PBL Arwin Skenario 1 Malpraktik PBL a-1

May 14, 2019 | Author: Arwin Okwandi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download PBL Arwin Skenario 1 Malpraktik PBL a-1...

Description

ARWIN OKWANDI @ 1102007045 Blok Medikolegal I.

Meng Menget etah ahui ui dan dan Mem Memah aham amii Ten Tenta tang ng MKEK MKEK,, MKD MKDKI KI dan dan Fun Fungs gsin inya ya!!

A. MKEK :

Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik  Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya. Persid Persidang angan an MKEK MKEK bertuj bertujuan uan untuk untuk memper mempertah tahanka ankan n akunta akuntabil bilita itas, s, profes profesion ionali alisme sme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk untuk didiri didirikan kan oleh oleh UU No 29 / 2004, 2004, akan menjadi menjadi majeli majeliss yang yang menyid menyidang angkan kan dugaan dugaan  pelanggaran disiplin profesi kedokteran. Pros Proses es pers persid idan anga gan n etik etik dan dan disi disipl plin in prof profes esii dila dilaku kukan kan terp terpis isah ah dari dari pros proses es  persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena k arena domain dan jurisdiksinya berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter  tersan tersangka gka pelaku pelaku pelangg pelanggara aran n standar standar profes profesii (kasus (kasus kelala kelalaian ian medik) medik) dapat dapat diperi diperiksa ksa oleh oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan – tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara antara keduanya keduanya.. Seseor Seseorang ang yang telah telah diputu diputuss melang melanggar gar etik etik oleh oleh MKEK MKEK belum belum tentu tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya. Persi Persidang dangan an MKEK MKEK bersif bersifat at inkuis inkuisit itori orial al khas profes profesi, i, yaitu yaitu Majeli Majeliss (ketua (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai  penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap  berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim. Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh : 1. Ketera Keterangan ngan,, baik lisan lisan maupun maupun tertuli tertuliss (affida (affidavit vit), ), langsun langsung g dari pihakpihak-pih pihak ak terkait terkait (peng (pengad adu, u, tera teradu du,, piha pihak k lain lain yang yang terk terkai ait) t) dan dan peer peer-g -gro roup up / para para ahli ahli di bidan bidangn gnya ya yang yang dibutuhkan 2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan  pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Medis, Periji Perijinan nan rumah rumah sakit sakit tempat tempat kejadi kejadian, an, bukti bukti hubunga hubungan n dokter dokter dengan dengan rumah rumah sakit, sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.

1

Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat  pada hukum pidana ataupun perdata.  Bar’s Disciplinary Tribunal Regulation, misalnya, membolehkan adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilaku teradu di masa lampau. Cara pemberian keterangan juga ada yang mengharuskan didahului dengan  pengangkatan sumpah, tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya. Di Australia, saksi tidak   perlu disumpah pada informal hearing, tetapi harus disumpah pada formal hearing (jenis  persidangan yang lebih tinggi daripada yang informal). Sedangkan bukti berupa dokumen umumnya di”sah”kan dengan tandatangan dan/atau stempel institusi terkait, dan pada bukti keterangan diakhiri dengan pernyataan kebenaran keterangan dan tandatangan (affidavit). Dalam persidangan majelis etik dan disiplin, putusan diambil berdasarkan bukti-bukti yang dianggap cukup kuat. Memang bukti-bukti tersebut tidak harus memiliki standard of proof  seperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyond reasonable doubt, namun juga tidak  serendah pada hukum acara perdata, yaitu preponderance of evidence. Pada beyond reasonable doubt tingkat kepastiannya dianggap melebihi 90%, sedangkan pada preponderance of evidence dianggap cukup bila telah 51% ke atas. Banyak ahli menyatakan bahwa tingkat kepastian pada  perkara etik dan disiplin bergantung kepada sifat masalah yang diajukan. Semakin serius dugaan  pelanggaran yang dilakukan semakin tinggi tingkat kepastian yang dibutuhkan. Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK  IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin  profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya. Di Australia digunakan berbagai istilah seperti unacceptable conduct, unsatisfactory professional conduct, unprofessional conduct, professional misconduct dan infamous conduct in professional respect.  Namun demikian tidak ada penjelasan yang mantap tentang istilah-istilah tersebut, meskipun umumnya memasukkan dua istilah terakhir sebagai pelanggaran yang serius hingga dapat dikenai sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin praktik. Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak  dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk   permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di  pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya  persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK. Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter  teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.

( http://korandemokrasiindonesia.wordpress.com/2009/12/11/etika-kedokteran-indonesia-dan penanganan-pelanggaran-etika-di-indonesia/   )

2

B. MDKI :

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia, dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen, serta  bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia. Berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris. Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas 3 (tiga) orang dokter gigi dan organisasi profesi masingmasing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum. Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri atas usul organisasi profesi. Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas: 1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan 2. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter  gigi. Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan aturan dan/atau ketentuan  penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang seharusnya diikuti oleh dokter dan dokter gigi. Sebagian dari aturan dan ketentuan tersebut terdapat dalam UU Praktik Kedokteran, dan sebagian lagi tersebar didalam Peraturan Pemerintah, Permenkes, Peraturan KKI, Pedoman Organisasi Profesi, KODEKI, Pedoman atau ketentuan lain. Pelanggaran disiplin pada hakikatnya dibagi menjadi: 1. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten. 2. Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik. 3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:

3

1. identitas pengadu; 2. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan 3. alasan pengaduan. Pengaduan sebagaimana dimaksud diatas, tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia. Keputusan dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. Sanksi disiplin dapat berupa: 1. pemberian peringatan tertulis; 2. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau 3. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara  pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

(http://www.ilunifk83.com/peraturan-dan-perijinan-f16/konsil-kedokteran-indonesia-t252.htm)

II.

Mengetahui dan Memahami Tentang Definisi Malpraktik dan Investigasinya!

A. Definisi :

Hingga saat ini belum ada definisi yang resmi dan disepakati oleh kalangan profesi dan undang-undang mengenai apa yang dimaksud dengan malpraktik. Akan tetapi, dari berbagai referensi dapat dibaca dan diketahui bahwa malpraktik pada dasarnya adalah tindakan tenaga  profesional (profesi) yang bertentangan dengan standard operating procedure (SOP), kode etik   profesi, serta undang-undang yang berlaku—baik disengaja maupun akibat kelalaian—yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain. Batasan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa malpraktik sebenarnya tidak hanya terjadi pada kelompok profesi dokter saja. Tetapi juga dapat terjadi pada kelompok profesi lainnya seperti advokat (pengacara), notaris, akuntan, dan profesi lainnya. Malpraktek kedokteran kini terdiri dari 4 hal : 4

(1) Tanggung jawab kriminal, (2) Malpraktik secara etik, (3) Tanggung jawab sipil, dan (4) Tanggung jawab public

Malpraktek Kriminal. Malpraktek kriminal terjadi ketika seorang dokter yang menangani sebuah kasus telah melanggar undang-undang hukum pidana. Malpraktik dianggap sebagai tindakan kriminal dan termasuk perbuatan yang dapat diancam hukuman. Hal ini dilakukan oleh Pemerintah untuk melindungi masyarakat secara umum. Perbuatan ini termasuk  ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis, penggunaan ilegal obat – obat narkotika,  pelanggaran dalam sumpah dokter, perawatan yang lalai, dan tindakan pelecehan seksual pada  pasien yang sakit secara mental maupun pasien yang dirawat di bangsal psikiatri atau pasien yang tidak sadar karena efek obat anestesi.Peraturan hukum mengenai tindak kriminal memang tidak memiliki batasan antara tenaga profesional dan anggota masyarakat lain. Jika perawatan dan tata laksana yang dilakukan dokter dianggap mengabaikan atau tidak bertanggung jawab, tidak baik, tidak dapat dipercaya dan keadaan - keadaan yang tidak menghargai nyawa dan keselamatan pasien maka hal itu pantas untuk menerima hukuman. Dan jika kematian menjadi akibat dari tindak malpraktik yang dilakukan, dokter tersebut dapat dikenakan tuduhan tindak  kriminal pembunuhan. Tujuannya memiliki maksud yang baik namun secara tidak langsung hal ini menjadi berlebihan. Seorang dokter dilatih untuk membuat keputusan medis yang sesuai dan tidak boleh mengenyampingkan pendidikan dan latihan yang telah dilaluinya serta tidak boleh membuat keputusan yang tidak bertanggung jawab tanpa mempertimbangkan dampaknya. Ia  juga tidak boleh melakukan tindakan buruk atau ilegal yang tidak bertanggung jawab dan tidak   boleh mengabaikan tugas profesionalnya kepada pasien. Dia juga harus selalu peduli terhadap kesehatan pasien. ( http://www.harian-aceh.com/opini/85-opini/3050-malpraktik.html   ) (http://cetrione.blogspot.com/2008/12/malpraktek-definisi-malpraktek-adalah.html) B. Investigasi Malpraktik :

Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan ciminal malpractice,harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni : a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela  b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin  berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga. Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :

5

1. Cara langsung Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni : 1.

 Duty (kewajiban)

Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah  bertindak berdasarkan (1) (2) (3) (4) 1.

Adanya indikasi medis Bertindak secara hati-hati dan teliti Bekerja sesuai standar profesi Sudah ada informed consent. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)

Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan. 1. Direct Causation (penyebab langsung) 2. Damage (kerugian) Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara  penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien). 2. Cara tidak langsung Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi  pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya  sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria: a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai  b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence. gugatan pasien . Tuduhan akan adanya Malapraktik sebenarnya bukan hanya ditujukan pada mereka yang berprofesi sebagai Tenaga Kesehatan yang salah satunya adalah Dokter, akan tetapi tuduhan Malapraktik dapat dituduhkan kepada semua kelompok Profesionalis, yaitu apakah mereka itu kelompok Wartawan, Advokat, Paranormal dan kelompok lainnya. Pengertian Malapraktik selama ini banyak diambil dari kalangan mereka yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan, terutama Dokter.

6

Sedang batasan pengertian umum tentang Malpraktik di kalangan tenaga kesehatan adalah ; Seseorang tenaga kesehatan dalam memberikan tanggungjawab profesinya kepada  pasien dilakukan di luar prosedure dan stardard profesi pada umumnya yang berakibat cacat dan matinya sang pasien. Namun rumusan akan standard profesi yang bersifat baku, khususnya bagi tenaga kesehatan (Dokter) secara tegas belum ada dirumuskan di dalam undang-undang. Pembelaan Dapat Dilakukan Seorang Dokter Jika Diisukan Melakukan Penelantaran. Meskipun seorang pasien mengajukan kasus prima facie bahwa dokter telah melakukan  penelantaran, bahkan mengajukan bukti bahwa dokter tersebut tidak memberikan kenyamanan  pelayanan kesehatan sesuai standar media yang diharapkan oleh pasien pada waktu tertentu atau  berdasarkan kepercayaan pada doktrin res ipsa loquitur (Bukti – bukti berbicara untuk dirinya sendiri), hukum membolehkan seorang dokter untuk membela dirinya, selain penyangkalan tindakan penelantaran. Pembelaan yang dapat dilakukan, antara lain : 1. Perkiraan resiko tindakan pada pasien 2. Keikutsertaan terjadinya penelantaran oleh pasien sendiri 3. Bahwa penelantaran tersebut bukan untuk melindungi dokter tersebut melainkan orang lain, misal perawat. Tenaga kesehatan dapat digugat berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata Jo. pasal 55 UU No.23 tahun 1992 dan dapat dituntut pidana berdasarkan pasal 359, 360 dan 361 KUHP,  pasal 80, 81, 82 dari UU No.23 tahun 1992 dan ketentuan pidana lainnya. Di samping hak-hak   pasien, disini perlu juga kita kemukakan sedikit tentang hak-hak tenaga kesehatan khususnya  para dokter. Adapun mengenai hak-hak dokter dapat dikemukakan sbb : Hak untuk berkerja menurut standard profesi medis, hak menolak untuk melaksanakan tindakan medis yang tidak  dapat ia pertanggungjawabkan secara profesional, hak untuk menolak yang menurut suara hatinya tidak baik, hak mengakhiri hubungan dengan pasien jika ia menilai kerjasamanya dengan  pasien tidak ada gunanya lagi, hak atas privacy dokter, hak atas ikhtikat baik dari pasien dalam  pelaksanaan kontrak terapeutik (penyembuhan), hak atas balas jasa, hak untuk membela diri dan hak memilih pasien namun hak ini tidak mutlak sifatnya. Jadi disini dapat ditarik kesimpulan  bahwa Malapraktik erat hubungannya dengan pelanggaran terhadap standard profesi medik,  pelanggaran prosedure tindakan medik, dan bagi pelanggarnya tentu dapat digugat, dituntut  pidana dan diberi sanksi administratif berupa pencabutan ijin praktik. Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika: - Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran - Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi (tidak lege artis) - Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati - Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka ia hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian kerena kelalaian, maka penggugatan harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut: - Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien - Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan - Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya

7

- Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar

Ungkapan malpraktik medis secara langsung pada kasus klinis dengan outcome yang tidak diinginkan adalah tidak tepat atau tidak adil (tidak fair). Istilah yang sebenarnya n etral sebelum ada pembuktian adalah adverse clinical incident, adverse event, atau medical accident, yang umumnya digunakan dalam perpustakaan Inggris (dalam kepustakaan Amerika lebih sering digunakan kata-kata medical error sejak dini, yang juga tidak netral). Adverse clinical incident atau medical accident menggambarkan peristiwa atau kejadian klinis yang cocok atau yang  berlawanan dengan harapan, tanpa menetapkan dulu apa penyebab kejadian yang tidak  diinginkan itu dan siapa yang bersalah. Ini sesuai dengan asas hukum praduga tak bersalah, sampai kesalahan benar-benar terbukti. Menurut Guwandi malpraktik adalah (Guwandi, J. 1994, 18): a. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi;  b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban (negligence). c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan. Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari dokter atau dokter gigi. Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum  pidana meliputi unsur : 1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran; 2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan 3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360, KUHP. Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut : 1) Adanya unsur kelalaian (culpa). 2) Adanya wujud perbuatan tertentu . 3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain. 4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu. 1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni: a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat  verbintenis). b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent. c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis. d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter. e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.  f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya. (http://excellent-lawyer.blogspot.com/2010/04/malpraktek-vs-uu-kesehatan.html) (http://cetrione.blogspot.com/2008/12/malpraktek-definisi-malpraktek-adalah.html) III.

Mengetahui dan Memahami Tentang Rekam Medis! 8

A. Definisi :

1. Definisi Rekam Medis Menurut Edna K Huffman : Rekam Medis adalab berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau menjalani pengobatan.

2. Definisi Rekam Medis Menurut Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989 : Rekam Medis adalah berkas yang beiisi catatan dan dokumen mengenai identitas  pasien, basil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima  pasien pada sarana kesebatan, baik rawat jalan maupun rawat inap.

3. Definisi Rekam Medis Menurut Gemala Hatta Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

4. Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989 Menurut Waters dan Murphy : Rekam Medis adalah Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan”.

(http://astaqauliyah.com/2007/10/rekam-medis-defenisi-dan-kegunaannya/)

B. Isi Rekam Medis :

1. Data medis atau data klinis : Yang termasuk data medis adalah segala data tentang riwayat penyakit, hasil  pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta hasilnya, laporan dokter, perawat, hasil  pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-data ini merupakan data yang bersifat rahasia (confidential) sebingga tidak dapat dibuka kepada pibak ketiga tanpa izin dari pasien yang  bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut. 2. Data sosiologis atau data non-medis : Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang 9

dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidensial).

(http://astaqauliyah.com/2007/10/rekam-medis-defenisi-dan-kegunaannya/)

C. Penyelenggaraan :

Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes tersebut diatur  sebagai berikut: 1. Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima  pelayanan (pasal 4). Hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat masih original dan tidak ada yang terlupakan karena adanya tenggang waktu. 2. Setiap pencatatan Rekam Medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas pelayanan kesehatan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sistim pertanggung-jawaban atas pencatatan tersebut (pasal 5) Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien , sedangkan berkas Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan . Pasal 10 Permenkes  No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak  tanggal terakhir pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta  penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut. (http://astaqauliyah.com/2007/10/rekam-medis-defenisi-dan-kegunaannya/)

D. Manfaat :

Permenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki 5 ,manfaat yaitu: 1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien 2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum 3. Bahan untuk kepentingan penelitian 4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan 5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

10

Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 5 manfaat, yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu: 1. Adminstratlve value : Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan. 2. Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan 3. Financial value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien 4. Research value : Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan. 5. Education value : Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya. (http://astaqauliyah.com/2007/10/rekam-medis-defenisi-dan-kegunaannya/)

E. Penyimpanan:

Rekam Medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter, dokter gigi dan  pimpinan sarana kesehatan. Batas waktu lama penyimpanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan paling lama 5 tahun dan resume rekam medis paling sedikit 25 tahun. (http://inamc.or.id/download/Manual%20Rekam%20Medis.pdf )

IV.

Mengetahui dan Memahami Tentang Informed Consent!

Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah  persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /  paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting. Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak  membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

11

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah: 1. Diagnosa yang telah ditegakkan. 2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan. 3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut. 4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut. 5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara  pengobatan yang lain. 6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran : a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.  b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ). Pengecualian terhadap keharusan  persetujuan tindakan kedokteran adalah:

pemberian

informasi

sebelum

dimintakan

1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak  untuk menyelamatkan jiwa. 2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya. Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

Tujuan Informed Consent :

a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak  diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.

12

 b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 ) Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ). (http://www.ilunifk83.com/peraturan-dan-perijinan-f16/informed-consent-t143.htm)

V.

Mengetahui dan Memahami Tentang Undang-Undang Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Dan Kedokteran!

A. UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit :

Dasar hukumnya: Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 , Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Dalam pasal 28H ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak  memperoleh pelayanan kesehatan, sedangkan pada pasal 34 ayat (3) dinyatakan Negara  bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Kewajiban Rumah Sakit : •



Kewajiban RS melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas RS dalam melaksanakan tugas; Daam kaitan dan tanggung jawab secara Perdata terhadap semua kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya sesuai dengan bunyi pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata. (baca selengkapnya di UU No.44 Tahun 2009) Upaya pencegahan malpraktik dari rumah sakit :







RS hanya mempekerjakan tenaga kesehatan yang kompeten, dan ada program pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan RS menyediakan regulasi (norma), standar-standar, prosedur, dan criteria (patokan/parameter), dan dijalankan secara konsisten RS menyediakan organisasi yang menunjang kerja bermutu misalnya dengan mengajukan system akreditasi dan atau ISO

13



Mengalihkan resiko profesi kepada pihak Asuransi



Menyikapi secara bijak sejak dini apabial ditemukan potensi tuntutan Sistem perlindungan jika terjadi perkara :





RS harus memiliki sistim untuk melakukan koordinasi, konsolidasi, untuk menganalisis kasus, menemukan kesalahan bial ada, menentukan posisi hukumnya, dan menetukan langkah-langkah mengatasinya RS memiliki organisasi yang mamapu memebrikan advokasi/pendampingan, dari sisi hukum maupun sisi teknis dan administrative

(http://www.konsultanrumahsakit.com/home/index.php?page=detail&cat=2&id=177)

B. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan :

Terdiri dari 5 dasar pertimbangan perlunya dibentuk undang-undang kesehatan yaitu  pertama; kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur kesejahteraan, kedua; prinsip kegiatan kesehatan yang nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan.  Ketiga; kesehatan adalah investasi. Keempat ; pembangunan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, dan yang  Kelima adalah bahwa undang-undang kesehatan no 23 tahun 1992 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Penjelasannya dari Undang-undang ini adalah “Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari  sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup produktif  secara sosial dan konomis.”  Terdapat 205 pasal dalam undang-undang tersebut. (http://arali2008.wordpress.com/2010/01/19/membaca-undang-undang-republik-indonesianomor-36-tahun-2009-tentang-kesehatan/)

14

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF