Patient Safety

September 16, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Patient Safety...

Description

 

LAPORAN HASIL DISKUSI BBDM MODUL 3.2 SKENARIO 1 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. drg. Oedjani, M.S

KELOMPOK 4 Anggota : Fauziah Rahmadini

22010218130047 22010218130047

Gempita Sekar Permata

22010218130048 22010218130048

Putri Rizka Ayu Octavianingrum

22010218130049 22010218130049

Jeane Kholiqa

22010218130050 22010218130050

Barbella Nabiha Putri

22010218130 22010218130051 051

Belinda Asokawati

22010218130052 22010218130052

Dewi Kartika Wibowo

22010218130053 22010218130053

Ignatia Ratri Maheswari

22010218130054 22010218130054

Eva Kurnianda

22010218140055 22010218140055

Kamila Aini Alma

22010218130057 22010218130057

Leony Kurnia Justicia

22010218140058 22010218140058

Bagus Wijaya

22010218140059 22010218140059

R. Bagus Muhammad A. D

22010218140060 22010218140060

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2019

 

  LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Modul Skenario Kelompok Judul Skenario Tutor Anggota Kelompok

: Belajar Bertolak Dari Masalah : 3.2 :1 :4 :: Prof. Dr. drg. Oedjani, M.S : 1.  Fauziah Rahmadini

22010218130047 22010218130047

2.  Gempita Sekar Permata

22010218130048 22010218130048

3.  Putri Rizka Ayu Octavianingrum

22010218130049 22010218130049

4.  Jeane Kholiqa

22010218130050 22010218130050

5.  Barbella Nabiha Putri

22010218130051 22010218130051

6.  Belinda Asokawati

22010218130052 22010218130052

7.  Dewi Kartika Wibowo

22010218130053 22010218130053

8.  Ignatia Ratri Maheswari

22010218130054 22010218130054

9.  Eva Kurnianda

22010218140055 22010218140055

10. Kamila Aini Alma

22010218130057 22010218130057

11. Leony Kurnia Justicia

22010218140058 22010218140058

12. Bagus Wijaya

22010218140059 22010218140059

13. R. Bagus Muhammad A. D

22010218140060 22010218140060

Tanggal Pengesahan

Tanda Tangan Tutor/Dosen Yang Mengesahkan

Prof. Dr. drg. Oedjani, M.S

 

LEMBAR TANDA TANGAN

 Nama

Tanda Tangan

1.  Fauziah Rahmadini

1) 

2.  Gempita Sekar Permata

2) 

3.  Putri Rizka Octavianingrum

3) 

4.  Jeane Kholiqa

4) 

5.  Barbella Nabiha Putri

5) 

6.  Belinda Asokawati

6) 

7.  Dewi Kartika Wibowo

7) 

8.  Ignatia Ratri Maheswari

8) 

9.  Eva Kurnianda

9) 

10. Kamila Aini Alma

10) 

11. Leony Kurnia Justicia

11) 

12. Bagus Wijaya

12) 

13. R. Bagus Muhammad A. D

13) 

 

I.  SKENARIO 1 Kenny merupakan dokter gigi yang baru lulus, yang memiliki keinginan membuka klinik pribadi. Kliniknya memiliki konsep mengedepankan patient mengedepankan patient safety, dengan mementingkan keamanan dan kenyamanan pasien saat diberikan pelayanan. Konsep itu sangat diperhatikan kenny, dan juga memastikan dari ruang kliniknya serta alat-alat alat-al at yang nantinya akan digunakan terhadap pasien. Kenny juga memperhatikan hal h al yang tidak kalah  pentingnya yaitu pembuangan pembuangan limbah dari kliniknya sehingga tidak membahayakan membahayakan  penduduk yang berada disekitar kliniknya.

II.  TERMINOLOGI 1.  Limbah: buangan yang dihasilkan dari proses suatu produksi (bekas pemakaian) baik industri maupun domestik (rumah tangga) yang memberikan dampak negatif bila tidak dikelola dengan baik 2.  Klinik : fasilitas kesehatan publik yang didirikan untuk memberikan perawatan kepada pasien dan biasanya hanya mengobati penyakit ringan 3.  Patient safety : suatu sistem yang membuat asuhan pasien rumah sakit menjadi lebih aman untuk mencegah terjadinya cidera yang disebabkan kesalahan akibat melaksanakan/tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan

III.  RUMUSAN MASALAH 1.  Tujuan patient safety! 2.  Apa indikator patient safety! 3.  Apa saja limbah KG dan dampak apabila dibuang sembarangan? 4.  5.  6.  7.  8.  9. 

Apa manfaat dari adanya patient safety ? Bagaimana penularan penyakit diklinik? Bagaimana perwujudan dari patient safety? Langkah menuju patient safety! Mengapa alat yang digunakan perlu dijaga kesehatannya? Bagaimana mengelola limbah yang baik dan benar?

IV.  HIPOTESIS 1.

  Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS/Faskes   Menurunnya KTD

 

  Meningkatkan akuntabilitas RS/Faskes terhadap pasien dan masyarakat



 

2.

       





 

Adanya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dari waktu ke waktu Suatu area pelayanan kesehatan memenuhi standar klinis Menurunnya risiko infeksi Meningkatnya komunikasi efektif tepat lokasi, prosedur, dan pasien

3.

       

   

Limbah Cairan Alat Tubuh Limbah Limbah Non-Klinik Limbah Kimia Dampak apabila limbah tidak dikelola: terjadi cross contamination

4.

         

    

Budaya safety meningkat dan berkembang Risiko klinis menurun Mutu pelayanan meningkat Kepercayan pasien terhadap dokter meningkat Menciptakan lingkungan yang aman bagi dokter dan pasien

5. Kontak:   Penularan o  Langsung: mulut pasien o  Tidak Langsung: dari instrumen bekas pakai   Penularan melalui droplet: o  Percikan saliva pasien   Penularan melalui udara yang terkontaminasi







6.

         

Ketepatan indikasi pasien Peningkatan komunikasi pasien Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai Pengelolaan limbah yang baik Kebersihan tempat yang terjaga   Sterilisasi alat yang diperhatikan   Penggunaan alat injeksi dengan sekali pakai

      

7. sama (hipotesis 6) 8.   Untuk mencegah terjadinya infeksi silang   Memastikan kebersihan alat   Menjaga dari kerusakan alat 





9.

  Memisahkan limbah/sampah infeksius dan non-infeksius   Menyiapkan pembuangan limbah yang tepat   Mengurangi penggunaan barang berbahaya



 

  Mengirim limbah kepada pihak yang berwenang   Mengirim limbah klinik ke incinerator, dan limbah non-klinik ke compactor

 

 

 

V.  PETA KONSEP Prinsip

Konsep

Patient Safety

Dasar Hukum Pengelolaan Limbah

Ergonomi

Sterilisasi

VI.  SASARAN BELAJAR Mengetahui, Menjelaskan, dan Memahami: 1. Dasar Hukum Patient Safety 2. Prinsip Patient Safety 3. Konsep Patient Safety a)  Pengelolaan Limbah  b)  Sterilisasi c)  Ergonomi

 

VII.  BELAJAR MANDIRI 1.  PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Peraturan Menteri Kesehatan Kesehata n Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/201 1144/MENKES/PER/VIII/2010 0 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan  pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan pengelolaan hal yang  berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan t indakan yang seharusnya diambil. 2. Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap setia p kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Ti dak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian Potensial Cedera. 3. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. 4. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden insid en yang belum sampai terpapar ke pasien. 5. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke  pasien, tetapi tidak timbul cedera. 6. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat  berpotensi untuk menimbulkan cedera, cedera, tetapi belum terjadi insiden. 7. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. 8. Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran.

BAB III STANDAR KESELAMATAN PASIEN Pasal 7 (1) Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien. (2) Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. hak pasien;  b. mendidik pasien dan keluarga;

 

c. keselamatan pasien pasie n dalam kesinambungan pelayanan; d. penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program  peningkatan keselamatan pasien; e. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien; f. mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan g. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien BAB IV SASARAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT Pasal 8 (1) Setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien. (2) Sasaran Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tercapainya halhal sebagai berikut: a. Ketepatan identifikasi pasien;  b. Peningkatan komunikasi komunikasi yang efektif; c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai; d. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi; e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan f. Pengurangan risiko pasien jatuh

BAB V PENYELENGGARAAN PENYELENGGA RAAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT Pasal 9 (1) Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit. (2) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;  b. memimpin dan mendukung mendukung staf; c. mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko; d. mengembangkan sistem pelaporan; e. melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien; f. belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien; dan g. mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

 

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN PASIEN

BAB III PENYELENGGARAAN PENYELENGGA RAAN KESELAMATAN PASIEN Bagian Kesatu Standar, Tujuh Langkah Menuju, dan Sasaran Keselamatan Pasien Pasal 5 (1)Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan Keselamatan Pasien. (2)Penyelenggaraan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pembentukan sistem pelayanan yang menerapkan: a.standar Keselamatan Pasien;  b.sasaran Keselamatan Pasien; dan c.tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien. (3)Sistem pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menjamin pelaksanaan: a.asuhan pasien lebih aman, melalui upaya yang meliputi asesmen risiko, ris iko, identifikasi dan  pengelolaan risiko pasien;  b.pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar belajar dari insiden, dan tindak lanjutnya; dan c.implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. (4)Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi standar: a.hak pasien;  b.pendidikan bagi pasien dan keluarga; keluarga; c.Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan; d.penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan peningkatan Keselamatan Pasien; e.peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien; f.pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien; dan g.komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai Keselamatan Pasien. (5)Sasaran Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi tercapainya hal-hal: a.mengidentifikasi pasien dengan benar;  b.meningkatkan komunikasi komunikasi yang efektif; c.meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai; d.memastikan lokasi  pembedahan yang benar, prosedur prosedur yang benar, pembedahan pada p pasienyang asienyang benar; e.mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; dan f.mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh. (6)Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas: a.membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien;  b.memimpin dan mendukung mendukung staf; c.mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko; d.mengembangkan sistem pelaporan;

 

e.melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien; f.belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien; dan g.mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien. Pasal 6 (1)Standar hak pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf a merupakan hak  pasien dan keluarganya untuk mendapatkan mendapatkan informasi tentang diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, dan perkiraan biaya  pengobatan. (2)Kriteria standar hak pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.harus ada dokter penanggung jawab pelayanan; pela yanan;  b.rencana pelayanan dibuat oleh dokter penanggung penanggung jawab pelayanan; dan c.penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya dilakukan oleh dokter penanggung  jawab pelayanan. Pasal 7 (1)Standar pendidikan kepada pasien dan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf b berupa kegiatan mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. (2)Kriteria Standar pendidikan kepada pasien dan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat a yat (1) meliputi: a.memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap, dan jujur;  b.mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga; c.mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti; d.memahami konsekuensi pelayanan; e.mematuhi nasihat dokter dan menghormati tata tertib fasilitas fasili tas pelayanan kesehatan; f.memperlihatkan sikap saling menghormati dan tenggang t enggang rasa; dan g.memenuhi kewajiban finansial yang disepakati. Pasal 8 (1)Standar Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf c merupakan upaya fasilitas pelayanan kesehatan di bidang Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. (2)Kriteria standar Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.pelayanan secara menyeluruh dan terkoordinasi mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, pemindahan pasien, rujukan, dan saat pasien keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan;  b.koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan ketersediaan sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan; c.koordinasi pelayanan dalam meningkatkan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, asuhan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi, rujukan, dan tindak lanjut lainnya; dan

 

d.komunikasi dan penyampaian penyampaian informasi antar profesi kesehatan sehingga tercapai proses koordinasi yang efektif. Pasal 9 (1)Standar penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program  peningkatan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf huruf d merupakan kegiatan mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang telah ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta Keselamatan Pasien. (2)Kriteria standar penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan  program peningkatan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat ayat (1) meliputi: a.setiap fasilitas pelayanan pela yanan kesehatan harus melakukan proses perancangan (desain) yang  baik;  b.setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, dan keuangan; c.setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi semua insiden dan secara  proaktif melakukan evaluasi 1 (satu) proses kasus risiko tinggi setiap tahun; dan d.setiap fasilitas pelayanan pela yanan kesehatan harus menggunakan semua data dan informasi hasilevaluasi dan analisis untuk menentukan perubahan sistem (redesain) atau membuat sistem baru yang diperlukan, agar kinerja dan Keselamatan Pasien terjamin. (3)Proses perancangan (desain) yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan mengacu pada visi, misi, dan tujuan fasilitas pelayanan kesehatan, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien. Pasal 10 (1)Standar peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf e merupakan kegiatan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dalam: a.mendorong dan menjamin implementasi Keselamatan Pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien;  b.menjamin berlangsungnya kegiatan kegiatan identifikasi risiko Keselamatan Pasien dan menekan atau mengurangi insiden secara proaktif; c.menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan  pengambilan keputusan tentang Keselamatan Pasien; d.mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas fasilit as pelayanan kesehatan serta meningkatkan Keselamatan Pasien; dan e.mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi setiap unsur dalam meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien. (2)Kriteria standar peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.terdapat tim antar disiplin untuk mengelola Keselamatan Pasien;

 

 b.tersedia kegiatan atau program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program program meminimalkan Insiden; c.tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam Keselamatan Pasien; d.tersedia prosedur “cepat“cepat-tanggap” terhadap Insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko, dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis; e.tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal ekster nal berkaitan dengan Insiden termasuk  penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang analisis akar masalah Kejadian Nyaris Cedera (KNC), KTD, dan kejadian sentinel pada saat Keselamatan Kesel amatan Pasien mulai dilaksanakan; f.tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis Insiden, atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian sentinel; g.terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola  pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan pendekatan antar disiplin; h.tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan Keselamatan Pasien, termasuk evaluasi  berkala terhadap kecukupan sumber daya daya tersebut; dan i.tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya. Pasal 11 (1)Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf f merupakan kegiatan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien. (2)Kriteria Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Keselamata n Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki: a.setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki program pendidikan, pelatihan danorientasi bagi staf baru yang memuat topik Keselamatan Pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing;  b.setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus mengintegrasikan topik Keselamatan Pasiendalam setiap kegiatan pelatihan/magang dan memberi pedoman yang jelas tentang  pelaporan Insiden; dan c.setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama tim (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien. Pasal 12 (1)Standar komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf g merupakan kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan dalam merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi Keselamatan Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal yang tepat waktu dan akurat.

 

(2)Kriteria standar komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki: memili ki: a.tersedianya anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan Keselamatan Pasien; dan  b.tersedianya mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi merevisi manajemen informasi yang ada. Bagian Kedua Insiden Paragraf 1 Umum Pasal 14 (1)Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi: a.Kondisi Potensial Cedera (KPC);  b.Kejadian Nyaris Cedera (KNC); c.Kejadian Tidak Cedera (KTC); dan d.Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). (2)Kondisi Potensial Cedera (KPC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. (3)Kejadian Nyaris Cedera (KNC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. (4)Kejadian Tidak Cedera (KTC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan insiden yang sudah terpapar ke  pasien, tetapi tidak timbul cedera. (5)Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. Paragraf 2 Penanganan Insiden Pasal 15 (1)Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan mel akukan penanganan Insiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. (2)Selain penanganan Insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fasilitas pelayanan pela yanan kesehatan harus melakukan penanganan kejadian sentinel. (3)Kejadian sentinel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan suatu Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan kehidupan, baik fisik fisi k maupun  psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit penyakit atau keadaan pasien. (4)Kejadian sentinel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disebabkan oleh hal lain selain Insiden. Pasal 16 (1)Penanganan Insiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien. (2)Penanganan Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pembentukan tim Keselamatan Pasien yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pelaksana kegiatan penanganan Insiden.

 

(3)Dalam melakukan Penanganan Insiden, tim keselamatan pasien sebagaimana dimaksud  pada ayat (2) dilakukan kegiatan berupa pelaporan, pelaporan, verifikasi, investigasi, dan analisis  penyebab Insiden tanpa menyalahkan, menyalahkan, menghukum, dan memp mempermalukan ermalukan seseorang.

Pasal 17 (1)Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) bertanggung  jawab langsung kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan. (2)Keanggotaan Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas unsur manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan unsur klinisi di fasilitas  pelayanan kesehatan. (3)Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan melaks anakan tugas: a.menyusun kebijakan dan pengaturan di bidang Keselamatan Pasien untuk ditetapkan oleh  pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan;  b.mengembangkan program program Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan kesehatan; c.melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan penilaian tentang penerapan  program Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan kesehatan; d.melakukan pelatihan Keselamatan Pasien bagi fasilitas pelayanan kesehatan; e.melakukan pencatatan, pelaporan Insiden, analisis insiden termasuk melakukan mela kukan RCA, dan mengembangkan solusi untuk meningkatkan Keselamatan Pasien; f.memberikan masukan dan pertimbangan kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien; g.membuat laporan kegiatan kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan; dan h.mengirim laporan Insiden secara kontinu melalui e-reportingsesuai dengan pedoman  pelaporan Insiden. (4)Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan menjadi Komite Keselamatan Pasien fasilitas fasilit as pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan. (5)Dalam hal tim Keselamatan Pasien belum dapat dibentuk karena keterbatasan tenaga, fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat a yat (1) harus memiliki petugas yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pasien sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Pasal 18 (1)Setiap Insiden harus dilaporkan secara internal kepada tim Keselamatan Pasien dalam waktu paling lambat 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam dengan menggunakan format laporan sebagaimana tercantum pada Formulir 1. (2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diverifikasi oleh tim Keselamatan Pasien untuk memastikan kebenaran adanya Insiden. (3)Setelah melakukan verifikasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim Keselamatan Pasien melakukan investigasi dalam bentuk wawancara dan pemeriksaan dokumen.

 

(4)Berdasarkan hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim Keselamatan Pasien menentukan derajat insiden (grading) dan melakukan Root Cause Analysis(RCA) dengan metode baku untuk menemukan akar masalah. (5)Tim keselamatan pasien harus memberikan rekomendasi keselamatan pasien kepada  pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan hasil Root Cause Analysis (RCA) sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6)Ketentuan lebih lanjut mengenai Root Cause Analysis (RCA) diatur dalam pedoman yang disusun oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien. Pasal 19 (1)Fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pelaporan Insiden, secara online atau tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien sesuai dengan format laporan tercantum  pada Formulir 2 dan Formulir 3 Peraturan Menteri ini. (2)Pelaporan Insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setelah dilakukan analisis, serta mendapatkan rekomendasi dan solusi dari timKeselamatan Pasien fasilitas  pelayanan kesehatan. (3)Pelaporan insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan Keselamatan Pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming). (4)Pelaporan insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijamin keamanannya,  bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), dan tidak mudah diakses oleh orang yang yang tidak  berhak. Pasal 20 Setelah menerima pelaporan Insiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Komite  Nasional Keselamatan Pasien melakukan pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) berupa rekomendasi Keselamatan Pasien dalam rangka mencegah berulangnya kejadian yang sama di fasilitas pelayanan kesehatan lain secara nasional. 2.  Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001VIII-2005)) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit VIII-2005

1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”  adil”    Bagi Rumah sakit:  sakit: 



 

Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga



 

Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden



 

Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden



 

Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP  Bagi Tim:  Tim: 

 



 

Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden



 

Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yg tepat

2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang KP di RS anda”  anda”   Bagi Rumah Sakit:  Sakit:  

 

Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP



 

Di bagian-2 bagian-2 ada orang yg dpt menjadi “Penggerak” (champion) KP KP  



 

Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen



 

Masukkan KP dlm semua program latihan staf



 Bagi Tim:  Tim:  “penggerak” dlm tim utk memimpin Gerakan KP   Ada “penggerak” dlm



 

Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP



 

Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial brmasalah” brmasalah”    Bagi Rumah Sakit:  Sakit:  

 

Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP



 

Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko



 

Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko risi ko & tingkatkan kepedulian thdp pasien  Bagi Tim:  Tim: 







 

Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait

 

Penilaian risiko pd individu pasien

 

Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb

4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS” KKP-RS”    Bagi Rumah sakit:  sakit:  

 

Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS –  KKPRS –  PERSI  PERSI  Bagi Tim:  Tim: 

 



 

Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara cara -cara komunikasi yg terbuka dengan pasien” dengan pasien”  

 Bagi Rumah Sakit   Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga



 



 



 



 

Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden



 

Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden



 

Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.

Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien  Bagi Tim:  Tim: 

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda utk melakukan analisis akar masalah masalah utk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”  timbul”    Bagi Rumah Sakit:  Sakit:  

 



 



 

Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden



 

Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut

Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau  Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun utk proses risiko tinggi  Bagi Tim:  Tim: 

7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd sistem pelayanan”  pelayanan”    Bagi Rumah Sakit:  Sakit:  

 



 



 

Asesmen risiko utk setiap perubahan



 

Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI



 

Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis,  penggunaan instrumen yg menjamin KP

Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden i nsiden  Bagi Tim:  Tim: 

 



 

Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman



 

Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya



 

Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg tt g insiden yg dilaporkan

3. Pengelolaan Limbah, Sterilisasi, dan Ergonomi A. PENGELOLAAN LIMBAH Berbagai material/ bahan yang digunakan di RSGM maupun klinik dokter gigi pada akhirnya akan menjadi limbah yang harus dikelola dikelol a dengan benar sesuai de dengan ngan karakteristiknya. Berikut beberapa contoh bahan maupun obat yang biasa digunakan oleh dokter gigi dalam pelayanannya antara lain :

1. Bahan tumpat: Amalgam-mercury, composite resin, glass ionomer, logam mulia Au, Ag, Pd dan Zinc Oxide 2. Bahan crown: logam mulia, Ag, Akrilik, ceramic 3. Dental film: Developer X-ray (mengandung hydroquinone, Pb) 4. Bahan irigasi: Sodium hipoklorit (NaOCl 2,5%), Chlor Hexidin(CHX 0,2%), H2O2 3% 5. Rubber: sarung tangan 6. Masker 7. Jarum suntik, jarum endodontik, spuit, dll 8. Alat pemanas: pemotong guttap point, pelunak guttap point 9. Obat-obat endodontik : Arsen, formaldehid,dll 10. Sinar : Halogen, laser,dll Limbah pelayanan kedokteran gigi mencakup limbah infeksius dan limbah kimia yang  berbahaya bagi lingkungan jika tidak dikelola secara benar. Limbah infeksius berpotensi menyebabkan penularan penyakit jika dibuang sembarangan. Beberapa potensi bahaya yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia pada kedokteran gigi antara lain : 1. Limbah amalgam. Merkuri sebagai bahan pencampur amalgam merupakan bahan toksik. Kandungan merkuri dalam amalgam 40-50%. Terbuangnya limbah merkuri ke aliran limbah dapat merugikan lingkungan kalau tidak diperhatikan. Limbah amalgam amal gam tersebut  berasal dari: Scrap-amalgam, amalgam kapsul (kosong, bocor atau tidak dapat dipakai), dipakai), amalgam dari gigi yang dicabut, pecahan amalgam berasal dari cairan cai ran yang mengendap di unit, amalgam yang menempel di amalgam separator. 2. Limbah bahan kimia untuk fiksasi, developer dan cleaner pada pencucian foto rontgen. a. Bahan fiksasi film X-ray adalah larutan l arutan yang tertinggi pada proses pencucian film X-ra X-ray, y, merupakan limbah yang toksik karena kandungan silver yang tinggi  b. Bahan developer x-ray dilarang dibuang dibuang sembarangan mengingat kandung kandungan an hydroquinone yang merupakan limbah berbahaya c. X-ray cleaner merupakan limbah berbahaya bila mengandung chromium d. Bungkus film X-ray yang mengandung Pb, dapat dilebur. Karenanya Karenan ya bahan ini menjadi limbah yang tidak berbahaya bila dalam bentuk scrap metal e. Film x-ray sendiri termasuk limbah berbahaya karena kandungan silvernya. Untuk mengindari limbah berbahaya dari X-ray tersebut dianjurkan menggunakan alat digital X-ray

 

3. Limbah bahan sterilisasi alat kedokteran gigi merupakan limbah berbahaya apabila mengandung alkohol, glutaraldehyde dan bahan berbahaya lain, seperti ortho-phthaldehyde (OPA). Untuk mensterilisasi ditambah glycine. Cairan bleaching merupakan limbah yang  berbahaya apabila konsentrasinya tinggi. Penurunan Penurunan konsentrasi kurang dari 1% tidak membahayakan. Upaya pengurangan limbah B3 harus dilakukan oleh setiap s etiap orang atau  perusahaan yang berpotensi menghasilkan limbah. Salah Salah satu yang utama adalah dengan melakukan pengurangan atau penghentian penggunaan bahan tumpat amalgam dan menggantikannya dengan bahan restorasi yang lebih aman seperti komposit. Penggunaan alat digital X-ray juga dapat mengurangi bahaya dari alat X-ray konvensional. Selain itu, perlu dipikirkan untuk membuat saluran sal uran limbah cair yang baik, tertutup dan dialirkan ke pengolahan limbah cair yang harus disediakan.Pengelolaan limbah medis di klinik dokter gigi tidak dapat lepas dari perhatian dan tetap mengacu pada peraturan yang berlaku. Diperlukan manajemen lingkungan khususnya terkait limbah dalam setiap tindakan yang menghasilkan limbah. Tenaga pelayanan kesehatan gigi yang menangani limbah medis harus mendapatkan  pelatihan tentang penanganan limbah yanag tepat, metode pembuangan dan bahayany bahayanyaa terhadap kesehatan. Penggunaan kode warna mengikuti aturan at uran pada umumnya yaitu limbah medis (infeksius)dengan warna kuning dan limbah non medis (non infeksius) dengan warna hitam. Jarum, blade scapel, orthodontic bands, pecahan instrument metal dan bur sebagai limbah tajam dimasukan dalam kontainer yang tepat yaitu tahan tusuk, tahan bocor dengan kode warna kuning, biasanya menggunakan safety box. Darah, cairan suction atau limbah cair lain dibuang ke dalam drain yang terhubung dengan sistem pengolahan limbah cair. Pada beberapa klinik dokter gigi yang belum memiliki Intalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), biasanya limbah cair dialirkan ke septic tank. Gigi yang dicabut biasanya diserahkan ke pasien (pemilik/keluarga), apabila gigi ditinggalkan maka akan diperlakukan sebagai limbah infeksius. Pada umumnya pengelolaan limbah medis memiliki penerapan pelaksanaan yang  berbeda-beda antara fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari pemilahan,  pewadahan, pengangkutan, tempat penampungan penampungan sementara dan pemusnahan. 1. Pemilahan Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari  berbagai jenis limbah untuk efisiensi biaya petugas, dan pembuangan. pembuangan. 2. Pewadahan Pewadahan sampah medis menggunakan label (warna kantong plastik/kontainer) - sampah radioaktif = merah - sampah sangat infeksius = kuning - sampah/limbah infeksius, patologi, dan anatomi = kuning

 

- sampah sitoksis = ungu - sampah/limbah kimia dan farmasi = cokelat (Gambar 2.1) Penanganan sampah dari masing-masing sumber dilakukan dengan cara sebagai berikut : >Wadah tidak boleh penuh, bila wadah sudah terisi tiga per empat bagian, maka segera se gera ke tempat pembuangan akhir >Wadah berupa kantongan plastik dapat diikat rapat pada saat akan diangkut dan dibuang  berikut wadahnya >Pengumpulan limbah dari ruang perawatan/pengobatan harus tetap pada wadahnya dan  jangan dituangkan pada gerobak gerobak yang terbuka. Hal ini dimaksud untuk meng menghindari hindari terjadinya kontaminasi disekitarnya dan mengurangi resiko kecelakaan terhadap petugas,  pasien, dan pengunjung >Petugas yang menangani harus selalu menggunakan sarung tangan dan sepatu, serta harus mencuci tangan dengan sabun setiap selesai mengambil limbah 3. Pengangkutan Dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan eksternal Pengangkutan internal : berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Biasanya Biasan ya digunakan kereta dorong yang sudah diberi label dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan  pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal : pengangkutan sampah medis ke tempat pembuangan di luar (offsite). Memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. 4. Tempat Penampungan Sementara (TPS) Penampungan limbah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau  berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai mempunyai tutup dan tidak overload. Adapun bentuk penanganan limbah yang dilakukan : a. Kantong-kantng denga warna harus dibuang jika telah terisi dua per tiga bagian  b. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberikan label yang jelas c. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan d. Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantong-kantong plastik dengan warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ke tempat yang sesuai e. Kantong harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap te rhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkat ketempat pembuangan. 5. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

 

Sebagian besar limbah dan sejenisnya itu dimusnahkan dengan incinerator atau menggunakan metode sanitasi landfill. Incinerator adalah istilah untuk menjelaskan semua sistem pembakaran, walau hanya satu yang biasa dipandang efektif. Dalam pedoman ini incinerator digunakan untuk menjelaskan proses pembakaran yang dilaksanakan dalam ruang ganda incinerator yang mempunyai mekanisme pemantauan secara ketat dan pengendalian  parameter pembakaran. 6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam limbah medis a. Penghasilan limbah klinis hendaknya mengembangkan dan secara periodik menunjang kembali strategi pengelolaan limbah secara menyeluruh  b. Menekan produksi limbah hendaknya menjadi bagian integral dari strategi pengelolaan c. Pemisahan limbah sesuai sifat dan jenis adalah langkah awal prosedur pembuangan yang  benar d. Limbah radioaktif harus diamankan dan dibuang sesuai dengan peraturan yang berlaku oleh instansi yang berwenang e. Incinerator adalah metode pembuangan yang disarankan untuk limbah tajam, infeksius, dan jaringan tubuh

7. Tujuan Pengelolaan Limbah Medis a. Mencegah terjadinya penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya  b. Melindungi terjadinya penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan c. Membuang bahan-bahan berbahaya d. Melindungi petugas terhadap kecelakaan kerja

8. Syarat-syarat Sanitasi dalam Pengelolaan Limbah Medis a. Limbah tidak boleh dihinggapi lalat, tikus, dan binatang sejenisnya yang dapat menyebarkan penyakit  b. Limbah tidak menimbulkan bau yang busuk dan suasana yang baik c. Limbah tidak boleh mencemari tanah, air, dan udara d. Limbah cair yang beracun harus dipisahkan dari limbah cair dan harus memiliki tempat  penampungan sendiri/dipisahkan

 

B. STERILISASI Sterilisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan untuk mematikan semua  bentuk organisme (Purnawijayanti, 2001). 2001). Suatu benda yang steril, dipandang dari sudutmikrobiologi, artinya bebas dari mikroorganisme hidup yang tidak diinginkan. dii nginkan. Suatu  bendaatau substansi hanya dapat steril atau tidak sreril tidak akan mungkin setengah steril atauhampir steril (Pelozar, 1988). Sedangkan menurut Fardiaz, sterilisasi sterilisas i yaitu suatu  prosesuntuk membunuh semua semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuh ditumbuhkan kan didalam suatumedium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak (Fardiaz, 1992).

Metode yang dapat digunakan dalam upaya mensterilisasi alat maupun banyak bahan. Metode yang digunakan tergantung pada sifat dan karakteristik alat dan bahan yang disterilisasi dan jenis mikroorganisme mi kroorganisme yang ingin dimusnahkan. Metode sterilisasi pada dasarnya dapat ditempuh melalui tiga cara : a.  Secara fisika (dengan pemanasan)  b.  Secara kimia (dengan zat kimia) c.  Secara mekanik (dengan penyaringan) Metode Sterilisasi : 1. Sterilisasi secara Fisik Sterilisasi secara fisik dipakai bila selama sterilisasi dengan bahan kimia tidak akan  berubah akibat temperatur tinggi dan tekanan tinggi. tinggi. Cara membunuh mikroorganisme mikroorganisme tersebut adalah dengan panas. Berikut penjelasan mengenai cara membunuh me mbunuh mikroorganisme: A.  Pemanasan kering Prinsipnya adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami dehidrasi sampai kering dan selanjutnya teroksidasi oleh oksigen dari udara sehingga menyebabkan mikrobanya mati. Digunakan pada benda atau bahan yang tidak mudah menjadi rusak, tidak menyala, tidak hangus atau tidak menguap pada suhu tinggi. Umumnya digunakan untuk senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap air, seperti minyak lemak, minyak mineral, gliserin (berbagai jenis minyak), petrolatum jelly, jell y, lilin, wax, dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air. Metode ini efektif untuk mensterilkan menste rilkan alat-alat gelas dan bedah. Contohnya alat ukur dan penutup karet atau plastik. Selain itu, bahan atau alat harus dibungkus, disumbat atau ditaruh dalam wadah tertututp untuk mencegah kontaminasi setelah dikeluarkan dari oven. B.  Pemanasan basah Prinsipnya adalah dengan cara mengkoagulasi atau denaturasi protein penyusun tubuh mikroba sehingga dapat membunuh mikroba. Sterilisasi uap dilakukan menggunakan autoklaf dengan prinsipnya memakai uap air dalam tekanan sebagai pensterilnya. Temperatur sterilisasi biasanya 121℃, tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 15 -17,5 psi (pound per

 

square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi steri lisasi tergantung dari volume dan jenis. Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi media antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi media yang terlalu lama akan menyebabkan :

  Penguraian gula   Degradasi vitamin dan asam-asam amino   Inaktifasi sitokinin zeatin riboside  

   

Perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar Bila ada kelembapan, bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada temperatur yang lebih rendah dibandingkan jika tidak ada kelembapan. Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial dari organisme tersebut. Metode sterilisasi uap umumnya digunakan untuk sterilisasi sediaan farmasi dan bahan bahan lain yang tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan tahan terhadap  penembusan uap air, larutan dengan pembawa pembawa air, alat-alat gelas, pembalut untuk bedah,  penutup karet dan plastic serta media untuk pekerjaan mikrobiologi. mikrobiologi. Uap jenuh pada suhu o 121 C mampu membunuh secara cepat semua bentuk vegetatif mikroorganisme dalam 1 atau 2 menit. Uap jenuh ini dapat menghancurkan spora bakteri yang tahan pemanasan. 1.Pemanasan dengan Bakterisida Digunakan untuk sterilisasi larutan berair atau suspensi obat yang tidak stabil dalam autoklaf. Tidak digunakan untuk larutan obat injeksi intravena dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intratekal, atau intrasisternal. Larutan yang ditambahkan bakterisida dipanaskan dalam wadah bersegel pada suhu 100 oC selama 10 menit di dalam pensteril uap atau penangas air. Bakterisida yang digunakan 0,5% fenol, 0,5% klorobutanol, 0,002 % fenil merkuri nitrat dan 0,2% klorokresol. 1. Air mendidih Digunakan untuk sterilisasi alat bedah seperti jarum spoit. Hanya dilakukan dalam keadaan darurat. Dapat membunuh bentuk vegetatif mikroorganisme tetapi tidak sporanya. 2. Pemijaran Dengan cara membakar alat pada api secara secar a langsung, contoh alat : jarum inokulum,  pinset, batang L, dan sebagainya. 3.Sterilisasi dengan radiasi Prinsipnya adalah radiasi menembus dinding sel dengan langsung mengenai DNA dari inti sel sehingga mikroba mengalami mutasi. Digunakan untuk sterilisasi bahan atau  produk yang peka peka terhadap panas (termolabil). Ada dua macam radiasi yang digunakan yakni yakni gelombang elektromagnetik (sinar x, sinar γ) dan arus partikel kecil (sinar α dan β). Sterilisasi dengan radiasi digunakan untuk bahan atau produk dan alat-alat medis yang peka terhadap  panas (termolabil). d.  Tyndalisasi Konsep kerja metode ini mirip miri p dengan mengukus. Bahan yang mengandung air dan tidak tahan tekanan atau suhu tinggi lebih tepat disterilkan dengan metode ini. Misalnya Misal nya susu yang disterilkan dengan suhu tinggi akan mengalami koagulasi dan bahan yang berpati disterilkan

 

 pada suhu bertekanan pada kondisi kondisi pH asam akan terhidrolisis. Tyndalisai merupakan proses memanaskan medium atau larutan menggunakan uap selama 1 jam setiap hari selama 3 hari  berturut- turut e.  Pasteurisasi Proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu (650C selama 30’ atau 720C selama 15’ untuk membunuh pathogen yang berbahaya bagi manusia. 2.Sterilisasi secara Kimia Sterilisasi secara kimia dapat memakai antiseptik kimia. Pemilihan antiseptik terutama tergantung pada kebutuhan daripada tujuan tertentu serta efek yang dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa senyawa bersifat iritatif, dam kepekaan kulit sangat bervariasi. Zat-zat kimia yang dapat di pakai untuk sterilisasi antara lain halogen (senyawa klorin, yodium), alkohol, fenol, hydrogen peroksida, zat warna ungu Kristal, derivate akridin, rosalin, deterjen, logam-logam berat, aldehida, ETO, uap formaldehid ataupun beta propilakton (Volk, 1993) 1993) 1.  Sterilisasi secara Mekanik Sterilisasi secara mekanik dapat dilakukan dengan penyaringan. Penyaringan dengan mengalirkan gas atau cairan melalui suatu bahan penyaring. 2.  Autocalve Autocalve Autoklaf merupakan salah satu alat dalam teknik sterilisasi panas. Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang fungsinya untuk mensterilkan suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi biasanya biasan ya suhu yang digunakan 121°C dan bertekanan 15 kg/cm2 yang dilakukan selama kurang lebih 15 menit. Penurunan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan untuk membunuh 6 mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh mikroorganisme. Autoklaf ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Pada spesies yang sama, endospora dapat  bertahan pada kondisi lingkungan lingkungan yang dapat membunuh sel vege vegetatif tatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100°C, yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121°C, endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, dimana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65°C (Nurhabibah Hasibuan, 2014). Prinsip kerja autoklaf yaitu mensterilkan bahan dengan menggunakan tekanan uap optimum untuk sterilisasi pada suhu 121°C dan tekanan 15 kg/cm2 . Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dan timer mulai menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan

 

tunggu tekanan dalam kompartemen turun hingga sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisure gauge menunjuk ke angka nol). (Fitri Rahmayanti, 2013) Autoklaf yang dapat digunakan untuk sterilisasi ada bermacam-macam, mulai dari yang sederhana sampai digital (terprogram). Autoklaf yang sederhana menggunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan ke dalam autoklaf. Pemanasan air dapat menggunakan kompor atau api Bunsen. Pada autoklaf sederhana ini, tekanan dan temperatur diatur dengan jumlah panas dari api. Kelemahan autoklaf ini adalah bahwa perlu penjagaan dan pengaturan panas secara manual, selama masa sterilisasi dilakukan. Keuntungan autoklaf ini adalah sederhana, harga relatif murah, tidak ti dak tergantung dari aliran listrik yang sering merupakan problema pada negara-negara yang sedang berkembang, serta lebih cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf. (Dwijosaputro, 2009) Autoklaf yang bertipe yang lebih canggih menggunakan sumber energi dari listrik. Alatnya dilengkapi dengan timer dan thermostat. Bila pengatur automatis ini berjalan dengan  baik, maka autoklaf dapat dijalankan sambil 8 mengerjakan mengerjakan pekerjaan lain. Kelemahan dari autoklaf ini adalah bila salah satu pengatur tidak bekerja, maka pekerjaan persiapan media menjadi sia-sia dan kemungkinan menyebabkan kerusakkan total pada autoklaf. (Mulyaningsih dan Alluh, 2009) Keunggulan autoklaf adalah dapat mensterilkan alat dan bahan hingga tidak ada organisme yang hidup lagi. Autoklaf memerlukan waktu yang singkat untuk sterilisasi. Autoklaf menggunakan suhu dan tekanan tinggi sehingga memberikan kekuatan yang lebih  besar untuk membunuh sel dibandingkan dengan udara panas b biasa. iasa. Autoklaf memiliki kelebihan yaitu alat perebus yang bertekanan tinggi. (Permatasari dkk., 2013). Kekurangan autoklaf adalah harus menggunakan air mendidih karena uapnya memenuhi kompartemen autoklaf dan terdesak keluar dari klep pengaman. Autoklaf membutuhkan sumber panas yang terus menerus. Autoklaf membutuhkan peralatan yang  butuh perawatan terus menerus (fardias, 1992) Jenis autoklaf Perbedaan jenis autoklaf yaitu terletak pada bagaimana udara dihilangkan dari dalam autoklaf selama sterilisasi. Adapun jenis-jenis autoklaf yaitu : 1.Gravity Displacement Autoclave Udara dari dalam autoklaf dipindahkan hanya berdasarkan gravitasi. Prinsipnya adalah memanfaatkan keringanan uap dibandingkan dengan udara, sehingga udara terletak dibawah uap. Cara kerjanya dimulai dengan memasukkan uap melalui bagian atas autoklaf sehingga udara tertekan ke 9 bawah. Secara perlahan, perla han, uap mulai semakin banyak sehingga menekan udara semakin turun dan keluar melalui saluran di bagian bawah autoklaf, selanjutnya suhu meningkat dan terjadilah sterilisasi. Autoklaf ini dapat bekerja dengan cakupan suhu antara 121-134°C dengan waktu 10-30 menit. 2. High Vacuum Autoklaf ini dilengkapi dengan pompa yang mengevakuasi hampir semua udara dari dalam autoklaf. Cara kerjanya dimulai dengan pengeluaran udara. Proses ini berlangsung

 

selama 8-10 menit. Ketika keadaan vakum tercipta, uap dimasukkan ke dalam autoklaf. Akibat kevakuman udara, uap segera berhubungan dengan seluruh permukaan benda, kemudian terjadi peningkatan suhu sehingga proses sterilisasi berlangsung. Autoklaf ini  bekerja pada suhu 132-135°C dengan dengan waktu 3-4 menit 3. Steam-flush pressure-pulse Autoklaf ini menggunakan aliran uap dan dorongan tekanan atmosfer dengan rangkaian  berulang. Waktu siklus pada autoklaf ini tergantung pada benda yang disterilisasi. (Ditya Fahlevi, 2014)

C.ERGONOMI a.  Ergonomi adalah studi tentang manusia until menciptakan sistem kerja yang lebih sehat, aman, dan nyaman.  b.  Tujuan Umum ergonomi : a)  Mengurangi resiko cedera.  b)  Meningkatkan produktivitas kerja.

c)  Meningkatkan kualitas hidup. d)  Angka cedera dan kesakitan dalam melakukan pekerjaan tidak ada / terkurangi e)  Kunjungan untuk berobat bisa berkurang f)  Tingkat absentisme/ketidakhadiran berkurang g)  Pekerja merasa nyaman dalam bekerja h)  Meningkatkan kesejahteraan social c.  Faktor resiko : 1. Gerakan Repetitif 2. Penggunaan Kekuatan 3. Stres Mekanik 4. Sikap tubuh statis 5. Awkward position 5. Vibrasi 6. Suhu ekstrem (Dingin atau panas) 7. Stres d.  Sikap tubuh yang baik : 1. Tidak membungkuk 2. Tidak jongkok 3. Tidak memutar tubuh 4. Tinggi tempat kerja antara tinggi pusat dan tinggi siku 5. Tidak meraih obyek/alat kerja melebihi tinggi bahu 6. Letak obyek pada lapang pandang (30 derajat dari masing-masing mata –  mata –  60  60 derajat) e.  Pengaruh ketidakserasian tempat kerja dengan ikutan antropometri

 

Pengaruh dari tidak serasinya anatara tempat kerja dengan ukuran tubuh pekerja akan  berpengaruh terhadap kesehatan pekerja itu sendiri, yang sering terjadi adalah gangguan kesehatan, teumatama gangguan muskuloskeletal. Selain itu akan meningkatkan risiko terjadinya kecelekaan kerja, yang lama kelamaan akan menurunkan produktivitas pekerja. f.  Implementasi Ergonomi Implementasi ergonomi dapat diterapkan pada Lingkungan Lingkungan kerja, yaitu dengan membuat tempat kerja (workstation) sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan  pekerja. Selain itu dengan membuat atau menggunakan menggunakan alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh pekerja itu, serta sesuai dengan gerakan gerakan yang dilakukannya dan memberikan rasa nyaman saat menggunakannya. Implementasi lainnya dapat dilakukan pada produk, hasil dari suatu proses, dimana porduk tersebut ergonomis untuk yang menggunakannya. Impelentasi ergonomi dapat juga digunakan di lingkungan l ingkungan rumah, dimana interior dalam rumahdapat dibuat ergonomis, dan menggunakan alat ataupun perabot rumah yang ergonomis sehinggamembuat rasa nyaman dari penghuni rumah. g.  Desain tempat kerja Prinsip lay out tempat kerja : 1. Prinsip kepentingan: yang paling penting umumnya diletakkan dekat dengan  pekerja 2. Prinsip pemakaian tersering: yang paling sering digunakan juga harus diletakkan dekat dengan pekerja 3. Pinsip fungsional: diatur sedemikian rupa sehingga fungsi dari pengaturan tempat sesuai dengan peruntukannya dan tidak membuat sulit saat bekerja 4. Prinsip urutan: mengatur alat kerja , sarana dan prasarana harus sesuai dengan urutan yang akan digunakan sehingga akan mempermudah saat bekerja dan menyingkat waktu yang diperlukan h.  Desain tempat kerja dokter gigi :

  Sikap kerja ergonomis



Dokter gigi dalam berpraktik sebaiknya selalu memperhatikan postur tubuhnya atau  posisi tubuhnya agar selalu ergonomis ergonomis dan juga sebaiknya tidak melakukan posisi tubuh yang statis terlalu lama seperti duduk, berdiri atau memeriksa pasien. Usahakan untuk sellau seimbang dalam melakukan hal hal tersebut. (Gambar 3.3)

  Kursi dokter



Karakteristik dari kursi dokter gigi adalah berkaki 5, tinggi ti nggi yang daoat disesuaikan, sandaran punggung sesuai lekuk tubuh, sandaran tangan dapat diatur. Dokter gigi selalu menggunakan kursi yang dapat diatur dan ada penyangga dibagian lumbal, torakal dan tangan. (Gambar 3.2)

  Kursi pasien



Kursi pasien merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan. Ini berguna agar pasien merasa nyaman saat dilakukan pemeriksaan. Sandaran tempat duduk pasien sebaiknya dapat diatur, yaitu sandaran dapat tegak atau terlentang. Ini disesuaikan dengan kebutuhan.Tungkai kaki pasien hendaknya lurus, sehingga pasien merasa lebih nyaman dan rileks. Ketinggian kursi pasien dapat diatur oleh dokter gigi dengan menggunakan kaki. Diusahakan

 

meminimalkan penggunaan kaki dengan lebih membuat nyaman pasien pada posisi horisontal.

  Tempat Alat



Tempat alat-alat praktik gigi haruslah mudah dipindahkan, stabil dan dapat diatur tinggi rendahnya. Ini semua diperhatikan untuk kenyamanan pemakainya. Selain itu tempat alat  juga hendaknya ergonomis ergonomis penataannya (Lay-Out Ergonomis) , artinya harus dalam area  jangkauan pemakai, dalam hal ini dokter gigi. gigi. Perhatikan juga agar penggunaan jari jari yang  berlebihan dihindari pada saat melakukan praktik kedokteran gigi. gigi.

  Penempatan lampu bekerja



Penempatan lampu bekerja saat dokter gigi melakukan aktivitasnya sangat penting. Jadi  perlu diperhatikan posis dan letak dari lampu tersebut, diusahakan agar cahaya cahaya lampu mengenai obyek yang dijadikan area kerja. Cahaya jangan mengenai tubuh atau terhalang oleh bagian tubuh. Suhu ruangan tempat praktik dokter gigi harus nyaman dan tidak ti dak boleh terasa panas, karena akan mengganggu aktivitas dokter gigi saat bekerja. Suhu yang diakibatkan oleh lampu penernangan perlu diperhatikan, sehingga s ehingga perlu memilih lampu yang tidak menimbulkan panas tinggi saat dipergunakan.Lampu penerangan untuk bekerja harus dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat dipindah pindahkan.   Ruang linkup ergonomic : A.  Ergonomic fisik : berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, antropometri karakteristik fisiologi dan biomekanika yang berhubungan dengan aktivitas fisik B.  Ergonomic kognitif : berkaitan dengan proses mental manusia, termasuk didalamnya ; presepsi,ingatan dan reaksi, sebagai akibat dari interaksi manusia terhadap pemakaian eleemen system C.  Ergonomic organisasi : berkaitan dengan optimisasi system sosioteknik, termasuk struktur organisasi, kebijakam danprotes D.  Ergonomic lingkungan : berkaitan dengan pencahayaan, temperature kebisingan dan getaran 

 

VIII.  DAFTAR PUSTAKA 1. - PerMenKes No. 1 1691 691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Rumah Sakit - Peraturan Menteri Kesehatan K esehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien 2. Pabuti, Aumas.2011. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit .  st

Proceedings of expert lecture of medical students of Block 21 of Andalas Universitiy, Indonesia 3. a. Harris, Abdul.2009.Studi tentang Pengelolaan Sampah Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji. Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN : Makassar. - Adhani, rosihan.  Pengelolaan Limbah Medis Pelayanan Kesehatan. Kesehatan. Lambung Makurat University Press. Banjarmasin 2018 b. Suprapto Ma'at. 2009. Sterilisasi dan Disinfeksi. Airlangga University Press 2013. Ergonomi dan Cara Kerja Ergonomis Ergonomis Untuk Dokter c. Soemarko, Dewi Sumaryani. 2013. Ergonomi Gigi. Universitas Indonesia.

 

IX.  LAMPIRAN

Gambar 3.1 Macam-macam simbol dan label limbah

Gambar 3.2 Macam-macam kursi

Gambar 3.3 Posisi duduk yang benar dan salah

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF