk fondasi diluvium (0,25 6,0 3,0 < M < 5,9 M < 3,0
kuat sedang lemah
6.2.3 Klasifikasi gempa imbas Gempa imbas dapat dibagi atas tiga kelas menurut besaran gempanya seperti diuraikan dalam tabel 12. 6.2.4 Tingkat gempa imbas Berdasarkan hasil pencatatan kejadian di berbagai tempat di dunia, desain bangunan air akibat gempa imbas dapat dilakukan dengan menggunakan dua tingkat gempa imbas sebagai berikut : 1) pada persyaratan tanpa kerusakan digunakan besaran gempa maksimum rata-rata M = 4,75 , kedalaman fokus = 5 km, dan jarak pusat = 5 km dari bendungan; 2) pada persyaratan maximum credible earthquake (MCE) digunakan besaran gempa maksimum M = 6,5 ; kedalaman fokus = 2 km dan jarak pusat = 2 km. 30 dari 87
Pd T-14-2004-A
7
Penentuan parameter dinamik tanah dan batuan
7.1 Penjelasan umum Dalam pelaksanaan analisis respons dinamik akibat gaya-gaya gempa bumi pada perlapisan tanah dan tubuh bendungan dibutuhkan dua parameter utama, yaitu: 1) aselerogram desain di permukaan batuan dasar dengan metode superposisi dan metode stokastik ; 2) parameter dinamik dari material perlapisan tanah dan tubuh bendungan. Dalam pedoman ini metode penentuan parameter dinamik yang dibutuhkan untuk analisis respons dinamik diperhitungkan akibat gaya-gaya gempa bumi, fondasi mesin, dan angin, gelombang air, serta gaya kejut lainnya. Dua parameter dinamik tersebut ialah modulus geser (G) dan rasio redaman (D). Besarnya modulus geser ataupun rasio redaman, tergantung pada regangan geser, γ. Modulus geser dapat diperoleh baik dari hasil uji lapangan ataupun dari uji laboratorium, namun, rasio redaman hanya dapat diperoleh dari hasil uji laboratorium. Parameter dinamik tanah yaitu modulus geser, rasio redaman dan hubungan antara G/Gmax dengan regangan geser γ dan rasio redaman dengan regangan geser γ dapat diperoleh melalui tiga metode yaitu sebagai berikut: a) Uji lapangan dengan menggunakan cara geofisik melalui uji crosshole dan uji suspension PS logging dan cara empirik melalui uji penetrasi standar (SPT) dan uji penetrasi statik (CPT). Dalam metode ini hanya diperoleh kecepatan rambat gelombang geser (Vp dan Vs) dan melalui perhitungan dapat diperoleh modulus geser pada regangan kecil (Gmax) atau sebaliknya. b) Uji laboratorium menggunakan alat resonant column dan triaxial dinamik. Untuk regangan geser kecil (10-3%) digunakan alat triaxial dinamik. c) Metode empiris yang diperoleh dari literatur. 7.2 Metode uji lapangan 7.2.1 Hubungan antara modulus geser dan kecepatan rambat gelombang geser Hubungan antara modulus geser dan kecepatan rambat gelombang geser dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: Gmax = ρ x V2 smax ………(22) G = ρ x V2 s ….………(23) ρ = γt / g ….……(24) dengan : Gmax : modulus geser maksimum pada regangan geser γ < 10-4% G : modulus geser pada regangan geser γ > 10-4% Vsmax : kecepatan rambat gelombang geser pada regangan kecil < 10-4 % Vs : kecepatan rambat gelombang geser pada regangan geser γ>10-4% γt : berat volume total ρ : kerapatan massa g : gravitasi Jika Vsmax dan berat volume tanah diketahui, Gmax dapat dihitung. 7.2.2 Metode uji crosshole Uji crosshole dilakukan di dalam lubang bor untuk itu diperlukan minimal dua lubang bor, tetapi dianjurkan dengan tiga lubang bor.
31 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 13 Lubang bor untuk uji crosshole Sumber getar (source= bahan peledak) diledakkan pada kedalaman tertentu pada bor 1 (periksa gambar 13). Dalam lubang bor 2 pada kedalaman yang sama dengan letak sumber getar dipasang penerima (geofon) untuk membaca waktu tibanya gelombang primer (tp) dan waktu tibanya gelombang sekunder (ts) yang dihubungkan ke alat baca yang ada di permukaan tanah. Jarak antara 2 lubang bor (L) harus diukur secara teliti, karena merupakan salah satu parameter yang diperlukan untuk menghitung kecepatan rambat gelombang primer (Vp) dan gelombang sekunder (Vs) menggunakan persamaan berikut : Vp = L/tp Vs = L/ts Vp = Vs =
…………………………………(25) ………………………………….(26) E (1 − υ ) 2 G (1 − υ ) ……(27) = ρ (1 + υ )(1 − 2υ ) ρ (1 − 2υ )
G
ρ
…………………………………(28)
dengan : tp adalah waktu tiba gelombang primer; ts adalah waktu tiba gelombang sekunder; L adalah jarak antara lubang bor; E adalah modulus elastisitas; µ adalah angka Poisson. Sebagai contoh diperlihatkan suatu percobaan dalam 2 lubang bor yang berjarak L=5,00 m. Pada gambar 14 diperlihatkan hasil pembacaan pada trigger dengan sumber getaran mulai terbaca pada 12 mikrodetik, tp =14-12= 2 mikrodetik, dan ts = 35-12 =23 mikrodetik. Dengan demikian Vs= 5/0,023 =217 m/det; Vp=5/0,002 = 2500 m/det.
Gambar 14 Pencatatan hasil uji crosshole 32 dari 87
Pd T-14-2004-A
7.2.3 Uji suspension PS logging Uji suspension PS logging dilakukan dalam 1 lubang bor dan harus terletak di bawah muka air tanah. Peralatan sistem suspension PS logging yang dapat diperiksa pada gambar 15 terdiri atas berikut ini: 1) Dua sensor yaitu sensor bagian atas dan sensor bagian bawah, yang berjarak 1,00 m (L). 2) Setiap sensor dilengkapi 1 hidrofon dan 2 geofon. Hidrofon berfungsi untuk mendeteksi gelombang primer dan geofon berfungsi untuk mendeteksi gelombang sekunder (geser). Kedua geofon yang terpasang pada setiap sensor diletakkan secara kebalikannya, agar dapat mendeteksi gelombang geser yang berbalikan. Hal ini terutama digunakan untuk mengetahui tingkat kebenaran dari hasil pengujian. 3) Sumber getar yang berupa palu (periksa gambar 16) dikontrol dari alat baca suspension 170, yaitu komponen gelombang S terjadi akibat pergerakan palu ke arah horisontal dan komponen gelombang P terjadi akibat pukulan palu pada dinding. Palu yang memukul dinding menimbulkan gelombang melalui media air dan merambat melalui tanah, sehingga terbaca pada sensor.
Gambar 15 Alat uji suspension PS logging
Gambar 16 Struktur sumber getar dan komponen terjadinya gelombang
4) Pada gambar 17 dan 18 diperlihatkan contoh hasil uji suspension PS logging. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan (25) dan (26).
Gambar 17 Hasil uji suspension PS logging pada satu titik
Gambar 18 Ikhtisar hasil uji dalam 1 lubang bor
33 dari 87
Pd T-14-2004-A
7.2.4
Cara empiris untuk memperkirakan modulus geser maksimum dan cepat rambat gelombang geser Dalam penyelidikan geoteknik di lapangan, uji penetrasi standar (SPT) dan uji penetrasi statik (CPT) banyak digunakan untuk memprediksi perlapisan tanah dasar. Oleh karena itu, banyak peneliti di Jepang dan Amerika Serikat berupaya mengembangkan persamaan empiris hubungan antara Nspt (uji penetrasi standar) dan tahanan konus qc (uji penetrasi statik) dengan modulus geser maksimum (Gmax) atau kecepatan rambat gelombang S (Vsmax). Pada tabel 13 diperlihatkan beberapa persamaan empiris yang sering digunakan di Indonesia. Tabel 13 Hubungan antara Nspt dan dengan Gmax dan Vsmax Peneliti
Gmax(ton/m2) atau Vsmax (m/sec)
Jenis tanah
Imai & Yoshimura (1970) semua jenis Gmax = 1000 N0,78 0,62 Ohba & Toriumi (1970) alluvium Gmax = 1220 N 0,78 Ohsaki & Iwasaki (1972) semua jenis Gmax = 1218 N Hara dkk (1974) kohesif Gmax = 1580 N0,668 0,888 Imai (1977) semua jenis Gmax = 1200 N 1/3 kohesif Vsmax = 100 N Japan Standard for Highway nonkohesif Vsmax = 80 N1/3 Japan Standard for Highway Catatan : N = Nspt = nilai SPT pukulan/30cm penetrasi
Dengan mengubah-ubah nilai NSPT pada kelima rumus empiris pada tabel 13, maka dapat digambarkan hubungan antara Gmax dengan Nspt seperti ditunjukkan pada gambar 19. Ternyata untuk nilai NSPT yang sama, persamaan Imai menghasilkan modulus geser maksimum terbesar dan persamaan Ohba-Toriumi menghasilkan nilai modulus geser maksimum terkecil. Modulus Geser M aksimum (G0) vs NSPT
2
Modulus Geser Maksimum, G 0 (kN/m )
5,0E+05 4,5E+05 4,0E+05 3,5E+05 3,0E+05 2,5E+05 2,0E+05 1,5E+05 1,0E+05 5,0E+04 0,0E+00 0
10
20
30
40
50
60
70
NSPT Imai-Yoshimura(semua jenis tanah)
Ohba-Toriumi (tanah alluvium)
Ohsaki-Iwasaki (semua jenis tanah)
Hara (tanah Kohesif)
Imai (semua jenis tanah)
Gambar 19 Perbandingan hubungan antara Gmax dengan Nspt untuk 5 persamaan empiris pada tabel 13
34 dari 87
Pd T-14-2004-A
7.3 Metode uji laboratorium 7.3.1 Uji resonant column Peralatan uji resonant column yang digunakan ialah tipe Stokoe (1979), seperti ditunjukkan pada diagram gambar 20 dan 21, yang terdiri atas : 1) perlengkapan sel resonant column, yang terdiri atas drive plate, sel resonant column, bottom dan top cap, LVDT . 2) resonant column control box, yang terdiri atas signal conditioner system, function generator frequency control, decay trigger, VCF input, dan DC power supply. 3) prosedur percobaan sebagai berikut. a) siapkan benda uji berukuran 3,56x7,12 cm atau 7,0x14,0 cm. Lakukan uji coba alat sebelum percobaan, antara lain LVDT perlu dikalibrasi dengan menggunakan mikrometer sehingga diperoleh faktor s = 0,06667 cm/mvolt. b) pasang benda uji dalam sel resonant column sesuai dengan cara triaxial biasa dan isi tabung (tabung kecil) dengan cairan silikon berviskositas 50 centistokes sampai dengan kurang lebih sebatas tinggi top cap. Setelah itu pasang sel resonant column. c) beri tekanan keliling sesuai dengan kebutuhan misalnya 1,0 kg/cm2 dan lakukan proses konsolidasi selama 24 jam.
Gambar 20 Diagram alat resonant column tipe Stokoe
35 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 21 Foto alat resonant column tipe Stokoe
Gambar 22 Contoh hasil uji resonant column
d) beri beban torsi secara meningkat pada benda uji dan diikuti dengan pencatatan frekuensi, akselerometer seperti ditunjukkan pada gambar 22, dan fungsi decay. e) hasil percobaan dihitung dengan program Rescol dan menghasilkan keluaran berupa regangan geser, modulus geser, kecepatan rambat gelombang S dan koefisien redaman. 3) Perhitungan biasanya dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut : a) di atas benda uji diberi beban torsi siklik melalui drive plate. Tinggi benda uji H, berat volume contoh γt, momen inersia massa benda uji I dan momen inersia massa sistem I0 harus diketahui sebelum pengujian. b) pengujian dilakukan dengan mengubah-ubah frekuensi getar dari beban torsi sehingga diperoleh hubungan antara bacaan aselerometer dengan frekuensi. Pada saat terjadi resonansi, kecepatan geser gelombang pada tanah dapat dihitung dengan persamaan (29) dan (30) berikut. Kemudian ditentukan modulus gesernya.
ωnH Vs
ω H tan n Vs
I = I0
……………….. (29)
.………………...…(30) ωn = 2π fn dengan : H adalah tinggi benda uji fn adalah frekuensi alamiah I adalah momen inersia massa benda uji I0 adalah momen inersia massa sistem. c) Sebagai contoh diketahui I/I0 = 0,40 , H = 6 inch ; berat volume tanah γt = 105 lb/ft2, fn = 41 Hz (periksa gambar 22). (ωn H /Vs) tan (ωn H /Vs) = 0,4 (ωn H /Vs) = 0,593 Vs = (2x3,14x41x0,5)/(0,593 ) = 217,2 ft/sec Gmax= ρxV2smax Gmax = (105/32,2)x217,22 = 153834 lb/ft2
36 dari 87
Pd T-14-2004-A
7.3.2 Uji triaxial siklik Uji triaxial siklik dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan triaxial siklik dengan sistem SBEL, USA. Alat ini terbagi atas dua bagian (periksa diagram pada gambar 23 dan 24), yaitu seperti berikut.
Gambar 23 Diagram sistem triaxial siklik
Gambar 24 Alat servo controller dan sel triaxial siklik
37 dari 87
Pd T-14-2004-A
1) servo sistem SBEL 604 terdiri atas: a) 3 buah electro magnetic valves (pegasus) yang berfungsi mengatur aliran udara yang dikontrol dengan sistem aliran listrik (servo controller). Beban statik dan dinamik atau deformasi statik dan dinamik diatur oleh sistem ini (stress control test atau strain control test). b) 3 buah digital phase generator model 337 yang berfungsi mengatur frekuensi dan fase (sinusoidal, square, triangle dan ramp). c) 3 buah feedback monitor yang berfungsi untuk membaca beban, tekanan air pori dan deviator stress. 2) sel triaxial terdiri atas 3 buah sel dengan 2 benda uji berukuran 3,56x7,12 cm dan 7,11x14,22 cm. 3) 1 buah plotter dengan 3 buah channel untuk beban, deformasi, tekanan air pori, dan lainlain dapat diatur posisinya. Metode uji dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) persiapan benda uji dan sebelum percobaan dilakukan kalibrasi transducer, beban, tekanan air pori dan penurunan (LVDT) mengikuti buku petunjuk. Contoh kalibrasi Sbeban=15,82 kg/volt ; Spori=0,2 kg/cm2 ; Spenurunan= 2,54 mm/volt. 2) isi sel triaxial diisi dengan aquades dan sebelum pengujian plotter harus dikalibrasi sehingga diperoleh faktor konversi P, yaitu sebagai berikut: Pbeban=5 kg/div; Ppori=0,2 kg/cm2 ; Spenurunan= 0,8 mm/div. 3) beri tekanan keliling σ3 =1 kg/cm2. Ini diperoleh dengan balance load yang diatur oleh regulator. 4) percobaan dimulai dengan meningkatkan beban per 50-100 siklus dengan regangan kecil (γ=0,025 %) sampai dengan regangan besar (γ=2,5 – 5 %). Hasil keluaran dicatat, yang meliputi beban, tekanan air pori dan penurunan. Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan menggunakan komputer (lihat gambar 25).
Gambar 25 Pembebanan siklik dan lintasan tegangan pada uji triaxial siklik
Gambar 26 Loop histeresis hasil uji triaxial siklik 38 dari 87
Pd T-14-2004-A
5) Modulus geser biasanya diperoleh dengan menarik garis sekan (secant) yang menghubungkan titik puncak dari loop histeresis, seperti diperlihatkan pada gambar 26. Jika regangan geser meningkat, modulus geser akan menurun. Rumus-rumus perhitungannya ialah : Esec = σdc x 100/ εa ……………..(31) γ = (1+µ) x εa ……… …….(32) Gsec = Esec/(2( 1+µ)) .…….........(33) D = (AABCDA )/ (4π x AAA’O ) …………… (34) dengan : Esec adalah modulus sekan (kPa) σdc adalah tegangan dinamik (kPa) εa adalah regangan vertikal (%) γ adalah regangan geser (%) Gsec adalah G = modulus geser (kPa) µ adalah rasio Poisson D adalah rasio redaman. 6) Contoh perhitungannya dijelaskan sebagai berikut : Dari suatu uji triaxial dinamik pada benda uji tanah lempung lembek diperoleh stressstrain loop, seperti pada gambar 26. Perhitungan modulus geser dan koefisien redaman ialah sebagai berikut : Esec = 236x100/1,4 = 16857 kPa µ = 0,5 Gsec = 16857/ (2x(1+0,5)) = 5619 kPa Luas hysterisis loop = 4 kPa dan luas segitiga = 1,65 kPa; D = 4,52 / (4π x 1,65) = 0,218 atau 21,8 %. 7.4 Metode empiris dari hasil uji laboratorium Karena mahal dan sulitnya melakukan uji lapangan dan laboratorium, para peneliti berusaha mengembangkan persamaan-persamaan empiris untuk memperoleh Gmax atau Vsmax , antara lain sebagai berikut:
Gambar 27 Hubungan antara regangan geser dengan K2 untuk pasir 39 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 28 Hubungan antara G/Gmax dengan regangan geser untuk pasir 7.4.1
Metode Seed dan Idriss (1970)
7.4.1.1 Tanah pasir dan kerikil Berdasarkan kumpulan data hasil uji laboratorium Seed dan Idriss dapat dihitung parameter tanah pasir dan kerikil dengan rumus-rumus berikut: G =1000 x K2 x (σ’m)0,5… .………..(35)
Gmax =1000 x K2max x (σ’m)0,5..……..….(36) σ’m
= (1 + 2 Ko) σ’v
……...……...(37)
dengan : G adalah modulus geser yang tergantung pada kepadatan relatif (psf) Gmax adalah modulus geser maksimum yang tergantung pada kepadatan relatif (psf) K2 adalah konstanta yang tergantung pada regangan geser dan kepadatan relatif K2max adalah konstanta maksimum pada γ=10-4% dan kepadatan relatif σ’m adalah tegangan efektif rata-rata (psf) adalah tegangan vertikal efektif (psf) σ’v Ko adalah tekanan tanah dalam keadaan diam. Jadi untuk tanah pasir dengan Dr = 75 % dan σ’m= 1 pcf, diperoleh K2max=61 (gambar 27) sehingga Gmax = 1000 x 61 x 1 = 61000 pcf. Grafik hubungan antara G/Gmax dan rasio redaman D dengan regangan geser γ untuk tanah pasir dapat dilihat pada gambar 28 dan 29. 7.4.1.2 Tanah lempung Untuk memperkirakan besaran nilai Gmax dari tanah lempung, Seed dan Idriss telah mengembangkan grafik hubungan antara G/su dengan geser γ(%) seperti terlihat pada gambar 30. Jika diketahui nilai kuat geser undrained su = 20 kPa, pada grafik rata-rata pada gambar 30 diperoleh Gmax/su (pada γ=10-4) = 2500 sehingga Gmax=50000 kPa. Grafik hubungan antara G/Gmax dan rasio redaman D dengan regangan geser γ untuk tanah pasir dapat dilihat pada gambar 31 dan 32.
40 dari 87
Pd T-14-2004-A `
Gambar 29 Hubungan antara rasio redaman D dengan regangan geser untuk pasir
Gambar 30 Hubungan antara G/sU dengan regangan geser untuk tanah lempung 41 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 31 Hubungan antara G/Gmax dengan regangan geser untuk lempung
Gambar 32 Hubungan antara rasio redaman D dengan regangan geser untuk lempung
42 dari 87
Pd T-14-2004-A
7.4.2 Hubungan antara modulus geser maksimum dengan angka pori Persamaan empiris hubungan antara Gmax dengan angka pori e yang telah dikembangkan oleh para peneliti di USA dan Jepang ialah sebagai berikut :
( )
Gmax = A × F (e )× σ m dengan : A,n F(e) σ’m Gmax=G0
' n
… (38)
adalah konstanta adalah fungsi angka pori adalah tegangan efektif rata-rata, persamaan (37) (kN/m2) adalah modulus geser maksimum (kN/m2).
Rangkuman persamaan empiris (38) untuk tanah pasir dapat diperiksa pada tabel 14, untuk tanah lempung dapat dilihat pada tabel 15 dan untuk material kerikil (berbutir kasar) dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 14 Rangkuman persamaan empiris penentuan Gmax untuk pasir Peneliti
A
Hardin-Richart I (1963)
7000
(2,17-e) / (1+e)
F(e) 2
0,5
Pasir Ottawa butir bulat
Idem II Iwasaki-Tatsuoka (1978) Shibata-Soelarno (1975) Kokusho (1980) Yu-Richart (1984)
3300 16600
(2,97-e)2 / (1+e) (2,17-e)2 / (1+e)
0,5 0,4
Pasir kerikil Sebelas jenis pasir
42000
(0,67-e) / (1+e)
0,5
Tiga jenis pasir
8400 7000
(2,17-e) / (1+e) 2 (2,17-e) / (1+e)
0,5 0,5
Pasir Toyoura Tiga jenis pasir
2
N
Material Tanah
Tabel 15 Rangkuman persamaan empiris penentuan Gmax untuk lempung Peneliti
A
F(e)
n
Material Tanah
Hardin-Black (1968)
3270
(2,97-e)2 / (1+e)
0,6
Kaolinite, e = 0,6 – 1,5
Marcuson-Wahls (1972) I Idem II Kokusho (1982)
4500
(2,97-e)2 / (1+e)
0,5
Kaolinite, IP = 35
445 90
(4,4-e)2 / (1+e) (7,32-e)2 / (1+e)
0,5 0,6
20004000
(2,97-e)2 / (1+e)
0,5
Bentonite, IP = 60 Lempung tak terganggu,IP = 40-85 Lempung cetakulang, IP = 0 – 50
Zen-Umehara (1978)
Tabel 16 Rangkuman persamaan empiris penentuan Gmax untuk kerikil (butir kasar) Peneliti
A
F(e)
n
Material Tanah
Prange (1981) Kokusho-Esashi (1981) I
7320 13000
(2,97-e)2 / (1+e) (2,17-e)2 / (1+e)
0,38 0,55
Material ballast Batu pecah
Idem II
8400
(2,17-e)2 / (1+e)
0,6
Kerikil bulat
Sebagai bahan perbandingan dari persamaan tersebut dengan menetapkan σ’m=100kN/m2 dan mengubah-ubah nilai angka pori, dapat disusun grafik hubungan antara Gmax dan e yaitu seperti berikut ini.
43 dari 87
Pd T-14-2004-A
7.4.2.1 Tanah pasir Untuk jenis tanah pasir terdapat lima kelompok peneliti yang telah memberikan rumus empirik. Hardin-Richart (1963) memberikan dua rumus empirik berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pasir Ottawa yang berbutir bulat dan pasir kerikil, dengan metode pengujian resonant column. Iwasaki-Tatsuoka (1978) melakukan pengujian pada sebelas jenis pasir dengan metode pengujian resonant column. Shibata-Soelarno (1975) melakukan pengujian dengan metode ultrasonic pulse pada tiga belas jenis pasir. Kokusho (1980) menguji pasir Toyoura di Jepang dengan metode pengujian triaxial siklik. Yu-Richart (1984) menguji tiga jenis pasir dengan metode resonant column. Pada gambar 33 terlihat bahwa grafik Shibata-Soelarno berada pada posisi paling bawah dan grafik Iwasaki-Tatsuoka berada pada posisi paling atas. Dengan angka pori yang sama, rumus empirik Iwasaki-Tatsuoka memberikan nilai modulus geser maksimum (G0) terbesar di antara rumus lainnya dan rumus empirik Shibata-Soelarno memberikan nilai modulus geser maksimum (G0) terkecil. Ke empat grafik yang lain, yaitu grafik Hardin-Richart (I), HardinRichart (II), Kokusho, dan Yu-Richart, berada di antara kedua grafik tersebut. Untuk angka pori yang besar (e ≥ 1,5) ke lima yaitu grafik (Hardin-Richart (I), Hardin-Richart (II), IwasakiTatsuoka, Kokusho, dan Yu-Richart cenderung berimpit. Pada angka pori (e) > 0,67 rumus empirik Shibata-Soelarno akan menghasilkan nilai modulus geser maksimum (G0) yang negatif. Modulus Geser Maksimum (G0) vs Angka Pori (e) untuk Tanah Pasir
5,E+05 4,E+05 (kN/m2)
Modulus Geser Maksimum, G0
6,E+05
3,E+05 2,E+05 1,E+05 0,E+00 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
Angka Pori, e Hardin-Richart ( I )
Hardin-Richart ( II )
Iwasaki-Tatsuoka
Shibata-Solearno
Kokusho
Yu-Richart
Gambar 33 Hubungan antara Gmax (=G0) dengan e dengan σ’m=100 kN/m2 untuk tanah pasir Modulus Geser Maksimum (G0) vs Angka Pori (e) untuk Tanah Berbutir Kasar (Batu)
5,E+05 9,E+05
4,E+05 4,E+05 3,E+05 3,E+05 2,E+05 2,E+05 1,E+05 5,E+04 0,E+00 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
Marcuson-Wahls ( I )
Kokusho
Zen-Umehara
7,E+05 6,E+05 5,E+05 4,E+05 3,E+05 2,E+05 1,E+05 0,E+00 0
Angka Pori, e Hardin-Black
8,E+05
(kN/m2)
5,E+05
Modulus Geser Maksimum, G0
Modulus Geser Maksimum, G 0 (kN/m 2)
Modulus Geser Maksimum (G0) vs Angka Pori (e) untuk Lempung
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
Angka Pori, e
Marcuson-Wahls ( II )
Gambar 34 Hubungan antara Gmax (=G0) dengan e dengan σ’m=100 kN/m2 untuk tanah lempung
Prange
Kokusho-Esashi ( I )
Kokusho-Esashi ( II )
Gambar 35 Hubungan antara Gmax (=G0) dengan e dengan σ’m=100 kN/m2 untuk tanah berbutir kasar
44 dari 87
Pd T-14-2004-A
7.4.2.2 Tanah lempung Untuk lempung, Hardin-Black (1968) melakukan pengujian dengan metode resonant column pada tanah lempung jenis kaolinit dengan angka pori (e) antara 0,6 sampai dengan dengan 1,5. Marcuson-Wahls (1972) melakukan pengujian dengan metode resonant column pada lempung jenis kaolinit dengan indeks plastisitas 35 dan lempung jenis bentonit dengan indeks plastisitas 60. Kokusho (1982) menguji tanah lempung tak terganggu (undisturb clays) yang mempunyai indeks plastisitas 0 sampai dengan dengan 50 menggunakan metode resonant column. Sama halnya pada tanah pasir, dengan menetapkan tegangan efektif (σ01) konstan sebesar 100 kN/m2 dan mengubah-ubah nilai angka pori (e), didapatkan grafik hubungan G0 vs e untuk tanah lempung. Dari gambar 34 terlihat bahwa posisi grafik dari bawah ke atas ialah grafik-grafik Kokusho, Marcuson-Wahls (I), Zen-Umehara, HardinBlack, dan Marcuson-Wahls (II). Dari posisi grafik itu disimpulkan bahwa untuk angka pori yang sama diperoleh nilai modulus geser maksimum (G0) dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar oleh Kokusho, Marcuson-Wahls (I), Zen-Umehara, Hardin-Black, dan Marcuson-Wahls (II). Angka pori yang membesar membuat ke lima grafik tersebut semakin berimpit. 7.4.2.3 Kerikil (tanah berbutir kasar) Data tentang penelitian tanah berbutir kasar sangat sulit diperoleh dari literatur karena sulitnya pembuatan peralatan uji dinamik berskala besar untuk menguji material berbutir kasar. Prange (1981) melakukan pengujian pada material ballast dengan menggunakan metode resonant column. Kokusho-Esashi (1981) melakukan pengujian pada batu pecah dan kerikil bulat dengan menggunakan metode triaxial siklik. Pada gambar 35 terlihat bahwa untuk angka pori e < 0,25 , nilai modulus geser maksimum (G0) Kokusho-Esashi (I) lebih besar dari modulus geser maksimum (G0) Prange, dengan nilai modulus geser maksimum (G0) terendah diberikan Kokusho-Esashi (II). Pada angka pori (e) ≈ 0,25 terjadi persilangan grafik Kokusho-Esashi (I) dan grafik Prange. Untuk angka pori yang makin besar, grafik Kokusho-Esashi (I) mendekati grafik Kokusho-Esashi (II) dan diperkirakan akan memotong grafik tersebut. 7.5 Hubungan antara modulus penormalan G/Gmax dan rasio redaman dengan regangan geser Dalam melakukan analisis respons dinamik akibat gempa bumi dapat dicapai tingkat regangan geser yang cukup tinggi sehingga harus dipertimbangkan perubahan regangan geser γ dengan modulus geser G dan rasio redaman. Sebagai contoh, dalam program komputer Shake (Shnabel 1972) digunakan prosedur analisis linier ekivalen, namun, modulus geser G dan rasio redaman D diperoleh secara iterasi sampai dengan tercapai kompatibilitas dengan regangan geser. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu hubungan modulus geser penormalan (G/Gmax) dengan regangan geser γ dan rasio redaman (D) dengan regangan geser γ. Kurva hubungan antara G/Gmax dengan γ dan D dengan γ dari Seed & Idriss (1970) seperti dijelaskan dalam subbab 7.4.1 ialah kurva yang paling banyak digunakan di Indonesia. Tetapi, kini telah banyak dikembangkan persamaan empirik dengan menggunakan data eksperimen yang lebih lengkap antara lain seperti berikut ini. 7.5.1 Metode Shibata & Soelarno (1977) Shibata & Soelarno memberikan rumus untuk menghitung nilai modulus geser maksimum untuk pasir dan lempung, yaitu : Pasir : Gmax /G = 1 + 103 (γ/σc)……… (39) Lempung : Gmax /G = 1 +3 x 103 (γ/σc ) …..(40) dengan : σc = tekanan keliling atau confining pressure (kg/cm2).
45 dari 87
Pd T-14-2004-A
7.5.2 Metode Ishibasi dan Zhang (1993) Metode Ishibasi & Zhang dapat digunakan, baik untuk pasir ataupun lempung dengan persamaan-persamaan sebagai berikut : G/Gmax = K(γ,PI) (σ’m) m(γ, PI) -mo
………………………………........ (41)
0.492 K(γ,PI)=0.5 1 + tanh ln 0.000102 + n(PI) γ
………………………. (42)
0 .4 m(γ,PI)-mo = 0.272 x 1 − tanh ln 0.000556 exp (-0.0145 PI 1.3 ) ..(43) γ untuk PI = 0 0.0 -6 1.404 3.37 x 10 PI untuk 0 < PI ≤ 15 n(PI)= -7 1.976 untuk 15 < PI ≤ 70 7.0 x 10 PI 2.7 x 10 -5 PI 1.115 untuk PI > 70 Namun, untuk memperoleh rasio redaman D, digunakan persamaan (44) berikut:
2 G 1 + exp (-0.0145PI1.3) G - 1.547 0.586 D = 0.333 + 1 …………………… (44) Gmax 2 Gmax dengan : PI adalah indeks plastisitas (%) K(γ,PI) adalah konstanta tergantung γ dan PI (-) n(PI) adalah konstanta tergantung pada PI (-) m(γ,PI)-mo adalah konstanta tergantung γ dan PI (-) γ adalah regangan geser (-) σ’m adalah tegangan efektif rata-rata (kN/m2).
Rasio Redaman (D) vs Regangan Geser (γ) untuk Lempung
G/G0 vs Regangan Geser (γ) untuk Tanah Pasir 35
1,2 R a s io R e d a m a n , D (% )
1
G/G 0
0,8 0,6 0,4 0,2 0 0,0001
30 25 20 15 10 5 0 0,0001
0,001
0,01
0,1
1
10
0,001
0,01
0,1
1
10
Regangan Geser, γ (%)
Regangan Geser, γ (%) Ishibashi-Zhang
Shibata-Soelarno
Seed-Idris
Gambar 36 Perbandingan hubungan antara G/Gmax dengan γ untuk pasir
46 dari 87
Ishibashi-Zhang
Seed-Idris (upper bound)
Seed-Idris (lower Bound)
Seed-Idris (average)
Gambar 37 Perbandingan hubungan antara D dengan γ untuk tanah pasir
Pd T-14-2004-A
Rasio Redaman (D) vs Regangan Geser (γ) untuk Lempung
G/G0 vs Regangan Geser (γ ) untuk Lempung 35 R a s io R e d a m a n , D ( % )
1.2 1
G /G0
0.8 0.6 0.4 0.2 0 0.0001
30 25 20 15 10 5 0 0.0001
0.001
0.01
0.1
1
Shibata-Soelarno
0.01
0.1
1
10
Regangan Geser, γ (%)
10
Regangan Geser, γ (%) Ishibashi-Zhang
0.001
Seed-Idris
Gambar 38 Perbandingan hubungan antara G/Gmax dengan γ untuk tanah lempung
Ishibashi-Zhang
Seed-Idris (upper bound)
Seed-Idris (low er Bound)
Seed-Idris (average)
Gambar 39 Perbandingan hubungan antara D dengan γ untuk tanah lempung
Dari persamaan-persamaan tersebut dapt dinyatakan bahwa metode Zhang dan Ishibasi dapat digunakan untuk berbagai jenis tanah dengan indeks plastisitas dan tegangan efektif yang berbeda-beda. Pada gambar 36 dan 37 diperlihatkan perbandingan grafik hubungan antara Gmax dan D dengan regangan geser γ untuk tanah pasir dari Shibata & Soelarno (σ’c=1,0kg/cm2), Ishibasi-Zang (σ’m=100 kN/m2, PI=0%) dan Seed dkk (rata-rata). Hubungan antara G/Gmax dengan γ pada gambar 36, menunjukkan bahwa grafik Ishibasi-Zhang dan Shibata-Soelarno berada 10% sampai dengan 15% di atas grafik Seed dkk. Namun. pada gambar 37 menunjukkan bahwa grafik hubungan antara D dengan γ dari Ishibasi & Zhang berada di bawah batas bawah dari grafik Seed dkk. Pada gambar 38 dan 39 diperlihatkan grafik hubungan antara G/Gmax dan D dengan regangan geser γ untuk tanah lempung dari Ishibasi-Zhang (σ’m=100 kN/m2) dan Seed dkk (batas atas, rata-rata dan batas bawah). Untuk grafik hubungan antara G/Gmax dengan γ pada gambar 38 menunjukkan bahwa grafik Ishibasi-Zhang dan Shibata-Soelarno berada 10% sampai dengan dengan 15% di atas grafik Seed dkk. Namun, pada gambar 39 grafik hubungan antara D dengan γ memperlihatkan bahwa grafik Ishibasi & Zhang berada di bawah batas bawah dari grafik Seed dkk. 7.5.3 Metode Rollins dkk (1998) Rollins K.L dkk (1998) melakukan penelitian dari bahan berbutir kasar yang diuji di laboratorium dengan menggunakan triaxial siklik yang berukuran diameter 300 m dan tinggi 600 mm. Hasilnya berupa persamaan empirik hubungan antara G/Gmax dan D dengan regangan geser γ persamaannya adalah sebagai berikut:
1 G = − 20γ )) Gmaks (1,2 + 16γ (1 + 10
….………. (45)
D = 0,8 + 18 ( 1+ 0,15 γ-0,9 )-0,75
……… (46)
47 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 40 Perbandingan hubungan antara G/Gmax dengan γ dari hasil penelitian Rollins dkk dengan Seed dkk untuk bahan berbutir kasar Untuk klarifikasi, Rollins dkk membandingkan hasil penelitiannya dengan hasil penelitian Seed dkk (1970) yaitu untuk pasir dan kerikil pada batas atas, rata-rata, dan batas bawah, seperti terlihat pada gambar 40 dan 41. Kurva G/Gmax dengan γ dan D dengan γ dari Rollins dkk mendekati kurva Seed & Idriss untuk pasir.
Gambar 41 Perbandingan hubungan antara D dengan γ hasil dari penelitian Rollins dkk dengan Seed dkk untuk bahan berbutir kasar 48 dari 87
Pd T-14-2004-A
8
Metode analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa
8.1 Tinjauan umum Untuk mencegah ketidakstajikan akibat penurunan kuat-geser, akibat peningkatan tekanan pori yang dapat menimbulkan terjadinya proses likuifaksi, deformasi berlebihan dan pengaruh gelombang tinggi, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) pemadatan urugan pada konstruksi bendungan urugan harus dilakukan dengan baik sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. 2) kemiringan lereng untuk bendungan urugan tanah ialah 1:2,5 sampai dengan 1:3 (vertikal : horisontal). Untuk bendungan tipe urugan batu dengan inti tegak atau miring, kemiringan lereng dapat dibuat lebih curam. 3) faktor keamanan beban statik untuk bidang longsoran kritis dari hasil analisis stabilitas lereng ialah 1,5 kali lebih besar daripada faktor keamanan minimum yang dipersyaratkan untuk kondisi pembebanan dengan gempa. 4) tinggi jagaan minimum disesuaikan dengan melihat RSNI T-01-2002. Jika kondisi tersebut tidak dapat dipenuhi, harus dilakukan analisis deformasi dengan menggunakan cara Newmark atau Makdisi & Seed. 8.2 Analisis potensi likuifaksi Metode analisis likuifaksi secara sederhana dapat diperiksa pada bab 6. 8.3 Analisis dengan cara koefisien gempa (pseudostatic analyses) Analisis gempa untuk desain bendungan dan bangunan pengairan tahan gempa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. 8.3.1 Cara koefisien gempa Cara ini dilakukan dengan menghitung koefisien gempa dan gaya-gaya vibrasi yang bekerja dengan arah yang berubah-ubah yang diganti dengan satu gaya statik mendatar, seperti persamaan berikut ini. F = K. W.
……………………..
(47)
ad Kh = g
…………………..
(48)
…………………
(49)
K = α 1 x Kh
dengan : F adalah gaya gempa mendatar (kN) ; W adalah: berat (ton); Kh adalah koefisien gempa dasar yang tergantung pada periode ulang T ; ad adalah percepatan gempa terkoreksi oleh pengaruh jenis tanah (gal) ; α1 adalah koreksi pengaruh daerah bebas (freefield) untuk bendungan tipe urugan = 0,7; namun, untuk bendungan beton dan pasangan batu = 1 ; K adalah koefisien gempa terkoreksi untuk analisis stabilitas ; g adalah gravitasi (=980 cm/det2). Dalam metode analisis ini, percepatan gempa dari dasar sampai dengan puncak bendungan dianggap sama. Anggapan ini sebetulnya kurang tepat karena bendungan tipe urugan bersifat lebih fleksibel sehingga percepatan gempa seharusnya makin membesar di puncak. Analisis stabilitas dilakukan dengan metode keseimbangan batas dengan koefisien gempa K yang keluarannya berupa faktor keamanan.
49 dari 87
Pd T-14-2004-A
8.3.2 Cara koefisien gempa termodifikasi Cara koefisien gempa yang telah diuraikan perlu dimodifikasi karena sudah tidak sesuai lagi. Oleh karena itu, digunakan cara dari Jepang “Seismic Design Guideline for Fill Dam” [26] dengan koefisien gempa desain Kh = ad/g, yang diperoleh dari persamaan (48) dan (49). Koefisien gempa desain pada tubuh bendungan yang merupakan fungsi dari kedalaman, dapat dihitung dengan persamaan : Ko = α2 x Kh
...................................(50)
dengan : Ko adalah koefisien gempa desain terkoreksi di permukaan tanah ; α2 adalah koreksi pengaruh jenis struktur, untuk bendungan tipe urugan = 0,5 ; Kh adalah koefisien gempa dasar yang tergantung periode ulang T. Dalam analisis stabilitas ini koefisien gempa pada kedalaman Y dari puncak bendungan berbeda-beda. Untuk analisis stabilitas, peninjauan dilakukan pada Y = 0.25H; 0.50H; 0,75H dan H (H ialah tinggi bendungan) dengan menggunakan Kh pada periode ulang sesuai dengan yang dipersyaratkan. Koefisien gempa rata-rata K pada Y yang berbeda-beda dapat dihitung dengan persamaan-persamaan sebagai berikut (gambar 42) : Untuk 0 < Y/H ≤ 0,4 K = Ko x {2,5 – 1,85 x (Y/h)} ……………………. (51) Untuk 0,4 < Y/H ≤ 1,0 K = Ko x { 2,0 – 0,60 x (Y/h)} …………………… (52) Analisis stabilitas dilakukan dengan metode keseimbangan batas dengan menggunakan koefisien gempa K yang keluarannya berupa faktor keamanan. 8.4 Analisis dengan cara dinamik Analisis dengan cara dinamik dapat dilakukan dengan dua cara perhitungan, yaitu analisis alihan tetap cara Makdisi & Seed, dan analisis dinamik dengan respons dinamik. 8.4.1 Analisis alihan tetap cara Makdisi & Seed Formulasi secara terperinci dapat diperiksa pada lampiran C dan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) lakukan studi risiko gempa dalam menentukan parameter gempa untuk memperoleh percepatan gempa desain di permukaan tanah ad dan Ms pada periode ulang sesuai dengan kriteria, spektum percepatan gempa penormalan Sa/ad dengan redaman D, dan koreksi pengaruh rasio redaman D dengan Cn 2) lakukan analisis stabilitas pada Y/H = 0,25; 0,5; 0,75; 1 dengan mengubah-ubah nilai Kh pada bidang longsor kritis dengan data bahan γt ; phi’ dan c’. Gambarkan hubungan antara FK (faktor keamanan) dengan Kh dan tentukan percepatan gempa Ky (percepatan gempa kritis pada FK=1). 3) tentukan parameter dinamik bahan Vsmax atau Gmax ; grafik hubungan antara G/Gmax dan D dengan γ dari fondasi dan tubuh bendungan sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam subbab 7.5.
Gambar 42 Profil bendungan tipikal
50 dari 87
Pd T-14-2004-A
Metode F.E “ Shear Slice” (mencakup untuk semua data)
M-8¼ 7½ 6½
Rata-rata semua data
ky/kmax
kmax/δmax
Gambar 43 Grafik hubungan antara Kmax/ űmax dengan Y/H
Gambar 44 Grafik hubungan antara Ky/Kmax dengan Uk
4) hitung atau taksir nilai Vsmax dengan persamaan : ω1 = 2,404 Vs /H ; T1= 2π / ω1 = 2,614 Vs /H; Sa1= Cnxad x Sa/ad ….(53) ω2 = 5,520 Vs /H ; T2= 2π / ω2 = 1,138 Vs /H; Sa2= Cnxad x Sa/ad ….(54) ω3 = 8,654 Vs /H ; T3= 2π / ω3 = 0,726 Vs /H; Sa3=Cnxad x Sa/ad …(55) (γrata)ek = 0,195 x (H/Vs) x Sa1 ; dari grafik hubungan antara G/Gmax dengan γ Cari nilai G/Gmax pada (γrata)ek dan hitung G dan Vs yang baru serta ditulis dalam Gb dan Vsb 5) periksa ketelitian taksiran Vs dengan persamaan ((Vs– Vb)/Vs) x100%. Jika taksiran lebih besar dari 5% ulangi langkah 4 dan 5 dengan menggunakan taksiran Vs = Vb . Namun, jika taksiran kurang atau sama dengan 5% dengan hasil perhitungan, lanjutkan dengan langkah 6. 6) űmax = [ 2,56 Sa12 + 1,12 Sa22 + 0,74 Sa32 ] 0,5 …………(56) dari grafik hubungan antara kmax /űmax dengan Y/H (gambar 43) diperoleh kmax , dengan grafik hubungan antara Uk dengan Ms (gambar 44) diperoleh Uk sehingga dapat dihitung u = Uk / (kmaxx g x T1) 7) alihan tetap yang terjadi tidak boleh melampaui 50 % dari tinggi jagaan. Lihat bagan alir pada lampiran gambar A.2. 8.4.2 Analisis respons dinamik Prinsip dasar dari analisis respons dinamik meliputi langkah-langkah sebagai berikut (lihat bagan alir pada lampiran gambar A.3) : a) penentuan profil melintang bendungan digunakan dalam analisis. b) penentuan sejarah waktu percepatan gempa desain melalui kerja sama antara pakar geologi dan seismologi merupakan data masukan untuk melakukan analisis respons dinamik bendungan. c) penentuan tegangan awal dalam tubuh dan fondasi bendungan dilakukan seteliti mungkin sebelum terjadinya gempa bumi dengan menggunakan cara elemen hingga dan parameter berat volume, kuat geser, modulus elastisitas, angka Poisson dan lain-lain.
51 dari 87
Pd T-14-2004-A
d) penentuan sifat-sifat dinamik dari material fondasi dan tubuh bendungan, seperti modulus geser, karakteristik hubungan modulus geser dan redaman dengan regangan geser dan angka Poisson merupakan masukan untuk melakukan analisis respons dinamik bendungan. e) analisis dapat dilakukan dengan program komputer (Shakem, Flush, Quad 4) yang banyak tersedia di pasaran dan keluarannya berupa tegangan dan regangan tambahan akibat beban gempa dan percepatan gempa. f) hasil analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa berupa tegangan yang ditambahkan dengan tegangan-tegangan awal yang diperoleh dari analisis elemen hingga pada kondisi sebelum terjadi gempa. g) hasil penggabungan tegangan dapat digunakan untuk menentukan apakah elemen akan mengalami keruntuhan atau tidak. 8.4.3 Prosedur analisis Berdasarkan penjelasan metode analisis untuk bendungan tipe urugan, dalam tabel 17 diperlihatkan prosedur yang dianjurkan untuk analisis sebagai berikut : 1) bendungan dibagi dalam 2 kelompok dengan ketinggian H ≤ 15 m dan H > 15 m. Setiap ketinggian dibagi lagi menurut nilai percepatan gempa maksimumnya yaitu ad ≤ 0,25 g dan ad > 0,25 g ; 2) analisis dilakukan pada 2 tingkat gempa yaitu tingkat gempa dengan persyaratan tanpa kerusakan dan persyaratan yang diperkenankan ada kerusakan tanpa keruntuhan;. 3) persyaratan tanpa kerusakan untuk kelas risiko I, II, III, IV; untuk H≤ 15 m dilakukan dengan cara Ea, namun, untuk H>15m analisis dilakukan dengan cara Eb ; 4) pada persyaratan yang diperkenankan ada kerusakan tanpa keruntuhan untuk kelas risiko I, II, III, IV; untuk H ≤ 15m dilakukan dengan proses yang tergantung pada percepatan maksimum ad yaitu • ad ≤ 0,25 g , analisis dilakukan dengan cara Ea • ad > 0,25 g , analisis dilakukan dengan cara Ec ; namun, untuk H > 15 m dilakukan dengan proses yang tergantung pada ad yaitu : • ad ≤ 0,25 g , analisis dilakukan dengan cara Eb, • ad > 0,25 g , analisis dilakukan dengan cara Ec. Tabel 17 Prosedur analisis yang dianjurkan untuk bendungan tipe urugan .Kelas Risiko
Tinggi bendungan H≤ 15 ah > 0,25g ad ≤ 0,25g
Tinggi bendungan H>15 m ad > 0,25g ad ≤ 0,25g
Persyaratan tanpa kerusakan (OBE) : I II III IV Persyaratan yang diperkenankan ada kerusakan tanpa keruntuhan (MDE) : I II III IV Catatan :
Ea Ea Ea Tidak ada
Ea Ea Ea Tidak ada
Eb Eb Eb Eb
Eb Eb Eb Eb
Ea Ea Ea Tidak ada
Ec Ec Ec Tidak ada
Eb Eb Eb Eb
Ec Ec Ec Ec
Ea = analisis menggunakan cara koefisien gempa dengan persamaan (48) dan (49) Eb = analisis menggunakan cara koefisien gempa termodifikasi dengan persamaan (48), (51) dan (52). Ec =analisis dilakukan secara bertahap; dimulai dengan menggunakan cara koefisien gempa termodifikasi, jika faktor keamanan ≤ 1.00 perlu dilanjutkan dengan analisis deformasi permanen yang menggunakan cara Makdisi-Seed dengan syarat deformasi tidak melebihi 50% dari tinggi jagaan; jika tidak memenuhi syarat perlu dilanjutkan dengan analisis respons dinamik yang menggunakan cara elemen hingga.
52 dari 87
Pd T-14-2004-A
53 dari 87
Pd T-14-2004-A
LAMPIRAN A Bagan alir analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa Mulai
Studi kegempaan meliputi
Penyelidikan geoteknik meliputi
1. penyelidikan kondisi geologi regional 2. sejarah kejadian gempa 3. kondisi geologi regional 4. penentuan fungsi atenuasi 5. penentuan M, R, kedalaman gempa, percepatan gempa untuk periode ulang (deterministik, probabilistik atau peta gempa)
1. pengeboran, uji lapangan , uji laboratorium 2. penentuan parameter desain material &fondasi a) γn , γsat, φuu, cuu, , φ’cu, c’cu (stabilitas statik) b) k (analisis rembesan) c) Gmax, hubungan G/Gmax dan D dengan regangan γ (analisis stabilitas dinamik)
Desain bendungan meliputi 1) jenis urugan dan geometri bendungan 2) isi waduk, muka air normal, muka air banjir, tinggi jagaan
Persyaratan diperkenankan ada kerusakan tanpa keruntuhan (MDE), Sesuaikan kelas bendungan dengan T, tentukan ad, Kh = ad /g
Lakukan analisis stabilitas statik pada kondisi 1. 2. 3. 4.
selesai konstruksi aliran langgeng (steady seepage) pengoperasian waduk (surut cepat) kondisi darurat
Lakukan analisis stabilitas dinamik dengan metode koef gempa termodifikasi pada
Tidak
FK> FKmin
Ubah geometri
Y/H = 0,25; 0,5 ; 0,75 dan 1 (udik +hilir) dan K ditentukan dengan K0 = 0,5 x Kh Untuk 0 < Y/H < 0,4 K = K0 x (2,5-1,85x (Y/H)) Untuk 0,4 50% tinggi jagaan MAN Ya
Ubah geometri bendungan (counterweight dan pelandaian lereng dan ulangi analisis stabilitas dan alihan tetap dan ulangi analisis dari awal
Lanjutkan dengan analisis respons dinamik dengan menggunakan cara elemen hingga (2 dimensi, program Quad4, Flush , Plaxis dll ) atau cara pemancaran gelombang (Shakem)
Gambar A.2 Bagan alir analisis alihan tetap dengan cara Makdisi-Seed 54 dari 87
Pd T-14-2004-A
Mulai
Lakukan analisis stabilitas pada Y/H = 0,25; 0,5; 0,75; 1 dengan mengubah nilai kh pada bidang longsor kritis dengan data bahan γt ; φ’ dan c’.
Studi risiko gempa untuk menentukan parameter gempa
Tentukan ad , Ms, jarak terdekat pada daerah sumber gempa dan aselerograf.
Tentukan nilai ky dari hubungan FK dengan kh untuk setiap bidang longsoran kritis
Analisis respons dinamik
Cara perambatan gelombang (Shakem)
Cara elemen hingga (Flush, Quad4, Plaxis )
Pilih profil-profil yang akan dianalisis (1 dimensi) dan tentukan 1) perlapisan tanah 2) parameter dinamik bahan Gmax ; hubungan antara G/Gmax dan D dengan γ untuk setiap lapis 3) titik-titik pusat bidang longsoran kritis yang membutuhkan aselerograf
Pilih profil-profil yang akan di analisis (2) dimensi) dan tentukan 1) elemen hingga dan perlapisan tanah 2) parameter dinamik bahan Gmax ; hubungan antara G/Gmax dan D dengan γ untuk setiap lapis . 3) titik-titik pusat bidang longsoran kritis yang membutuhkan aselerograf
Hitung alihan tetap dengan menggunakan cara Newmark pada setiap bidang longsoran kritis dengan data masukkan aseleregraf pada titik pusatnya dan ky
Selesai
u > 50% tinggi jagaan MAN
Ubah geometri bendungan (counterweight dan pelandaian lereng dan ulangi analisis stabilitas dan alihan tetap dan ulangi analisis dari awal
Gambar A.3 Bagan alir analisis alihan tetap dengan cara respons dinamik
55 dari 87
Pd T-14-2004-A
Lampiran B Frekuensi kejadian gempa dan parameter gempa B.1 Kejadian gempa B.1.1 Statistik kejadian gempa Untuk mengetahui kegempaan di suatu daerah sumber gempa, perlu dilakukan analisis frekuensi kejadian gempa dengan teori probabilitas. Model statistik yang umum digunakan untuk menentukan probabilitas kejadian gempa ialah model Gutenberg-Richter, yaitu mengumpulkan data gempa dengan periode tertentu dan menyusun data menurut jumlah kejadian gempa N(M) dengan magnetudo yang berbeda selama periode tersebut. Kemudian jumlah kejadian gempa setiap magnetudo dibagi dengan periode pengamatan T untuk mendapatkan rata-rata tahunan kejadian gempa yang lebih besar dari magnetudo M, yang disebut N1(M) yang biasa dinyatakan sebagai periode ulang gempa yang lebih besar dari magnetudo M. Kurva regresi dibuat berdasarkan pada data yang diplot sehingga menghasilkan persamaan linier yang dinyatakan dengan rumus Log N(Ms) = a – b. Ms
N1 (M s ) =
N (M s ) T
Log N1(Ms) = a1 – b1.Ms
(B.1) (B.2) (B.3)
dengan : Ms : magnetudo gempa N (Ms) : frekuensi kumulatif selama waktu T kejadian gempa lebih besar magnetudo Ms N1(M) : frekuensi kumulatif tahunan kejadian gempa lebih besar dari pada magnetudo Ms T : lama pengamatan a & a1 : konstanta yang tergantung pada lamanya pengamatan b & b1 : kontanta yang menyatakan karakteristik daerah terjadinya gempa bumi. Dari penelitian Beca Carter dan Hollings diperoleh nilai b dari 15 seismotektonik di Indonesia yang berkisar antara 0,9-1,1. Pencatatan gempa biasanya hanya pada kejadian gempa besar, sedangkan gempa kecil tidak tercatat karena tidak terdeteksi. Penarikan garis lurus pada model Gutenberg-Richter akan menghasilkan perkiraan nilai rata-rata tahunan untuk magnetudo kecil akan terlalu rendah dan sebaliknya untuk magnetudo besar nilainya terlalu besar. B.1.2 Frekuensi kejadian gempa B.1.2.1 Analisis frekuensi kejadian gempa Dalam analisis frekuensi kejadian gempa digunakan data gempa Indonesia yang didapat dari United States Geological Surveys (U.S.G.S) dan sumber lain seperti Badan Meteorologi dan Geofisika mencatata data gempa dari tahun 1900 sampai dengan dengan tahun 2000, yang terdiri stasiun pencatat gempa, waktu kejadian dalam tahun, bulan, dan tanggal, magnetudo dalam Ms (surface magnetudo) dengan Ms > 4, kedalaman pusat gempa yang dibatasi sampai dengan 150 km dan lokasi gempa yang dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur. Data gempa yang terkumpul dibagi dalam kotak satu derajat persegi menurut bujur dan lintang yang secara keseluruhan untuk daerah Indonesia berjumlah 1138 kotak, periksa gambar B.1
56 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar B.1 Kotak-kotak sumber gempa di Indonesia 57 dari 87
Pd T-14-2004-A
Tabel B.1 Data kejadian gempa per kotak 1° bujur dan lintang untuk kotak 1 Kotak
1
Stasiun Lintang
Bujur
Thn
Bln
Tgl
Waktu terjadi
Dalaman km
Ms
PDE
8,23
94,01
1965
8
31
34555,8
70
4,8
ISC
8,65
94,01
1967
7
2
140944,0
94
4,7 4,4
PDE
8,05
94,02
1967
7
2
141924,0
132
PDE
8,12
94,02
1968
3
8
230822,0
54
4,2
PDE
8,91
94,03
1968
11
19
224807,9
68
4,7 4,9
ISC
8,95
94,04
1975
10
28
54042,4
23
PDE
8,26
94,06
1976
7
27
90951,3
26
5,2
ISC
8,17
94,07
1976
7
27
102211,5
36
4,7 4,7
ISC
8,60
94,10
1978
1
27
194003,9
113
PDE
8,22
94,11
1978
9
21
33241,4
55
5,5
ISC
8,14
94,12
1978
10
10
24258,6
33
4,8
PDE
8,42
94,12
1979
7
3
101403,6
33
4,6
ISC
8,31
94,13
1980
3
17
82045,5
26
4,3
PDE
8,78
94,14
1980
4
15
72042,8
39
4,6
ISC
8,78
94,14
1981
11
29
153339,1
33
4,6
ISC
8,97
94,14
1985
11
23
232239,8
33
4,3
ISC
8,79
94,15
1985
3
17
62347,2
33
4,4
PDE
8,32
94,17
1985
3
17
62344,8
33
4,1
ISC
8,68
94,18
1986
1
28
123216,8
27
5,7
ISC
8,73
94,19
1987
11
14
132153,2
72
4,1
ISC
8,05
94,20
1989
8
24
170052,4
33
4,1
PDE
8,27
94,22
1990
12
29
132354,3
18
5,6
PDE
8,25
94,24
1990
12
30
93643,8
33
4,6
PDE
8,13
94,25
1991
7
18
95036,8
26
5,4
ISC
8,78
94,26
1991
6
26
143443,1
33
4,9
ISC
8,45
94,28
1991
6
26
154805,8
33
4,1
ISC
8,52
94,31
1991
7
18
44245,0
33
4,0
ISC
8,32
94,32
1991
7
18
120337,7
76
4,8
PDE
8,32
94,40
1991
7
18
152405,1
16
5,1
PDE
8,79
94,43
1995
3
19
43413,9
43
4,0
PDE
8,42
94,47
1996
6
25
71821,3
24
4,0
PDE
8,44
94,63
1996
6
25
72858,1
27
5,3
PDE
8,54
94,74
1997
10
16
64234,8
33
4,5
Gambar B.2 Hubungan magnetudo dan log N1(Ms) untuk kotak 1
58 dari 87
Pd T-14-2004-A
Pada tabel B.1, diperlihatkan data pada kotak 1 yang digunakan sebagai contoh untuk menghitung konstanta-konstanta a1 dan b. Data dalam tabel B.1 diperiksa ulang dalam tabel B.2 menurut tahun dan frekuensi kejadian gempa untuk Ms > 4,0, Ms > 4,5, Ms > 5,0, Ms > 5,5, Ms > 6,0 ,Ms > 6,5 , Ms > 7,0 dan Ms > 7,5. Kemudian dihitung N(Ms) , N1(Ms) dan Log (N1(Ms)) dan dibuatkan grafik hubungan antara Ms dengan Log (N1(Ms)) dengan cara regresi linier, seperti pada gambar B.2 Konstanta b=0,704 dan a1=2,873 . Tabel B.2 Analisis data gempa per kotak 1° bujur dan lintang Kotak
Min 1
Frekuensi Kumulatif Gempa Lebih Besar Dari
Kedalamanan
Thn
4,0
4,5
1965
Rata
Maks
1
1
1967
2
1
1968
2
1
1975
1
1
1976
2
2
1
1978
3
3
1
1
1979
1
1
1980
2
1
1981
1
1
1985
3
1986
1
1
1
1987
1
1989
1 1
1
5,0
1990
2
2
1
1991
5
4
2
1
1995
1
1996
1
1
1997
1
1
16
44.3
132
5,5
3
6,0
31
21
7
0,969
0,656
0,219
0,094 N1(Ms)
-0,014
-0,183
-0,660
-1,028
6,5
7,0
7,5
N(Ms) Log N1(Ms)
T = 32 tahun Msmaks= 5,7
Gambar B.3 Asumsi penentuan jumlah kejadian gempa Dengan cara yang sama hal tersebut dilakukan untuk kotak-kotak lainnya, seperti diperlihatkan pada tabel B.3.
59 dari 87
Pd T-14-2004-A
B.1.2.2 Peta frekuensi kejadian gempa Data konstanta a1 dan b pada setiap kotak sumber gempa yang diperoleh pada B.1.2.1 dikembangkan untuk membuat peta frekuensi kejadian gempa untuk 100 tahun pengamatan. Kejadian gempa pada setiap kotak sumber gempa diperoleh dengan dengan cara rata-rata hitung (weighted average) untuk masing Ms > 5, Ms > 6, Ms > 7 dan Ms > 8 dengan menjumlahkan kejadian gempa (periksa gambar B.3) : 1) 0,25 dari frekuensi kejadian gempa pada bagian yang diarsir 2) 0,50 dari frekuensi kejadian gempa pada 4 kotak A 3) 0,25 dari frekuensi kejadian gempa pada 4 kotak B Hasil penggambaran kontur frekuensi kejadian gempa untuk Ms > 5, Ms > 6, Ms > 7 dan Ms > 8 untuk pengamatan 100 tahun dapat dilihat pada gambar B.4; B.5; B.6; B.7, yaitu frekuensi kejadian gempa per tahun N1(Ms) diperoleh dengan membagi nilai kontur dengan 100 tahun. Tabel B.3a Nilai-nilai a1, b dan koefisien korelasi R2 Kotak a b c d 1 2 3 4 5 6 7 8 26 27 28 29 30 31 32 52 53 54 55 57 77
a1
b
R2 0,9063 0,9603 0,9359 0,9905 0,9709 0,8891 0,9343 0,9944 0,9230 1,0000 0,4460 0,9254 0,9905 1,0000 0,9609 0,8944 0,9550 0,8110 0,9905 0,9178 0,9560 0,9270 0,9065 1,0000 0,9781
Kotak 79 80 81 82 83 102 103 104 105 106 107 127 128 129 130 131 132 153 154 155 156 157 160 180 181
a1 2,539 3,188 2,666 2,682 2,796 2,583 2,143 2,879 3,186 3,000 2,507 3,499 4,045 3,177 1,925 2,486 2,226 3,748 2,250 4,270 3,964 2,765 0,373 2,588 3,191
b 0,625 0,752 0,671 0,689 0,695 0,699 0,567 0,665 0,766 0,732 0,641 0,886 0,937 0,799 0,492 0,510 0,523 0,954 0,564 0,960 0,975 0,713 0,176 0,634 0,714
R2 0,9677 0,9074 0,9662 0,9671 0,9574 0,9574 0,9468 0,9670 0,9274 0,9225 0,9833 0,8782 0,9550 0,9705 0,8770 0,9150 0,9738 0,8345 0,8627 0,8722 0,9374 0,7370 0,9812 0,8998 0,8487
Kotak 183 184 204 205 206 207 208 209 229 230 231 232 233 254 255 256 257 279 280 281 282 303 304 305 306
a1 1,613 2,348 3,667 3,125 5,034 4,523 3,528 2,262 2,962 4,723 3,304 4,115 2,603 1,917 3,677 4,692 2,938 2,105 4,220 3,140 1,846 1,338 3,771 3,948 3,990
b 0,375 0,646 0,926 0,734 0,943 0,859 0,822 0,515 0,778 0,980 0,656 0,900 0,683 0,544 0,749 0,971 0,781 0,436 0,853 0,788 0,426 0,301 0,847 0,831 0,908
R2 0,7643 0,9255 0,9432 0,8357 0,8400 0,7718 0,8140 0,8944 0.9092 0,8437 0,9028 0,8452 0,8270 0,9962 0,9681 0,8245 0,9297 0,8491 0,9186 0,7652 0,8500 0,9905 0,8538 0,8842 0,8270
2,446 3,825 1,192 0,584 2,873 5,208 3,776 3,455 4,924 2,010 0,241 1,083 0,493 2,522 3,052 4,102 4,100 3,747 1,116 2,603 3,994 5,045 4,273 1,108 1,234
0,699 0,857 0,342 0,301 0,704 1,125 0,852 0,744 1,129 0,602 0,256 0,350 0,301 0,672 0,749 0,937 0,906 0,921 0,301 0,563 0,920 1,063 0,979 0,352 0,416
78
2,786
0,643
0,9618
182
4,671
0,955
0,7643
307
1,189
0,477
0,9777
60 dari 87
Pd T-14-2004-A
Tabel B.3b Nilai-nilai a1, b dan koefisien korelasi R2 Kotak
a1
b
R2
Kotak
a1
b
R2
Kotak
a1
b
R2
327 328 329 330 331 353 354 355 356 377 378 379 380 399 401 402 403 404 425 426 427 428 429 448 449
2,611 2,594 3,957 4,698 4,270 3,767 2,689 3,259 2,583 2,444 3,359 2,779 0,086 1,198 2,090 2,945 3,266 2,049 0,705 2,580 2,899 2,712 1,774 1,859 0,225
0,699 0,653 0,861 1,094 1,026 0,871 0,613 0,769 0,699 0,692 0,851 0,745 0,146 0,336 0,699 0,681 0,771 0,529 0,301 0,605 0,665 0,729 0,566 0,544 0,239
0,7500 0,8698 0,9502 0,9028 0,9118 0,9676 0,9747 0,9420 0,9574 0,8207 0,9791 0,9509 0,7500 0,7910 0,9574 0,8698 0,9411 0,9595 0,9303 0,9272 0,9360 0,8254 0,9837 0,9334 0,8941
451 452 453 471 473 474 475 476 477 498 499 500 501 502 522 523 524 525 545 546 547 548 549 555 559
3,687 2,863 4,504 1,634 2,734 2,110 4,350 3,221 1,146 2,317 2,704 3,021 3,253 3,762 2,901 1,670 2,407 1,911 2,007 2,939 2,230 3,108 2,844 0,559 4,817
0,813 0,623 1,097 0,602 0,699 0,565 0,984 0,598 0,250 0,621 0,641 0,769 0,802 1,000 0,681 0,439 0,669 0,500 0,602 0,691 0,591 0,748 0,653 0,301 1,204
0,9704 0,8731 0,9112 0,7500 0,8517 0,9626 0,9117 0,8380 1,0000 0,9752 0,9568 0,8397 0,8701 0,9993 0,9900 0,9870 0,9429 0,9351 0,7500 0,9740 0,9659 0,8706 0,9611 0,9905 1,0000
569 570 571 572 573 574 580 581 584 588 589 593 594 595 596 597 598 609 610 611 612 613 614 617 618
3,525 3,668 2,765 2,839 3,770 5,734 0,887 3,099 1,872 2,139 2,014 1,364 3,786 3,782 2,951 4,524 3,771 2,481 2,393 2,255 2,814 1,859 1,353 4,993 3,810
0,900 0,832 0,572 0,590 0,758 1,481 0,322 0,771 0,452 0,537 0,493 0,398 0,852 0,803 0,677 0,888 0,954 0,532 0,626 0,607 0,584 0,487 0,455 1,230 0,858
0,9515 0,8866 0,8808 0,7710 0,9375 1,0000 0,8501 0,8693 0,9879 0,9257 0,9050 0,8350 0,9780 0,9550 0,7873 0,9414 1,0000 0,9762 0,9340 0,9910 0,8790 0,8252 0,9884 0,9320 0,9190
450
3,703
0,843
0,9366
560
1,216
0,477
0,9777
619
3,825
0,810
0,9564
61 dari 87
Pd T-14-2004-A
Tabel B.3c Nilai-nilai a1, b dan koefisien korelasi R2 Kotak
a1
b
R2
Kotak
a1
b
R2
Kotak
a1
b
R2
846 847 848 849 850 851 852 853 854 855 856 857 858 873 874 876 877 878 879 880 881 882 898 901 902
2,165 3,316 4,639 3,779 3,921 2,244 4,643 4,274 4,292 3,925 5,769 5,983 3,629 3,947 1,955 3,952 5,383 3,928 3,909 5,651 4,200 5,222 2,558 3,248 3,660
0,602 0,801 1,023 0,903 0,951 0,558 1,022 0,916 0,893 0,873 1,121 1,155 0,883 1,000 0,602 0,984 1,108 0,857 0,800 1,052 0,921 1,255 0,656 0,696 0,851
1,0000 0,9715 0,8429 0,8515 0,8666 0,7881 0,8319 0,8789 0,9513 0,9259 0,9461 0,9107 0,9236 0,7842 0,8976 0,9419 0,8978 0,9061 0,9618 0,8939 0,9438 0,9397 0,9629 0,8939 0,9321
904 905 919 922 923 925 926 927 928 929 946 947 948 949 950 951 952 953 962 969 970 971 972 973 974
4,251 2,273 1,720 2,730 1,454 3,516 2,327 2,604 3,562 0,799 3,414 1,898 2,862 3,466 4,428 4,129 2,103 3,758 1,565 0,598 1,785 3,050 2,535 4,009 5,188
0,863 0,580 0,467 0,609 0,286 0,954 0,637 0,674 0,833 0,347 0,814 0,477 0,656 0,863 0,981 0,901 0,518 0,954 0,527 0,221 0,516 0,670 0,512 0,859 1,102
0,8532 0,9892 0,6833 0,9039 0,8702 1,0000 0,9675 0,9554 0,9153 0,8993 0,9020 0,9623 0,9728 0,8152 0,9345 0,8803 0,9953 0,8829 0,8575 0,6000 0,8983 0,9528 0,9345 0,9139 0,9310
986 993 994 995 996 997 998 999 1018 1019 1020 1021 1022 1042 1043 1044 1045 1046 1066 1067 1068 1069 1070 1091 1092
1,531 1,130 4,348 3,826 2,718 3,896 3,563 3,109 4,638 4,843 3,110 4,102 3,804 2,725 3,120 2,436 2,646 1,405 3,861 5,862 3,360 3,334 3,896 2,690 4,392
0,532 0,477 0,865 0,871 0,740 0,802 0,727 0,845 0,893 0,971 0,752 0,912 0,801 0,613 0,658 0,580 0,631 0,426 0,852 1,148 0,744 0,759 0,954 0,632 0,835
0,9346 0,7500 0,9587 0,7998 0,9315 0,9120 0,9838 0,9433 0,9972 0,9364 0,9353 0,9358 0,9177 0,9723 0,9903 0,9416 0,9090 0,9002 0,8644 0,8575 0,9118 0,9627 1,0000 0,8356 0,9512
903
4,305
0,887
0,9091
975
2,675
0,704
0,9808
1093
4,761
0,899
0,8575
2
Kotak
a1
b
R
1094 1095 1116 1117 1118
3,635 3,593 4,339 4,052 2,482
0,744 0,954 0,942 0,854 0,540
0,9842 0,8917 0,8917 0,9178 0,9604
1119
2,558
0,778
0,9832
62 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar B.4 Peta kejadian gempa Ms > 5 untuk 100 tahun pengamatan
Gambar B.5 Peta kejadian gempa Ms > 6 untuk 100 tahun pengamatan
63 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar B.6 Peta kejadian gempa Ms > 7 untuk 100 tahun pengamatan
Gambar B.7 Peta kejadian gempa Ms > 8 untuk 100 tahun pengamatan B.2 Fungsi atenuasi B.2.1 Fukusima dan Tanaka (1990) Berdasarkan pada pada data gempa di Jepang dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Untuk segala jenis tanah dengan faktor koreksi tertentu, fungsi attenuasi diturunkan sebagai berikut. log PHA (gals) = 0,41 MS - log (r+0,030. 10 0.41M S )-0,0033r+1,28……….(B.4) dengan : PHA adalah percepatan gempa horisontal maksimum (gals) MS adalah magnetudo r adalah jarak hiposentrum terdekat 64 dari 87
Pd T-14-2004-A
B.2.2 Idriss (1991) Berdasarkan pada data gempa di California dan San Fransisco. Dengan jenis tanah batuan tertentu dapat dibuat persamaan sebagai berikut.
ln(y) = α0 + exp(α1 + α2 M ) + [β0 − exp(β1 + β2M )]ln(R + 20) + 0,2F ……(B.5) dengan : α 0 = -0,05 ; α1 = 3,477 ; α 2 = -0,284 ; β 0 = 0 ; β1 = 2,475 ; 2 = -0,286 Ln = natural logarithm Y = parameter pergerakan tanah (PHA dan Spectral Acceleration) M = besaran momen (moment magnetudo) R = Jarak terdekat terhadap sumber gempa, untuk M ≤ 6 dipakai jarak hiposentrum.
0 strike slip fault F = 1 reverse fault 0,5 oblique source B.2.3 Sadigh (1993) Berdasarkan pada gempa-gempa penting di California, seperti Imperial Valley (1979), Coalinga (1983), Morgan Hill (1984), North Palm Spring (1986), Whittier (1987), Loma Prieta (1989), dan Landers and Big Bear (1992). Persamaannya ialah sebagai berikut. ln (PHA) = C1 + C 2 M + C 4 ln( R + exp(C 5 + C 6 M ))
………..(B.6)
dengan : C1 = -1,274 ; C2 = 1,1 ; C4 = -2,1 ; C5 = -0,48451 ; C6 = 0,524 B.2.4 Joyner and Boore (1993) Persamaan untuk gempa-gempa Loma Prieta (1989). Landers and Big Bear (1992) dan Petrolia (1992), diturunkan dengan menggunakan data dengan besar magnetudo mendekati 7. Keadaan tanah diklasifikasikan ke dalam empat kelas berdasarkan pada rata-rata kecepatan gelombang pada kedalaman lebih besar dari 30 m. Pada persamaan berikut D belum termasuk dalam analisis. Rumus empiris ini berlaku untuk batuan dasar (bed rock). log Y(g)= b1 + b2 ( M − 6) + b3 ( M − 6) 2 + b4 r + b5 log( r ) + b6 G B + b7 Gc
(
r= d +h
(B.7)
)
2 1 2
0 untuk kelas lokasi A GB = 0 untuk kelas lokasi B 1 untuk kelas lokasi C
0 untuk kelas lokasi A GC = 0 untuk kelas lokasi B 1 untuk kelas lokasi C
dengan : b1=-0,105 ; b2= 0,229 ; b3 = 0 ; b4 = 0 ; b5 = -0,778 ; b6 = 0,162 ; b7= 0,251 ; d = ∆ : jarak episentrum (km) ; h : kedalaman gempa, diambil 30 km ; r = R : jarak hiposentrum.
65 dari 87
Pd T-14-2004-A
Tabel B.4 Kelas lokasi yang tergantung pada kers batuan
v s (m/det) pada kedalaman 30 m
Kelas Lokasi A
>750
B
360-750
C
180-360
B.2.5 Crouse (1991) Rumus perhitungan Crouse ialah : Ln(PGA) = 6.36 +1.76 ⋅ M S − 2.73⋅ Ln(R +1.58 ⋅ exp(0.608 ⋅ M S )) + 0.00916 ⋅ h
…………………………..(B.8) B.2.6 Youngs (1997) Rumus perhitungan Youngs ialah : Ln (PGA) = 0,2418 + 1,414 x M –2,552 x Ln(R+1,7818.exp(0,554 x M)) + 0,00607 x H + 0,3846 x Zt ………………………….. (B.9) B.2.7 Kenneth W. Campbell Persamaan ini diturunkan berdasarkan pada data gempa dengan magnetudo > 4,7 pada periode 1957-1993, dengan kondisi tanah dan batuan sebagai berikut : Lny(g)= β 0 + 0 ,683 M + β 1 tanh [0 ,647 (M − 4 .7 )] − 1,0 ln( r ) − α R +0,27F + [β 2 − 0.105ln(R)]S + β 3 tanh(0,620D)
…………….. (B.10)
r = ( R 2 + [0,0586 exp(0,683M )] ) α = β4 + β5M
2 1 2
dengan :
0 untuk strike - slip dan normal faults F= 1 untuk reverse, reverse - oblique, thrust - oblique faults 0 Tanah S= 1 Batuan D : kedalaman lapisan batuan dasar (basement rock) dalam (km). Tabel B.5 Konstanta β untuk persamaan B.10 Periode (detik)
β0
β1
β2
β3
β4
β5
PHA
-3,15
0
0
0
0,0150
-0,000995
66 dari 87
Pd T-14-2004-A
Perbandingan Rumus Empiris (M = 7.5 dan R = 300 km) 0.7 0.6
Fukushima Idriss Sadigh
0.5
Boore A
PGA (g)
Boore B Boore C
0.4
Crouse Youngs Campbell
0.3 0.2 0.1 0 10
40
70
100
130
160
190
220
250
280
310
R (km)
Gambar B.8 Hubungan percepatan gempa horisontal dengan jarak hiposentrum Dalam pemilihan fungsi atenuasi atau rumus empiris ini, satuan PHA yang digunakan ialah g (gal = cm/det2, dan g = 1/980 cm/det2). Magnetudo gempa yang diambil ialah 7,5 dengan kedalaman 30 km. Agar mudah terlihat, perbandingan hasil antarfungsi atenuasi sebaiknya digambarkan dalam bentuk grafik fungsi percepatan dengan jarak hiposentrum (lihat gambar B.8). Berdasarkan pada grafik tersebut, terlihat bahwa fungsi atenuasi Joyner and Boore kelas B pada jarak relatif kecil (10-30 km) memiliki nilai PGA relatif kecil, sedangkan untuk jarak yang jauh memiliki nilai rata-rata dibandingkan dengan rumus lainnya. Namun, nilai PGA untuk jarak kecil pada semua fungsi atenuasi berubah-ubah. Rumus empiris Joyner & Boore ini berlaku untuk bed rock sehingga mencakup kegempaan di Indonesia yang memiliki batuan dasar muda dan relatif lunak. Nilai percepatan hasil perhitungan dengan rumus tersebut tidak perlu dikoreksi lagi, karena sudah berlaku untuk batuan dasar (bed rock). Lain halnya untuk rumus Fukusima & Tanaka yang berlaku untuk permukaan tanah yang memerlukan faktor koreksi nilai percepatan gempa tersebut dibagi dengan 0,8. Nilai magnetudo pada rumus empiris ini menggunakan Mw (moment magnetudo) sehingga nilai magnetudo yang ada yaitu dalam bentuk Ms (Surface Wave Magnetudo) harus dikonversikan terlebih dahulu, sesuai dengan persamaan (B.12). Setelah fungsi atenuasi dari Joyner and Boore ditentukan untuk digunakan dalam analisis data, perlu dicari besarnya jarak hiposentrum (R) untuk tiap-tiap jarak episentrum. Hal ini disebabkan yang dibutuhkan untuk data program komputer ialah jarak episentrum, sedangkan di dalam rumus Joyner and Boore yang diperlukan ialah jarak hiposentrum. Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar B.9.
67 dari 87
Pd T-14-2004-A
Jarak episentrum ( ∆ ) Titik pengamatan
episentrum
Kedalaman = 30 km Jarak hiposentrum ( R )
Fokus gempa
•
Gambar B.9 Hubungan jarak episentrum dan jarak hiposentrum dengan kedalaman gempa Jarak hiposentrum diperoleh dengan rumus Phytagoras, yaitu : R=
∆ 2 + 302
(B.11)
Data yang perlu dimasukkan ke dalam program komputer ialah besarnya jarak episentrum dan besarnya percepatan tanah maksimum yang dinyatakan dalam g untuk beberapa nilai magnetudo. Adapun jumlah jarak episentrum yang dapat dimasukkan ke dalam program komputer berjumlah maksimal 20 buah. Berikut ini diberikan beberapa contoh perhitungan : ¾ Contoh perhitungan 1 : - Diketahui : Jarak episentrum (D) = 10 km - Ditanyakan : Jarak hiposentrum (R) = ? - Jawab
: R=
∆ 2 + 302
= 102 + 302 = 31,6227766 km ¾
Contoh perhitungan 2 :
- Diketahui : Magnetudo (M) = 7,5 Mw = 1,1.Ms – 0,64 = 1,1x7,5 – 0,64 = 7,61 ………………(B.12) Jarak hiposentrum (R) = 31,6227766 km Ms ialah surface moment magnetudo; Mw ialah moment magnetudo. - Ditanyakan : Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah dengan menggunakan persamaan attenuasi Joyner-Boore (ag) = ? - Jawab : ag = 10^(-0,105 + 0,229 x (M-6) – 0,778 x log R + 0,162 x GB + 0,251 x GC ag = 10^(-0,105 + 0,229 x (7,61 – 6) – 0,778 x log(31,6227766) + 0,62 x 1 + 0,251 x 0) ag = 0,181422 g
68 dari 87
Pd T-14-2004-A
B.3 Aselerogram gempa kuat pada batuan dasar untuk desain Metode yang dugunakan adalah : 1) metode superposisi (Seed, Idriss, Kiefer 1969) 2) cara stokastik B.3.1 Metode superposisi Langkah-langkah pembuatan aselerogram desain dengan metode superposisi ialah sebagai berikut. 1) lakukan analisis statistik kejadian gempa untuk menentukan Ms yang sesuai dengan periode ulang yang diinginkan dengan jarak episentrum terdekat. 2) hitung percepatan gempa maksimum desain ad atau k=ad/g 3) tentukan periode predominan Tp dari batuan dasar ( Vs >300m/det) menggunakan gambar B.10 . 4) pilih aselerogram pada Tabel B.5 dengan periode predominan yang mendekati Tp dari hasil studi.
Gambar B.10 Hubungan antara periode predominan pada batuan dasar dengan jarak ke sesar aktif atau jarak pusat gempa untuk variasi magnetudo (Seed dkk 1969) 5) Aselerogram yang dipilih mempunyai parameter (lihat tabel B.5) berikut. T1 : periode predominan; ∆t1 : interval waktu aselerogram amaks1 : percepatan gempa maksimum t01 : durasi goncangan 6) Ubah interval waktu aselerogram yang ada sehingga periode predominan T1 sama dengan periode predominan batuan dasar setempat Tp yaitu dengan persamaan : ∆t2 = ∆t1xTp/T1 … (B.12) dengan : ∆t2 : interval aselerogram desain ∆t1 : interval aselerogram gempa yang dipilih Tp : periode predominan hasil studi (gambar B.10) T1 : periode predominan aselerogram yang dipilih 7) Ubah percepatan gempa maksimum (amaks1) dari aselerogram yang dipilih, yaitu dengan mengalikannya dengan faktor koreksi ad/amaks1
69 dari 87
Pd T-14-2004-A
8) Durasi aselerogram desain ditentukan dengan rumus : (detik) (rumus dari Donovan) t02 = 4 + 11x(Ms-5) Jika t02 > t01 tambah rekaman Jika t02 < t01 kurangi rekaman Tabel B.6 Parameter 22 rekaman aselerogram gempa untuk analisis respons dinamik Gempa Auburn dam (H) Auburn dam (V) California DWR Oroville (H) Paicoma Taft Spectrum (V) Nearfield Synthetic 1 Nearfield Synthetic 2 San Fernando (H) San Fernando (V) Jennings A-1 (H) Jennings A-2 (V) El Centro 1940 South (H) El Centro 1940 West (H) El Centro 1940 (V) Norden dam (H) Island Park 1 (H) Island Park 2 (H) Jackson Lake Dam (H) Koyno Long (India) (H) Paicoma Taft Modifcation (H) Farfield / Seed-Idriss (H) Bradbury Dam Local (H) Bradbury Dam Distant (H)
Ms 6,5 6,5 6,5 6,5 7,5 7,5 6,6 6,6 8,25 8,25 6,70 6,70 6,70 6,0 7,5 7,5 6,5 6,5 7,25 8,25 7,25 8,25
Deps (km)
∆t1 (detik)
t01 (detik)
amaks (g)
T1 (detik)
37,10 37,10 20,00 20,00 9,30 9,30 9,3 17,80 18,00 18,00
0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 0,025 0,025 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,0266 0,025
20,47 20,47 20,47 20,47 20,47 20,47 35,98 35,98 119,975 119,975 53,42 53,42 53,42 20,47 20,47 20,47 10,31 10,23 37,83 75,18 45,08 89,975
0,642 0,386 0,600 0,341 0,630 0,630 0,151 0,049 0,376 0,440 0,349 0,214 0,210 0,225 0,594 0,423 0,484 0,583 0,750 0,420 0,699 0,200
0,15 0,15 0,20 0,20 0,10 0,30 0,30 0,15 0,80 0,40 0,45 0,25 0,10 0,20 0,20 0,25 0,10 0,15 0,20 0,45 0,35 0,30
3,00 2,00 60,00
70 dari 87
Pd T-14-2004-A
Lampiran C Formulasi analisis alihan tetap C.1
Metode keping geser (shear wedge) dari Makdisi & Seed
C.1.1 Grafik penentuan alihan tetap Dalam penentuan alihan tetap dengan metode Makdisi & Seed disediakan dua buah grafik yaitu grafik hubungan antara Kmax/űmax dengan Y/H (gambar C.1) dan hubungan antara Ky/Kmax dengan Uk=U/ (Kmax x g x T0) periksa gambar C.2. Parameter yang diuraikan űmax ialah parameter yang dihitung secara iteratif dengan menggunakan cara Seed & Martin. Penjelasan parameter grafik pada gambar C.1 dan C.2. • űmax= percepatan gempa maksimum di puncak yang diperoleh dengan metode Seed-Martin • Y = kedalaman bidang gelincir dari puncak • H = tinggi bendungan • Kmax= percepatan gempa maksimum yang bekerja pada titik pusat bidang gelincir yang diperoleh dari grafik gambat C.1 • Ky = diperoleh dengan melakukan analisis stabilitas dengan menvariasikan Kh , sehingga diperoleh suatu grafik hubungan antara FK dengan Kh , i pada FK=1 diperoleh Kh yang sama dengan Ky Ky > Kmax tidak ada alihan tetap. Ky < Kmax ada alihan tetap • U = alihan tetap dari grafik gambar C.2 • T0 = periode predoman atau periode mode 1 • g = gravitasi
Metode F.E
M-8¼
“ Shear Slice” (mencakup untuk semua data)
7½ 6½
Rata-rata semua data
kmax/δmax
ky/kmax
Gambar C.1 Hubungan antara Kmax / űmax dengan Y/H
71 dari 87
Gambar C.2 Hubungan antara Ky / Kmax dengan Uk
Pd T-14-2004-A
C.1.2 Penentuan percepatan gempa maksimum di puncak Besarnya percepatan gempa maksimum pada setiap kedalaman Y dan waktu t menurut Seed dan Martin dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
Gambar C.3 Model Seed & Martin dalam formulasi űmax
u (Y , t ) = ∑ n =1
Y ) H ω V (t ) n n β n J1 (β n )
2 Jo( β n
…….. (C.1)
t
……(C.2) Vn (t ) = ∫ ug (t )e −λnωn ( t −τ ) sin{ω dn (t − τ )} dτ 0
ωdn = ω (1 − λn )
………………(C.3)
Jika λn bernilai kecil ωdn = ωn untuk λn ≤ 20%, persamaannya adalah
ωn = β n
vs ` H
vs = G / ρ
…….(C.4) ……… (C.5)
dengan : J1 : fungsi Bessel tingkat pertama dengan orde nol dan satu βn : akar dari persamaan Jo (βn Y/H) = 0 (lihat tabel C.1) : kecepatan rambat gelombang geser Vs ωn : frekuensi alamiah (natural frequency) untuk ragam ke-n ρ : kepadatan massa ű(Y,t) : percepatan gempa pada kedalaman y dan waktu t Űg(t) : percepatan gempa di permukaan pada waktu t Vn (t) : Integral Duhamel.
72 dari 87
Pd T-14-2004-A
Persamaan C.1 dapat disederhanakan seperti persamaan C.6 berikut.
u (Y , t ) = ∑ φ n (Y )ω nV n (t )
…………………… (C.6)
n =1
φn(Y) =
Y 2.J 0 β n. H = partisipation factor …….(C.7) βn.J1.( βn)
Tabel C.1 Nilai βn untuk 5 ragam vibrasi pada bendungan urugan M 0 1/2 4/7 2/3 1
N 1
2
2,404 2,903 2,999 3,142 3,382
5,520 6,033 6,133 6,283 7,106
3
8,654 9,171 9,273 9,525 10,174
4
11,792 12,310 12,413 12,566 13,324
5
14,931 15,451 15,544 15,708 16,471
Dalam perhitungan, penggunaan tiga ragam vibrasi yang pertama sudah dianggap cukup teliti. Dari tabel nilai βn telah dapat diketahui yaitu : β1 = 2,404 ; ω1 = 2,404 Vs /H ; T1= 2¶ / ω1 = 2,614 Vs /H …. (C.8) β2 = 5,520 ; ω2 = 5,520 Vs /H ; T2= 2¶ / ω2 =1,138 Vs /H …. (C.9) β3 = 8,654 ; ω3 = 8,654 Vs /H ; T3= 2¶ / ω3 =0,726 Vs /H ……(C.10) Pada puncak bendungan Y = 0, nilai mode participation faktornya didapat dari gambar C.4 φ1 (0) = 1,60 ) φ2 (0) = 1,06 ) …………..(C.11) φ3 (0) = 0,86 )
Gambar C.4 Nilai φn fungsi dari y/H Percepatan gempa maksimum di puncak dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.
u n max = φ n ( 0 ) Sa
n
…………………….. (C.12)
dengan : San : spectrum percepatan gempa
73 dari 87
Pd T-14-2004-A
Percepatan gempa maksimum di puncak bendungan untuk tiga mode yang pertama dapat ditulis sebagai berikut : ű1max = φ1 (0) Sa1 = 1,60 Sa1 ……… (C.13) ű2max = φ2 (0) Sa2 = 1,06 Sa2 ……… (C.14) ű3 max = φ3 (0) Sa3 = 0,86 Sa3 ……… (C.15) Karena nilai-nilai maksimum pada setiap ragam terjadi pada waktu yang berbeda-beda, percepatan gempa maksimum di puncak bendungan diambil sebagai akar penjumlahan kuadrat dari percepatan gempa maksimum dari tiga mode pertama.
űmax = [ Σ (űnmax)2 ] 0,5 űmax = [ 2,56 Sa12 + 1,12 Sa22 + 0,74 Sa32 ] 0,5 ….(C.16) Regangan geser (γ) yang terjadi pada setiap elevasi bendungan (Y) dan waktu (t) menurut Seed dan Martin dapat dinyatakan dengan persamaan
Y 2 J1 β n . H γ (Y,t) = ∑ H.ω 2 .β . J . (β ) ωn . Vn (t).. ……… (C.17) n n 1 n persamaan C.17 dapat juga ditulis dalam bentuk berikut. γ (Y,t) =
H 2 Vs
∑φ '
n
(Y)ωn . Vn (t)
………..(C.18)
Y 2 J1 β n . H 2 β n . J1
dengan : φ’n (Y) =
………(C.19)
φ’n (Y) : faktor ragam partisipasi untuk regangan Dengan menganggap hanya ragam pertama saja yang berpengaruh, regangan geser maksimum yang terjadi pada setiap kedalaman dapat dinyatakan dengan persamaan
γ (max) (Y ) = dengan :
H φ (Y ) Sa1 2 1 Vs
……………………
(C.20)
γ max (Y) : regangan geser maksimum pada elevasi Y φ1 (Y) : faktor ragam partisipasi untuk regangan pada mode kesatu Sa1 : nilai ragam percepatan pada frekuensi alamiah ω1 . Regangan geser maksimum rata-rata pada seluruh penampang bendungan pada mode pertama diperoleh dengan menggunakan faktor partisipasi ragam rata-rata pada seluruh penampang bendungan, yaitu (φ1) rata =
1
5
(0.38 + 0.41 + 0.35 + 0.24 + 0.1) = 0.3
sehingga
(γ max ) rata =
H (φ1 ) rata .Sa… 1 2 Vs
……. (C.22)
74 dari 87
…….(C.21)
Pd T-14-2004-A
Dengan menganggap bahwa regangan geser ekivalen ialah 65% dari regangan geser maksimum, persamaannya adalah:
(γ
rata
) ek = 0 . 65 ( γ
max
) rata
H × Sa1 2 Vs H = 0.195 × 2 × Sa1 Vs
(γ rata ) ek = 0.65 × 0.30 × (γ rata ) ek
………. (C.23)
Setelah (γrata)ek diperoleh, modulus geser G dan rasio redaman D didapat dari grafik hubungan G / Gmax dan D terhadap regangan geser γ (periksa subbab 7).
75 dari 87
Pd T-14-2004-A
Lampiran D Contoh-contoh aplikasi stabilitas dinamik bendungan urugan D.1 Contoh evaluasi potensi likuifaksi Diketahui suatu perlapisan tanah seperti diperlihatkan pada gambar D.1 (Nilai N dari hasil uji penetrasi standar (SPT), D50 dan berat volume tanah γt). Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah ag = 120 gal. Pertanyaan : Hitung potensi likuifaksi Penyelesaian : Vs dari perlapisan pasir yang terbawah sebesar 500 m/detik (berarti melebihi 280 m/detik) sehingga sebagai batuan dasar dianggap berada pada kedalaman 15,00m . n Tp = Σ (4Hi/Vsi) = (4x10/120) + (4x5/140) = 0,476 detik 1=1 Ts = 1,25 Tp = 1,25 x 0,476 = 0,595 detik. Dari tabel 3.5 faktor koreksi pengaruh jenis tanah setempat v = 1,1; ad = 1,1 x 120 = 132 gal , Kh = 132/981 = 0,135 Hasil analisis potensi likuifaksi diperlihatkan dalam tabel D.1, Fp ≤ 1 perlapisan tanah pasir mulai pada kedalaman 3,00 sampai dengan 10,00m mempunyai potensi likuifaksi. Tabel D.1 Hasil analisis potensi likuifaksi Kedalaman Z (m)
Nspt
2 3 4 5 6 7 8 9 10
7 6 6 4 7 10 9 4 5
σv 2 (ton/m )
σ’v 2 (ton/m )
Rp (ton/m2)
rd = 1-0.015Z
L (ton/m2)
Fp=R/L
(mm)
3,65 5,55 7,45 9,35 11,25 13,15 15,05 16,95 18,85
3,15 4,05 4,95 5,85 6,75 7,65 8,55 9,45 10,35
0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14
0,208 0,189 0,180 0,158 0,175 0,186 0,177 0,145 0,149
0,970 0,955 0,940 0,925 0,910 0,895 0,880 0,865 0,850
0,152 0,177 0,191 0,200 0,205 0,208 0,209 0,209 0,209
1,368 1,068 0,942 0,790 0,854 0,841 0,847 0,694 0,713
D50
Catatan : γt = 1,8 ton/m3 ; γsat = 1,90 ton/m3. Kh = 0,135 ; L = 0,135 x rd x σv/σ’v
76 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar D.1 Perlapisan tanah untuk analisis likuifaksi
77 dari 87
Pd T-14-2004-A
D.2 Contoh analisis stabilitas lereng bendungan Bendungan Tilong yang terletak di Nusa Tenggara Timur (gambar D.2) pada koordinat 10,15° LS dan 124° BT ialah bendungan tipe urugan batu dengan inti kedap air. Tinggi bendungan H= 45m ; volume tampungan pada muka air normal = 19 x 106 m; kebutuhan evakuasi berjumlah 100-1000 orang, tingkat kerusakan di hilir bendungan diperkirakan termasuk kategori agak tinggi dan fondasi bendungan terletak di atas batuan.
Gambar D.2 Peta lokasi bendungan Tilong
Gambar D.3 Tata letak bendungan , bangunan pelimpah dan pengeluaran Tilong
78 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar D.4 Potongan memanjang dan melintang bendungan Tilong
Gambar D.5 Profil geologi, kekuatan batuan dan kelulusan air pada poros bendungan Tilong 79 dari 87
Pd T-14-2004-A
Ditanyakan : besaran percepatan gempa desain. Penyelesaian : 1) Parameter fondasi dan material urugan dijelaskan pada tabel D.2 berikut Tabel D.2 Parameter desain untuk analisis stabilitas lereng Parameter 3
γn (kN/m ) γsat (kN/m3) φ, φ’ Lapis 1 Lapis 2 Lapis 3
c, c’ (kN/m2)
Fondasi
Masa konstruksi Inti Batu
Aliran tetap atau surut cepat Fondasi Inti Batu
15,20 16,10 43,00 -
18,80 19,10 27,00
22,00 23,00 45,00 42,00 40,00
15,20 16,10 58,00 -
18,80 19,10 25,00 -
22,00 23,00 45,00 42.00 40,00
271,00
23,00
0,00
150
17,00
0,00
2) Penentuan kelas bangunan dan beban gempa ialah sebagai berikut Kapasitas waduk = 19 x 106 m3 FRk = 4 Tinggi bendungan = 45 m FRt = 4 Kebutuhan evakuasi = 100-1000 orang FRe = 8 Tingkat bahaya hilir = agak tinggi FRh = 8 FRtot= 24 Kelas risiko bendungan Tilong termasuk Kelas III (tinggi) Analisis dilakukan pada T =100 tahun ; FK sesuai dengan kriteria yang berlaku T = 5000 tahun FK>1, jika tidak dipenuhi analisis dinamik Lokasi bendungan : pada koordinat 10,15° LS dan 124,0° BT Dari peta gempa Z=1 T=100 tahun ad = Zx ac x v = 1 x 190 x 0,8 = 152 gal Kh = ad/ 981 = 152/981 = 0,155 g Ko = α3 x Kh = 0,5 x 0,155 = 0,0775 g Untuk y/H =0,25 ; K = Ko x ( 2,5-1,85 y/H) = 0,16g Untuk y/H =0,50 ; K = Ko x ( 2,0 –0,6 y/H) = 0,13 g Untuk y/H =0,75 ; K = Ko x ( 2,0 –0,6 y/H) = 0,12 g Untuk y/H =1,0 , K = Ko x ( 2,0 –0,6 y/H) = 0,11 g Table D.3 Ikhtisar hasil analisis stabilitas lereng kondisi tanpa gempa dan dengan gempa dengan cara koefisien termodifikasi pada T=100 tahun dan T=10000 tahun Faktor Kondisi Massakonstr uksi U/S Massa konstruksi D/S Aliran tetap U/S Aliran tetap D/S Surut Cepat U/S
Tanpa
Y/H = 1
Keamanan
T=100
Y/H = 0,75
Y/H = 0,50
Faktor
Keamanan
T=10000
Y/H = 0,25
Y/H = 1
Y/H = 0,75
Y/H = 0,25 K=0,31g -
Gempa 3,13
K = 0,11 g 2,04
K = 0,12 g 2,01
K = 0,13 g 1,87
K = 0,16g 1,66
K=0,21g -
K=0,24g -
Y/H = 0,50 K=0,26g -
2,85
1,90
1,93
1,46
1,47
-
-
-
-
3,00
1,58
1,53
1,45
1,39
-
1,25
1,21
1,15
2,82
1,88
1,90
1,46
1,46
-
1,73
1,30
1,25
2,74
1,67
1,63
1,77
1,66
-
1,50
1,52
1,35
80 dari 87
Pd T-14-2004-A
3) Analisis alihan tetap dengan cara Makdisi & Seed dijelaskan sebagai berikut a) Mencari nilai koefisien percepatan gempa kritis pada Y/H = 0,25, 0,5 dan 0,75, baik untuk lereng udik maupun lereng hilir pada bidang longsoran kritisnya. Hal ini dilakukan dengan mengubah-ubah nilai K dan menghitung FK, kemudian dibuatkan grafik hubungan antara FK dan K seperti terlihat pada gambar D.6 dan D.7 b) Pada FK = 1 diperoleh nilai Ky. Grafik hubungan antara FK dan nilai K dapat diperiksa pada gambar D.6 dan D.7. c) Melalui berbagai perhitungan seperti diuraikan dalam Najoan (1991), diperoleh alihan tetapnya pada M= 6,5 ; 7,5 dan 8,5, seperti diperlihatkan pada tabel D.4 dan D.5. d) Dari hasil analisis alihan tetap yang dilakukan dengan asumsi gempa sangat kuat, yaitu pada Ms = 8,25m, alihan tetap terbesar terjadi pada puncak bendungan dengan Y/H = 0,25 pada kondisi aliran tetap sebelah udik sebesar 1,72 m yang masih lebih kecil dari 2,50m (0,50x5m) yang dipersyaratkan. Ini menunjukkan bendungan Tilong masih cukup aman. Tabel D.4 Alihan tetap bendungan Tilong kondisi aliran tetap udik (T=10000 thn) Lereng
Ms
Y/H
8,25
0,75 0,50 0,25 0,75 0,50 0,25 0,75 0,50 0,25
7,50 Udik 6,50
Umaks (g) 1,369 1,369 1,369 1,369 1,369 1,369 1,369 1,369 1,369
Kmaks/ Umaks 0,432 0,600 0,842 0,432 0,600 0,842 0,432 0,600 0,842
Kmaks 0,592 0,821 1,152 0,592 0,821 1,152 0,592 0,821 1,152
Ky (g) 0,309 0,316 0,352 0,309 0,316 0,352 0,309 0,316 0,352
Ky/Kmaks
Umaks
0,522 0,385 0,305 0,522 0,385 0,305 0,522 0,385 0,305
0,187 0,747 1,719 0,089 0,311 0,770 0,054 0,172 0,3628
(m)
Tabel D.5 Alihan tetap bendungan Tilong kondisi aliran tetap hilir (T=10000thn) Lereng
Ms 8,25 7,50
Hilir 6,50
Y/H 0,75 0,50 0,25 0,75 0,50 0,25 0,75 0,50 0,25
Umaks
(g) 1,369 1,369 1,369 1,369 1,369 1,369 1,369 1,369 1,369
Kmaks/ Umaks 0,432 0,600 0,842 0,432 0,600 0,842 0,432 0,600 0,842
Kmaks 0,592 0,821 1,152 0,592 0,821 1,152 0,592 0,821 1,152
81 dari 87
Ky (g) 0,497 0,376 0,416 0,497 0,376 0,416 0,497 0,376 0,416
Ky/Kmaks
Umaks
0,8393 0,4577 0,3608 0,8393 0,4577 0,3608 0,8393 0,4577 0,3608
0,0113 0,4462 1,2495 0,0057 0,1927 0,5370 0,0037 0,1136 0,2787
(m)
Pd T-14-2004-A
a) Kondisi aliran langgeng lereng udik y/H =0,25
b) Kondisi aliran langgeng lereng udik y/H =0,50
c) Kondisi aliran langgeng lereng udik y/H =0,75 Gambar D.6 Penentuan percepatan gempa kritis lereng udik kondisi aliran langgeng 82 dari 87
Pd T-14-2004-A
a) Kondisi aliran langgeng lereng hilir y/H =0,25
b) Kondisi aliran langgeng lereng hilir y/H =0,50
c) Kondisi aliran langgeng lereng hilir y/H =0,75 Gambar D.7 Penentuan percepatan gempa kritis lereng hilir kondisi aliran langgeng
83 dari 87
Pd T-14-2004-A
a) Kondisi surut cepat lereng udik y/H =0,25
b) Kondisi surut cepat lereng udik y/H =0,50
c) Kondisi surut cepat lereng udik y/H =0,75 Gambar D.8 Penentuan percepatan gempa kritis lereng udik kondisi surut cepat 84 dari 87
Pd T-14-2004-A
Lampiran E Daftar nama dan lembaga
1)
Pemrakarsa Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
2)
Penyusun Nama
Lembaga
Ir. Theo F. Najoan, M. Eng.
Pusat Litbang Sumber Daya Air
Ir. Carlina Soetjiono, Dipl. HE.
Pusat Litbang Sumber Daya Air
85 dari 87
Pd T-14-2004-A
Bibliografi 1. BALAI KEAMANAN BENDUNGAN, Dirjen Air, Dept. PU, 1998, “Pedoman Untuk Menentukan Klasifikasi Bahaya Bendungan.”. 2. BENDER, B.; PERKINS, D.V., “Seisrisk III: A Computer Program For Seismic Hazard Estimation “, US. Geological Survey, Bulletin no. 1772 3. BOLT, B.A.; ABRAHAMSON, N.A.,1982, “ New Attenuation Relation for Peak and Expected Acceleration of Strong Ground Motion”, Bull. Seism. Soc. Am., Vol. 72. , No. 6, Dec. pp 2307-2321 4. BOORE, D.M.. ; JOYNER, W.B.,1982, “ The Emperical Prediction of Ground Motion”, Bull. Seism. Soc. Am., Vol. 72. , No. 6, Dec. pp 843-860 5. CAMPBELL, K.W.,1981, “ Near Source Attenuation of Peak Horizontal Acceleration “, Bull. Of Seism. Soc. Am, Vol. 71, No. 6, Dec. pp 2039-2070. 6. CHANG, F.K.; KRINITZSKY, E.L., 1977, “ State of The Art for Assessing Earthquake Hazards in the United States “, Miscellaneous Paper 5-73-1, US. Army Engineer Waterways Experiment Station, Vicksburg, Miss. Report 8, Dec , 58 p 7. CORNELL, C.A.,1968, “ Engineering Seismic Risk Analysis “, Bull Of Seism. Soc. Of America, Vol. 58, No. 5., pp 1583-1606. 8. Dirjen. Pengembangan Pedesaan, 1999, Penentuan beban gempa pada Bangunan Pengairan, Dept. Kimpraswil 9. DER-KIUREGHIAN, A.; ANG, A. HS., 1977, “ A Fault Rupture Model for Seismic Risk Analysis “, Bull. Of Seism. Soc. Am., Vol. 67, No. 4 pp 1173-1194 10. DONOVAN, N.C.; Bornstein, A., 1977, “The Problems of Uncertainties in the Use of Seismic Risk Procedures”, ASCE Fall Convention and Exhibit, San Fransisco, Oct 17-21, Preprint 2913, The Use of Probabilities in Civil Engineering , p 1-36. 11. DONOVAN, N.C.,1983, “ A Practitioner’s View of Site Effects on Strong Ground Motion”, Workshop on Site Specific Effects of Soil and Rock Ground Motion and Implications for Earthquake Resistant Design, Reston , VA., July 25-27, Proc. Conf. XXII, pp 68-79 12. FUKUSHIMA, Y.; TANAKA, T., 1990 , “A New Attenuation Relation For Peak Horizontal Acceleration Of Strong Motion In Japan” , Bull. Seism. Soc. Am., 80 (4): 757-783 13. IDRISS, I.M., 1985, “ Evaluating Seismic Risk in Engineering Practice “, Proc., XI International Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering, San Fransisco, Agust 12-16. 14. ISHIHARA, KENJI, 1996 Press, Oxford.
“Soil
Behaviour
in
Earthquake Geotechnics”. Clarendon
15. JOYNER, W.B; BOORE, D.M., 1982, ” Prediction of Earthquake Response Spectra”, 51 st Annual Convention , SEAOC, Sept . 30- Oct. 2, 1982, Sacramento, CA. , Proceedings , pp 359-375. 16. KIRIMIDJIAN, A.S.; SHAH, H.C., 1978, “ Probabilistic Site Dependent Spectra”, Stanford University, John A. Blume Earthquake Engineering Center, Report No. 29, April, 86pp 17. Kramer, S.L.,1996, “Geotechnical Earthquake Engineering”. Prentice Hall, 18. KULKARNI, R.B.; SADIGH, K.; IDRISS, I.M., 1979, “ Probabilistic Evaluation of Seismic Exposure “, Proceedings, Second US. National Conference on Earthquake Engineering, Stanford, CA, pp 90-98.
86 dari 87
Pd T-14-2004-A
19. MAKDISI, F.I.; SEED, H.B., 1978, “ Simplified Procedure for Estimating Dam and Embankment Earthquake Induced Deformations”, Journ Of The Geotechnical Engineering Divisions, ASCE, Vol. 104, No. GT 7, July pp 849-867. 20. McGUIRE, R.K., 1976, “Fortran Computer Program For Seismic Risk Analysis”, US Geological Survey, Open File Report 76-67 21. MOHRAZ, B., 1976, ”A Study Of Earthquake Response Spectra For Different Geological Conditions “, Bull. of Seism. Soc. Of America, Vol. 66, No. 3. , June, pp 915-935 22. MOHRAZ, B., 1978, “ Influences of the Magnetudo of the Earthquake and The Duration of Strong Motion on Earthquake Response Spectra “, Central American Conference on Earthquake Eng., San Salvador, CA, Jan 9-12, Proc., pp 27-35 23. NAJOAN, Th.F., SOEROSO, D. dan RUKHIJAT, S., 1996 , “Peta Zona Gempa Dan Cara Penggunaannya Sebagai Usulan Dalam Perencanaan Bangunan Pengairan Tahan Gempa “, Jurn. Litbang Air, no. 36, Th.II-KW1 24. SEED, H.B.; IDRISS, I.M., 1982, ” Ground Motions and Soil Liquefaction During Earthquakes “, Earthq. Engineering Research Institute, Berkeley, California , Monograph, Libarary of Conggress Catalog Card Number 82-84224. 25. SEED, H.B.; UGAS, C.; LYSMER, J., 1974, ”Site Dependent Spectra for Earthquake Resistant Design”, University Of California, Berkeley, Earthquake Engineering Research Center, Report No. EERC 74-12, November, 14 pp. 26. SEED, H.B.; IDRISS, I.M. ; KIEFER, F.W., 1969, “ Characteristics of Rock Motions During Earthquakes”, Journ. Of The Soil Mechanics and Foundations Div., ASCE, Vol. 95, No. SM5, pp 1199-1218. 27. Seed, H.B. and Idriss, I.M., 1970, “Soil Moduli and Damping Factors for Dynamic Response Analyses “, Report EERC 70-10, Earthquake Engineering Research Center , University of California , Berkeley 28. Rollins K.M, Evans M.D, Diehl N.B and Daily III W.D, 1998, ” Shear Modulus and Damping Relation for Gravels “, Journ. Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, May 1998 Vol. 24 no. 5. 29. United Nations Development Programme, Central Soil and Materials Research Station, Indian Society for Rock Mechanics and Tunnelling Technology, 1994, “Dynamic Safety of Earth and Rockfill Dams”. A A Balkema/Rotterdam. 30. The Institution of Civil Engineers, 1991, “An engineering guide to seismic risk to dams in the United Kingdom” 31. WELLS, D.L.; Coppersmith, K.J., 1994, “New Emperical Relationship among Magnetudo, Rupture Length, Rupture Width, Rupture Area And Surface Displacement “, Bull Seism. Soc. Am. 84(4): 974-1002.
87 dari 87
View more...
Comments