Patofisiologi Dm Tipe 2

January 24, 2018 | Author: Yusuf Brilliant | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

DM tipe 2...

Description

PATOFISIOLOGI DM TIPE 2 DM tipe 2 dikarakteristikan dengan tiga patofisiologi : ketidak mampuan sekresi inuslin, resistensi insulin perifer dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Obesitas sangat umum pada DM tipe 2. Sel adiposa mensekresi banyak produk biologi seperti leptin, TNF, asam lemak bebas, resistin dan adinopectin yang memodulasi sekresi insulin dan berkontribusi pada terjadinya resistensi insulin. Pada fase awal kelainan, toleransi glukosa masih memperlihatkan keadaan mendekati normal begitu juga dengan resistensi insulin. Hal ini dikarenakan Sel Beta Pankreas mengkompensasinya dengan peningkatan sekresi insulin. Ketika terjadi resistensi insulin dan dikompensasi dengan hiperinsulinemia dalam waktu lama, pankreas pada kebanyakan individu tidak dapat mempertahankan keadaan hiperinsulinemia sehinga membuat seseorang jatuh kedalam kondisi Toleransi Glukosa Terganggu (TGT).11 Progresifitas perjalanan penyakit dari toleransi glukosa yang normal ke toleransi glukosa terganggu pada awalnya akan ditandai dengan peningkatan level gukosa postprandial.9 Lebih jauh lagi, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik akan mengakibatkan kondisi diabetes dengan hiperglikemia puasa. Pada akhirnya kegagalan sel beta pankreas pun terjadi.1 Penanda inflamasi seperti IL-6 dan C-reactive protein sering meningkat pada DM tipe 2. Resistensi Insulin Resistensi insulin adalah penurunan kemampuan insulin untuk berkerja efektif pada jaringan target, terutama otot, hati dan lemak, ini adalah gambaran penting DM tipe 2. Resistensi insulin menunjukkan adanya gangguan respon biologis terhadap insulin baik yang diberikan eksogen atau insulin endogen. Resistensi insulin dimanifestasikan penurunan stimulasi oleh insulin untuk transportasi dan metabolisme glukosa dalam sel lemak dan otot rangka dan oleh gangguan penekanan keluaran glukosa hati. Sensitivitas insulin dipengaruhi oleh sejumlah

faktor

termasuk

usia,

berat

badan,

etnis,

lemak

tubuh

(terutama

abdomen), aktivitas fisik, dan obat-obatan. Dan hal ini merupakan hasil kombinasi keterlibatan genetik dengan obesitas.10 Diabetes tipe 2 memiliki resistensi insulin bahkan pada saat mereka tidak obesitas, hal ini menunjukan kuatnya

komponen genetik dalam pengembangan resistensi insulin.

Resistensi insulin ditemukan pada pasien dengan DMT2, dan resistensi bertahun-tahun sebelum timbulnya diabetes.

telah terjadi

Pengambilan

glukosa

oleh

jaringan

subjek

nondiabetic

and

insulin-resistant

diabetic

Resistensi insulin tidak hanya terjadi pada DM tipe 2, pada obesitas dan kehamilan, sensitifitas jaringan terhadap insulin juga menurun (bahkan ketika tidak ada penyakit DM), dan kadar insulin dalam serum dapat meningkat untuk mengkompensasi resistensi insulin.10,11 Resistensi insulin mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan sensitif terhadap insulin dan meningkatkan pengeluaran glukosa hati; kedua efek tersebut menyebabkan terjadinya hyperglycemia. Peningkatan pengeluaran glukosa hepatik utamanya akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa puasa. Sedangkan penurunan penggunaan glukosa di perifer akan menyebabkan hiperglikemia postprandial. Pada otot rangka ada terjadi penurunan lebih besar dalam penggunaan glukosa nonoxidativ (formasi glikogen) dibandingkan gangguan metabolisme glukosa oksidativ melalui glikolisis. Metabolisme glukosa pada jaringan tidak tergantung insulin tidak terganggu pada DM tipe 2. Dasar-dasar molekuler untuk resistensi insulin masih belum jelas. Penurunan jumlah reseptor insulin dan aktivitas tyrosine kinase pada otot rangka berkurang ,

11

Akan tetapi

perubahan ini akibat sekunder dari hiperinsulinemia bukan merupakan kerusakan primer. Yang diyakini sebagai penyebab utama dari resistensi insulin adalah adanya gangguan pada sinyal post reseptor yang diberikan insulin.Patogenesis resistensi insulin difokuskan pada defek sinyal Proinsulin-3-kinase, yang akan mengurangi translokasi GLUT4 ke membran plasma.10 Seperti diketahui, ikatan insulin dan reseptornya menyebabkan translokasi GLUT4 terhadap sel membrane yang akan memfasilitasi pengambilan glukosa oleh sel. Diduga pengurangan sintesis dan translokasi GLUT4 pada otot dan sel-sel lemak menjadi penyebab dasar dari insulin resisten yang terdapat pada obesitas dan juga pada DM tipe 2.11 . Polimorfisme pada IRS-1 (Insuline Reseptor Substrat) dapat berhubungan dengan intoleransi

glukosa, peningkatan kemungkinan polimorfisme pada molekul post reseptor merupakan kombinasi untuk menciptakan keadaan resistensi insulin. Sebagian besar penderita diabetes melitus tipe 2 memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi dengan penyebab yang multifaktorial, beberapa dari hal tersebut adalah faktor genetik, asupan makanan yang berlebihan, dan aktifitas fisik yang kurang. Ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi akan menyebabkan peningkatan konsentrasi asam lemak (FFA) di dalam darah.7 Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin di otot rangka dan hati yang merangsang terjadinya hiperinsulinemia, peningkatan produksi glukosa dari hati, dan gangguan fungsi sel beta pankreas. Karena adanya penurunan regulasi insulin, resistensi insulin akan semakin meningkat.7,10 Pada keadaan obesitas, terjadi suatu mekanisme perubahan metabolik yang belum jelas dimengerti, yang mana terjadi perubahan sesitivitas jaringan adiposa terhadap insulin untuk menyesuaikan berat badan, selera makan, dan pengeluaran energi.10

Sebagai akibat dari resistensi insulin di jaringan adiposa dan pada obesitas, FFA dari jaringan adiposa meningkat, yang berakibat pada peningkatan sintesis lipid (VLDL dan Trigliserid) dalam hepatosit. Penumpukkan lipid dalam hati tersebut akhirnya dapat berakhir pada penyakit perlemakan hati non-alkoholik (NAFL) dan tes fungsi hati yang abnormal. Hal ini juga yang menyebabkan terjadinya dislipidemia pada DM tipe 2 (peningkatan TG, penurunan HDL, peningkatan LDL).10

Keadaan resistensi insulin secara fisiologik akan menyebabkan ketidakmampuan insulin untuk menetralisir glukosa, sehingga terjadi hiperglikemia persisten, dan stimulasi terus-menerus tehadap sel beta pankreas sebagai tindakan kompensasi tubuh.10

Peningkatan produksi glukosa hepatik

Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada hati menggambarkan kegagalan hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis, yang akan menyebabkan kenaikan gula darah puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh hati saat keadaan postprandial. Peningkatan produksi glukosa hepatik

biasanya terjadi pada fase awal rangkaian

perkembangan diabetes, namun demikian mungkin juga insulin abnormal dan resistensi insulin di otot skelet.

Patofisiologi gejala DM

terjadi setelah kondisi sekresi

Pada keadaan defisiensi insulin relatif, masalah yang akan ditemui terutama adalah hiperglikemia dan hiperosmolaritas yang terjadi akibat efek insulin yang tidak adekuat.8, 6 Hiperglikemia pada diabetes melitus terjadi akibat penurunan pengambilan glukosa darah ke dalam sel target, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg per 100ml.6,7 Hal ini juga diperberat oleh adanya peningkatan produksi glukosa dari glikogen hati sebagai respon tubuh terhadap kelaparan intrasel.6 Keadaan defisiensi glukosa intrasel ini juga akan menimbulkan rangsangan terhadap rasa lapar sehingga frekuensi rasa lapar meningkat (polifagi). Penimbunan glukosa di ekstrasel akan menyebabkan hiperosmolaritas.8 Kadar glukosa plasma yang tinggi (di atas 180 mg%) yang melewati batas ambang bersihan glukosa pada filtrasi ginjal, yaitu jika jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dalam filtrat meningkat kira-kira diatas 225mg/menit, maka glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang atau terekskresi ke dalam urin yang disebut glukosuria.4,6 Keberadaan glukosa dalam urin menyebabkan keadaan diuresis osmotik yang menarik air dan mencegah reabsorbsi cairan oleh tubulus sehingga volume urin meningkat dan terjadilah poliuria.8,4,6 Karena itu juga terjadi kehilangan Na dan K berlebih pada ginjal.8 Pengeluaran cairan tubuh berlebih akibat poliuria disertai dengan adanya hiperosmolaritas ekstrasel yang menyebabkan penarikan air dari intrasel ke ekstrasel akan menyebabkan terjadinya dehidrasi, sehingga timbul rasa haus terus-menerus dan membuat penderita sering minum (polidipsi).6,8 Dehidrasi dapat berkelanjutan pada hipovolemia dan syok, serta AKI akibat kurangnya tekanan filtrasi glomerulus.6 Jadi, salah satu gambaran diabetes yang penting adalah kecenderungan dehidrasi ekstra sel dan intra sel, dan ini sering juga disertai dengan kolapsnya sirkulasi.6 Dan perubahan volume sel akibat keadaan hiperosmotik ekstrasel yang menarik air dari intrasel dapat mengganggu fungsi sel-sel dalam tubuh.6,8

Sejumlah besar data menunjukkan bahwa resistensi insulin memainkan peran utama dalam terjadinya intoleransi glukosa dan diabetes. Resistensi insulin ditemukan pada pasien dengan DMT2, dan resistensi telah terjadi bertahun-tahun sebelum timbulnya diabetes. [81] [82] [83] [84] [85] [86] Penelitian prospektiv menunjukkan bahwa resistensi insulin memprediksi terjadinya diabetes. [82] [83] Resistensi insulin menunjukkan adanya gangguan respon biologis terhadap insulin baik yang diberikan eksogen atau insulin endogen. Resistensi insulin dimanifestasikan penurunan stimulasi oleh insulin untuk transportasi dan metabolisme glukosa dalam sel lemak dan otot rangka dan oleh gangguan penekanan keluaran glukosa hati. Sensitivitas insulin dipengaruhi oleh sejumlah faktor termasuk usia, [87] berat badan, etnis, lemak tubuh (terutama

abdomen), aktivitas fisik, dan obat-obatan. Derajat pertama diabetes tipe 2 memiliki resistensi insulin bahkan pada saat mereka tidak obesitas, menunjukan kuatnya komponen genetik dalam pengembangan resistensi insulin. [82] [88] [89] . Hubungan obesitas dengan DMT2 telah diakui selama beberapa dekade. Sebuah hubungan yang erat antara obesitas dan resistensi insulin terlihat pada semua kelompok etnis dan ditemukan,di semua usia, dan pada kedua jenis kelamin. [92] [93] [94] Sejumlah studi epidemiologi besar menunjukkan bahwa risiko diabetes, dan mungkin resistensi insulin, meningkat dengan meningkatnya kandungan lemak tubuh dari sangat kurus ke obesitas, yang menyiratkan bahwa jumlah absolut dari lemak tubuh berpengaruh terhadap sensitivitas insulin. [95] [96] [97] Namun, lemak total dibandingkan lemak intra-abdominal lebih kuat lemak intraabdomen terkait dengan resistensi insulin dan sejumlah variabel metabolik penting, termasuk glukosa plasma, insulin, kolesterol total plasma dan konsentrasi trigliserida, dan penurunan high density plasma lipoprotein (HDL).[98] [99] [100] [101] [102] [103] [104] Hubungan lemak intraabdominal dengan metabolisme abnormal tidak didefinisikan secara jelas

The physiologic basis for this abnormal lipid profile appears to be overproduction of apolipoprotein B–containing VLDL particles. The apolipoprotein B production by the liver is primarily post-translational[309] and augmented by insulin and by the increased availability of FFAs in the portal circulation, probably as a result of increased lipolysis in the visceral adipose tissue. Part of the post-translational regulation may be due to insulin and fatty acid– mediated increases in microsomal triglyceride transfer protein levels that catalyze the transfer of lipids to apolipoprotein B and decrease the ubiquination-dependent degradation of apolipoprotein B. Dasar fisiologi untuk hasil yang abnormal pada profil lipid terjadi karena produksi yang berlebihan dari apolipoprotein B yang mengandung partikel VLDL.

The suppression of lipoprotein lipase and very-low-density lipoprotein (VLDL) production by insulin is defective in insulin resistance, leading to increased free fatty acid (FFA) flux to the liver and increased VLDL production, which results in increased circulating triglyceride concentrations. The triglycerides are transferred to low-density lipoprotein (LDL) and high-density lipoprotein (HDL), and the VLDL particle gains cholesterol esters by the action of the cholesterol ester transfer protein (CETP). This leads to increased catabolism of HDL particles by the liver and loss of apolipoprotein (Apo) A, resulting in low HDL concentrations. The triglyceride-rich LDL particle is stripped of the triglycerides, resulting in the accumulation of atherogenic small, dense LDL particles. The overproduction of VLDL triglyceride results in increased transfer of VLDL triglyceride to HDL particles in exchange for HDL cholesterol esters mediated by the cholesterol ester transfer protein.[321] The triglyceriderich HDL is hydrolyzed by hepatic lipase, which results in the generation of small HDL, which is degraded more readily by the kidney, resulting in low HDL levels in serum. Cholesterol ester transfer protein–mediated exchange of VLDL triglyceride for LDL cholesterol esters and subsequent triglyceride hydrolysis by hepatic lipase probably result in generation of the small, dense LDL particles found in insulinresistant subjects. [

Penekanan lipoprotein lipase dan produksi very-low-density lipoprotein (VLDL) terganggu oleh insulin terganggu pada resistensi insulin, sehingga terjadi perubahan peningkatan masuknya asam lemak bebas (FFA) ke dalam hati dan peningkatan produksi VLDL. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi trigliserida yang bersirkulasi meningkat. Trigliserida berubah menjadi low-density lipoprotein (LDL)

dan high-density lipoprotein (HDL), dan VLDL. Perubahan VLDL menjadi HDL kolesterol ester dimediasi oleh kolesterol ester transfer protein. Trigliserida yang kaya HDL di hidrolisis oleh hepatic lipase, yang menghasilkan small HDL, yang lebih mudah terdegradasi oleh ginjal, yang menyebabkan HDL serum menurun. Perubahan VLDL menjadi LDL kolesterol ester dimediasi oleh kolesterol ester transfer protein. Selanjutnya trigliserida akan dihidroslisis oleh hepatic lipase yang menyebabkan partikel dense LDL yang bersifat aterogenic Insulin decreases endogenous glucose production by direct and indirect mechanisms ( Fig. 30-10 ).[368] In its direct action, portal insulin suppresses glucose production by inhibiting glycogenolysis through an increase in phosphodiesterase activity [369] [370] or changes in the assembly of protein phosphatase complexes. [371] [372] Insulin can also directly suppress gluconeogenesis by inhibiting the activation of phosphoenolpyruvate carboxykinase transcription through the insulin-dependent phosphorylation of the forkhead transcription factor (Foxo1 and perhaps FoxoA2), sequestering it in the cytoplasm. [

Insulin menurunkan produksi glukosa hepatik dengan cara langsung dan tak langsung. Pada aksi langsung insulin menekan produksi glukosa dengan menghambat glikogenolisis dengan melalui peningkatan aktivitas phospodiesterase atau perubahan pembentukan kompleks protein fosfatse. Insulin juga dapat langsung menghambat glukoneogenesis dengan menghambat aktivasi transkripsi phosphoenolpyruvate carboxykinase melalui insulin-dependent fosforilasi In insulin resistance, insulin's ability to suppress lipolysis in adipose tissue and glucagon secretion by alpha cells in the islet results in increased gluconeogenesis. In addition, insulin inhibition of glycogenolysis is impaired. Thus, both hepatic and peripheral insulin resistance results in abnormal glucose production by the liver.

Pada resistensi insulin, kemampuan insulin untuk menekan lipolisis di jaringan adiposa dan sekresi glukagon oleh sel alfa terganggu sehingga glukoneogenesis meningkat. Selain itu, fungsi insulin menghambat glikogenolisis terganggu. Dengan demikian, hasil resistensi r insulin perifer dan hati adalah produksi glukosa yang abnormal oleh hati.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF