Patogenesis Dan Patofisiologi Sindroma Nefrotik

May 6, 2019 | Author: Dhila s | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

SINDROMA NEFROTIK...

Description

Patogenesis dan Patofisiologi Sindroma Nefrotik Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien dengan sindrom nefrotik, yang diikuti dengan gambaran klinis sebagai berikut: I.Proteinuria

Proteinuria masif merupakan kelainan dasar dari sindrom nefrotik. Proteinuria ini sebagian besar berasal dari kebocoran glumerulus (proteinuria glumerulus) dan hanya sebagian kecil yang berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubulus). Pada dasarnya proteinuria masif ini mengakibatkan dua hal : a. Jumlah serum protein yang difiltrasi glumerulus meningkat sehingga serum protein tersebut masuk ke dalam lumen tubulus. b. Kapasitas faal tubulus ginjal menurun untuk mereabsorbsi serum protein yang telah difiltrasi glumerulus. Pada keadaan normal membran basalis dan sel epitel bermuatan negatif maka dari itu dapat menghambat perjalanan molekul yang bermuatan positif. Pada semua bentuk sindrom nefrotik selalu ditemukan obliteransi atau fusi foot processes (pedikel) sehingga terjadi kerusakan polianion yang bermuatan negatif yang dalam keadaan normal merupakan filter atau barier terhadap serum albumin yang bermuatan negatif, dan perubahan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler glumerulus terhadap serum protein.(5,6,7) II.Hipoproteinemia

Plasma mengandung banyak macam protein dan sebagian besar akan mengisi ruang ekstra vaskuler (EV). Plasma atau serum protein terutama terdiri dari IgG, transferin dan albumin yang mempunyai BM kecil (69.000), sehingga mudah diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu istilah hipoproteinemia identik dengan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia dapat terjadi bila proteinuria lebih dari 3-5 gram/hari, katabolisme albumin meningkat, intake protein berkurang karena penderita mengalami anoreksia atau bertambahnya utilisasi (pemakaian ) asam amino, kehilangan protein melalui usus atau protein loosing enteropathy.(6) III.Hipoalbuminemia

Hati memegang peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah protein, renal maupun ekstra renal. Mekanisme kompensasi untuk meningkatkan sintesis protein (albumin) terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam ruangan ekstra vaskuler (EV) dan intra vaskuler (IV). Pada sindrom nefrotik sintesis protein oleh hati biasanya meningkat tetapi mungkin normal atau menurun. Sintesis protein oleh hati bisa meningkat 2 kali normal tetapi tidak adekuat untuk mengimbangi kehilangan protein

sehingga secara keseluruhan terjadi pengurangan total protein tubuh termasuk otot-otot, bila mekanisme kompensasi sintesis albumin dalam hati tidak cukup adekuat sering disertai penurunan albumin (Hipoalbuminemia).(6) IV.Hiperlipidemia

Pada sebagian besar pasien sindrom nefrotik ditemukan kenaikan kadar kolesterol, trigliserid dan fosfolipid. Kolesterol ini terikat pada plasma dan merupakan konstituen lipoprotein yang terdiri dari LDL, VLDL, HDL, dan pada pasien sindron nefrotik LDL dan VLDL selalu meninggi sedangkan HDL normal atau turun. Pada pasien sindrom nefrotik terjadi hubungan terbalik antara kadar kolesterol dan albumin, sehingga manipulasi ini mendukung hipotesa bahwa penurunan albumin serum dan tekanan onkotik merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid atau lipogenesis (de Mendosa SG dkk. 1976). Sedangkan penelitian terakhir in vivo pada pasien-pasien sindrom nefrotik menemukan bahwa, sintesis lipoprotein lipid semata-mata akibat perangsangan penurunan albumin serum penurunan tekanan onkotik, dan bukan akibat perubahan viskositas plasma. Penurunan kadar kolesterol HDL diduga akibat pengeluaran melalui urin atau mungkin terjadi hipertrigliseridemia sehingga ada efek perubahan kolesterol ester menjadi trigliserid.(6) V.Edema

Klinis sembab atau edema menunjukkan adanya penimbunan cairan dalam ruang interstisial di seluruh tubuh, dapat diketahui dengan cara inspeksi dan palpasi. Mekanisme terjadinya edema dipengaruhi beberapa faktor : Dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glumerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia, sehingga menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma intravaskuler dan keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstitial yang menyebabkan terbentuknya edema. Mekanisme renal, penurunan tekanan onkotik plasma protein dalam kapiler glumerulus menyebabkan penurunan volume darah efektif dan diikuti aktivitas sistem ReninAngiotensin-Aldosteron, rangsangan ini menyebabkan kenaikan plasma renin dan angiotensin untuk sekresi hormon aldosteron. Kenaikan hormon aldosteron ini akan mempengaruhi sel-sel tubulus proksimal untuk mereabsorbsi ion Na+ sehingga ekskresi natrium atau natriuresis menurun. Kemudian dapat juga terjadi aktifitas saraf simpatetik dan kenaikan konsentrasi circulating catecholamine, sehingga menyebabkan kenaikan tahanan atau resistensi vaskuler renal.yang dapat juga menyebabkan penurunan dan berkurangnya filtrasi garam Na+ dan air. Dari kedua hal diatas akan menyebabkan kenaikan volume cairan seluler (VCES) dan edema.(5,6,7)

Gejala Klinis Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% daripada berat badan dan didapatkan anasarka. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10 – 15 gr/hari. Selama edema masih banyak, biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Pasien juga mengeluh sesak nafas (hidrotoraks, asites) dan dapat disertai keluhan diare, nyeri perut, anoreksia. Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia, hipoproteinemia, hiperlipidemia hiperkolesteronemia. Anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar dengan urin.(2,3,5,6,7) Diagnosis Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut 1.Edema, sering edema anasarka. 2.Proteinuria 3.Hipoalbuminemia 4.Hiperkolesterolemia 5.Oliguria. 6.Anemia defisiensi besi 7.Bila perlu dilakukan biopsi. (1,2,3,4,5,6,7) Komplikasi 1.Infeksi 2.Malnutrisi 3.Trombosis 4.Gagal ginjal akut.(1,5,6) Penatalaksanaan Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu: 1.Istirahat sampai edema tinggal sedikit. 2.Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 g/kgbb/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit. 3.Dengan antibiotik bila ada infeksi. 4.Diuretikum 5.Kortikosteroid International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara

pengobatan sebagai berikut : a.Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maximum 80 mg/hari. b.Kemudian dilanjutkan dengan prednison peroral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis maximum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermiten selam 4 minggu. c.Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30mg, 20mg, 10mg sampai akhirnya dihentikan 6.Lain-lain Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal jantung, diberikan digitalis.(3)

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF