Paper Tax Planning Pemotongan Atau Pemungutan No Cover
October 31, 2018 | Author: Ahmad Rifqi | Category: N/A
Short Description
Banyak cara dalam melakukan tax planning, salah satunya dalam sistem pemotongan/pwmungutan pajak yang dilakukan oleh pih...
Description
Paper Tax Planning Withholding System
Pendahuluan Saat ini Indonesia menganut 3 sistem pemungutan pajak yaitu Self Assesment System, Official Assessment System dan Withholding System. Dalam Self Assesment System hal System hal ini berarti wewenang sepenuhnya untuk mendaftarkan, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya. Fiskus tidak ikut campur tangan dalam penentuan besarnya pajak terhutang selama wajib pajak tidak menyalahi peraturan yang berlaku dan system ini sangat bergantung pada kesadaran wajib pajak sendiri untuk melakukannya berdasarkan kejelasan UU, dan profesionalisme aparat. Official Assestment System System masih digunakan dalam memungut pajak daerah contoh nya PBB. Dalam system ini yang menentukan pajak adalah aparat pajak (fiskus), wajib pajak dianggap bersifat pasif, sehingga keberhasilan system ini sangat tergantung dari keaktifan dan profesionalisme profesionalisme aparat (fiskus). (fiskus). Namun banyak wajib pajak yang yang belum mengerti sepenuhnya dan memahami tentang arti pentingnya pajak. Oleh karena itu pemerintah juga menerapkan system yang disebut Withholding Tax System. System. Sistem ini masih digunakan untuk pemungutan pajak pusat maupun pajak daerah. Pengertian withholding tax adalah dalam pemungutan dan penyetoran pajak pemerintah (fiskus) melibatkan wajib pajak yang lain atau pihak ketiga. System ini kontribusinya terhada terhadap p penerimaan pajak masih sangat dominan. Pengertian dalam system Withholding tax, pihak ketiga diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas Negara. Di akhir tahun pajak, pajak yang telah dipotong ataupun dipungut dan telah disetorkan ke kas Negara itu akan menjadi pengurang pajak atau kredit bagi pihak yang dipotong dengan melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan. Istilah pemotongan yang dimaksud adalah untuk menyatakan jumlaj pajak yan di potong oleh pemberi penghasilan atas jumlah penghasilan yang diberikan kepada penerima penghasilan sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah penghasilan yang diterimanya (misalnya PPh Pasal 21 dan PPh pasal 23). Sedangkan yang dimaksud dengan pemungutan adalah jumlah pajak yang dipungut atas sejumlah pembayaran yang berpotensi menimbulkan penghasilan kepada penerima pembayaran (misalnya PPh Pasal 22). Dengan cara ini pemerintah akan lebih mudah dan hemat mengumpulkan pajak tanpa upaya dan biaya besar. Tugas pemeritah cukup mengawasi saja dan bila ada wajib pajak yang tidak menjalankan withholding tax dengan benar, Dirjen pajak tinggal menerapkan saksi administrasi yang akan menambah pemasukan atau penerimaan Negara. Dengan withholding tax wajib pajak diwajibkan mempotong, menyetorkan dan mengadministrasikan pajak pihak lain (pihak ketiga). Manfaat withholding tax antara lain dapat meningkatkan kepatuhan secara
sukarela karena pembayaran pajak secara tidak langsung telah membayar pajaknya, pengumpulan pajak secara otomatis bagi pemerintah tanpa mengeluarkan biaya, meningkatkan penerimaan pajak (optimalisasi pelunasan objek pajak) merupakan penerapan prinsip convenience of tax system, serta meningkatkan penerimaan pajak (optimalisasi perluasan objek pajak).
Pembahasan Objek atas Withholding Tax System Withholding taxes merupakan salah satu system administrasi perpajakan yang banyak diterapkan dinegara lain. System ini memiliki keunggulan Karena pajak dibayar pada saat penghasilan diterima. Jika penghasilan sudah diterima dan digunakan, maka sudah jadi kebiasaan dimanapun kita akan berat bayar pajak. Jenis objek pajak atas pemotongan/pemungutan antara lain:
Pasal 4 (2) mengatur tentang penghasilan yang dapat dikenai pajak yang bersifat final yang cara pemotongannya melalui pihak ketiga.
Pasal 15 mengatur tentang pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus. Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.
Pasal 21 yang mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima orang pribadi dalam negeri yang dilakukan oleh pemberi kerja , bendahara pemerintah atau penyelenggara kegiatan.
Pasal 22 yang mengatur tentang pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha yang dilakukan oleh bendahara pemerintah , badan badan tertentu dan wajib pajak badan tertentu yang telah ditunjuk dan ditetapkan oleh menteri keuangan.
Pasal 23 mengatur tentang pemotongan pajak penghasilan dari modal, jasa dan kegiatan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah , subjek badan dalam negeri , penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Pasa 26 yang mengatur tentang pemotongan pajak atas dalam bentuk apapun yang diterima orang pribadi luar negeri selain BUT di Indonesia yang dilakukan oleh subjek pajak Dalam negeri , bendahara pemerintah, penyelenggara kegiatan.
PPN & PPnBM, merupakan Pajak tidak Langsung yang dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen dan konsumen. Disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual). Transaksi penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli, pemanfaatan jasa, dan sewa-menyewa.
Strategi Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pemotongan/Pemungutan Aspek – aspek dalam Tax Planning A. Aspek Formal dan Administratif 1. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP); 2. Menyelenggaraan pembukuan atau pencatatan; 3. Memotong dan atau memungut pajak; 4. Membayar Pajak; 5. Menyampaikan Surat Pemberitahuan. B. Aspek Material Basis pernghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optomalisasi alokasi sumber dana manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap
Tax Planning PPh pasal 4 ayat 2 1. Tingkatkan pemahaman yang komprehensif terhadap ketentuan PPh Pasal 4(2) contohnya sewa tanah dan atau bangunan. 2. Pemuatan klausul perpajakan dalam perjanjian/kontrak dengan pihak/lawan transaksi. 3. Ekualisasi biaya yang terkait dengan obyek PPh Pasal 4 (2) a. Akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 4(2), khususnya yang terkait dengan objek PPh Pasal 4(2) dikumpulkan menjadi satu kelompok akun. b. Jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara maksimal, atas setiap transaksi yang terkait dengan objek PPh Pasal 4(2), harus diberi kode khusus pada deskripsinya, misalnya #4(2)# di awal deskripsinya. Hal ini untuk memudahkan proses ekualisasi pada akhir tahun sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan ke kantor pajak. c. Pada akhir tahun seluruh objek PPh Pasal 4(2) yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh Pasal 4(2). Jika masih timbul selisih, teliti ;
1) Apakah pemotongan pajaknya dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di neraca (aktiva). 2) Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam neraca (kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak. Tax Planning PPh Pasal 15 1. Pemuatan klausul perpajakan dalam perjanjian/kontrak dengan pihak/lawan transaksi. 2. Memahami ketentuan objek PPh pasal 15 baik untuk pemotong atau yang dipotong. 3. Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana yang lebih dulu antara saat terutang (accrual basis) atau saat dibayarkan (cash basis). 4. Ekualisasi biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 15 a. Akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 15 dikumpulkan menjadi satu kelompok akun. b. Jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara maksimal, atas setiap transaksi yang terkait dengan objek PPh Pasal 15, harus diberi kode khusus pada deskripsinya, misalnya #15# di awal deskripsinya. Hal ini untuk memudahkan proses ekualisasi pada akhir tahun sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan ke kantor pajak. c. Pada akhir tahun seluruh objek PPh Pasal 15 yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh Pasal 15. Jika masih timbul selisih, teliti: 1) apakah pemotongan pajaknya dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di neraca (aktiva). 2) apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam neraca (kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak. Tax Planning PPh Pasal 21 1. Pemuatan klausul perpajakan dalam perjanjian/kontrak dengan pihak/lawan transaksi. 2. Memahami ketentuan PPh Pasal 21 dan klasifikasi objeknya termasuk objek final dan tarifnya sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemotongan. Atau menggunakan prinsip taxabilitiy dan deductibility, yaitu mengubah penghasilan objek pajak menjadi bukan objek pajak, atau sebaliknya mengubah biaya yang tidak boleh dikurangkan (NDE) menjadi boleh dikurangkan (DE). 3. Memahami saat terutangnya pajak Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU PPh, objek PPh Pasal 21 terdiri dari penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Istilah “diterima” mengandung pengertian cash basis, sedangkan “diperoleh” itu accrual basis.
Kedua istilah ini, jika dikaitkan dengan perlakukan akuntansi, terkait dengan mana yang lebih dulu antara pengakuan biaya dan pembayaran. Artinya, pajak harus dipotong pada saat mana yang lebih dulu antara pengakuan biaya atau pembayaran kepada penerima penghasilan. 4. Memilih metode atau alternatif pembayaran yang tepat kepada karyawan, yaitu PPh pasal 21 ditanggung karyawan (potong gaji), PPh pasal 21 ditanggung perusahaan, PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan (gross up) 5. Ekualisasi Biaya yang Terkait dengan Objek PPh Pasal 21 Prosedur yang perlu ditempuh untuk melakukan ekualisasi ini adalah a. Akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 21, khususnya yang terkait dengan pegawai tetap, dikumpulkan menjadi satu kelompok akun. b. Untuk setiap transaksi yang masih terkait dengan objek PPh Pasal 21 dan nantinya dilaporkan ke dalam formulir 1721-B, harus diberi kode khusus pada deskripsinya, misalnya #21# di awal deskripsinya. Hal ini untuk memudahkan proses ekualisasi pada akhir tahun sebelum SPT Tahunan PPh Pasal 21 dilaporkan ke kantor pajak. c. Pada akhir tahun seluruh objek PPh Pasal 21 yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan perhitungan menurut SPT Tahunan PPh Pasal 21. 1) Jika masih timbul selisih yang disebabkan oleh penghasilan pegawai tetap yang dilaporkan di dalam formulir 1721-A, teliti akun yang menampung iuran Jamsostek dan pastikan bahwa iuran Jaminan Hari Tua tidak termasuk dalam objek PPh Pasal 21. 2) Jika selisih tersebut disebabkan dari penghasilan yang dilaporkan dalam formulir 1721B, teliti kelompok penghasilan mana yang belum dipotong pajaknya.
Tax Planning PPh Pasal 22 1. Pemuatan klausul perpajakan dalam perjanjian/kontrak dengan pihak/lawan transaksi. 2. Memahami ketentuan PPh Pasal 22 dan aturan pelaksanaannya. 3. Memanfaatkan penggunaan Angka Pengenal Impor (API) untuk perusahaan yang sering melakukan impor. 4. Pengajuan SKB dan “uang tambahan” Di dalam praktiknya seringkali ditemukan bahwa proses pengajuan SKB PPh Pasal 22 harus membuat perusahaan mengeluarkan kocek tambahan untuk oknum petugas. SKB seringkali tidak dapat diterbitkan dengan segera apabila tidak ada “uang tambahan”. Hal demikian memang sulit sekali dibuktikan karena
pemberian uang tambahan tersebut dilakukan secara tunai tanpa ada bukti tertulis. Apabila jumlah PPh Pasal 22 yang akan diajukan pembebasan tidak begitu material bila dibandingkan dengan proses pengajuan dan “uang tambahan” seperti tersebut di atas,
lebih baik perusahaan yang mengimpor barang tidak mengajukan permohonan SKB.
Sebagai konsekuensinya, perusahaan harus melunasi PPh Pasal 22. Meskipun demikian, pada saat penghitungan PPh Badan, perusahaan masih dapat memperhitungkan PPh Pasal 22 tersebut sebagai uang muka pajak. 5. Bukti pungut PPh Pasal 22 asli tapi palsu (aspal) terkadang perusahaan yang melakukan impor barang meminta pihak ketiga yang bergerak di bidang jasa kepabeanan (PPJK) untuk mengurusinya. Jika hal demikian dilakukan, waspadai adanya PPJK yang nakal. Contoh: PT MBR meminta PT A selaku PPJK untuk memproses impor mesin pabrik. Pada hari jumat atau sehari sebelum hari libur, PT A memberikan konfirmasi bahwa pengeluaran mesin yang baru saja diimpor tidak dapat diproses karena pajak-pajaknya belum dilunasi. Selanjutnya, PT A meminta PT MBR untuk segera memproses pembayaran. Pada kenyataannya, PT MBR terkadang sulit memproses pengeluaran uang dengan segera. Akibatnya, PT MBR meminta PT A untuk menanggung pajak-pajaknya dan akan menggantinya pekan berikutnya. Yang terjadi adalah PT A tidak melakukan pembayaran pajak ke kas negara, tapi tetap membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22. Di dalam bukti pemungutan tersebut tertera pihak pemungutnya adalah Kantor Pelayanan Bea Cukai (KPBC), nama dan tanda tangan pejabat yang berwenang, serta stempel KPBC tersebut. Atas bukti pemungutan PPh Pasal 22 tersebut, PT A melakukan penagihan kepada PT MBR melalui mekanisme reimbursement. 6. Ekualisasi Biaya yang Terkait dengan Objek PPh Pasal 22
Tax Planning PPh Pasal 23 1. Pemuatan klausul perpajakan dalam perjanjian/kontrak dengan pihak/lawan transaksi. 2. Memahami ketentuan PPh Pasal 23 dan aturan pelaksanaannya. 3. Pengajuan SKB untuk WP sesuai kriteria Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-1/PJ/2011. 4. Melakukan metode gross up, untuk pihak yang jasa nya tidak mau dipotong pajaknya. 5. Pemisahan antara tagihan material dan jasa kecuali jasa konstruksi dan jasa catering, diatur mengenai pemisahan antara tagihan material dan jasa. Tujuannya adalah agar pajaknya hanya dikenakan atas jasanya. 6. Waspadai penagihan dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja (labor/manpower supplier). Contoh: PT MBR mendapatkan tagihan dari manpower supplier PT X sebesar Rp 100 juta yang terinci menjadi Rp 10 juta untuk jasa dan Rp 90 juta untuk biaya gaji y ang telah dibayarkan kepada karyawannya yang dipekerjakan di PT MBR. Atas tagihan tersebut, PT MBR harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 6% dari Rp 100 juta, bukan Rp 10 juta. Alasannya, berdasarkan Pasal 1 Keputusan Dirjen Pajak No. 170/PJ./2002, dijelaskan bahwa
pemisahan dapat dilakukan jika terdapat unsur j asa dan material/barang. Sementara itu, Rp 90 juta yang merupakan biaya gaji dibayarkan kepada karyawan PT X, bukan PT MBR, sehingga mekanisme reimbursement tidak dapat dilakukan. Karena itu, pengenaan pajaknya dilakukan atas seluruh tagihan PT X. 7. Ekualisasi biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 23 1. Akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 23, khususnya yang terkait dengan objek PPh Pasal 23 dikumpulkan menjadi satu kelompok akun. 2. Jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara maksimal, atas setiap transaksi yang terkait dengan objek PPh Pasal 23, harus diberi kode khusus pada deskripsinya, misalnya #23# di awal deskripsinya. Hal ini untuk memudahkan proses ekualisasi pada akhir tahun sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan ke kantor pajak. 3. Pada akhir tahun seluruh objek PPh Pasal 23 yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh Pasal 23. Jika masih timbul selisih, teliti: a. Apakah pemotongan pajaknya dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di neraca (aktiva). b. Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam neraca (kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak. Tax Planning PPh pasal 26 1. Pemuatan klausul perpajakan dalam perjanjian/kontrak dengan pihak/lawan transaksi. 2. Memahami ketentuan PPh Pasal 26 dan aturan pelaksanaannya. 3. Memanfaatkan fasilitas tax treaty, dengan cara: a. WPLN harus dapat menunjukkan SKD/COD dan memperbarui SKD tersebut tiap tahun, b. Minimalkan kunjungan tenaga ahli dari luar negeri sehubungan dengan jasa profesional agar timetest sebagaimana diatur di dalam tax treaty tidak terlampaui. 4. Manfaatkan Tax Havens Countries untuk meminimalkan Beban Pajak 5. Melakukan metode gross up, contoh bunga pinjaman dari luar negeri. Karena biasanya perusahaan luar negeri tidak mau dipotong pajaknya. 6. Melakukan ekualisasi obyek PPh Pasal 26 yang dilaporkan di SPT Masa PPh Pasal 26 dengan biaya-biaya obyek PPh Pasal 26 di pos-pos laporan keuangan
Kesimpulan Karena kompleksitas system PPh Pemotongan dan Pemungutan ( withholding taxes sytem), perusahaan harus mengetahui dan mengerti beberapa hal terkait system PPh
Pemotongan dan Pemungutan (PPh Pot-Put) ini. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam manajemen PPh pot-put yaitu: 1. Ketentuan PPh Pemotongan dan Pemungutan 2. Klausul Withholding Income Tax dalam PPh pot-put 3. Mengelola perbedaan interpretasi dalam PPh pot-put 4. Peran pencatatan akuntansi dalam pemotongan pajak 5. Rekonsiliasi/ekualisasi objek pemotongan PPh pot-put 6. Perencanaan pajak pada PPh potong pungut Dengan mengetahui hal-hal tersebut diatas beserta pilihan yang dapat diambil jika terjadi masalah sehubungan pemotongan dan pemungutan pajak, perusahaan dapat meminimalkan resiko dari kompleksitas system PPh pot-put. Serta dengan manajemen pajak yang baik, pajak perusahaan lebih efisien dan perusahaan dapat terhindar dari sanksi perpajakan yang mungkin terjadi.
Referensi Anwar Pohan, Chairil. 2014. Manajemen Perpajakan Edisi Revisi . PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008.
View more...
Comments