Paper Mata New
July 24, 2017 | Author: Fezy Ezia Dwi S | Category: N/A
Short Description
paper...
Description
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Juvenile idiopathic arthritis (JIA) merupakan artritis persisten yang
menetap lebih dari 6 minggu dengan onset usia kurang dari 16 tahun, setelah penyebab lain artritis disingkirkan. Istilah JIA merupakan istilah baru yang dikembangkan oleh International League of Associations for Rheumatology (ILAR) untuk mendiagnosis artritis kronik pada anak-anak, menggantikan istilah juvenile rheumatoid arthritis (JRA). JIA ditandai oleh menetapnya peradangan secara objektif di satu atau lebih sendi selama paling sedikit 6 minggu dengan peradangan sendi pada anak usia 16 tahun atau kurang. Pada JIA terdapat 80% kasus uveitis pada anak-anak. Diagnosa yang terlambat dapat menyebabkan katarak, glaukoma, dan kebutaan. Meskipun uveitis dapat ditemukan dalam tiap bentuk JIA, namun pada subtipe pausiartikular uveitis paling sering ditemukan. Pada pemeriksaan mata, didapatkan penurunan tajam penglihatan, keratopati band, sinekia, katarak, atau peningkatan tekanan intra okuler Mata pasien JIA dengan uveitis sering tampak normal ( tidak merah atau meradang ) pada pemeriksaan eksternal dan oftalmoskopi rutin. Pasien mungkin tidak melihat atau merasakan perubahan visual yang perlahan-lahan berkembang sebagai akibat dari peradangan aktif. Tujuan terapi uveitis pada JIA adalah mencegah komplikasi yang mengancam penglihatan, menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin mengobati penyebabnya.
1
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
1.2.
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
Tujuan Penulisan Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui tentang Juvenile
Idiopathic Arthritis mulai dari definisi, etiologi, diagnosa, manifestasi klinis, penatalaksanaan dan prognosis. Selain itu, tujuan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.`DEFINISI
2
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
Juvenile idiopathic arthritis (JIA) merupakan artritis persisten yang menetap lebih dari 6 minggu dengan onset usia kurang dari 16 tahun, setelah penyebab lain artritis disingkirkan. Istilah JIA merupakan istilah baru yang dikembangkan oleh International League of Associations for Rheumatology (ILAR) untuk mendiagnosis artritis kronik pada anak-anak, menggantikan istilah juvenile rheumatoid arthritis (JRA) .4 2.2.
ANATOMI UVEA Traktus Uvealis terdiri atas iris, corpus siliar dan koroid. Bagian ini
merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera .7
1. Iris Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior). Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata .5 2. Korpus Siliar Korpus Siliar merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem eksresi di belakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang 3
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot- otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar menghasilkan aquous humor. Aquous humor ini sangat menentukan tekanan bola mata . aquous humor mengalir melalui kornea okuli posterior ke kamera okuli anterior melalui pupil .5 3. Koroid Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya beraa di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas pembuluh darah. Retina tidak menempati seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa milimeter sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina disebut pars plana .5 Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis .5 2.3. EPIDEMIOLOGI Sekitar 6 % dari semua kasus uveitis terjadi pada anak-anak , dan sampai 80 % dari semua kasus uveitis anterior di masa kecil berhubungan dengan Juvenile Idiopathic Arthritis . Diagnosa yang terlambat dapat menyebabkan katarak, glaukoma, dan kebutaan. Meskipun uveitis dapat ditemukan dalam tiap bentuk JIA, namun pada subtipe pausiartikular yang sering ditemukan. Banyak pasien didapatkan pandangan kabur atau tanpa gejala. Pada pemeriksaan mata, didapatkan penurunan tajam penglihatan, keratopati band, katarak, atau peningkatan tekanan intra okuler .4,10 2.4.
KLASIFIKASI
4
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
Kriteria diagnosis untuk klasifikasi Juvenile Idipathic arthritis menurut American College of Rheumatology (ACR) i.
Usia onset kurang dari 16 tahun
ii.
Artritis pada satu sendi atau lebih yang ditandai oleh bengkak atau efusi sendi, atau oleh dua dari gejala kelainan sendi berikut: gerakan sendi terbatas, nyeri atau sakit pada gerakan sendi, dan peningkatan suhu di daerah sendi
iii.
Lama sakit lebih dari 6 minggu
iv.
Jenis onset penyakit dalam 6 bulan pertama diklasifikasikan sebagai :
2.5.
pausiartikular (oligoartritis): 4 sendi atau kurang
poliartritis: 5 sendi atau lebih
penyakit sistemik: artritis disertai demam intermiten
Penyakit artritis juvenil lain dapat disingkirkan .2
ETIOLOGI Penyebab utama penyakit ini belum banyak diketahui, diduga terjadi karena
respons yang abnormal terhadap infeksi atau faktor lain yang ada dilingkungan. Peran imunogenetik diduga sangat kuat mempengaruhi .9,11 2.6.
PATOFISIOLOGI Arthritis reumatoid ditandai dengan peradangan sinovial kronis yang non
supuratif. Jaringan sinovil yang terkena edema, hiperemis, dan infiltrasi oleh limfosit dan sel plasma. Bertambahnya sekresi cairan sendi menimbulkan efusi. Penonjolan dari membran sinovial yang menebal membentuk vili yang menonjol ke dalam ruang sendi. reumatoid sinovial yang hiperplastik dapat menyebar dan melekat pada kartilago artikuler. Pada sinovitis kronis dan proliferasi sinovial yang berkelanjutan, kartilago artikuler dan struktur sendi lainnya dapat tererosi dan rusak secara progresif. Lamanya sinovitis sebelum sendi menjadi rusak secara permanen, bervariasi pada umumnya, kerusakan kartilago artikuler terakhir dalam perjalanan JIA terjadi lebih belakangan daripada penyakit yang mulai timbul
5
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
pada/dimulai dewasa, dan banyak anak menderita JIA tidak pernah mendapat cedera sendi permanen walaupun sinovitisnya lama .3 Penghancuran sendi terjadi lebih sering pada anak dengan penyakit faktor reumatoid positif atau penyakit yang timbul/dimulai secara sistemik. Bila penghancuran sendi telah dimulai, dapat terjadi erosi tulang subkhondral, penyempitan “rung sendi” (kehilangan kartilago artikulera), penghancuran atau fusi tulang, dan deformitas, subluksasio atau ankilosis persendian. Mungkin dijumpai tenosinovitis dan miositis. Osteoporosis, periostitis, perumbuhan epifiseal yang dipercepat, dan penutupan epifiseal yang prematur dapat terjadi dekat dengan sendi yang terkena. .3 Nodul reumatoid kurang sering terjadi pada anak daripada orang dewasa, terutama pada penyakit reumatoid positif, dan memperluhatkan bahan fibrinoid yang dikelilingi oleh sel radang kronis. Pleura, perikardium, dan peritoneum dapat menampakkan serositis fibrinosa nonspesifik; yang jarang yaitu perikarditis konstriktif kronis, jika pernah terjadi. Ruam reumatoid secara histologi tampak seperti vaskulitis ringan, dengan sedikit sel radang yang mengelilingi pembuluh darah kecil pada jaringan sub epitel .3 Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius .Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas .6 Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan 6
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior) .6 Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion .6 Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam camera okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe (Bombans) .6 Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder.Pada fase akut terjadi glaucoma sekunder karena gumpalan – gumpalan pada sudut bilik depan,sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil.Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin .6 2.7.
MANIFESTASI KLINIS Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang ditemukan pada penderita
reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi. .3 1.
Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam.
7
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2.
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
3.
Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
4.
Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang.
5.
Deformitas: kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulna atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
6.
Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya.Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7.
Mata pasien JIA dengan uveitis sering tampak normal ( tidak merah atau meradang ) pada pemeriksaan eksternal dan oftalmoskopi rutin. Karena pasien dengan JIA, mereka mungkin tidak melihat atau merasakan perubahan visual yang perlahan-lahan berkembang sebagai akibat dari peradangan aktif.
8
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
Oleh karena itu , anak-anak yang usianya kurang dari 7 tahun dan yang tidak memiliki iridosiklitis harus menjalani pemeriksaan oftalmologi lengkap termasuk evaluasi slit lamp , setiap 3 sampai 4 bulan jika mereka memiliki pausiarticular JIA dan ANA positif , setiap 6 bulan jika mereka memiliki pauciarticular JIA tapi ANA negatif , dan setiap 12 bulan jika mereka memiliki JIA sistemik .3 2.8.
DIAGNOSIS Diagnosis terutama berdasarkan klinis. Penyakit ini paling sering terjadi
pada umur 1-3 tahun. Nyeri ekstremitas seringkali menjadi keluhan utama pada awal penyakit. Gejala klinis yang menyokong kecurigaan kearah ARJ yaitu kekakuan sendi pada pagi hari, ruam rematoid, demam intermiten, perikarditis, uveitis kronik, spondilitis servikal, nodul rematoid, tenosinovitis .9 Kriteria diagnosis Juvenile Rheumatoid Arthritis menurut American College of Rheumatology (ACR) : 1. Usia penderita < 16 tahun 2. Artritis (bengkak atau efusi, adanya dua atau lebih tanda : keterbatasan gerak, nyeri saat gerak, dan panas pada sendi) pada satu sendi atau lebih 3. Lama sakit > 16 minggu 4. Tipe onset penyakit (dalam 6 bulan pertama) :
Poliartritis : ≥ 5 sendi,
Pausiartikular : < 5 sendi, dan
Sistemik : artritis dengan demam minimal 2 minggu, mungkin terdapat ruam
atau
keterlibatan
ekstraartikular,
seperti
limfadenopati,
hepatosplenomegali atau perikarditis 5. Kemungkinan penyakit artritis lain dapat disingkirkan .2 Kriteria diagnosis Juvenile Chronic Arthritis menurut European League Against Rheumatism (EULAR) : 1. Usia penderita < 16 tahun 9
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
2. Artritis pada satu sendi atau lebih 3. Lama sakit > 3 minggu 4. Tipe onset penyakit :
Poliartritis : > 4 sendi, faktor reumatoid negatif,
Pausiartikular : < 5 sendi,
Sistemik : artritis dengan demam,
Artritis reumatoid juvenil : > 4 sendi, faktor reumatoid positif,
Spondilitis ankilosing juvenil, dan/ atau
Artritis psoriasis juvenile .2
Kriteria diagnosis Juvenile Idiopatic Arthritis menurut International League of Associations for Rheumatology (ILAR) : 1. Sistemik 2. Oligoartritis
Persisten
Extended
3. Poliartritis ( faktor reumatoid negatif ) 4. Poliartritis ( faktor reumatoid positif ) 5. Artritis psoriasis 6. Artritis terkait entesitis 7. Arthritis Lain
2.9.
Tidak memenuhi kategori,
Memenuhi lebih dari satu kategori .2 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Laboratorium 1. Laju Endap Darah (LED) 10
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
Pemeriksaan LED sangat sensitif bagi sebagian besar tipe peradangan (inflamasi), akan tetapi tidak dapat membedakan apakah penyebab radang tersebut berasal dari infeksi, peradangan, atau tumor ganas. Peningkatan LED menunjukkan adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. 2. C-Reactive Protein (CRP) Peningkatan kadar CRP dalam darah juga menunjukkan adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Peningkatan ini berhubungan dengan infeksi dan penyakit kronis pada umumnya, dan lebih sensitif dibandingkan dengan LED. 3. Rheumatoid Factor Faktor reumatoid merupakan suatu autoantibodi yang dimiliki oleh penderita AR. Apabila hasil pemeriksaan darah Anda positif dengan adanya antibodi Anti-RA33, maka kemungkinan besar Anda mengidap Artritis Reumatoid (AR). 4. Anti-citrullinated protein antibody (ACPA) Hasil yang positif menunjukkan bahwa kemungkinan besar Anda mengidap Arthritis Rheumatoid (AR). 5. Antinuclear antibody (ANA) Pemeriksaan ini umumnya dilakukan untuk menyingkirkan adanya penyakit autoimun lainnya. 6. Pemeriksaan cairan sendi (sinovial)
Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan berbanding terbalik dengan cairan sinovium
b) Pemeriksaan Radiologi
11
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
Tidak semua sendi kelompok JIA menunjukkan gambaran erosi, biasanya hanya didapatkan pembengkakan jaringan lunak. Sedangkan erosi sendi hanya didapatkan pada kelompok poliartrikular .11 2.10.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan utama adalah suportif. Tujuan utama adalah mengendalikan gejala klinis, mencegah deformitas, meningkatkan kualitas hidup. Kita tahu bahwa banyak terjadi kerusakan sistem pada awal perjalanan penyakit. Dengan demikian , tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penyakit. Seorang dokter bisa menentukan aktifitas penyakit dengan menganalisa berbagai symptom, temuan klinis , pemeriksaan laboratorium
dan radiologi. Non
Farmakologi dan pencegahan , seperti terapi fisik dan tindakan untuk memastikan kesehatan tulang, merupakan bentuk dasar dari pengobatan .13 Analgetik and non steroid anti-inflamasi (NSAID) digunakan untuk mengontrol gejala akut tetapi tidak untuk menyembuhkan penyakit. Sebagian besar pasien dengan penyakit yang aktif membutuhkan setidaknya 1 diseasemodifying antirheumatic drug (DMARD), dan juga diketahui sebagai slowacting antirheumatic drug (SAARD). Obat ini mengandung hydroxychloroquine (Plaquenil), methotrexate, dan sulfasalazine (Azulfidine). Mampu mengurangi atau mencegah kerusakan. Methotrexate yang paling umum digunakan DMARD .13 Tergantung
pada
respon
penyakit
dan
keparahan,
pasien
yang
membutuhkan pengobatan yang lebih agresif seperti cyclosporine (Neoral, Sandimmune), cyclophosphamide (Cytoxan), atau obat anti sitokin. Terapi kombinasi sering digunakan untuk meminimalkan toxin dari salah satu kelas obat obatan. Prednisone sering digunakan, idealnya dengan dosis rendah, untuk meningkatkan mobilitas pasien dan kapasitas fungsional. Operasi untuk nyeri sendi dan gangguan fungsi juga mungkin dibutuhkan .13 2.11.
KOMPLIKASI
12
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
Diagnosa yang terlambat dapat menyebabkan katarak, glaukoma, dan kebutaan. .1 2.12.
PROGNOSIS Perjalanan penyakit JIA berkembang dengan variasi yang sangat banyak
tergantung umur saat onset penyakit serta tipe dari JIA, pada tipe sistemik artritis dengan demam tinggi membutuhkan steroid dosis tinggi, dan trombositosis menunjukkan prognosis jelek, hanya 25% tipe poliartrikular remisi dalam 5 tahun dan 2/3 pasien JIA mengalami erosi sendi. Beberapa faktor merupakan indikator prognosis buruk:
Tipe sistematik yang aktif pada 6 bulan pertama
Poliartritis
Perempuan
Faktor reumatoid positif
Kaku sendi yang persisten
Tenosinovitis
Nodul subkutan
Tes ANA +
Artritis pada jari tangan dan kaki pada awal penyakit
Erosi yang progresif
Paursiartrikular tipe eksten .11
13
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
KESIMPULAN Juvenile idiopathic arthritis (JIA) merupakan penyakit arthritis kronis pada anak-anak umur di bawah 16 tahun. Berdasarkan definisi, JIA ditandai oleh menetapnya temuan peradangan secara objektif di satu atau lebih sendi selama paling sedikit 6 minggu dengan eksklusi lain peradangan sendi pada anak usia 16 tahun atau kurang. Mata pasien JIA dengan uveitis sering tampak normal ( tidak merah atau meradang ) pada pemeriksaan eksternal dan oftalmoskopi rutin. Karena pasien dengan JIA pada masa kecil , mereka mungkin tidak melihat atau merasakan perubahan visual yang perlahan-lahan berkembang sebagai akibat dari peradangan aktif. Sekitar 6 % dari semua kasus uveitis terjadi pada anak-anak , dan sampai 80 % dari semua kasus uveitis anterior di masa kecil berhubungan dengan Juvenile Idiopathic Arthritis Perjalanan penyakit JIA berkembang dengan variasi yang sangat banyak tergantung umur saat onset penyakit serta tipe dari JIA pada tipe sistemik arthritis dengan demam tinggi, membutuhkan steroid dosis tinggi, dan trombositosis menunjukkan prognosis yang jelek, hanya 25% tipe poliartikular remisi dalam 5 tahun dan 2/3 pasien ARJ mengalami erosi sendi.
14
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
DAFTAR PUSTAKA 1. Ardhani, AR. 2012. Kelainan mata pada penyakit reumatik. Available at : http://ardhanyfk.web.unair.ac.id/artikel.kelainanmatapadapenyakitreumatik.ht ml 2. Arwin, AP. Artritis Idiopatik Juvenil, Kesepakatan Baru Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Penyakit Artritis pada Anak. Sari Pediatri vol 5. September 2003. 3. Denia,
A.
2013.
Rheumatoid
arthritis
juvenile.
Available
at
:
http://deniaariani.blogspot.com/2013/12/rheumatoid-arthritis-juvenil.html 4. Ghrahani,R., et al. 2012. Distribusi Subtipe Juvenile Idiopathic Arthritis di Bandung. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. 5. Ilyas, Sidarta : “anatomi dan fisiologi mata” dalam ilmu penyakit mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Edisi 8, 2008. Hal 1-12. 6. Marella, Y. Uveitis. Available at : http://www.academia.edu/5125928/BAB_I_PENDAHULUAN 7. Melinda, V. 2009. Uveitis. Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru. Available at : https: uveitis-vivi-melinda-files-of-drsmed-fk-ur.pdf 8. Riordan-Eva, P. 2009. Vaughan and Asbury : Ophtalmologi umum, edisi 17. Jakarta : EGC. 2009 ; 10-11. 9. Pradhi,
G.
2010.
Uveitis
Anterior.
Available
in
:
http://www.scribd.com/doc/87184027/uveitis#scribd
15
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : LORA INVESTISIA NIM : 090100230
10. Rachman, S. 2009. Juvenile Rheumatoid Arthritis. Available in : http://sanirachman. juvenile-rheumatoid-arthritis_01.html 11. Stephen, C. Juvenile Idiopathic Arthritis and Uveitis. Available in: http://www.uveitis.org/docs/dm/juvenile_idiopathic_arthritis_and_uveitis.pdf 12. Yuliasih (2009). Artritis Reumatoid Juvenil. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III 4th Ed. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. p. 2519-2525 13. Rheumatic Disorder. In American Academy of Ophtalmology. Section 1. 2014-2015 : 161-162
16
View more...
Comments