Patofisiologi Nyeri Dan Refarat Nyeri Neuropatik

March 24, 2019 | Author: Tiikaa Etecjeroh | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Patofisiologi Nyeri Dan Refarat Nyeri Neuropatik...

Description

Patofisiologii Nyeri dan Refarat Nyeri Neuropatik Patofisiolog PATOFISIOLOGI NYERI NYERI & NYERI NEUROPATI NEUROPATI definisi Nyeri adalah pengalaman sensorik sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan dengan kerusakan  jaringan baik aktual maupun potensial potensial atau yang digambarkan dalam kerusakan tersebut. Berdasarkan durasinya nyeri dibedakan menjadi 2: 1. Nyeri akut 2. Nyeri kronis KLASIFIKASI NYERI Berdasarkan Letak Nyeri 1. Nyeri Neuropatik Perifer Pada nyeri neuropatik perifer Letak lesi di sistem perifer, mulai dari saraf tepi, ganglion radiks dorsalis sampai ke radiks dorsalis Contoh: Diabetik Periferal Neuropati (DPN), Post Herpetik Neuralgia (PHN), Trigeminal neuralgia, CRPS tipe I, CRPS tipe II. Berdasarkan Letak Nyeri 2. Nyeri Neuropatik Sentral Letak lesi dari medula spinalis sampai k e korteks Contoh: Nyeri post stroke, Multiple Sclerosis, Nyeri post trauma medula spinalis Berdasarkan waktu terjadinya 1. Nyeri Neuropatik Akut Nyeri yang dialami kurang dari 3 bulan Contoh Neuralgia herpetika, Acute Inflammatory Demyelinating Neurophaty 2. Nyeri Neuropatik Kronik Nyeri yang dialami lebih dari 3 bulan

Nyeri neuropatik kronis juga dibedakan menjadi: a. Malignan (nyeri keganasan, post operasi, operasi, post post radioterapi, radioterapi, post post chemoterapi chemoterapi b. Non Malignan (neuropati diabetika, diabetika, Carpal Tunnel Tunnel Syndrome, neuropati toksis, toksis, avulsi pleksus, trauma medula spinalis, neuralgia post herpes Berdasarkan Etiologi 1. Saraf Perifer • Trauma: neuropati jebakan, kausalgia, nyeri perut, nyeri post torakotomi • Mononeuropati: Diabetes, invasi saraf/ pleksus oleh keganasan, Iradiasi pleksus, penyakit jaringan ikat (Systemic Lupus Erytematosus, poliartritis nodusa) • Polineuropati: Diabetes, alkohol, nutrisi, amiloid, penyakit Fabry, isoniasid, idiopatik. 2. Radiks dan ganglion Diskus (prolaps) arakhnoiditis, avulsi radiks, rizotomi operatif, neuralgia post herpes, trigeminal neuralgia, kompresi tumor. 3. Medula Spinalis Transeksi total, hemiseksi, kontusio atau kompresio, hematomieli, pembedahan, syringomieli, multiple sclerosis, Arteri-Vena Malformasi, Defisiensi Vit B12, mielitis sifilik. 4. Batang Otak Sindroma Wallenberg, Tumor, Syringobulbi, Multiple Sclerosis, Tuberkuloma. 5. Talamus Infark, hemoragik, tumor, lesi bedah pada nukleus sensorik utama. 6. Korteks / Sub korteks Infark, Arteri-Vena Malformasi, Truma dan tumor.

Berdasarkan asalnya: 1. Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) Nyeri perifer → asal: kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dll → nyeri akut, letaknya lebih terlokalisasi. Nyeri visceral/central → lebih dalam, lebih sulit dilokalisasikan letaknya  2. Nyeri neuropatik MEKANISME NYERI NOSISEPTIF Stimulasi Sebagian besar jaringan dan organ diinervasi reseptor khusus nyeri → nociceptor → yang berhubungan dgn saraf aferen primer dan berujung di spinal cord.  Jika suatu stimuli (kimiawi, mekanik, panas) datang → diubah menjadi impuls saraf pada saraf aferen primer → ditransmisikan sepanjang saraf aferen ke spinal cord → ke SSP Transmisi dan persepsi nyeri Transmisi nyeri terjadi melalui serabut saraf aferen (serabut nociceptor), yang terdiri dari dua macam: serabut A-δ (A-δ fiber) → peka thd nyeri tajam, panas → first pain  serabut C (C fiber) → peka thd nyeri tumpul dan lama → second pain → contoh: nyeri cedera, nyeri inflamasi Mediator inflamasi dapat meningkatkan sensitivitas nociceptor → ambang rasa nyeri turun → nyeri Contoh: prostaglandin, leukotrien, bradikinin → pada nyeri inflamasi  substance P, CGRP (calcitonin gene-related peptide) → pada nyeri neurogenik  Persepsi nyeri Setelah sampai di otak → ny eri dirasakan secara sadar → ti mbul respon

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronik Peredaan nyeri Sangat diinginkan Sangat diinginkan Ketergantungan thd obat Tidak biasa Sering Komponen psikologis Umumnya tidak ada Sering merupakan masalah utama Penyebab organik Sering Seringkali tidak ada Kontribusi lingkungan dan keluarga Kecil Signifikan Insomnia Jarang Sering Tujuan pengobatan Kesembuhan Fungsionalisasi Depresi Jarang Sering Karakteristik nyeri akut dan kronis Gejala dan tanda Nyeri bisa berupa nyeri tajam, tumpul, rasa terbakar, geli (tingling), menyentak (shooting) yang bervariasi dalam intensitas dan lokasinya.  Suatu stimulus yang sama dapat menyebabkan gejala nyeri yang berubah sama sekali (mis. tajam menjadi tumpul).  Gejala kadang bersifat nonspesifik.  Nyeri akut dpt mencetuskan hipertensi, takikardi, midriasis → tapi tidak bersifat diagnostik.  Untuk nyeri kronis seringkali tidak ada tanda yang nyata.  Perlu diingat : nyeri bersifat subyektif  ISTILAH-ISTILAH YANG BRKAITAN KHUSUS DENGAN NYERI

Nyeri Neuropatik Nyeri yang disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer sistem saraf. Nyeri Neuropati Berbeda dari nyeri nosiseptif, Nyeri biasanya bertahan lebih lama dan merupakan proses input sensorik yang abnormal oleh sistem saraf perifer atau CNS. Biasanya lebih sulit diobati. Mekanismenya mungkin karena dinamika alami pada sistem saraf. Pasien mungkin akan mengalami: rasa terbakar, tingling, shock like, shooting, hyperalgesia atau allodynia. Nyeri Neurogenik Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi , disfungsi atau gangguan sementara primer pada sistem saraf pusat atau perifer. Neuralgia Nyeri pada daerah distribusi saraf  Neuritis Inflamasi pada sistem saraf  Neuropati Gangguan fungsi atau perubahan patologis pada saraf  Jika mengenai 1 saraf disebut mononeuropati  Pada beberapa saraf disebut mononeuropati multipleks  Bersifat difus dan bilateral disebut polineuropati  Alodinia Nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak menimbulkan nyeri Hiperalgesia Respon yang berlebihan terhadap stimulus yang secara normal menimbulkan nyeri.

Hiperestesia Meningkatnya sensitivitas terhadap stimulus, tidak termasuk didalamnya sensasi khusus ( indera lain). Hiperpatia Sindroma dengan nyeri bercirikan reaksi nyeri abnormal terhadap stimulus, khususnya terhadap stimulus berulang, seperti pada peninggian nilai ambang. Disestesia Sensasi abnormal yang tidak menyenangkan, baik bersifat spontan maupun dengan pencetus. Parestesia Sensasi abnormal, baik bersifatspontan maupun dengan pencetus. Analgesia Tidak adanya respon nyeri terhadap stimulus yang dalam keadaan normal menimbulkan nyeri. Hipoalgesia Berkurangnya respon nyeri terhadap stimulus yang dalam keadaan normal menimbulkan nyeri. Anestesia Hilangnya sensitivitas terhadap stimulus tidak termasuk sensasi khusus (indera lain). Hipoestesia Menurunnya sensitivitas terhadap stimulus, kecuali sensasi khusus (indera lain). Anestesia Dolorosa Nyeri pada area atau regio yang semestinya bersifat anestetik. Kausalgia Sindroma yang timbul pada lesi saraf pasca trauma yang ditandai nyeri seperti terbakar, alodinia, hiperpatia yang menetap, seringkali bercampur dengan disfungsi vasomotor serta sudomotor dan kemudian diikuti oleh gangguan trofik. Nyeri sentral Nyeri yang didahului atau disebabkan atau disfungsi primer pada sistem saraf pusat. Nyeri Neuropatik Perifer

Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi a tau disfungsi primer sistem saraf perifer. Nosiseptor Reseptor yang sensitif terhadap stimulus noksius (yang merusak) atau terhadap stimulus yang merusak apabila berkepanjangan. Stimulus Noksius Stimulus yang menimbulkan kerusakan terhadap jaringan tubuh normal. Nilai Ambang Nyeri Intensitas stimulus terkecil yang dapat dirasakan sebagai nyeri. Tingkat Toleransi Nyeri Tingkat nyeri terbesar yang mampu ditoleransi subyek. Trigger Point Titik dalam satu area tertentu pada otot dan/ atau fasianya yang menimbulkan pola nyeri menjalar yang khas, dapat berupa kesemutan atau baal sebagai reaksi terhadap tekanan yang agak la ma. Tender Point Nyeri lokal yang timbul pada otot, ligamentum, tendo atau jaringan periosteum pada penekanan yang agak lama.

Tujuan Penatalaksanaan Nyeri Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri  Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri k ronis yang persisten  Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri  Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri  Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari  Penatalaksanaan nyeri neuropati Hampir sebagian besar nyeri neuropatik tidak berespon terhadap NSAID dan analgesik opioid.  Terapi utamanya: the tricyclic antidepressants (TCA's), the anticonvulsants and the systemic local anesthetics. Agen farmakologi yang lain: corticosteroids, topical therapy with substance P depletors, autonomic drugs and NMDA receptor antagonists.  Contoh obat baru: pregabalin (Lyrica) dari Pfizer �� untuk nyeri neuropati  Review Mekanisme nyeri Perifer Impuls ektopik (ectopic Discharge)  Transmisi efaptik  Sensitivitas terhadap katekolamin  Perubahan neuropeptida pada serabut aferen nosiseptif primer  Refleks spasme otot  Rangsangan pada nervi nervorum 

Sentral Sensitisasi sentral  Perubahan fenotip  Sprouting serabut Ab ke lamina 2 rexed layer  Peningkatan jumlah reseptor (contoh a2δ di pre sinaptik medula spinalis 

Perubahan pada gene related C-fos  Hilangnya kontrol inhibisi (disinhibisi)  Lepas muatan epileptik dari neuron nosiseptif kortikal  Adjuvant Therapy for Neuropathic Pain sumber

I. PENDAHULUAN Nyeri seperti didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP), adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Dari definisi tersebut, nyeri terdiri atas dua komponen utama, yaitu komponen sensorik (fisik) dan emosional (psikogenik). Nyeri bisa bervariasi berdasarkan: waktu dan lamaya berlangsung (transien, intermiten, atau persisten), intensitas (ringan, sedang dan b erat), kualitas (tajam, tumpul, dan terbakar), penjalarannya (superfisial, dalam, lokal atau difus). Di samping itu nyeri pada umumnya memiliki komponen kognitif dan emosional yang digambarkan sebagai penderitaan. Selain itu nyeri juga dihubungkan dengan refleks motorik menghindar dan gangguan otonom yang oleh Woolf (2004) disebut sebagai pengalaman nyeri.(1-5) Susunan saraf, baik di pusat atau tulang belakang dapat terjangkiti nyeri yang datang dan pergi. Nyeri diinformasikan oleh perujungan saraf yang disebut n osiseptor yang memindai rangsangan gangguan pada tubuh. Dalam tubuh kita sendiri terdapat banyak perujungan saraf tersebut, dan kesemua nosiseptor memiliki tugas yang berbeda. Misalnya, merespon rasa terbakar, panas, teriris, infeksi, perubahan struktur kimia, tekanan, dan sensasi lainnya. Nosiseptor menyampaikan pesan ke serabut saraf k emudian meneruskan pesan pada saraf tulang belakang dan otak pada hitungan kecepatan cahaya.(1-3) Pesan nyeri yang diterima oleh otak dipilah menjadi dua jenis, pertama nyeri akut yang umumnya disebabkan oleh trauma atau perlukaan yang disebabkan gangguan fisik. Sementara nyeri kronis dapat disebabkan oleh gangguan dalam sistem persarafan itu sendiri. Sehingga meski pesan telah diteruskan ke otak, namun penyebab gangguan pada persarafan tak mudah untuk diketahui sebagai sumber nyeri. Nyeri kronis ini dapat pula berasal sebagai tambahan nyeri yang dipicu oleh k eberadaaan penyakit utama seperti pada diabetes.(4,6) Saat ini nyeri tidak lagi dianggap sebagai suatu gejala tetapi merupakan suatu penyakit atau sebagai suatu proses yang sedang merusak sehingga dibutuhkan suatu penanganan dini da n agresif. Proses nyeri merupakan suatu proses fisiologik yang bersifat protektif untuk menyelamatkan diri menghadapi stimulus noksious.(4,6) Secara patologik nyeri dikelompokkan pada nyeri adaptif atau nyeri nosiseptif, atau nyeri akut dan nyeri maladaptif  sebagai nyeri kronik juga disebut sebagai nyeri neuropatik serta nyeri psikologik atau nyeri idiopatik. Nyeri akut atau nosiseptif yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan, merupakan salah satu sinyal untuk mempercepat perbaikan dari jaringan yang rusak. Sedangkan nyeri neuropatik disebut sebagai nyeri fungsional merupakan proses sensorik abnormal yang disebut juga sebagai gangguan sistem a larm. Nyeri idiopatik yang tidak berhubungan dengan patologi baik neuropatik maupun nosiseptif dan memunculkan gejala gangguan psikologik memenuhi somatoform seperti stres, depresi, ansietas dan sebagainya.(1,2) Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus atau juga kombinasi.(1,3) Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyeri kronik berbeda dengan nyeri akut atau nosiseptif dalam hal etiologi, patofisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri akut adalah nyeri yang sifatnya self-limiting dan dianggap sebagai proteksi

biologik melalui signal nyeri pada proses kerusakan jaringan. Nyeri pada tipe akut merupakan simptom akibat kerusakan jaringan itu sendiri dan berlokasi disekitar kerusakan jaringan dan mempunyai efek psikologis sangat minimal dibanding dengan nyeri kronik. Nyeri ini dipicu oleh keberadaan neurotransmiter sebagai reaksi stimulasi terhadap reseptor serabut alfa-delta dan C polimodal yang berlokasi di kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ visera. Stimulus ini bisa berupa mekhanik, kimia dan termis, demikian juga infeksi dan tumor. Reaksi stimulus ini berakibat pada sekresi neurotransmiter seperti prostaglandin, histamin, serotonin, substansi P, juga somatostatin (SS), cholecystokinin (CCK), vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitoningenen-related peptide (CGRP) dan lain sebagainya. Nyeri neuropatik adalah non-self-limiting dan nyeri ya ng dialami bukan bersifat sebagai protektif  biologis namun adalah nyeri yang berlangsung dalam proses patologi penyakit itu sendiri. Nyeri bisa bertahan beberapa lama yakni bulan sampai tahun sesudah cedera sembuh sehingga juga berdampak luas dalam strategi pengobatan termasuk terapi gangguan psikologik.(1,3) II. EPIDEMIOLOGI Menurut Bennet (1978) dan Tollison (1998), di Amerika Serikat terdapat kira-kira 75-8 juta penderita nyeri kronik, dengan 25 juta diantaranya penderita artrirtis. Diperkirakan ada 600.000 penderita artritis baru setiap tahunnya. Jumlah penderita nyeri neuropatik lebih kurang 1% dari total penduduk di luar nyeri punggung bawah. Untuk nyeri punggung bawah sendiri diperkirakan 15% dari jumlah penduduk ( Fordyce, 1995). Insidensi maupun prevalensi nyeri akut belum diketahui, tetapi diperkirakan operasi dan trauma penyebab utama nyeri akut (Loeser and Melzack, 1999; McQuay and Moore, 1999).(3,4,7) III. ETIOLOGI Nyeri neuropatik dapat timbul dari kondisi yang mempengaruhi sistem saraf tepi atau pusat. Gangguan pada otak dan korda spinalis, seperti multiple sclerosis, stroke, dan spondilitis atau mielopati post traumatik, da pat menyebabkan nyeri neuropatik. Gangguan sistem saraf tepi yang terlibat dalam proses nyeri neuropatik termasuk penyakit pada saraf spinalis, ganglia dorsalis, dan saraf tepi. Kerusakan pada pada saraf tepi yang dihubungkan dengan amputasi, radikulopati, carpal tunnel syndrome, dan sindrom neuropati jebakan lainnya, dapat menimbulkan nyeri neuropatik. Aktivasi nervus simpatetik yang abnormal, pelepasan katekolamin, dan aktivasi free nerve endings atau neuroma dapat menimbulkan sympathetically mediated pain. Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksius, yang paling sering ad alah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV, juga dapat menyebabkan low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropati adalah hal yang paling sering dan penting dalam morbiditas pasien k anker. Nyeri pada pasien kanker dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringan saraf atau kerusakan sistem saraf karena radiasi atau kemoterapi.(3-6) Penyebab nyeri neuropatik yang paling sering : (3-5) Nyeri neuropatik perifer • Poliradikuloneuropati demielinasi inflamasi akut dan kronik • Polineuropati alkoholik • Polineuropati oleh karena kemoterapi • Sindrom nyeri regional kompleks (complex regional pain syndrome) • Neuropati jebakan (misalnya, ca rpal tunnel syndrome) • Neuropati sensoris oleh karena HIV • Neuralgia iatrogenik (misalnya, nyeri post mastektomi atau nyeri post thorakotomi) • Neuropati sensoris idiopatik • Kompresi atau infiltra si saraf oleh tumor • Neuropati oleh karena defisiensi nutrisional • Neuropati diabetik • Phnatom limb pain • Neuralgia post herpetik • Pleksopati post radiasi • Radikulopati (servikal, thorakal, atau lumbosakral) • Neuropati oleh karena paparan toksik • Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex) • Neuralgia post traumatik

Nyeri neuropatik sentral • Mielopati kompresif dengan stenosis spinalis • Mielopati HIV • Multiple sclerosis • Penyakit Parkinson • Mielopati post iskemik • Mielopati post radiasi • Nyeri post stroke • Nyeri post trauma korda spinalis • Siringomielia IV. KLASIFIKASI Klasifikasi nyeri neuropati terbagi menjadi 2, yakni berdasarkan penyakit yang mendahului dan letak anatomisnya, dan berdasarkan gejala. Berdasarkan penyakit yang mendahului dan letak anatomisnya, nyeri neuropati terbagi menjadi :(6,8) • Perifer, dapat diakibatkan oleh neuropati, nueralgia pasca herpes zoster, trauma susunan saraf pusat, radikulopati, neoplasma, dan lain-lain • Medula spinalis, dapat diak ibatkan oleh multiple scler osis, trauma medula spinalis, neoplasma, arakhnoiditis, dan lain-lain • Otak, dapat diakibatkan oleh stroke, siringomielia, neoplasma, dan lain -lain Berdasarkan gejala, nyeri neuropati terbagi menjadi : • Nyeri spontan (independent pain) • Nyeri oleh karen a stimulus (evoked pain) • Gabungan antara keduanya. V. PATOFISIOLOGI Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi perifer, ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik spontan (Woolf, 2004).(1,4,6) Kerusakan jaringan dapat berupa ran gkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor disebut nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik serabut saraf pusat maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan a kan direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin, histamin, dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri spontan, a tau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi) secara lang sung maupun tidak langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnya hiperalgesia. Trauma atau lesi serabut saraf  di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya remodelling atau hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang masih berhubungan dengan badan sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru (sprouting). Tunas-tunas baru ini, ada yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan sebagian lainnya tidak mencapai organ target dan membentuk semacam pentolan yang disebut neuroma. Pada neuroma terjadi akumulasi berbagai ion-channel, terutama Na+ channel. Akumulasi Na+ channel menyebabkan munculnya ectopic pacemaker. Di samping ion channel juga terlihat adanya molekul-molekul transducer dan reseptor baru yang semuanya dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge, a bnormal mechanosensitivity, thermosensitivity, dan chemosensitivity (Devor and Seltzer, 1990). E ctopic discharge dan sensitisasi dari berbagai reseptor (mechanical, termal, chemical) dapat menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan evoked pain.(1,4,6) Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat, dan bila lesi sembuh nyeri akan hilang. Akan tetapi, lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis dibanjiri potensial aksi yang mungkin mengak ibatkan terjadinya sensisitasi neuron-neuron tersebut. Sensitisasi neuron di kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya alodinia dan hiperalgesia sekunder. Dari keterangan di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa nyeri timbul karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif baik perifer maupun sentral. (1,4,6)

Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron sebagai stimulus noksious melalui  jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini dimulai dari kornu dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum dorsalis (untuk viseral), sampai talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan korteks insula. Karakteristik sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas neuron; rendahnya ambang batas stimulus terhadap aktivitas neuron itu sendiri misalnya terhadap stimulus yang nonnoksious, dan luasnya penyebaran areal yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan -letupan dari berbagai neuron. Sensitisasi ini pada umumnya berasosiasi dengan terjadinya denervasi jaringan saraf akibat lesi ditambah dengan stimulasi yang terus menerus dan inpuls aferen baik yang berasal dari perifer maupun sentral dan juga bergantung pada aktivasi kanal ion di akson yang berkaitan dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA. Sejalan dengan berkembangnya penelitian secara molekuler maka ditemukan beberapa kebersamaan antara nyeri neuropatik dengan epilepsi dalam hal patologinya tentang keterlibatan reseptor misalnya NMDA dan AMPA dan plastisitas disinapsis, immediate early gene changes. Yang berbeda hanyala h dalam hal burst discharge secara paroksismal pada epilepsi sementara pada neuropatik ya ng terjadi adalah ectopic discharge. Nyeri neuropatik muncul akibat proses patologi yang berlangsung berupa perubahan sensitisasi baik perifer maupun sentral yang berdampak pada fungsi sistem inhibitorik serta gangguan interaksi a ntara somatik dan simpatetik. Keadaan ini memberikan gambaran umum berupa alodinia dan hiperalgesia. Permasalahan pada nyeri neuropatik adalah menyangkut terapi yang berkaitan dengan k erusakan neuron dan sifatnya ireversibel. Pada umumnya hal ini terjadi akibat proses apoptosis yang dipicu baik melalui modulasi intrinsik kalsium di neuron sendiri maupun akibat proses inflamasi sebagai faktor ekstrinsik. Kejadian inilah yang mendasari konsep nyeri kronik yang ireversibel pada sistem saraf. Atas dasar ini jugalah maka nyeri neuropatik harus secepat mungkin di terapi untuk menghindari proses mengarah ke plastisitas sebagai nyeri kronik. Neuron sensorik nosiseptif berakhir pada bagian la mina paling superfisial dari medula spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang rendah (raba, tekanan, vibrasi, dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan y ang dalam. Penelitian eksperimental pada tikus menunjukkan adanya perubahan fisik sirkuit ini setelah cedera pada saraf. Pada beberapa minggu setelah cedera, terjadi pertumbuhan baru atau sprouting affreen dengan non noksious ke daerah-daerah akhiran nosiseptor. Sampai saat ini belum diketahui benar apakah hal yang serupa juga terjadi pada pasien dengan nyeri neuropati. Hal ini menjelaskan mengapa banyak kasus nyeri intraktabel terhadap terapi. Rasa nyeri akibat sentuhan ringan pad a pasien nyeri neuropati disebabkan oleh karena respon sentral abnormal serabut sensorik non noksio us. Reaksi sentral yang abnormal ini dapat disebabkan oleh fak tor sensitisasi sentral, reorganisasi struktural, dan hilangnya inhibisi (Woolf, 2004). (1,4,6) Nyeri neuropati merupakan nyeri yang dikarenakan adanya lesi pada sistem saraf perifer maupun pusat. Nyeri ini bersifat kronik dan mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderita. Nyeri neuropati melibatkan gangguan neuronal fungsional dimana saraf perifer atau sentral terlibat dan menimbulkan nyeri khas bersifat epikritik ( tajam dan menyetrum) yg ditimbulkan oleh serabut Aδ yg rusak, atau protopatik seperti disestesia, rasa terbakar, parestesia dengan lokalisasi tak jelas yang disebabkan oleh serabut C yang abnormal. Gejala-gejala ini biasa disertai dengan defisit neurologik atau gangguan fungsi lokal. (1,4,6) Umumnya, lesi saraf tepi mau pun sentral berakibat hilangnya fungsi seluruh atau sebagian sistim saraf tersebut, ini sering disebut sebagai gejala negatif. Akan tetapi, pada bagian kecil penderita dengan lesi saraf tepi, seperti pada penderita stroke, akan menunjukkan gejala positif y ang berupa disestesia, parestesia atau nyeri. Nyeri yang terjadi akibat lesi sistem saraf ini dinamakan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahuluhi atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf. (1,4,6) Iskemia, keracunan zat tonik, infeksi dan gangguan metabolik dapat menyebabkan lesi serabut saraf aferen. Lesi tersebut dapat mengubah fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya. Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan keseimbangan neuron sensorik, melalui perubahan molekular, sehingga aktivitas serabut saraf aferen menjadi abnormal (mekanisme perifer) yang selanjutnya menyebabkan gangguan nosiseptik sentral. (1,4,6) Pada nyeri inflamasi maupun nyeri neuropatik sudah jelas keterlibatan reseptor NMDA dalam proses sensitisasi sentral yang menimbulkan gejala hiperalgesia terutama sekunder dan a lodinia. Akan tetapi di klinik a da

perbedaaan dalam terapi untuk kedua jenis nyeri inflamasi sedangkan untuk nyeri neuropatik obat tersebut kurang efektif. Banyak teori telah dikembangkan untuk menerangkan perbedaan tersebut. (1,4,6) Prinsip terjadinya nyeri adalah gangguan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi akibat kerusakan jaringan (inflamasi) atau sistem saraf (neuropatik). Eksitasi meningkat pada k edua jenis nyeri tersebut pada neyeri neuropatik dari beberapa keterangan sebelumnya telah diketahui bahwa inhibisi menurun yang sering disebut dengan istilah disinhibisi. Disinhibisi dapat disebabkan oleh penurunan reseptor opioid di neuron kornu dorsalis terutama di presinap serabut C. (1,4,6) VI. PENATALAKSANAAN Obat-obatan yang banyak digunakan sebagai terapi nyeri neuropati adalah anti depresan trisiklik dan anti konvulsan karbamasepin. • Anti depresan Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi nyeri neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin, maprotilin, desipramin. Mekanisme kerja anti depresan tris iklik (TCA) terutama mampu memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik menyebabkan penurunan  jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi aktivitas adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan mengurangi siklik adenosum monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na. Penurunan Si-Na yang membuka berarti depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.(4,6-9) • Anti konvulsan Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan kedalam satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan abnormal dari neuron-neuron di sistem saraf sentral. Seperti diketahui nyeri neuropati timbul karena adanya aktifitas abnormal dari sistem saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh hipereksitabilitas sistem saraf sentral yang dapat menyebabkan nyeri spontan dan paroksismal. Reseptor NMDA dalam influks Ca2+ sangat berperan dalam proses kejadian wind-up pada nyeri neuropati. Prinsip pengobatan nyeri neuropati adalah penghentian proses hiperaktivitas terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi. (4,6-9) o Karbamasepin dan Okskarbasepin Mekanisme kerja utama adalah memblok voltage-sensitive sodium channels (VSSC). Efek i ni mampu mengurangi cetusan dengan frekuensi tinggi dari neuron. Okskarbasepin merupakan anti konvulsan yang struktur kimianya mirip karbamasepin maupun amitriptilin. Dari berbagai uji coba klinik, pengobatan dengan okskarbasepin pada berbagai jenis nyeri neuropati menunjukkan hasil yang memuaskan, sama, atau sedikit diatas karbamazepin, hanya saja okskarbasepin mempunyai efek samping yang minimal. o Lamotrigin Merupakan anti konvulsan baru untuk stabilisasi membran melalui VSCC, merubah atau mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari neuron presinaptik, meningkatkan konsentrasi GABA di otak. Khusus untuk nyeri neuropati penderita HIV, digunakan lamotrigin sampai dosis 300 mg perhari. Hasilnya, efektivitas lamotrigin lebih baik dari plasebo, tetapi 11 dari 20 penderita dilakukan penghentian obat karena efek samping. Efek samping utama lamotrigin adalah skin rash, terutama bila dosis ditingkatkan dengan cepat. o Gabapentin Akhir-akhir ini, penggunaan gabapentin untuk nyeri neuropati cukup populer mengingat efek ya ng cukup baik dengan efek samping minimal. Khusus mengenai gabapentin, telah ba nyak publikasi mengenai obat ini diantaranya untuk nyeri neuropati diabetika, nyeri pasca herpes, nyeri neuropati sehubungan dengan infeksi HIV, nyeri neuropati sehubungan dengan kanker dan nyeri neuropati deafferentasi. Gabapentin cukup efektif d alam mengurangi intensitas nyeri pada nyeri neuropati yang disebabkan oleh neuropati diabetik, neuralgia pasca herpes, sklerosis multipel dan lainnya. Dalochio, Nicholson mengatakan bahwa gabapentin dapat digunakan

sebagai terapi berbagai jenis neuropati sesuai denngan kemampuan gabapentin yang dapat masuk kedalam sel untuk berinteraksi dengan reseptor α2β yang merupakan subunit dari Ca2+ -channel.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF